BUKU-1
BAHAN AJAR
Disusun oleh
Ir. HERIYANTO, M.T.
NIP 19570507 198903 1 001
Disunting oleh
Ir. In Jumanda Kasdadi, M.T.
NIP 196809201995121001
Harita Nurwahyu Chamidy, LRSC, M.T.
NIP 196601111994031002
Drs. Budi Santosa, M.T.
NIP 196902281993031002
2013
HALAMAN PENGESAHAN
2. Penulis
Penulis-1
a) Nama : Ir. Heriyanto, M.T.
b) NIP : 19570507 198903 1 001
c) Pangkat/Golongan : Penata Tingkat I, III/d
d) Jabatan Fungsional : Lektor
e) Program Studi : Teknik Kimia
f) Jurusan : Teknik Kimia
Penulis-2
a) Nama :-
b) NIP :-
c) Pangkat/Golongan :-
d) Jabatan Fungsional :-
e) Program Studi :-
f) Jurusan :-
ii
KATA PENGANTAR
Buku ini disusun dengan dua tujuan yaitu, sebagai buku ajar mahasiswa dan sebagai
referensi bagi teknisi dan operator pabrik. Buku berisi konsep, prinsip, prosedur dan
perhitungan yang dalam instrumentasi dan pengukuran variabel proses. Setelah memahami
isi buku ini diharapkan dapat memiliki pengetahuan dan pemahaman instrumentasi dan
pengukuran sehingga mampu menerapkan pada kondisi nyata.
Sasaran pemakai buku ini adalah untuk mahasiswa Diploma IV atau Politeknik
Jurusan Teknik Kimia dan Kimia Industri serta umumnya untuk mahasiswa dari bidang
yang berkaitan atau sedang mempelajari instrumentasi dan pengukuran misalnya Teknik
Mesin, Teknik Energi, dan Teknik Refrigerasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Politeknik Negeri Bandung atas
Penyusunan Bahan Ajar dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2007) yang
dibiayai dari DIPA tahun anggaran 2013, sehingga penulisan Buku Ajar ini dapat
dilaksanakan. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua fihak, baik
yang langsung maupun tidak langsung telah membantu penulisan buku ini. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa buku ini masih kurang sempurna. Oleh sebab itu segala
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat dinantikan. Semoga buku ini bermanfaat.
iii
DAFTAR ISI
iv
5.4 PERBANDINGAN PIRANTI UKUR TEKANAN ................................................... 50
5.5 KALIBRASI TEKANAN .......................................................................................... 51
BAB-6 PENGUKURAN LAJU ALIR.............................................................................. 52
6.1 PRINSIP PENGUKURAN ........................................................................................ 52
BAB-7 PENGUKURAN LEVEL ..................................................................................... 72
7.1 METODE APUNGAN (FLOAT METHOD) .................................................................. 73
BAB-8 METODE ANALISIS DATA............................................................................... 85
8.1 POPULASI, SAMPEL DAN JUMLAH SAMPEL.................................................... 85
8.2 DATA PENGUKURAN ........................................................................................... 87
8.3 TEKNIK ANALISIS DATA...................................................................................... 88
8.4 HIPOTESIS STATITISTIK .................................................................................... 91
SOAL ULANGAN .......................................................................................................... 92
BAB-9 ANALISIS DESKRIPTIF .................................................................................... 93
9.1 TABEL ...................................................................................................................... 93
9.2 GRAFIK ATAU DIAGRAM .................................................................................. 95
9.3 UKURAN NILAI PUSAT DAN SIMPANGAN ..................................................... 98
SOAL-SOAL LATIHAN .............................................................................................. 101
BAB-10 ANALISIS INFERENSIAL ............................................................................. 102
10.1 UJI PRASYARAT ANALISIS ............................................................................. 102
10.2 ANALISIS KORELASI .................................................................................... 108
10.3 ANALISIS REGRESI ....................................................................................... 113
10.4 UJI BEDA .......................................................................................................... 126
LAMPIRAN ..................................................................................................................... 134
v
DESKRIPSI MATA KULIAH
vi
PETUNJUK PENGGUNAAN
PEDOMAN MAHASISWA
Mahasiswa dalam mempelajari isi buku ini dianjurkan untuk mengikuti tahap-tahap berikut
1) Baca tujuan pembelajaran umum (TPU) dan khusus (TPK). Perhatikan bahwa
tujuan itu digunakan sebagai penunjuk jalan dalam mempelajari materi.
2) Baca buku dengan seksama sambil melakukan penggambaran sendiri memakai alat
tulis di atas kertas kosong.
3) Bila telah selesai dalam satu bab, cobalah mengerjakan soal-soal yang tersedia di
akhir bab. Bila masih mengalami kesulitan, baca kembali uraian atau penjelasan
sebelumnya.
4) Jangan meloncat ke bab berikutnya bila belum menguasai bab sebelumnya.
PEDOMAN PENGAJAR
Pengajar dapat mengikuti urutan dan pembagian waktu mengajar seperti yang telah
dilakukan penulis.
1) Pengertian karakteristik statik dan dinamik agar ditekankan dengan baik untuk
memahami bagaimana sifat instrumen.
2) Penjelasan mengenai instrumen ukur agar ditekankan dari aspek praktisnya.
3) Materi Bab-1 (Pendahuluan) dan Bab-2 (Konsep Pengukuran) dapat disampaikan
selama dua kali pertemuan.
4) Bab-4 hingga Bab-7 dapat disampaikan hingga saat UTS
Bab-8 sampai dengan Bab-10 disampaikan paruh semester berikutnya hingga UAS.
vii
DAFTAR ISTILAH
Pengendalian proses adalah cara memperoleh keadaan proses agar sesuai dengan yang
diinginkan.
Proses dalam kata pengendalian proses dan industri proses menunjuk pada cara
perubahan materi atau energi untuk memperoleh produk akhir.
Signal Conditioning adalah piranti yang mengolah sinyal pengukuran dari sensor sehingga
dihasilkan sinyal yang bisa dibaca.
Elemen konversi variabel adalah elemen yang berfungsi mengubah besaran fisik yang
dihasilkan sensor menjadi besaran lain tanpa mengubah nilai informasi medium terukur.
Elemen manipulasi variabel adalah elemen yang memanipulasi nilai suatu besaran
menjadi nilai yang tertentu dengan besaran yang sama.
Transduser (arti umum) adalah piranti yang mengubah besaran fisik tertentu menjadi
besaran fisik lain. Transduser (arti praktis/khusus) adalah piranti elektromekanik yang
mengubah besaran mekanik menjadi elektrik atau sebaliknya.
Akurasi (ketepatan) adalah kedekatan nilai hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya dari
medium terukur.
Ketelitian adalah tingkat keterulangan pengukuran pada kondisi dan rentang waktu
tertentu.
Histeresis adalah penyimpangan terbesar yang terjadi antara pengukuran naik dan turun.
Deadband adalah daerah tanpa respons pengukuran pada saat nilai terukur berubah.
Repeatability adalah tingkat kedekatan sejumlah pengukuran berurutan dari satu nilai
terukur pada kondisi dan arah yang sama untuk seluruh rentang pengukuran
viii
BAB-1 PENDAHULUAN
Konversi fisiko kimia yang terjadi dalam industri proses memerlukan instrumentasi yang
sesuai agar dapat berlangsung dengan baik. Peranan instrumentasi dalam teknologi proses
meliputi:
pemantaun proses;
pengendalian proses; dan
analisis teknik.
Pemantauan proses meliputi pengamatan terhadap variabel terukur. Terdapat empat macam
variabel terukur yang penting yaitu: tekanan, laju alir, suhu, dan aras (level). Dalam
industri kimia seringkali ditambah dengan konsentrasi (analisis). Selain itu masih terdapat
dua variabel terukur yang cukup penting yaitu densitas dan kelembapan.
Dalam industri modern, pengendalian proses merupakan hal yang sangat penting agar
diperoleh proses yang aman, produktivitas tinggi, dan ekonomis. Diagram blok sistem
2
keuntungan yaitu relatif murah. Dan jika pemodelannya akurat, hasil simulasi sangat
mendekati kenyataan.
Dalam pendekatan eksperimental diperlukan prototipe atau model dalam kondisi
sebenarnya dan kinerjanya dievaluasi dengan cara pengambilan data langsung melalui
pengukuran. Pendekatan ini berbeda dari metode analitik dalam dua hal, yaitu tanpa
pemodelan matematika dan tidak memrlukan asumsi. Kerugian metode eksperimental
adalah relatif mahal. Di samping itu problema penempatan intrumen ukur juga snagat
serius.
Pendekatan terbaik adalah gabungan dua metode di atas. Setelah dilakukan
pemodelan dan simulasi, selanjutnya dilakukan eksperimental untuk validasi. Sudah
barang tentu metode ini rumit dna mahal. Namun hasilnya paling baik.
1.4 KESIMPULAN
SOAL-SOAL
3
BAB-2 KONSEP PENGUKURAN
Besaran adalah segala sesuatu yang memiliki nilai kuantitatif. Terdapat dua macam
besaran, yaitu besaran pokok dan besaran turunan. Besaran pokok adalah besaran yang
diciptakan untuk menjadi dasar pembuatan besaran lain. Ada tujuh besaran pokok, yaitu:
panjang, massa, waktu, suhu, kuat arus, kuat cahaya, dan mol.
Nilai besaran dinyatakan dengan satuan. Terdapat banyak macam sistem satuan
yang ada, antara lain: CGS (centi, gram, sekon), British, MKS (meter, kilogram, sekon),
dan lain-lain. Secara internasional telah dibakukan sistem internasional (SI).
NO BESARAN SATUAN
4
2.2 PRINSIP PENGUKURAN
Pengukuran adalah membandingkan nilai suatu besaran dengan nilai besaran standar.
Dalam pengukuran diperlukan elemen-elemen fungsional yang tersusun sedemikian rupa
sehingga dapat diamati oleh pengamat. Secara umum diagram blok pengukuran adalah
sebagai berikut.
Signal Conditioning
(a) Sensor
Sensor adalah piranti yang menerima stimulus atau rangsangan secara langsung dari
medium terukur. Dalam hal ini sensor mengambil sejumlah energi tertentu dari medium
terukur. Sehingga pengukuran selalu menganggu medium terukur. Oleh sebab itu penting
sekali untuk memakai sensor yang sesedikit mungkin mengambil energi, agar hasil
pengukuran benar-benar menunjukkan nilai medium terukur.
Prinsip kerja sensor dibagi ke dalam dua kelompok besar. Pertama, sensor yang
bekerja berdasar pada perubahan sifat bahan seperti resistansi, kapasitansi, dan induktansi.
Kedua, sensor yang bekerja berdasar pada tegangan listrik yang dihasilkan, akibat
mendapat pengaruh medium terukur misalnya: suhu, tekanan, regangan, dan perpindahan.
5
Elemen konversi variabel adalah elemen yang berfungsi mengubah besaran fisik
yang dihasilkan sensor menjadi besaran lain tanpa mengubah nilai informasi
medium terukur. Sebagai contoh, perubahan hambatan (R) menjadi perubahan
tegangan (V).
Elemen manipulasi variabel adalah elemen yang memanipulasi nilai suatu
besaran menjadi nilai yang tertentu dengan besaran yang sama. Contoh, penguat
yang menerima sinyal masukan 0 - 1 mV dan memberikan sinyal keluaran 0 - 5 V.
Ketiga elemen fungsional pertama sering dinamakan transduser. Secara umum transduser
adalah piranti yang mengubah besaran fisik tertentu menjadi besaran fisik lain. Namun
sudah menjadi kebiasaan di lapangan, transduser sering diartikan sempit, yaitu piranti
elektromekanik yang mengubah besaran mekanik menjadi elektrik atau sebaliknya. Contoh
transuser ultrasonik, piezoelektrik, LVDT (linear variable differential transformer), dan
lain-lain.
Dalam bidang pengendalian proses dikenal istilah transmiter, yaitu piranti yang
mengubah nilai besaran medium terukur menjadi sinyal pengukuran standar. Sinyal ini
dapat berupa sinyal pneumatik (3 15 psig atau 0,2 1 bar) atau elektrik (4 - 20 mA). Hal
ini memberikan keuntungan, bahwa piranti dapat dibeli dalam keadaan siap terkalibrasi.
Skala pengukuran menunjukkan batas maksimum, batas minimum dan resolusi dari suatu
alat ukur. Resolusi adalah nilai terkecil dari garis skala atau tampilan digital. Contoh
6
termometer raksa biasanya memiliki resolusi sebesar 1 oC (termometer gelas) atau 2 oC
(termometer logam). Nilai minimum skala pengukuran disebut zero. Kisaran nilai
minimum dan maksimum disebut range. Sedangkan selisih antara nilai maksimum dan
minimum disebut span. Di sini terdapat kebiasaan yang salah. Di kalangan praktisi sering
span disamakan dengan nilai maksimum. Ini sebagai akibat dari nilai zero yang biasanya
nol. Sebagai contoh, sebuah termometer memiliki skala -10 150 oC. maka diperoleh
nilai berikut.
Metode pengukuran dibedakan atas metode defleksi (penyimpangan) dan metode nol.
7
2.4 ANGKA PENTING (Significant Number)
Angka penting adalah semua angka hasil pengukuran. Angka penting terdiri atas:
angka pasti; dan
satu angka taksiran.
Contoh-2.1
Pengukuran panjang sebuah benda dengan mistar
yang memiliki resolusi (nilai skala terkecil, NST)
0,1 cm. Maka panjang benda adalah 10,56 cm Di
sini angka 6 merupakan taksiran. Angka 10,5 adalah angka pasti. Jumlah angka penting = 4
buah.
Contoh-2.2
Pengukuran panjang sebuah benda dengan
mistar yang memiliki resolusi (nilai skala
terkecil, NST) 0,2 cm. Maka panjang benda
adalah 10,6 cm Di sini angka 6 merupakan taksiran. Angka 10 adalah angka pasti. Jumlah
angka penting adalah 3 buah.
Dari kedua contoh di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai pengukuran akan berbeda
jika resolusi (nilai skala terkecil, NST) berbeda.
8
Contoh-2.3
2,7863
2,672
+
5,4583 5,458
Operasi perkalian dan pembagian. Hasil operasi perkalian atau pembagian hanya
dibolehkan memiliki jumlah angka penting sebanyak angka penting paling sedikit.
Contoh-2.4
2,7
2,67
x
7,209 7,2
LATIHAN
1. Buat diagram blok yang menunjukkan elemen fungsional untuk instrument ukur yang
Anda ketahui.
2. Berikan contoh metode pengukuran salah satu instrumen Anda ketahui.
3. Hasil pengukuran suhu yang memiliki resolusi 0,1 oC diperoleh angka 75,64 cm.
(a) Benarkan penulisan hasil pengukuran tersebut?
(b) Ada berapa buah jumlah angka panting hasil pengukuran?
(c) Sebutkan mana yang menjadi angka pasti dan angka taksiran.
4. Dengan memperhatikan angka penting, berapakah hasil operasi berikut.
(a) 2,6 + 4,12
(b) 2,6 x 4,12
9
BAB-3 KARAKTERISITIK INSTRUMEN
Instrumen ukur mempunyai dua macam karakteristik penting yaitu karakteristik statik dan
dinamik. Kedua karakterisitk memiliki efek sangat besar pada performa pengukuran dan
sistem pengendalian yaitu akurasi (ketepatan) dan kecepatan respons (atau respons
frekuensi).
3.1.1 Pengertian
Karakteristik statik adalah sifat instrumen dalam memberi hasil pengukuran pada beberapa
nilai terukur. Ini menunjukkan respons penunjukan instrumen ukur pada beberapa nilai
konstan medium terukur. Bentuk kurva karakterisitk statik adalah berupa kurva hubungan
antara besaran terukur (masukan) dan penunjukan instrumen ukur (keluaran). Masukan ke
instrumen adalah nilai besaran medium terukur; sedangkan keluaran instrumen adalah nilai
yang ditunjukkan atau sinyal pengukuran yang dihasilkan. Karakteristik statik sering
dirumuskan sebagai perbandingan perubahan keluaran terhadap masukan setelah tercapai
10
steady-state yang merupakan nilai kepekaan atau sensitivitas.
y
K= (2.1)
x ss
Kurva karakteristik statik ideal adalah berupa garis lurus dengan kemiringan 45o. Artinya,
nilai yang ditunjukkan instrumen ukur tepat sama dengan nilai sebenarnya dari medium
terukur.
Instrumen ukur memberikan hasil pengukuran yang tepat (akurat), jika dari beberapa kali
pengukuran sama dengan nilai sebenarnya. Instrumen ukur memberikan hasil pengukuran
yang teliti (presisi), jika dari beberapa kali pengukuran menghasilkan nilai yang sama.
Ketelitian merupakan prasyarat ketepatan, tetapi ketepatan bukan prasyarat ketelitian.
Akurasi (ketepatan) adalah kedekatan nilai hasil pengukuran dengan nilai
sebenarnya dari medium terukur. American Standard Definitions of Electrical Terms
menyatakan akurasi suatu instrumen adalah menunjukkan banyaknya penyimpangan
dalam batas kesalahan tertentu yang mendekati harga sebenarnya pada sebuah alat ukur.
Kesalahan adalah beda antara harga yang ditunjukkan dengan harga sebenarnya dari suatu
besaran yang diukur.
11
(a) Ketelitian (presisi)
Ketelitian adalah tingkat keterulangan pengukuran pada kondisi dan rentang waktu
tertentu. Dengan kata lain, ketelitian menunjukkan seberapa konsisten hasil pengukuran
mempunyai pembacaan yang sama. Ketelitian dinyatakan dengan nilai "ketidaktelitian"
atau ketidakpastian pengukuran.
Contoh-3.1
Ketelitian instrumen ukur adalah 0,1. Artinya nilai ketidaktelitian instrumen ukur
adalah 0,1 bagian di atas atau di bawah nilai pengukuran.
