Anda di halaman 1dari 85

UNIVERSITAS INDONESIA

PEMBAGIAN BEBAN PADA OPERASI PARALEL


GENERATOR SET YANG OPTIMAL DENGAN
SIMULASI BEBAN RESISTIF

SKRIPSI

MUHAMAD HAJAR MURDANA


0806366106

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM TEKNIK ELEKTRO

DEPOK
JULI 2010
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : MUHAMAD HAJAR MURDANA

NPM : 0806366106

Tanda Tangan :

Tanggal : 2 Juli 2010

ii
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Muhamad Hajar Murdana
NPM : 0806366106
Program Studi : Teknik Elektro
Judul Skripsi : Pembagian Beban pada Operasi Paralel Generator Set
yang Optimal dengan Simulasi Beban Resistif

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ir. I Made Ardita Y, M.T. (............................ )

Penguji : Prof. Dr. Ir. Iwa Garniwa, M.K., M.T. (............................ )

Penguji : Chairul Hudaya, S.T., M.Sc. (............................ )

Ditetapkan di : Fakultas Teknik Universitas Indonesia


Tanggal : 2 Juli 2010

iii
Universitas Indonesia
Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam
rangka persyaratan tahap awal penyelesaian skripsi. Saya menyadari bahwa, tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, pada penyusunan skripsi ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Ir. I Made Ardita Y, M.T. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi
ini;
(2) Bpk. Sony Djuhansyah selaku manager Training Center P.T. Trakindo Utama
dan Bpk. Bibin Dwijo Sugito sebagai senior yang telah membantu dalam
usaha memperoleh data yang saya perlukan;
(3) orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; serta
(4) sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu dan bisa dikembangkan di masa yang akan datang.

Depok, 2 Juli 2010


Penulis

iv
Universitas Indonesia
Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : Muhamad Hajar Murdana


NPM : 0806366106
Fakultas / Program Studi : Teknik / Listrik
Departmen : Teknik Elektro
Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Pembagian Beban pada Operasi Paralel Generator Set yang Optimal dengan
Simulasi Beban Resistif

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis / pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 2 Juli 2010
Yang menyatakan

( Muhamad Hajar Murdana )

v
Universitas Indonesia
Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010
ABSTRAK

Nama : Muhamad Hajar Murdana


Program Studi : Teknik Elektro
Judul : Pembagian Beban pada Operasi Paralel Generator Set yang
Optimal dengan Simulasi Beban Resistif

Skripsi ini membahas mengenai suatu percobaan untuk mendapatkan pembagian


beban genset yang dioperasikan parallel, ataupun dioperasikan tunggal secara
optimal dan tidak melebihi kapasitas daya listrik unit tersebut. Caranya dengan
penyetelan governor dan kontrol pembagi beban (LSM) pada setiap
penggeraknya. Untuk mengetahui seberapa besar efisiensi dan batas maksimum
kapasitas dayanya, dilakukanlah pengujian Technical Analysis Level 2 (TA2)
secara individu. Kemudian memparalelkannya dengan sinkronisasi otomatis pada
kedua genset dan pengujian pengambilan data pun dilakukan dengan membebani
genset secara bertahap hingga batas tertentu. Hasilnya, didapatkan karakteristik
pembagian beban masing-masing genset di setiap tahapan pembebanan dengan
perbedaan speed setting governor dan akan dibandingkan pengaturan mana yang
paling optimal berdasarkan biaya per kWh dan konsumsi bahan bakarnya. Hal
tersebut bisa dijadikan acuan pengoperasian unit pembangkit secara tunggal atau
paralel berdasarkan beban sistem tertentu.

Kata kunci:
Pembagian beban, genset, paralel, optimal

vi
Universitas Indonesia
Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010
ABSTRACT

Name : Muhamad Hajar Murdana


Study Program : Electrical Engineering
Title : Load Division for Optimal Utilization Parallel Operation of
Generator Set with Resistive Load Simulation

The focus of this study is to research to get the optimum of load division that is
operated in parallel, or operated in single and dont exceed capacity of electric
power unit. Those ways are adjustment for governor and load division / sharing
control (LSM) are done each prime mover. To know its efficiency and maximum
power capacity limit, is done Technical Analysis Level 2 (TA2) test individually.
Then parallel and synchronize them automatically and testing to get the data
measurements are done with loading both gensets in stages until certain of load.
The result, got the characteristic of loading division on each genset in every stage
of loading with different the speed setting for governor and will be compared
which one of the speed setting is most optimum based on cost per kWh and fuel
consumption. That matter can to be reference for operation of genset in single or
parallel based on load system.

Key words:
Load division, generator set, parallel, optimum

vii
Universitas Indonesia
Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................... v
ABSTRAK .......................................................................................................... vi
DAFTAR ISI....................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xiii
1. PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah ..................................................................................... 2
1.4 Metodologi .............................................................................................. 2
1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................. 3
2. TEORI DASAR ............................................................................................. 4
2.1 Generator Sinkron ................................................................................... 4
2.1.1 Prinsip Kerja Generator Sinkron................................................. 4
2.1.2 Reaksi Jangkar ............................................................................ 5
2.1.3 Generator Tanpa Beban............................................................... 5
2.1.4 Generator Berbeban .................................................................... 6
2.1.5 Reaktansi Sinkron ....................................................................... 7
2.1.6 Pengaturan Tegangan .................................................................. 7
2.1.7 Generator Tiga Phasa .................................................................. 9
2.1.8 Paralel Generator......................................................................... 10
2.2 Faktor Daya (Power Factor)................................................................... 12
2.2.1 Daya Semu (Apparent Power) .................................................... 13
2.2.2 Daya Aktif (Real Power) ............................................................ 13
2.2.3 Daya Reaktif (Reactive Power)................................................... 13
2.3 Operasi Pembagian Beban ...................................................................... 15
2.3.1 Sistem Isochronous ..................................................................... 15
2.3.2 Sistem Speed Droop.................................................................... 15
2.3.3 Hubungan antara Speed Droop dan Pembagian Beban............... 16
2.4 Generator Set........................................................................................... 17
2.4.1 Tenaga pada Engine Diesel......................................................... 17
2.4.2 Konsep Tenaga Genset................................................................ 18
2.4.3 Rating Genset .............................................................................. 18
2.4.4 Rating Arus ................................................................................. 19
2.5 Reverse Power Generator........................................................................ 19
3. KARAKTERISTIK DAN OPERASI PEMBANGKITAN ....................... 22
3.1 Deskripsi Sistem Secara Umum.............................................................. 22
3.2 Sistem pada Prime Mover ....................................................................... 25
3.3 Komposisi dan Kandungan Energi Kalor Gas Alam .............................. 26
3.4 Prinsip Kerja Pembangkitan Tegangan................................................... 27

