Anda di halaman 1dari 68

Hua Tuo, Sang Tabib Mujarab

Nama Hua Tuo sudah tidak asing lagi dalam dunia


pengobatan China kuno. Dialah yang pertama kali
mengembangkan teknik pembedahan dan
akupunktur. Kami sajikan biografi Hua Tuo untuk
Anda.

(Erabaru.or.id) - Hua Tuo, atau biasa disebut juga Yun Hua, berasal dari Pei
Guo Jiao (sekarang Haoxian, Provinsi Anhui, China). Dia adalah seorang dokter
medis yang terkemuka di China Kuno dan terkenal dengan julukan "Tabib
Mujarab".

Hua Tuo tidak mengejar ketenaran maupun uang. Malahan ia mencurahkan


dirinya untuk mempelajari pengobatan. Ia sangat terampil dalam berbagai
macam bidang pengobatan --suatu fakta yang merefleksikan kemajuan ilmu
pengobatan di abad ke-2 di China. Hua Tuo sudah terlihat sangat pandai sejak
masa belianya. Ayahnya meninggal saat dia masih berusia 7 tahun. Karena
keluarganya miskin, ibunya memutuskan untuk mengirim Hua Tuo untuk belajar
pengobatan kepada dr. Cai, seorang teman dekat ayahnya.

Hua Tuo pergi ke kota dan bertemu dengan dr. Cai. Setelah ia mengutarakan
keinginannya menjadi seorang dokter pengobatan, dr. Cai berpikir pada dirinya
sendiri, "Ayah Hua Tuo adalah teman saya. Jika saya tidak mengambilnya
sebagai murid, orang-orang di kota akan berpikir bahwa saya adalah orang yang
memutuskan hubungan dengan keluarganya setelah seorang teman meninggal,
dan memperlakukan teman tanpa kesetiaan." Saya sebaiknya mengambilnya
sebagai murid. Bagaimanapun, saya harus mengetes anak itu untuk menentukan
apakah ia memang ditakdirkan untuk pengobatan."

Dokter Cai melihat beberapa muridnya sedang mengumpulkan daun mulberi di


halaman belakang, tetapi mereka mendapat kesulitan untuk mencapai daun di
dahan tertinggi ketika memanjat pohon. Ia memutuskan ini akan menjadi tes
pertama untuk Hua Tuo. Ia bertanya pada Hua Tuo, "Bisakah kamu memikirkan
cara untuk mengumpulkan daun dari dahan tertinggi di pohon itu?" Hua Tuo
berkata dengan percaya diri, "Oh, itu mudah." Hua Tuo meminta sepotong tali,
dan mengikatkan batu kecil di ujung tali tersebut. Ia melemparkan tali itu di
sekeliling dahan tertinggi dan berhasil mengumpulkan semua daun di dahan itu,
melengkung karena berat dari batu.

Selanjutnya, dr. Cai melihat dua ekor kambing sedang berkelahi dengan mata
mereka yang memerah. Tidak ada seorang pun yang bisa memisahkan kedua
kambing ini. Ia memutuskan ini akan menjadi tes kedua untuk Hua Tuo. Ia
berkata "Hua Tuo, bisakah kamu memisahkan kedua kambing ini?" Hua Tuo
segera menjawab, "Tentu saja". Ia mengambil rumput memenuhi kedua
tangannya dan meletakkanya di sebelah kambing tersebut di kedua sisi.
Kambing-kambing itu telah lapar karena berkelahi, maka mereka segera berlari
untuk menikmati rumput tersebut. Perkelahian itu berhenti bahkan tanpa perlu
diusahakan. Sangat kagum dengan kepandaian Hua Tuo, dr. Cai dengan gembira
menerimanya sebagai murid.

Hua Tuo belajar sangat rajin sejak permulaan. Dia menitikberatkan pada praktik
klinis sesungguhnya dan akhirnya menjadi seorang dokter legendaris pada
dinasti Han Timur. Bahkan setelah ia mendapat reputasi sebagai seorang dokter
pengobatan, ia tidak pernah membeda-bedakan pasiennya. Ia akan
menyediakan jasanya ke mana pun ia pergi. Ia memperlihatkan sebuah jiwa
yang mulia dengan mengobati penyakit dan menyelamatkan nyawa.

Ia belajar pengobatan seumur hidupnya. Ia mengembangkan teori pengobatan


yang inovatif dan teknik pengobatan yang mengagumkan dalam berbagai bidang
pengobatan, termasuk pengobatan luar, dalam, ginekologi, akupunktur,
parasitolog, dan terapi fisik sebagai pengobatan medis. Ia juga sangat terampil
dalam pembedahan. Sesungguhnya, ia adalah dokter pertama yang melakukan
operasi pembedahan perut dalam sejarah kedokteran China. Untuk mengurangi
sakit akibat pembedahan pasien, ia menemukan bubuk Ma Fei San , yang
digunakan untuk pembiusan seluruh badan. Seribu enam ratus tahun kemudian,
bangsa Eropa mulai menggunakan obat bius untuk operasi pada permulaan abad
19.

MENEMUKAN TEKNIK PEMBEDAHAN

Pernah suatu ketika Hua Tuo berlari menghampiri seseorang yang sedang
mendorong gerobak di jalanan. Orang itu kondisi penyakitnya sangat parah,
mukanya pucat pasi. Napasnya pendek dan cepat; terlihat sangat tidak sehat.
Hua Tuo mendekatinya untuk mencari tahu apakah ia menderita kolik di
perutnya. Hua Tuo dengan segera mendiagnosanya sebagai peradangan usus
buntu yang harus segera dibedah. Orang itu meminum Ma Fei San dan segera
terbius. Hua Tuo membedah perutnya, membuang bagian usus yang terinfeksi,
membersihkan bagian dalamnya, menutup lukanya dengan beberapa jahitan,
dan terakhir mengoleskan salep yang akan mengurangi peradangan dan
mempercepat pertumbuhan jaringan. Pasien itu sembuh dalam beberapa hari
dan luka bedahannya sembuh dengan sangat cepat. Cerita ini membuktikan efek
pengobatan Ma Fei San, juga pemahaman Hua Tuo akan anatomi.

Hua Tuo juga telah terbukti sebagai dokter kandungan yang andal. Buku pada
periode akhir dinasti Han mencatat sebuah kasus medis kompleks yang berhasil
ditanganinya dengan sukses. Jenderal Li meminta pengobatan medis untuk
istrinya. Setelah memeriksa nadinya, Hua Tuo memberitahu bahwa penyebab
penyakitnya adalah karena istrinya terluka dalam masa kehamilan dan gagal
mengeluarkan janinnya. Jenderal Li mengatakan memang betul, selama hamil
pernah terluka, tapi janinnya sudah rontok. Hua Tuo mengatakan, menurut
pengamatan dari denyut nadi, janinnya belum terlepas. Jenderal Li ragu-ragu
dan tidak percaya akan hasil diagnosanya, jadi saat itu Hua Tuo tidak bisa
memberikan pengobatan apa pun.

Setelah lewat 100 hari, kondisi istri Li berubah menjadi parah, lalu Hua Tuo
diundang lagi untuk memeriksanya. Setelah memeriksa nadinya, Hua Tuo
berkata, "Denyut nadinya sama seperti pada saat kunjungan terakhir saya. Ini
adalah apa yang saya pikir terjadi. Istrimu mengandung sepasang janin kembar
dalam perutnya. Janin yang pertama lahir mati dan menyebabkan pendarahan
yang terlalu banyak dari si ibu, sehingga janin keduanya tidak dapat dilahirkan.
Janin itu telah mati dalam perutnya. Ia membusuk dan menempel di suatu
tempat dekat tulang belakang." Untuk megeluarkan janin itu, Hua Tuo mencoba
dengan jalan dilahirkan. Pertama-tama, ia memberikan akupunktur untuk istri Li
dan memberikan resep obat-obatan herbal. Tak lama kemudian, istri Li memulai
kelahiran, namun tetap tidak dapat mengeluarkan janinnya. Hua Tuo
menjelaskan bahwa memang sulit untuk mengeluarkan janin yang sudah mati
dengan persalinan normal. Janin itu harus dikeluarkan dengan tangan. Hua Tuo
memberi tahu seorang wanita di rumah jenderal itu bagaimana cara
mengeluarkan janin mati itu dari tubuh istri Li.

GERAKAN LIMA HEWAN

Inovasi dalam bidang akupunktur juga ditemukan oleh Hua Tuo. Pernah suatu
ketika seorang pasien mencari pengobatan medis darinya karena ia mempunyai
masalah dengan kakinya dan tidak dapat berjalan. Setelah mengecek nadinya,
Hua Tuo menotok beberapa titik akupunktur di punggungnya, dan memberi 7
tusukan akupunktur di tiap titik. Pasien dengan cepat sudah dapat berjalan
setelah pengobatan. Berdasarkan pengalamannya sendiri dalam akupunktur, ia
menemukan "Titik Akupunktur Jia Ji", sebuah titik akupunktur yang mengapit
tulang belakang. Orang-orang di kemudian hari menyebut titik akupunktur
tersebut sebagai "Titik Hua Tuo"

Hua Tuo juga menemukan seperangkat latihan yang dianamakan, "Gerakan 5


Hewan" yang mengambil gerakan dari 5 macam hewan, yaitu macan, rusa,
beruang, monyet, dan burung. Latihan ini menjadi sangat populer di zamannya.
Salah satu murid Hua Tuo, yaitu Wupu, secara terus-menerus berlatih "Gerakan
5 Hewan" menurut yang diajarkan oleh gurunya. Bahkan dalam umurnya yang
90-an, Wupu tetap sangat kuat dan sehat dengan pendengaran dan
pengelihatan yang tajam, serta gigi yang baik.

Hua Tuo menempati posisi penting dalam sejarah pengobatan Cina atas teknik
medisnya yang hebat, juga semangatnya dalam menolong dan menyelamatkan
orang lain.

(Sumber : http://www.zhengjian.org)
Xuan Zhang :
Cendikiawan Muda pada Zaman Dinasti Tang

Seorang biksu muda pada


masa Dinasti Tang
melakukan perjalanan ke
India untuk belajar agama
Buddha. Dialah yang
menerjemahkan naskah-
naskah kitab suci ke dalam
bahasa Mandarin.

(Erabaru.or.id) - Nama Sun Go Kong bagi masyarakat kita sudah tidak asing
lagi. Sebuah stasiun televisi swasta pernah menayangkan film serial "Kera Sakti"
ini sampai berulang-ulang. Sun Go Kong dikenal karena kesaktiannya melawan
segala jenis siluman. Selain dia, tokoh sentral lainnya dalam film ini adalah biksu
Tong yang selalu mengendalikannya selama perjalanannya ke Barat mencari
kitab suci.

Pertanyaannya, apakah tokoh Hsuan-tsang yang dalam cerita serial "Kera Sakti"
terkenal sebagai biksu Tong itu benar-benar pernah hidup di Tiongkok? Dari
beberapa literatur yang ada menunjukkan bahwa tokoh Hsuan-tsang ini adalah
seorang biksu yang ditasbihkan pada umur 13 tahun dan hidup di Tiongkok
sekitar tahun 602-664, dikenal juga dengan nama aslinya Chen-I, mendapatkan
gelar San-Tsang atau Mu-Ch'a-T'i-P'o (Moksadeva) atau Yuan-tsang (di Jepang
dikenal dengan nama Genjo). Beliau tercatat sebagai biksu dan penziarah dari
Tiongkok yang terbesar sepanjang sejarah dan hidup pada masa Dinasti Tang
(618-907), yang menunggang kuda melakukan perjalanan ke India melewati
Himalaya selama 4 tahun perjalanan (dalam usia 23 tahun).

Beliau sempat tinggal selama 10 tahun di India untuk mempelajari dan


menerjemahkan berbagai kitab Sansekerta Tripitaka ke dalam bahasa China,
dan kembali ke Tiongkok pada tahun 645 dengan membawa pulang 658 teks
agama Buddha dan berbagai sutra Mahayana. Karya terjemahannya dan juga
tulisan perjalanannya ke Asia Tengah dan India yang penuh dengan data yang
akurat merupakan suatu fakta sejarah tak ternilai bagi para sejarawan dan
arkeologis saat ini. Nama beliau dapat disejajarkan dengan para sesepuh
Mahayana (Tripitaka Master) seperti Mahadeva, Asvaghosa, Nagarjuna, Atisa,
Vasubandhu, Bodhidharma, Shanti-Deva, Asanga, Arya-Deva, Tao-An,
Kumarajiva, Kobo-Daishi termasuk Buddhaghosa (Theravada).

Mengembara ke India
Terlahir dalam keluarga cendekiawan turun-temurun yang menganut paham
Confucianis di mana atas pengaruh kakaknya yang menyenangi agama Buddha,
akhirnya mereka berdua melakukan perjalanan ke Ch'ang-an dan kemudian ke
Ssu-ch'uan (sekarang Szechwan) guna menghindari konflik politik yang terjadi.
Semasa berada di Ssu-ch'uan, Hsuan-tsang mulai mempelajari filosofi Buddhis
tetapi menemukan banyak sekali perbedaan dan kontradiksi dari berbagai kitab
yang dibacanya. Karena tidak menemukan jawaban yang memuaskan dari
gurunya, akhirnya beliau memutuskan untuk pergi ke India.

Hsuan-tsang muda melakukan perjalanan ke utara di Padang Pasir Takla Mak'an


melewati sumber mata air Turfan, Karashar, Kucha, Tashkent dan Samarkand
untuk kemudian memasuki Gerbang Besi Bactria, melewati pegunungan Hindu
Kush sampai ke Kapisha, Gandhara, dan Kashmir di sebelah Tenggara India. Dari
sana beliau menaiki perahu menjelajahi sepanjang Sungai Gangga sampai ke
Mathura, dan mencapai tanah suci agama Buddha di bagian timur Sungai
Gangga pada 633. Hsuan-tsang mulai mengunjungi berbagai tempat keramat
yang berkaitan dengan kehidupan sang Buddha di sepanjang sungai Timur
sampai Barat.

Kemudian sebagian besar waktunya dihabiskan di Nalanda (pimpinan universitas


saat itu adalah Silabhadra yang bergelar 'Mustika Kebenaran') yang merupakan
satu-satunya pusat pengkajian Buddha yang terbesar saat itu (Nagarjuna juga
mulai mempelajari Buddha dari sana). Hsuan-tsang muda mempelajari bahasa
Sansekerta, filsafat Buddhis dan filsafat India. Sewaktu berada di India, Hsuan-
tsang terkenal akan kecendekiawanannya, sehingga raja yang berkuasa di India
bagian utara, Raja Harsa menemui secara pribadi untuk memberikan
penghargaan kepadanya. Akhirnya dengan bantuan dari Raja Harsa, beliau dapat
menyelesaikan tugasnya dan kembali ke Tiongkok (tahun 643) dengan fasilitas
yang disediakan oleh Raja berupa 20 ekor kuda yang membawa 527 peti
naskah.

Kembali ke Tiongkok
Hsuan-tsang kembali ke Ch'ang-an (ibu kota negara T'ang) pada 645 setelah
meninggalkan negaranya selama 16 tahun. Beliau disambut dengan meriah di
ibu kota dan beberapa hari kemudian di depan khalayak ramai, Raja
menawarkan posisi menteri di pemerintahan dengan pertimbangan bahwa
Hsuan-tsang mempunyai pengalaman luas di berbagai negara asing. Namun
terdorong oleh niatnya yang besar untuk mengabdi dalam Buddha, beliau
menolak secara halus penawaran Raja tsb. Hsuan-tsang menghabiskan sisa
waktunya dengan menerjemahkan sekitar 657 naskah yang dikemas dalam 520
peti (literatur lain menuturkan 527 peti) yang dibawanya kembali dari India.

Beliau menyelesaikan 73 naskah (literatur lain menyebutkan 75 naskah) yang


terbagi atas 1,330 bagian, di mana sebagian besar merupakan rujukan utama
dalam Tripitaka Mahayana seperti Prajnaparamita Hrdaya Sutra, naskah
Yogacara, Madhyamaka dan naskah Vasubandhu yakni Trimsika atau dikenal
juga dengan nama Vijnaptimatrasiddhi. Selain itu terdapat juga naskah dari
sejumlah sekte lainnya seperti dari Hinayana, Theravada, Vinaya, Mahasanghika
dan Risalah, termasuk naskah pengetahuan umum dan naskah tata bahasa.

Pokok-pokok Pikirannya
Karya Hsuan-tsang lebih berdasarkan filsafat ajaran Yogacara (Vijnanavada/Wei-
shih cung) yang dikembangkan oleh Asanga dan Vasabhandhu, di mana bersama
dengan muridnya K'uei-chi (632-682) mendirikan sekte Wei-shih (Hanya
Kesadaran/Vijnana) yang tertuang dalam karya Hsuan-tsang , Ch'eng-wei-shih-
lun (Treatise on the Establishment of the Doctrine of Consciousness Only) yang
menjelaskan bagaimana bisa terdapat suatu dunia emperikal yang umum untuk
setiap individu yang memiliki badan dan penyerapan yang berbeda dapat
merupakan pembentuk pikiran bersama terhadap suatu tujuan tertentu. Menurut
Hsuan-tsang, benih karma universal yang tersimpan dalam gudang kesadaran
(alayavijnana) merupakan pembentuk umum dan benih karma tertentu sebagai
pembentuk pembeda masing-masing individu.

Pokok utama ajaran ini mengatakan bahwa seluruh dunia ini terbentuk karena
pikiran. Bentuk-bentuk tampak luar adalah tidak nyata (maya), tidak ada yang
nyata diluar pikiran. Pendapat umum tentang adanya bentuk luar hanyalah
disebabkan konsepsi yang salah dimana dapat dihilangkan dengan proses
meditasi yang menarik kembali semua bentuk luar yang bersifat maya tersebut
(semacam vipassana bhavana). Benih karma merupakan pembentuk
pancaskandha yang terkumpul dalam gudang kesadaran dimana membentuk
pikiran atas keberadaan dunia luar berdasarkan persepsi dan cita. Gudang
kesadaran inilah yang harus disucikan dari dualitas subyek-obyek dan
keberadaan yang maya dengan menempatkannya pada alam kemurnian yang
dapat disamakan dengan kenyataan atau kesamaan yang menunjukkan sifat
dasar dari semua benda sesuai apa yang telah ditentukan (tathata). Alam
kesadaran inilah yang dicapai oleh para Bodhisattva sebagaimana tercermin dari
konsep Trikaya.

Perkembangan ajaran
Pokok pikiran ajaran tersebut sempat populer pada masa kehidupan Hsuan-
tsang dan K'uei-chi , tetapi karena filsafat dan terminologi ajaran tersebut yang
kurang dimengerti dan sulit dicerna secara umum, demikian juga bentuk
pemahaman yang berkaitan dengan analisa pikiran dan perasaan merupakan
suatu hal yang asing bagi tradisi di Tiongkok saat itu, maka dengan
meninggalnya Hsuan-tsang dan K'uei-chi, sekte ini pun akhirnya mengalami
kemerosotan. Pada saat meninggalnya Hsuan-tsang, Raja T'ang mengumumkan
hari berkabung nasional selama tiga hari guna menghormati segala pengorbanan
yang telah dilakukan oleh Hsuan-tsang yang ditunjukkan oleh pengabdiannya
yang tanpa pamrih dalam mengembangkan Buddhisme di Tiongkok.

Tercatat dalam beberapa literatur bahwa pada masa kehidupan Hsuan-tsang,


terdapat seorang biksu Jepang yang bernama Dosho sempat singgah ke
Tiongkok pada tahun 653 dan belajar di bawah bimbingan Hsuan-tsang, di mana
sesudah menyelesaikan pelajarannya, biksu Dosho kembali ke Jepang untuk
mengenalkan doktrin tersebut, dan kemudian menjadi terkenal akan Vihara
Gongo. Selama abad ke-7 dan ke-8, sekte ini dikenal dengan nama Hosso (Fa-
hsiang) dan merupakan sekte yang paling mempengaruhi semua sekte Buddhis
yang ada di Jepang sampai saat ini. Biksu Dosho merupakan biksu pertama di
Jepang yang jasadnya dikremasikan secara Buddhis. Selain di Jepang, ajaran
Hsuan-tsang juga menyebar ke Korea.

Selain melakukan penerjemahan naskah-naskah, Hsuan-tsang juga menulis


cerita perjalanannya ke Barat (India) yang diberi judul Ta-T'ang Hsi-yu-chi
(Catatan Perjalanan ke Barat semasa Dinasti T'ang Agung), merupakan suatu
catatan dari berbagai negara yang dilewatinya sewaktu melakukan perjalanan ke
Barat mengambil kitab suci.
Zhang Heng, Ahli Falak Kuno yang Agung

Seorang ahli ilmu falak kuno dari China, Zhang Heng


pernah membuat analisa asal-usul dan evolusi langit
dan bumi. Ia juga sudah mengamati gejala astronomi
yang konkret.