PEMBACAAN
NOMOR
(cm3/menit)
1 12,3
2 12,4
3 10,9
4 11,5
5 12,0
6 12,1
7 12,8
8 11,8
9 11,9
10 12,5
12
Deviasi standar,
Sy = 0,543 cm3/menit (3 angka penting).
0,543
Ketelitian = = 0,0453 (3 angka penting)
12,0
Catatan:
Ketelitian tidak memiliki dimensi. Ini sangat penting, karena dapat
membandingkan ketelitian pada sistem yang berbeda
Perhatikan!
Koefisien determinasi (r2) dalam regresi linier, tidak menunjukkan ketelitian! Nilai
r2 hanya memberikan arti seberapa dekat data percobaan dengan kondisi linier.
Ketepatan adalah tingkat kedekatan nilai terukur dengan nilai standar. Dengan kata lain,
akurasi menunjukkan seberapa dekat hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya (standar).
Nilai sebenarnya tidak pernah diketahui secara pasti. Oleh sebab itu nilai sebenarnya
memakai nilai standar yang diakui paling dekat dengan nilai sebenarnya. Ketepatan
dinyatakan dengan nilai "ketidaktepatan". Penentuan ketepatan memerlukan instrumen
standar!
Contoh-3.3
Ketepatan instrumen ukur 0,1 oC. Artinya nilai ketidaktepatan instrumen ukur
adalah 0,1 oC di atas atau di bawah nilai sebenarnya (standar).
Penulisan Ketidaktepatan
Ditulis dalam dimensi nilai variabel terukur, contoh 1 oC.
Ditulis dalam dimensi persen span, contoh 0,5 % span
Ditulis dalam dimensi persen nilai pembacaan, contoh 1 % nilai terukur.
Penentuan ketepatan dilakukan dengan kalibrasi instrumen ukur. Hasilnya adalah berupa
nilai "ketidaktepatan" pengukuran.
13
3.1.3 Kalibrasi
Kalibrasi secara bahasa berarti peneraan. Dalam bidang pengukuran, kalibrasi adalah
menepatkan penunjukan instrumen ukur dengan instrumen standar. Setelah kalibrasi
sebuah instrumen ukur dapat diketahui:
(1) ketepataan atau akurasi instrumen ukur; serta
(2) hubungan antara pembacaan instrumen ukur standar dan pembacaan instrumen
ukur yang dikalibrasi.
Hubungan pembacaan instrumen ukur (y) dan nilai standar (x) adalah
y=mx+n (3.1)
dengan, m = kemiringan kurva, dan n = intersep. Idealnya m = 1 dan n = 0.
Error atau galat adalah selisih antara nilai terukur dan nilai sebenarnya.
Error = [Nilai terukur] - [Nilai sebenarnya]
Bermacam-macam error atau penyimpangan dapat dilihat melalui gambar berikut.
14
3.1.5 Histeresis, Deadband, dan Drift
Histeresis adalah penyimpangan terbesar yang terjadi antara pengukuran naik dan turun.
Deadband adalah daerah tanpa respons pengukuran pada saat nilai terukur berubah. Drift
adalah penyimpangan nilai pengukuran selama waktu tertentu.
Repeatability adalah tingkat kedekatan sejumlah pengukuran berurutan dari satu nilai
terukur pada kondisi dan arah yang sama untuk seluruh rentang pengukuran. Tingkat
kedekatan dinyatakan dalam deviasi antara nilai maksimum dan minimum pengukuran
pada tiga kali pengukuran yang sama.
Contoh-4
Dari beberapa kali pengukuran, diperoleh data pada nilai standar 70 saat
pengukuran turun, memiliki deviasi nilai keluaran terbesar pada nilai pengukuran.
Penunjukan Selisih
Standar
1 2 3 pengukuran
60,00 60,1 60,0 60,1 0,1
70,00 70,2 70,0 70,1 0,2
80,00 80,0 80,0 80,1 0,1
Dari tabel di atas, repeatability = 70,2 - 70,0 = 0,2
15
Reproducibility adalah tingkat kedekatan sejumlah pengukuran berurutan dari satu nilai
terukur pada kondisi yang sama selama waktu tertentu untuk seluruh arah pengukuran.
Tingkat kedekatan dinyatakan dalam deviasi antara nilai maksimum dan minimum.
Reproducibility sudah termasuk repeatabiliry, histeresis, deadband dan drift
(2) Jika jumlah data lebih besar atau sama dengan lima.
Hitung deviasi standar untuk seluruh pengukuran (sy).
(y i y )
2
sy = (3.3)
N 1
Tentukan nilai (t) dari tabel distribusi-t berikut.
16
sy
Nilai ketidakpastian adalah, y = t
N
(3) Membuat persamaan kurva kalibrasi dari seluruh rentang pengukuran secara regresi
linier, y=mx+n
dengan: y = nilai terukur x = nilai standar
m = slope n = intersep
yn
(4) Nilai hasil pengukuran sebenarnya adalah, x=
m
y
(5) Menghitung ketidakpastian sebenarnya (x), x =
m
(6) Maka nilai pengukuran sebenarnya adalah, x x
Karakteristik dinamik adalah perilaku respons hasil penunjukan instrumen ukur terhadap
perubahan cepat nilai terukur sebelum tercapai steady state. Karakteristik dinamik
tergantung pada waktu dan frekuensi. Karakteristik ini ditunjukkan oleh dynamic gain
yaitu bilangan yang menyatakan perbandingan antara amplitudo keluaran (penunjukan)
dan masukan (nilai terukur) jika masukan berupa fungsi sinusoida. Dynamic gain adalah
besaran vektor yang mempunyai nilai skalar (magnitudo) dan beda fase. Jika frekuensi
masukan berubah, dynamic gain juga turut berubah. Semakin besar frekuensi, dynamic
gain semakin kecil. Sebaliknya, semakin kecil frekuensi, dynamic gain semakin besar. Bila
frekuensi sama dengan nol, diperoleh nilai static gain atau karakteristik statik.
Step Response atau tanggapan undak instrumen ukur terhadap perubahan mendadak
nilai terukur dari satu kondisi tunak (steady state) ke kondisi tunak lain disajikan pada
Gambar 3.2. Besaran-besaran penting dalam tanggapan undak adalah sebagai berikut.
1) Time Constant. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 63,2% dari perubahan
maksimum hasil pengukuran.
2) Response Time. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 90% atau 95% respons
maksimum.
3) Rise Time. Waktu yang dibutuhkan dari 5% ke 95% respons maksimum (5-95%
response time) atau 10% ke 90% respons maksimum (10-90% response time)
17
Gambar 3.2 Step Response (tanggapan undak)
18
3.2.2 Sistem Orde-2
Gambar 2.2 Respons sistem orde-2 dengan beberapa nilai faktor redaman.
19
Gambr 3.3 Respons Osilasi Teredam Sistem Orde-2 terhadap Step Input
3) Waktu Puncak. Waktu yang dibutuhkan variabel keluaran sistem untuk mencapai
puncak gelombang yang pertama.
4) Overshoot. Amplitudo maksimum dari variabel keluaran sistem dihitung dari nilai
akhirnya. Jika nilai akhir tidak sama dengan satu, biasanya overshoot dinyatakan
dalam persentase (persen overshoot).
a
Persen overshoot = .100%
b
5) Waktu Mantap. Waktu yang dibutuhkan variabel keluaran sistem untuk mencapai
nilai dengan penyimpangan di sekitar 2% atau 5% dari nilai akhirnya untuk
seterusnya berada dalam batas nilai tersebut. Waktu mantap berhubungan erat
dengan konstanta waktu sistem.
6) Decay Ratio. Perbandingan antara amplitudo kedua dengan amplitudo pertama.
c
Decay ratio =
a
20
Instrumen ukur yang memiliki perilaku sebagai sistem orde-2, misalnya neraca pegas. Pada
saat neraca mendapat beban, maka terjadi goyangan sebagai osilasi teredam sebelum
berhenti mencapai kondisi tunak
SOAL-SOAL LATIHAN
(a) Tentukan persamaan kurva kalibrasi dengan regresi linier dari seluruh data pem-
bacaan naik dan turun.
(b) Tentukan ketelitian (presisi) dan ketepatan (akurasi) instrumen ukur dalam persen
skala penuh.
(c) Jika instrumen dipakai mengukur dan terbaca 5,72 berapa nilai sesungguhnya?
Lengkapi penulisan dengan nilai akurasinya.
21
3. Sebuah transmiter suhu memiliki step response pada perubahan suhu dari 100 ke 120
o
C sebagai berikut.
Tentukan:
(a) Steady state gain.
(b) time constant.
(c) 95% respons time
(d) 10 - 90% rise time.
Tentukan:
a) Waktu tunda td.
b) Waktu naik (tr)
c) Waktu puncak
d) Overshoot dan decay ratio
e) Waktu mantap
22
BAB-4 PENGUKURAN SUHU
4.1 PENDAHULUAN
Suhu dapat diukur dengan berbagai metode. Beberapa metode umum yang sering dipakai
di industri diuraikan dalam bagian ini. Berkaitan dengan hal itu yang perlu mendapat
perhatian adalah kekuatan dan keterbatasan sensor, sehingga dapat dipilih sensor terbaik
untuk setiap penerapan.
Dalam memilih sensor terbaik untuk penerapan tertentu, sejumlah faktor harus
diperhatikan, seperti rentang suhu, akurasi, kesepatan renspons, harga, dan keperluan
perawatan. Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, akan dibahas piranti ukur suhu
yang paling sering digunakan dalam industri kimia, yaitu: sistem termal isian (filled
thermal system), detektor suhu resistansi (resistance temperature detectorresistance
temperature detector) termistor, dan pirometer radiasi. Selain itu tedapat jenis sensor
bimetal yang sering digunakan untuk keperluan pengendalian dan tanda bahaya (alarm).
Tabel 4.1 diperlihatkan rentang suhu yang biasa diukur dengan sensor standar.
Rentang suhu ini hanya menunjukkan batas ukur yang umum. Suhu yang lebih rendah atau
lebih tinggi dapat dikur, tetapi relatif kurang teliti dan lebih mahal.
23
pelindung sensor disebut sheath atau lebih terkenal dengan thermowell. Adanya pelindung
memudahkan penggantian dan kalibrasi sensor tanpa mengganggu operasi proses.
Suhu adalah ukuran derajat aktivitas termal partikel dalam material. Jika dua benda
berbeda suhunya, panas akan ditransmisikan dari benda yang lebih panas ke benda yang
lebih dingin sampai kedua benda memiliki suhu yang sama (disebut keseimbangan termal).
Sistem termal isian bekerja berdasar prinsip pemuaian fluida. Piranti ini dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu berdasar perubahan volume dan tekanan. Pada jenis pertama, sensor berisi
cairan. Perubahan suhu menyebabkan perubahan volume cairan, sehingga terjadi
perubahan panjang cairan dalam pipa kapiler. Contoh, termometer air raksa dan
termometer alkohol. Jenis kedua, sensor berisi gas atau campuran uap dan cair. Pada
perubahan suhu, tekanan gas dalam sensor berubah.
24
SAMA (Sientific Apparatus Makers Association)telah memberikan klasifikasi
sistem termal isian. Keempat klasifikasi didasarkan atas jenis isian (cair, uap, gas, atau
merkuri). Yang berisi cair, gas, dan merkuri dibagi menjadi dua jenis, fully compensated
(A) dan case-compensated (B). Sedangkan yang berisi uap, dibedakan atas dasar suhu yang
diukur apakah di atas, di bawah, atau sama dengan suhu lingkungan. Akhiran A untuk suhu
di atas, B untuk suhu di bawah, C untuk suhu di atas dan di bawah, dan D untuk seluruh
suhu.
KLASIFIKASI URAIAN
25
Tabel 4.3 Perbandingan klasifikasi keempat sistem termal isian.
KLASIFIKASI SAMA
URAIAN
I II III V
Fluida Cair Uap Gas Merkuri
Prinsip Perubahan Perubahan Perubahan Perubahan
volume tekanan tekanan volume
Rentang suhu -130 315 oC -45 315 oC -195 760 oC -35 650 oC
Akurasi 0,5% (<215oC) 0,5% di atas 0,5%(<330oC) 0,5%(<215o)
2/3 span
(% span) 0,75%(>215oC 0,75%(>330oC 0,75%(>215o
) ) )
Span 25 330 OC 40 215 OC 65 550 OC 30 665 OC
Respons 7 IIA = 1 2 6
1 = tercepat IIB = 3
7 = terlambat IIC = 4
IID = 5
Kapabilitas Sedang Terkecil Terbesar Sedang
Linieritas Linier Nonlinier Linier Linier
Panjang kapiler IA : 30 m 45 m 30 m VA : 30
maksimum
IB : 6 m VB : 15
Ukuran sensor 9,5 x 48 mm 9,5 x 55 mm 14,3 x 200 mm 9,5 x 100 mm
span 110 oC
Harga Termahal Termurah Sedang Antara Klas I
dan klas II
Akurasi sistem termal isian biasanya antara 0,5% hingga 0,75% span. Tetapi bila
suhu kapiler dan/atau suhu bagian yang bergerak terlalu berbeda, akurasi bisa menjadi
2% hingga 3%. Resopons piranti bergantung ukuran uskuran sensor, panjang kapiler,
dan fluida pengisi. Biasanya berkisar antara 3 sampai 15 s.Diperlukan pelindung suhu
lebih, jika piranti akan dipakai untuk mengukur suhu yang dekat dengan batas skala
pengukuran. Klas I dan V biasanya dilengkapi pelindung suhu lebih hingga 100% span.
Klas III memiliki pelindung paling tinggi, sedangkan klas II paling rendah.
26
4.2.1 SISTEM ISIAN CAIR
Sistem klas I memakai isian cair yang disesuaikan dengan rentang suhu pengukuran.
Sistem isian uap, klas II, ditunjukkan pada gambar 4.2. Fluida yang biasa dipakai adalah
sebagai berikut.
27
Panjang maksimum kapiler klas II kira-kira 45 m yang dibatasi oleh waktu respons yang
lambat, kesulitan instalasi, dan keterbatasan ukuran sensor. Dalam klas IIA dan IIC,
pertambahan panjang kapiler memerlukan ukuran sensor yang lebih besar. Sebab
diperlukan cairan lebih banyak agar tidak seluruh cairan menguap atau terisi penuh saat
suhu dingin. Pada klas IIB, ukuran sensor tidak dipengaruhi panjang kapiler. Untuk
keempat klas, ukuran sensor tidak mempengaruhi span. Klas II satu-satunya piranti sistem
termal isian yang memiliki respons tak linier.
28
4.2.3 SISTEM ISIAN GAS
Sistem isian gas, klas III, dapat memkaai gas helium (-195 sampai -130 oC), nitrogen (-130
sampai 470 oC), atau argon (470 sampai 760 oC). Sistem ini dirancang dengan rasio
volume sensor terhadap volume kapiler yang besar. Hal ini akan memperkecil pengaruh
suhu lingkungan dan tidak memerlukan kompensasi. Tetapi klas IIIA kompensasi penuh
kadang-kadang dibuat, tetapi bukan unutk tujuan komersial. Secara umum pemakaian klas
IIIB sudah lebih dari cukup. Kompensasi klas IIIB dapat memakai elemen bimetal atau
elemen gerak.
Seperti pada klas II, ukuran sensor tidak mempengaruhi span suhu. Panjang
maksimum kapiler biasnya kurang dari 30 m. Sebab kapiler makin panjang membutuhkan
sensor yang lebih besar agar error karena pengaruh suhu lingkungan tetap kecil.
Sistem merkuri, klas V, bagus untuk suhu antara -35 oC dan 650 oC. Kompensasi sepeti
diterapkan pada sistem klas I. Sebagai alternatif, dapat memakai elemen bimetal untuk
menggantikan elemen gerak.
29
Klas VA dengan kompensasi penuh biasanya memiliki panjang kapiler maksimum
30 m, sedangkan untuk klas VB biasanya sampai 15 m sebab pemuaian merkuri lebih
rendah dibanding fluida yang dipakai pada klas I, II, atau III.
Sistem isian uap, klas II, adalah paling sederhana, tidak mahal, dan paling mudah diperoleh
sehingga dianjurkan sebagai pilihan pertama. Jika klas II tidak cukup memadai, pilihan
berikutnya adalah klas IB atau IA. Tetapi keduanya hanya memiliki span relatif kecil.
Terlepas dari hal itu, keduanya sesuai untuk mengukur suhu di sekitar suhu lingkungan.
Klas IA dengan komensasi penuh untuk variasi suhu lingkungan akurasinya serupa
dengan klas II. Lebih dari itu, klas IA memiliki pelindung pengukuran lebih yang baik.
Klas IB dibatasi oleh kapiler yang pendek (6 m). Elemen kapiler dan elemen gerak harus
memiliki suhu yang sama dengan lingkungan. Klas III baik digunakan untuk rentang suhu
yang lebar tetapi memiliki kekurangan yaitu sensor relatif besar. Klas V, pada saat ini,
kurang banyak digunakan, sebab sifat racun merkuri. Di samping itu sudah banyak pilihan
untuk menggantikannya.
Bekerja dengan prinsip bahwa logam akan memuai jika dikenai panas dan koefisien
pemuaiannya untuk setiap jenis logam akan berbeda. Elemen yang sensitif terhadap suhu
adalah campuran antara dua jenis logam yang dikeraskan menjadi lempengan berbentuk
pita. Logam yang satu mempunyai koefisien panas yang tinggi sedangkan logam yang lain
mempunyai koefisien panas yang rendah. Kombinasi yang umum adalah 64% Fe - 36% Ni,
yang mempunyai koefisien panas rendah dan campuran Fe-Ni yang lain yang mempunyai
koefisien yang tinggi. Biasanya pemuaiannya terhadap suhu adalah rendah, dan hal ini
merupakan alasan mengapa bimetallic strip berbentuk spiral. Pada saat suhu naik, spiral
akan melengkung kearah sisi dari logam yang mempunyai koefisien panas rendah.
30
Gambar 4.4 Sensor suhu bimetal.
