Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi

dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Termasuk dalam kehamilan ektopik ialah

kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter, kehamilan servikal dan

kehamilan abdominal primer atau sekunder. Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah

keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus

maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien. Kehamilan ektopik

merupakan salah satu kehamilan yang berakhir abortus, dan sekitar 16% kematian dalam

kehamilandikarenakan perdarahan yang dilaporkan disebabkan kehamilan ektopik yang

pecah. Faktor resiko yang berperan terhadap kejadian Kehamilan Ektopik terganggu

diantaranya adalah faktor usia, faktor paritas, penyakit ginekologi dan riwayat

penggunaan alat kontrasepsi.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kehamilan ektopik

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan

tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim

misalnya dalam tuba, ovarium, servik, intraligamen atau di dalam rongga perut (abdominal).

Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat implantasinya

tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai aterm. Kehamilan ektopik

terganggu (KET) adalah keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga

terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.

Gambar 1. Lokasi Kehamilan Ektopik

2
2.2 Klasifikasi kehamilan ektopik

1. Kehamilan Tuba
Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopi. Sebagian

besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba (95%). Konseptus dapat berimplantasi pada

ampulla (55%), isthmus (25%), infundibulum (17%), atau pun pada interstisial (2%) dari

tuba. Tuba fallopi mempunyai kemampuan untuk berkembang yang terbatas, sehingga

sebagian besar akan pecah (ruptura) pada umur kehamilan 35-40 hari.

2. Kehamilan Ovarial

Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh kehamilan ektopik.

Diagnosis kehamilan ovarial apabila ditemukan 4 kriteria spielberg, yaitu :

Tuba pada sisi kehamilan harus normal

GS ( gestasional sac ) berlokasi di ovarium

GS dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii proprium

Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding GS

Empat kriteria tersebut sukar dipenuhi karena biasanya sudah terjadi kerusakan pada

umur kehamilan awal sehingga gambaran menjadi kabur. Biasanya mengalami rupture

pada kehamilan awal, dan menyebabkan perdarahan intraabdomen.

3. Kehamilan Servikal

Implantasi zigot pada canalis servikalis menyebabkan perdarahan tanpa rasa nyeri pada

umur kehamilan awal. Jika kehamilan berlanjut, serviks membesar dengan OUE sedikit

terbuka. Jarang berlanjut sampai umur kehamilan 12 minggu.

3
Diagnosis

kriteria Rubin:

a. Kelenjar servik harus ditemukan ditempat yang bersebrangan dengan tempat

implantasi zigot

b. Plasebta berimplantasi dibawah a. Uterina atau dibawah peritoneum viscerael

uterus

c. Plasenta berimplantasi kuat di serviks

Namun kriteria ini menyuklitkan karena harus dilakukan histerektomi atau biopsy

jaringan,maka ada kriteria lain.

kriteria paalman & McElin:

a. Ostium uteri internum tertutup

b. Ostium uteri eksternum sebagian membuka

c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalan endoserviks

d. Serviks teraba lunak, membesar sehingga membentuk hour-glass uterus

4. Kehamilan Abdominal

Kehamilan abdominal ada 2 macam:

a. Primer, dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut.

b. Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang lain misalnya di dalam

saluran telur atau ovarium yang selanjutnya berpindah ke dalam rongga abdomen

oleh karena terlepas dari tempat asalnya.

Hampir semua kasus kehamilan abdominal merupakan kehamilan ektopik sekunder

akibat ruptur atau aborsi kehamilan tuba atau ovarium ke dalam rongga abdomen. Walaupun ada

4
kalanya kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini jarang terjadi, yang lazim

ialah bahwa janin mati sebelum tercapai maturitas (bulan ke 5 atau ke 6) karena pengambilan

makanan kurang sempurna.

kriteria studdiford untuk kehamilan abdominal primer:

a. Tuba dan ovarium harus normal

b. Tidak ada fistula uteroplasenta

c. Kehamilan benar-benar berhubungan dengan permukaan peritoneum & cukup

muda menyingkirkan implantasi sekunder

Gejala

Terdapat gejala rangsangan peritoneal,seperti nyeri perut bagian bawah,mual dan muntah

Diagnosis

a. Pada kehamilan lanjut: biasanya letak janin melintang, bagian janin dapat diraba

langsung dibawah dinding perut,uterus diraba terpisah dari janin

b. Tes oksitosin : injeksi oksittosin IV

Uterus kontraksi = kehamilan intrauterine

Uterus tidak kontraksi = kehamilan intraabdominal

Alat bantu diagnosis

a. Culdosintesis

b. USG

c. Laparoskopi

5
5. Kehamilan intraligamen

Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah.