viii
Universitas Indonesia
Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010
3.4.1 Generator Tipe Permanent Magnet Pilot Exciter (PMPE) ......... 27
3.4.2 Generator Tipe Self Excited (SE) ................................................ 28
3.5 Pengendali Kecepatan Prime mover ....................................................... 29
3.6 Sinkronisasi Generator ............................................................................ 30
4. PERCOBAAN DAN ANALISIS DATA ..................................................... 32
4.1 Percobaan ................................................................................................ 32
4.1.1 Diagram Rangkaian Sistem......................................................... 32
4.1.2 Daftar Peralatan........................................................................... 33
4.1.3 Pengujian Genset......................................................................... 33
4.1.4 Langkah Percobaan ..................................................................... 35
4.1.4.1 Pengujian Technical Analysis 2 ................................... 33
4.1.4.2 Pengaturan Isochronous pada Kedua Genset............... 37
4.1.4.3 Pengaturan Speed Droop pada Kedua Genset.............. 39
4.1.5 Tabel Evaluasi............................................................................. 40
4.1.5.1 Data Pengujian Sinkronisasi Frekwensi....................... 40
4.1.5.2 Data Hasil Technical Analysis 2 pada Kedua Genset... 40
4.1.5.3 Data Paralel Kedua Genset dengan Isochronous ......... 42
4.1.5.4 Data Paralel Genset Droop Diesel 2% dan Gas 3%..... 42
4.1.5.5 Data Paralel Genset Droop Diesel 3% dan Gas 2%..... 43
4.2 Analisis Data ........................................................................................... 44
4.2.1 Pengujian Technical Analysis 2 .................................................. 44
4.2.2 Pembagian Beban Isochronous ................................................... 45
4.2.3 Pembagian Beban Droop Diesel 2% dan Gas 3% ...................... 47
4.2.4 Pembagian Beban Droop Diesel 3% dan Gas 2% ...................... 50
4.2.5 Perhitungan Biaya dan Perbandingan Efisiensi .......................... 51
4.2.6 Pengoperasian Unit Pembangkit ................................................. 55
5. KESIMPULAN.............................................................................................. 57

DAFTAR ACUAN............................................................................................. 58

ix
Universitas Indonesia
Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Prinsip generator sinkron............................................................. 4


Gambar 2.2 Hubungan celah udara..................................................................6
Gambar 2.3 Rangkaian dan vektor beban induktif.......................................... 6
Gambar 2.4 Reaktansi sinkron......................................................................... 7
Gambar 2.5 Perbedaan V dan Eo..................................................................... 8
Gambar 2.6 Hubungan pf dengan tegangan output......................................... 8
Gambar 2.7 Generator tiga phasa dua kutub....................................................9
Gambar 2.8 Bentuk gelombang sinusoidal tiga phasa..................................... 9
Gambar 2.9 Gelombang tegangan sinusoidal rotor 4 kutub......................... 10
Gambar 2.10 Sinkronisasi manual..................................................................... 11
Gambar 2.11 Kondisi belum sinkron (kiri) dan telah sinkron (kanan). 11
Gambar 2.12 Synchronizer................................................................................ 12
Gambar 2.13 Segitiga daya 12
Gambar 2.14 Karakteristik phasa dan vektor pada beban resitif murni.............13
Gambar 2.15 Karakteristik phasa dan vektor pada beban induktif murni......... 14
Gambar 2.16 Karakteristik phasa dan vektor pada beban kapasitif murni........ 14
Gambar 2.17 Fungsi beban terhadap frekwensi dengan isochronous............... 15
Gambar 2.18 Fungsi beban terhadap frekwensi dengan speed droop............... 15
Gambar 2.19 Pengaruh speed droop terhadap pembagian beban.. 16
Gambar 2.20 Konversi energi kimia ke mekanis kemudian listrik....................18
Gambar 2.21 Mesin generator set...................................................................... 18
Gambar 2.22 Relay reverse power.................................................................... 20
Gambar 3.1 Skema paralel sistem................................................................... 23
Gambar 3.2 Diagram daya............................................................................... 23
Gambar 3.3 Electronic Control Module II (ECM II).......................................24
Gambar 3.4 Sistem bahan bakar pada diesel 3406E........................................ 25
Gambar 3.5 Air intake dan exhaust, fuel, dan ignition system engine gas.. 26
Gambar 3.6 Perhitungan Low Heat Value (LHV) dari komposisi gas............ 27
Gambar 3.7 Konstruksi generator tipe PMPE pada genset G3508.................. 28
Gambar 3.8 Konstruksi generator tipe SE pada genset diesel 3406................ 29
Gambar 3.9 Blok diagram kerja speed control................................................ 30
Gambar 3.10 Blok diagram kerja synchronizer................................................. 31
Gambar 4.1 Pemasangan alat ukur di genset diesel ataupun gas..................... 32
Gambar 4.2 Frekwensi sinkron isochronous................................................... 45
Gambar 4.3 Grafik prosentase pembagian beban isochronous........................46
Gambar 4.4 Grafik pembagian beban isochronous......................................... 47
Gambar 4.5 Frekwensi sinkron droop diesel 2% dan gas 3%......................... 47
Gambar 4.6 Kurva droop diesel 2% dan gas 3%............................................. 48
Gambar 4.7 Grafik prosentase pembagian beban droop D2% dan G3%........ 48
Gambar 4.8 Grafik pembebanan unit droop D2% dan G3%........................... 49
Gambar 4.9 Frekwensi sinkron droop D3% dan G2%.................................... 50
Gambar 4.10 Grafik prosentase pembagian beban droop D3% dan Gas 2%.... 51
Gambar 4.11 Grafik pembebanan unit droop D3% dan G2%........................... 51
Gambar 4.12 Biaya bahan bakar per jam sebagai fungsi beban........................ 53
Gambar 4.13 Biaya per kWh sebagai fungsi beban........................................... 54

x
Universitas Indonesia
Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010
Gambar 4.14 Harga per kWh terhadap fungsi beban genset diesel................... 55
Gambar 4.15 Harga per kWh terhadap fungsi beban genset gas....................... 56

xi
Universitas Indonesia
Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Spesifikasi nameplate kedua genset...................................................22