(a) Prinsip kerja
(b) Jenis-jenis bimetal
Metode pengukuran suhu yang teliti yaitu dengan menggunakan termometer resistansi
listrik. Piranti ini terdiri atas resistor yang harga resistansinya bergantung pada suhu.
Beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai sensor suhu disajikan pada Tabel 4.3.
Di antara berbagai jenis bahan RTD, platina adalah yang paling sering dipakai.
Biasanya RTD jenis kawat platina dirancang memiliki resistansi 100 ohm pada 0oC. Untuk
suhu di atas 600 OC dianjurkan memakai resistansi 10 ohm. RTD platina komersial dapat
digunakan untuk pengukuran suhu -250 oC hingga 650 oC. Akurasi 0,1 oC dimungkinkan,
jika dioperasikan pada spesifikasi yang ada.
31
RTD bahan nikel tidak begitu distandarisasi sebagaimana platina sebab tiap pabrik
membuat resistansi 0 oC yang berbeda. Salah satu tipe komersial mempunyai resistansi
235,16 ohm pada 0oC. RTD nikel tidak dapat mengukur suhu setinggi yang dapat diukur
platina. Batas pengukuran untuk nikel adalah -195 oC hingga 360 oC dengan akurasi lebih
buruk dibanding platina.
32
Kelebihan utama bahan nikel adalah mudah melakukan linierisasi dengan jembatan
Wheatsone. Tetapi dengan kemudahan rangkaian elektronika pada saat ini, kelebihan
tersebut tidak begitu berarti lagi. RTD bahan tembaga adalah jenis paling linier, tetapi
o
memiliki kekurangan pada rentang suhu yang sempit. (-200 hingga 150 C) dan
reistansinya rendah. RTD tembaga biasa memiliki hambatan 10 ohm dan akurasi 0,25 oC.
Koneksi tipe-1, memiliki 2 terminal kawat penghubung. Tipe ini adalah rangkaian
dasar. Rngkaian ini hanya sesuai jika kawat penghubung cukup pendek sehingga resistansi
diabaikan terhadap perubahan resistansi RTD.
Koneksi tipe-2, adalah standar tiga kawat. Kawat ketiga memiliki rsistansi yang
sama dengan dua kawat lainnya. Dengan rangkaian ini, pengaruh resistansi kawat
dikurangi, sehingga akurasinya lebih baik.
33
Koneksi tipe-3, memiliki empat koneksi sehingga dapat diperoleh akurasi lebih
baik darI pada tipe 1 dan 2. Jika keempat kawat memiliki ukuran, panjang, dan material
yang sama, efek resistansi kawat saling meniadakan.
Koneksi tipe-4, adalah variasi konfigurasi empat konekai. Dengan konfigurasi ini
diperoleh akurasi paling baik. Dalam tipe ini, empat kawat dihubungkan ke snesor,
masing-masing ujung dengan dua kawat. Sumber arus konstan dilewatkan ke RTD melalui
dua kawat paling luar. Tegangan yang melintas RTD diukur melalui dua kawat bagian
dalam.
Tipe-4 membutuhkan empat kawat, sehingga konfigurasi ini relatif mahal, karena
tidak sebanding dengan peningkatan akurasi yang dipeorleh. Oleh sebab itu, di industri,
paling sering dipakai tipe-2.
4.4.2 TERMISTOR
Thermistor adalah suatu elemen yang dapat mengamati perubahan suhu yang sangat kecil.
Thermistor terbuat dari kombinasi antara bahan keramik dan semacam bahan
semikonduktor oksida logam seperti nikel, mangan, tembaga, titanium atau besi.
Thermistor mempunyai resistivitas koefisien suhu yang sangat tinggi, baik positif maupun
negatif. Keunggulan dari elemen ini berada pada ukurannya yang kecil dan murah.
34
Kekurangannya berada pada ketidaklinearan hubungan antara suhu dan resistansi serta
kebutuhan akan pembungkus/pelindung.
Termistor adalah komponen yang sangat peka terhadap perubahan suhu tetapi
memiliki rentang pengukurna sempit. (-20 100 oC). Dengan kalibrasi yang baik dapat
memberikan unjuk kerja dengan ketelitian 0,01 K. Rangkaian jembatan dapat digunakan
secara baik pada komponen termistor.
4.5 TERMOKOPEL
Termokopel berisi pasangan konduktor yang terdiri atas dua logam atau paduan berbeda
yang ujungnya saling dihubungkan. Kontak termal, disebut titik hubung, dapat dibuat
dengan saling melilitkan dua kawat bersama-sama atau dengan pengelasan. Titik hubung
bisa juga dibuat dengan penekanan pada tekanan tertentu. Contoh termokpel tunggal
ditunjukkan pada gambar 4.7a.
Cara kerja termokopel didasarkan atas kombinasi efek termoelektrik. Ketika dua
titik hubung dua jenis logam berada pada suhu yang berbeda (T1 dan T2), akan timbul
tegangan listrik antara titik M dan N. Hubungan antara suhu dan tegangan adalah sebagai
berikut.
v o = C1 (T1 T2 ) + C 2 (T1 T2 )
2
(4.1)
dengan,
35
Gambar 4.7 Rangkaian termokopel untuk mengukur suhu.
(a) Hubungan tunggal.
(b) Hubungan ganda.
Titik hubung dingin (cold junction) disebut titik referensi, dijaga pada suhu
tertentu, dan titik hubung ukur (measuring junction) diletakkan pada tempat di mana suhu
akan diukur. Perbedaan suhu dapat diketahui dengan mengukur gaya gerak listrik (GGL)
36
yang timbul. Hubungan antara suhu dan GGL untuk beberapa jenis pasangan logam
populer telah banyak dibuat.
Jika dua kawat termokopel dihubungkan langsung pada voltmeter (gambar 4.8),
hubungan kawat ke instrumen (voltmeter) menimbulkan efek termokopel tambahan pada
titik hubung yang berada dalam suhu kamar. Artinya, voltmeter menunjukkan selisih suhu
benda dan suhu kamar. Bukan suhu benda sebenarnya. Dengan demikian hasil pengukuran
tidak tepat. Untuk mengatasi, digunakan titik referensi nol atau ice point (gambar 4.9).
Dengan mendinginkan titik referensi ke 0 oC dalam es mencair, maka GGL yang timbul
bisa langsung dikorelasikan dengan suhu.
Akurasi tinggi pada pengukuran suhu dengan termokopel dapat diperoleh dengan membuat
titik hubung referensi memiliki suhu konstan atau dengan menambah rangkaian
kompensasi elektronik untuk mengantisipasi perubahan.
37
Jika digunakan dalam laboratorium atau untuk keperluan pengetesan, titik hubung
referensi dapat diletakkan di dalam botol termos berisi es mencair. Dengan metode ini
dapat diperoleh pengukuran yang teliti.
Berdasar standar ISA (Standar Instrument Society Of America) terdapat tujuh tipe
termokopel.
(1) Tipe B. Dapat digunakan suhu tinggi (dibanding tipe R atau S), stabil, dan kuat. Tidak
memerlukan kompensasi titik hubung referensi meskipun suhu lingkungan berubah.
Tipe B sesuai untuk pemakaian dalam lingkungan oksidator atau atmosfer inert hingga
o
suhu 1700 C. Dalam waktu singkat, dapat digunakan dalam kondisi vakum.
Kelemahan tipe B adalah: tegangan keluar rendah, tidak sesuai dalam lingkungan
atmosfer yang mengandung reduktor (hidrogen, CO, dll),serta tidak sesuai jika terdapat
uap metal (timbal dan Zink) atau nonmetal (arsen, fosfor, belerang). Tipe ini tidak
pernah dilengkapi pipa pelindung metal atau thermowell.
(2) Tipe R. Dapat digunakan dalam lingkungan oksidator dan atmosferik inert hingga suhu
1480 oC. Kestabilan tidak seperti tipe B jika digunakan dalam kondisi vakum.
Kebaikan tipe R dibanding tipe B adalah karena tegangan yang dikeluarkan lebih besar.
Kelemahan tipe R, menurut ASTM (American Society for Testing and Material),
adalah: tak dapat dipakai dalam lingkungan atmosfer yang mengandung reduktor, tidak
tahan terhadap uap metal dan nonmetal, dan tidak tahan dalam lingkungan reaksi
redoks kecuali diberi pelindung secukupnya. Sebagaimana tipe B, tipe ini tidak pernah
dilengkapi pipa pelindung metal atau thermowell.
(3) Tipe S. Ini adalah tipe asli termokopel platina-rodium yang digunakan sebagai standar
internasional (International Practical Temperature Scale 1968) untuk menentukan
38
suhu antara titik beku antimon (630,74 oC dan titik beku emas (1064,43 oC). Seperti
tipe R, tipe S dapat digunakan secara terus menerus dalam lingkungan oksidator atau
atmosfer inert sampai suhu 1480 oC. Tipe ini jua memiliki keterbatasan seperti tipe R
dan B. Kestabilannya lebih rendah dibanding tipe B.
(4) Tipe J. Tipe ini dikenal dengan termokopel besi-konstantan (55% Cu, 45% Ni). Besi
sebagai konduktor positif dan konstantan negatif. Tipe J sangat memuaskan untuk
dipakai dalam lingkungan oksidator, reduktor, atmosfer inert, dan dalam, vakum
hingga suhu 760 oC. Di atas 540 oC besi mulai mengalami oksidasi dengan cepat.
Keunggulan utama tipe J adalah murah. Keterbatasan tipe J adalah tak dapat dipakai
dalam atmosfer yang mengandung uap belerang di atas 540 oC.
Material konstantan untuk tipe J tidak dapat digantikan oleh material konstanta tipe T
dan E, sebab konstantan adalah nama generik, dan pabrik pembuat tipe J telah
melakukan modifikasi ke dalam bahan konstantan. Jika dipaksakan, GGL yang
dihasilkan tidak sesuai spesifikasi yang dianjurkan. Untuk mendapat perhatian,
meskipun tipe termokopel sama, jika dibuat oleh pabrik berbeda belum tentu dapat
dipertukarkan.
(5) Tipe K. Bahan tipe K adalah khromel (84,5% Ni, 14,2% Cr, 1,4% Si) dan alumel (95%
Ni, 2% Mn, 2% Al, 1% Si). Tipe ini adalah paling banyak digunakan secara luas
berkenaan dengan kemampuan mengukur suhu tinggi yang lebih baik dibanding tipe J.
Dapat digunakan dalam lingkungan oksidator dan atmosfer inert hingga 1260 oC. Tipe
ini tidak cocok dipakai dalam lingkungan reduktor, atmosfer belerang, atau dalam
vakum.
(6) Tipe T. Bahan tipe T adalah tembaga dan konstantan. Sesuai dipakai untuk pemakaian
terus menerus dalam vakum, lingkungan oksidator, reduktor, atau atmosfer inert.
Kekurangannya, memiliki batas suhu maksimum hanya 370 oC.
(7) Tipe E. Bahan tipe E adalah khrom dna konstantan. Tipe ini menghasilkan GGL paling
besar. Dianjurkan untuk digunakan pada suhu -200 oC hingga 980 oC (ukuran 8 AWG).
Sesuai dipakai dalam lingkungan oksidator dan atmosfer inert dan lembab. Kelebihan
lain, adalah tahan terhadap korosi. Ini lebibh baik dibanding tipe T sebab memiki GGL
lebih besar dan konduktivitas termal khromel lebih rendah dibanding tembaga.
39
Termokopel yang digunakan di industri kimia umumnya dilengkapi dengan connection
head, dan kawat tambahan. Bahan yang digunakan untuk kawat tambahan sama dengan
bahan termokopel atau bahan lain yang mampu menghasilkan GGL yang sama.
Pengukuran suhu rata-rata dilakukan dengan hubungan paralel dua termokopel atau lebih.
Tegangan yang dihasilkan sama dengan seluruh tegangan dibagi jumlah termokopel. Untuk
memeprkecil pengaruh resistansi tergantung bahan termokopel (dipengaruhi suhu) dan
40
panjang kawat penghubung, diperlukan resistor tambahan (swamping resistor) yang
dihubungkan seri dengan termokopel (gambar 4.12).
Dua termokopel dapat digunakan untuk mengukur selisih dua titik pengukuran dengan
hubungan seperti pada gambar 4.15.
41
Gambar 4.15 Dua termokopel untuk mengukur selisih suhu.
Dua termokopel dengan tipe sama dihubungkan dengan kawat tambahan dari bahan
yang sama dengan bahan termokopel. Hubungan dibuat sedemikian sehingga tegangan
yang dihasilkan saling berlawanan. Jika suhu kedua titik pengukuran sama besar, tegangan
keluar saling meniadakan. Jika suhunya berbeda, tegangan keluar sama dengan selisih
kedua tegangan termokopel. Kawat tembaga dapat digunakan untuk hubungan instrumen
ukur (voltmeter) dan termokopel melalui connection box.
4.6 PIROMETER
Pirometer digunakan untuk mengukur suhu berdasar prinsip radiasi termal yang
dipancarkan benda. Meskipun pirometer biasa digunakan untuk mengukur suhu tinggi,
tetapi dapat pula digunakan untuk mengukur suhu lain yang biasa memakai termokopel,
RTD, termistor, dan sistem termal isian.
Kelebihan pirometer adalah, tidak menyentuh objek terukur. Dengan cara demikian
pengukuran hampir tidak mempengaruhi suhu benda. Pirometer banyak dipakai untuk
mengukur lelehan besi dan suhu tanur pembakaran.
42
BAB-5 PENGUKURAN TEKANAN
Tekanan adalah gaya tiap satuan luas. Dalam industri tekanan biasa dinyatakan dengan
head, yaitu tekanan yang diberikan oleh tinggi cairan tertentu. Sebagai contoh, sebuah
kolom air memiliki luas penampang 10 cm2 dan tinggi 6 meter. Tekanan pada dasar kolom
adalah 600 gram/cm2. Tekanan sebesar ini dihasilkan oleh air setinggi 6 meter. Atau
dengan kata lain head sama dengan 6 meter.
Selain itu terdapat istilah tekanan vakum (hampa), yaitu menyatakan banyaknya
kelebihan tekanan atmosfer dari tekanan absolut (disebut juga tekanan relatif negatif).
43
Sebagai contoh, tekanan dalam suatu ruang sebesar 0,6 atm (tekanan absolut). Maka nilai
tekanan vakum sebesar 0,4 atm, yaitu tekanan atmosfer dikurangi tekanan absolut.
Piranti ukur tekanan udara luar disebut barometer, sedangkan untuk tekanan dalam
ruang tertutup disebut manometer. Pengukuran tekanan dapat memakai metode tinggi
cairan, efek elastisitas, efek piezoelektrik, atau efek resistansi.
Piranti ini memiliki konstruksi sangat sederhana, mudah digunakan, tanggapannya cepat,
dan akurat. Banyak digunakan di laboratorium dan perangkat kalibrasi. Variasi tipe kolom
cairan adalah: tipe pipa-U, tipe pipa miring, tipe tekanan diferensial, dan tipe pipa.
p1 p2
h= (5.1)
g
44
Gambar 5.2 Manometer pipa-U
Tipe ini sangat populer dalam pengendalian proses industri. Konstruksinya sederhana dan
mudah digunakan. Demikian pula mudah dalam instalasi, kecuali untuk pengukuran
tekanan sangat rendah.
Piranti ukur tekanan tipe elastisitas, seperti ditunjukkan namanya, berkaitan dengan
bahan sensor yang digunakan. Jika tekanan dikenakan pada sensor, bagian yang bebas
bergerak akan berubah. Besarnya perubahan ini setara dengan kekuatan tekanan.
Tipe sensor elastisitas secara umum dibedakan menjadi: diafragma, pipa bourdon,
dan bellows.
(a) Diafragma
Tipe diafragma dibangun oleh dua membran elastis. Ketika dua tekanan berbeda dikenakan
pada kedua membran, terjadi perubahan posisi atau deformasi yang berhubungan langsung
dengan perbedaan tekanan.
Bahan konstruksi membran dapat terbuat dari logam seperti, baja tahan karat
(stainless steel 316, paduan nikel, monel, tantalum, dll.) atau bukan logam (karet sintetis,
lembaran kulit, dll). Bahan bukan logam memiliki kekurangan antara lain mudah rusak,
kekuatan tariknya kurang, dan tergantung musim. Keunggulannya yaitu memiliki variasi
elastisitas yang kecil meskipun dipakai dalam waktu lama.
45
Keunggulan tipe diafragma adalah memiliki kemampuan mengukur perbedaan dua
tekanan, sesuai untuk fluida korosif, sangat peka, dan sesuai untuk mengukur tekanan
sangat rendah. Kekurangannya adalah memiliki histeresis. Untuk mengurangi histeresis
diperlukan mekanisme penguatan sinyal agar efeknya tidak begitu berpengaruh.
Pipa bourdon dibangun oleh pipa elastis yang dilengkungkan membentuk huruf C, spiral
atau helikal yang salah satu ujungnya tertutup. Penampang pipa berbentuk elip. Jika
tekanan dikenakan pada bagian terbuka akan timbul gaya yang memperbesar radius
lengkungan. Hal ini menyebabkan gerak perpindahan pada ujung bebas pipa. Besar gerak
perpindahan proporsional dengan tekanan yang dikenakan. Sensitivitas tipe-C menjadi
lebih besar jika jari-jari (R), sudut lengkungan (), L/R makin besar.
Tipe spiral atau helikal dibuat memperbesar sensitivitas dalam ruang terbatas
sehingga memberikan hasil yang lebih baik. Pipa spiral atau helikal memberikan gerak
perpindahan lebih besar tanpa mekanisme penguatan sehingga bisa langsung dihubungkan
dengan jarum penunjuk atau transmiter.