Konseptus yang terjatuh ke dalam ruangan ekstra peritoneal ini apabila lapisan korionnya

melekat dengan baik dan memperoleh vaskularisasi di situ fetusnya dapat hidup dan

berkembang dan tumbuh membesar. Dengan demikian proses kehamilan ini serupa

dengan kehmilan abdominal sekunder karena keduanya berasal dari kehamilan ektopik

dalam tuba yang pecah.

2.3 Patofisiologi

Beberapa hal dibawah ini ada hubungannya dengan terjadinya kehamilan ektopik:

a. Pengaruh faktor mekanik

Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan kehamilan ektopik antara lain: riwayat operasi

tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat operasi non-ginekologis seperti apendektomi,

pajanan terhadap diethylstilbestrol, salpingitis isthmica nodosum (penonjolan-penonjolan

kecil ke dalam lumen tuba yang menyerupai divertikula), dan alat kontrasepsi dalam

rahim (AKDR). Hal-hal tersebut secara umum menyebabkan perlengketan intra- maupun

ekstraluminal pada tuba, sehingga menghambat perjalanan zigot menuju kavum uteri.

Faktor mekanik lain adalah pernah menderita kehamilan ektopik, pernah mengalami

operasi pada saluran telur seperti rekanalisasi atau tubektomi parsial, induksi abortus

berulang, tumor yang mengganggu keutuhan saluran telur.

b. Pengaruh faktor fungsional

Faktor fungsional yaitu perubahan motilitas tuba yang berhubungan dengan faktor

hormonal. Dalam hal ini gerakan peristalsis tuba menjadi lambat, sehingga implantasi

6
zigot terjadi sebelum zigot mencapai kavum uteri. Gangguan motilitas tuba dapat

disebabkan oleh perobahan keseimbangan kadar estrogen dan progesteron serum. Dalam

hal ini terjadi perubahan jumlah dan afinitas reseptor adrenergik yang terdapat dalam

utrus dan otot polos dari saluran telur. Ini berlaku untuk kehamilan ektopik yang terjadi

pada akseptor kontrasepsi oral yang mengandung hanya progestagen saja, setelah

memakai estrogen dosis tinggi pascaovulasi untuk mencegah kehamilan. Merokok pada

waktu terjadi konsepsi dilaporkan meningkatkan insiden kehamilan ektopik yang

diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan afinitas reseptor adrenergik dalam

tuba.

c. Kegagalan kontrasepsi

Sebenarnya insiden kehamilan ektopik berkurang karena kontrasepsi sendiri mengurangi

insidensi kehamilan. Akan tetapi dikalangan para akseptor bisa terjadi kenaikan insiden

kehamilan ektopik apabila terjadi kegagalan pada teknik sterilisasi. Alat kontrasepsi

dalam rahim selama ini dianggap sebagai penyebab kehamilan ektopik. Namun ternyata

hanya AKDR yang mengandung progesteron yang meningkatkan frekuensi kehamilan

ektopik. AKDR tanpa progesteron tidak meningkatkan risiko kehamilan ektopik, tetapi

bila terjadi kehamilan pada wanita yang menggunakan AKDR, besar kemungkinan

kehamilan tersebut adalah kehamilan ektopik.

d. Peningkatan afinitas mukosa tuba

Dalam hal ini terdapat elemen endometrium ektopik yang berdaya meningkatkan

implantasi pada tuba.

7
e. Pengaruh proses bayi tabung

Beberapa kejadian kehamilan ektopik dilaporkan terjadi pada proses kehamilan yang

terjadi dengan bantuan teknik-teknik reproduksi (assisted reproduction). Kehamilan tuba

dilaporkan terjadi pada GIFT (gamete intrafallopian transfer), IVF (in vitro fertilization),

ovum transfer, dan induksi ovulasi. Induksi ovulasi dengan human pituitary hormone dan

hCG dapat menyebabkan kehamilan ektopik bila pada waktu ovulasi terjadi peningkatan

pengeluaran estrogen urin melebihi 200 mg sehari.

2.4 Faktor Resiko

a) Usia

usia merupakan faktor resiko yang penting terhadap terjadinya kehamilan ektopik.

Sebagian besar wanita mengalami kehamilan ektopik berumur 20-40 tahun dengan umur

rata-rata 30 tahun. Menurut Linardakis (1998) 40% dari kehamilan ektopik terjadi antara

umur 20-29 tahun.

b) Paritas

Insiden kehamilan ektopik meningkat seiring dengan pertambahan paritas. Kejadian ini

lebih banyak terjadi pada multipara.

c) Ras/Suku

Suku termasuk bagian dari budaya yang tentunya akan mempengaruhi perilaku dalam

menggunakan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan. Kehamilan ektopik

lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari pada wanita kulit putih. Perbedaan

ini diperkirakan karena peradangan pelvis lebih banyak ditemukan pada golongan wanita

kulit hitam.