(Erabaru.or.id) - Di antara deretan ahli ilmu falak Tiongkok kuno di masa


Donghan, salah satu yang cemerlang adalah Zhang Heng (78-139). Beliau
adalah seorang tokoh representasi teori struktur kosmos yang luar biasa. Dia
mengibaratkan langit itu sebagai lapisan kulit telur, dan bumi itu laksana kuning
telur, langit besar, bumi kecil. Langit dan bumi berdiri masing-masing bertopang
pada energi dan mengapung di atas air. Walau dia berpendapat langit
mempunyai kerak luar yang kokoh, namun tidak berarti bahwa kulit keras itu
adalah batas dari alam semesta, jagat raya yang ada di luar kulit keras pada
jarak ruang dan waktu itu tak terbatas.

Dalam sebuah buku karangannya yang berjudul Ling Xian, di awal ceritanya
sudah memaparkan tentang asal-usul serta evolusi langit dan bumi. Dia
berpendapat sebelum langit dan bumi terpisah, keadaannya kacau balau, setelah
berpisah, unsur yang ringan naik dan disebut sebagai langit, yang berat
membeku menjadi bumi. Langit disebut sebagai energi positif (Yang), sedang
bumi disebut energi negatif (Yin), kedua energi saling bereaksi satu sama lain,
menciptakan maujudat (semua yang ada di alam semesta ini), energi yang
timbul dari bumi itu sebagai bintang. Dia menggunakan teori "semakin dekat
dengan langit itu lambat adanya, sebaliknya semakin jauh dari langit itu cepat",
yakni menggunakan istilah perubahan jarak untuk menjelaskan kecepatan dari
rotasi planet itu.

Zhang Heng tidak saja memperhatikan riset teori, tapi menekankan praktik, dia
pernah merancang dan menciptakan sendiri armilari berbentuk corong, serta
seismograf. Armilari ciptaannya itu sama dengan globe langit yang ada sekarang
ini, penemu aslinya: Geng Sou Chang di zaman Xihan (216 M) pada masa dinasti
Han. Tapi dimodifikasi oleh Zhang Heng, digunakan sebagai alat peraga teori
armilari.

Dia menggunakan sistem gear untuk menggabungkan globe langit serta jam air,
air dari ceret jam air tersebut mendorong globe langit dan berputar secara
merata, satu putaran persis sama dengan satu hari. Demikian orang yang
berada dalam rumah dengan melihat globe langit itu dapat mengetahui posisi
bintang tersebut berada. Seismograf yang selesai dibuat pada tahun 132 M,
yang merupakan instrumen pengetesan gempa bumi pertama di dunia.
Seismograf buatannya dan buatan Zhu Ge Liang (tokoh Sam Kok 220-265) yang
terkenal itu (Mu Niu Liu Ma) diakui secara umum belum dapat ditiru atau
dijiplak, melebihi instrumen canggih yang ada pada saat itu.

Zhang Heng melakukan analisa serta pengamatan terhadap gejala-gejala


astronomi yang konkret. Dia berhasil membuat statistik jumlah bintang yang
dapat terlihat di dataran Tiong Guan mencakup 2.500 buah. Secara prinsipil dia
telah menguasai dalil gerhana bulan serta berhasil mengetes sudut diameter
bulan dan matahari adalah 1/736 dari siklus, yakni 29' 24', dengan selisih rata-
rata sudut diameter bulan dan matahari, 31' 59." 26 dan 31' 5." 2, tidak banyak
beda, hasil pengetesan Zhang Heng itu dapat dikatakan sangat akurat. Dia
berpendapat, besarnya matahari pada siang, dan sore hari itu sama; namun
terlihat lebih besar di sore hari, kecil di tengah hari, sesungguhnya itu hanya
reaksi optika saja. Sang pengamat berada di tempat yang gelap di malam hari,
dalam kondisi gelap, benda terang akan terlihat lebih terang dan besar. Sedang
di siang hari, langit dan bumi sama-sama terang, dengan begitu matahari
terlihat kecil. Umpama gumpalan api, di kala malam hari akan tampak lebih
besar, lebih kecil di siang hari.

Menurut catatan buku riwayat sejarah Tiongkok kuno dari dinasti Hou Han (947-
950 M) yang berjudul Hou Han Shu Xu Heng Lie Zhuan, Zhang Heng mewariskan
32 karya tulisnya yang mencakup bidang: ilmiah, filosofi, dan sastra budaya,
dua dari karya tulisnya yang diambil secara keseluruhannya adalah: Ying Xian Fu
serta Si Xian Fu. Kedua prosa deskriptif itu sungguh mencerminkan tingkat alam
pemikiran Zhang Heng. Karya bukunya yang pertama memanivestasikan sikap
keilmuannya, sedangkan yang satunya lagi adalah sebuah karya tulis yang
langka mengenai khayalan manusia berpariwisata ke planet lain. Di dalam buku
Si Xian Fu termaktub dengan jelas yuan-shen (jiwa prima) Zhang Heng yang
berkelana antarplanet setelah meninggalkan tubuh fisiknya, itu sebabnya Zhang
Heng dapat mengetahui bola bumi merupakan tubuh berbentuk bola dan bukan
bidang rata yang tak terbatas. Hal ini pula sebabnya Zhang Heng
mengemukakan teori globe langit yang sesuai dengan struktur jagat raya.
Metode yang dipakai dalam studi kosmosnya berbeda sekali dengan pembuktian
ilmiah [iptek] yang ada pada saat ini. Keberhasilan Zhang Heng yang gemilang
sangat berkaitan erat dengan kepribadian dan sikap keilmuannya.

(Artikel: Sheke, Dajiyuan)

Ciri Khas Ilmu Perbintangan Tiongkok Kuno

Ilmu perbintangan Tiongkok kuno memiliki beberapa ciri khas seperti di bawah
ini:

Susunan almanak telah mendorong seluruh perkembangan ilmu perbintangan


Tiongkok.

Pada zaman Tiongkok kuno, mengeluarkan susunan almanak adalah salah satu
lambang kekuasaan kaisar, maka pergantian dinasti kadang-kadang juga
mengganti nama tahun, mengganti almanak. Sejak dinasti Qin (221-207 SM)
dan dinasti Han (206 SM-220 M), kira-kira sudah lebih dari 100 macam almanak.

Orang dahulu percaya bahwa fenomena alam sebagai petunjuk nasib dan
kekuatan negara, maka mementingkan peredaran matahari dan bulan,
memperhitungkan gerhana matahari dan gerhana bulan, timbul dan
tenggelamnya 5 besar planet (air, emas, api, kayu, tanah ), penentuan panjang-
pendeknya tiap-tiap musim, fenomena bintang selatan dan tengah pada tiap
bulan, pencatatan penentuan baca serta penjelasannya terhadap bermacam-
macam gejala astronomi yang tidak normal, adalah menggunakan susunan
almanak Tiongkok kuno sebagai susunan almanak astronomi. Orang zaman
dahulu juga sangat mempercayai ramalan astrologi, menganggap makmur atau
merosotnya negara dan kondisi nasib orang yang memiliki kekuasaan kaisar,
juga bisa diramal dijelaskan melalui gejala astronomi yang tidak normal,
sehingga ilmu pengetahuan astronomi sering digolongkan sebagai rahasia
negara.

Berdasarkan metode aljabar sebagai metode perhitungan dasar untuk


pengolahan data astronomi, berbeda dengan metode geometri Barat.

Orang dahulu berpendapat, Pan Gu menciptakan langit dan bumi sebagai asal
mula alam semesta (atau disebut langit dan bumi). Dan juga berpendapat bahwa
langit dan bumi semuanya bergerak di lapisan kulit bumi.
Berdasarkan makna tertentu membagi wilayah langit dan memberi nama bintang
tetap, seperti: 28 konstelasi bintang: Chen shing (Merkuri), Tai bai (Venus), Ying
huo (Mars), Xue xing (Yupiter), Shing (Saturnus).

Selain itu, pada zaman Tiongkok kuno juga menggunakan pembagian lingkaran
dengan 365 ? derajat, sedangkan yang dipakai secara umum dunia Barat adalah
sistem lingkaran 360 derajat.

Peralatan astronomi Tiongkok kuno rata-rata dengan sistem koordinat garis


katulistiwa menetapkan posisi bintang tetap, sedangkan dunia Barat dengan
sistem jalan matahari.

Pandangan Tiongkok kuno tentang jumlah bintang tetap di seluruh langit, yang
tepat adalah 1.464 bintang 283 guan dari temuan Cheng Zhuo. Dibagi jadi 3
tetap 28 xiu dan 31 wilayah di Barat ditetapkan sebanyak 1.022 bintang dari
penemuan Ptolemy. Tradisi kalender kuno adalah gabungan dari Yin-Yang, telah
medirikan 24 musim udara, berhubungan erat dengan pertanian.

Pandangan ilmu filsafat astrologi Tiongkok berdasarkan Yin-Yang , 5 elemen,


reaksi langit dan manusia sebagi dasar.

Astronom Tiongkok kuno menekankan realitasnya, dengan tekun mengamati dan


menguji catatan secara terperinci, terlebih lagi sangat menaruh perhatian
terhadap munculnya gejala astronomis yang tidak biasa. Catatan tentang
fenomena alam Tiongkok kuno merupakan yang paling padat dan paling
sistematis di dunia pada waktu itu.

(Sumber: Dajiyuan)
Mengenal Lao Tzu dan Ajarannya

"Perjalanan seribu Li dimulai dari satu langkah kecil. "


( Tao Te Cing, Bab 64,5).

Ungkapan di atas dikutip dari kitab Tao Te Ching karya


Lao Tzu atau Lao Zi. Ungkapan yang sangat sederhana
tetapi menjadi sangat terkenal dan sering dijadikan
pendorong semangat dalam setiap usaha atau
kegiatan pada kehidupan manusia saat ini.

(Erabaru.or.id) - Lao Tzu hidup pada rentang masa 604-531 SM. Ia dilahirkan
di negara Ch'u yang terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan Provinsi
Hunan. Ia bernama asli Li Erh dengan gelar Dewata, Lau C'un, Th'ai Shang Lau
C'un, atau Th'ai Shang Hsuan Yuan Huang Ti. Nama keluarganya Li, dan nama
panggilannya Erh. Nama Lao Tzu secara hurufiah mengandung pengertian 'empu
tua.' Menurut sejarawan Tiongkok, Suma Xian (Shu Xian) yang menulis sekitar
tahun 100 SM, Lao Tzu berasal dari desa Ch'u-jen, Provinsi Hunan, dan hidup
sekitar abad ke-6 SM, di Ibukota Loyang negara Ch'u. Lao Tzu hidup pada era
Ciu dan hampir satu era dengan Confucius dan Buddha Gautama. Pada masa
pemerintahan Dinasti Chou (1111-255 SM), Lao Tzu sempat diangkat sebagai
seorang ahli perpustakaan (Shih). Sebagai seorang ahli perpustakaan, ia juga
dikenal sebagai seorang yang ahli dalam bidang perbintangan dan peramalan,
yang juga menguasai berbagai kitab kuno.

Sedikit sekali catatan yang dapat ditemukan mengenai kehidupan Lao Tzu. Karya
besarnya adalah sebuah kitab yang memakai namanya sebagai judul, yakni Lao
Tzu yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Tao Te Ching (kitab klasik
mengenai jalan dan daya). Kitab ini dipandang sebagai karya kefilsafatan
pertama dalam sejarah China. Dalam berbagai perubahan kebudayaan di China,
Lao Tzu tidak pernah hilang. Bagi para Confucianis, Lao Tzu dipandang sebagai
seorang filsuf yang agung, dan bagi kebanyakan orang, ia adalah seorang dewa
atau orang suci. Sedangkan bagi para Taois, ia merupakan pancaran dari Tao
dan sesuatu yang merupakan keilahian agung mereka.

Legenda Kehidupannya
Banyak sekali versi yang mengisahkan tentang kelahiran Lao Tzu, salah satunya
dipengaruhi oleh cerita tentang kelahiran Sang Buddha. Dikisahkan bahwa
ibunda Lao Tzu mengandung selama 72 tahun, dan ia dilahirkan melalui ketiak
kirinya. Menurut legenda ini, ia telah berulang kali turun dari langit dalam
berbagai wujud manusia sepanjang sejarah untuk menurunkan ajaran Taoisme
kepada para kepala negara. Legenda lainnya dari keluarga Li mengisahkan,
bahwa bayi tersebut terlahir bersinar di bawah kaki pohon plum ('Li') sehingga
diputuskan bahwa 'Li' adalah nama keluarganya. Legenda ini berkembang dari
cerita perjalanan Lao Tzu ke Barat (India). Bahkan legenda ini mempercayai
bahwa Sang Buddha merupakan perwujudan Lao Tzu juga.

Suma Xian melakukan penelitian mendalam dengan menemui beberapa orang


yang pernah bertemu Lao Tzu, seperti Lau-Lai-Tzu, seorang Taois pengikut
Confucius dan seorang ahli perbintangan bernama Tan. Hasilnya adalah bahwa
kemungkinan Lao Tzu telah hidup 150 tahun, malahan ada yang mengatakan
lebih dari 200 tahun. Perlu diketahui bahwa menurut kepercayaan kuno, seorang
Guru Agung dapat hidup kekal. Kepercayaan ini kemungkinan lebih berkembang
pada tradisi sebelum Chuang Zi, seorang Guru Agung Taois yang hidup sekitar
abad ke-4, karena dalam karya-karya Chuang Zi, walaupun ia menyinggung hal-
hal yang berkaitan dengan kematian tetapi tanpa diberikan penekanan khusus
terhadap bentuk kekekalan. Oleh karena itu menurut Suma Xian, Lao Tzu
kemungkinan seorang pertapa yang tak meninggalkan jejak kehidupannya.
Sebab pada kenyataannya dalam sepanjang sejarah China, selalu tercatat
adanya para pertapa yang meninggalkan kehidupan duniawi.

"Tao Te Ching"
Ajaran Lao Tzu, lebih dikenal dengan sebutan Taoisme, yakni suatu paham
spiritual yang lahir di Tiongkok dan telah mengalami berbagai perkembangan
selama ribuan tahun. Taoisme dikembangkan oleh Lao Tzu dengan kitab
utamanya yang disebut Tao Te Ching yakni kitab tentang Jalan Kebenaran. Kitab
ini merupakan suatu buku spiritual singkat yang sangat rumit dan hanya terdiri
dari 5.250 huruf. Penulisan Tao Te Ching sendiri menurut kisahnya berawal
ketika pada usia tuanya Lao Tzu meninggalkan negara Chu dan hendak hidup
bertapa. Dalam perjalanannya, ia dihentikan di pintu gerbang Hsien Ku oleh
seorang penjaga yang bernama Yin Hsi, di perbatasan negara Chin. Yin Hsi
mengenali Lao Tzu sebagai seorang Yang Suci, lalu ia memintanya untuk
menuliskan kebijaksanaannya dalam suatu kitab. Lao Tzu menyanggupi dan
selang tiga hari kemudian, ia berhasil menyelesaikannya.

Setelah menyelesaikan bukunya, menurut kisahnya Lao Tzu dengan


menunggang seekor kerbau dan bernyanyi, ia meninggalkan kehidupan duniawi
menuju ke arah Barat (India/ pegunungan Himalaya). Sejak saat itulah tidak
pernah terdengar kabar lagi mengenai dirinya. Sedangkan Yin Hsi sendiri setelah
membaca kitab tersebut, lalu menjalani kehidupan pertapaan dan mencapai
dunia dewata sebagai seorang dewa. Menurut catatan sejarah dari Suma Xian,
Yin Hsi juga menulis sebuah buku yang berkaitan dengan metode meditasi Taois,
dengan judul Kuan Yin Zi. Sesudah itu ia pun ikut merantau ke Barat
(India/pegunungan Himalaya) dan kemudian tidak terdengar kabar beritanya
lagi.

Ide ajaran dalam Tao Te Ching yang terkenal adalah mengenai wuwei (tanpa
upaya disengaja). Wuwei mengandung pengertian membiarkan segala hal terjadi
sesuai dengan apa adanya, alami, dan bukan dibuat-buat atau direncanakan.
Doktrin 'wuwei' merupakan suatu bentuk pengolahan diri untuk mencapai
kesunyian diri sejati, dan penyucian pikiran.

Konsep pemikiran maupun pandangan-pandangan Lao Tzu erat kaitannya


tentang dunia dan alam semesta serta hubungannya dengan kehidupan
manusia, pemerintahan, dan Yang Mahaesa (Tao). Tao terkesan tidak logis, dan
memang Tao melampaui batas-batas logika. Sehingga untuk dapat memahami
dan mengerti secara mendalam ajaran Lao Tzu yang sulit ini diperlukan usaha
yang tekun dan perenungan yang mendalam secara intuisi. Kebanyakan orang
mengidentikkan Taoisme sebagai sesuatu yang bersifat gaib dan mistik. Hal ini
disebabkan pada zaman Hao Han, terdapat seorang pengikut Taoisme bernama
Zhang Tao Ling yang bergelar Zhang Thien She menyebarkan ajaran Lao Tzu
dengan menambahkan ilmu gaib dan mempraktikkan mistik.

Skeptisme Cendekiawan

Keberadaan legenda Lao Tzu sempat dipertanyakan oleh para cendekiawan,


dengan alasan Tao Te Cing tidak mungkin ditulis oleh satu orang saja. Beberapa
cendekiawan mengatakan bahwa Tao Te Cing kemungkinan berasal dari era
Confucius, dan beberapa lainnya mengatakan kitab tersebut berasal dari sekitar
abad ke-3 SM. Kesimpangsiuran ini menyebabkan beberapa cendekiawan yang
menyatakan bahwa pengarang Tao Te Cing dilakukan oleh Tan, seorang ahli
perbintangan.

Sementara berdasarkan biografi Suma Xian dari penelusuran garis keturunan


Sang Guru Agung tersebut, berhasil mengaitkan kehidupan Lau Tan pada sekitar
abad ke-4 SM. Akan tetapi hasil penelusuran garis keturunan tersebut tentunya
agak sulit dipertimbangkan dari sudut sejarah. Ini hanya dapat membuktikan
bahwa pada masa kehidupan Suma Xian, terdapat keluarga bermarga Li yang
mengakui sebagai keturunan dari Guru Agung Lao Tzu. Hal ini tidak meletakkan
suatu dasar yang kuat untuk memastikan keberadaan Lao Tzu.
Keraguan lain mengatakan bahwa nama Lao Tzu sendiri ada kemungkinan untuk
menunjukkan gelar kehormatan terhadap Guru Agung Tao daripada nama
pribadi seseorang. Dalam biografi Shih Chi dan sebagaimana sempat disinggung
juga secara sekilas dalam beberapa kitab kuno lainnya, bahwa terdapat banyak
riwayat para Guru Agung yang ditulis mulai dari abad ke-2 SM. Hal ini cukup
menarik perhatian apabila dikaitkan dengan sejarah pembentukan Taoisme
Agama (Tao Chiao). Selama Dinasti Han, Lao Tzu dianggap sebagai suatu figur
mistik yang disembah oleh rakyat bahkan oleh raja sendiri. Perkembangan
berikutnya, ia diangkat sebagai Lau Agung (Lau C'un), penjaga dan pewarta
kitab kuno dan sang penyelamat umat manusia.

Namun demikian lepas dari berbagai kontroversi yang ada, patutlah disimak
penghormatan Confusius pada Lao Tzu, seperti yang ditulis oleh Suma Xian,
bagaimana Lao Tzu pada suatu hari bertemu dengan Confucius, yang dikritiknya
sebagai seorang budiman yang menimbun kebajikan begitu rapat, seolah-olah
kosong adanya. Sesudah pertemuan, Confucius berkata kepada murid-muridnya,
"Saya tahu bagaimana burung terbang, bagaimana ikan berenang, bagaimana
binatang darat berlari. Tetapi yang berlari, tetap saja bisa terperangkap, yang
berenang bisa terjala, yang terbang bisa terpanah. Namun siapa yang tahu
bagaimana seekor naga mengendarai angin melalui awan menuju surga? Hari ini
saya bertemu Lao Tzu dan hanya dapat membandingkannya dengan seekor
naga."