Pipa bourdon adalah sederhana dalam konstruksi dan kuat secara mekanik. Piranti
ini harus dipasang di tempat yang bebas getaran. Suhu lingkungan kerja berkisar antara -5
o
C dan 40 oC dan tidak boleh diberi minyak pelumas.
c) Bellows
Bellows adalah berbentuk pipa yang sisinya berlekuk-lekuk sehingga dapat meman-jang
atau memendek. Bellows mampu menghasilkan gerak perpindahan yang lebih besar
dibanding pipa bourdon, dengan demikian baik digunakan untuk mengukur tekanan
rendah. Jika tekanan dikenakan pada bagian luar bellows, ujung bebas akan tertekan dan
secara keseluruhan pipa akan memendek. Besar gerak pemendekan pipa sebanding dengan
besar tekanan yang dikenakan. Pada pemakaian tipe bellows harus memperhatikan variasi
suhu lingkungan kerja dan kebocoran pipa penghubung.
46
Gambar 5.3 Tipe sensor elastis.
47
5.2.3 TIPE ELEKTRIK
Resistansi kawat logam bergantung pada regangan yang dialami. Defleksi diafragma akibat
tekanan akan meregangkan kawat yang direkatkan padanya, sehingga resistansi kawat
berubah sebanding dengan tekanan.
Sensor tekanan tipe ini bekerja berdasar efek piezo-elektrik, yaitu tegangan listrik yang
dihasilkan sebanding dengan besar gaya yang menekan. Keunggulan sensor ini adalah
sangat kompak, tahan getaran dan benturan, dan dapat dipasang pada sembarang posisi.
48
5.3 INSTALASI PIRANTI UKUR TEKANAN
Jika minyak berat, ter, resin, atau fluida viskositas tinggi lainnya dipanaskan hingga 80 -
100 oC maka viskositasnya turun sehingga lebih mudah diukur dengan sensor tekanan.
(a) Remote-seal type pressure transmitter. Fluida terukur dan seal liquid dipisahkan oleh
diafragma. Pipa kapiler yang digunakan untuk hubungan ke transmiter maksimum 5 m.
(b) Regular type pressure transmitter. Di sini dipakai seal pot (tangki pemisah cairan)
yang dipasang antara transmiter dan fluida terukur. Saluran antara pipa dan seal pot
harus memakai pelindung kelambatan (lagging) berupa jaket (steam jacket).
Pengukuran tekanan fluida korosif membutuhkan bahan yang tahan terhadap korosi. Di
sini dikenal dua metode yaitu dengan remote-seal type pressure transmitter atau purging.
49
(a) Remote-seal type pressure transmitter. Diafragma dibuat dari bahan tahan korosi,
misalnya monel, tantalum, dll. Demikian pula flange dibuat dari bahan baja tahan karat
(stainless steel) yang dilapis monel, tantalum, vinil khlorida, atau bahan lain yang
tahan korosi.
(b) Purging. Saluran penghubung antara pipa fluida dan transmiter dialiri udara atau gas
nitrogen pada laju alir rendah agar pengaruh pada hasil pengukuran tidak besar.
50
5.5 KALIBRASI TEKANAN
Kalibrasi tekanan dilakukan dengan piranti ukur standar seperti manometer pipa-U atau
dead weight gauge calibrator. Manometer pipa-U mempunyai berbagai variasi. Gambar
berikut variasi pipa-U untuk keperluan kalibrasi dna pengukuran.
51
BAB-6 PENGUKURAN LAJU ALIR
Laju alir fluida merupakan variabel penting dalam industri proses. Dalam banyak operasi
proses, kemampuan mengukur laju alir dengan tepat sangat penting. Hal ini berkaitan
dengan faktor keuntungan atau kerugian bagi industri proses. Oleh sebab itu, umumnya
laju alir digunakan sebagai variabel terkendali untuk menjaga efisiensi dan ekonomi dari
proses yang dioperasikan.
Pada kebanyakan instrumen ukur, laju alir ditentukan secara tidak langsung dengan
mengukur kecepatan fluida atau perubahan energi kinetik. Hubungan antara kecepatan dan
tekanan dalam pipa antara titik 1 dan 2 dengan meniadakan pengaruh gesekan, diberikan
oleh persamaan Bernoulli (1700-1782).
1 2 1
p1V + mv1 + mgz1 = p 2V + mv 22 + mgz 2 (6.1)
2 2
m
Karena, v = dan Q = v A, maka laju alir volume, Q, untuk kondisi ideal adalah,
A2 p p2
Q= 2 g 1 + z1 z 2 (6.2)
1 ( A2 / A1 ) 2
52
Pada aliran nyata, laju alirnya lebih rendah dari pada hasil persamaan di atas, sebab adanya
gesekan fluida pada dinding. Kompensasi kehilangan energi dilakukan dengan
memasukkan faktor koefisien kecepatan (Cv) ke dalam persamaan tersebut.
C v A2 p p2
Q= 2 g 1 + z1 z 2 (6.3)
1 ( A2 / A1 ) 2
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju alir fluida adalah viskositas, densitas, dan gesekan
fluida dalam pipa.
Bilangan Reynolds. Unjuk kerja flowmeter juga dipengaruhi oleh bilangan Reynolds,
yaitu perbandingan antara gaya inersia dan gaya gesek. Laju alir dan berat jenis (specific
gravity) adalah gaya inersia, sedangkan diameter pipa dan viskositas adalah gaya gesek.
Untuk kebanyakan aplikasi, diameter pipa dan berat jenis bisa dianggap konstan. Pada
kecepatan sangat rendah atau vikositas tinggi, nilai bilangan Reynolds kecil, dan fluida
mengalir secara halus dengan kecepatan tertinggi di tengah pipa. Ini adalah jenis aliran
laminer dengan nilai bilangan Reynolds kurang dari 2000. Karakteristik aliran laminer
adalah memiliki profil kecepatan berbentuk parabola.
Pada kebanyakan aplikasi aliran fluida bersifat turbulen dengan bilangan Reynolds
di atas 3000. Aliran turbulen terjadi pada kecepatan tinggi atau viskositas rendah. Aliran
53
akan terpecah menjadi pusaran-pusaran yang bergerak sepanjang pipa dengan kecepatan
rata-rata yang sama. Profil kecepatan fluida relatif sama.
Di antara aliran laminer dan turbulen terdapat zona transisi.Tergantung pada
konfigurasi pipa dan kondisi instalasi lain, pada daerah ini aliran dapat bersifat turbulen
atau laminer.
Beda tekanan secara tidak langsung dapat digunakan untuk mengukur laju alir fluida.
Differential pressure flowmeters sejauh ini paling banyak digunakan. Kira-kira 50% dari
seluruh flowmeter menggunakan tipe ini. Prinsip operasi dasar differential pressure
flowmeters didasarkan pada beda tekanan yang melintas meter adalah proporsional dengan
akar laju alir. Laju alir fiperoleh dengan mengukur beda tekanan. Differential pressure
flowmeters, seperti kebanyakan flowtmeter, memiliki elemen primer dan sekunder. Elemen
primer menyebabkan perubahan dalam enerrgi kinetik, yang menghasilkan beda tekanan
dalam pipa. Unit ini harus sesuai dengan ukuran pipa, kondisi aliran, dan sifat-sifat fluida.
Akurasi elemen ini harus baik untuk seluruh rentang pengukuran. Elemen sekunder
mengukur beda tekanan dan memberikan sinyal atau pembacaan yang telah dikonversikan
ke nilai laju alir.
54
(a) Orifice Meter
Orifice berupa pelat metal berlubang, biasanya bulat, dengan ukuran tertentu. Meskipun
demikian, ditemui pula bentuk lubang eksentrik, kerucut, atau segmental.
Orifice bentuk kerucut dan segmental adalah relatif baru. Piranti ini dikembangkan
khususnya untuk mengukur fluida dengan nilai.bilangan Reynolds rendah (di bawah 5000)
dan cairan yang mengandung padatan (suspensi).
55
Tabel 6.1 Ketebalan pelat orifice.
Ukuran pipa Tebal pelat minimum
(inch) (inch)
Kurang dari 4 1/16
4 16 1/8
Lebih dari 16 1/4
Dalam praktik, pelat orifice dipasang dalam pipa di antara dua flange. Dengan
bekerja sebagai elemen primer, orifice mempersempit aliran fluida sehingga menghasilkan
beda tekanan melintas pelat. Pada kedua sisi, diletakkan sensor untuk mengindera beda
tekanan. Kelebihan orifice adalah, tidak ada bagian bergerak dan harganya tidak banyak
terpengaruh oleh ukuran pipa.
Letak titik pengukuran tekanan (tap) dibedakan atas tiga jenis. Pada flange tap, titik
pengukuran diletakkan pada flange sejauh 1 inch dari pelat orifice. Jenis ini paling banyak
dipakai. Vena-contracta tap, menempatkan titik pengukuran pada jarak D dan 0,5 D dari
pelat orifice. Beda tekanan yang dihasilkan paling besar, sehingga akurasi paling baik.
Jenis flange tap dan vena-contracta tap digunakan untuk pengukuran fluida cair. Pipe tap,
menempatkan titik pengukuran pada 2,5D dan 8D dari pelat orifice. Jenis ini digunakan
56
untuk pengukuran laju gas. Penempatan titik pengukuran hulu sejauh 8D dimaksudkan
untuk mengurangi efek kompresibilitas.
Pada gambar 6.6 dijelaskan detil ukuran pipa tambahan yang diperlukan untuk
mengukur beda tekanan. Diameter lubang pada dinding pipa yang dibor adalah 0,25 inch
untuk pipa 2,5 inch atau kurang; 3/8 inch untuk pipa 3 - 3,5 inch; dan 1/2 inch untuk pipa
4 inch atau lebih.
Susunan rangkaian pipa tempat orifice dipasang juga menentukan beda tekanan,
khususnya rangkaian pipa bagian hulu (upstream). Gambar 6.7 menunjukkan panjang
minimum pipa lurus yang harus dipasang sebelum dan sesudah pelat orifice.
Laju alir volume fluida tak mampat yang melalui pipa horisontal dirumuskan sebagai,
C d Ao 2( p1 p 2 )
Q= (6.4)
1 4
57
dengan,
Q = laju alir volume do = diameter orifice
Cd = koefisien pembuangan D = diameter pipa
(discharge coefficient) p1 = tekanan pada titik 1 (hulu)
Ao = luas penampang lubang orifice p2 = tekanan pada titik 2 (hilir)
= do/D = massa jenis
Koefisien pembuangan berubah tergantung pada nilai bilangan Reynolds. Sehingga
kalibrasi dapat dilakukan dengan satu jenis cairan (misalnya air), dan hasilnya dapat
digunakan untuk cairan lain, asal memiliki bilangan Reynolds sama. Dari kurva hubungan
antara Cd dan NRe terlihat bahwa untuk bilangan Reynolds lebih dari 105 nilai Cd konstan.
Adanya faktor kompresibilitas, pengukuran laju alir gas tidak dapat memakai persamaan
6.4. Dengan memasukkan faktor kompresibilitas, Y, laju alir massa gas dirumuskan
sebagai,
2 g c p
W = CYAo (6.5)
1 4
58
Penyusunan ulang persamaan tersebut menghasilkan,
Kv 2
p = (6.6)
2
(1 4 )
dengan, K= 2 2 4 (6.7)
C Y
Hubungan antara K dan B ditunjukkan oleh gambar 6.8.
Gambar 6.8 Faktor resistansi (K) untuk aliran fluida mampat melalui pelat orifice.
59
Contoh 6.1 Penentuan Diameter Orifice
Aliran steam 1,8 kg/s melalui pipa berdiameter 154 mm. Tekanan hulu 462 kPa dan suhu
150 oC. Tekanan hilir diinginkan 138 kPa. Tentukan diameter orifice.
Penyelesaian
Menghitung kecepatan (v) dengan dasar dari steam table,
v = m/A = 1,8/(2,48 x 0,0185)39,2 m/s
Substitusi ke persamaan 6.6 diperoleh: K = 170
Rasio tekanan, p2/p1 = 138/462 = 0,3
Dari grafik gambar 6.4 diperoleh, = 0,405
Sehingga diameter orifice Do = 62,4 mm.
Cv A2 p p2
Q= 2 g 1 + z1 z2 (6.8)
1 ( A2 / A1 ) 2
Koefisien kecepatan, Cv, dapat dipeorleh dari kurva berikut Gambar 6.10. Dari tersebut
terlihat bahwa pada bilangan Reynolds lebih dari 105 nilai Cv hampir konstan untuk
60
berbagai ukuran pipa, yaitu terletak antara 0,97 dan 0,99. Sedangkan pada bilangan
Reynolds kurang dari 104 nilai Cv turun drastis.
Tabung venturi memiliki keunggulan dapat menangani laju alir besar pada
kehilangan tekanan yang rendah. Flowmeter ini tidak memiliki bagian bergerak. Dapat
dipasang pada diameter pipa yang besar dengan memakai flange, dilas, atau dibaut. Empat
sensor tekanan atau lebih biasanya dipasang untuk mengukur tekanan rata-rata. Tabung
venturi dapat digunakan dengan kebanyaka cairan termasuk cairan yang mengandung
padatan.
Gambar 6.11 Flow nozzle serta ukuran yang dianjurkan oleh ASME.
61
Gambar 6.12 Dall flow tubes.
Modifikasi tabung venturi menghasilkan jenis flow nozzles dan dall flow tubes
(gambar 6.11 dan 6.12). Flow tubes pada dasarnya tabung venturi tanpa kerucut masukan.
Sedangkan Flow Nozzle merupakan tabung venturi tanpa kerucut keluaran (diffuser cone).
Flow nozzle dapat menangani lebih 60% dibanding pelat orifice pada kehilangan tekanan
yang sama. Cairan dengan suspensi padat dapat diukur. Meskipun demikian,
pemakaiannya tidak dianjurkan untuk cairan sangat kental.
62
Laju alir volume, Q, diperoleh dengan persamaan 6.9. Nilai koefisien elbow meter
(C) berkisar antara 0,56 dan 0,88.
p p
Q = CA 2 g o i + z o z i (6.9)
63
Kecepatan fluida di titik O diukur dengan meletakkan tabung pitot di sebelah hilir.
Ketika fluida bergerak dari titik O ke titik S (titik diam atau stagnasi), kecepatan mengecil
hingga nol. Akitbatnya, tekanan di tititk S naik. Pipa vertikal lain, piezometer tube, di atas
titik O mengukur tekanan statik, dan tabung pitot mengukur tekanan total pada titik
stagnasi S. Tekanan dinamik adalah beda tekanan antara tekanan total (tekanan stagnasi)
dan tekanan statik. Kecepatan fluida tak mampat (cair) diperoleh dengan persamaan,
p po
v o = 2 g s = 2 gh (6.10)
dengan,
ps tekanan stagnasi
po tekanan statik
massa jenis fluida
h head (gambar 6.14).
Tabung pitot statik adalah bentuk kompak dari tabung pitot, sebagaimana pada
gambar 6.14. Tekanan statik yang terukur dengan piranti ini lebih rendah dibanding
tekanan statik sebenarnya, sebab terjadi kenaikan kecepatan di dekat tabung. Oleh sebab
itu perlu memasukkan faktor koefisien kalibrasi, C, persamaan 6.10.
v o = C 2 gh (6.11)
Kecepatan untuk fluida mampat (gas) dapat ditentukan dengan mengingat faktor Cp dan Cv
yaitu,
p ( 1) /
v o = 2C p Ts 1 o (6.12)
p s
dengan,
Cp
= = perbandingan kapasitas panas pada tekanan tetap dna volume tetap.
Cv
Ts = suhu titik stagnani
64
(e) Rotameter (Variable Area Meter)
Rotameter adalah jenis flowmeter yang cukup populer. Prinsip kerjanya berdasarkan gaya
gesek fluida. Rotameter terdiri atas pipa transparan berbentuk kerucut dan pelampung
(float) yang dapat bergerak bebas sepanjang pipa vertikal. Pada setiap laju alir dalam
rentang pengukuran, fluida masuk dari bawah dan mengangkat pelampung, sehingga
memperbesar luas daerah antara pelampung dan dinding pipa, sampai terjadi
keseimbangan antara gaya berat dan gaya angkat pelampung (gaya gesek dan gaya apung).
Laju alir massa fluida dapat ditentukan dari persamaan,
W = Ky ( b f ) f (6.13)
dengan,
W = laju alir massa fluida
b = densitas pelampung
f = densitas fluida
y = jarak relatif pelampung terdapat posisi awal
K = konstanta yang tergantung pada bentuk pipa dan pelampung
65
Koefisien gesek hampir tak dipengaruhi oleh viskositas fluida jika tepi pelampung
dibuat tajam. Pengaruh densitas fluida juga dapat diabaikan jika b = 2f, sehingga
persamaan 6.13 dapat disederhanakan menjadi,
K b
W= y (6.14)
2
66
Nutating-disk meter secara luas digunakan di rumah-rumah sebagai meteran air
(water meter). Alat ini terdiri atas rumah, piringan, dan partisi bagian masukan dengan
keluaran. Akurasi alat ini sekitar 1% jika dalam kondisi baik. Pada laju alir yang rendah,
akurasi berkurang karena pengaruh kebocoran.
Rotary-vane meter terdiri atas rumah silindris berisi drum yang ditempatkan
secara eksentrik dengan beberapa pegas. Sejumlah volume fluida dipindahkan dari
bagian masukan ke bagian keluaran setiap rotasi drum. Akurasi alat ini lebih baik, yaitu
sekitar 1/2%.
67
Keunggulan alat ini adalah tidak mengganggu pola aliran (tidak ada kehilangan tekanan)
dan dapat menangani suspensi padat. Akurasi sangat tinggi dan keluaran alat linier dengan
laju alir. Kelemahannya, hanya dapat mengukur aliran fluida cair konduktif dan mahal.
