Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ensefalopati adalah istilah kelainan fungsi otak menyeluruh yang dapat akut atau kronik,
progresif atau statis.1 Gejala umum ensefalopati adalah gangguan status mental. Penyebab
ensefalopati bermacam-macam, seperti kegagalan sistemik, gangguan metabolik, toksin, dan
obat-obatan.2 Ensefalopati sering menjadi komplikasi dari sirosis alkoholik, gagal ginjal atau
anoxia.
Angka kejadian ensefalopati secara umum belum banyak diteliti, penelitian dilakukan
pada masing-masing jenis ensefalopati. Ensefalopati terdiri dari beberapa jenis, seperti
Ensefalopati hipertensi, ensefalopati hepatikum, ensefalopati uremikum, ensefalopati Wernicke,
dan ensefalopati iskemik. Ensefalopati hipertensi banyak ditemukan pada usia pertengahan
dengan riwayat hipertensi sebelumnya. Hipertensi diderita sekitar 60% pada orang dewasa diatas
65 tahun. 70-80% kasus hipertensi disebabkan oleh penyakit ginjal. Ensefalopati hipertensi
adalah manifestasi pertama dari penyakit ginjal. kejang adalah salah satu gelaja tersering dari
ensefalopati hipertensi.3 Ensefalopati hepatikum adalah komplikasi yang terjadi pada 28% dari
penderita sirosis. Gejala yang timbul dapat berupa gangguan mental ringan sampai dengan
koma.4 Penderita gagal ginjal dengan GFR kurang dari 10 mL/menit dapat berkembang menjadi
ensefalopati.5 Ensefalopati uremikum terjadi pada 40% penderita dengan level BUN (Blood Urea
Nitrogen) lebih dari 90 mg/dL.6 Defisiensi Tiamin (Vitamin B1) dapat menyebabkan Wernicke's
Encephalopathy (WE). Korsakoff amnestic syndrome adalah manifestasi neuropsikiatrik lanjut
dari WE. Dari penelitian di Amerika Serikat, insiden terjadinya WE adalah antara 0,8-2,8% dari
populasi umum. Insiden dapat lebih tinggi dari 12,5% pada masyarakat yang sering
mengonsumsi alkohol.7 Insiden terjadinya ensefalopati iskemik adalah 1-4 kasus per 1000
kelahiran. Asfiksia menyebabkan kematian 920.000 neonatal setiap tahunnya. Lebih dari 1 juta
anak dengan asfiksia saat lahir berkembang menjadi cerebral palsy, retardasi mental, kesulitan
belajar dan disabilitas lain.8
Ensefalopati dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang bermakna bahkan dapat
menyebabkan kematian. Pendekatan diagnostik yang baik dapat menjadi langkah awal bagi
terapi yang tepat serta dapat menurunkan resiko komplikasi yang berat.
2

1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah memahami aspek teori Ensefalopati dan
mengetahui apa yang harus dilakukan untuk menangani Ensefalopati. Penyusunan makalah ini
sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di
Departemen Ilmu Penyakit Syaraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis maupun pembaca
khususnya dari peserta P3D untuk mengintegarasikan teori yang ada dengan aplikasi kasus yang
ditemui di lapangan.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ensefalopati adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan gangguan fungsi otak menyeluruh
dapat akut maupun kronik, progresif ataupun statis, yang merupakan hasil dari kegagalan
sistemik, metabolik dan pengaruh toksik.1,2 Ensefalopati terdiri dari beberapa jenis, seperti
Ensefalopati hipertensi, ensefalopati hepatikum, ensefalopati uremikum, ensefalopati Wernicke,
dan ensefalopati iskemik.
Ensefalopati hipertensi adalah ensefalopati akut yang dihasilkan dari kegagalan dari
upper limits autoregulasi serebral. Gejala yang timbul bersifat progresif dan cepat, seperti nyeri
kepala, kejang, gangguan penglihatan, gangguan status mental, dan defisit neurologik fokal.
Gangguan yang timbul umumnya reversibel jika diobati secara dini. Namun dapat fatal jika
pengobatan terlambat.9
Ensefalopati hepatikum adalah ensefalopati yang dihasilkan dari komplikasi sirosis hati.
Gangguan yang muncul bersifat reversibel atau progresif, berupa perubahan fungsi kognitif,
perilaku, dan kepribadian.4
Ensefalopati uremikum adalah ensefalopati yang disebabkan oleh gagal ginjal. Gagal
ginjal menyebabkan terjadinya uremia. Uremia yang menyebar sampai ke korteks
mengakibatkan manifestasi ensefalopati, seperti delirium, koma, nyeri kepala, gangguan visus,
tremor dan kejang.10
Ensefalopati Wernicke adalah ensefalopati yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B1
(Tiamin). Dr Carl Wernicke, menjelaskan Ensefalopati wernicke sebagai sebuah triad dari acute
mental confusion, ataksia, dan ophthalmoplegia. Di Negara-negara barat, defisiensi tiamin sering
dihubungkan dengan konsumsi alkohol kronik, karena alkohol berefek pada uptake dan
utilization tiamin. Namun, ensefalopati wernicke dapat juga terjadi pada kondisi non alkoholik
seperti pada prolonged starvation, hiperemesis gravidarum, bariatric surgery, dan AIDS. Selain
itu dapat juga berkembang pada bayi sehat yang diberi susu formula yang tidak tepat.7
4