(Rachmat, dari berbagai sumber)

Konghucu, Sang Guru Teladan


Paham kebajikan yang diajarkan oleh Konghucu
berpengaruh sangat mendalam pada kehidupan
masyarakat China. Tradisi Kongfusianisme bahkan
cukup berpengaruh di kawasan negara-negara Asia.

(Erabaru.or.id) - Sering orang bertanya apakah konfusianisme itu? Istilah ini


dipakai untuk menyebut falsafah Kong Zi atau Konghucu, yang artinya guru atau
Master Kung. Orang Barat melatinkannya menjadi Konfusius, dialah pendiri
mazhab Ju (konfusianisme). Konfusius hidup pada masa Dinasti Zhou saat
kondisi kerajaan sudah berantakan. Dalam situasi kacau, rakyat menderita
mendambakan ketenteraman dan kedamaian. Ajaran Konfusius memenuhi
harapan itu dan perlahan-lahan meningkat menjadi falsafah dasar hidup orang
China. Bahkan pengaruhnya melebar dan meresap ke dalam kebudayaan
masyarakat di Asia seperti Jepang, Korea, Vietnam, termasuk Indonesia.

Sekilas Kehidupannya
Konghucu dilahirkan 551 SM, pada masa pemerintahan Raja Ling dari Dinasti
Zhou di Desa Chang Ping negara bagian Lu (sekarang Chu-fu, Provinsi
Shandong). Kelahirannya ditandai dengan penampakan qilin, binatang sejenis
kuda yang bertanduk. Leluhurnya merupakan anggota wangsa bangsawan
penguasa negara Sung yang termasuk dalam wangsa raja-raja Shang, yakni
dinasti yang berkuasa sebelum berkuasanya Dinasti Zhou. Akibat kekacauan
politik menyebabkan orang tuanya kehilangan kebangsawanannya dan pindah ke
negara Lu, hingga ia dilahirkan. Nama keluarganya adalah K'ung dan nama
kecilnya adalah Khung Chiu atau Zhong Ni. Ketika berumur tiga tahun, ayahnya
meninggal dunia, ia dibesarkan ibunya dalam keadaan melarat.

Sejak masa kecil anak itu telah memperlihatkan kebijaksanaan yang luar biasa
dalam pergaulan sehari-hari. Pada usia 17 tahun ibunya meninggal. Menginjak
usia 19 tahun, ia menikahi gadis dari negara bagian Song bernama Yuan Guan.
Setahun kemudian ia mempunyai anak yang diberi nama Khung Li.
Kehidupannya berubah setelah ia berhasil menjadi pegawai pemerintahan di
negara Lu yang dijalaninya sejak usia 35 hingga 60 tahun.

Namun akibat adanya konspirasi politik mengharuskannya meletakkan jabatan


dan hidup dalam pembuangan. Hampir selama 13 tahun ia hidup mengembara
ke setiap wilayah, dengan satu harapan dan cita-cita untuk dapat melakukan
perombakan di bidang politik dan kemasyarakatan, sampai-sampai ia mendapat
julukan "raja tanpa takhta".Akhirnya ia memutuskan untuk menjadi seorang
guru keliling, berjalan kaki mengajar kebaikan kepada semua orang yang sudi
menerima buah pikirannya. Karena profesi inilah, ia sampai sekarang dihormati
sebagai "guru teladan sepuluh ribu generasi."
Kegagalan mewujudkan impiannya, mengantarkannya kembali ke tanah
kelahiran untuk mengajar dan mengabadikan karya-karya tradisi klasik. Ia
menuliskan satu-satunya kitab yang disusunnya sendiri, yakni Kitab Rangkaian
Ch'un Ch'iu (Spring and Autums Annals). Kitab tersebut mencatat berbagai
kejadian dalam sejarah Tiongkok pada era Ch'un Ch'iu hingga ia wafat pada 479
SM, bulan ke-4 tahun ke-16 dalam masa pemerintahan bangsawan Ai, atau
sekitar permulaan abad ke-5 SM.

Bunga Rampai Ajaran Konghucu


Selama dua ribu lima ratus tahun, ajaran Konghucu menjadi tata susila (ethics),
dasar pendidikan, dasar tradisi sosial rakyat Chungkuo (Negara Tengah), yaitu
nama yang diberikan orang China kepada kerajaan mereka. Gagasan-
gagasannya dapat diketahui dalam Lun Yu (Bunga Rampai Ajaran Konfusius),
yakni kumpulan ucapan-ucapannya yang dihimpun oleh sejumlah cantriknya.

Menurut Konghucu, alam semesta berjalan atas peraturan tertentu. Agar


kehidupan manusia selaras dengan alam semesta, maka memerlukan tata tertib.
Tata tertib itu berdasar pada "pembenaran nama." Segala sesuatu di dunia ini
punya nama. Di dalam nama terkandung fungsinya. Begitu pula di dalam
masyarakat, setiap orang punya nama. Di dalamnya terkandung tanggung jawab
dan kewajiban masing-masing. Jika setiap orang membenarkan dan tidak
memalsukan namanya, pergaulan sosial akan berjalan baik.
Seperti yang dikatakan Konghucu dalam Bunga Rampai, "hendaknya seorang
penguasa bersikap sebagai penguasa, seorang ayah menjadi seorang ayah,
seorang anak lelaki menjadi seorang anak lelaki, seorang menteri menjadi
seorang menteri." Selain pembenaran nama, konfusius menyatakan bahwa
dalam pergaulan tindakan seseorang selalu berhubungan dengan orang lain.
Hubungan ini dapat dikelompokkan menjadi lima pertalian pokok, yaitu antara
ayah dan anak, saudara dan saudara, suami dan istri, sahabat dan sahabat,
serta yang berkuasa dan yang dikuasai.

Berhubungan dengan hal tersebut, setiap pihak berkelakuan sesuai dengan


kedudukannya. Ayah mencintai anak, anak menghormati. Kakak berbaik hati,
adik menjunjung. Suami tulus, istri patuh. Sahabat lebih tua peka, sahabat
muda hormat. Yang berkuasa murah hati, yang dikuasai setia. Tiga dari lima
pertalian itu merupakan hubungan keluarga, memang keluarga dapat dianggap
sebagai dasar masyarakat. Dalam lembaga sosial inilah, manusia dididik, diajar
kebajikan, dan dibentuk tabiatnya. Kalau manusia dibesarkan secara tepat maka
dunia akan damai. Konghucu berkata, "Jika ada kebenaran di hati, ada
keindahan di watak. Jika ada keindahan di watak, ada harmoni di rumah. Jika
ada harmoni di rumah, ada tata tertib di negara. Jika ada tata tertib di negara,
ada damai di dunia." Perlu ditambahkan bahwa dalam keluarga kewajiban anak
terhadap orang tua sangat dititikberatkan. Anak harus taat atau berbakti kepada
orang tua.

Lima Kebajikan
Ada lima kebajikan yang diutarakan Konghucu yang kesemuanya bertujuan
sosial. Yang pertama dan paling luhur ialah jen, artinya perikemanusiaan, murah
hati, kecintaan. Jen merupakan perwujudan akal budi luhur dari seseorang.
Dalam hubungan antarmanusia, jen diwujudkan dalam cung, atau sikap
menghormati terhadap seseorang (tertentu) ataupun orang lain (pada
umumnya), dan shu, atau sikap mementingkan orang lain (altruisme).

Seperti ucapan Konfusius, "Janganlah engkau lakukan kepada orang lain apa
yang tidak ingin engkau lakukan terhadap dirimu sendiri." Kata jen tidak hanya
untuk menyebut satu jenis kebajikan tertentu, melainkan juga untuk menyebut
segenap kebajikan secara keseluruhan, sehingga istilah 'manusia jen' menjadi
searti dengan manusia serba bajik. Dalam hubungan demikian, jen dapat
diterjemahkan sebagai 'kebajikan sempurna.'

Kebajikan yang kedua disebut yi, keadilan atau kebenaran. Yi berarti keadaan
"yang seharusnya" terjadi. Ini merupakan amar tanpa syarat (categorical
imperative). Setiap orang memperlakukan sesama manusia sesuai dengan
kesusilaan dan bukan karena pertimbangan lain, "jangan perlakukan orang lain
dengan cara yang kita sendiri tidak ingin diperlakukan seperti itu walaupun cara
itu digunakan terhadap kita". Inilah tindakan yi.

Yang ketiga ialah li, yakni tindakan yang pantas, sopan santun, sesuai dengan
keadaan. Konfusius menyelaraskan kelakuan lahir dengan keluhuran batin. Biar
haus sekali, tidak pantas minum langsung dari teko, itu wu li (tidak ada li). Wu li
juga kelakuan yang mengakibatkan rasa kurang enak bagi orang lain.
Diceritakan bahwa kalau di kalangan orang dusun, Konghucu itu sederhana dan
ikhlas, kalau di keraton kata-katanya teliti dan diucapkan dengan penuh
perhatian. Tindakan lahir harus dilakukan dalam harmoni dan keseimbangan.
Seorang luhur, mengetahui istilah-istilah yang patut dipakai dan tingkah lakunya
sesuai dengan maknanya.
Kebajikan keempat disebut zhi, "kebijaksanaan". Pengetahuan diperoleh dengan
mempelajari fakta-fakta luar, tetapi kebijaksanaan berkembang dari pengalaman
batin. Dalam hidup, aspek yang kedua lebih bermutu. Kebajikan kelima ialah
hsin, yang mengandung pengertian 'percaya terhadap orang lain'. Seperti yang
dikatakan Konghucu, "Dalam pergaulan terlebih dahulu saya mendengarkan apa
yang dilakukan orang dan mempercayai kelakuannya, sesudah itu baru saya
dengar lagi perkataannya dan mengamati kelakuannya."

Konghucu yakin bahwa keluhuran hati serta kebajikan dapat diperoleh karena ia
percaya manusia dapat dididik. Ia mengajarkan bahwa Tao, yakni 'jalan' sebagai
prinsip utama dari kenyataan, merupakan "jalan manusia." Artinya bahwa
manusia sendirilah yang dapat menjadikan Tao luhur dan mulia, kalau ia hidup
dengan baik. Bagi Konghucu keutamaan merupakan jalan yang dibutuhkan.
Kebaikan hidup dapat dicapai melalui perikemanusiaan (jen), yang merupakan
model untuk semua orang. Secara hakiki semua orang sama walaupun tindakan
mereka berbeda.

(Rachmat, dari berbagai sumber)

Penerangan Agung Sang Buddha


Riwayat perjalanan Sang Buddha Siddhatta Gotama
mencapai penerangan agung penuh liku. Ia dengan
penuh cinta, belas kasih, ketekunan dan tidak kenal
lelah mengajarkan Dhamma (kebenaran) kepada para
pengikutnya selama empat puluh lima tahun. Hanya
satu tujuan yang hendak dicapai, yakni supaya mereka
yang mau melatih diri dalam Dhamma dapat terbebas
dari penderitaan dan akan memperoleh kebahagiaan
Nibbana --terbebas dari reinkarnasi.

Perjalanan Pencerahan
Pangeran Siddhatta dikenal juga sebagai Buddha Gotama. Ia putra tunggal dari
pasangan Raja Suddhodana dan Ratu Maya, yang berkuasa di kerajaan Sakya.
Saat dalam kandungan sang ibu, ia terlihat dalam posisi duduk bermeditasi
dengan muka menghadap ke depan. Tepat saat purnama sidi di bulan Vaisak
tahun 623 SM, ia dilahirkan dalam keadaan bersih, tiada darah, ataupun noda
yang melekat di tubuhnya. Sang bayi lalu berdiri tegak dan berjalan tujuh
langkah di atas tujuh kuntum bunga teratai ke arah utara. Saat kelahiran empat
Mahabrahma menerima sang bayi dengan jala emas, dari langit turun air dingin
dan panas untuk memandikan bayi sehingga segar.

Kelahiran Siddhatta membahana ke seluruh penjuru, dewa dari alam Tavatimsa


memberitahu seorang pertapa bernama Asita (Kaladevala) saat bermeditasi di
pegunungan Himalaya. Menurut Asita kelak sang pangeran akan meninggalkan
kehidupan istana dan bertapa menjadi Buddha, apabila melihat empat peristiwa,
yakni orang tua, orang sakit, orang mati, dan pertapa suci. Ia memberi hormat
kepada sang bayi setelah melihat adanya 32 tanda dari seorang Mahapurisa
(orang besar). Bahkan para Brahmana pun meramalkan bahwa sang bayi kelak
akan menjadi seorang Cakkavati (raja dari semua raja) atau menjadi sang
Buddha. Bayi tersebut diberi nama Siddhatta yang berarti "tercapailah segala
cita-citanya."

Baru sekitar tujuh hari dilahirkan, ibunya meninggal dunia. Semenjak ditinggal
ibunya ia dirawat oleh Putri Pajapati (adik Ratu Maya) yang dinikahi ayahnya. Ia
tumbuh dalam keluarga penuh kasih. Oleh karena itu sejak kanak-kanak ia
dikenal sebagai seorang yang welas asih terhadap sesamanya. Di samping itu ia
juga mempunyai kelebihan dan kecerdasan yang luar biasa. "Keganjilan" yang
ditunjukkan Siddhatta sejak kecil telah terlihat misalnya sewaktu diadakan
perayaan membajak. Saat perayaan sedang berlangsung, ia bermeditasi dengan
duduk bersila dipayungi bayangan pohon jambu. Anehnya bayangan pohon
jambu tidak mengikuti jalannya matahari, namun tetap menaunginya.

Pada usia 16 tahun ia menikah dengan Yasodhara, anak pamannya yang


bernama Raja Suppabuddha dari Devadaha. Kehidupan berkeluarga dijalaninya
sebagai calon seorang Raja Sakya. Namun demikian ia tidak bahagia hidup
terkekang dalam istana seperti seorang tawanan. Keinginan untuk mengetahui
dunia luar sedemikian kuat, bahkan ayahnya pun tidak sanggup
menghentikannya. Ramalan sang pertapa Asita terbukti. Ia melihat empat
peristiwa yang membawanya pada pencarian jawaban untuk mengakhiri
penderitaan, kesedihan, ketidakbahagiaan, usia tua dan kematian. Sebab itu ia
meninggalkan istana mengawali perjalanannya mencari penerangan agung saat
usia 29 tahun.

Selama 6 tahun dia bertapa mencapai tingkatan Buddha pada usia 35 tahun.
Buddha menghabiskan sisa ketidakkekalan tubuhnya selama lebih 45 tahun
membabarkan dharmanya, ajaran luhurnya sebagai obat yang akan dapat
membebaskan penderitaan manusia dari penderitaan dan mengantarnya ke
pantai pembebasan. Suatu masa yang cukup panjang, sang Buddha
membabarkan ajarannya hingga parinirvana-nya (wafat) di usia 80 tahun di
Kusinara.

Penerangan Buddha

Salah satu ajaran Buddha adalah "janganlah berbuat jahat, tambahlah


kebajikan, sucikan hati dan pikiran, inilah ajaran para Buddha" (Dhammapada
183). Makna yang terkandung di dalamnya bahwa Buddha mengajarkan agar
manusia menghentikan perbuatan jahat, melakukan perbuatan baik, dan
menyucikan pikiran. Manusia harus berlatih untuk mengurangi segala perbuatan
yang tidak bernilai dan meningkatkan segala perbuatan yang bermanfaat.

Di dalam diri manusia terkandung dimensi religius atau spiritualitas yang di


dalam Buddha Dharma dikenal sebagai Bohicitta (kesadaran Buddha). Sebagai
makhluk yang memiliki Bodhicitta dan dikenal sebagai Bodhisattva maka dalam
diri manusia juga mengandung sifat-sifat luhur lainnya seperti maitri (cinta
kasih), karuna (kasih sayang), mudita (simpati), dan upeksha (batin seimbang).
Sifat luhur manusia tersebut merupakan kemampuan sebagai manusia untuk
mencapai kesempurnaan, yang juga berarti berjuang mengatasi segenap
kekotoran batin. Kekotoran batin adalah menyedihkan. Sifat-sifat kekotoran
batin inilah yang menyebabkan timbulnya penderitaan (dukha).

Mereka yang telah sadar atau yang disebut Buddha itu adalah mereka yang telah
dapat mengatasi kekotoran batinnya, terbebas dari lobha (keserakahan), dosa
(kebencian), dan moha (kebodohan). Hendaknya manusia tidak terjebak dalam
keterikatan arus kehidupan duniawi, namun sebaliknya terus ingat dan waspada
agar dimensi keluhuran atau transenden dalam diri kita tidak tercemari dan
terbenam dalam lumpur ketidaksadaran dan kesemuan hidup duniawi.

EmpatKebenaranMulia
Empat Kesunyataan (Kebenaran) Mulia, merupakan inti dan bagian terbesar dari
isi khotbah pertama Sang Buddha, kepada lima pertapa, yakni Kondana, Vappa,
Bhaddiya, Mahanama, dan Assaji. Khotbah pertama ini dikenal sebagai
Dhammacakkapavatthana Sutta, yang membabarkan mengenai Empat
Kebenaran Mulia, yakni; Dukkha Ariyasacca, Dukkhasamudaya Ariyasacca,
Dukkhanirodha Ariyasacca, Dukkhanirodha Gamini Patipada Ariyasacca. Dukkha
Ariyasacca merupakan Kesunyataan Mulia tentang Dukkha. Dukkha yang
dimaksud adalah; kelahiran, usia tua dan kematian, berkumpul dengan yang
tidak disenangi, berpisah dengan yang dicintai, tidak memperoleh apa yang
diinginkan. Ringkasnya jasmani dan rohani, lima kemelekatan merupakan
dukkha. Dukkhasamudaya Ariyasacca adalah Kesunyataan Mulia tentang sebab-
musabab dukkha. Sebab-musabab dukkha adalah nafsu keinginan yang
menyebabkan kelahiran kembali, disertai dengan hawa nafsu yang menemukan
kesenangan disana-sini.

Dukkhanirodha Ariyasacca berarti Kesunyataan Mulia tentang lenyapnya dukkha,


disebut Nirvana (Nibbana), yakni terhentinya semua hawa nafsu tanpa sisa,
terlepas, bebas, terpisah sama sekali dari keinginan tersebut. Dukkhanirodha
Gamini Patipada Ariyasacca merupakan Kesunyataan Mulia mengenai cara
melenyapkan dukkha. Kebenaran Mulia ini merupakan jalan mulia berunsur
delapan, yakni; pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan
benar, mata pencaharian benar, usaha benar, perhatian benar, dan meditasi
benar.

Manusia Buddha
Setiap orang berjalan menuju Nirvana, dan terbangun kesadarannya untuk
menjadi Buddha. Setiap orang hendaknya mengenali kembali bahwa Buddha
hidup di hati manusia. Apabila Buddha tetap hidup di hati, maka tubuh dan
kehidupan pun akan menyerupai Buddha. Dalam Buddha Mahayana mengenal
ajaran mengenai Trikaya atau tiga tubuh Buddha, Dharmakaya (sumber
kebuddhaan), Nirmanakaya (penampakan Buddha dalam bentuk fisik), dan
Sambgohakaya (arus religiusitas dalam diri dan kehidupan manusia).
Nirmanakaya merupakan aspek penampakan fisik Buddha seperti yang terwujud
dalam diri manusia. Kehidupan Siddhata Gotama merupakan perwujudan fisik
yang mencerminkan kebuddhaan. Buddha tampak dalam wujud manusia. Karena
itu, kelahiran kita sekarang ini bukanlah sesuatu yang sia-sia atau harus
dihabiskan percuma begitu saja tanpa mengembangkan sifat kebuddhaan yang
terdapat dalam diri kita.

Mengembangkan sifat kebuddhaan itu berarti menampakkannya dalam wujud


nyata, dalam kehidupan keseharian. Mereka yang bergerak membebaskan
dirinya dari keserakahan pastilah hidupnya akan damai, puas dan bahagia
dengan apa yang ada. Mereka yang bergerak membebaskan dirinya dari
kebencian pastilah hidupnya akan selalu tenang, tidak takut terhadap ancaman
apa pun juga, diterima dan dapat menerima sesamanya dalam kebersamaan
maupun kerukunan. Mereka yang bergerak membebaskan dirinya dari
kebodohan batin pastilah wajahnya akan cerah, bersinar batinnya, telah
tercerahkan tiada lagi kekeliruan.

Dalam pengalaman pencerahan dan pembebasan itu terlihat bahwa pada


hakikatnya semua manusia adalah sama, sama-sama mengandung benih
keluhuran. Epistemologi pencerahan Buddha memandang keberadaan manusia
mengandung nilai mutlak dalam keluhuran martabatnya. Sedangkan
pembebasan yang berhasil diwujudkannya mengisyaratkan bahwa manusia
secara etis wajib untuk memperlakukan dan menghormati sesamanya dengan
segala potensi moral dan spiritualnya.

