Kisah Abu Hurairah Dan Susu
Kisah Abu Hurairah Dan Susu
Abu Hurairah memiliki nama asli yakni Abburrahman bin Shakhr Al-Azdi. Ia di
juluki Abu Hurairah (Bapaknya kucing) karena kecintaannya pada kucing, banyak
sekali kucing yang tinggal di rumahnya. Abu Hurairah bukan sosok yang penuh
dengan harta dan kenyamanan dunia, sebaliknya, ia tak memiliki banyak harta,
bahkan tak jarang mengingat batu di perut untuk menahan lapar dan menegakkan
kerongkorangan di atas tanah.
Pada suatu hari, kelelahan dari beraktiftas telah membuat energi Abu Hurairah pudar,
tubuhnya terlihat sangat letih. Ia pun duduk di tepi jalan yang biasa dilewati orang-
orang, kemudian ia bertemu dengan Rasulullah. Tak lama kemudian, Rasulullah
mengajak Abu Hurairah berkunjung ke rumahnya.
Sepanjang perjalan hati Abu Hurairah terus bergemuruh, ia merasa Rasulullah tengah
keliru. Mengapa Rasulullah tak memberikan susu itu pada dirinya, padahal
Rasulullah melihat keletihannya. Bukankah susu itu akan membuat energinya
kembali pulih, bukankah susu itu semangkuk yang hanya cukup untuknya dan
Rasulullah. Namun sungguh, keimanannya tak menggetarkan keraguan untuk
senantiasa taat pada perintah Rasulullah, dengan keadaan hati yang tak menentu, ia
pun menuju Ahli Suffah di perataran Masjid Nabawi.
Tak lama kemudian, Ahli Suffah pun tiba di rumah Rasulullah, kemudian Rasulullah
mengizinkannya masuk dan meminta Abu Hurairah untuk memberikan satu mangkuk
yang ada kepada para Ahli Suffah. Ahli Suffah yang diundang Rasulullah pun
semuanya telah minum susu hingga perut mereka terisi penuh. Susu yang terlihat
ii
DAFTAR ISI
hanya semangkuk itu, nyatanya dapat mengenyangkan seluruh Ahli Suffah yang
hadir. Setelah itu, Rasulullah memandangi Abu Hurairah dengan tersenyum,
kemudian mengajaknya untuk minum susu bersama dengan mangkuk yang sama.
Sungguh, air susu yang berada di mangkuk itu tak kunjung habis, segala puji bagi
Allah yang telah memberikan karunia pada hambaNya dan keberkahan pada
semangkuk susu. Kejadian ini semakin menambah kecintaan Abu Hurairah kepada
manusia paling mulia, ingatlah bahwa rezeki yang Allah berikan kepada hambanya
senantiasa utuh dan tak pernah tertukar.
iii