Ensefalopati iskemik hipoksik adalah suatu sindroma yang ditandai dengan kelainan
klinis dan laboratorium yang timbul karena adanya cedera otak akut yang disebabkan oleh
asfiksia.8

2.2 Etiologi
Secara klinis, diagnosis ensefalopati digunakan untuk menggambarkan disfungsi otak difus yang
disebabkan oleh gangguan faktor sistemik, metabolik, iskemik, atau toksik. Gangguan faktor
sistemik antara lain seperti hipertensi/krisis hipertensi, gagal ginjal, dan gagal hati/sirosis
hepatik.1

2.3 Patogenesis
2.3.1 Ensefalopati Hipertensi
Ensefalopati hipertensi dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan darah. Beberapa kondisi yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah antara lain nefritis akut, eklampsia, penyakit
jantung dan hipertensi kronik. Pada umumnya, sirkulasi darah otak diatur oleh mekanisme
autoregulasi. Arteriol akan dilatasi untuk merespon penurunan tekanan darah dan arterior akan
konstriksi bila terjadi peningkatan tekanan darah. Mekanisme autoregulasi ini akan mengalami
gangguan bila tekanan darah terlalu tinggi (>200/110 mmHg). Menurut konsep over-regulation,
pembuluh darah otak mengalami spasme oleh karena hipertensi akut, yang akan mengakibatkan
iskemi serebral dan edema sitotoksik. Sedangkan menurut konsep autoregulation breakthrough,
arteriol serebral mengalami dilatasi paksa yang dapat mengakibatkan edema vasogenik. Edema
serebral yang terjadi ini akan menekan ventrikel otak dan menimbulkan disfungsi otak.9
2.3.2 Ensefalopati Hepatikum
Ensefalopati hepatikum yang paling umum ditemukan adalah pada keadaan gagal hati kronik
pada sirosis hepatis, proses yang terjadi berjalan lambat seiring dengan perjalanan penyakitnya.
Varises esophagus yang ruptur merupakan predisposisi utama yang meningkatkan kejadian
ensefalopati hepatikum, Darah yang mengalir dalam saluran cerna berjumlah cukup banyak
karena berasal dari tempat bertekanan tinggi akibat hipertensi porta, sehingga banyak pula
protein globin darah yang akan dimetabolisme oleh bakteri usus menjadi amonia kemudian
diserap oleh tubuh.11
5