Tabel 4.1 Daftar peralatan......................................... ........................................ 33
Tabel 4.2 Pengujian frekwensi sinkron.............................................................. 40
Tabel 4.3 Data technical analysis 2 genset diesel 3406E.................................. 40
Tabel 4.4 Pengujian kebocoran kompresi (cylinder cut out) engine 3406E...... 41
Tabel 4.5 Data technical analysis 2 genset gas G3508...................................... 41
Tabel 4.6 Data lab paralel genset isochronous.................................................. 42
Tabel 4.7 Data lab paralel genset diesel 2% dan gas 3%................................... 42
Tabel 4.8 Data lab paralel genset diesel 3% dan gas 2%................................... 43
Tabel 4.9 Biaya konsumsi bahan bakar per jam pada isochronous................... 52
Tabel 4.10 Biaya konsumsi bahan bakar per jam pada diesel 2% dan gas 3%.... 52
Tabel 4.11 Biaya konsumsi bahan bakar per jam pada diesel 3% dan gas 2%.... 53
Tabel 4.12 Perbandingan biaya bahan bakar per jam dan harga per kWh........... 53

xii
Universitas Indonesia
Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran.1 Artikel Kenaikan Harga Gas PGN................................................ 59


Lampiran.2 Surat Penawaran Harga Industri Solar Pertamina......................... 60
Lampiran.3 Data Technical Analysis 2 Genset 3406E..................................... 61
Lampiran.4 Pengujian Cylinder Cut Out Genset 3406E.. 62
Lampiran.5 Pengujian Cylinder Cut Out Genset G3508.................................. 63
Lampiran.6 Data Efisiensi Genset Tunggal 3406E.......................................... 64
Lampiran.7 Data Efisiensi Genset Tunggal G3508.......................................... 65
Lampiran.8 Data Paralel Genset Isochronous...................................................66
Lampiran.9 Data Paralel Droop Genset 3406E 2% dan G3508 3%................. 67
Lampiran.10 Data Paralel Droop Genset 3406E 3% dan G3508 2%................. 68
Lampiran.11 Grafik Pembebanan Paralel Genset Isochronous.......................... 69
Lampiran.12 Grafik Pembebanan Droop Genset 3406E 2% dan G3508 3%..... 70
Lampiran.13 Grafik Pembebanan Droop Genset 3406E 3% dan G3508 2%..... 71
Lampiran.14 Perbandingan Biaya Pembangkitan di Kedua Genset................... 72
Lampiran.15 Test Spec 3406E 73
Lampiran.16 Test Spec G3508... 74
Lampiran.17 Gas Engine Technical Data... 75

xiii
Universitas Indonesia
Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada biaya operasi penyediaan tenaga listrik umumnya membutuhkan biaya
60% untuk operasi pembangkitan listrik khususnya untuk membeli bahan bakar.
Apalagi pada pusat listrik yang menggunaan PLTD yang membutuhkan biaya
kWh yang sangat besar. Akibatnya unit pembangkit kini sudah mulai beralih ke
PLTG dan kebanyakan PLTD hanya dioperasikan saat mendapat beban menengah
ataupun puncak.
Biaya penyediaan energi primer yaitu BBM solar dan gas alam untuk
industri semakin meningkat. Kenaikan harga per liter solar untuk industri pada
pertengahan tahun 2010 sudah mencapai Rp.6.275,- dan kenaikan harga gas alam
untuk golongan K-1, naik menjadi US$ 4,1 per MMBTU. Lalu, biaya angkut gas
naik menjadi Rp 770 per meter kubik. Mengingat kondisi tersebut maka haruslah
mengetahui besarnya efisiensi kondisi pembangkit secara individu dan
mendapatkan pengaturan pembebanan dan pengoperasian genset yang tepat bagi
sistem listrik secara keseluruhan artinya dicapai biaya bahan bakar yang minimum.
Umumnya pada pusat listrik, tidak hanya dilayani oleh satu unit pembangkit
saja melainkan bisa dua atau lebih yang beroperasi paralel (interkoneksi) yang
disesuaikan dengan karakteristik bebannya. Tentu diperlukan adanya operator
yang mengatur pengoperasian di antara unit pembangkit tersebut.
Kebanyakan pada pusat listrik skala kecil menggunakan metode pembagian
beban secara isochronous yang dinilai sederhana dalam pengaturannya. Namun,
perlu diteliti dan dibandingkan efisiensinya dengan pengaturan yang lainnya
seperti speed droop. Oleh karena itu, perlu diujicobakan pada genset yang terpisah
dari sistem. Dengan latar belakang permasalahan tersebut maka skripsi ini diberi
judul:
PEMBAGIAN BEBAN PADA OPERASI PARALEL GENERATOR SET
YANG OPTIMAL DENGAN SIMULASI BEBAN RESISTIF.

1
Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


2

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Mendapatkan efisiensi output daya genset dan hal yang mempengaruhinya.
2. Mendapatkan karakteristik pembagian beban genset yang beroperasi paralel
dengan cara isochronous dan speed droop pada prime mover.
3. Dapat menentukan pengaturan pembagian beban genset yang optimal
berdasarkan biaya per kWh-nya.
4. Dapat mengatur kapan dan berapa jumlah genset yang beroperasi berdasarkan
fungsi beban tertentu.

1.3 Batasan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas maka pembahasan
penulisan skripsi ini dibatasi pada pengaturan kontrol governor engine yang
berpengaruh terhadap pembagian beban genset yang beroperasi paralel dan
pengoperasian genset yang efisien dengan biaya bahan bakar yang minim pada
beban tertentu. Supaya terarah dan tidak keluar dari permasalahan pokok.