(Rachmat, dari berbagai sumber)

Yesus, Sang Juru Selamat


Seperti apakah Yesus Kristus yang diagungkan oleh para
pengikutnya, sampai ketokohannya beberapa kali
difilmkan, terakhir aktor Mel Gibson mengisahkan
kematian Yesus dalam film berjudul The Passion of the
Chris yang diprotes kaum agamawan Yahudi? Yesus
dilahirkan pada 2000 tahun yang lalu, pada suatu malam,
di kota Yerusalem, Palestina, tepat di sebelah selatan
kurang lebih 10 km dari sebuah tempat yang bernama
Bethlehem. Waktu itu Yerusalem adalah tanah milik
bangsawan Yahudi kekaisaran Romawi, dan kebetulan
sedang mengadakan inpeksi ke seluruh negeri.

Ibunda Yesus, Maria yang sedang mengandung 6 bulan, mau tidak mau harus
menempuh sejauh ratusan kilometer mengikuti sang suami hingga tiba di
Bethlehem. Namun, tempat penginapan semua telah penuh, tiada tempat untuk
bernaung, dan dengan terpaksa Maria melahirkan Yesus di sebuah kandang
kuda. Pada saat itu, para kaki tangan kerajaan Roma di Yerusalem melaporkan
kepada raja tua Yahudi bahwa raja baru Yahudi telah lahir ke dunia. Sang raja
merasakan kekuasaannya mendapat ancaman, oleh karena itu segera
memerintahkan untuk membunuh semua anak yang berusia di bawah 2 tahun.
Sebuah sifat seorang raja lalim, curiga berlebihan dan berpikiran sempit. Orang
tua Yesus yang mendengar kabar itu, dengan tergesa-gesa melarikan diri ke
sebuah bukit di bagian utara dan bersembunyi.

Kira-kira saat hampir berusia 30 tahun, Yesus muncul di tengah-tengah


masyarakat menyampaikan pandangan spiritualnya, membimbing semua orang
tentang bagaimana melepaskan diri dari penderitaan, bagaimana
memperlakukan orang lain dengan baik, bagaimana agar supaya jiwa terbebas
dari kemerosotan, dan bagaimana akhirnya memperoleh kebahagiaan abadi
yang sesungguhnya. Menurut firman Yesus, bahwa pemikirannya bukan hasil
ciptaannya sendiri, melainkan berasal dari sebuah kehidupan yang lebih tinggi.
Orang-orang dibuatnya takjub dan benar-benar mendengar bimbingannya serta
menyesali diri. Banyak yang terbebas dari penyakit dan derita, membuat kusta
bisa sembuh, membuat orang pincang bisa jalan, yang bongkok bisa meluruskan
pinggangnya, orang buta dapat melihat cahaya terang dan lain-lain. Ini mungkin
sebuah kemampuan supernormal yang sedang menjadi pembicaraan saat ini.

Demikianlah, kian hari pengikutnya semakin banyak. Meski demikian, Yesus


malahan mendapat kecaman dari orang-orang di kampung halamannya sendiri,
yang mengatakan bahwa ia adalah seorang penipu. Kecaman terus
menimpanya, seperti yang digambarkan pada sebuah film, bahwa para tetangga
mengelilingi Yesus sambil berteriak nyaring: "Bukankah ini anak si tukang kayu
itu? Katanya Anda dapat menyembuhkan penyakit, jika Anda dapat
menyembuhkan si buta ini, kami akan percaya padamu," sembari berkata
demikian, lantas mendorong seorang kakek buta ke depan Yesus. Yesus diam
tidak menyatakan apa pun. Semua orang tertawa sambil mencemooh, "Ternyata
ia adalah seorang penipu." Kemudian orang-orang membubarkan diri yang
tinggal hanya Yesus dan sang kakek buta. Saat itulah, Yesus menjulurkan
tangannya, seketika kakek tua lantas dapat melihat Yesus. Ternyata
"kemampuan" ini bukan untuk diperlihatkan pada orang. Kakek tua tersebut
kemudian terus menyertai Yesus sebagai saksi hidup untuknya. Orang yang
mengikutinya tidak saja penyakitnya mendapatkan kesembuhan, namun juga
sanubarinya terselamatkan. Jika tidak dan jika bukan mengalaminya sendiri,
mendengarnya sendiri, mengapa semua orang rela meninggalkan keluarga dan
mencampakkan hartanya, tidak takut sengsara mengikutinya, dan merasa
berbahagia karenanya?

Sang raja Yahudi tentu saja menjadi gelisah, demikian pula para pendeta agama
(orang yang mengepalai urusan keagamaan). Katanya: "Oh, semuanya telah
mempercayai Yesus itu, lalu bagaimana dengan kita ini? Siapa lagi yang
mempercayai kita? Dan ini bagaimana menanganinya kelak? Tidak, tidak boleh
membiarkan lagi kata-kata sesat dan tipuannya menyesatkan masyarakat. Pergi,
periksa seluk beluk tentang Yesus itu!" Raja tua Yahudi yang memerintahkan
untuk membunuh anak kecil telah meninggal, namun tampaknya raja kecil
Yahudi penggantinya mewarisi sifat lalim orang tuanya.

Sewaktu Yesus kebetulan tiba di Yerusalem menyebarkan ajarannya. Menurut


catatan muridnya, sebelum Yesus masuk ke kota, ia telah mengetahui bahwa
dirinya akan mengalami penganiayaan di tempat itu, namun demikian ia tetap
datang ke sana. Tanpa mengeluh sedikit pun ia memberitahu kepada murid-
muridnya, bahwa kelak setelah beberapa tahun kemudian, kota Yerusalem akan
mengalami bencana kehancuran kota, setiap orang yang pernah berbuat jahat
harus memikul tanggung jawabnya. Dan di sinilah seorang muridnya yang
bernama Yudas, mengkhianatinya hanya demi uang. Seperti yang diramalkan
Yesus kepada murid-murid setianya bahwa di antara mereka ada orang yang
akan mengkhianatinya.

Di bawah bimbingan pengkhianat, sekelompok orang menangkap dan


menganiaya Yesus, namun vonis tidak bisa dijatuhkan kepadnya karena tidak
ada alasan yang kuat. Tuduhan bahwa Yesus ingin mengangkat dirinya sendiri
sebagai raja, dan menggulingkan kekuasaan raja, tidak terbukti. Sebaliknya
justru ia mengajar semua orang agar seyogianya mendukung raja negerinya
sendiri. Jika ia menyebarkan pendapat sesat yang membahayakan, mengapa ia
juga mengajar orang mendengar bimbingan Tuhan, agar sepenuh hati berbuat
baik? Bahkan mengajarkan membiarkan orang memukul tanpa membalas, dan
tidak membalas jika dicaci maki orang. "Jika orang menampar wajah kirimu,
berikan wajah kananmu," karena kekuatan yang baik baru dapat mengubah hati
orang dengan sesungguhnya.

Para pendeta dengan tidak sabar ingin membawa Yesus kepada pembesar Roma,
namun orang Roma tidak akan menerima begitu saja tuduhan tersebut. Seorang
pejabat administrasi Roma yang sangat licik, mengetahui bahwa "surga" yang
dikumandangkan Yesus sama sekali tidak akan bertentangan dengan kaisar
Romawi, juga tahu apa yang akan dilakukan orang Yahudi, ia tidak mau "terjun
ke dalam air keruh". Ia berkata pada orang Yahudi: "Saya tidak merasa orang ini
(Yesus) tidak punya kesalahan apa-apa", ia membiarkan orang Yahudi sendiri
yang memutuskan hidup matinya Yesus. Di bawah dorongan para pendeta dan
beberapa orang yang punya maksud-maksud tertentu, massa bersama-sama
menghujat berbagai macam umpatan kepada Yesus, dan menuntut menghukum
mati. Begitu pejabat administrasi melihat "kemarahan massa sukar diatasi", mau
tidak mau membawa Yesus ke atas salib.

Lalu apa yang dilakukan murid-muridnya, sejumlah besar orang yang pernah
mendengar ajarannya, dan menyaksikan orang yang pernah disembuhkan
olehnya? Ahli sejarah Roma seperti Tachitus, dalam karyanya menyebut murid
Yesus sebagai "sekelompok orang yang sesat dan menyebalkan," pemerintah
"merekayasa dakwaan" terhadap orang-orang tersebut, menjatuhkan hukuman
kejam dengan sewenang-wenang, dan menindas aktivitas sesat itu, teror putih
dalam negeri dapat kita lihat bagaimana seriusnya. Meskipun Yesus berkali-kali
secara jelas memberitahu pada murid-muridnya, bahwa dirinya sendiri akan
mengalami penderitaan di kota Yerusalem dan akan bangkit kembali pada hari
ke-3 setelah wafat. Namun, di bawah fitnahan, sindiran, cacian, siksaan di
penjara, dan bahkan di bawah ancaman hukuman mati yang berasal dari langit
dan bumi, para murid tidak memiliki keberanian untuk menyerukan
ketidakadilan demi gurunya sendiri. Di depan sentimen massa yang marah dan
prajurit yang berseragam lengkap para murid Yesus terkejut hingga tidak tahu
apa yang mesti dilakukan, lalu berpencar ke segala penjuru dan lari. Bahkan
murid Yesus yang setia yaitu Petrus, pernah tiga kali di hadapan Yesus, namun
tidak berani mengakui bahwa Yesus adalah gurunya.

Namun justru adalah massa pengikut yang baik namun takut ini, dalam waktu
yang tidak lama setelah kematian Yesus, bagaikan suatu keajaiban rasa takut
dan putus asa menjadi lenyap, dengan keyakinan keberanian, dan kebaikan hati
yang teguh, membuktikan pada semua orang akan kebesaran guru di wilayah
dan lingkungan masing-masing, demi hal ini sejumlah besar orang juga tidak
segan-segan mengorbankan jiwanya. Lalu apakah penyebabnya ini? Di dalam
catatan memori murid Yesus yang berbeda, semua dengan tepat dan jelas telah
tercatat bahwa memang benar Yesus seperti apa yang dikatakannya, yaitu
bangkit kembali pada hari ke-3 setelah wafat, dan akan bangkit kembali di
hadapan massa yang berbeda, pada tempat dan waktu yang tidak sama.
Keyakinan para murid bertambah, percaya dengan pasti bahwa gurunya sendiri
adalah mutlak benar, demikian pula dengan keyakinannya sendiri.

Biar bagaimanapun juga, kejujuran, kebaikan, keteguhan dan kerelaan mati


yang diekspresikan Yesus dan muridnya di bawah tekanan penindasan, membuat
orang-orang merasa takjub dan kagum. Dan orang Yahudi yang tidak jelas
dengan keadaan yang sebenarnya waktu itu, karena bodoh, lenyapnya sanubari,
apatis terhadap kejahatan, acuh tak acuh, dengan tanpa perikemanusiaan
membunuh kebaikan dan keadilan, di kemudian hari tak terhindarkan mengalami
dan membayar segala akibat yang dilakukannya.

(Rachmat, diolah dari Dajiyuan)


Santa Joan Of Arc

Beliau adalah seorang Katholik yang taat, dan seorang


pejuang yang pada akhirnya dinobatkan sebagai Santa
(orang suci) oleh Gereja. Joan Of Arc menjadi terkenal
setelah memimpin pasukan untuk melawan invansi
tentara Inggris ke Perancis selama masa 100 Tahun
Peperangan. Hidupnya yang singkat dimulai 6 Januari
dan berakhir saat dihukum mati dengan dibakar hidup2
pada usia 19 tahun, di kota Rouen tahun 1431.

Akan tetapi mengapa seorang gadis desa yang sederhana dan masih berumur 16
tahun bisa memimpin Tentara Perancis? Joan bukanlah siapa-siapa, hanya
seorang gadis sederhana. Pada usia 12 tahun, beliau mulai mendengar suara-
suara dari Santa Michael, Santa Catherine dan Santa Margaret. Para Santa ini
mengatakan padanya bahwa misi besarnya adalah membebaskan negaranya dari
invansi tentara Inggris. Beliau mempercayai para Santa ini membawa pesan dari
Jesus, kemudian Joan memutuskan untuk melaksanakan perintah suara itu.
Lalu Joan memotong pendek rambutnya dan memakai seragam militer pria serta
mencoba meyakinkan Raja Charles VII bahwa beliau dikirim oleh Tuhan. Setelah
melewati berbagai tes dari dewan agama, akhirnya dia diberikan sepasukan
tentara, dengan petunjuk kekuatan supernormalnya Beliau dapat memenangkan
peperangan.

Pada saat itu, tentara Inggris berhasil menduduki kota Paris dan seluruh Perancis
sebelah utara dari Loire. Kekuatan raja Perancis sangat lemah sehingga banyak
mengalami kekalahan perang. Penduduk desa harus menanggung kemarahan
tentara Inggris dengan menjarah harta benda dan membakar desanya juga
memperkosa para wanitanya. Kemenangan2 menakjubkan yang diperoleh
pasukan Joan mulai mendapat simpati dari rakyat. Pada pertempuran di Orleans
tahun 1429, beliau memimpin pasukannya untuk memenangkan dan
meneruskan pertempuran melawan musuh didaerah lainnya disepanjang Loire.
Pada akhir tahun 1429, Charles VII dinobatkan sebagai Raja Perancis di Gereja
Kathedral Reims dan memberikan penghargaan atas kemenangan yang diraih
Joan untuk mendampinginya dalam penobatan tersebut.

Akan tetapi setelah beberapa bulan di tahun 1430, Joan tertangkap oleh pasukan
Burgundians saat mempertahankan Compigne. Kemudian dia dijual kepada
tentara Inggris dan diuji kemampuan supernormalnya oleh pengadilan gereja di
Rouen.

Pengadilan tidak menyukai cara berpakaian Joan yang memakai baju pria,
dimana pada saat itu dianggap sebagai sebuah kejahatan melawan Tuhan. Oleh
karena itu diperintahkan untuk melepasnya dan sebagai pelindung, dibuatkan
tali pengaman yang dapat dikencangkan untuk menghindari pemerkosaan oleh
penjaga penjara.

Takseorangpun baik Raja ataupun Paus yang membelanya, dan Joan dinyatakan
bersalah setelah 14 bulan diinterograsi. Beliau dibakar hidup-hidup disebuah
tempat keramaian pada usia 19 tahun. Joan adalah salah satu pahlawan yang
paling ternama dalam sejarah. 500 tahun setelah kematiannya beliau dinobatkan
sebagai Santa.

(By Maureen Zebian, The Epoch Times)


Plato dan Idea Kebahagiaan

(Erabaru.or.id) - Banyak orang pasti mengenal


Plato. Dialah seorang filosof Barat yang paling
populer dan dihormati di antara filosof lainnya.
Karya-karyanya menjadi rujukan awal bagi
perkembangan filsafat dunia. Plato dilahirkan di
Athena sekitar tahun 427 SM, pada masa akhir
zaman keemasan Athena setelah setahun
kekuasaan Pericles berakhir, atau tiga tahun
sejak perang Athena dengan Sparta. Keluarganya
paling terpandang di Athena.

Ayahnya, Ariston adalah keturunan raja terakhir Athena. Ibunya, Perictione


adalah keturunan Solon, seorang aristokrat reformis yang menulis undang-
undang tentang demokrasi Athena. Kehidupan Plato dalam lingkungan aristokrat
membuatnya cukup dikenal di kalangan pejabat tinggi Athena, walau ia seorang
yang pendiam dan dingin.

Pemikiran filsafatnya sangat dipengaruhi oleh gurunya, Socrates, yang telah


mengajarinya selama 8 tahun. Hingga saat sang guru diadili dan dihukum, ia
masih berusia 28 tahun. Setelah Socrates meninggal pada tahun 399 SM, karena
terancam jiwanya akibat perang saudara kaum aristokrat dan kaum moderat
serta diliputi kesedihan sepeninggal gurunya, Plato meninggalkan Athena
bersama sahabat-sahabatnya. Mulai saat itulah ia melakukan perjalanan filosofi
ke berbagai kota. Hingga saat ia kembali ke Athena, ia membeli beberapa lahan
di luar benteng kota Athena yang dikenal dengan nama Grove of Academus
(Hutan Academus). Di sinilah awal dari tumbuhnya sekolah yang terkenal yang
dinamakan Akademi. Akademi ini merupakan cikal bakal universitas Abad
Pertengahan dan Abad Modern yang selama 900 tahun menjadi sekolah yang
mengagumkan di seluruh dunia.

Selama sisa hidupnya ia tidak menikah, waktunya selama 40 tahun banyak


dihabiskan untuk mengajar dan menulis di Akademi. Walau setelah 20 tahun
mengajar ia sempat ke Syracuse, untuk mendidik raja muda, Dionisius II
menjadi seorang raja filosof, yakni filosof yang menjadi raja atau raja yang
belajar filsafat. Ini berkaitan dengan misi hidupnya mencapai cita-cita bagi
perkembangan filsafat sejati dan pendidikan bakal raja filosof di Akademi.
Baginya raja dengan pengetahuan yang baik akan mampu mengetahui
kebenaran, keadilan sejati sehingga mampu menjalankan pemerintahan terbaik.
Sebuah cita-cita yang di suatu masa di kemudian hari banyak memberi pengaruh
terhadap raja-raja Eropa. Selepas itu ia kembali ke Akademi hingga meninggal
dunia pada tahun 348 SM dalam usia 80 tahun.

Teori Idea
Plato memandang bahwa kehidupan ideal adalah kehidupan pikir, harmoni
adalah idealitas jiwa manusia. Artinya bahwa akal sebagai dasar, pengendali,
pengatur bagi setiap pemahaman. Ia seorang rasionalis seperti halnya Socrates.
Realitas pada dasarnya terbagi ke dalam realitas yang dapat ditangkap oleh
indera (kasat mata) dan realitas yang hanya dapat dipahami oleh akal. Segala
yang nyata dalam alam bersifat mengalir, dapat hancur, dapat terkikis oleh
waktu, karena terbuat dari materi yang dapat ditangkap oleh indera. Ini dikenal
dengan sebutan dunia materi.

Sedangkan ada realitas di balik dunia materi yang di dalamnya tersimpan pola-
pola yang kekal dan abadi tak terkikis oleh waktu yang dikenal dengan dunia ide.
Dunia ide ini hanya dapat ditangkap oleh akal. Dunia ide inilah dunia yang
sebenarnya. Dalam analogi mitos gua Plato, realitas yang sebenarnya berada di
dunia terang di luar gua, bukan bayang-bayang dinding gua dari benda yang
sebenarnya. Fenomena alam hanyalah bayang-bayang dari bentuk atau ide yang
kekal.

IdeKebahagiaan
Boleh dikatakan bahwa Plato memandang akal sebagai sarana untuk menangkap
pengetahuan mengenai segala sesuatu idea dalam realitas, seperti ide kebaikan,
ide kebahagiaan dan ide keadilan. Ide kebaikan tertinggi manusia adalah
kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang bersifat absolut, abadi dan kekal, bukan
kesenangan karena kesenangan hanyalah sekadar memuaskan nafsu badaniah
semata. Lalu dari mana kebahagiaan terbentuk?

Dalam konsep Plato, dibandingkan dengan makhluk lain, manusia mempunyai


esensi atau bentuk yang tidak sederhana, akan tetapi manusia tersusun dari
beberapa elemen yang mengimbangi berbagai kapasitas atau fungsi lainnya.
Kemampuan untuk berpikir merupakan kapasitas dan fungsi yang membedakan
manusia dengan makhluk lainnya. Elemen akal ini merupakan hal yang paling
penting. Elemen lainnya terdiri dari nafsu badaniah, yakni hasrat dan kebutuhan
dan elemen rohani yang terungkap dalam bentuk emosi, seperti kemarahan,
ambisi, kebanggaan, kehormatan, kesetiaan, dan keberanian.

Ketiga elemen tersebut yang terdiri dari akal, rohaniah dan nafsu badaniah
disebut dengan jiwa tripartit. Rasa kebahagiaan manusia sebagai kebaikan
tertinggi bersumber dari sifat-sifat alaminya yang berfungsi sebagai
penyeimbang dari pemenuhan kebutuhan ketiga elemen yang membentuk
manusia. Oleh karena itu, karena memiliki jiwa tripartit inilah maka kebaikan
tertinggi bagi manusia adalah rasa tenteram atau kebahagiaan. Kebahagiaan
didapat dari tiga pemenuhan tiga bagian jiwa di bawah aturan dan kendali akal.
Dari ketiga elemen tersebut penggunaan akal sebagai sarana berpikir adalah
yang paling penting dalam esensinya sebagai manusia. Dalam hierarki berada
pada tingkat tertinggi. Nafsu badaniah berada pada tingkatan paling rendah,
sedangkan elemen rohaniah berada pada tingkatan menengah. Inilah yang
dikenal sebagai teori diri atau kepribadian tripartit milik Plato.