Hati berperan penting dalam detoksifikasi zat zat berbahaya. Salah satu zat toksik yang
harus diubah hati adalah NH3 yang merupakan hasil deaminase asam amino dan perubahan
akibat kerja bakteri usus yang mengandung urease terhadap protein, NH3 selanjutnya diubah
menjadi urea pada sel hati periportal dan menjadi glutamine pada sel hati perivenus, sehingga
jumlah amonia yang masuk sirkulasi dikontrol dengan baik.12,13
Permeabilitas sawar darah otak berubah pada pasien sirosis hepatis dekompensata,
sehingga lebih mudah ditembus oleh metabolit seperti neurotoksin. Dalam keadaan dimana
amoniak tidak dimetabolisme oleh hati akibat kerusakan sel hati maupun akibat pintasan portal
ke sistemik tanpa melewati hati, maka amonika yang beredar dapat menembus sawar darah otak
dan mengganggu metabolisme otak. Amoniak secara invitro akan mengganggu keseimbangan
potensial aksi sel saraf.12,13
2.3.3 Ensefalopati Uremikum
Patogenesis ensefalopati uremikum sangat kompleks. Akumulasi metabolit, gangguan hormonal,
gangguan metabolisme, dan ketidakseimbangan neurotransmitter eksitator dan inhibitor menjadi
faktor yang berpengaruh dalam patogenesis ensefalopati uremikum. Gagal ginjal dapat
menyebabkan akumulasi substansi organik yang berpotensi menjadi neurotoksin uremik.
Metabolit yang diketahui meningkat oleh karena gagal ginjal tersebut adalah urea dan senyawa
guanidine. Menumpuknya kadar urea di dalam plasma menyebabkan ketidakseimbangan
neurotransmitter otak.14
Kadar senyawa guanidine ditemukan dalam serum dan cairan serebrospinal pada pasien
uremia. Salah satu dari senyawa tersebut adalah guanidinosuccinic acid yang akan menghambat
transketolase. Transketolase adalah enzim yang berperan dalam pemeliharaan myelin. Inhibisi
transketolase tersebut dapat mengakibatkan perubahan myelin pada system saraf pusat maupun
perifer.15
2.3.4 Ensefalopati Wernicke
Ensefalopati wernicke disebabkan oleh defisiensi vitamin B1 (Tiamin). Tiamin adalah prekursor
untuk tiamine pyrophosphate. Tiamine pyrophosphate adalah kofaktor enzim kunci pada jalur
biokimia yang berbeda, termasuk diantaranya pyruvate dehydrogenase and alpha-ketoglutarate
dehydrogenase pada siklus Kreb, dan transketolase di jalur pentose-phosphate. Tiamin adalah
vitamin larut air yang tersimpan di hati. Namun, penyimpanan ini hanya sampai 18 hari.
Defisiensi tiamin akan menurunkan aktivitas tiamine-dependent enzymes. Hal ini mengakibatkan
6

terjadinya sequence of metabolik yang akan menghasilkan energy compromise dan kematian sel
saraf di regio saraf dengan kebutuhan metabolik dan tiamin yang tinggi. Area yang umumnya
terkena antra lain nucleus thalamicus dorsalis medial, korpus mammilare, periaqueductal grey
matter, dan bagian inferior dari ventrikel IV, juga termasuk ocular motor and vestibular nuclei
dan vermis serebellar.16
2.3.5 Ensefalopati Iskemik hipoksik
Ensefalopati iskemik terjadi pada penderita dengan asfiksia. Umumnya terjadi pada bayi yang
baru lahir. Beberapa menit setelah fetus mengalami hipoksia total, terjadi bradikardia, hipotensi,
turunnya curah jantung dan gangguan metabolik seperti asidosis respiratorik. Respon sistem
sirkulasi pada fase awal dari fetus adalah peningkatan aliran pintas melalui duktus venosus,
duktus arteriosus dan foramen ovale, dengan tujuan memelihara perfusi dari otak, jantung dan
adrenal, hati, ginjal dan usus secara sementara. Patologi hipoksia-iskemia tergantung organ yang
terkena dan derajat berat ringan hipoksia. Pada fase awal terjadi kongesti, kebocoran cairan
intravaskuler karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan pembengkakan sel
endotel merupakan tanda nekrosis koagulasi dan kematian sel. Kongesti dan petekie tampak pada
perikardium, pleura, timus, jantung, adrenal dan meningen. Hipoksia intrauterin yang
memanjang dapat menyebabkan hiperplasia otot polos arteriol pada paru yang merupakan
predisposisi untuk terjadi hipertensi pulmoner pada bayi. Distress pernapasan yang ditandai
dengan gasping, dapat terjadi akibat aspirasi bahan asing dalam cairan amnion (misalnya
mekonium, lanugo dan skuama).17
Kombinasi hipoksia kronik pada fetus dan cedera hipoksik-iskemik akut setelah lahir
akan menyebabkan neuropatologik khusus dan hal tersebut tergantung pada usia kehamilan. Pada
bayi cukup bulan akan terjadi nekrosis neuronal korteks (lebih lanjut akan terjadi atrofi kortikal)
dan cedera iskemik parasagital. Pada bayi kurang bulan akan terjadi lusensi periventrikuler
(selanjutnya akan menjadi spastik diplegia), status marmoratus basal ganglia dan pendarahan
intraventrikuler. Pada bayi cukup bulan lebih sering terjadi infark fokal atau multifokal pada
korteks yang menyebabkan kejang fokal dan hemiplegia jika dibandingkan dengan bayi kurang
bulan. Identifikasi infark terbaik dilakukan dengan CT Scan atau MRI. Edema serebral
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, dan sering terjadi pada Ensefalopati Iskemik
hipoksik berat.18
7