1.4 Metodologi
Berbagai metode yang digunakan untuk menyusun skripsi ini adalah:
1. Metode Observasi
Yaitu meninjau informasi yang ada mengenai skripsi yang dibuat secara
langsung, yang berhubungan dengan kegiatan yang dilaksanakan.
2. Metode Kepustakaan
Yaitu pengumpulan datadata referensi yang berhubungan dengan pembuatan
skripsi ini.
3. Metode Konsultasi dan Diskusi
Yaitu mendiskusikan dan berkonsultasi langsung dengan dosen pembimbing
dan juga pihak lainnya yang kompeten di bidangnya.
4. Metode Pengujian
Menguji sistem yang tersedia dengan melakukan percobaan tertentu sesuai
dengan tujuannya dan mendapatkan data-data hasil percobaan untuk dianalisis.

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


3

1.5 Sistematika Penulisan


Untuk mempermudah penulisan maka sistematika yang digunakan dalam
penulisan tugas akhir ini dibagi dalam beberapa bab agar pembahasan yang
diberikan mudah dipahami dan sistematis. Pada Bab I adalah pendahuluan yang
berisikan latar belakang, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi, dan
sistematika penulisan. Pada Bab II adalah teori dasar yang menerangkan tentang
teori dasar yang digunakan, baik secara umum maupun khusus yang menunjang
pembuatan skripsi ini. Pada Bab III adalah karakteristik dan operasi pembangkitan
yang menjelaskan tentang karakteristik, spesifikasi, pembebanan sistem
pembangkit, dan sistem operasi. Pada Bab IV adalah percobaan dan analisis data
yang menganalisis data hasil percobaan yang berkaitan dengan tujuan yang ingin
dicapai. Pada Bab V adalah penutup yang terdapat kesimpulan yang didapat dari
pembahasan skripsi ini.

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


BAB 2
TEORI DASAR

2.1 Generator Sinkron


Sebagian besar energi listrik yang dipergunakan oleh konsumen untuk
kebutuhan sehari hari dihasilkan oleh generator sinkron phasa banyak (polyphase)
yang ada di pusat pembangkit tenaga listrik. Generator sinkron yang dipergunakan
ini mempunyai rating daya dari ratusan sampai ribuan mega Volt Ampere (MVA).
Disebut mesin sinkron, karena bekerja pada kecepatan dan frekuensi konstan di
bawah kondisi Steady state. Mesin sinkron bisa dioperasikan baik sebagai
generator maupun motor. Mesin sinkron bila difungsikan sebagai motor berputar
dalam kecepatan konstan. Apabila dikehendaki kecepatan yang bersifat variabel,
maka motor sinkron dilengkapi dengan dengan pengubah frekwensi seperti
inverter atau cyclo-converter.

2.1.1 Prinsip Kerja Generator Sinkron


Memiliki kumparan jangkar pada stator dan medan pada rotor. Kumparan
jangkarnya berbentuk sama dengan mesin induksi, sedangkan kumparan
medannya dapat berbentuk sepatu kutub atau kutub dengan celah udara sama rata.
Arus searah (DC) untuk menghasilkan fluks pada kumparan medan dialirkan ke
rotor melaui cincin.

Gambar 2.1 Prinsip generator sinkron

4
Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


5

Apabila kumparan jangkar dihubungkan dengan sumber tegangan tiga fasa


akan menimbulkan medan putar pada stator. Kutub medan rotor yang diberi
penguat DC mendapat tarikan dari kutub medan putar stator hingga turut berputar
dengan kecepatan yang sama (sinkron). Dilihat dari segi adanya interaksi dua
medan magnet maka fungsi sudut kopelnya ().
T = Br Bs sin (2.1)

2.1.2 Reaksi Jangkar


Apabila generator sinkron melayani beban maka pada kumparan jangkar
stator mengalir arus; dan ini akan menimbulkan fluks jangkar. Fluks jangkar yang
ditimbulkan arus (A) akan berinteraksi dengan kumparan medan rotor (F),
sehingga menghasilkan resultan fluks (R). Adanya interaksi ini dikenal sebagai
reaksi jangkar.
R = F + A (2.2)

2.1.3 Generator Tanpa Beban


Dengan memutar generator pada kecepatan sinkron dan rotor diberi arus
medan (If); tangangan (Eo) akan terinduksi pada kumparan jangkar stator.
Eo = c n (2.3)
c = konstanta mesin
n = putaran sinkron
= fluks yang dihasilkan oleh If

Dalam keadaan tanpa beban, arus jangkar tidak mengalir pada stator,
karenanya tidak terdapat pengaruh reaksi jangkar. Fluks hanya dihasilkan oleh
arus medan (If). Apabila arus medan (If) diubah-ubah nilainya maka akan
diperoleh nilai Eo seperti yang terlihat pada Gambar 3.2. Celah udara kurva
kemagnetan merupakan garis lurus

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


6

Gambar 2.2 Hubungan celah udara

AB = tahanan arus medan yang diperlukan untuk daerah jenuh


Ra = tahanan stator
Xa = fluks bocor
Eo = V (keadaan tanpa beban)

2.1.4 Generator Berbeban


Dalam keadaan berbeban arus jangkar akan mengalir dan mengakibatkan
terjadinya reaksi jangkar. Reaksi jangkar bersifat reaktif karena itu dinyatakan
sebagai reaktansi, dan disebut reaktansi pemagnet (Xm). Xm ini bersama-sama
dengan reaktansi fluks bocor (Xa) dikenal sebagai reaktansi sinkron (Xs). Model
rangkaian dan diagram vector dari generator berbeban induktif (pf lagging)
terdapat pada gambar di bawah ini.
E = V + IRa + jXs; Xs = Xm + Xa (2.4)

Gambar 2.3 Rangkaian dan vektor beban induktif

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


7

2.1.5 Reaktansi Sinkron


Harga Xs didapat dari dua macam percobaan yakni percobaan tanpa beban
dan hubung singkat. Dari percobaan tanpa beban diperoleh harga Eo sebagai
fungsi arus medan (If). Hubungan ini menghasilkan kurva kemagnetan yang
berharga liniernya (unsaturated). Kelebihan arus medan pada keadaan jenuh
sebenarnya dikompesasi oleh adanya reaksi jangkar.Percobaan hubung singkat
menghasilkan hubungan antara arus jangkar (I) sebagai fungsi arus medan (If),
dan ini merupakan garis lurus (Ihs).