68
(d) Flowmeter Vortex (Fortex Shedding Flowmeter)
Jika sebatang silinder diletakkan dalam aliran fluida dengan sumbu tegak lurus dengan
arah aliran, akan terbentuk pusaran fluida pada frekuensi tertentu (fs). Hubungan antara
frekuensi pusaran (fs), diameter silinder (D), dan kecepatan fluida (v) ditunjukkan oleh
bilangan Strouhal,
fsD
SN = (6.15)
v
Dari data percobaan menunjukkan bahwa nilai bilangan Strouhal ternyata relatif
konstan (0,02 0,21) pada rentang bilangan Reynolds 300 hingga 150000. Dan
disebabkan karena kemudahan mengukur frekuensi, maka pengukuran kecepatan fluida
dapat dilakukan dengan akurat melalui persamaan,
v = 5 fs D (6.16)
Salah satu rancangan flowmeter vortes adalah memakai palang berbentuk
segitiga terpancung. Tinggi (h) kira-kira sepertiga diameter pipa, dan panjang (L) 1,3
69
kali tinggi. Dengan konstruksi seperti ini, bilangan Strouhal sebesar 0,88 0,01 untuk
rentang bilangan Reynolds 10 000 hingga 1 000 000.
Metode pengukuran laju alir massabiasanya dibagi menjadi tiga kelompok: beda
tekanan, momentum fluida, dan termal. Di antara ketiga kelompo tersebut, metode
termal paling banyak digunakan. Prinsipnya, laju perpindahan panas dari kawat filamen
yang dipanaskan tergantung pada laju alir massa fluida. Semakin cepat, perpindahan
panas semakin besar, sehingga suhu filamen turun. Penurunan suhu filamen,
menyebabkan tegangan jatuh yang melintasinya berubah. Perubahan tegangan jatuh
proporsional dengan laju alir massa.
Pengukuran laju alir massa kebanyakn menggunakan metode tak langsung,
yaitu dengan mengukur laju alir volume dan densitas fluida. Hal ini dilakukan, sebab
instrumen laju alir volume dan densitas sudah banyak tersedia. Sehingga dari kedua
besaran tersebut dapat ditentukan laju alir massanya.
70
SENSOR R AKURASI KEUNGGULAN KELEMAHAN
Elbow 3:1 5-10% span Kehilangan tekanan Akurasi sangat buruk.
yang rendah
Turbin 20 : 1 0,25% dari 1. Rangeability lebar. 1. Mahal
pengukuran 2. Akurasi bagus 2. Perlu saringan
khususnya slurry
Vortex 10 : 1 1% dari 1. Rangeability lebar. Mahal
shedding pengukuran 2. Tak peka terhadap
densitas, suhu,
tekanan, dan
viskositas.
Positive 10 : 1 0,5% dari 1. Rangeability lebar. 1. Kehilangan
displacement pengukuran 2. Akurasi bagus tekanan besar
2. Mudah rusak oleh
aliran padatan
Keterangan:
(1) R = Rangeability, yaitu perbadingan antara aliran maksimum dan minimum dalam
batas akurasi yang cukup.
(2) Akurasi, yaitu berlaku pada instrumen yang terkalibrasi dengan baik
71
BAB-7 PENGUKURAN LEVEL
Dalam setiap industri proses dapat dipastikan memiliki tangki, bejana, atau penampung.
Fungsinya adalah menyimpan atau memproses bahan. Pemantauan dan/atau pengendalian
tinggi cairan, atau dalam beberapa hal berupa partikel padat, merupakan salah satu hal
penting dalam industri proses. Sebab tinggi cairan dalam tangki atau bejana harus dijaga
agar selalu berada di atas saluran pipa keluar. Jika sampai terjadi kekosongan berarti tidak
ada cairan keluar. Situasi ini bisa sangat berbahaya terhadap proses sesudahnya dan dapat
merusak sistem pompa yang memerlukan cairan. Sebaliknya, tinggi cairan tidak boleh
melebihi tinggi tangki terbuka, atau tidak boleh melebihi batas aliran uap pada tangki
tertutup. Tinggi cairan biasa dilaporkan sebagai persen span dan bukan sebagai panjang
(misalnya meter).
Pada awalnya pengukuran tinggi cairan tampak sebagai masalah sederhana.
Namun, pada beberapa dekade terakhir tampak bahwa banyak masalah yang harus diatasi
berkaitan dengan bahan yang ada di dalamnya. Bahan bisa bersifat korosif, memadat,
menguap, berisi padatan, atau hal sulit lainnya.
Pengukuran tinggi permukaan atau berat material yang disimpan dalam bejana dapat
dilakukan secara langsung atau tak langsung. Termasuk metode langsung adalah gelas
72
duga (sight glass) dan beberapa pelampung dengan indikator luar. Meskipun sederhana dan
handal, metode langsung tidak mudah dimodifikasi untuk memperoleh sinyal pengukuran.
Sebagai konsekuensinya, metode tak langsung sering digunakan dalam pemantauan dan
pengendalian proses sebab mudah memberikan sinyal pengukuran. Banyak metode tak
langsung memakai prinsip pengukuran tekanan hidrostatik pada titik tertentu. Metode ini
didasarkan pada kenyataan bahwa tekanan hidrostatik sebanding dengan tinggi cairan,
menurut persamaan,
p = gh (7.1)
dengan,
p = tekanan hidrostatik (Pa)
= densitas cairan (kg m-3)
h = tinggi cairan di atas titik pengukuran (m)
g = percepatan gravitasi (9,81 m s-2).
Sehingga pengukuran tekanan hidrostatik dapat dikalibrasi sebagai tinggi permukaan
cairan. Untuk bejana tertutup pada bagian atasnya, tekanan diferensial antara atas dan
bawah bejana digunakan untuk mengukur tinggi permukaan cairan. Pelaksanaan
pengukuran tinggi cairan dapat menggunakan beberapa metode berikut.
Metode apungan (float method)
Metode anjakan (displacement method)
Metode tekanan
Metode kapasitansi
Metode radiasi (sinar gamma dan ultrasonik)
Metode termal
(a) Prinsip
Metode apungan mengukur tinggi permukaan berdasar prinsip gaya apung yang diberikan
oleh cairan adalah sebanding dengan tinggi permukaan cairan di sekitarnya. Pengukuran
dengan metode ini mampu mengukur tinggi permukaan dari beberapa centimeter hingga
73
beberapa meter. Pertama-tama float-and-cable digunakan pada tangki terbuka, sedangkan
level switch dapat dirancang untuk tangki bertekanan.
Metode apungan (float method) mempunyai keunggulan dalam hal kesederhanaan, tidak
peka terhadap perubahan densitas, dan baik digunakan untuk cairan jernih. Kelemahan
piranti ini adalah terbatas untuk cairan jernih, timbul masalah pada turbulensi cairan,
bagian bergerak bisa mengalami korosi atau menjadi tempat tumbuh mikroorganisme jika
dipakai pada industri makanan. Di samping itu kurang baik untuk cairan kental atau yang
mengandung padatan dan tidak baik untuk mengukur bidang batas dua cairan.
(c) Penerapan
Metode apungan diterapkan untuk tangki terbuka dengan rentang pengu-kuran antara 75
mm dan 15 meter. Suhu operasi maksimum adalah 260 oC dengan ketidaktelitian 1% skala
penuh.
74
7.2 METODE ANJAKAN (Displacement Method)
(a) Prinsip
Metode anjakan mengukur tinggi permukaan cairan didasarkan atas kenyataan bahwa gaya
apung pada batang apung sebanding dengan tinggi permukaan cairan di sekitarnya. Sensor
anjakan adalah berupa batang apung. Gaya yang bekerja pada batang apung adalah sama
dengan berat batang dikurangi gaya apung oleh cairan di sekitarnya. Gaya neto sebesar,
f = mg gAh (7.2)
dengan
f = gaya neto (N) A = luas penampang batang (m2)
m = massa batang (kg) h = panjang batang yang berada di dalam cairan
g = gravitasi (9,81 m s-2)
= densitas cairan (kg m-3)
75
Dari persamaan 7.2 terlihat bahwa gaya neto (f) sebanding dengan tinggi permukaan
cairan.
Berbeda dengan piranti apung sebelumnya, piranti anjakan mudah dipadukan dengan
transduser LVDT, potensiometer, atau sensor regangan untuk dapat memberikan sinyal
pengukuran. Piranti ini dianjurkan untuk dipakai dalam cairan yang sangat turbulen.
Turbulensi akan menyebabkan batang apung berputar-putar sehingga menyulitkan
pembacaan. Di samping itu turbulensi dapat merusak batang apung.
(c) Penerapan
Metode anjakan dapat digunakan untuk tangki terbuka atau tertutup dengan rentang
pengukuran berkisar antara 0,15 dan 3,6 meter. Suhu operasi hingga 450 oC dengan
ketidaktelitian 0,5% skala penuh. Dengan pemilihan yang tepat, tipe ini dapat digunakan
untuk semua jenis cairan. Fluktuasi densitas atau tekanan dapat ditangani dengan baik.
Dapat digunakan untuk pengukuran suhu tinggi dan tinggi bidang batas dua cairan.
76
7.3 METODE TEKANAN
(a) Prinsip
Metode pipa gelembung mengukur tinggi permukaan cairan didasarkan atas pengukuran
tekanan udara atau gas yang dialirkan ke dalam cairan sebagai akibat melawan tekanan
hidrostatik. Dengan jalan ini, tinggi permukaan dapat diukur tanpa ada cairan yang masuk
ke dalam pipa atau instrumen.
77
Gambar 7.5 Detil ujung pipa gelembung.
Udara atau gas bersih dihubungkan melalui penyempitan ke dalam pipa gelembung
yang dicelupkan ke dalam cairan. Penyempitan pipa mengurangi laju alir udara atau gas,
yang menimbulkan tekanan dalam pipa sampai terjadi keseimbangan dengan tekanan
hidrosatik pada ujung pipa gelembung. Keadaan ini terus dipertahankan pada nilai tertentu
oleh gelembung gas/udara yang keluar pipa. Perubahan tinggi permukaan cairan akan
menyebabkan tekanan gas/udara dalam pipa gelembung berubah. Instrumen ukur tekanan
yang dihubungkan pada titik ini sebanding dengan tinggi cairan. Pada ujung pipa
gelembung dibuat takik berbentuk huruf-V sehingga udara/gas keluar membentuk
gelembung kecil yang teratur dan bukan gelembung besar yang terputus-putus.
Keunggulan metode pipa gelembung adalah dapat digunakan untuk cairan korosif atau
mengandung padatan. Sebab bila pipa terkena korosi atau aus mudah diganti dengan pipa
baru. Selain itu bisa digunakan pada berbagai suhu cairan. Kelemahannya, tidak baik
digunakan untuk cairan kental atau untuk mengukur bidang batas dua cairan. Dengan
adanya gelembung gas, berarti dapat membuat kontaminasi cairan yang diukur. Selain itu
piranti ini memerlukan perawatan serius.
78
(c) Penerapan
Metode pipa gelembung sesuai digunakan untuk tangki terbuka dengan rentang
pengukuran berkisar antara 0,25 dan 75 meter. Ketidaktelitian piranti ini biasanya sekitar
1-2% skala penuh. Sangat bagus dipakai untuk cairan jernih.
(a) Prinsip
Metode tekanan hidrostatik mengukur tinggi permukaan cairan didasarkan atas tekanan
hidrostatik yang sebanding dengan tinggi permukaan cairan (persamaan 7.1). Atau dengan
kata lain, tinggi permukaan sebanding dengan beda tekanan antara dasar tangki dan
udara/gas di atas permukaan cairan (hydrostatic tank gauging). Jika bagian atas tangki
terbuka pada tekanan atmosferik, maka piranti ukur tekanan jenis pressure gauge yang
umum dapat dipakai untuk mengukur tekanan dalam cairan. Tetapi jika bagian atas tangki
tertutup, pengukuran tinggi cairan memakai metode tekanan diferensial (differential
pressure method). Pada metode ini terdapat dua sensor tekanan. Salah satu sensor
mengukur tekanan hidrostatik, sensor lainnya mengukur tekanan gas/udara di atas
permukaan cairan. Selisih dua tekanan itu merupakan tekanan hidrostatiknya. Pada
praktiknya, untuk mengukur tekanan tersebut diperlukan saluran hubung (leg) yang berisi
cairan (seal liquid) yang tidak larut dengan cairan dalam tangki dan densitas lebih besar.
Tinggi cairan (head) untuk tangki terbuka dihitung dengan persamaaan,
Span = xG L (7.3)
dengan,
x = jarak antara batas atas dan batas bawah permukaan cairan (m),
y = jarak antara batas bawah dan titik pengukuran (m),
z = jarak antara titik pengukuran dan transmiter tekanan (m)
GL = specific gravity cairan
GS = specific gravity cairan seal.
79
Gambar 7.6 Pengukuran tinggi cairan pada tangki terbuka.
Specific gravity adalah perbandingan antara massa jenis cairan dan massa jenis air pada
suhu 20 oC dan tekanan atmosferik.
Span = xG L (7.5)
80
Contoh-7.1. Tangki terbuka dengan x = 2 m, y = 0,125 m, dan z = 0,25 m. Specific gravity
cairan dalam tangki 0,8 dan liquid seal 0,9. Maka,
Contoh-7.2. Tangki tertutup dengan x = 1,75 m, y = 0,5 m, dan d = 2,5 m. Specific gravity
cairan dalam tangki 0,8 dan liquid seal 0,9. Maka,
Jika diinginkan selalu terdapat uap di dalam tangki, dapat digunakan pressure
repeater. Piranti ini mengulang tekanan uap (atau vakum) dan mengirim sinyal pengukuran
yang identik dengan tekanan uapnya. Jika hubungan ke tangki ada kecenderungan
penyumbatan, perlu dilengkapi dengan repeater diafragma. Pemakaian repeater dapat
menghilangkan kesalahan akibat wet leg.
Metode tekanan (hidrosatik dan diferensial) mudah diterapkan sebab pressure gauge
banyak tersedia di pasaran. Sangat bagus digunakan untuk cairan jernih, baik untk cairan
kental, dan cukup bagus untuk cairan yang mengandung padatan. Kelemahannya, hanya
dengan penambahan diafragma atau repeater yang dapat mengatasi penyum-batan.
(c) Penerapan
Metode tekanan mampu mengukur tinggi permukaan cairan dalam tangki terbuka (tekanan
hidrostatik) dengan rentang 50 mm hingga beberapa meter, dan tangki tertutup (tekanan
diferensial) dari 0,25 hingga beberapa meter. Suhu operasi tangki bisa mencapai 650 oC
dengan ketidaktelitian 0,1% span.
81
7.4 METODE KAPASITANSI
(a) Prinsip
Metode kapasitansi didasarkan atas nilai kapasitansi antara dua keping penghantar atau
antara keping penghantar dan bejana yang dipengaruhi oleh tinggi permukaan cairan.
Metode ini disebut juga dengan metode frekuensi radio (radio frequency method) atau
metode admitansi. Piranti bekerja pada frekuensi beberapa mega hertz, mengukur
admitansi arus bolak-balik yang sebanding dengan tinggi permukaan cairan.Admitansi
adalah konduktivitas arus bolak-balik, yang merupakan kebalikan dari impedansi. Jika
tinggi permukaan bertambah, nilai medium dielektrikumnya akan berubah, sehingga
mengubah nilai kapasitansi dan admitansinya.
Metode ini sangat baik digunakan pada cairan nonkonduktif. Dengan kemasan yang baik,
piranti ini sangat praktis digunakan. Kelemahannya, banyak masalah jika diguna-kan untuk
mengukur bidang batas cairan konduktif dan berbusa.
(c) Penerapan
Dapat digunakan untuk mengukur tinggi permukaan cairan dalam tangki terbuka atau
tertutup dengan rentang pengukuran yang lebar. Suhu operasi dapat mencapai 1100 oC
dengan ketelitian 1-2% skala penuh. Sesuai untuk cairan jernih. Dalam pemakaian terbatas
dapat digunakan untuk mengukur bidang batas dua cairan, cairan kental atau berbusa.
Metode radiasi sinar gamma didasarkan atas kenyataan bahwa intensitas sinar gamma yang
menembus cairan tergantung pada ketebalan atau tinggi permukaan cairan. Keunggulan
82
metode ini adalah tanpa menyentuh permukaan cairan. Hampir semua kondisi cairan
(jernih, kental, mengandung padatan, bidang batas) bahkan padatan, dapat diukur dengan
baik kecuali cairan berbusa. Kelemahannya perlu biaya tinggi dan harus ada lisensi khusus
pemakaian sinar radiokatif. Metode radiasi dapat diterapkan dengan baik pada tangki
terbuka atau tertutup dalam rentang pengukuran yang luas. Suhu operasi tak terbatas
dengan ketidaktelitian 6 mm. Mampu mengukur tinggi permukaan sementara metode lain
sudah tidak mungkin dipakai.
Metode radiasi ultrasonik didasarkan atas efek gema yang dipantulkan oleh permukaan
cairan. Waktu yang dibutuhkan untuk memantul kembali tergantung pada tinggi
permukaan cairan. Metode ini sangat handal dan akurasinya baik. Juga karena tidak ada
kontak langsung dengan permukaan cairan maka efek korosi dan kontaminasi dapat
minimum. Secara umum kelemahannya adalah terganggu oleh adanya debu, busa,
pengembunan uap, dan relatif mahal. Metode radiasi ultrasonik dapat diterapkan dengan
baik pada tangki terbuka atau tertutup dalam rentang pengukuran yang luas. Suhu operasi
hingga 150 oC dengan ketidaktelitian 1% skala penuh.
Metode ini didasarkan pada efek perubahan konduktivitas termal bila berada dalam cairan
dan uap/gas di atasnya. Jika sensor termal (misalnya RTD) dialiri arus hingga menjadi
panas tercelup dalam cairan, konduktivitas termal lingkungan bertambah, sehingga cepat
mengalami pendinginan. Besarnya pendinginan tergantung pada luas bagian yang tercelup.
Dengan kata lain, penurunan suhu tergantung pada tinggi permukaan cairan. Metode ini
tidak populer dalam penerapan proses di samping mahal.
83
7.7 METODE RESISTANSI
Metode lain pengukuran tinggi permukaan dapat memakai efek konduktivitas cairan.