2.4 Pendekatan Klinis


2.4.1 Ensefalopati Hipertensi
2.4.1.1 Anamnesis
Tanda dan gejala ensefalopati hipertensi berupa:
1. Terdapat riwayat hipertensi
2. Nyeri kepala
3. Gangguan penglihatan
4. Kejang
5. Mual dan muntah
Tanda dan gejala kerusakan organ berupa:
1. Gejala kardiovaskular, seperti aortic dissection, congestive heart failure, angina, palpitatsis,
denyut nadi ireguler, atau sesak napas.
2. Hematuria dan gagal ginjal.19

2.4.1.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik ditemukan peningkatan tekanan darah diatas normal. Pemeriksaan
funduskopi dapat ditemukan papil edema, pendarahan, eksudat, dan cotton-wool spots. Pada
pemeriksaan neurologi dapat dijumpai nistagmus sampai kelemahan dan gangguan status mental
dari apatis hingga koma. Jika sudah sampai tahap kerusakan organ dapat juga ditemukan edema
perifer, peningkatan tekanan vena jugularis, terdengar murmur, pulsasi yang iregular, rhonki, dan
wheezing.9

2.4.1.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pemeriksaan darah lengkap.
2. Urinalisis, untuk mengetahui kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin.
3. CT Scan kepala, untuk melihat ada tidaknya stroke, perdarahan atau massa intrakranial.
4. Foto thoraks, untuk melihat ada tidaknya aspirasi dikarenakan penurunan kesadaran, aortic
dissection, atau edema paru.
5. EKG, untuk mengevaluasi ada tidaknya iskemi kardiak.9
8

2.4.2 Ensefalopati Hepatikum


2.4.2.1 Anamnesis
Stadium dari gejala ensefalopati hepatikum menurut West Haven classification system antara lain:
1. Grade 0 ensefaalopati hepatikum minimal (juga disebut sebagai covert hepatik
encephalopathy dan sebelumnya disebut ensefalopati subklinik; perubahan tingkah laku dan
kepribadian; penurunan daya ingat, konsentrasi, intelektual, dan kordinasi yang minimal.;
tidak ada astrixis.
2. Grade 1 penurunan kesadaran; penurunan perhatian; gangguan adiksi; hipersomnia,
insomnia, atau gangguan pola tidur; euforia, depresi, atau iritabilitas; mild confusion.
3. Grade 2 letagi atau apatis; disorientasi; inappropriate behavior; bicara celat; astrixis jelas;
mengantuk, perubahan kepribadian yang jelas.
4. Grade 3 - Somnolen; disorientasi tempat dan waktu; amnesia; bicara tidak jelas.
5. Grade 4 Koma, berespon atau tidak dengan rangsangan nyeri.20
Selain itu, dapat ditemukan gejala ekstrapiramidal seperti tremor, bradikinesia, rigiditas
Cog-Wheel dan shuffling gait.21 beberapa pasien juga dapat ditemukan kelemahan pada
ekstremitas inferior, kesulitan berjalan, paraparesis spastik dan hiperrefleks.22

2.4.2.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan penurunan kesadaran, hiperventilasi, penurunan
temperatur tubuh, dan hepatomegali.

2.4.2.3 Pemeriksaan Penunjang


Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan amoniak serum. Pemeriksaan CT
scan kepala dan MRI dapat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya lesi intrakranial.23

2.4.2 Ensefalopati Uremikum


2.4.3.1 Anamnesis
Tanda dan gejala ensefalopati uremikum antara lain seperti anoreksia, nausea, gelisah,
mengantuk, tidak dapat konsentrasi, penurunan fungsi kognitif, muntah, perubahan emosional,
disorientasi, bingung, dan perubahan tingkah laku. Selama progesifitas ensefalopati uremikum
berlangsung, pasien akan mengalami mioklonus, astrixis, kejang, stupor, sampai koma.10
9

2.4.3.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan dapat ditemukan gangguan nervus kranialis (seperti nistagmus), edema papil,
hiperrefleks, klonus, dan astrixis.10