Gambar 2.4 Reaktansi sinkron

Jadi, nilai reaktansi sinkron adalah:


Eo OA
Xs = = (2.5)
Ihs BC

2.1.6 Pengaturan Tegangan


Gambar di bawah ini, terjadi perbedaan antara tegangan terminal V dalam
keadaan berbeban, dengan tegangan Eo pada saat tanpa beban, dipengaruhi selain
oleh faktor kerja juga oleh besarnya arus jangkar (I).

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


8

Gambar 2.5 Perbedaan V dan Eo

Dengan perubahan tegangan V untuk faktor kerja berbeda-beda pada vektor


di atas, karakteristik tegangan terminal V terhadap arus jangkar I dapat
digambarkan pada grafik di bawah ini. Pengaturan tegangan adalah perubahan
tegangan terminal generator antara keadaan tanpa beban dan beban penuh
dinyatakan:
Eo V
Pengaturan tegangan = (2.6)
V

Gambar 2.6 Hubungan pf dengan tegangan output

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


9

2.1.7 Generator Tiga Phasa

Gambar 2.7 Generator tiga phasa dua kutub

Gambar 2.8 Bentuk gelombang sinusoidal tiga phasa

Generator tiga phasa lebih handal karena konduktor dalam sistem tiga phasa
hanya membutuhkan tembaga dari sistem satu phasa untuk menyalurkan daya
yang sama. Effisiensi transmisi tiga phasa juga lebih baik dibanding sistem dua
phasa. Selanjutnya, sistem tiga phasa digunakan pada stator (armatur) generator
karena lebih efektif dan ukurannya lebih kecil jika dibandingkan sistem satu atau
dua phasa dengan daya yang sama. Sistem tiga phasa juga lebih ekonomis dan
efisien.

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


10

Gambar 2.9 Gelombang tegangan sinusoidal rotor 4 kutub

Frekwensi generator tergantung pada jumlah kutub dan putaran (RPM). Bisa
dirumuskan sebagai berikut:
(Jumlah kutub) . (RPM)
F (Hz) = (2.7)
2 60

Jumlah dari kutub diberi pembagian dua karena membutuhkan dua kutub
(utara dan selatan) untuk menghasilkan satu siklus. Sedangkan untuk putaran
(RPM) diberi pembagian 60 untuk mendapatkan jumlah dari putaran per detik.

2.1.8 Paralel Generator


Untuk melayani beban yang meningkat, ada kondisi dimana kita harus
memparalel 2 atau lebih generator dengan maksud menambah kapasitas daya dan
dibutuhkan untuk menjaga kontinuitas pelayanan apabila ada generator yang harus
dimatikan misalnya untuk maintenance atau standby. Adapun syarat paralel
generator adalah:
Tegangan (GGL) sesaat harus sama.
Frekwensi harus sama
Urutan fasa harus sama
Fasa harus sama

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


11

Gambar 2.10 Sinkronisasi manual

R, S, dan T adalah urutan fasa tegangan jalajala. U, V, dan W adalah urutan


fasa tegangan generator. Saat memparalelkan, lampu L1 mati sedangkan L2 dan
L3 nyala sama terangnya, dan keadaan ini berlangsung agak lama. Posisi semua
fasa sistem tegangan jala-jala berhimpit dengan semua fasa sistem tegangan
generator.

Gambar 2.11 Kondisi belum sinkron (kiri) dan telah sinkron (kanan)

Ada kontroler yang digunakan pada aplikasi generator guna mencocokan


kecepatan dan phasa tegangan sebelum memparalel dengan generator yang lain
atau bus bar yang sedang online.

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


12

Gambar 2.12 Synchronizer

2.2 Faktor Daya


Atau disebut juga cosinus sudut (cos ) adalah perbandingan antara daya
aktif dengan daya semu. Adanya dan besarnya faktor daya pada sistem tegangan
AC disebabkan oleh ada beban dan besarnya tergantung dari karakteristiknya.

Gambar 2.13 Segitiga daya

Daya reaktif yang tinggi akan meningkatkan sudut ini dan sebagai hasilnya
faktor daya akan menjadi lebih rendah. Faktor daya (pf) selalu lebih kecil atau
sama dengan satu. Secara teori, jika seluruh beban daya memiliki pf = 1, maka
daya maksimum yang ditransfer setara dengan kapasitas sistim pendistribusian.
Jika faktor daya sangat rendah maka kapasitas jaringan distribusi listrik menjadi
tertekan. Jadi, daya reaktif (VAR) harus serendah mungkin untuk keluaran daya
aktif (W) yang sama dalam rangka meminimalkan kebutuhan daya semu (VA).
Faktor daya yang rendah merugikan karena mengakibatkan arus beban tinggi.
Pada sistem arus bolak-balik, daya listrik tidak sesederhana pada sistem arus
searah. Pada arus bolak-balik terdapat tiga jenis daya, yaitu daya semu, daya aktif,
dan daya reaktif.

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


13

2.4.1 Daya Semu (Apparent Power)


Atau disebut juga daya total yaitu penjumlahan daya aktif dan daya reaktif.
Jadi daya inilah yang dijadikan kapasitas daya maksimal suatu generator.

S = V.I (VA) atau S = P2 + Q2 (2.8)

2.4.2 Daya Aktif (Real Power)


Adanya daya aktif (faktor P)disebabkan beban yang digunakan bersifat
resistif seperti lampu pijar, rheostat, load bank, pemanas, motor induksi berbeban
berat, dan trafo berbeban tinggi, dll. Beban resistif membuat phasa antara
tegangan dan arus selalu sama (inphase) sehingga membuat pf = 1. Adapun
perhitungan daya aktif sebagai berikut:
1 phasa P = V x I x cos (W) dimana Z = R

3 phasa P= 3 x VL-L x I L x cos (W)

Gambar 2.14 Karakteristik phasa dan vektor pada beban resitif murni

2.4.3 Daya Reaktif (Reactive Power)


Pada dasarnya daya reaktif ini (faktor Q) disebabkan oleh 2 karakteristik
beban yaitu beban induktif dan kapasitif. Adanya beban induktif membuat
perbedaan phase antara tegangan dan arus dimana arus tertinggal terhadap
tegangan atau disebut dengan pf lagging (positif pf). Sehingga membuat pf rendah
(pf < 1), atau induktif murni ia memiliki pf = 0 maka hanya ada daya reaktif saja.
Contoh beban induktif seperti motor induksi tanpa beban atau berbeban rendah,
trafo berbeban rendah, ballast, dll.