8
d) Tingkat Pendidikan

Ibu dengan pendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatannya selama

kehamilan bila dibanding dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penting dalam usaha menjaga kesehatan ibu,

anak dan juga keluarga. Semakin tinggi pendidikan formal seorang ibu diharapkan

semakin meningkat pengetahuan dan kesadarannya dalam mengantisipasi kesulitan dalam

kehamilan dan persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk melakukan pengawasan

kehamilan secara berkala dan teratur.

e) Pekerjaan

Derajat sosio ekonomi masyarakat akan menunjukkan tingkat kesejahteraan dan

kesempatannya dalam menggunakan dan menerima pelayanan kesehatan. Jenis pekerjaan

ibu maupun suaminya akan mencerminkan keadaan sosio ekonomi keluarga. Kehamilan

ektopik lebih sering terjadi pada keadaan sosio ekonomi yang rendah.

f) Riwayat Penyakit Terdahulu

Riwayat penyakit yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik adalah infeksi,

tumor yang mengganggu keutuhan saluran telur, dan keadaan infertil.

g) Riwayat Kehamilan Jelek

Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik adalah

kehamilan ektopik, induksi abortus berulang dan mola. Sekali pasien pernah mengalami

kehamilan ektopik ia mempunyai kemungkinan 10 sampai 25% untuk terjadi lagi. Hanya

60% dari wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik menjadi hamil lagi,

walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi.

9
h) Riwayat infeksi pelvis

Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik mempunyai

riwayat infeksi pelvis sebelumnya. Calon ibu menderita infeksi akibat penyakit GO

(gonorrhea) ataupun radang panggul. Hal inilah yang menyebabkan ibu yang menderita

keputihan harus melakukan pemeriksaan untuk memastikan gejala yang di deritanya

adalah tanda infeksi atau hanya keputihan yang bersifat fisiologis.

i) Riwayat kontrasepsi

Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan ektopik. Pada

kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral atau

dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) , rasio kehamilan ektopik dibandingkan

dengan kehamilan intrauterin adalah lebih besar daripada wanita-wanita yang tidak

menggunakan metode kontrasepsi. Kejadian kehamilan ektopik pada akseptor AKDR

dilaporkan 12 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pemakai kondom. Diperkirakan

terjadi 2 kehamilan ektopik per 1000 akseptor AKDR setiap tahun. Akseptor pil yang

berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai insiden yang tinggi terhadap kehamilan

ektopik apabila terjadi kehamilan selagi menjadi akseptor yaitu 5 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan insidennya yang biasa.

j) Riwayat operasi tuba

Adanya riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur sterilisasi yang gagal

maupun usaha untuk memperbaiki infertilitas tuba semakin umum sebagai faktor resiko

terjadinya kehamilan ektopik.

10
k) Merokok

Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan meningkatkan insiden kehamilan

ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan afinitas reseptor

andrenergik dalam tuba.

2.5 Gejala Klinis

Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita tidak

menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala seperti

pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran disertai rasa agak sakit pada payudara yang

didahului keterlambatan haid. Disamping gangguan haid, keluhan yang paling sering ialah nyeri

di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-

kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.

Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari perdarahan

banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas, sehingga

sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik

terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehmilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan

keadaan umum penderita sebelum hamil. Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada

kehamilan ektopik. Nyeri dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh

abdomen, atau hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut yang

sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh darah yang keluar ke

dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat nyeri hebat, meskipun perdarahannya

sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satu-

satunya sebab timbul nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan

11
iritasi peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi. Amenorea atau gangguan haid

merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada

kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea

karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Bercak darah (spotting) atau perdarahan

vaginal merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini

menunjukkan kematian janin, dan berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan

biasanya sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus. Pada

pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri

dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisar dari diameter 5 sampai 15 cm, dengan konsistensi

lunak dan elastis.

2.6 Pencegahan

1) Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah usaha-usaha yang dilakukan sebelum sakit (prepatogenesis),

antara lain :

Perbaikan dan peningkatan status gizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh

terhadap penyakit infeksi seperti infeksi akibat gonorea, radang panggul. Keadan

gizi buruk dan keadaan kesehatan yang rendah menyebabkan kerentanan

terhadap penyakit infeksi pada alat genitalia sehingga berisiko tinggi untuk

menderita kehamilan ektopik.