Harmoni Tripartit
Dengan demikian dari ketiga elemen tidaklah boleh dihilangkan atau diabaikan
salah satunya dalam mencapai kebahagiaan. Harmoni atau keseimbangan
pemenuhan di antaranya dengan akal sebagai pengarah rohani dan nafsu maka
seseorang bisa memuaskan sifat alami manusia yang kompleks. Dan jika setiap
elemen mampu berfungsi dalam kapasitas dan perannya masing-masing sesuai
dengan bangunan diri, maka kehidupan orang seperti ini bisa dikatakan bijak
dan mengalami keadilan jiwa. Penggabungan kepribadiannya menjadi
ketenteraman dan kebahagiaan. Keharmonian di antara elemen rasional dan tak
rasional jiwa inilah yang harus dipahami, karena berkaitan dengan sikap moral,
moralitas seseorang.

Sebagai gambaran misalkan ketika fungsi-fungsi akal terpenuhi sebagai


pengendali elemen jiwa lain, maka akal akan menampilkan kebajikannya, yakni
dalam bentuk kebijaksanaan. Pada saat elemen roh menunjukkan fungsi
kebencian, ambisi, maupun heroiknya dalam batas-batas tertentu, maka elemen
ini menunjukkan bentuk keberanian. Berani dalam cinta, perang, maupun dalam
persaingan. Elemen nafsu yang menampilkan fungsinya secara benar, maka
akan menunjukkan kebajikan karakternya, yakni kendali diri. Yakni dengan
menjaga kepuasan jasmaniah pada batas-batasnya. Keseimbangan ketiga
karakter kebajikan tersebutlah yang mampu mengantar pada ide kebahagiaan.

Plato menganalogikan dengan jelas tentang fungsi dan peran ketiga elemen
dengan analogi lain. Misalkan elemen akal adalah manusia, elemen roh adalah
singa, dan elemen nafsu badaniah adalah naga berkepala banyak. Yang menjadi
masalah adalah bagaimana cara membujuk singa agar membantu manusia
menjaga naga hingga tetap dapat diawasi? Tentu saja dengan peran sebagai
pawang manusia harus mampu menjaga harmoni serta mengendalikan singa
dan naga. (Mat/dari berbagai sumber)
Kisah Sesepuh ke-enam Zen : Hui Neng

(Erabaru.or.id) - Ayah Hui-neng adalah penduduk


asli Fan-yang, tetapi setelah diturunkan jabatannya
dari kantor pemerintahan, dia menjadi penduduk
Hsin-chou. Ayahnya meninggal dunia ketika Hui-
neng masih muda. Hui-neng dan ibunya pindah ke
Nan-hai. Mereka sangat miskin. Hui-neng menjual
kayu bakar di kota. Pada suatu hari seorang
pelanggannya memesan cukup banyak kayu bakar
dan meminta Hui-neng untuk mengangkutnya ke
gudangnya.

Setelah memperoleh kayu bakarnya, pedagang tersebut membayar Hui-neng.


Ketika Hui-neng keluar dari gudang, ia melihat seseorang sedang melafal sutra.
Saat Hui-neng mendengarkannya, ia mengalami pencerahan. Hui-neng
menanyakan kepada orang tersebut, "Apa nama dari Sutra ini?" Orang tersebut
menjawab, "Ini adalah Sutra Intan (Cin-Kang-Cing/Vajracchedika Sutra)." Hui-
neng menanyakan lebih lanjut, "Darimanakah Anda berasal, sehingga dapat
memperoleh sutra ini?" Orang tersebut berkata, "Saya belajar dari Sesepuh
Kelima Hung-jen, di Gunung Feng-mu wilayah Huang-mei daerah Ch'i-chou.
Terdapat sekitar seribu murid di sana. Sewaktu saya di sana, saya mengetahui
bahwa Guru Agung selalu memacu para bhikshu dan umat awam untuk
mempelajari Sutra Intan, sehingga mereka akan mengenali Hakekat Sejati
dirinya sendiri dan dapat segera mencapai Kebuddhaan."

Setelah mendengarkan penjelasan orang tersebut, maka Hui-neng yakin bahwa


semua ini terjadi karena buah karma kehidupan sebelumnya. Sehingga diapun
memutuskan meninggalkan ibunya, dan berangkat ke Huang-mei untuk menjadi
murid Sesepuh Ke-Lima Hung-jen. Hui-neng meninggalkan cukup banyak uang
kepada tetangganya agar dapat merawat ibunya selama dia melakukan
perjalanan.

Sesampainya di depan Master Hung-jen, beliau menanyakan Hui-neng,


"Darimana asal Anda, dan apa yang kamu harapkan dari saya?" Hui-neng
menjawab, "Saya datang dari Hsin-chou di Ling-nan. Saya telah melakukan
perjalanan jauh untuk menyampaikan rasa hormat . Tujuan saya tiada lain
hanyalah agar dapat mencapai Kebuddhaan." Guru Hung-jen menjawab, "Anda
berasal dari Ling-nan (desa terbelakang di China Selatan), jadi Anda adalah
seorang yang biadab. Bagaimana engkau bisa mencapai Kebuddhaan?" Hui-neng
berkata, "Bagi manusia, terdapat Utara dan Selatan. Tetapi bagi sifat
Kebuddhaan, tiada Utara ataupun Selatan. Tubuh orang biadab ini bisa saja
berbeda dengan tubuh Guru. Tetapi apakah terdapat perbedaan dalam sifat
Kebuddhaan mereka?" Guru Hung-jen bermaksud meneruskan percakapan
tersebut, tetapi melihat banyak orang di dekatnya, beliau akhirnya memilih diam
saja. Kemudian beliau memerintahkan Hui-neng pergi dan bekerja dengan umat
awam lainnya. Seorang umat awam mengantarkan Hui-neng ke gudang dan Hui-
neng bekerja di bagian penggilingan padi selama delapan bulan.

Suatu hari, Guru Hung-jen memanggil semua muridnya untuk datang ke


tempatnya dan beliau berkata, "Dengarkanlah kalian semuanya. Hidup dan mati
adalah masalah yang serius bagi sifat kemanusiaan. Murid-murid sekalian hanya
mencari berkah sepanjang hari, dan kalian tidak mencari suatu jalan keluar dari
lautan pahit hidup dan mati. Jika Hakekat Sejati kalian sendiri suram adanya,
bagaimana mungkin dengan berkah tersebut dapat menyelamatkan Anda?
Kembalilah ke ruangan kalian masing-masing dan lihatlah ke dalam diri Anda
sendiri. Gunakanlah Kebijaksanaan yang berasal dari hakekat sejati Anda
sendiri, tuangkanlah dalam suatu gatha (semacam puisi), dan persembahkan
kepada saya. Ia yang menyadari akan inti Ajaran Buddha akan diwarisi Jubah
dan Dharma, dan akan diangkat sebagai Sesepuh Ke-Enam. Silahkah bergegas!"

Setelah menerima perintah tersebut, murid-muridnya kembali ke ruangan


masing-masing. Mereka saling berbicara, "Percuma saja kita menyucikan pikiran
dan berusaha mengarang gatha untuk dipersembahkan kepada Guru. Kepala
bhikshu, Shen-hsiu adalah instruktur kita. Setelah beliau mendapatkan jubah
kita dapat bergantung kepadanya. Jadi tidak perlu mengarang gatha." Mereka
membebaskan pikiran, dan tidak ada satupun yang berani mengarang gatha.
Pada waktu itu terdapat tiga koridor di depan aula Guru Hung-jen. Dinding
masing-masing koridor dilukis dengan berbagai gambar berdasarkan cerita dari
Sutra Lankavatara (Leng Cia Cing) dan serangkaian gambar yang menunjukkan
keberhasilan Sesepuh Ke-Lima untuk dijadikan sebagai suatu sumber informasi
bagi penerus berikutnya. Seniman Lu-chen telah juga memeriksa dinding yang
akan dipergunakan untuk pekerjaannya pada hari berikutnya.

Kepala Bhikshu Shen-hsiu berpikir, "Orang-orang ini tidak mau mengarang gatha
karena saya adalah instruktur mereka. Sehingga saya harus mempersembahkan
suatu gatha di hadapan Guru. Jika saya tidak melakukannya, bagaimana Guru
dapat mengetahui dalam atau dangkalnya pengetahuan saya? Niat dari
penyajian gatha tersebut akan merupakan suatu hal yang tepat, jika dilakukan
berdasarkan Dharma. Tetapi akan salah jika dilakukan berdasarkan tampuk
pimpinan Sesepuh, karena akan seperti kebanyakan orang pada umumnya yang
merebut tampuk pimpinan suci. Jika saya tidak menyajikan gatha, saya tidak
akan meneruskan tampuk pimpinan Sesepuh. Benar-benar suatu perkara yang
pelik!" Setelah berpikir panjang lebar dan dengan berbagai keraguan, ia berkata
pada dirinya sendiri, "Bagaimana kalau saya menuliskan gatha tersebut di
dinding koridor selatan, pada tengah malam dimana tiada seorangpun di sekitar
tempat tersebut, dan membiarkan Guru melihatnya sendiri? Jika Guru
melihatnya dan berkata bahwa gatha tersebut tidak bagus, maka hal ini dapat
dianggap sebagai berbuahnya karma buruk saya di masa lampau, dan saya
tidaklah tepat untuk memperoleh posisi sebagai Sesepuh." Sehingga pada
tengah malam, Shen-hsiu pergi ke koridor selatan dan dengan memegang
sebatang lilin, ia menuliskan gatha berikut di dinding untuk mengekspresikan
pengetahuannya.

Gathanya berbunyi demikian:

Tubuh adalah pohon pencerahan


Pikiran adalah seperti tempat berdirinya cermin kemilau
Setiap hari membersihkannya dengan rajin
Tidak membiarkan setitik debu menempel

Setelah menyelesaikan gatha tersebut, Shen-hsiu kembali ke ruangannya. Tiada


yang melihatnya. Pagi berikutnya, Guru Hung-jen memanggil seniman Lu-chen
untuk datang ke koridor selatan guna melukiskan gambaran sejarah dari Sutra
Lankavatara. Guru Hung-jen melihat puisi tersebut. Ia berkata kepada Lu, "Saya
menghargai Anda atas lukisan agung yang telah Anda bawa dari jauh. Tetapi kita
tidak akan melukiskan gambarnya. Dalam Sutra Intan [Cing Kang Cing]
dikatakan, Segala sesuatu yang memiliki bentuk [fa'n sou' yu' hsiang'] Adalah
tidak nyata dan khayalan belaka [ci'e shi' zh'i wang] Ada baiknya juga gatha ini
dibiarkan di sini sehingga orang-orang dapat melafalnya. Jika orang mempelajari
sesuai gatha ini, mereka tidak akan jatuh ke jalan yang salah dan mereka akan
memperoleh manfaat yang besar." Kemudian Guru Hung-jen memerintahkan
muridnya menancapkan dupa di depan gatha tersebut dan memujanya. Ia
berkata, "Kalian semua dapat melafalkannya. Jika kamu lakukan maka kamu
akan melihat Hakekat Sejati Diri Anda." Semua orang melafalkan gatha tersebut
dan memujinya "Luar biasa!" Kemudian, Guru Hung-jen memanggil Kepala
Bhikshu Shen-hsiu ke dalam aula dan menanyakannya, "Apakah engkau yang
menulis gatha tersebut?" Shen-hsiu menjawab, "Ya, memang saya yang tulis.
Tetapi saya bukan bermaksud untuk mengejar tampuk pimpinan Sesepuh.
Mohon Guru berbaik hati memberitahukan apakah murid memiliki sejumlah kecil
kebijaksanaan." Guru Hung-jen menjawab, "Gatha yang engkau tuliskan ini
memperlihatkan bahwa engkau belumlah menemukan Hakekat Sejati Dirimu
sendiri. Engkau telah sampai di depan pintu, tetapi engkau masih belum masuk
ke dalamnya. Jika engkau mencari Pencerahan Agung dengan pandangan
demikian, engkau tidak akan berhasil. Engkau harus memasuki pintu tersebut,
dan melihat Hakekat Sejati Dirimu. Kembalilah dan pikirkan dalam waktu satu
dua hari ini. Karanglah gatha lainnya dan persembahkan kepada saya. Jika
engkau telah memasuki pintu tersebut, aku akan serahkan Jubah dan Dharma."

Seorang pemuda yang kebetulan melewati gudang, melafal gatha tersebut.


Segera setelah Hui-neng mendengarkan gatha itu, ia mengetahui bahwa
pengarang gatha itu sama sekali belum menemukan Hakekat Sejati Dirinya. Hui-
neng menanyakan pemuda tersebut, "Gatha apa yang lagi Anda lafalkan?"
Pemuda tersebut menimpalinya, "Anda tidak mengetahuinya? Guru mengatakan
bahwa hidup dan mati adalah masalah serius dan bahwa beliau bermaksud untuk
menyerahkan Jubah dan Dharma. Beliau telah memerintahkan murid-muridnya
untuk mengarang suatu gatha dan mempersembahkan kepada beliau. Ia yang
telah sadar akan inti Ajaran Buddha akan diserahkan Jubah dan Dharma, dan
akan diangkat sebagai Sesepuh Ke-Enam. Kepala Bhikshu Shen-Hsiu menuliskan
suatu gatha tanpa bentuk di dinding koridor selatan. Guru memerintahkan
semua murid untuk melafal gatha tersebut. Beliau berkata bahwa mereka yang
telah berlatih sesuai dengan gatha tersebut tidak akan jatuh ke jalan yang
salah." Hui-neng berkata, "Saya telah menggiling padi selama delapan bulan di
sini, dan tidak pernah ke aula. Dapatkah Anda mengatarkan saya ke koridor
sehingga saya dapat membaca gatha tersebut dan memujanya. Saya juga
bermaksud melafalkan gatha tersebut sehingga saya juga dapat menciptakan
karma baik untuk kehidupan saya berikutnya dan dilahirkan di tanah suci
Buddha." Pemuda tersebut kemudian mengantarkan Hui-neng ke koridor, dan
Hui-neng memuja di depan gatha tersebut. Karena dia buta huruf, Hui-neng
meminta seseorang membacakan untuknya. Setelah mendengarkan gatha
tersebut, Hui-neng kemudian berkata bahwa ia juga telah mengarang suatu
gatha, dan meminta seseorang menuliskannya di dinding. Gatha Hui-neng
berbunyi:

Pada hakikatnya tiada pohon pencerahan


Cermin berkilau juga tidak memiliki tempat berdiri
Sifat Kebuddhaan selalu bersih dan suci
Darimana adanya debu?

Semua orang kagum akan gatha tersebut. Guru Hung-jen khawatir orang-orang
akan terhasut, dan beliau berkata, "Gatha ini juga tidaklah sempurna."

Menjelang tengah malam, Guru Hung-jen memanggil Hui-neng ke aula, dan


membabarkan Sutra Intan. Setelah mendengarkan Sutra Intan, Hui-neng
memperoleh Pencerahan. Malam itu juga, Guru Hung-jen menyerahkan Jubah
dan Dharma, dan tiada seorangpun yang mengetahuinya. Setelah Guru Hung-jen
menyerahkan Jubah dan Dharma Pencerahan Seketika, beliau berkata, "Engkau
sekarang adalah Sesepuh Ke-Enam. Jubah ini adalah merupakan suatu bukti
kepercayaan, dan telah diserahkan dari Sesepuh yang satu ke Sesepuh lainnya.
Dharma diberikan dari pikiran ke pikiran, jadi engkau harus merealisasikannya
ke dalam dirimu sendiri." Guru Hung-jen melanjutkan, "Engkau harus pergi
segera. Jika kamu tinggal di sini, akan ada yang mencederaimu."

Setelah diberikan Jubah dan Dharma, Hui-neng pergi pada tengah malamnya.
Guru Hung-jen mengantarkannya ke dermaga Chiu-chiang dimana beliau
mengarahkannya ke sebuah perahu dan berkata, "Pergilah sekarang, arahkan ke
sebelah selatan. Jangan menyebarkan Dharma terlalu cepat. Dharma tidaklah
mudah disebarkan." Setelah mengucapkan selamat tinggal, Hui-neng memulai
perjalanannya ke arah selatan.

Dalam waktu dua bulan, Hui-neng telah mencapai Gunung Ta-yu. Banyak orang
mengubernya untuk merebut kembali Jubahnya. Diantara mereka terdapat
seorang bhikshu yang bernama Ch'en Hui-ming, seorang bekas jenderal dan
sangat kasar sifatnya. Dia sempat menangkap Hui-neng, dan Hui-neng
menyerahkan Jubah tersebut. Tetapi, dengan alasan tertentu, Ch'en tidak
sanggup menerima Jubah tersebut. Ia berkata, "Saya kemari untuk Dharma.
Saya bukan menghendaki Jubah." Hui-neng kemudian membabarkan Dharma.
Setelah mendengarkan ceramah tersebut, Ch'en mencapai Pencerahan. Dan
bersujud kepada Hui-neng sebagai Gurunya. Ch'en kemudian pergi ke arah
utara.

Selama 16 tahun lamanya, Hui-neng bersembunyi di pegunungan. Akhirnya, ia


muncul dan ditahbiskan sebagai bhikshu dan diberi nama Hui-neng oleh Guru
Dharma Yin-tsung di vihara Fa-hsing daerah Kanton. Menurut cerita pada saat
Hui-neng muncul di vihara Fa-hsing, kebetulan sedang berlangsung pembabaran
Su.tra Parinirvana oleh Guru Dharma Yin-tsung. Pada saat tersebut terdapat dua
bhikshu muda yang sedang bertengkar mengenai apakah bendera atau angin
yang bergerak. Hui-neng yang mendengarkan pertengkaran tersebut, kemudian
menengahi dengan menjawab, "Bukanlah angin yang bergerak. Bukan pula
bendera yang bergerak. Pikiran kalianlah yang bergerak!" Mendengar jawaban
Hui-neng tersebut, Yin-tsung mengundangnya naik ke panggung untuk bertukar
pikiran mengenai Dharma, yang kemudian Yin-tsung menyadari bahwa Hui-neng
adalah penerima Jubah Sesepuh Kelima. Kemudian Yin-tsung menahbiskan Hui-
neng sebagai bhikshu, dan ia sendiri juga menjadi murid Hui-neng. Tahun
berikutnya, Sesepuh Ke-Enam Hui-neng datang ke vihara Pao-lin di Ts'ao-chi
dimana beliau tinggal selama beberapa tahun lamanya dan secara aktif
menyebarkan Dharma. Suatu saat, Ketua vihara, Wei-ch'u di Shao-chou secara
resmi mengundangnya membabarkan Dharma di vihara Ta-fan di Shao-chou.
Ketua vihara kemudian meminta Fa-hai, salah seorang murid Sesepuh, untuk
mencatatkan semua perkataannya.

Ajaran utama Hui-neng menekankan non-dualitas dan segala sesuatu bersumber


dari suatu Hakekat Sejati. Hui-neng menjadi Guru Ch'an (Zen) yang paling
terkenal dalam sejarah Buddhisme di Tiongkok. Setelah beliau meninggal dunia,
karya-karyanya dikumpulkan dan diakui sebagai satu-satunya sutra Buddhis
yang berasal dari Tiongkok, yang disebut Sutra Sesepuh Ke-Enam. Sekte yang
didirikannya terkenal sebagai sekte Pencerahan Langsung atau Zen Aliran
Selatan yang kemudian menjadi lebih terkenal dari sekte Zen yang didirikan oleh
Shen-Hsiu yang tekenal sebagai sekte Pencerahan Bertahap.

Hal yang terpenting dalam ajaran Ch'an adalah pada perenungan Hakekat Diri,
yang berarti menghidupkan cahaya diri sendiri dan memantulkannya ke dalam
batin kita. Sebagai gambaran, dapat kita ambil contoh suatu lampu. Kita
mengetahui bahwa cahaya dari suatu lampu apabila dibalut oleh suatu halangan,
akan memantul ke dalam dengan pancarannya yang berpusat pada lampu
tersebut. Sedangkan sinar dari suatu lampu yang tidak terhalang akan
memancar ke luar.