2.4.3.3 Pemeriksaan Penunjang


Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum.
Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit dan glukosa untuk mengetahui ada tidaknya
hiponatremia, hipernatremia, hiperglikemia, dan sindrom hiperosmolar. Pada pemeriksaan EEG
ditemukan frekuensi gelombang alfa melemah bahkan menghilang, disorganisasi, gelombang
teta dan delta tidak teratur, dan reduksi frekuensi gelombang EEG yang berkorelasi dengan
penurunan aktivitas ginjal. 10

2.4.4 Ensefalopati Wernicke


2.4.4.1 Anamnesis
Tiga komponen yang menjadi triad klasik dari ensefalopati wernicke adalah ensefalopati, ataxic
gait, dan beberapa disfungsi occulomotorius.7,16
Selain itu, beberapa hal yang dapat ditemukan pada penderita ensefalopati wernicke
adalah adanya riwayat konsumsi alkohol dalam jangka panjang, malnutrisi, acute confusion,
ataksia, ophthalmoplegia, gangguan daya ingat, hipotermi dengan hipertensi, dan delirium.
Penderita ensefalopati wernicke dapat berkembang menjadi Wernicke-korsakoff Syndrome
dengan ciri-ciri amnesia retrograde yang berpotensi irreversibel, dan anterograde amnesia,
dengan defisit kognitif lain.24
Defisiensi tiamin bisaanya berhubungan dengan gejala gastrointestinal seperti mual,
muntah, nyeri perut, dan asidosis laktat.25

2.4.4.2 Pemeriksaan Fisik


Abnormalitas ocular adalah tanda khas dari ensefalopati wernicke, seperti nistagmus, bilateral
lateral rectus palsies, dan conjugate gaze palsies. Gejala lain yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan fisik antara lain abnormalitas pupil seperti reaksi pupil yang lambat, ptosis,
scotoma, dan anisokoria.26
10

2.4.4.3 Pemeriksaan Penunjang


Umumnya tidak ada pemeriksaan penunjang spesifik pada penderita dengan ensefalopati
wernicke karena diagnosa telah dapat ditegakkan secara klinis. Pemeriksaan seperti pemeriksaan
laboratorium, urinalisis, Foto thoraks, CT scan dan MRI hanya digunakan untuk menentukan
penyebab ensefalopati lain. Pada ensefalopati wernicke, semua pemeriksaan tersebut dalam batas
normal.7,16

2.4.5 Ensefalopati Iskemik hipoksik


2.4.5.1 Anamnesis
Bayi dengan asfiksia dikatakan telah mengalami ensefalopati iskemik-hipoksia apabila
ditemukan gejala sebagai berikut.27
1. Ditemukan asidosis metabolik atau asidosis metabolik repiratorik (pH < 7)
2. Skor Apgar persisten pada 0-3 dalam waktu lebih dari 5 menit.
3. Sekulae neurologic neonatus (kejang, koma, hipotonus)
4. Keterlibatan multi organ (ginjal, paru, hati, jantung)

2.4.5.2 Pemeriksaan Fisik


Diagnosa secara pemeriksaan fisik ditunjukkan melalui Sarnat Staging System sebagai berikut.

Table 1. Modified Sarnat Clinical Stages of Perinatal Hypoxic Ischemic Brain Injury

MILD MODERATE SEVERE


Level of Alternating Lethargic or obtunded Stuporous
Consciousness (hyperalert,
lethargic,irritable)
Neuromuscular Control
Muscle tone Normal Hypotonia Flaccid

Posture Normal Decorticate (arms Intermittent


flexed/legs extended)
decerebration
(arms and legs
extended)

Stretch reflexes Normal or Hyperactive or Absent


hyperactive decreased
11

Segmental Present Present Absent


myoclonus
Complex Reflexes
Suck Weak Weak or absent Absent

Moro Strong; low threshold Weak; incomplete; Absent


high threshold
Oculovestibular Normal Overactive Weak or absent

Tonic neck Slight Strong Absent

Autonomic Generalized Generalized Both systems


Function sympathetic parasympathetic
depressed

Pupils Mydriasis Miosis Variable; often


unequal; poor
light reflex

Heart Rate Tachycardia Bradycardia Variable

Bronchial and Sparse Profuse Variable


Salivary Secretions
GI Motility Normal or decreased Increased; diarrhea Variable

Seizures None Common; focal or Delayed


multifocal
EEG Findings Normal (awake) Early: low-voltage Early: periodic
continuous delta and
pattern with
theta
Isopotential
phases
Later: periodic pattern
(awake)