Resistansi antara dua konduktor yang terpisah pada jarak tertentu dan berada dalam cairan,
tergantung pada luas permukaan yang tercelup. Atau dengan kata lain, resistansinya
sebanding dengan tinggi permukaan cairan. Metode ini hanya dapat diterapkan pada cairan
konduktif yang tidak korosif sehingga pemakaiannya tidak terlalu luas..Suhu operasi
hingga 980 oC dengan ketidaktelitian sekitar 4 mm. Baik digunakan untuk mendeteksi
bidang batas antara cairan konduktif dan nonkonduktif.
84
BAB-8 METODE ANALISIS DATA
Populasi adalah seluruh objek atau subjek dalam batas yang ditetapkan. Sampel adalah
sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi populasi yang diambil
datanya (Sugiyono,2002). Dengan demikian sampel diharapkan dapat mewakili populasi.
Pengambilan sampel dilakukan jika populasi terlalu besar sehingga sulit melakukan
pengukuran populasi. Sehingga jumlah sampel sangat mempengaruhi ketelitian validitas
hasil pengukuran.
Jumlah sampel dapat ditentukan dengan persamaan yang dikemukakan beberapa
ahli seperti Tato Yamane, Slovin, Cochran, Cohen, Isaac dan Michael, dll. Masing-masing
persamaan terdapat sedikit perbedaan hasil. Jika demikian, ambil jumlah sampel terbesar.
Tato Yamane dan Slovin memberikan persamaan serupa, yaitu jumlah sampel (n) adalah,
(8.1)
dengan,
n jumlah sample;
N Jumlah populasi;
taraf signifikansi (error atau galat yang ditetapkan).
85
Tabel 8.1 Jumlah sampel yang dibutuhkan pada taraf signifikansi 1%, 5%, dan 10%
Dalam bidang teknik, sosial, dan pendidikan biasanya diambil taraf signifikansi
0,05 atau 5%. Artinya, kesalahan yang ada sebesar 5% atau memIliki taraf keyakinan
(confidence level) 95%. Rumus tersebut hanya dapat dipakai jika jumlah populasi
diketahui. Oleh sebab itu dalam menentukan jumlah sampel dapat dipakai saran Roscoe
(1982) seperti berikut ini.
1) Ukuran sampel yang layak dalam pengukuran adalah antara 30 dan 500.
86
2) Jika sampel dibagi dalam kategori, misalnya reaktor A dan reaktor B, maka
jumlah sampel tiap kategori minimal 20.
3) Bila akan dilakukan analisis korelasi antara variabel bebas dan terikat, maka
jumlah anggota sampel minimal 10 kali jumlah variabel yang diukur. Misal
variabel bebas suhu (T) dan variabel terikat tekanan (P), maka jumlah sampel
minimal adalah 2 x 10 yaitu 20.
4) Pada pengukuran sederhana yang menggunakan kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel masing-masing antara 10 dan
20.
Selain dengan rumus persamaan 8.1 dapat juga dipakai Tabel 8.1 yang menampilkan
jumlah sampel yang dibutuhkan. Dari tabel tersebut jika diketahui jumlah populasi maka
dengan memakai taraf signifikansi yang diinginkan, dapat ditentukan jumlah sampel yang
dibutuhkan. Contoh: jika jumlah populasi 1000 maka dengan taraf sigifikansi 5% jumlah
sampel yang dibutuhkan adalah 258. Pada jumlah populasi di atas 1000000 atau tak
terhingga, maka jumlah sampel cukup 349.
Data adalah informasi yang memberikan gambaran tentang kondisi atau masalah. Dalam
statistika dikenal data kulitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa data bukan angka,
seperti kategori baik dan buruk, pria dan wanita, putih dan hitam. Sedangkan data
kuantitatif berupa angka atau bilangan.
Data kuantitatif dikelompokkan menjadi dua ketagori, yaitu data diskret dan
kontinum. Data diskrit adalah data yang diperoleh dari perhitungan atau pelabelan.
Sedangan data kontinum diperoleh dari pengukuran.
Berdasarkan skala pengukuran, data dibedakan atas data nominal, ordinal, interval
dan rasio. Penjelasan singkat masing-masing skala pengukuran adalah sebagai berikut.
a) Skala Nominal. Skala nominal adalah skala yang hanya membedakan sesuatu
yang bersifat kualtitatif. Jadi skala nominal bersifat kategoris misalnya: panas dan
dingin, asam dan manis, dsb.
87
b) Skala Ordinal. Skala ordinal adalah skala yang selain membedakan juga
memberi tingkatan. Tetapi tingkatan tersebut tidak harus memiliki interval yang
sama yang sama. Contoh: nilai A = 4, B = 3, C =2, D = 1, E = 0. Jarak nilai antara
A dan B bisa berbeda dengan jarak antara C dan D. Contoh yang lain misalnya:
sangat baik = 5, baik = 4, cukup = 3, kurang = 2, sangat kurang = 1.
c) Skala Interval. Skala interval adalah skala yang berua angka kuantitatif tetapi
tidak mempunyai nilai nol mutlak. Contoh: skala suhu derajat Celcius. Skala
interval memberi jarak interval sama dari titik awal.
d) Skala Rasio. Skala rasio adalah skala yang berua angka kuantitatif dan mempunyai
nilai nol mutlak. Contoh: skala suhu Kelvin, panjang benda, dan massa benda.
Dengan skala rasio dapat dilakukan pembagian dan perkalian suatu nilai tanpa
mengubah sifat skala tersebut.
Statistika adalah ilmu yang mempelajari statistik (sekumpulan data) yaitu ilmu yang
mempelajari bagaimana cara mengumpulkan data, mengolah data, menyajikan data,
menganalisis data, dan membuat kesimpulan untuk mengambil keputusan. Menyajikan
data hasil pengukuran secara baik akan memberi informasi yang baik juga. Dalam analisis
data terdapat dua metode, yaitu statistika deskriptif dan statistika inferensial (induktif).
Statistika deskriptif adalah metode pengumpulan dan penyajian suatu gugus data
sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistika deskriptif hanya memberikan
informasi mengenai data yang dipunyai dan sama sekali tidak menarik inferensia atau
kesimpulan apapun tentang gugus induknya yang lebih besar. Contoh statistika deskriptif
yang sering muncul adalah, tabel, diagram, grafik, dan besaran-besaran lain.
Statistika inferensial mencakup semua metode yang berhubungan dengan analisis
sampel untuk kemudian sampai pada peramalan atau penarikan kesimpulan mengenai
keseluruhan data induknya. Statistika inferensial biasanya dipakai untuk melihat kaitan dua
variabel atau lebih. Kaitan tersebut dapat berbentuk asosiasi (hubungan atau korelasi) atau
komparasi (perbandingan atau perbedaan). Dalam statistika inferensial diadakan
pendugaan parameter, membuat hipotesis, serta melakukan pengujian hipotesis tersebut
88
sehingga sampai pada kesimpulan yang berlaku umum. Metode ini disebut juga statistika
induktif, karena kesimpulan yang ditarik didasarkan pada informasi dari sebagian data saja.
Berdasarkan sifat sebaran data, dalam analisis statistika dibedakan atas dua macam
metode yaitu statistika parametrik dan no-parametrik. Metode statistika parametrik, yaitu
ilmu statistik yang mempersyaratkan jenis sebaran atau distribusi data harus bersifat
normal (berbentuk lonceng atau distribusi Gauss) dan data berskala intervel atau rasio.
Contoh metode statistika parametrik: uji-z, uji-t, uji korelasi Pearson, rancangan percobaan
dengan analisis variansi. Jika data tidak menyebar secara normal, maka data harus
dikerjakan dengan metode statistika non-parametrik. Statistika non-parametrik dipakai
untuk data skala nominal dan ordinal yang biasanya tidak terdistribusi normal.
a) Deskripsi Data
Data yang dihasilkan diolah dengan memakai metode statistika deskriptif, seperti:
distribusi frekuensi, nilai rata-rata, simpangan baku, median, modus, nilai
maksimum dan minimum, serta dilengkapi dengan tabel atau grafik.
(1) Uji Normalitas. Uji ini bertujuan mengetahui sebaran data terdistribusi normal
(Gauss) atau tidak.
(2) Uji Homogenitas. Uji ini bertujuan mengetahui kesamaan variansi populasi
yang terdistribusi normal.
89
8.3.2 Analisis Inferensial (Uji Hipotesis)
Analisis inferensial dapat berupa analisis beda, korelasi, regresi, dan deret waktu (time
series).
a) Analisis Beda
Analisis beda dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara dua
kelompok data. Teknik yang dipakai adalah dengan analisis rata-rata (uji-z dan uji-
t) dan analisis varianasi (uji-F).
90
f) Analisis Deret Waktu
Deret waktu adalah rangkaian data yang berupa nilai pengamatan yang diukur
selama kurun waktu tertentu, berdasarkan waktu dengan interval yang sama.
Contoh data deret waktu adalah suhu reaktor tiap jam, perubahan kinerja penukar
panas dalam waktu satu tahun, dll. Analisis deret waktu merupakan metode yang
dipakai untuk mengetahui pola perubahan variabel terikat terhadap waktu. Dari
pola yang diperoleh dapat dipakai untuk membuat peramalan. Peramalan deret
waktu menggunaan model untuk memprediksi nilai di waktu mendatang berdasar
peristiwa yang telah terjadi.
Hipotesis dalam uji hubungan (korelasi) antara variabel bebas dan terikat diartikan sebagai
pernyataan dugaan awal adanya hubungan antar variabel dalam sampel. Untuk itu perlu
dihitung koefisien korelasi antar variabel guna menemukan keberartian hubungan. Korelasi
merupakan nilai hasil uji yang menunjukkan arah dan kuat hubungan antar dua variabel
atau lebih. Arah diartikan sebagai bentuk hubungan positif (searah) atau negatif
(berlawanan arah). Kuat hubungan adalah menunjukkan berapa besar tingkat hubungan
antar variabel. Tabel 8.2 menyajikan interpretasi nilai koefisien korelasi (Sugiyono, 2002).
91
Hipotesis yang disampaikan adalah sebagai berikut.
1) Ho: ry1 = 0 (tidak ada korelasi antara x1 dan y)
H1: ry1 > 0 (terdapat korelasi positif antara x1 dan y)
2) Ho: ry2 = 0 (tidak ada korelasi antara dan x2 dan y)
H1: ry1 > 0 (terdapat korelasi positif antara x2 dan y)
3) Ho: ry12 = 0 (tidak ada korelasi antara x1 dan x2 dengan y)
H1: ry12 > 0 (terdapat korelasi positif antara x1 dan x2 dengan y)
Dengan:
Ho Hipotesis nol (awal)
H1 Hipotesis alternatif
ry1 koefisien korelasi antara x1 dan y
ry2 koefisien korelasi antara x2 dan y
ry12 koefisien antara x1 dan x2 dengan y)
Koefisien determinasi adalah nilai yang menunjukkan besar pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat. Secara matematik, koefisien determinasi adalah kuadrat koefisien
korelasi. Jika nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,8 maka koefisien determinasi (r2) adalah
sebesar 0,64. Ini berarti variabel terikat (y) dipengaruhi oleh variabel bebas (x) sebesar
64%. Sedangkan 36% dipengaruhi variabel lain.
SOAL ULANGAN
1. Jika populasi sebanyak 220, berapakah jumlah sampel paling sedikit yang harus
diambil?
2. Jelaskan perbedaan antara skala nominal, ordinal, interval, dan rasio. Pada
pengukuran kelembaban ruangan dihasilan skala pengukuran jenis apa?
3. Sebutkan langkah-langkah dalam menganalisa data pengukuran sehingga dapat
dihasilkan persamaan regresi: y = a + bx.
4. Apa arti koefsiein korelasi 0,9 dan berapa nilai koefisien determinasinya? Apa arti
nilai koefisien determinasi tersebut?
92
BAB-9 ANALISIS DESKRIPTIF
Analisis deskriptif dipakai untuk mengukur gejala pusat yang meliputi: rata-rata,
simpangan baku, variansi, median, modus, skor minimum dan maksimum. Data dapat
disajikan dalam bentuk tabel frekuensi untuk sebaran data. Data statisitik deskriptif
disajikan dalam bentuk grafik.
9.1 TABEL
Tabel adalah susunan angka yang dikelompokkan menurut kategori. Terdapat beberapa
jenis tabel yaitu: tabel biasa, tabel kontingensi, dan tabel distribusi frekuensi. Kerangka
tabel biasa berisi: judul tabel, judul kolom, catatan, dan sumber. Judul tabel ditulis di atas
simetris sumbu vertikal dan ditulis secara singkat dan jelas tentang apa, klasifikasi,
dimana, kapan, dan bilamana perlu satuan atau unit yang dipakai. Judul kolom atau judul
baris ditulis singkat dan jelas diusahakan jangan membuat pemutusan kata. Catatan ditulis
di bagian kiri bawah tabel untuk memberi keterangan penting. Sumber untuk menjelaskan
darimana data tersebut dikutip. Jika tidak ditulis sumber, maka penulis dianggap terlibat
dalam pembuatan data isi tabel tersebut.
93
9.1.1 Tabel Biasa
Tabel biasa digunakan untuk menginformasikan data hasil pengamatan.
Catatan:
Sumber:
<Judul Baris>
<Judul Baris>
Catatan:
Sumber:
94
(9.1)
dengan, K adalah jumlah kelas, dan N adalah jumlah data
Menurut aturan Sturges, banyak kelas sebaiknya berkisar antara 5 dan 15.
(4) Dihitung panjang interval (P) dengan rumus,
(5) Menentukan batas bawah dan batas atas masing-masing kelas interval.
(6) Dibuat tabel yang berisi frekuensi untuk masing-masing kelas interval.
Data dalam tabel distribusi frekuensi dapat berupa data nilai mutlak atau relatif
(persentase). Keduanya dapat berupa distribusi frekuensi biasa atau kumulatif.
Distribusi frekuensi biasa menyajikan data frekuensi masing-masing kelas.
Sedangkan tabel distribusi frekuensi kumulatif adalah distribusi frekuensi yang
nilai frekuensinya diperoleh dengan menjumlahkan frekuensi demi frekuensi, baik
secara naik atau turun. Grafik hubungan antara frekuensi kumulatif (ordinat) dan
frekuensi (absis) diperoleh kurva Ogive.
Grafik atau diagram adalah penyajian data dengan cara menggambarkan dalam bentuk
gambar tertentu seperti diagram: batang (histogram), garis, lingkaran (pie), pencar,
lambang (piktogram), atau peta (kartogram).
9.2.1 Histogram
Dalam histogram sebagai absis adalah kelas interval dan ordinat adalah frekuensi.
95
9.2.2 Diagram Garis
Dalam diagram garis penggambaran dilakukan dengan membuat garis melalui titik-
titik pengamatan.
96
9.2.4 Diagram Pencar
Diagram pencar disebut juga diagram titik (sbaran) adalah diagram yang
menunjukkan gugusan titik-titik. Diagram ini sesuai dipakai untuk data dua
variabel kuantitatif dalam skala interval atau rasio.
97
Gambar 9.5 Contoh Piktogram
Ukuran nilai pusat adalah suatu nilai yang dapat memberikan gambaran secara umum
mengenai keadaan nilai tersebut. Terdapat beberapa jenis ukuran nilai pusat, yang
terpenting adalah: rerata atau rata-rata (mean), median dan modus. Sedangkan ukuran
simpangan adalah ukuran yang menunjukkan sebaran distribusi data. Terdapat beberapa
jenis ukuran simpang, yang terpenting adalah: variansi dan simpangan baku.
(9.2)
98
Sedangkan untuk data kelompok adalah,
(9.3)
dengan,
xi nilai data ke-i
fi frekuensi dalam kelas interval ke-i
- rata-rata nilai x
N jumlah data tunggal
K jumlah kelas interval
9.3.2 Median
Median adalah nilai tengah jika data diurutkan dari yang terkecil ke terbesar. Posisi
median untuk data tunggal adalah
(9.4)
Nilai median adalah nilai yang terletak pada posisi median. Jika data berjumlah
genap, maka nilai median adalah rata-rata dari dua data di kiri dan kanan posisi
median. Sedangkan untuk data kelompok, nilai median dihitung sebagai berikut.
(9.5)
dengan,
b tepi bawah kelas median
P panjang interval/kelas median
fb frekuensi sebelum kelas median
fm frekuensi kelas median
99
9.3.3 Modus
Modus adalah nilai yang nilai yang paling sering muncul. Jika sudah
dikelompokkan dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, maka modus untuk
data kelompok dapat dihitung dengan persamaan,
(9.6)
dengan,
b tepi batas bawah nilai modus
P panjang interval/kelas
b1 frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi satu kelas sebelumnya
b2 frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi satu kelas sesudahnya
9.3.4 Variansi
Variansi atau keterserakan data adalah bilangan yang menunjukkan sebaran data di
sekitar rata-ratanya.
100
Simpangan baku tunggal sampel, (9.12)
SOAL-SOAL LATIHAN
101
BAB-10 ANALISIS INFERENSIAL
Uji dengan statistika inferensial parametrik mensyaratkan bahwa data harus terdistribusi
normal, homogen, dan linier dengan data berskala interval atau rasio yang diambil secara
acak.
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak.
Jika data terdistribusi normal, maka dapat dilanjutkan dengan metode statistika parametrik.
Pengujian data dapat dilakukan dengan uji Lilefors, Kolmogorof-Smirnof, atau chi-
kuadrat. Uji Lilefors dan Kolmogorof-Smirnof digunakan untuk data tunggal bukan
kelompok. Jika data berupa kelompok hendaknya memakai uji chi-kuadrat. Dalam bahasan
ini selanjutnya hanya memakai uji Kolmogorof-Smirnof. Langkah-langkah uji adalah
sebagai berikut.
1) Menentukan taraf signifikansi (), biasanya diambil 0,05 atau 5%. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
Ho : Data terdistribusi normal
H1 : Data tidak terdistribusi normal
102
Kriteria pengujian, terima Ho dan tolak H1 jika taraf signifikansi hasil perhitungan
lebih besar dari taraf signifikansi yang ditetapkan (0,05), atau nilai hitung lebih
kecil dari pada nilai tabel.
