Anda di halaman 1dari 4

Kasus 1:

Study Kelayakan Pabrik Gula

Industri gula di Indonesia dewasa ini belum memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan.
Produksi gula belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri sehingga masih dipelukan impor
gula. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menutupi kekurangan produksi gula ini, antara lain:
Memperluas areal tanaman tebu baik yang diusahakan oleh pabrik gula maupun petani (areal tebu
rakyat)
Meningkatkan produktivitas tanaman tebu melalui program intensifikasi.
Merehabilitasi serta menambah kapasitas pabrik gula yang sudah ada.
Membangun pabrik gula baru dengan melibatkan investasi perusahaan swasta nasional.

Usaha perluasan tanaman tebu untuk pengembangan pabrik gula baru telah dilakukan di beberapa daerah
di luar pulau Jawa seperti di Aceh, Sumatera Utara, Lampung, dan Sulawesi Utara dengan hasil yang cukup
memuaskan. Oleh karena itu, pada dasarnya Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk
mengembangkan industri gula. Sebagai komoditi yang termasuk kebutuhan pokok, tata niaga gula pasir
dulu dikendalikan oleh BULOG, namun dengan tekanan dari IMF maka tataniaga gula dibebaskan. Data
ststistik memperlihatkan tingkat konsumsi gula di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun. Suatu
penelitian telah menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara tingkat pendapatan dengan tingkat konsumsi
gula per kapita. Dengan demikian peningkatan konsumsi gula dipengaruhi oleh faktor-faktor:
1. Pertambahan penduduk
2. Peningkatan pendapatan per kapita

Oleh karena itu, dimasa depan tingkat konsumsi gula tetap akan mengalami peningkatan sejalan dengan
semakin baiknya tingkat ekonomi masyarakat. Dengan latar belakang tersebut sebuah perusahaan swasta
nasional menjajagi pembangunan pabrik gula. Sebagai bahan dalam mengambil keputusan tentunya
diperlukan suatu studi kelayakan.

Secara umum proses produksi gula pasir dapat dibedakan dalam tiga jenis:
1. Proses defekasi yang menghasilkan gula mentah dengan kualitas HS 1 (Head Sugar) dan HS 11.
2. Proses karbonatasi yang menghasilkan gula pasir putih dengan SHS 1 (Superior Head Sugar) dan
SHS 11.
3. Proses sulfitasi yang menghasilkan gula pasir putih dengan kualitas SHS 1 dan SHS 11.

Dengan mempertimbangkan berbagai faktor, perusahaan telah memutuskan akan menggunakan proses
sulfitasi. Kualitas gula pasir yang dihasilkan proses ini mempunyai karakteristik sebagaimana dikemukakan
pada Tabel 1.

Proses produksi dengan proses sulfitasi dapat dilihat pada Gambar 1. Fasilitas produksi yang dibutuhkan
dapat dikelompokkan atas 10 unit proses (lihat Tabel 2).
Tabel 1: Karakteristik Gula Hasil Proses Sulfitasi

Uraian Maksimum Rata-rata Minimum


Kebeningan 71,4 67,7 65,6
Kebersihan 12,4 11,0 9,8
Besar butir spesifik (mm) 1,01 0,91 0,84
Tabel 2: Fasilitas Produksi Pabrik

No. Fasilitas Produksi Harga (US $)


1 Cane preparation plant 75.000
2 Milling plant 440.000
3 Clarification plant 155.000
4 Evarorating plant 430.000
5 Boiling and Cristalizing plant 465.000
6 Centrifugal, drying and bagging plant 475.000
7 Steam generation plant 300.000
8 Electric power plant 125.000
9 Laboratory 125.000
10 Work Shop 100.000
Catatan kurs 1 US$ = Rp. 8.500,00

Kapasitas produksi pabrik direncanakan minimal 500 ton tebu giling per hari. Hasil produksi berupa gula
pasir putih dengan kualitas tinggi (SHS 11) dan mollase sebagai by product (1/3 hari hasil gula pasir).
Pekerjaan sipil terdiri dari atas kegiatan-kegiatan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3. Luas lantai
bangunan pabrik adalah 3.500 m2. Waktu yang diperlukan mulai dari persiapan proyek sampai dengan
pengoperasian pabrik diperkirakan 3 tahun.

Berdasarkan survey telah dievaluasi beberapa alternatif lokasi. Lokasi definitif telah ditentukan di suatu
daerah dengan luas area yang mungkin dikembangkan mencapai 2.000 hektar. Tanah ini dapat diperoleh
dengan mengajukan permohonan hak guna usaha (HGU) dengan masa pemakaian selama 30 tahun. Biaya
yang diperlukan Rp. 100.000,00 per hektar. Pemasok bahan baku tebu direncanakan melalui usaha dari
pabrik yang akan dibangun. Untuk memperoleh hasil rendemen yang tinggi, apabila telah cukup umur, tebu
memerlukan musim yang cukup kering. Kondisi iklim yang lebih kering di daerah tersebut terjadi pada
bulan Juni sampai dengan Oktober. Oleh karena itu penanaman tebu sebaiknya dilakukan pada bulan Mei
sampai dengan September.

