Pengertian Helenisme
Bertens (1993) berpendapat, mempelajari filsafat Yunani
berarti menyaksikan kelahiran filsafat. Dimana banyak sekali
bermunculan tokoh-tokoh pemikir sekaligus filsuf yang lahir
dalam Dunia Yunani, baik yang terkenal hingga mereka yang
kurang terkenal dalam pemikirannya. Filsuf yang terkenal
kebanyakan dari mereka adalah ang menuliskan pemikirannya,
sebut saja Aristoteles dengan tulisan-tulisannya. Meski adapula
Filsuf yang tidak menulis sebarispun seperti Thales, Phytagoras,
dan Sokrates. (Bertens, 1993)
Zaman sesudah Aristoteles memang zaman yang berbeda
sekali dengan zaman Aristoteles. Zaman ini adalah zaman yang
baru, yang dimulai dengan pemerintahan Aleksander Agung, dan
disebut zaman Helenisme.
Helenisme berasal dari kata Hellenizein (= berbahasa Yunani,
dan juga menjadikan Yunani) sebagai roh dan kebudayaan Yunani
sepanjang roh dan kebudayaan itu memberikan ciri-cirinya
kepada para bangsa yang bukan Yunani disekitar lautan tengah,
mengadakan perubahan-perubahan dibidang kesusasteraan,
agama, dan keadaan bangsa-bangsa itu.
5. Neoplatonisme
Pucak terakhir dalam sejarah filsafat Yunani adalah ajaran
yang disebut neoplatonisme. Sebagaimana namanya sudah
menyatakan itu, aliran ini bermaksud menghidupkan kembali
filsafat Plato. Tetapi itu tidak berarti bahwa pengikut- pengikutnya
tidak dipengaruhi oleh filsuf- filsuf lain, seperti aristoteles
misalnya dan mazhab Stoa. Sebenarnya ajaran ini merupakan
semacam sintesa dari semua aliran filsafat sampai saat itu,
dimana Plato diberi tempat istimewa.
Filsuf yang menciptakan sintesa itu bernama Plotinos (203/4-
269/70). Ia lahir di Mesir dan pada umur 40 tahun ia tiba di Roma
untuk mendirikan suatu sekolah filsafat di sana. Sesudah
meninggalnya sekitar tahun 270 M karangan- karangan Plotinos
dikumpulkan dan diterbitkan oleh muridnya Porphyrios, dengan
judul Enneadeis.
Seluruh sistem filsafat Plotinos Berkisar pada konsep kesatuan.
Atau dapat juga kita katakan bahwa seluruh sistem filsafat
Plotinos berkisar pada Allah sebab Allah disebutnya dengan nama
yang satu.
1. C. Latar Belakang Historis
Daftar Pustaka
Alnold Toynbee. 2007. Sejarah Umat Manusia: Uraian Analitis,
Kronologis, Naratif, dan Komparatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Bertrand Russell. 2004. Sejarah Pemikiran Barat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
PERIODE MENENGAH PERTAMA MESIR
Dinasti ke-7 dan ke-8 sering diabaikan karena hanya sedikit yang
diketahui tentang penguasa-penguasa kedua periode
tersebut. Manetho, pendeta dan sejarawan dari era Ptolemaik,
menjelaskan 70 raja menguasai selama 70 hari . Pernyataan ini
dianggap berlebihan untuk menjelaskan kekacauan kekuasaan
raja selama periode ini. Dinasti ketujuh hampir
seperti oligarki yang berpusat di Memphis yang berusaha
mengambil alih negeri. Para penguasa dinasti ke-8 yang
mengklaim merupakan keturunan raja-raja dinasti ke-6, juga
memerintah dari Memphis . Sedikit sekali yang diketahui dari
kedua dinasti ini sejak sedikitnya bukti tekstual dan arsitektur
yang terselamatkan untuk menjelaskan periode ini. Meski
demikian, sejumlah kecil artifak telah ditemukan,
termasuk scarab yang diatributkan kepada raja Neferkara I dari
dinasti-7 begitu juga jasper silinder hijau akibat
pengaruh Syria yang dikreditkan pada dinasti ke-8. Juga,
sebuah piramida kecil diyakini dibangun oleh Raja Ibi dari dinasti
ke-8 ditemukan di Saqqara.
Setelah kekuasaan tidak jelas oleh raja-raja dinasti ke-7 dan ke-8,
sekelompok kecil penguasa muncul dari Heracleopolis di Mesir
Hilir, berkuasa sekitar 594 tahun]. Raja-raja tersebut tergabung ke
dalam dinasti ke-9 dan ke-10, dengan masing-masing sembilan
belas penguasa terdaftar. Mereka diyakini keturunan
penyerbu Libya yang datang ke Mesir dari barat melalui Faiyum .
Hal ini sering dipandang sebagai sebuah bayangan
invasi Hyksos dari Delta yang akan terjadi semasa Periode
Menengah kedua. Raja-raja Heracleopolis dengan cepat
menguasai kekuasaan raja-raja Memphis yang lemah untuk
kemudian membentuk dinasti ke-9.
Pendiri dinasti ke-9, Kheti I, sering digambarkan sebagai
penguasa jahat dan kasar, yang paling terkenal berasal dari
tulisan Manetho. Dia juga dikenal sebagai Akhthoes atau Akhtoy.
Kheti I digambarkan sebagai raja yang menyebabkan banyak
kerusakan terhadap pemukiman Mesir, merapas dengan kegilaan,
dan tiba-tiba terbunuh oleh buaya . Ini mungkin saja hanya
sebuah mitos, namun dia dicantumkan sebagai dalam Daftar Raja
Abydos begitu juga Daftar Raja Turin. Kheti I digantikan oleh Kheti
II, yang juga dikenal sebagai Meryibre. Kekuasaannya
mengutamakan kedamaian, namun masalah yang sama terjadi di
Delta. Penggantinya, Kheti III, membawa beberapa kadar
pemintaan ke Delta, meskipun daya dan pengaruhnya pada raja-
raja dinasti kesembilan masih diremehkan turun termurun dari
raja-raja Kerajaan Lama.
Perbedaan-perbedaan nomarch tumbuh di Siut (atau Asyut), yang
merupakan provinsi terkuat dan kaya di selatan kerajaan
Heracleopolis. Para pengeran prajurit mempertahankan hubungan
dekatnya dengan raja-raja istana kerajaan Heracleopolis, yang
dibuktikan dalam inskripsi di makam-makam mereka. Inskripsi
tersebut memberikan pandangan sekilas mengenai situasi politik
yang muncul selama penguasaan mereka. Inskripsi-inskripsi
tersebut menggambarkan normarch Siut menggali kanal,
mengurangi pajak, menuai panen yang subur, meningkatkan
penggembalaan tenak, dan memelihara tentara dan armada ].
Provinsi Siut dinyatakan sebagai negeri kecil yang berada di
antara kekuasaan utara dan selatan dan pangeran Siut princes
menanggung beban serangan dari raja-raja Thebes.