2) Lakukanlah langkah pengujian normalitas. Di sini digunakan perangkat lunak SPSS
20. Contoh: Diperoleh hasil pengukuran suhu sebagai berikut, 80, 70, 50, 70, 40,
70, 70, 60, 40, dan 60 oC. Tentukan apakah data tersebut terdistribusi normal.
a) Buka SPSS dan masukkan data ke dalam kolom data
103
c) Klik tanda sehingga VAR00001 akan pindah ke sebelah kanan seperti
gambar 10.3.
104
Dari hasil di atas, nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,589. Ini lebih besar dari
nilai taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05. Kesimpulan, terima Ho dan tolak
H1. Dengan kata lain, data terdistribusi normal.
Uji normalitas pada model regresi digunakan untuk menguji apakah nilai residual yang
dihasilkan dari regresi terdistribusi secara normal atau tidak. Model regresi yang baik
adalah yang memiliki nilai residual yang terdistribusi secara normal. Beberapa metode uji
normalitas yaitu dengan melihat penyebaran data pada sumber diagonal pada grafik
Normal P-P Plot of regression standardized residual atau dengan uji One Sample
Kolmogorov Smirnov.
Uji One Sample Kolomogorov Smirnov digunakan untuk mengetahui distribusi
data, apakah mengikuti distribusi normal, poisson, uniform, atau eksponensial. Residual
berdistribusi normal jika nilai signifikansi lebih dari nilai taraf siginifikansi yang
ditetapkan (misal: 0,05).
1) Menentukan hipotesis nol (Ho) dan alternatif (H1)
Ho : Data terdistribusi normal
H1 : Data tidak terdistribusi normal
2) Kriteria pengujian, terima Ho dan tolak H1 jika taraf signifikansi hasil perhitungan
lebih besar dari taraf signifikansi yang ditetapkan (0,05).
Langkah-langkah analisis pada SPSS sebagai berikut:
(a) Masukkan data dalam SPSS
(b) Mencari nilai residual, caranya klik Analyze | Regression | Linear
(c) Pada kotak dialog Linear Regression, masukkan variabel Y ke kotak Dependent,
kemudian masukkan X1, X2, dan X2 ke kotak Independent(s).
(d) Klik tombol Save, selanjutnya akan terbuka kotak dialog Linear Regression: Save
(e) Pada Residuals, beri tanda centang pada Unstandardized. Kemudian klik tombol
Continue. Akan kembali ke kotak dialog sebelumnya, klik tombol OK. Hiraukan
hasil output SPSS, buka input data di halaman Data View, di sini akan bertambah
satu variabel yaitu residual (RES_1).
105
(f) Selanjutnya melakukan uji normalitas residual, klik Analyze | Non Parametric
tests | Legacy Dialogs | 1-Sample K-S.
(g) Selanjutnya akan terbuka kotak dialog One Sample Kolmogorov Smirnov Test.
(h) Masukkan variabel Unstandardized Residual(RES 1) ke kotak Test Variable List.
Pada Test Distribution, pastikan terpilih Normal. Jika sudah, klik tombol OK. Akan
kembali ke kotak dialog sebelumnya. Klik OK, maka dihasilkan output SPSS.
Uji homogenitas dilakukan untuk membuktikan bahwa data diperoleh dari populasi dengan
variansi (keragaman) yang tidak berbeda. Pengujian yang perlu dilakukan adalah
membandingkan variansi variabel bebas (x) dengan variabel terikat (y) secara
berpasangan. Teknik analisis yang populer adalah uji Levene yang setara dengan uji
Bartlet. Langkah-langkah dengan memakai program SPSS adalah sebagai berikut.
1) Menentukan taraf signifikansi yang diinginkan, misal 0,05.
2) Menentukan hipotesis nol (Ho) dan alternatif (H1)
Ho : Variansi homogen
H1 : Variansi tidak homogen
3) Kriteria pengujian, terima Ho dan tolak H1 jika taraf signifikansi hasil perhitungan lebih
besar dari taraf signifikansi yang ditetapkan (0,05).
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang
linear atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam
analisis korelasi atau regresi linear. Pengujian pada SPSS dengan menggunakan Test for
Linearity dengan pada taraf signifikansi 0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai
hubungan yang linear bila signifikansi (linearity) kurang dari 0,05.
106
Contoh:
Seorang mahasiswa melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara X dan Y.
Data-data skor total yang di dapat ditabulasikan Tabel 10.1. Langkah-langkah pada
program SPSS
1) Masuk program SPSS
2) Klik variable view pada SPSS data editor
3) Pada kolom Name ketik X, untuk kolom Name baris kedua ketik Y
4) Pada kolom Decimals angka ganti menjadi 0 untuk variabel X dan Y
5) Kolom Label ketik X, untuk kolom Label pada baris kedua ketik Y.
6) Kolom lainnya boleh dihiraukan (isian default)
7) Buka data view pada SPSS data editor
8) Ketikkan data sesuai dengan variabelnya.
9) Klik Analyze - Compare Means Means
107
10) Klik variabel Y dan masukkan ke kotak Dependent List, kemudian klik variabel X
dan masukkan ke Independent List.
11) Klik Options, pada Statistics for First Layer klik Test for Linearity, kemudian klik
Continue
12) Klik OK, maka dihasilkan Anova Table. Dari tabel tersebut bila signifikansi (sign)
kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel X dan Y terdapat
hubungan yang linear.
Analisis korelasi digunakan untuk menguji apakah dua variabel atau lebih saling
berhubungan atau berpengaruh. Berdasar jumlah variabelnya, analisis korelasi dibedakan
atas korelasi sederhana dan korelasi parsial. Besar korelasi dinyatakan oleh koefisien
korelasi. Koefisien korelasi menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara satu
variabel bebas atau lebih terhadap variabel terikat. Nilai korelasi (r) berkisar antara 1
sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara dua variabel semakin
kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antara dua variabel semakin lemah.
Nilai positif menunjukkan hubungan searah (X naik maka Y naik) dan nilai negatif
menunjukkan hubungan terbalik (X naik maka Y turun).
108
analisis korelasi sederhana dengan metode Pearson atau sering disebut Product Moment
Pearson. Contoh: hasil pengukuran antara variabel X dan Y adalah sebagai berikut.
109
Gambar 10.4 Hasil Analisis Korelasi Bivariate Pearson
Dari hasil analisis korelasi sederhana (r) didapat korelasi antara X dan Y adalah 0,766. Hal
ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang kuat antara X dan Y. Sedangkan arah
hubungan adalah positif karena nilai r positif, berarti semakin tinggi X maka semakin
meningkatkan Y.
Uji Signifikansi Koefisien Korelasi Sederhana (dengan Uji-t). Uji signifikansi koefisien
korelasi digunakan untuk menguji apakah hubungan yang terjadi itu berlaku untuk
populasi (dapat digeneralisasi). Misalnya dari kasus di atas populasinya adalah reaktor dan
sampel yang diambil dari kasus di atas adalah 10 reaktor, jadi apakah hubungan yang
terjadi atau kesimpulan yang diambil dapat berlaku untuk populasi yaitu seluruh reaktor.
110
benar sebanyak-banyaknya 5%. Signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar
yang sering digunakan dalam penelitian.
3) Kriteria Pengujian
Ho diterima jika Signifikansi > 0,05
Ho ditolak jika Signifikansi < 0,05
Contoh:
Hasil pengukuran antara variabel X1, X2, dan Y disajikan dalam tabel 10.2. Dalam
pengolahan data, variabel X2 dibuat konstan (sebagai variabel kontrol).
111
2) Klik variable view pada SPSS data editor
3) Pada kolom Name ketik X1, kolom Name pada baris kedua ketik X2, kemudian
kolom Name pada baris ketiga ketik Y.
4) Pada kolom Decimals ganti menjadi 0 untuk semua variabel
5) Pada kolom Label, untuk kolom pada baris pertama ketik X1, untuk kolom pada
baris kedua X2, dan kolom pada baris ketiga ketik Y.
6) Kolom-kolom lainnya boleh dihiraukan (isian default)
7) Buka data view pada SPSS data editor, didapat kolom variabel X1, X2 dan Y.
8) Ketikkan data sesuai dengan variabelnya
9) Klik Analyze - Correlate Partial
10) Klik variabel X1 dan masukkan ke kotak Variables, kemudian klik variabel Y dan
masukkan ke kotak yang sama (Variables). Klik variabel X2 dan masukkan ke
kotak Controlling for
11) Klik OK, maka hasil output yang didapat adalah sebagai berikut:
Y .4356 1.0000
(9) (0)
P= .181 P= .
(Coefficient / (D.F.) / 2-tailed Significance)
" . " is printed if a coefficient cannot be computed
Dari hasil analisis korelasi parsial (ry.x1x2) didapat korelasi antara X1 dengan Y dengan
X2 dibuat tetap adalah 0,4356. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang sedang
atau tidak terlalu kuat antara X2 dengan Y jika X2 tetap. Sedangkan arah hubungan adalah
positif karena nilai r positif, artinya semakin tinggi X1 maka semakin meningkatkan Y.
112
Uji Signifikansi Koefisien Korelasi Parsial (dengan Uji-t)
Uji signifikansi koefisien korelasi parsial digunakan untuk menguji apakah hubungan yang
terjadi itu berlaku untuk populasi (dapat digeneralisasi). Langkah-langkah pengujian:
1) Menentukan Hipotesis
Ho: Tidak ada hubungan antara X1 dan Y jika X2 tetap
Ha: Ada hubungan antara X1 dan Yr jika X2 tetap
2) Menentukan tingkat signifikansi. Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan
tingkat signifikansi = 5%. Uji dilakukan dua sisi karena untuk mengetahui ada
atau tidaknya hubungan yang signifikan. Jika satu sisi digunakan untuk mengetahui
hubungan lebih kecil atau lebih besar. Tingkat signifikansi dalam hal ini berarti
mengambil risiko salah dalam mengambil keputusan untuk menolak hipotesa yang
benar sebanyak-banyaknya 5%.
3) Kriteria pengujian berdasar probabilitas, adalah,
Ho diterima jika P value > 0,05
Ho ditolak jika P value < 0,05
4) Membandingkan probabilitas
Jika P value lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima.
5) Kesimpulan.
Oleh jika nilai P value lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima, artinya tidak ada
hubungan secara signifikan antara X1 dengan Y jika X2 dibuat tetap. Hubungan
yang tidak signifikan berarti hubungan tersebut tidak dapat berlaku untuk populasi
yaitu seluruh reaktor, tetapi hanya berlaku untuk sampel. Jadi dalam kasus ini dapat
disimpulkan bahwa X1 tidak ada hubungan dengan Y.
Analisis regresi adalah uji untuk mengetahui bentuk hubungan matematik antara dua
variabel atau lebih. Berdasar jumlah variabel bebas, analisis regresi dibedakan dua macam,
yaitu analisis regresi sederhana dan ganda.
113
10.3.1 Analisis Regresi Sederhana
Analisis regresi linier sederhana adalah hubungan secara linear antara satu variabel
independen (X) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah positif atau negatif
dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen
mengalami kenaikan atau penurunan.. Data yang digunakan biasanya berskala interval atau
rasio. Rumus regresi linear sederhana:
Y = a + bX (10.1)
Keterangan:
Y = Variabel dependen (nilai yang diprediksikan)
X = Variabel independen
a = Konstanta (sama dengan nilai Y apabila X bernilai 0)
b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)
Contoh kasus:
Seorang mahasiswa meneliti tentang pengaruh tekanan terhadap konversi pada reaktor.
Dengan ini di dapat variabel dependen (Y) adalah konversi dan variabel independen (X)
adalah tekanan. Data-data yang di dapat ditabulasikan pada Tabel 10.3.
114
6) Buka data view pada SPSS data editor, maka didapat kolom variabel Konversi
dan Tekanan.
1 12,000 56,000
2 13,500 62,430
3 12,750 60,850
4 12,600 61,300
5 14,850 65,825
6 15,200 66,354
7 15,750 65,260
8 16,800 68,798
9 18,450 70,470
10 17,900 65,200
11 18,250 68,000
12 16,480 64,200
13 17,500 65,300
14 19,560 69,562
15 19,000 68,750
16 20,450 70,256
17 22,650 72,351
18 21,400 70,287
19 22,900 73,564
20 23,500 75,642
115
Tabel 10.4 Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana
116
8) Kesimpulan. Oleh karena nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel maka ada pengaruh
secara signifikan antara tekanan dengan konversi.
Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih
variabel independen (X1, X2,.Xn) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk
mengetahui arah hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Masing-
masing variabel independen apakah berhubungan positif atau negatif dengan variavbel
dependen. Juga untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel
independen mengalami kenaikan atau penurunan. Data yang digunakan biasanya berskala
interval atau rasio. Persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
Keterangan:
Y = Variabel dependen (nilai yang diprediksikan)
X1 dan X2 = Variabel independen
a = Konstanta (nilai Y apabila X1, X2..Xn = 0)
b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)
Contoh kasus:
Kita mengambil contoh kasus pada uji normalitas, yaitu sebagai berikut. Akan diteliti
faktor-faktor yang mempengaruhi yield pada reaktor. Variabel dependen (Y) adalah harga
yield, sedangkan variabel independen (X1 dan X2) adalah tekanan dan komposisi. Data-
data yang di dapat berupa data rasio dan ditabulasikan sebagai berikut:
117
Tabel 10.5 Tabulasi Data (Data Fiktif)
No Yield (kg) Tekanan (bar) Komposisi (%)
1 8300 4.90 6.47
2 7500 3.28 3.14
3 8950 5.05 5.00
4 8250 4.00 4.75
5 9000 5.97 6.23
6 8750 4.24 6.03
7 10000 8.00 8.75
8 8200 7.45 7.72
9 8300 7.47 8.00
10 10900 12.68 10.40
11 12800 14.45 12.42
12 9450 10.50 8.62
13 13000 17.24 12.07
14 8000 15.56 5.83
15 6500 10.85 5.20
16 9000 16.56 8.53
17 7600 13.24 7.37
18 10200 16.98 9.38
118
11) Klik OK, maka hasil output yang didapat pada kolom Coefficients dan Casewise
diagnostics adalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1+ b2X2
Y = 4662,491 + (-74,482)X1 + 692,107X2
Y = 4662,491 - 74,482X1 + 692,107X2
119
Keterangan:
Y = Yield yang diprediksi (Rp)
a = konstanta
b1,b2 = koefisien regresi
X1 = Tekanan (bar)
X2 = Komposisi (%)
Nilai yield yang diprediksi (Y) dapat dilihat pada tabel Casewise Diagnostics (kolom
Predicted Value). Sedangkan Residual (unstandardized residual) adalah selisih antara yield
dan Predicted Value. Std. Residual (atau standardized residual) adalah nilai residual yang
telah terstandarisasi. Semakin mendekati 0 maka model regresi semakin baik dalam
melakukan prediksi. Sebaliknya semakin menjauhi 0 atau lebih dari 1 atau -1 maka model
regresi semakin tidak baik dalam melakukan prediksi.
120
menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara variabel independen (X1,
X2,Xn) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). Dari hasil analisis regresi,
lihat pada output moddel summary dan disajikan sebagai berikut:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh angka R sebesar 0,879. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi hubungan yang sangat kuat antara X1 dan X2 terhadap Y.
121
sebesar 77,2% variasi variabel dependen (yield). Sedangkan sisanya sebesar 22,8%
dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model
penelitian ini.
Adjusted R Square adalah nilai R Square yang telah disesuaikan. Nilai ini selalu
lebih kecil dari R Squar. Angka ini bisa memiliki harga negatif. Menurut Santoso (2001)
bahwa untuk regresi dengan lebih dari dua variabel bebas digunakan Adjusted R2 sebagai
koefisien determinasi.
Standard Error of the Estimate adalah suatu ukuran banyaknya kesalahan model
regresi dalam memprediksikan nilai Y. Dari hasil regresi di dapat nilai 870,80. Hal ini
berarti banyaknya kesalahan dalam prediksi yield sebesar 870,80. Sebagai pedoman jika
Standard error of the estimate kurang dari standard deviation Y, maka model regresi
semakin baik dalam memprediksi nilai Y.
122
Dari hasil output analisis regresi dapat diketahui nilai F seperti pada tabel 2 berikut ini.
123
ini dapat disimpulkan bahwa tekanan dan komposisi secara bersama-sama
berpengaruh terhadap yield pada 40 reaktor.
124
5) Kriteria Pengujian
Ho diterima jika -t tabel < t hitung < t tabel
Ho ditolak jika -t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel
6) Membandingkan t hitung dengan t tabel
Nilai -t hitung (-1,259) lebih besar dari -t tabel (-2,131) maka Ho diterima
7) Kesimpulan
Secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara tekanan dengan yield. Jadi
dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa secara parsial tekanan tidak
berpengaruh terhadap yield pada 40 reaktor.
125
Secara parsial ada pengaruh signifikan antara komposisi dan yield. Jadi dari
kasus ini dapat disimpulkan bahwa secara parsial komposisi berpengaruh positif
terhadap yield pada 40 reaktor.
Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata untuk lebih dari
dua kelompok sampel yang tidak berhubungan. Jika ada perbedaan, rata-rata manakah
yang lebih tinggi. Data yang digunakan biasanya berskala interval atau rasio.
Contoh kasus:
Seorang mahasiswa dalam penelitiannya ingin mengetahui apakah ada perbedaan suhu
antara Reaktor A, Reaktor B, dan Reaktor C. Penelitian dengan menggunakan sampel
sebanyak 20 data yang diambil dari Reaktor A, B, dan C. Dalam uji ini jumlah data yang
diambil tidak harus sama, misalnya Reaktor A sebanyak 7 data, Reaktor B sebanyak 7
orang, dan Reaktor C sebanyak 6. Data-data yang didapat ditabulasi dalam Tabel 10.11.