Menghindari setiap perilaku yang memperbesar risiko kehamilan ektopik seperti

tidak merokok terutama pada waktu terjadi konsepsi, menghindari hubungan

seksual multipartner (seks bebas) ataiu tidak berhubungan selain dengan

pasangannya.

12
Memberikan dan menggalakkan pendidikan kesehatan kepada masyarakat seperti

penyuluhan mengenai kehamilan ektopik, pendidikan tentang seks yang

bertanggung jawab dan nasehat perkawinan melalui berbagai media, sekolah-

sekolah, kelompok pengajian dan kerohanian.

Penggunaan kontrasepsi yang efektif. Dewasa ini masih terus dilakukan kegiatan

untuk menemukan suatu cara kontrasepsi hormonal yang mempunyai efektivitas

tinggi dan efek sampingan yang sekecil mungkin. Pil kombinasi merupakan pil

kontrasepsi yang sampai saat ini dianggap paling efektif.

2) Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder merupakan upaya menghentikan proses penyakit lebih lanjut,

mencegah terjadinya komplikasi dengan sasaran bagi mereka yang menderita atau

terancam menderita kehamilan ektopik, meliputi:

a. Program penyaringan

Usaha pencegahan sekunder dapat dilakukan melalui program penyaringan

(screening) bagi wanita yang beresiko terhadap kejadian PMS sehingga diagnosis

dapat ditegakkan sedini mungkin dan dapat segera memperoleh pengobatan secara

radikal pada penderita untuk mencegah terjadinya radang panggul yang beresiko

menimbulkan kehamilan ektopik.

b. Diagnosa dini

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang obstetrik memberikan

kemungkinan kehamilan ektopik dapat ditegakkan diagnosisnya secara dini yaitu

sebelum gejala-gejala klinik muncul, artinya sebelum kehamilan ektopik pecah.

Dalam hal ini pemeriksaan prenatal dini dalam trimester pertama sangat penting bagi

13
pasien-pasien yang beresiko tinggi terhadap kejadian kehamilan ektopik. Mereka

yang dianggap beresiko tinggi terhadap kehamilan ektopik antara lain adalah wanita

yang pernah menjalani bedah mikro saluran telur, pernah menderita peradangan

dalam rongga panggul, menderita penyakit pada tuba, pernah menderita kehamilan

ektopik sebelumnya. akseptor AKDR atau pil bila terjadi kehamilan tidak sengaja,

dan pada kehamilan yang terjadi dengan teknik-teknik reproduksi.

b.1 Anamnesa Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai

beberapa bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai

keluhan hamil muda dan gejala hamil lainnya. Nyeri perut bagian bawah, nyeri

bahu, tenesmus dan perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian

bawah.

b.2 Pemeriksaan umum Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan

dalam rongga perut dapat ditemukan tanda-tanda syok.

b.3. Pemeriksaan ginekologi Tanda-tanda kehmilan muda mungkin ditemukan.

Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba maka

akan terasa sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping

uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Cavum douglasi yang menonjol dan

nyeri raba menunjukkan adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang-kadang

bisa naik sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.

c. Terapi medikamentosa dan penatalaksanaan bedah

Dewasa ini penanganan kehamilan ektopik yang belum terganggu dapat

dilakukan secara medis ataupun bedah. Secara medis dengan melakukan injeksi

14
lokal methotrexate (MTX), kalium klorida, glukosa hiperosmosis,

prostaglandin, aktimiosin D dan secara bedah dilaksanakan melalui :

c.1. Pembedahan konservatif Dimana integritas tuba dipertahankan. Pembedahan

konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan

salpingotomi. Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil

konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal

tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada

tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi

hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati.

Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan

elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk

sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi

maupun laparoskopi. Pada dasarnya prosedur salpingotomi sama dengan

salpingostomi, kecuali bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali.

Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam

hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi

dan salpingotomi.

c.2. Pembedahan radikal Dimana salpingektomi dilakukan, Salpingektomi

diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:

1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu),

2) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif,

3) terjadi kegagalan sterilisasi,

4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya,

15
5) pasien meminta dilakukan sterilisasi,

6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi,

7) kehamilan tuba berulang,

8) kehamilan heterotopik, dan

9) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.

Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat

menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang

sebenarnya sudah sempit. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier meliputi

program rehabilitasi (pemulihan kesehatan) yang ditujukan terhadap penderita

yang baru pulih dari Kehamilan Ektopik meliputi rehabilitasi mental dan social

yakni dengan memberikan dukungan moral bagi penderita terutama penderita

yang infertile akibat Kehamilan Ektopik agar tidak berkecil hati, mempunyai

semangat untuk terus bertahan hidup dan tidak putus asa sehingga dapat

menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna.

16

Anda mungkin juga menyukai