Jalan Kebenaran Zen menuju Kebijaksanaan adalah merupakan suatu


pemahaman Dharma dari pikiran ke pikiran. Kitab Suci hanyalah merupakan
suatu alat untuk tercapainya tujuan. Bagaimanapun sempurnanya seorang guru,
ia tak akan bisa memberikan pencerahan bagi orang lain. Perannya hanyalah
seperti juru-rawat yang membantu seorang bayi pada saat kritis. Kebijaksanaan
dan pengetahuan bukanlah suatu hal yang sama. Intelektual tidak dapat
membawa seseorang pada suatu tataran Kebijaksanaan Sejati. Seseorang
haruslah memfungsikan seluruh keberadaannya untuk berhubungan dengan
Kebenaran. Pikiran adalah bahasa tanpa kata-kata, sedangkan kata-kata adalah
simbol bahasa. Ketika pikiran dan kata-kata tumpang tindih, maka akan menjadi
halangan bagi jalan menuju Kebijaksanaan. Hui-neng mengajarkan bahwa
seseorang itu mesti menjaga pikirannya agar tidak terpengaruh dan terusik oleh
berbagai fenomena yang ada di sekeliling kita. Jika pikiran tak tergoyahkan lagi,
maka pikiran tidak akan diperbudak oleh hal-hal duniawi. Pisahkan diri kita dari
pencerahan ataupun khayalan dan biarkanlah Kebijaksanaan selalu bangkit, dan
dengan hilangnya kebenaran ataupun kepalsuaan, maka kita akan menemukan
Buddha Sejati atau Hakekat Sejati dalam diri kita sendiri.
Nicholas, Pelindung Anak-anak dan Pelaut
Saint Nicholas adalah seorang tokoh Kristen yang
hidup pada abad k-4 M. Ia lahir di Myra, sekarang
disebut Turki, berasal dari keluarga yang kaya.
Sebelumnya ibunya tidak pernah punya anak, tetapi
karena selalu berdoa kepada Tuhan, akhirnya
permohonannya dikabulkan lahirlah Nicholas.
Menurut legenda pada saat masih bayi pun Nicholas
sudah berpuasa, setiap hari Rabu dan Jumat tidak
mau minum air susu ibunya. Ia ditasbihkan menjadi
pastor pada usia yang sangat muda yakni 18 tahun.
Karena sifat belas kasihnya yang besar terhadap
umat dan fakir miskin, ia diangkat menjadi uskup.

(Erabaru.or.id) - Dalam kehidupannya ia dikenal sangat dermawan, suka


memberi dan menyukai anak-anak. Setelah ia meninggal pertengahan abad ke-4
M, legenda mengenai St. Nicholas berkembang. Legenda yang paling terkenal
adalah mengenai 3 anak gadis. Ceritanya, ada seorang bapak dengan 3 anak
gadisnya. Keluarga itu hidup dalam kemisikinan yang hebat sehingga sang bapak
terpaksa mengambil keputusan untuk menjual anak-anaknya sebagai budak
untuk menghidupi keluarganya.
St. Nicholas mengetahui hal ini dan memutuskan untuk menolong mereka. Pada
malam hari ia mendatangi rumah keluarga itu dan melemparkan sekantung
emas melalui jendela. Kantung itu masuk ke dalam kaus kaki yang sedang
dikeringkan di dekat pendiangan milik mereka. Karena 'hadiah' itu, anak-anak
gadis itu selamat. Legenda tersebut berkembang menjadi tradisi memberikan
hadiah dan menggantungkan kaus kaki di dekat pendiangan.

Disebutkan juga saat Nicholas ke tanah suci, kapalnya dilanda angin ribut, salah
satu dari tiang layarnya patah dan menimpa kepala seorang kelasi hingga
mengakibatkan kematiannya. Dengan doa Nicholas akhirnya angin ribut reda,
bahkan ia bisa "menghidupkan" kembali kelasi yang telah meninggal itu. Sejak
saat itulah ia dikenal sebagai Saint atau orang suci pelindung dari para pelaut
dan semua kapal dagang. Kepercayaan tersebut semakin besar dan kuat
sehingga Sinterklaas sudah dianggap sebagai wakil Tuhan untuk melindungi
mereka oleh para pelaut Yunani maupun Italia.
Karena kebaikan St. Nicholas, ia diagungkan oleh gereja-gereja pada saat itu.
Salah satu contoh yang bisa kita lihat adalah gereja yang dibangun Kaisar
Justinian bagi St. Nicholas sekitar tahun 540 di Konstantinopel. Banyak negara
yang mengangkat Nicholas sebagai santo pelindung bagi negara tersebut. Ketika
ia meninggal, Nicholas dikuburkan di Myra. Tapi pada abad ke-11, kuburan St.
Nicholas digali dan diangkut oleh para pedagang dari Italia dan dipindahkan ke
Bari di Italia. Di Bari sebuah gereja dibangun bagi St. Nicholas. Banyak orang
datang ke sana untuk berziarah.
Gereja sempat melarang tradisi memuja orang-orang suci, lebih mendorong
untuk memusatkan diri pada Kristus saja sebagai pemberi keselamatan dengan
memperingati hari kelahirannya pada 25 Desember. Perayaan St. Nicholas pun
ditiadakan. Tetapi tradisi perayaan St. Nicholas tidak bisa dihapus dengan
mudah. Tradisi itu bukannya hilang tetapi malah menempel pada hari Natal
tersebut, dan diteruskan pada masa-masa berikutnya. Perayaan St. Nicholas
dirayakan pada malam Natal.
Cheng Ho dan Perayaan 600 tahun
ekspedisinya

Cheng Ho, adalah seorang pelaut dan


penjelajah Cina terkenal yang melakukan
beberapa penjelajahan antara tahun 1405
hingga 1433. Peringatan 600 tahun
ekspedisinya ke Indonesia akan dirayakan
secara besar-besaran di kota Semarang
pada awal Agustus 2005 ini

Biografi
Cheng Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan kaisar
Cina Yongle (berkuasa tahun 1403-1424), kaisar ketiga dari Dinasti Ming. Nama
aslinya adalah Ma He, juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao (? ??), berasal
dari provinsi Yunnan. Ketika pasukan Ming menaklukkan Yunnan, Cheng Ho
ditangkap dan kemudian dijadikan kasim. Ia adalah seorang bersuku Hui, suku
bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han, namun beragama Islam.

Cheng Ho berlayar ke Malaka pada abad ke-15. Saat itu, seorang putri Cina,
Hang Li Po (atau Hang Liu), dikirim oleh kaisar Cina untuk menikahi Raja Malaka
(Sultan Mansur Shah).

Pada tahun 1424, kaisar Yongle wafat. Penggantinya, Kaisar Hongxi (berkuasa
tahun 1424-1425, memutuskan untuk mengurangi pengaruh kasim di
lingkungan kerajaan. Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi pada masa
kekuasaan Kaisar Xuande (berkuasa 1426-1435).

Penjelajahan
Cheng Ho melakukan ekspedisi ke berbagai daerah di Asia dan Afrika, antara
lain:
Asia Tenggara
Sumatra
Jawa
Srilangka
India
Persia
Teluk Persia
Arab
Laut Merah, ke utara hingga Mesir
Afrika, ke selatan hingga Selat Mozambik

Cheng Ho melakukan ekspedisi paling sedikit tujuh kali dengan menggunakan


kapal armadanya. Armada ini terdiri dari 30000 orang dan tujuh kapal. Dalam
ekspedisi ini, Cheng Ho membawa balik berbagai penghargaan dan utusan lebih
dari 30 kerajaan - termasuk Raja Alagonakkara dari Srilangka, yang datang ke
Cina untuk meminta maaf kepada raja Cina. Majalah Life menempatkan Cheng
Ho sebagai nomor 14 orang terpenting dalam milenium terakhir.

Perjalanan Cheng Ho ini menghasilkan Peta Navigasi Cheng Ho yang mampu


mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24
peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan.

Kapal Ekspedisi Cheng Ho

Cheng Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia selama tujuh kali. Ketika ke


Samudera Pasai, ia memberi lonceng raksasa Cakrado kepada Sultan Aceh, yang
kini tersimpan di museum Banda Aceh.

Tahun 1415, Cheng Ho berlabuh di Muara Jati (Cirebon), dan menghadiahi


beberapa cindera mata khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon. Salah satu
peninggalannya, sebuah piring yang bertuliskan ayat Kursi masih tersimpan di
Keraton Kasepuhan Cirebon.

Pernah dalam perjalanannya melalui Laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua
dalam armada Cheng Ho) sakit keras. Wang akhirnya turun di pantai Simongan,
Semarang, dan menetap di sana. Salah satu bukti peninggalannya antara lain
kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu) serta patung yang disebut Mbah Ledakar
Juragan Dampo Awang Sam Po Kong.
Cheng Ho juga sempat berkunjung ke Kerajaan Majapahit pada masa
pemerintahan raja Wikramawardhana. Cheng Ho sewaktu berkunjung ke
Semarang, membuat Vihara Sam Poo Kong yang sangat terkenal itu.

Perayaan 600 tahun ekspedisi Cheng Ho di Semarang (Agustus 2005)

Berita dapat dibaca selengkapnya di


http://www.600yearschengho.org/ind/index.html

Cuplikan Informasi Umum:

Tanggal pameran 3 - 7 Agustus 2005

Jam operasional 10.00 - 21.00 WIB

Tempat PRPP Jawa Tengah


Jl. Anjasmoro - Tawang Mas, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia

Beberapa kegiatan selain pameran:

2 Agustus 2005 Seminar dengan tema "Sumbangan Cheng Ho dalam Kehidupan


dan Kerukunan Inter Rasial di Nusantara", tempat Wisma Perdamaian Semarang

3 Agustus 2005 Peresmian revitalisasi Tempat Ibadah Tri Dharma Sam Poo Kong
dan upacara peringatan 600 tahun Laksamana Cheng Ho di Klenteng Sam Poo
Kong

3 - 5 Agustus, 2005 Festival Lampion di Klenteng Gedung Batu Sam Poo Kong
Semarang

3 - 7 Agustus, 2005 Atraksi kebudayaan dari negara-negara pendukung di PRPP

3 - 7 Agustus, 2005 Festival Lampion di Jalan Pahlawan Semarang

3 - 7 Agustus 2005 Lomba Lampion

4 Agustus 2005 Prosesi ritual dan arak-arakan Sam Poo dari Klenteng Tay Kak
Sie menuju Sam Poo Kong, Gedung Batu

5 - 7 Agustus 2005 Pertandingan Barongsai tingkat nasional di GOR Jatidiri


Semarang
6 Agustus 2005 Seminar dengan tema "Memperkokoh Persaudaraan Sejati Umat
Beragama sebagai Landasan Membangun Moral Bangsa", tempat TITD Tay Kak
Sie, pembicara Dr. Habib Chirzin, Bante Sri Panavaro Mahatera.
Han Xin: Jenderal Terkenal pada Dinasti Han
Fu Zheng

Han Xin (?? 196 BC), seorang anggota militer pada masa awal Dinasti Han,
berasal dari Huayin (sekarang Provinsi Jiangsu). Kedua orang tuanya telah
meninggal dunia sejak ia masih kecil. Walaupun ia sangat miskin, dia belajar
dengan keras dan menjadi sangat mengerti tentang strategi dan taktik militer. Ia
mempunyai ambisi yang besar dan bercita-cita menjadi orang penting suatu hari
nanti. Tanpa penghasilan, ia sering ke rumah teman yang berbeda untuk makan.
Kadang-kadang ia pergi ke Sungai Huai untuk menangkap ikan untuk ditukar
dengan sejumlah uang. Ia sering didiskriminasi oleh orang-orang yang ada di
sekitarnya. Pernah sekali, segerombolan penjahat mempermalukannya di depan
publik. Seorang tukang daging berkata padanya: Walaupun kau tinggi dan
besar dan suka membawa pedang, saya tahu kau adalah seorang pengecut.
Apkah kau berani membunuhku dengan pedangmu? Jika kau tidak berani, kau
harus merangkak di antara kaki saya. Han Xin mempunyai banyak ambisi dan
tahu bahwa bila ia membunuh orang itu ia harus membayar atas perbuatannya
dengan nyawanya. Bagaimana ia dapat membunuh pria itu? Pikirannya tidak
terpancing oleh hal itu, ia jadi merangkak diantara kaki tukang daging itu di
depan semua orang. Cerita sejarah menamakannya: Penghinaan merangkak
diantara selakangan kaki.

Pada tahun 209 SM, dua petani, Chen Sheng dan We Guang, memulai sebuah
pembrontakan melawan Dinasti Qin yang korup. Dengan cepat terjadi
pembrontakan terjadi di seluruh China. Han Xing bergabung dengan tentara
pembrontakan Xiang Liang, yang mendirikan kerajaan Chu Barat. Setelah Xiang
Liang tewas dalam perang, keponakan laki-lakinya Xiang Yu menjadi pemegang
kekuasaan Chu Barat. Xiang yu tidak berpikir banyak terhadap Han Xing dan
hanya memberinya posisi sebagai penjaga. Han Xing memberikan banyak usulan
kepada Xiang Yu, tapi tidak satupun diambil. Ia marah akan perlakuan tersebut
dan meninggalkan kemah Chu untuk bergabung dengan tentara pembrontakan
lain yang dikenal Han dibawah bangsawan Liu Bang.

Pada awalnya, Liu Bang juga tidak berpikir banyak terhadap Han Xing dan hanya
mengatakannya sebagai petugas yang mengatur suplai makanan. Han Xing
menyadari Liu Bang tidak akan memberinya jabatan penting dan memutuskan
untuk pergi lagi. Tetapi Perdana menteri Liu Bang, Xiao He, sadar akan
kemampuan Han Xing. Ketika ia mendengar berita bahwa Han Xing telah pergi,
ia menunggang kudanya mengejar Han Xing sepanjang malam dan
meyakinkannya untuk kembali. Ada suatu ungkapan tentang kisah ini: Xiao He
meyakinkan Han Xin dibawah bulan.

Kemudian, setelah mendapat banyak rekomendasi dari Xiao He, Liu Bang
mendiskusikan strategi militer dengan Han Xin dan sadar Han Xin adalah
seorang yang memiliki bakat militer yang langka. Liu Bang akhirnya
mengadakan upacara dan mengangkat Han Xin sebagai Jenderal besar

Bulan Mei tahun 206 SM, tentara Han memenangkan kemenangan utama
melawan tentara bangsawan Zhang Han. Tentara bangsawan Zhang Han
bermarkas di dekat kota Hangzhou. Jalan di sana telah dihancurkan. Han Xin
secara terbuka mengirim banyak prajurit untuk memperbaiki jalan tersebut.
Bangsawan Zhang Han mengetahui hal itu dan menempatkan penjaganya
dengan berpikir bahwa tentara Han tidak akan mampu meluncurkan serangan
hingga jalan selesai diperbaiki. Pada pertengahan waktu itu, Han Xin memimpin
sendiri pasukan menyusuri sebuah jalan belakang yang tua dekat Nanzheng dan
keluar melalui kota Chen Cang. Tentara bangsawan Zhang Han sepenuhnya
terkejut dan dihancurkan oleh tentara Han. Karena kemenangan ini, Liu Bang
bisa mengukuhkan dirinya sebagai salah seorang dari tiga pemimpin
pembrontakan.

Bulan Pebruari tahun kedua Hangaozu, Han Xin memimpin pasukannya ke luar
menyebrangi Hanguguan dan berjalan menuju kota Luoyang. Ia mendapat
rangkaian kemenangan. Tentara Han bahkan menaklukkan Peng, ibukota Chu,
yang diperintah oleh Xiang Yu. Pada waktu itu, Xiang Yu sedang
bertanggungjawab terhadap perang melawan negeri Qi. Ketika ia mendengar
jatuhnya kota Peng, ia memimpin 30.000 kavaleri yang terlatih dengan sangat
tinggi kembali ke kota Peng saat malam dan mengalahkan tentara Han dengan
cepat. Han Xin menyatukan kembali pasukan yang kalah dan bergabung dengan
kekuatan Liu Bang di wilayah Luoyang. Ia menggunakan taktik perang memblok
dan memojokkan dan mengalahkan tentara Chu diantara Kabupaten Jiang dan
Suoting, dan menghentikan tentara Xiang Yu bergerak menuju ke barat.
Akhirnya, pertempuran terdepan terjadi di Yingyan (sekarang adalah Provinsi
Henan).

Bulan Agustus, Liu Bang mengangkat Han Xin sebagai Perdana Menteri Kiri. Han
Xin memimpin tentara untuk menyerang negeri Wei. Bangsawan Bao Wei
menempatkan sejumlah besar pasukan sepanjang timur tepi Sungai Kuning.
Untuk menanggulangi strategi pasukan Wei, Han Xin menempatkan sejumlah
besar kapal di Linjin yang berseberangan dengan sisi Sungai Kuning, berpura-
pura akan menyerang dengan menyeberang sungai dengan kapal. Sementara itu
ia mempunyai peralatan sementara yang dibangun untuk menyeberang sungai
menggunakan kerangka kayu yang diikat bersama dengan vas keramik. Pasukan
menyebrangi hulu sungai di Xiayang dan membuat serangan kejutan di Anyi.
Dengan kemunculan tak terduga, pasukan Han di belakang tentara Wei, Han Xin
mengalahkan tentara Wei dan menangkap bangsawan Bao Wei.

Bulan September tahun ketiga Hangaozu, Han Xin memimpin pasukan menuju
timur untuk menyerang Eyu: ia menangkap penjabat Perdana Menteri Xia Chuo
dan menguasai Kabupaten Dai. Pada waktu itu, Liu Bang memerintahkan Han
Xin secepatnya menempatkan kekuatan utamanya di wilayah Yinyang untuk
memperkuat pertahanan wilayah. Dengan demikian, Han Xin memimpin hanya
kira-kira sepuluh ribu pasukan menuju timur untuk menyerang Zhao di Jingxing.
Bangsawan Xie Zhao dan kepala komandan, Chen Wu, menempatkan dua ratus
ribu prajurit di pintu gerbang Jingxing di wilayah Pegunungan Taixing. Tentara
Zhao berada pada daerah yang menguntungkan dan bersiap untuk bertempur
dengan Han Xin. Han Xin mengirim 2.000 kavelari ringan bermalam untuk
mengepung resimen utama tentara Zhao. Pada dini hari, Han Xin mengatur
kekuatan utama di pinggir tepi sungai, dengan sungai di belakang pasukan dan
memancing tentara Zhao untuk menyerang. Tentara Han berjuang dengan
sungai di belakang mereka. Mengetahui mereka tidak mempunyai jalan untuk
mundur, setiap orang berjuang dengan putus asa. 2.000 Kavaleri menggunakan
kesempatan untuk menyerang batalion Zhao. Ketika tentara Zhao melihat
bendera merah tentara Han berkibar dimana-mana, mereka panik dan jatuh
dalam kekacau-balauan. Han Xin menggunakan situasi yang menguntungkan ini
untuk menyerang dan mengalahkan 200.000 orang-kuat pasukan Zhao. Pasukan
Han membunuh komandan Chen Yu dan menangkap Bangsawan Xie Zhao.

Bulan November tahun keempat Hangaozu (203 SM), Han Xin menggunakan
taktik pasukan berat untuk cepat menyerang ibukota Qi, Linzi. Jenderal Chu,
Long Qie memimpin tentara 200.000 pasukan untuk penyelamatan dan bertemu
dengan tentara Qi yang kalah di Gaomi (sekarang adalah Provinsi Shandong).
Mereka berhadapan dengan tentara Han Xin pada sisi yang berseberangan dari
Sunga Huai. Secara rahasia, Han Xin telah mengirim pasukan saat malam untuk
memblokade air sungai di hulu dengan lebih dari sepuluh ribu kantung pasir.
Pada dini hari, ia mengirim sebagian pasukannya untuk menyeberang Sungai
Huai untuk menyerang pasukan Chu dan menarik diri berpura-pura telah
dikalahkan. Jendral Long Qie keliru menganggap tentara Han Xin takut dan
mengirim kekuatan utamanya menyebrang sungai untuk menyerang. Han Xin
memerintahkan pasukannya membuka hulu bendung dan air memisahkan
pasukan Chu menjadi dua bagian. Ia kemudian menggunakan strategi
menyerang musuh di tengah penyebrangan sungai dan membunuh semua
pasukan yang telah menyeberangi sungai. Jendral Long Qie juga ikut terbunuh.
Pasukan gabungan Qi dan Chu, yang berada di sisi lain sungai, mengalami
kegagalan tanpa pertempuran. Han Xin mengambil kesempatan dan mengejar
pasukan yang kabur dan menangkap Bangsawn Qi, Tin Guang. Ia menaklukkan
seluruh wilayah teritorial Qi.