126
Tabel 10.11. Tabulasi Data
No Suhu Reaktor
1 32 Reaktor A
2 35 Reaktor A
3 41 Reaktor A
4 39 Reaktor A
5 45 Reaktor A
6 43 Reaktor A
7 42 Reaktor A
8 35 Reaktor B
9 36 Reaktor B
10 30 Reaktor B
11 28 Reaktor B
12 26 Reaktor B
13 27 Reaktor B
14 32 Reaktor B
15 38 Reaktor C
16 45 Reaktor C
17 42 Reaktor C
18 42 Reaktor C
19 40 Reaktor C
20 38 Reaktor C
127
Tabel 10.12 Hasil Uji One Way ANOVA
Keterangan:
Tabel Descriptives di atas telah diubah kedalam bentuk baris (klik ganda pada output
Descriptives, kemudian pada menu bar klik pivot, kemudian klik Transpose Rows and
Columns).
Sebelum dilakukan uji ANOVA maka dilakukan uji kesamaan varian (homogenitas)
dengan Levene Test. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah varian ketiga kelompok
Reaktor sama. Data yang memenuhi syarat adalah jika varian sama atau subjek berasal dari
kelompok yang homogen.
128
3) Membandingkan probabilitas
Nilai P value (0,395) lebih dari 0,05 maka Ho diterima.
4) Kesimpulan
Ketiga varian sama (varian kelompok Reaktor A, B dan C) adalah sama. Angka
Levene Statistic menunjukkan semakin kecil nilainya maka semakin besar
homogenitasnya. Di sini derajar kebebasan 1 (df1) adalah jumlah kelompok data
dikurangi satu atau 3 - 1 = 2, sedangkan derajat kebebasan 2 (df2) adalah jumlah
data dikurangi jumlah kelompok data atau 20 - 3 = 17.
129
B adalah 30,57 dan Reaktor C adalah 40,83. Artinya bahwa rata-rata suhu Reaktor
C paling tinggi, kemudian Reaktor A dan Reaktor B.
Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua
kelompok sampel yang berpasangan (berhubungan). Maksudnya disini adalah sebuah
sampel tetapi mengalami dua perlakuan yang berbeda. Data yang digunakan biasanya
berskala interval atau rasio.
Contoh kasus:
Seorang mahasiswa dalam penelitiannya ingin mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata
komposisi antara sebelum diadakan pemanasan dan sesudahnya. Penelitian dengan
menggunakan sampel sebanyak 10 data. Data-data yang didapat ditabulasikan pada tabel
10.13.
130
Tabel 10.13 Tabulasi Data
No Sebelum Pemanasan Sesudah Pemanasan
1 6.34 6.24
2 6.58 6.38
3 5.38 6.45
4 5.60 7.50
5 6.68 6.25
6 7.42 5.27
7 7.20 5.86
8 6.24 5.90
9 5.78 6.47
10 5.47 6.98
131
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
1) Menentukan Hipotesis
Ho: Tidak ada perbedaan antara rata-rata komposisi sebelum pemanasa dengan rata-
rata komposisi sesudah pemanasan.
H1 : Terdapat perbedaan antara rata-rata komposisi sebelum pemanasa dengan rata-
rata komposisi sesudah pemanasan.
2) Menentukan tingkat signifikansi
Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan tingkat signifikansi sebesar 5%.
3) Menentukan t hitung
Dari tabel di atas didapat nilai t hitung adalah -0,153
4) Menentukan t tabel
Tabel distribusi t dicari pada = 5% : 2 = 2,5% (uji dua sisi) dengan derajat
kebebasan (n-1) yaitu 9. Dengan pengujian dua sisi (signifikansi = 0,025) hasil
diperoleh untuk t tabel sebesar 2,685. Ini dapat dicari di MS EXCEL dengan cara
mengetik =tinv(0.025,9) lalu tekan enter.
5) Kriteria Pengujian
Ho diterima jika -t tabel t hitung t tabel
Ho ditolak jika -t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel
Berdasar probabilitas:
Ho diterima jika P value > 0,05
Ho ditolak jika P value < 0,05
6) Membandingkan t hitung dengan t tabel dan probabilitas
Nilai -t hitung (-0,153) > -t tabel (-2,262) dan P value (0,882) > 0,05 maka Ho
diterima.
7) Kesimpulan
Tidak ada perbedaan antara rata-rata komposisi sebelum pemanasan dan rata-rata
komposisi sesudah pemanasan.
Catatan:
Jika hasil ada perbedaan, maka dilihat rata-rata mana yang lebih tinggi dengan
melihat nilai Mean pada Paired Samples Statistic. Dapat juga melihat pada t hitung.
Jika t hitung positif berarti rata-rata sebelum pemanasan lebih tinggi daripada
sesudah pemanasan. Sebaliknya, jika t hitung negatif berarti rata-rata sebelum
pemanasan lebih rendah daripada sesudah pemanasan.
132
DAFTAR PUSTAKA
133
LAMPIRAN
134
GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN DAN
SATUAN ACARA PERKULIAHAN
PUSTAKA
1. Heriyanto (2013). Buku Ajar Instrumentasi dan Pengukuran. Bandung: Politeknik
Negeri Bandung
2. Alavala, C. R. (2009). Principles of Industrial Instrumentation and Control System.
Hyderabad: JNTU College of Engineering.
3. Morris, A. S. (2001). Measurement and Instrumentation Principles (3 ed.). Oxford:
Butterworth-Heinemann.
135
JURUSAN TEKNIK
GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN KIMIA
(GBPP) POLITEKNIK NEGERI
BANDUNG
Kompetensi (Capaian Pembelajaran) Mampu mengoperasikan, menganalisa dan melacak kegagalan sistem inrtumentasi dan pengukuran yang
yang ditunjang diterapkan dalam industri proses kimia; Merancang Sistem Instrumentasi Proses; Menganalisa data proses
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) 1) Mahasiswa memahami prinsip pengukuran dan karakteristik intrumen
2) Mahasiswa memahami prinsip kerja, pemeliharaan, dan perancangan instrumen ukur: suhu, tekanan, laju
dan level.
3) Mahasiswa memahami metode analisis data proses baik secara deskriptif maupun inferensial
136
Tujuan Pembelajaran Waktu Asesment
No Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan K S A Referensi
Khusus (Jam) (Penilaian)
1 1.1 Menyebutkan instrumen 1.1 Pendahuluan 1) Pemantauan dan 2 K2 S2 A2 Tes lisan dan 1, 2
dalam pengendalian 1.2 Konsep Pengukuran: pengendalian proses. tertulis
proses. 1.3 Angka Penting 2) Besaran dan Satuan,
1.2 Menjelaskan prinsip (Significant Number) 3) Prinsip Pengukuran,
pengukuran. 4) Metode Pengukuran.
1.3 Menjelaskan metode 5) Angka penting dalam
pngukuran. pengukuran
1.4 Membaca penunjukan
instrumen dengan
memperhatikan angka
penting
2 2.1 Menentukan gain, 2.1 Karakteristik Statik 1) Respons step instrumen 4 K2 S2 A3 Tes lisan dan 1, 2, 3
konstanta waktu, waktu 2) Konstanta waktu, waktu naik, K3 tertulis
naik, dan waktu tanggap dan waktu tanggap K4
2.2 Menentukan akurasi dan 3) Menentukan akurasi dan
presisi instrumen presisi dari data pengamatan
2.3 Melakukan kalibrasi 4) Melakukan kalibrasi
instrumen ukur
3 3.1 Menjelaskan perilaku 3.2 Karakteristik Dinamik 1) Respons step instrumen 2 K2 S2 A3 Tes lisan dan 1, 2, 3
sistem orde-2 2) Waktu karakteristik, waktu K3 tertulis
naik, overshoot, decay ratio,
periode osilasi
4 4.1 Menjelaskan prinsip dan Pengukuran Suhu 1) Sistem termal isian 2 K2 S2 A3 Tes lisan dan 1, 2, 3
analisis pengukuran 2) Detektor suhu resistansi K3 tertulis
suhu: sistem termal 3) Termokopel K4
isian, RTD, termokopel. 4) Pirometer
5 5.1 Menjelaskan prinsip dan Pengukuran Tekanan 1) Manometer U 2 K2 S2 A3 Tes lisan dan 1, 2, 3
analisis pengukuran 2) Manometer Bourdon K3 tertulis
tekanan 3) Starin Gage K4
4) Instalasi intrumen
5) Kalibrasi
6 6.1 Menjelaskan prinsip dan Pengukuran Laju Alir 1) Pengukuran berdasar tekanan 4 K2 S2 A3 Tes lisan dan 1, 2, 3
137
Tujuan Pembelajaran Waktu Asesment
No Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan K S A Referensi
Khusus (Jam) (Penilaian)
analisis pengukuran laju 2) Pengukuran berdasar K3 tertulis
alir perpindahan positif K4
3) Pengukuran berdasar
kecepatan linier
4) Pengukuran laju massa
7 7.1 Menjelaskan prinsip dan Pengukuran Level 1) Pengukuran berdasar anjakan 4 K2 S2 A3 Tes lisan dan 1, 2, 3
analisis pengukuran 2) Pengukuran berdasar tekanan K3 tertulis
level 3) Pengukuran berdasar K4
pemantulan
4) Pengukuran berdasar sifat
kapasitif dan resistif
8 8.1 Membedakan antara Metode Analisis Data 1) Populasi dan Sampel 2 K2 S2 A2 Tes lisan dan 1, 2, 3
populasi dan sampel 2) Ukuran Sampel tertulis
8.2 Menentukan jumlah 3) Skala nominal, ordinal,
sampel minimum interval dan rasio
8.3 Menjelaskan jenis skala 4) Koefisien Korelasi dan
dalam pengukuran Koefisien Determinasi
8.4 Menjelaskan koefisien
korelasi dan determinasi
9 9.1 Menyajikan data dalam Analisis Deskriptif 1) Tabel dan Grafik 1 K3 S2 A2 Tes lisan dan 1
tabel dan grafik yang 2) Rata-rata, variansi, deviasi tertulis
tepat standar, modus, median
9.2 Menghitung rata-rata,
variansi, deviasi standar,
modus dan median
untuk data tunggal dan
kelompok
10 Melakukan uji prasyarat Analisis Inferensial Uji Prasyarat 1 K3 S2 A2 Tes lisan dan 1
analisis 1) Uji normalitas tertulis
2) Uji homogenitas
3) Uji linieritas
11 Melakukan analisis korelasi Analisis Inferensial Analisis Korelasi 2 K3 S2 A2 Tes lisan dan 1
138
Tujuan Pembelajaran Waktu Asesment
No Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan K S A Referensi
Khusus (Jam) (Penilaian)
1) Korealasi Sederhana tertulis
2) Korelasi parsial
12 Melakukan analisis regresi Analisis Inferensial Analisis Regresi 2 K3 S2 A2 Tes lisan dan 1
tunggal dan ganda 1) Regresi Sederhana tertulis
2) Regresi Berganda
13 Melakukan analisis uji beda Analisis Inferensial Analisis Beda 2 K3 S2 A2 Tes lisan dan 1
1) Uji-t tak berpasangan tertulis
2) Uji-t berpasangan
JUMLAH 30
REFERENSI
1. Heriyanto. (2013). Buku Ajar Instrumentasi dan Pengukuran. Bandung: Politeknik Negeri Bandung
2. Alavala, C. R. (2009). Principles of Industrial Instrumentation and Control System. Hyderabad: JNTU College of Engineering.
3. Morris, A. S. (2001). Measurement and Instrumentation Principles (3 ed.). Oxford: Butterworth-Heinemann.
139
DOKUMEN SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
7.2.2/MIS/FOR-SAP/08/2008
140
Media/Alat Bantu LCD, pen, white board, board maker, model
K=Knowledge S=Skill A=Attitude
REFFERENSI :
4. Heriyanto. (2013). Buku Ajar Instrumentasi dan Pengukuran. Bandung: Politeknik
Negeri Bandung
5. Alavala, C. R. (2009). Principles of Industrial Instrumentation and Control System.
Hyderabad: JNTU College of Engineering.
6. Morris, A. S. (2001). Measurement and Instrumentation Principles (3 ed.). Oxford:
Butterworth-Heinemann.
141
DOKUMEN SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
7.2.2/MIS/FOR-SAP/08/2008
142
REFFERENSI :
1. Heriyanto. (2013). Buku Ajar Instrumentasi dan Pengukuran. Bandung: Politeknik
Negeri Bandung
2. Alavala, C. R. (2009). Principles of Industrial Instrumentation and Control System.
Hyderabad: JNTU College of Engineering.
3. Morris, A. S. (2001). Measurement and Instrumentation Principles (3 ed.). Oxford:
Butterworth-Heinemann.
143
DOKUMEN SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
7.2.2/MIS/FOR-SAP/08/2008
144
REFFERENSI :
1. Heriyanto. (2013). Buku Ajar Instrumentasi dan Pengukuran. Bandung: Politeknik
Negeri Bandung
2. Alavala, C. R. (2009). Principles of Industrial Instrumentation and Control System.
Hyderabad: JNTU College of Engineering.
3. Morris, A. S. (2001). Measurement and Instrumentation Principles (3 ed.). Oxford:
Butterworth-Heinemann.
145
DOKUMEN SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
7.2.2/MIS/FOR-SAP/08/2008
146
REFFERENSI :
1. Heriyanto. (2013). Buku Ajar Instrumentasi dan Pengukuran. Bandung: Politeknik
Negeri Bandung
2. Alavala, C. R. (2009). Principles of Industrial Instrumentation and Control System.
Hyderabad: JNTU College of Engineering.
3. Morris, A. S. (2001). Measurement and Instrumentation Principles (3 ed.). Oxford:
Butterworth-Heinemann.
147
DOKUMEN SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
7.2.2/MIS/FOR-SAP/08/2008
148
REFFERENSI :
1. Heriyanto. (2013). Buku Ajar Instrumentasi dan Pengukuran. Bandung: Politeknik
Negeri Bandung
2. Alavala, C. R. (2009). Principles of Industrial Instrumentation and Control System.
Hyderabad: JNTU College of Engineering.
3. Morris, A. S. (2001). Measurement and Instrumentation Principles (3 ed.). Oxford:
Butterworth-Heinemann.
149
DOKUMEN SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
7.2.2/MIS/FOR-SAP/08/2008
150
REFFERENSI :
1. Heriyanto. (2013). Buku Ajar Instrumentasi dan Pengukuran. Bandung: Politeknik
Negeri Bandung
2. Alavala, C. R. (2009). Principles of Industrial Instrumentation and Control System.
Hyderabad: JNTU College of Engineering.
3. Morris, A. S. (2001). Measurement and Instrumentation Principles (3 ed.). Oxford:
Butterworth-Heinemann.
151
DOKUMEN SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
7.2.2/MIS/FOR-SAP/08/2008
152
REFFERENSI :
1. Heriyanto. (2013). Buku Ajar Instrumentasi dan Pengukuran. Bandung: Politeknik
Negeri Bandung
2. Alavala, C. R. (2009). Principles of Industrial Instrumentation and Control System.
Hyderabad: JNTU College of Engineering.
3. Morris, A. S. (2001). Measurement and Instrumentation Principles (3 ed.). Oxford:
Butterworth-Heinemann.
153
DOKUMEN SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
7.2.2/MIS/FOR-SAP/08/2008
154
REFFERENSI :
1. Heriyanto. (2013). Buku Ajar Instrumentasi dan Pengukuran. Bandung: Politeknik
Negeri Bandung
2. Alavala, C. R. (2009). Principles of Industrial Instrumentation and Control System.
Hyderabad: JNTU College of Engineering.
3. Morris, A. S. (2001). Measurement and Instrumentation Principles (3 ed.). Oxford:
Butterworth-Heinemann.
155
DOKUMEN SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
7.2.2/MIS/FOR-SAP/08/2008
156
REFFERENSI :
1. Heriyanto. (2013). Buku Ajar Instrumentasi dan Pengukuran. Bandung: Politeknik
Negeri Bandung
2. Alavala, C. R. (2009). Principles of Industrial Instrumentation and Control System.
Hyderabad: JNTU College of Engineering.
3. Morris, A. S. (2001). Measurement and Instrumentation Principles (3 ed.). Oxford:
Butterworth-Heinemann.
157
DOKUMEN SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
7.2.2/MIS/FOR-SAP/08/2008
158
REFFERENSI :
1. Heriyanto. (2013). Buku Ajar Instrumentasi dan Pengukuran. Bandung: Politeknik
Negeri Bandung
2. Alavala, C. R. (2009). Principles of Industrial Instrumentation and Control System.
Hyderabad: JNTU College of Engineering.
3. Morris, A. S. (2001). Measurement and Instrumentation Principles (3 ed.). Oxford:
Butterworth-Heinemann.
159
DOKUMEN SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
7.2.2/MIS/FOR-SAP/08/2008
REFFERENSI :
1. Heriyanto. (2013). Buku Ajar Instrumentasi dan Pengukuran. Bandung: Politeknik
Negeri Bandung
2. Alavala, C. R. (2009). Principles of Industrial Instrumentation and Control System.
Hyderabad: JNTU College of Engineering.
3. Morris, A. S. (2001). Measurement and Instrumentation Principles (3 ed.). Oxford:
Butterworth-Heinemann.
160
DOKUMEN SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
7.2.2/MIS/FOR-SAP/08/2008
REFFERENSI :
1. Heriyanto. (2013). Buku Ajar Instrumentasi dan Pengukuran. Bandung: Politeknik
Negeri Bandung
2. Alavala, C. R. (2009). Principles of Industrial Instrumentation and Control System.
Hyderabad: JNTU College of Engineering.
3. Morris, A. S. (2001). Measurement and Instrumentation Principles (3 ed.). Oxford:
Butterworth-Heinemann.
161
DOKUMEN SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
7.2.2/MIS/FOR-SAP/08/2008
REFFERENSI :
1. Heriyanto. (2013). Buku Ajar Instrumentasi dan Pengukuran. Bandung: Politeknik
Negeri Bandung
2. Alavala, C. R. (2009). Principles of Industrial Instrumentation and Control System.
Hyderabad: JNTU College of Engineering.
3. Morris, A. S. (2001). Measurement and Instrumentation Principles (3 ed.). Oxford:
Butterworth-Heinemann.
162