Seizures: focal 1-to 1- Later: totally


Hz spike-and-wave
isopotential

Duration 1-3 days 2-14 days Hours to weeks


Typically < 24h
12

2.4.5.3 Pemeriksaan Penunjang


Umumnya tidak ada pemeriksaan penunjang spesifik pada penderita dengan ensefalopati
hipoksik-iskemik karena diagnosa telah dapat ditegakkan secara klinis. Tetapi perlu pemeriksaan
analisis gas darah untuk menentukan status keseimbangan asam basa pada pasien. Ensefalopati
iskemik hipoksik umumnya terjadi asidosis metabolik, atau asidosis metabolik repiratorik.
Pemeriksaan seperti urinalisis, Foto thoraks, CT scan dan MRI hanya digunakan untuk
menentukan penyebab ensefalopati lain. Pada ensefalopati iskemik hipoksik, semua pemeriksaan
tersebut dalam batas normal.8

2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Ensefalopati Hipertensi
Pada penderita ensefalopati hipertensi, tatalksanan yang utama untuk dilakukan adalah
menurunkan tekanan darah dengan target tekanan diastolic 100-110 mmHg. Obat-obatan anti
hipertensi yang digunakan antara lain:
a. Nikardipin, merupakan golongan calcium channel blocker generasi kedua yang memiliki
selektivitas vaskular yang tinggi dan aktivitas vasodilator arteri koroner. Nikardipin juga
terbukti mampu meningkatkan stroke volume dan aliran darah arteri koroner.
b. Labetalol, dapat menurunkan tekanan darah dengan cepat tanpa mengganggu aliran darah
di serebral. Labetalol sering digunakan untuk terapi inisial. Labetalol harus dihindari pada
pasien dengan penyakit saluran napas dan syok kardiogenik.
c. Nitrogliserin, digunakan untuk menurunkan tekanan darah secara cepat pada komplikasi
iskemia miokardium.
d. Sodium nitroprusid, dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Sebaiknya tidak
diberikan pada pasien yang mengalami peningkatan tekanan intrakranial.9

2.5.2 Ensefalopati Hepatikum


Prinsip penatalaksanaan :
1. Mengobati penyakit dasar hati
Jika dasar penyakit adalah hepatitis virus, maka dilakukan terapi hepatitis virus. Jika telah
terjadi sirosis berat (dekompensata) umumnya terapi ini sulit dilakukan, karena seluruh
13

parenkim hati telah rusak dan digantikan oleh jaringan fibrotic, terapi terakhir adalah
transplantasi hati.
2. Mengidentifikasi dan menghilangkan faktor faktor pencetus.
3. Mengurangi produksi ammonia dengan cara sebagai berikut.
a. Mengurangi asupan protein dalam makanan.
b. Antibiotik Neomycin, merupakan antibiotic yang bekerja local dalam saluran pencernaan.
Dosis 4 x 1 2 g/hari (dewasa) atau dengan Rifaximin (derivate Rimycin) dosis 1200 mg
per hari selama 5 hari dikatakan cukup efektif.
c. Laktulosa, berfungsi menurunkan pH feses setelah difermentasi menjadi asam organik
oleh bakteri kolon. Kadar pH yang rendah menangkap NH3 dalam kolon dan
mengubahnya menjadi ion amonium yang tidak dapat diabsorbsi usus, selanjutnya ion
amonium diekskresikan dalam feses. Dosis 60 120 ml per hari: 30 50 cc per jam
hingga terjadi diare ringan.
d. Lacticol (beta galaktosa sorbitol) dosis 0,3 0,5 gram / hari.
e. Pengosongan usus dengan Lavement 1 2 kali per hari. Dapat menggunakan katartik
osmotic seperti MgSO4 atau laveman (memakai larutan laktulosa 20% atau larutan
neomysin 1 % sehingga didapat pH asam = 4 )
4. Upaya suportif untuk stadium 3 dan 4 antara lain seperti memperhatikan posisi berbaring,
bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, pasang kateter foley untuk balance cairan. Jika
terdapat rupture varises esophagus pasang NGT untuk mengalirkan darah.4,11,22