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


14

Gambar 2.15 Karakteristik phasa dan vektor pada beban induktif murni

Sedangkan adanya beban kapasitiftif juga membuat perbedaan phase antara


tegangan dan arus dimana arus mendahului terhadap tegangan atau disebut dengan
pf leading (negatif pf). Sehingga juga membuat pf rendah (pf < 1), atau kapasitif
murni ia memiliki pf = 0 maka hanya ada daya reaktif saja. Contoh beban
kapasitif seperti penghantar daya yang terlalu panjang, filter kapasitor, motor
sinkron yang kelebihan eksitasi, dll. Adapun perhitungan daya reaktif sebagai
berikut:
1 phasa Q = V x I x sin (VAR) Dimana jika lagging Z = jXL

3 phasa Q= 3 x VL-L x I L x sin (VAR) leading Z = -jXC

Gambar 2.16 Karakteristik phasa dan vektor pada beban kapasitif murni

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


15

2.3 Operasi Pembagian Beban


2.3.1 Sistem Isochronous
Metode isochronous atau dengan istilah speed droop 0% digunakan untuk
kecepatan tetap konstan pada prime mover di berbagai tingkat pembebanan baik
aplikasi single operation, atau dua atau lebih prime mover yang dikontrol oleh
load sharing control.

Gambar 2.17 Fungsi beban terhadap frekwensi dengan isochronous

2.3.2 Sistem Speed droop


Metode droop digunakan untuk pengendali kecepatan sebagaimana fungsi
pembebanan, artinya kecepatan prime mover berubah sesuai tingkat pembebanan.
Baik dengan aplikasi single operation prime mover atau operasi paralel dua atau
lebih prime mover.

Gambar 2.18 Fungsi beban terhadap frekwensi dengan speed droop (speed droop 4%)

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


16

2.3.3 Hubungan Antara Speed Droop dan Pembagian Beban

Gambar 2.19 Pengaruh speed droop terhadap pembagian beban

Terdapat dua buah unit pembangkit yang bekerja secara paralel dan
melayani beban sebesar P, hanya saja untuk pembangkit 2, garis beban berarah ke
kiri dan sumbu frekwensinya ada di kanan untuk memudahkan penggambaran
bahwa beban P selau sama dengan jumlah daya yang dibangkitkan yakni P1
ditambah P2. Unit pembangkit 1 mempunyai speed droop S1 sedangkan
pembangkit 2 speed droop-nya S2.
Mula-mula masing-masing unit mempunyai beban P1 dan P2 sedangkan
frekwensinya F1 dan jumlah beban adalah P. Kemudian terjadi kenaikan beban
menjadi P1 sehingga beban masing-masing unit pembangkit menjadi P11 dan P21
dimana penjumlahan keduanya adalah P1 dan frekwensinya turun menjadi F2.
Terlihat bahwa unit pembangkit 1 yang mempunyai speed droop S1 lebih kecil
daripada S2 mengalami penambahan beban yang lebih besar daripada penambahan
beban pada unit pembangkit 2 yang sebesar P21-P2.
Sistem yang terdiri dari banyak unit pembangkit sesungguhnya dapat
dianalogikan dengan sebuah unit pembangkit besar yang memiliki speed droop
tertentu.

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


17

2.4 Generator Set


Adalah suatu mesin listrik yang merubah energi kimia pada bahan bakar ke
bentuk energi listrik dan panas. Gabungan antara engine, generator, dan
kontrolernya disebut juga generator set (genset).

2.4.1 Tenaga pada Engine Diesel


Daya output shaft engine diesel dapat dinyatakan dengan persamaan:
S A I BMEP n k
P= (2.9)
2
Dimana :
P = Daya output engine / indicated horse power (IHP)
S = Jumlah silinder
A = Luas lingkaran silinder (cm2)
I = Panjang langkah (m)
BMEP = Tekanan rata-rata peledakan tiap silinder (kg/cm2)
n = Jumlah putaran per detik (RPS)
2 = Untuk 4 langkah, 1 untuk 2 langkah
k = Konstanta = 1/75 = karena 1 HP = 75 kgm/s

Dalam PLTD, putaran engine harus konstan agar frekwensi yang


dikeluarkan generator selalu konstan 50Hz atau 60Hz sehingga untuk pengaturan
daya output dari generator (dengan mengacu persamaan di atas), yang dapat diatur
hanya nilai BMEP. Pengaturan nilai BMEP ini dilakukan dengan mengatur
pemberian bahan bakar yang harus diikuti oleh pengaturan pemberian udara. Hal
ini disebabkan bahan bakar memerlukan udara untuk pembakaran.
Terlalu banyak atau sedikit udara untuk pembakaran menyebabkan
pembakaran di dalam silinder menjadi tidak efisien. Masalahnya, karena genset
putarannya konstan, jadi perubahan pemberian bahan bakar tidak dapat diikuti
oleh pemberian udara secara seimbang. Sehingga nilai efisiensi maupun nilai
BMEP tidak konstan sebagai fungsi beban. Oleh karena itu, unit PLTD sebaiknya
dibebani konstan yang menghasilkan efisiensi maksimum, kira-kira beban 80%.

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


18

2.4.2 Konsep Tenaga Genset

Gambar 2.20 Konversi energi kimia ke mekanis kemudian listrik

Engine merubah campuran udara dan bahan bakar (energi kimia) ke dalam
energi mekanik. Generator mengambil tenaga dari engine (Brake HP atau kW)
dan merubahnya ke dalam energi listrik (Electrical kW). BHP adalah daya yang
tertera pada nameplate engine. Tenaga engine (kW) selalu lebih besar antara
105% - 110% dibanding tenaga nyata generator (ekW).