Setelah Han Xin menguasai wilayah Qi, Xiang Yu panik. Ia cepat mengirim orang
untuk membujuk Han Xin untuk bergabung dengannya dan bertempur melawan
Han, berjanji akan memberikan sepertiga dari negerinnya. Han Xin menolaknya.
Pelapor Han Xin, Quqi Tong mencoba membujuknya: Jenderal, pernahkah anda
mendengar bahwa sangat berbahaya apabila seorang pemberani dan berbakat
melebihi seorang master dan jasa yang sangat besar tidak akan dibalas?
Reputasi anda sekarang merupakan peringatan bagi anda dan anda mempunyai
jasa yang besar. Jika anda bergabung dengan Chu, mereka tidak akan
mempercayai anda, dan kau akan kembali kepada Han, bangsawan Han akan
takut pada anda. Jika anda tidak membangun diri sendiri sebagai bangsawan
sesuai dengan hak anda, kalau begitu dimana yang akan menjadi rumah anda?
Han Xin Dengan cepat menghentikannya: Jangan bicara lagi. Bangsawan Han
memperlakukan saya dengan kebaikan dan kemurahan hati yang begitu besar.
Beliau memberi saya kereta kudanya sendiri untuk saya gunakan. Beliau
memberi saya bajunya untuk dipakai. Beliau memberi makanan untuk dimakan.
Nenek moyang kita berkata: Ketika kita mengendarai kereta kuda orang lain,
kau akan berbagi keresahannya; ketika kau memakai pakaiannya, kau juga
harus berbagi kecemasannya; dan ketika kau mengambil makanannya, kau
seharusnya melakukan yang terbaik untuknya. Bagaiman bisa saya melihat
hanya keuntungan saya sendiri dan lupa akan kebaikannya?

Ia menolak melawan Liu Bang. Tetapi wilayah Qi telah ditaklukkan dan di sana
perlu menciptakan seorang bangsawan untuk memerintah negeri itu dan
menenteramkan pikiran rakyat. Lalu Han Xin menulis sebuah surat kepada Liu
Bang meminta untuk menjadi penjabat bangsawan untuk Qi. Pada awalnya, Liu
Bang tidak menyetujui permintaan tersebut. Tetapi setelah mendengar pendapat
dari Zhang Liang dan Chen Ping, Liu Bang menjadikan Han Xin bangsawan Qi
dan memerintahkannya menyerang Chu.

Bulan Desember tahun kelima Hangaozu (202 SM, Chu dan Han berhadapan
langsung didalam suatu pertempuran yang sengit di Gaixe (sekarang Binan,
Provinsi Anhui). Liu Bang mengangkat Han Xin sebagai kepala komandan. Xiang
Yu mengomandani 100.000 pasukan Chu untuk menyerang dengan sengit di
depan Han. Han Xin memerintahkan bagian tengah pasukannya untuk mundur
sedikit dan untuk menghindari pengendara yang bersemangat dari pasukan Chu.
Ia kemudian membentangkan kedua sayap ke luar untuk menjalankan serangan
sisi dan memerintahkan bagian tengah pasukan untuk mendesaknya ke depan.
Strategi ini sepenuhnya mengepung pasukan Chu. Malam itu, Han Xin
memerintahkan pasukannya untuk menyanyikan lagu kebangsaan Chu dari
semua sisi. Pasukan Chu kehilangan semangat bertempur mereka dan sebuah
kenihilan di Haixia. Xiang Yu melakukan bunuh diri di tepi Sungai Wu. Lima
tahun peperangan antara Chu dan Han berakhir ketika Liu Bang menaklukkan
Negeri Chu.

Dimulai dari menjadi penjaga untuk Xiang Yu, Han Xin menjadi Jenderal dibawah
Liu Bang dan memperoleh kemenangan terkemuka berulangkali hanya dalam
beberapa tahun. Beliau adalah seorang tokoh utama dalam penentuan hasil
perang antara Han dan Chu. Quai Tong memuji semua ini tokoh kekuatan
militer sebagai: Seorang dengan strategi brilian yang langka. Prinsipnya dalam
memanuver pasukan adalah pujian tertinggi melalui surat strategi militer.
Berdasarkan Han Yiwenxhi, Han Xin menulis tiga bab Strategi Militer Hanxin.
Sangat disayangkan buku tersebut telah hilang

Kemampuan Han Xin membuat Liu Bang iri. Setelah mengalahkan Xiang Yu, Liu
Bang merampas komando militernya dan membuatnya menjadi bangsawan Chu.
Selanjutnya ia diturunkan ke Marquis Huayin dan kemudian ditempatkan
dirumah penahanan.

Pada tahun kesebelas Hangaozu (196 SM), Kaisar Lu dan Perdana Menteri Xiao
He mengumpankan Han Xin ke Istana Changle dan mengeksekusinya dengan
alasan konspirasi melawan negara. Sangat menyedihkan melihat seorang
jenderal besar dibunuh pada masa jayanya.

Translated from: http://www.zhengjian.org/zj/articles/2005/8/10/33402.html


Zhu Yuanzhang & Pelestarian Ekosistem
Penulis: Dai Guoren

[dajiyuan berita 25 April] Ming Tai Zu (Pendiri Dynasty Ming) Zhu Yuanzhang
(tahun 1368 - 1398), ahli strategi militer dan pakar politik. Di dalam masa
pemerintahannya, berturut-turut telah mendirikan Kota Kerajaan Ibu Kota
Tengah dan kota Nanjing, menerima pewarisan, melanjutkan dan mendalami
pembangunan ibu kota dengan konsep lingkungan hidup: Dikelilingi Gunung
dan Air, Gunung dan Air yang Indah Permai; implementasi hukum dan
perundang-undangan oleh dynasti Ming terdapat banyak sepak terjang yang
melindungi lingkungan alam.

Zhu Yuanzhang sejak kecil hidup miskin, orang tua dan kakak-kakaknya
meninggal karena wabah, setelah terlunta-lunta tanpa sanak saudara ia menjadi
bhiksu di Kuil Huang Jue. Kemudian pada masa akhir dynasti Yuan ia mengikuti
tentara pemberontak dasi kuning Guo Zixing, karena jasanya menonjol maka
diangkat sebagai wakil panglima tertinggi bagian sayap kiri, berturut-turut
mengalahkan divisi Chen Youliang dan Zhang Shicheng, pada tahun 1368 telah
mendirikan dinasti Ming.

Untuk pembangunan ibu kota, Zhu Yuanzhang telah mewarisi dan meneruskan
konsep lingkungan hidup dari dinasti Han, Tang, Song dan Yuan. Tahun 1386,
dalam landasan pembangunan kota Nanjing, telah mendirikan kota raja, kota
residen dan kota luar. Perencanaan, pengaturan dan tata letak dari kota dinasti
Ming telah merefleksikan akan kesadaran lingkungan hidup. Sebetulnya jauh
pada tahun 1369, Zhu Yuanzhang telah mendirikan kota raja ibu kota tengah di
kota Feng Yang, meski telah melalui terpaan hujan dan angin selama ratusan
tahun, sampai saat ini masih menyisakan kekokohan dan kemegahannya.
Kemudian kaisar Ming Chengzu, Zhu Di pada tahun 1420 telah mendirikan kota
terlarang di Beijing, pada dasarnya telah menyesuaikan kerangka perancangan
kota raja ibu kota tengah dan Nanjing, malah kemegahannya lebih agung dan
menakjubkan. Pahatan batu, ukiran kayu dan lukisan yang indah nan langka,
gazebo dan pavilion yang indah beraneka ragam, mewujudkan pengkristalan inti
sari dan style unik dari seni bangunan tradisional Tionghoa; Kumpulan pohon
cemara yang hijau royo-royo, genteng glazur biru, atap istana keemasan dan air
sungai pelindung kota yang beriak bergelombang kehijauan memantulkan warna
cahaya langit, secara keseluruhan menghasilkan lembaran-lembaran lukisan
indah dari keelokan antic bangunan lingkungan hidup istana kuno. Pakar
bangunan tersohor masa kini Liang Sicheng memuji-muji kota terlarang sebagai
Ibu kota abad pertengahan yang masih eksis yang paling akbar di dunia.
Seharusnya dikatakan, kota Nanjing dan kota terlarang (Beijing) yang dibangun
oleh Zhu Yuanzhang dan penerus dinastinya secara berturut-turut, telah
mendalami konsepsi bangunan ibu kota berwawasan lingkungan hidup yakni:
Dikelilingi Gunung dan Air, Gunung dan Air yang Indah Permai.
Pada masa awal pembangunan negara, Zhu Yuanzhang mematuhi prinsip dari
kaum Konfusianis yakni: Raja & Kaisar membudidayakan materi maka Langit
& bumi lestari, mengumumkan dan melaksanakan peraturan larangan yang
menguntungkan pemulihan lingkungan hidup alami dan perlindungan sumber
daya alam antara lain: Pada masa peralihan musim dingin dan musim semi,
dilarang mengolah sungai dan rawa; pada masa peralihan musim semi dan
musim panas, dilarang menaburkan racun ke padang rumput. Pada saat tunas
mengembang dilarang menginjak-nginjak, pada saat masa panen padi-padian
dilarang melakukan bakar-membakar, terhadap pengembangan sumber daya
alam dan perlindungan ragam hayati dll telah melakukan pembatasan dan
pelarangan yang mendasar. Setelah itu masih ada lagi titah raja tentang
penghentian penangkapan burung Zhegu (sejenis jalak endemik) dan ayam
bamboo (sejenis ayam hutan endemik) dll serta melarang negara-negara
taklukan mempersembahkan margasatwa langka.

Pada zaman Ming juga telah memberlakukan perlindungan terhadap tanah


resapan. Kitab <Guang Zhi Yi> mencatat: Pada masa dinasti Ming 3 laut
menengah, besar dan kecil, selama 4 musim air tidak mengering, berbagai jenis
burung-rusa-rase-kelinci dan buah-sayur-rumput-pohon termasuk dalam daftar
pelarangan. Merak dan bangau putih dsb ditetapkan sebagai burung langka.
Didirikan taman berburu kerajaan bagi kebutuhan berburu kaisar, secara
obyektif telah melindungi satwa liar, telah menjaga keragaman hayati.

Dinasti Ming juga sangat memperhatikan perlindungan hutan rimba di sepanjang


perbatasan. Pada tahun pertama masa Tian Shun, kaisar Ying Zong
menitahkan: Di wilayah pegunungan Yi Zhou, .jalur yang dilalui manusia dan
kuda, tidak diperkenankan memungut kayu bakar dan membuat arang. Sampai
masa pertengahan dinasti Ming, kondisi penebangan dan pengexpoitasian rimba
gunung semakin hari semakin parah, kaisar Xiao Zong menitahkan para pejabat
propinsi Shan Xi, Ning Xia, Liao Dong dll, tentara dan rakyat dilarang menebang
dan mengkomersilkan kayu hutan, yang melanggar dihukum mengikuti wajib
militer (dikirim ke perbatasan yang jauh). Guna mencegah pelanggaran
perbatasan oleh pasukan berkuda negara tetangga, dinasti Ming menjadikan
rimba alam sebagai penghambat, merajut policy pengaturan pencegahan dan
penangkalan: Sembilan Perbatasan, ada penindakan tegas terhadap perbuatan
pembalakan dan penebangan liar hutan rimba perbatasan, telah membuat
sebagian besar rimba alami di provinsi-provinsi: Hua Bei, Timur Laut hingga ke
Barat Laut memperoleh perlindungan.

Semasa dinasti Ming, dari pusat hingga ke daerah terdapat pengumuman tetang
peraturan reboisasi / penanaman pohon dan hutanisasi. Pada tahun 1394, Zhu
Yuanzhang memerintahkan setiap tentara di tangsi-tangsi militer untuk
melakukan: Penanaman seratus batang pohon berupa: Murbei dan Bidara;
Sementara pohon Kesemek, Sarangan dan Persik dlsb penanamannya
disesuaikan dengan situasi kondisi setempat, juga Memerintahkan rakyat
seluruh negeri harus banyak menanam pepohonan Murbei dan Bidara,
bersamaan dengan itu mengumumkan kebijaksanaan tentang penanaman baru
pepohonan Murbei dan Bidara dan dibebaskan dari pemungutan pajak cukai.
Dengan cara penggabungan reward & punishment semacam ini telah membuat
skala taman dan hutan bertambah besar. Ditambah lagi pihak istana dalam
penerimaan pegawai yang diuji tentang prestasinya dalam reboisasi dan
hutanisasi, telah semakin mendorong kemajuan volume penanaman hutan.
Reboisasi dan hutanisasi menjadi trend masyarakat kala itu, bahkan pejabat
tinggi pendiri negara seperti Liu Ji juga menulis: Penanaman sejumlah pohon,
pohon kayu dan pohon buah berpasangan, kota raja dan jalan serta gang-gang
hingga ke pedesaan: Menyongsong musim semi daun hijau lebat bagai awan
mendung, menerawang musim gugur buah besar bagai bintang berkerumun.
Sesuai data tahun 1395, penanaman pohon buah-buahan di provinsi-provinsi Hu
(Hu Nan & Hu Bei) dan Guang (Guang Dong & Guang Xi) mencapai 80 juta
batang, total seluruh negeri 1 milliard batang, 4000 buah lebih sungai yang
mengalir lancar, prestasi ekosistem cukup menonjol.
Dinasti Ming pernah membentuk department yang mengurusi hal-hal yang
berkaitan dengan kondisi lingkungan hidup Jawatan Pekerjaan Umum Bagian
Prediksi Keseimbangan & Pengendalian, memanajemeni Gunung Rawa
Pemetikan Penangkapan dan Barang Tembikar Peleburan Logam,
menerapkan larangan tentang masa jedah perikanan dan masa jedah
peternakan, dalam bidang instansi dan system peraturan telah melindungi
penggunaan yang wajar sumber daya alam. (WHs
Mengapa Orang-orang Menyebut Bian Que
Seorang Dokter Ajaib?
Penulis: Dai Guoren

(Erabaru.or.id) Menurut catatan sejarah, Bian Que berasal dari Zhengdi,


Kabupaten Bohai di Kerajaan Qi. Nama aslinya adalah Qin Yueren. Ketika muda,
ia bekerja sebagai manajer hotel. Seorang pengelana bernama Chang Sangjun
merupakan tamu tetap di hotel Bian Que. Bian Que menganggap Chang Sangjun
sebagai seorang yang spesial dan memberikan perlakuan khusus padanya.
Chang Sangjun juga tahu bahwa Bian Que bukan orang biasa. Mereka menjadi
teman akrab. Satu hari, setelah mengenal satu sama lain selama lebih dari 10
tahun, Chang Sangjun mengundang Bian Que ke tempatnya untuk suatu
percakapan pribadi. Chang Sangjun memberitahu Bian Que, Saya telah tua dan
segera akan meninggal. Saya mempunyai ramuan rahasia yang akan saya
berikan kepadamu. Saya harap kamu dapat merahasiakannya.

Bian Que berkata, Saya akan melakukan sesuai kehendakmu.

Chang Sangjun mengeluarkan obat-obatan dari sakunya dan memberikannya


kepada Bian Que, Kamu dapat mencampur obat ini dengan embun dari langit
dan meminumnya, kemudian kamu dapat melihat semuanya dalam 30 hari.
Setelah Bian Que menerima obat itu, Chang Sangjun tiba-tiba menghilang. Ia
menyadari bahwa Chang Sangjun bukan orang biasa.

Bian Que minum obat tersebut sesuai dengan anjuran Chang Sangjun. Tiga
puluh hari kemudian ia dapat melihat orang dari balik tembok. Menggunakan
bakat khusus ini, ia dapat melihat organ dalam dan penyakit dari orang-orang.
Tetapi ia masih menggunakan teknik tradisional mengecek denyut nadi guna
menyembunyikan kemampuan aslinya. Ia membuka praktek pengobatan selama
Kerajaan Qi dan Zhao. Selama Kerajaan Zhao, ia menyebut dirinya Bian Que.

Seorang dokter terkenal yang dikenal Bian Que mempraktekan pengobatan di


Tiongkok mulai 2697 sampai 2598 S.M. Qin Yueren hidup selama 2000 tahun
kemudian, tetapi karena keahlian Qin Yueren dalam mengobati pasien, orang-
orang menyebut Bian Que dengan rasa hormat. Pelan-pelan, semua orang
memanggilnya Bian Que dan sangat sedikit yang tahu bahwa nama aslinya Qin
Yueren.

Bian Que menggunakan banyak teknik berbeda dalam praktek pengobatannya:


tumbuhan, akupuntur, pijat dan segala macam metode, tergantung situasinya
dan sanggup mengobati segala jenis penyakit. Ia berkelana ke seluruh penjuru
kerajaan dan mengobati orang dari berbagai status sosial. Kemanapun ia pergi,
ia selalu mengobati orang sesuai dengan tingkatan keparahan mereka.

Zhao Jianzi, pejabat senior di Kerajaan Jin dalam keadaan sakit serius dan koma
selama 5 hari. Ketika Bian Que dipanggil untuk menemuinya, ia hanya melihat
sekilas pada Zhao Jianzi dan segera meninggalkan kamar. Ketika pejabat Dong
An bertanya Bian Que mengenai diagnosisnya, Bian Que berkata, Sirkulasi
darahnya normal, jangan panik. Pada masa lalu, Qin Mu Gong, raja dari
Kerajaan Qin juga mengalami hal yang sama dan ia sembuh dalam 7 hari.

Beberapa hari kemudian Zhao Jianzi bangun dari komanya. Ketika seseorang
memberitahu Zhao kata-kata Bian Que, Zhao Jianzi terpesona. Ia kemudian
memberikan Bian Que 40.000 mu (ukuran tanah di Tiongkok, 1 mu=0,165 Ha)
tanah untuk menunjukkan penghargaannya.

Pada suatu ketika, Bian Que berkelana ke Kerajaan Guo di mana pangeran
terbaring, kelihatannya meninggal karena sakit. Setelah mendengarkan seorang
dokter bernama Zhong Shuzi menggambarkan tentang gejala penyakit
pangeran, Bian Que tahu bahwa pangeran tidak mati, gejalanya disebut mati
suri. Bian Que memberitahu Zhong Shuzi bahwa pangeran akan sembuth. Zhong
Shuzi berkata, Saya mendengar bahwa dulu, seorang dokter terkenal bernama
Yu Fu tidak menggunakan obat biasa dalam prakteknya. Ia dapat melihat
penyakit dengan pengamatan. Ia akan mengikuti meridian energi dari organ
dalam orang, memotong jaringannya, membuka saluran meridian, menjahit
ototnya, membersihkan membrannya, mencuci organnya, mengkultivasi jiwanya
dan mengganti tubuhnya. Jika kamu dalam melakukan semua itu maka
pangeran akan sembuh. Jika tidak, kamu bahkan tidak dapat menyakinkan anak
kecil bahwa pangeran akan kembali hidup.
Setelah ia mendengar komentar Zhong Shuzi, Bian Que menghela napas dan
berkata, Yang kamu gambarkan tadi hanya merupakan sebagian kecil cara dari
diagnosis kedokteran, seperti menyaksikan langit melalui sepotong pipa bambu
dan mengamati bunga melalui celah. Pengobatan saya sangat spesial. Tidak ada
gunanya memeriksa denyut nadi, mengamati warna dan aliran energi,
mendengarkan suara atau pun melihat kondisi fisiknya. Tanpa semua teknik itu
saya dapat memberitahukan akar penyebab penyakitnya. Jika saya melihat
gejala luarnya, saya dapat menyimpulkan penyebab internalnya. Sebaliknya, jika
saya tahu penyebab internalnya maka saya dapat memprediksi gejala luarnya.
Ketika orang sakit, itu kelihatan dari luar. Berdasarkan ini saya dapat
mendiagnosa orang dari seribu mil. Saya mempunyai banyak cara untuk
mendiagnosa dan mengobati penyakit. Kamu tidak dapat melihat sesuatu dari
satu sisi saja. Setelah itu, Bian Que menyuruh seorang muridnya untuk
melakukan tusuk jarum pada pangeran. Segera setelah itu pangeran bangun
dari kematiannya. Kejadian ini menyebabkan Bian Que sangat terkenal. Orang-
orang menyebutnya dokter ajaib yang dapat membangunkan orang dari
kematian.