2.5.3 Ensefalopati Uremikum


Adanya uremik ensefalopati pada pasien baik dengan gagal ginjal akut maupun dengan gagal
ginjal kronik adalah indikasi untuk terapi dialysis (hemodialisis, peritoneal dialysis, continous
renal replacement therapy). Umumnya 1-2 hari bisaanya dibutuhkan sebelum status mental
kembali normal. Gangguan kognitif minimal dapat tetap bertahan setelah dialysis.14

2.5.4 Ensefalopati Wernicke


Tatalaksana ensefalopati wernicke adalah dengan memberikan suplemen tiamin, biasanya
dimulai dengan dosis intravena atau intramuskular awal, diikuti dengan dosis oral tambahan 100
14

mg. Pada orang dewasa, 60-180 mEq kalium, 10-30 mEq magnesium, and 10-40 mmol/L fosfat
per hari diperlukan untuk mencapai keseimbangan metabolisme optimal.7

2.5.5 Ensefalopati Iskemik hipoksik


Prinsip tatalaksana:
1. Pencegahan adalah manajemen yng paling terbaik
2. Pertahankan oksigenisasi (resusitasi) dan keseimbangan asam basa
3. Jika perlu lakukan ventilasi mekanik
4. Monitoring dan pertahankan suhu tubuh dalam kondisi yang normal
5. Koreksi dan pertahankan kalori, cairan dan kadar elektrolit serta glukosa (Dextrosa 10 % 60
cc/kg/hari)
6. Jika terjadi kejang pada bayi, dapat diberikan fenobarbital 20 mg/kg IV setelah 5 menit, dosis
dapat ditingkatkan 5 mg/kg setiap 5 menit hingga kejang bisa diatasi, maksimum dosis 40
mg/kg. 8,27
15

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Ensefalopati adalah istilah kelainan fungsi otak menyeluruh yang dapat akut atau kronik,
progresif atau statis. Gejala umum ensefalopati adalah gangguan status mental. Penyebab
ensefalopati bermacam-macam, seperti kegagalan sistemik, gangguan metabolik, toksin, dan
obat-obatan. Ensefalopati sering menjadi komplikasi dari sirosis alkoholik, gagal ginjal atau
anoxia. Ensefalopati terdiri dari beberapa jenis, seperti Ensefalopati hipertensi, ensefalopati
hepatikum, ensefalopati uremikum, ensefalopati wernicke, dan ensefalopati iskemik.
Ensefalopati hipertensi adalah ensefalopati akut yang dihasilkan dari kegagalan dari
upper limits autoregulasi serebral. Gejala yang timbul bersifat progresif dan cepat, seperti nyeri
kepala, kejang, gangguan penglihatan, gangguan status mental, dan defisit neurologik fokal.
Ensefalopati hepatikum adalah ensefalopati yang dihasilkan dari komplikasi sirosis hati.
Gangguan yang muncul bersifat reversibel atau progresif, berupa perubahan fungsi kognitif,
perilaku, dan kepribadian. Ensefalopati uremikum adalah ensefalopati yang disebabkan oleh
gagal ginjal. Gagal ginjal menyebabkan terjadinya uremia. Uremia yang menyebar sampai ke
korteks mengakibatkan manifestasi ensefalopati, seperti delirium, koma, nyeri kepala, gangguan
visus, tremor dan kejang. Ensefalopati wernicke adalah ensefalopati yang disebabkan oleh
defisiensi vitamin B1 (Tiamin). Dr Carl Wernicke, menjelaskan Ensefalopati wernicke sebagai
sebuah triad dari acute mental confusion, ataksia, dan ophthalmoplegia. Di Negara-negara barat,
defisiensi tiamin sering dihubungkan dengan konsumsi alkohol kronik Namun, ensefalopati
wernicke dapat juga terjadi pada kondisi non alkoholik seperti pada prolonged starvation,
hiperemesis gravidarum, bariatric surgery, dan AIDS. Selain itu dapat juga berkembang pada
bayi sehat yang diberi susu formula yang tidak tepat.
Talaksana utama pada masing-masing ensefalopati adalah mengatasi penyebab utama
atau penyakit yang mendasari terjadinya manifestasi ensefalopati. Gangguan neurologik yang
muncul disebabkan oleh ensefalopati dapat kembali normal jika ditatalaksana lebih dini.
16