Tabel 3. Pekerjaan Sipil Pembangunan Pabrik

No. Uraian Biaya (US$)


1 Bangunan 400,000.00
2 Kantor Administrasi 100,000.00
3 Bangunan Kesejahteraan Karyawan 75,000.00
4 Perumahan Karyawan 180,000.00
Catatan: pengadaan alat kantor US$ 50,000.00

Peralatan produksi yang diperlukan oleh unit perkebunan memerlukan investasi sebesar Rp. 1.430.0000,00
(tidak termasuk tanah). Rincian investasi ini dikemukakan pada Tabel 6.
Tabel 4: Hasil Tebu dengan Pola Tebang Rataan

Kebun Hasil Tebu (Ton per Ha)


Kebun tanaman 90
Ratoon I 83
Ratoon II 76
Ratoon III 70

Untuk dapat menjamin kelangsungan penanaman tebu, unit usaha perkebunan perlu membuka lahan untuk
keperluan pembibitan. Pada Tabel 5 dapat dilihat rencana pembibitan, penanaman dan ratoon tebu.

Tabel 5. Rencana Pembibitan- Penanaman Tebu dan Ratoon

Tahun Ke
Uraian
1 2 3 4 5 6
Uraian Bibit nenek 3 3 3 3 3 3
Kebun Bibit Induk 12 12 12 12 12
Kebun Bibit Datas 60 60 60 60 60
Luas Kebun Bibit 3 75 75 75 75 75
Kebun tanaman 300 300 300 300
Ratoon I 300 300 300
Ratoon II 300 300
Ratoon III 225
Luas Areal Tanaman Produksi 300 600 900 1125
Total Luas 3 75 375 675 975 1200
Catatan :1.Luas dalam hektar
2. Tahun ke-7 dan seterusnya luas areal tetap 1.200 hektar

Tanaman tebu siap ditebang setelah berumur 11-12 bulan. Kegiatan penanaman tebu meliputi pekerjaan:
1. Pembersihan tanah (land clearing)
2. Persiapan tanah yang terdiri atas:
Pembajakan
Penggauran
Pembuatan alur
3. Penanaman (Kultivitas)
4. Panen

Berdasarkan hasil kebun percobaan dilokasi, diperoleh data tanaman tebu sebagai berikut:
Varietas : POJ 3016 dan PS 41
Jarak tanam : 150 cm atau rumpun
Jumlah tebu : 3 batang perumpun
Berat tebu : 2 Kg per batang
Rendamen rata-rata : 8,5 %

Kebutuhan air pada musim kering akan dipenuhi dengan irigasi. Irigasi yang sesuai untuk keperluan ini
adalah irigasi curah sprinkler. Sumber air diambil dari sungai yang mengalir melalui lokasi.

Pasar = STP
Teknologi dan proses produksi
Manajemen = struktur organisasi
Ekonomis dan finansial

Tabel 6: Peralatan Produksi Unit Perkebunan


No. Uraian Biaya (US$)
1 Alat Transportasi 200,000.00
2 Unit Irigasi 150,000.00
3 Mesin dan Peralatan Pertanian 250,000.00
4 Prasarana Jalan 100,000.00

Untuk menyiapkan tenaga kerja pada saat pengoperasian pabrik, perusahaan perlu merencanakan program
pelatihan. Pelatihan ini terutama ditujukan untuk meningkatkan kemampuan karyawan dalam:
Teknik produksi;
Pemeliharaan fasilitas produksi;
Teknik pertanian tebu;
Manajemen;

Biaya yang diperlukan untuk pelatihan ini seluruhnya US$ 100,000.00 lamanya pelatihan antara 4 minggu
sampai dengan 6 bulan. Penyelenggaraan pelatihan mengambil bentuk on the job training, bekerja sama
dengan Balai Pelatihan Perusahaan Perkebunan (BP3G Pasuruan).

Pembiayaan investasi terdiri atas fixed assets dan modal kerja. Keperluan modal kerja terutama digunakan
selama pabrik belum beroperasi. Setelah pabrik beroperasi (tahun keempat) besarnya modal kerja
diperkirakan sebesar biaya produksi untuk 30 hari giling (tidak termasuk biaya depresiasi dan amortisasi).

Tabel 7: Depresiasi dan amortisasi Fixed Asset

No. Uraian Umur (Tahun)


1 Biaya Persiapan Pabrik 15
2 Fasilitas Produksi Pabrik 25
3 Alat Transportasi 10
4 Investasi Lainnya 25
Catatan: Biaya persiapan proyek meliputi survey, feasibility studi, design and engineering
(diperkirakan 10 % dari nilai proyek)

TUGAS
Setiap kelompok diminta untuk membuat studi kelayakan Pembangunan Pabrik Gula tersebut yang
mencakup:
a. Analisis pasar
b. Analisis aspek teknologi dan proses produksi
c. Analisis aspek manajemen
d. Analisis ekonomis dan finansial
Dalam membuat studi kelayakan ini setiap kelompok dapat menambah/mencari informasi dan membuat
asumsi yang realistis bila memang diperlukan

Anda mungkin juga menyukai