Gambar 2.21 Mesin generator set

2.4.3 Rating Genset


Berdasarkan aplikasinya, genset dibagi dalam beberapa rating yakni:
Emergency Standby Power Rating (ESP Rating)
Diaplikasikan untuk beban yang lebih bervariasi. Load factor normalnya
mencapai 70 %. Jumlah jam operasi per tahun selama 50 jam dan maksimum 200
jam. Aplikasi ini cocok dipergunakan untuk building service standby.

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


19

Standby Power Rating


Diaplikasikan untuk beban yang lebih bervariasi. Load factor normalnya
mencapai 70 %. Jumlah jam operasi per tahun selama 200 jam dan maksimum
500 jam. Aplikasi ini cocok dipergunakan sebagai standby power dan rental
power.
Prime Power Rating
Diaplikasikan untuk beban yang bervariasi dengan load factor normal
mencapai 70 % dalam jam yang tidak terbatas per tahun. Beban maksimum 100%
dengan tambahan 10 % overload capability hanya boleh dioperasikan selama 1
jam dalam 12 jam operasi. Operasi overload tidak boleh lebih dari 25 jam per
tahun. Aplikasi ini disarankan pada pembangkit listrik untuk industri, pompa, dan
konstruksi.
Continuous Power Rating
Rating ini dapat memikul beban yang konstan atau sedikit variasi dengan
load factor normal mencapai 70% - 100 % dalam jam yang tidak terbatas per
tahun. Engine dengan rating ini dapat dibebani secara terus-menerus dengan
100 % beban (ekW). Aplikasi ini disarankan pada pembangkit listrik utama
(utility power supply)

2.4.4 Rating Arus


Generator mempunyai rating arus maksimal yang diizinkan yang mengalir di
armatur tanpa menyebabkan kerusakan isolasi (overheating). Rating ini dapat
dilihat pada nameplate generator.

2.5 Reverse power Generator


Adalah suatu fenomena perubahan unjuk kerja dari generator menjadi motor.
Jadi dalam kejadian ini, sebuah generator yang tadinya menghasilkan daya listrik,
berubah menjadi menggunakan daya listrik. Hal ini bisa terjadi karena pada
dasarnya antara generator dan motor memiliki konstruksi yang sama dan jika:
Generator dihubungkan paralel atau bergabung dalam suatu jaringan dengan
generator lain.

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


20

Torsi yang dihasilkan oleh penggerak mula (power mover, dalam hal ini
misalkan turbin uap, turbin air, atau mesin diesel) lebih kecil dari torsi yang
dibutuhkan untuk menjaga agar kecepatan rotornya berada pada kecepatan
proporsionalnya (dengan referensi frekuensi sistem).
Terjadi kehilangan torsi dari penggerak mulanya (dengan kata lain penggerak
mulanya seperti turbin atau mesin diesel "Trip" atau mengalami kegagalan
operasi) dan generator masih terhubung dengan jaringan. Karena masih ada
kecepatan sisa pada rotornya, sedangkan disisi statornya ada tegangan dari
jaringan, sehingga tegangan di stator menginduksi ke lilitan rotor yang
berputar.

Dampak reverse power adalah sebagai berikut:


Pada diesel generator dapat terjadi ledakan pada ruang bakarnya karena
adanya akumulasi bahan bakar yang tak terbakar sedangkan rotor terus
berputar,
Pada gas turbin juga akan merusak gear box-nya dan
Pada hydroplant (turbin air) akan terjadi kavitasi.

Pada suatu sistem pembangkitan yang terdiri dari dua atau lebih generator
dan dioperasikan secara paralel maka setiap generator dilengkapi dengan peralatan
proteksi berupa relay reverse power untuk mendeteksi dan membuka pemutus
apabila ada reverse power (gangguan) yang mengalir dari satu generator ke
generator lainnya yang mengalami gangguan pada penggerak mulanya.

Gambar 2.22 Relay reverse power

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


21

Relay reverse power bekerja dengan mengukur komponen aktif arus beban,
I x cos . Ketika generator menghasilkan daya listrik maka komponen arus beban
I x cos bernilai positif, sedangkan dalam kondisi reverse power berubah
menjadi bernilai negatif. Jika nilai negatif ini melampaui set point dari relay,
maka reverse power relay akan bekerja secara interlock dengan membuka Circuit
Breaker (CB). Inti dari semuanya, jika terjadi reverse power pada suatu unit
pembangkit listrik maka terjadi kerusakan pada peralatan penggerak mulanya
(power mover).

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


BAB 3
KARAKTERISTIK DAN OPERASI PEMBANGKITAN

3.1 Deskripsi Sistem Secara Umum


Pada power plant-nya memiliki 3 unit genset yakni 2 unit engine diesel;
Olympian GEH200 dan Caterpillar 3406E dan 1 unit engine gas yakni G3508 LE
dengan Low and High Pressure. Diesel genset Olympian digunakan untuk aplikasi
standby yang akan mem-back-up suplai ke beban jika terjadi pemadaman listrik
oleh PLN dan terpasang dengan sistem terpisah oleh kedua genset yang lain. Jadi
tidak adanya sistem paralel ataupun pembagian beban bagi genset tersebut.
Berikut spesifikasi nameplatenya:

Tabel 3.1 Spesifikasi name plate kedua genset


No. Specification CAT 3406E CAT G3508
1. Fuel Diesel Natural Gas
2. Application Rating Prime Continous
3. SN Genset 8AZ00325 CPJ00324
4. SN Engine 1MZ00507 CTN00186
5. SN Generator 7ZL00384 4WN00655
6. Voltage 230 / 400 V 230 / 400 V
7. Current 656.8 A 866 A
8. Frequency 50 Hz 50 Hz
9. RPM 1500 RPM 1500 RPM
10. kVA 455 kVA 600 kVA
11. kW 364 kW 480 kW
12. pf 0.8 0.8
13. Winding Star Series Star
14. Wire 12 6
15. Insulation Class H F
16. Excitation Voltage 47 V 28 V
17. Excitation Current 8.799 A 5.2 A
18. Max Temp Ambient 40 deg. 40 deg.
19. Max Height Altitude 152.4 m 1000 m
20. Enclosure IP22 N/A