DAFTAR PUSTAKA

1. Johnston MV. Encephalopathies. In: Behrman RE, Kliegmann RM, Jenson HB, editors.
Nelson Textbook of Pediatrics 17th Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2004. Chapter
591.
2. Kitchener N, Hashem S. Critical Care in Neurology 12nded. Cairo: Cairo University;
2012.h.97
3. Sharifian M. Hypertensive Encephalopathy. J Child Neurology. 2012;6(3):1
4. Cervera JL, et al. Hepatik encephalopathy: A review. J Annals of Hepatology. 2003; 2(3):
122-130
5. Brouns R, De Deyn PP. Neurological complications in renal failure: a review. Clin Neurol
Neurosurg. Dec 2004;107(1):1-16.
6. Nomoto K, Scurlock C, Bronster D. Dexmedetomidine controls twitch-convulsive syndrome
in the course of uremic encephalopathy. J Clin Anesth. Dec 2011;23(8):646-8.
7. Thomson AD, Cook CC, Touquet R, et al. The Royal College of Physicians report on alkohol:
guidelines for managing Wernicke's encephalopathy in the accident and Emergency
Department. 2002;37(6):513-21.
8. Bryce J, Boschi-Pinto C, Shibuya K, Black RE. WHO estimates of the causes of death in
children. Lancet. 2005;365(9465):1147-52.
9. Schwartz RB. Hyperperfusion Encephalopathies: Hypertensive Encephalopathy and related
condition. J Neurologist. 2002; 8(1): 22
10. Bucurescu G. Uremic Encephalopathy. J Philadelphia Affairs Medical Center. 2008: 1
11. Sudoyo AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. 2009;
5(1):186
12. Butterworth RF. Hepatik Encephalopathy: A Serious Complication of Alcoholic Liver
Disease. J American Association for the Study of Liver Diseases. 2003; 27(2): 1
13. Butterworth RF.Hepatik Encephalopathy: A Central Neuroinflammatory Disorder? J
Association for the Study of Liver Diseases. 2011; 53:1372-1376.
14. Dijck AV, et al. Uremic Encephalopathy. J University of Antwerp Belgium. 2012 : 2-3
15. Brouns R, Deyn PP. Neurological complications in renal failure: a review. J Clinical
Neurology and Neurosurgery. 2004;107(1): 16
17

16. Thomson AD, Marshall EJ. The Natural History and Pathophysiology Of Wernickes
Encephalopathy And Korsakoffs Psychosis. J Alcohol & Alcoholism. 2006;41(2): 151158.

17. Martin Ancel A, Gracia-Alix A, et al. Multiple organ involvement in perinatal asphyxia. J
Pediatr. 1995:127
18. Evans D, Levene M. Neonatal seizures. Arch Dis Child.1998; 78:70
19. Frohlich E.D. Target organ involvement in hypertension: a realistic promise of prevention
and reversal. Med Clin North Am. 2004;88:1-9.
20. Blei AT, Crdoba J. Hepatik Encephalopathy. Am J Gastroenterol. Jul 2001;96(7):1968-76.
21. Burkhard PR, Delavelle J, Du Pasquier R, Spahr L. Chronic parkinsonism associated with
cirrhosis: a distinct subset of acquired hepatocerebral degeneration. Arch Neurol. Apr
2003;60(4):521-8.
22. Caldwell C, Werdiger N, Jakab S, Schilsky M, Arvelakis A, Kulkarni S, et al. Use of model
for end-stage liver disease exception points for early liver transplantation and successful
reversal of hepatik myelopathy with a review of the literature. Liver Transpl. Jul
2010;16(7):818-26.
23. Stahl J. Studies of the blood ammonia in liver disease. Its diagnostic, prognostic, and
therapeutic significance. Ann Intern Med. Jan 1963;58:1-24.
24. Antunez E, Estruch R, Cardenal C, et al. Usefulness of CT and MR imaging in the diagnosis
of acute Wernicke's encephalopathy. AJR Am J Roentgenol. Oct 1998;171(4):1131-7.
25. Donnino M. Gastrointestinal beriberi: a previously unrecognized syndrome. Ann Intern Med.
Dec 7 2004;141(11):898-9.
26. Donnino MW, Vega J, Miller J, et al. Myths and misconceptions of Wernicke's
encephalopathy: what every emergency physician should know. Ann Emerg Med. Dec
2007;50(6):715-21.

27. [Guideline] American Academy of Pediatrics. Relation between perinatal faktors and
neurological outcome. In: Guidelines for Perinatal Care. 3rd ed. Elk Grove Village, Ill:
American Academy of Pediatrics; 1992:221-234.

Anda mungkin juga menyukai