Diwaktu lain, Bian Que bertemu dengan Qin Huangong, raja kerajaan Qin yang
di tubuhnya terdeteksi penyakit serius. Bian Que memberitahu Qi Huangong
bahwa penyakitnya hampir menuju ke permukaan tetapi Qi Huangong tidak
memperdulikannya. Lima hari kemudian, Bian Que memberitahu Qi Huangong
bahwa penyakitnya berada dalam aliran darahnya. Peringatannya diabaikan lagi.
Lima hari kemudian, Bian Que melihat penyakit Qi Huangong menjalar ke organ
internalnya dan lima hari kemudian menjalar ke sumsum tulangnya. Bahkan
dewa yang mengatur kehidupan dan kematian tidak dapat membalikkan
penyakit ini. Bian Que segera kabur. Ketika penyakit Qi Huangong menjadi
serius orang-orang mencari Bian Que guna mengobati penyakit raja tetapi telah
terlambat. Bian Que telah pergi. Karena mengabaikan peringatan dokter Bian
Que, Qi Huangong mati karena penyakit.

Cerita sejarah di atas memberitahu kita bahwa Bian Que menggunakan


kemampuan supernormalnya guna mengobati penyakit. Ia dapat melihat akar
penyebab penyakit. Teknik diagnostiknya yang berupa mengecek denyut hanya
aksi guna menenangkan orang. Seorang dokter terkenal lainnya seperti Hua Tuo,
Sun Simio dan Li Shizhen semua memiliki kemampuan ini. Banyak dari mereka
adalah kultivator Tao yang menekankan pada segi kebaikan dan memandang
hambar pada nama dan uang. Bian Que menggunakan kemampuannya guna
mengobati penyakit pasiennya. Ia dapat segera melihat akar penyebabnya,
menerapkan perawatan yang tepat dan mencapai hasil yang diinginkan maka
orang memanggilnya dokter ajaib.

Dari pandangan kultivator, semua orang memiliki kuasa supernormal. Tetapi


sekarang dengan menurunnya standar moral, orang menjadi sangat materialistis
dan menekankan pada hal yang terlihat. Akibatnya, orang kehilangan
kemampuan aslinya. Dokter sekarang menggunakan stetoskop, mesin sinar-X,
CT Scan dan alat kedokteran lainnya guna mendiagnosa. Orang berpikir bahwa
ini adalah alat canggih tetapi dokter sering salah menggunakannya dan akhirnya
diagnosanya salah. Kemampuan khusus Bian Que dapat melihat organ dalam
seseorang. Ia dapat melihat kenyataan sebenarnya pada berbagai tingkat.
Dibandingkan dokter sekarang, yang mana yang lebih canggih dan ajaib?

Orang tahu bahwa sejak jaman kuno, pengobatan tradisional Tiongkok


menekankan pada segi kebaikan tetapi tidak tahu mengapa. Alasan sebenarnya
adalah hubungan yang dekat antara kepentingan pribadi seseorang, pikiran yang
bajik dan kemampuan untuk menyembuhkan. Ketika dokter kehilangan
kebaikannya, kemampuan menyembuhkan tidak akan berjalan. Kemampuan
supernormal, hal yang paling penting dalam praktek pengobatan kuno, sekarang
tidak ada lagi, mereka telah ditinggalkan. Pengobatan tradisional Tiongkok
sekarang tidak lagi memperhatikan masalah kebaikan di dalam para praktisinya,
mereka sekarang berdasarkan pada pengalaman masa lalu dan resep dari masa
lalu. Mereka mengajarkan hal-hal luar sementara itu tidak memperdulikan
isinya. Tidak ada Bian Que atau dokter ajaib lagi sekarang ini.

Chinese version available at


http://minghui.org/mh/articles/2006/4/7/124376.html
http://www.clearwisdom.net/emh/articles/2006/4/28/72541.html
Qu Yuan Seorang pujangga patriot
(asal usul peringatan tradisi Bakcang)
Penulis artikel : Shu Ping

Dajiyuan.com - Qu Yuan (dibaca: chu yuen), dipanggil juga Ping alias Zhengze,
bernama: Lingjun, penduduk negara Chu dari zaman Zhan Guo (negara-negara
saling berperang, yaitu antara tahun 403 SM 221 SM). Beliau adalah
keturunan bangsawan dengan ketrampilan segudang: menulis, wawasan dan
keberanian; terlebih-lebih kecintaannya terhadap negara tak perlu diragukan
lagi. Namun sayang beliau tidak ditempatkan pada kedudukan penting oleh raja
Chu, ditambah lagi dengan pemboikotan dan pemfitnahan dari pejabat
berpengaruh saat itu: Le Shang dan komplotannya, sehingga karir politiknya jadi
kacau dan sempat dibuang sebanyak 2 kali.

Pertama kali dibuang, disebabkan oleh karena Le Shang merasa iri dengan
kemampuan Qu Yuan dan sikap kepeduliannya terhadap urusan negara, oleh
karena itu sering menjelek-jelekkan Qu Yuan di hadapan raja Chu (Chu Huai
Wang), mengatakan Qu Yuan bersikap congkak hanya karena bisa sering
berdiskusi urusan politik dengan raja Chu dan lain sebagainya. Mendengar hal itu
raja Chu marah besar dan membuang Qu Yuan. Itu adalah pertama kali dalam
hidupnya Qu Yuan dibuang. Meskipun beliau dibuang, tetapi hatinya masih
tertambat dengan urusan negara. Ketika beliau mendengar bahwa negara Qin
berencana mengumpan raja Chu dengan seorang wanita cantik yang akan
membunuhnya, dengan segera beliau kembali ke negara Chu dan berupaya
menasehati / memperingatkan raja Chu. Namun Chu Huai Wang sama sekali
tidak mau mendengar omongannya, terpaksa beliau meninggalkannya. Ternyata
benar, tidak lama kemudian, raja Chu telah terbunuh oleh konspirasi negara Qin.
Bisa dibayangkan bagaimana kala itu perasaan Qu Yuan.

Pembuangan kedua kalinya adalah karena raja baru Chu (Qin Xiang Wang) naik
tahta, Qu Yuan lagi-lagi menjadi korban kejahatan komplotan Le Shang dengan
menyebar gossip dan memfitnah Qu Yuan, akhirnya sekali lagi Qu Yuan diusir
keluar dari negerinya. Kali ini beliau tiba di Jiang Nan (wilayah selatan dari
sungai Yangtse), dengan wajah murung karena tidak tega melihat negara
terancam ambruk, namun juga merasa tidak mampu membalas budi kepada
negara, maka dengan rasa putus asa sembari memeluk batu besar beliau terjun
dan tewas di sungai Mi Luo. Pada hari itu tepat adalah tanggal 5 bulan 5
menurut penanggalan tahun Imlek (Tahun ini jatuh pada tanggal 31 Mei 2006).

Konon setelah Qu Yuan terjun ke dalam sungai, rakyat negara Chu sangat
berduka dan berbondong-bondong menuju ke sungai Mi Luo untuk melayat Qu
Yuan. Para nelayan hilir mudik berupaya mengentas jenazahnya. Ditemukanlah
satu ide bahwa di tempat dimana Qu Yuan meloncat ke dalam sungai Mi Luo
dilemparkan banyak bakcang. Mereka percaya apabila setelah kenyang
memakan bacang-bacang tersebut, ikan dan udang tidak bakal mengganggu
jenazah Qu Yuan lagi. Selain itu ada juga orang yang pada hari tersebut
mengadakan kegiatan mendayung perahu naga sebagai perlambang pencarian
dan pertolongan kepada Qu Yuan. Malah ada sebagian orang lagi yang
menuangkan arak Xiong Huang ke dalam sungai dengan keyakinan agar naga
yang berada di dasar sungai mabuk duluan sehingga tidak mengganggu Qu
Yuan. Berbagai macam cara yang menandakan rasa cinta dan hormat rakyat
negara Chu dan para generasi penerus kepada Qu Yuan.

Qu Yuan didalam karirnya walau tidak sesuai harapan, namun di dalam karya
kesusasteraannya sangat disegani.

Li Sao Meninggalkan Kegalauan adalah hasil karya Qu Yuan pada saat


pembuangan pertamanya, puisi tersebut berjumlah total 373 baris dan 2400
lebih aksara. Di dalam Li Sao, Qu Yuan mengekspresikan tuntas seluruh
perasaannya, menunjuk keblingeran penguasa negara di dalam realitas
kehidupan sehari-hari dan kebobrokan para birokrat dan lain lain; di dalam Li
Sao melalui sejumlah besar kisah dongeng dan mitos serta cara penulisan yang
hiperbola namun berani, telah menyampaikan kegundahan dan rasa cintanya
terhadap negara dan rakyat. Generasi penerus mengakui Li Sao sebagai hasil
karya unggulannya.
Mungkin karena mirip dalam situasinya kala itu dan barangkali juga adalah
karena saling mengagumi antar sesama patriot, penilaian Shima Quan (pakar
sejarah zaman Sam Kok, tahun 200an Masehi) terhadap Qu Yuan cukup tinggi.
Tidak cukup hanya mewartakannya di dalam Shi Ji Catatan Sejarah, namun juga
perlu mencambuk diri sendiri dengan semangat [Qu Yuan dibuang, Li Sao
anugerahnya], dalam penyelesaian karya raksasanya Shi Ji / Catatan Sejarah.
Walaupun Qu Yuan dengan kematiannya tidak mampu mengubah sejarah negara
Chu, akan tetapi dengan kematiannya yang menerangi tekad dan kesetiaannya
yang tulus dan teguh terhadap negara telah meninggalkan ingatan yang
mendalam bagi generasi penerus. ?(WHs)
Kehidupan "Elizabeth dari Thrigen, Orang Suci dari Eropa

Elisabeth menyumbangkan mantelnya kepada seorang pengemis. Pada


saat bersamaan dia menerimanya kembali dari seorang malaikat,
sementara itu malaikat lainnya mengenakan mahkota kesucian di atas
kepalanya. (foto: institut seni dan galeri kota Stdel)
Elisabeth menampung orang asing potongan dari jendela-hias gereja
Elisabeth di Marburg.
(foto: Marburg, gereja Elisabeth/Asosiasi umum konggregasi Protestan
di Marburg)

Prosa-roman (kalangan istana) dengan tulisan dan gambar tangan dari


Heinrichs von Veldeke yang sezaman dengan Elisabeth, sebagian besar
tulisan dan gambar tangan terlihat dengan jelas ilustrasi penyajian
bergaya budaya istana.

(Erabaru.or.id) - Pada tgl 7 Juli 1207 terlahir di Hongaria seorang anak


perempuan yang konon telah mempengaruhi kaum Kristiani di Eropa hingga
beberapa abad secara terus menerus dengan semangat kasih dan pengorbanan:
Elisabeth von Thringen. Seorang wanita yang sangat dipenuhi dengan jiwa
welas asih bergelora kepada manusia di sekitarnya.

TELADAN UNTUK KEWAJIBAN SOSIAL


Pada tahun ini genap 800 tahun perayaan hari ulang tahun wanita yang unik ini.
Di sejumlah kota terdapat inisiatif dan serba-neka aktifitas yang ingin
menyampaikan sedikit tentang kehidupannya dan era semasa hidupnya.
Terutama di Thringen dan Hessen terdapat program kebudayaan dan komuni
yang beragam. Tahun 2007 diberlakukan sebagai tahun Elisabeth dan
menyajikan kepada khalayak peluang untuk mengetahui sedikit tentang wanita
dengan kewajiban sosial dan spiritualitasnya yang begitu hidup yang merupakan
cahaya bagi banyak orang. Pada masa perang Salib dan kelaparan mewabah dia
berkiprah sebagai wanita dan sebagai anak manusia yang menunjukkan
konsistensi. Dia memiliki nyali memisahkan dirinya dari lingkungan pergaulannya
dan hidup dalam kehidupan sesuai prisip kekristenan.

Sebagai seorang putri raja Hongaria dia termasuk bangsawan papan atas
Eropa. Keputusannya untuk melepaskan dirinya dari situ, membuatnya menjadi
panutan paling disukai diantara wanita bangsawan pada kalangan istana
terpenting di Eropa. Juga 800 tahun sesudah kelahirannya popularitasnya tidak
terpatahkan. Banyak gereja, sekolah, rumah-sakit, yayasan, ordo dan taman
kanak-kanak dinamakan menggunakan namanya. Dia termasuk orang yang
paling dicintai pada keseluruhan masa abad pertengahan. Dewasa ini kota-kota
seperti Kln, Nrnberg, Marburg, Straburg, Udine atau Assisi menjadi saksi
pemujaan besar berupa patung, gambar pada jendela, relief kayu, tempayan
keramat.

KASIH YANG PENUH PENGORBANAN KEPADA KAUM PAPA


Apa yang membuat kehidupan wanita ini pada masa kehidupannya sudah begitu
unik? Wanita ini berkeyakinan harus mematahkan secara radikal statusnya
sebagai bangsawan agar bisa mengikuti jiwa dan hati-nuraninya. Dia
mendekatkan dirinya dengan yang termiskin dan ternista, walau dia sendiri
berasal dari keluarga bangsawan. Dari ketaatannya yang mendalam dia mencari
Tuhannya dan melihat Kristus tuannya pada setiap orang miskin dan orang yang
menderita. Keputusan untuk kehidupan yang mencintai sesama dengan penuh
pengorbanan dipraktekkan olehnya secara konsekuen dalam tindakan. Dia
memberikan harta miliknya kepada kaum papa dan menyumbangkan hatinya
kepada mereka yang datang kepadanya. Dia memberi makan kepada yang
sedang kelaparan dan mendirikan sebuah rumah sakit untuk penderita sakit dan
kaum lemah di wilayah sekitarnya. Hal tersebut untuk kala itu adalah suatu
langkah yang radikal dan spektakuler. Ketika dia wafat pada tahun 1231 - pada
usia baru 24 tahun dalam waktu yang begitu singkat dia telah meninggalkan
jejak-jejaknya. Hanya 4 tahun sesudahnya yakni tahun 1235 dia dinyatakan
sebagai orang suci oleh Paus Gregor IX, waktu yang sangat singkat untuk
dinyatakan sebagai orang suci. Satu tahun kemudian dengan disaksikan oleh
Kaisar Friedrich II, jenazahnya diangkat dari makamnya di kapella rumah sakit
Marburg dan dipindahkan ke peti mati yang berharga. Dia semenjak saat itu
dianggap sebagai orang nasional dan suci dari Jerman abad pertengahan,
sebagai teladan untuk perilaku kemanusiaan dan tanggung jawab sosial.
Sesudah pengangkatannya sebagai orang suci, Elisabeth dalam waktu singkat
dipuja di seantero Eropa dan ketenarannya menyebar luas ke seluruh wilayah
tahta suci Roma.

PEMBANGUNAN GEREJA BAGI ORANG MISKIN PADA ABAD


PERTENGAHAN
Pada suatu masa dimana pasukan berkuda perang Salib di bawah naungan
kepercayaan mengupayakan invasi dan harus menanggung kekalahan pahit, di
Eropa tumbuh suatu kesadaran baru. Mereka merasakan suatu kehampaan,
yang hendak diisinya dengan pemahaman baru dalam kepercayaan. Upaya
untuk memperoleh kekayaan materi berbalik menjadi satu ideal baru: hidup
seperti rasul pada masa lalu, dalam kemiskinan, kepercayaan dan hasil karya
baik. Telah berdiri satu ordo pengemis baru. Pada masa dimana perpecahan
terjadi diantara intern gereja Katolik telah bermunculan ordo masyarakat
katholik baru, yang hendak menghidupkan kembali Kekristenan. Diantara
mereka adalah pendukung Franziska. Tatkala pada tahun 1223 pendukung
Franziska yang pertama mencapai Thringen, Elisabeth mengadakan kontak
dengan penganut dari Franziskus von Assisi dan mendukung kepindahan mereka
ke Eisenach. Beberapa tahun berlalu sewaktu dia tiba pada keputusannya untuk
hidup di dalam kemiskinan dan kasih, dan sepenuhnya mempraktekkannya.

KEHIDUPAN DEMI PENGABDIAN KEPADA ORANG LAIN


Sudah sejak berusia 4 tahun dia dipertunangkan dengan tuan tanah Ludwig IV
dari Thringen, kelak dia menjadi istrinya dan tinggal sebagian besar waktunya
di Wartburg. Disinilah dia mulai sedikit demi sedikit hidup sesuai kewajaran
seorang kristen. Konrad von Marburg, pastur pengakuan dosanya menulis
tentang dirinya: Bagaimana dia dalam sepanjang hidupnya sebagai penghibur
bagi kaum miskin, demikianlah dia memulai sekarang (selama wabah kelaparan
pada tahun 1226) sungguh-sungguh adalah seorang penyuap bagi orang yang
kelaparan, dimana dia mendirikan sebuah rumah sakit di dekat puri, di dalam RS
tersebut dia telah menampung banyak sekali penderita sakit dan orang yang
lemah. Kemudian dia harus meninggalkan tempat tersebut setelah kematian
sang suami dan akirnya tiba di Marburg dimana dia menetap hingga akir
hayatnya. Disinipun lagi-lagi telah ia dirikan pada tahun 1228 sebuah RS besar
dimana dia sendiri tidak canggung untuk membantu para pasien dengan sekuat
tenaganya. Pastur pengakuan dosanya memberitakan tentang dirinya: Orang
yang paling menderita dan ternista diajak duduk di mejanya, dan ketika saya
oleh karena itu mencelanya, dia menjawab kepada saya, dia menerima dari
mereka pengampunan dan kepasrahan yang istimewa dan harus....., apa yang
terletak di belakangnya, melalui keseimbangan dengan yang berlawanan dan
mencari penyembuhannya. Pengorbanan ini tidak dapat tinggal lebih lama lagi
di dunia. Dalam waktu beberapa tahun kecintaannya kepada Tuhan dan kepada
manusia telah menguras tenaga Elisabeth dan dia meninggal pada tgl 17
November 1231 sesudah menderita penyakit yang singkat.

Semenjak tgl 7 Juli s/d 19 November untuk mengenang orang suci tersebut
disajikan pameran ke 3 di daerah Thringen Wartburg tentang kehidupan sang
suci. Sejumlah pertunjukan misalnya panggung musik dipertontonkan kepada
generasi penerus tentang hasil karya, era dan karismanya.

http://www.elisabeth-wartburg.de
http://www.marburg.de/elisabeth
Kubilai menghormati sang kakak

Erabaru.or.id - Kubilai adalah Kaisar pendiri Dinasti Yuan. Ia mempunyai


seorang kakak bernama Meng Ge, kedua bersaudara tersebut saling
menghormati dan menyayangi, terlebih Kubilai sangat menghargai kakaknya. Di
kala sang kakak menjabat sebagai Khan dari Mongolia, ia pernah membantu
kakaknya dan telah banyak berjasa, maka Meng Ge juga sangat mempercayai
sang adik dan memberinya kekuasaan yang besar.

Kubilai gemar membaca dan suka berhubungan dengan orang-orang dari suku
Han (Suku mayoritas bangsa Tionghoa sekarang) serta menjalin persahabatan
dengan para ksatria seluruh negeri. Sewaktu ia memerintah wilayah dataran
tengah yang dihuni oleh suku Han, telah memperoleh dukungan dari orang-
orang Han yang cakap dan memerintah wilayah dataran tengah dengan serba
teratur.

Pada suatu ketika anak buahnya memberikan laporan: Khan mengutus orang ke
dataran tengah untuk menginspeksi perilaku pejabat daerah kita dan telah
mengantongi 100 lebih pelanggaran, setelah selesai diperiksa tanpa kecuali akan
dihukum mati! Setelah mendengarnya Kubilai merasa sangat berduka, dalam
hati berpikir para pejabat itu semuanya adalah orang yang terpercaya, jikalau
dibunuh, mau mengandalkan siapa lagi untuk memerintah dataran tengah?

Tatkala itu seorang kawan suku Han setelah mengetahuinya, dengan tulus
berkata kepadanya: Khan adalah kakak tertua Anda lagi pula ia adalah raja
negara, walau saat ini Anda merasa terpojokkan, harap jangan
mempermasalahkannya! Sebaiknya Anda mengirim keluarga Anda sendiri tinggal
bersebelahan dengan Khan demi menunjukkan kesetiaan Anda. Khan
menyaksikan kesetiaan Anda dengan sendirinya tidak akan lagi mempercayai
omongan kasak kusuk dan lantas mencurigai Anda. Setelah mendengar
perkataan tersebut, memahami dengan mendalam maksud dari para pejabat
tersebut, maka dengan segera mengirim semua penghuni rumahnya menuju
Kotaraja He Lin, dan juga menghadap Meng Ge sendiri di He Lin.
Kesalahpahaman kedua bersaudara tersebut telah dilenyapkan, mereka kembali
bersahabat dan bekerjasama persis seperti sedia kala, sehati dan saling mengisi
serta bersama-sama membangun Negara menjadi makmur dan kuat.

(Sumber:Dajiyuan)

Anda mungkin juga menyukai