22
Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


23

Gambar 3.1 Skema paralel sistem

Gambar 3.2 Diagram daya

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


24

Genset yang diteliti adalah 3406E dan G3508. Seluruh kapasitas daya pada
genset diesel didistribusikan langsung ke main bus bar sedangkan pada genset gas
sebagian kapasitas dayanya digunakan untuk mensuplai motor induksi untuk kipas
radiator. Jadi kapasitas daya yang tersedia adalah selisihnya dan menjadikan
beban minimum sebesar daya motor induksi tersebut. Untuk percobaannya,
digunakanlah sebuah load bank resistive heater (isolated system). Desain
panelnya dapat disinkron baik secara manual ataupun otomatis (autosynchrone).
Keduanya tergolong engine elektronik yakni engine diesel memiliki
governor elektronik berupa Electronic Control Module (ECM) atau Advanced
Diesel Engine Management (ADEM) yang modulnya terpasang pada engine
sedangkan pada engine gas memiliki governor elektronik eksternal berupa modul
2301A Load Sharing and Speed Control (LSSC).
Fungsi ECM sebagai pusat kendali yang mengintegrasikan fungsi sistem
governor, Air Fuel Ratio Control (AFRC), power curve mapping, monitor input
sensing, dan output control. Jadi jika ada unit yang menggunakan ECM, pasti
tidak adalagi modul untuk speed control karena fungsi speed control sudah ada di
dalam ECM. Jadi hanya membutuhkan input desired engine speed dari electronic
load sharing governor (LSM) yang dibutuhkan juga saat paralel. Fungsinya
sebagai pembagi sejumlah beban yang diterima dengan prosentase tertentu saat
genset diparalel. Kontrol ini juga bisa digunakan untuk membangkitkan sinyal
isochronous atau speed droop. Beberapa konfigurasi dan setting point ada di
dalam ECM yang bisa diprogram dengan menggunakan software CAT Electronic
Technician (ET) melalui perangkat keras Communication Adapter.

Gambar 3.3 Electronic Control Module II (ECM II)

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


25

2301A Load Sharing dan Speed Control (LSSC) mempunyai dua fungsi
utama yaitu, mengontrol kecepatan engine secara presisi dan membagi beban di
antara genset yang diparalel. Kontrol ini juga bisa digunakan untuk
membangkitkan sinyal isochronous atau speed droop.

3.2 Sistem Pada Prime Mover


Sistem pada engine gas sebagian kecil berbeda dengan sistem pada engine
diesel. Hal yang paling beda adalah pada sistem bahan bakarnya, sistem
pemasukkan udaranya, dan sistem penyalaannya sedangkan untuk sistem-sistem
yang lainnya umumnya sama, seperti sistem pelumasan, pendinginan, dan
kelistrikan. Pada ketiga hal tadi yang paling berhubungan langsung dengan tenaga
yang dihasilkan oleh engine sebagai komponen pembentuk api. Namun yang kita
teliti di sini adalah prosentase beban yang dipikul maksimal oleh masing-masing
engine dan bahan bakar yang dikonsumsi. Penjabaran ketiga sistem tadi dan
operasinya mari kita amati skema dan perbedaan sistem engine diesel dan gas
berikut.

Gambar 3.4 Sistem bahan bakar pada engine diesel 3406E

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


26

Solar dipompakan, ditakarkan dan dikompresikan kemudian diinjeksikan


langsung di ruang bakar bersamaan dengan udara yang terkompresi pada saat
beberapa derajat sebelum akhir langkah kompresi. Jadi jumlah bahan bakarlah
yang diatur dan dikonsumsi untuk mengendalikan putaran dan tenaga engine
tanpa diketahui berapa jumlah udara yang masuk.
Pada sistem engine gas, ia mengkonsumsi pencampuran gas dan udara
dalam mengendalikan putaran dan tenaga yang dikeluarkan. Artinya pencampuran
gas dan udara tadi selalu diatur perbandingannya pada jumlah yang tepat dan
konstan diberbagai tingkat pembebanan engine oleh komponen yang disebut gas
pressure regulator. Jadi bertemunya gas dan udara terjadi di luar ruang bakar di
dalam karburator. Komponen yang mengatur jumlah campuran gas udara yang
akan dikonsumsi engine adalah elektronik governor (LSSC) dengan proporsional
membuka atau menutup melalui throttle valve.

Gambar 3.5 Air intake dan exhaust, fuel system, dan ignition system pada engine gas

3.3 Komposisi dan Kandungan Energi Kalor Gas Alam


Pada engine gas, tenaga yang bisa dihasilkan sangat tergantung dari
komposisi gas yang dikonsumsi. Jika engine tersebut dipindahkan ke daerah lain
yang suplai gasnya berbeda maka akan berbeda pula tenaga yang bisa dihasilkan.

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


27

Perhitungannya bisa secara manual ataupun dengan menggunakan software


Caterpillar Methane Number di bawah ini untuk memudahkan perhitungan.
Beberapa tujuannya adalah mendapatkan estimasi besarnya pemanfaatan
kemampuan engine untuk menghasilkan tenaga (relative power capability), Lower
Heating Value (LHV) yang merupakan nilai kalor peledakan pencampuran gas di
ruang bakar yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan gerak mekanis. Semakin
tinggi nilai LHV maka semakin irit konsumsi bahan bakarnya.

Gambar 3.6 Perhitungan Low Heat Value (LHV) dari komposisi gas

3.4 Prinsip Kerja Pembangkitan Tegangan


Pada kedua genset yang diteliti ternyata memiliki tipe konstruksi
generatornya berbeda. Ada yang disebut tipe permanent magnet dan residual
magnetik.

3.4.1 Generator Tipe Permanent Magnet Pilot Exciter (PMPE)


Generator jenis ini disebut juga triple generator cara kerjanya memanfaatkan
pembangkitan awal dari permanent magnet yang berada pada rotor yang mana
medannya akan menginduksikan PM Pilot Armature yang akan menghasilkan

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


28

tegangan AC 3 phasa sebagai sinyal ke voltage regulator bahwa generator telah


diputar. Kemudian ia memberikan arus ke field exciter berupa tegangan DC untuk
membuat magnet yang medannya diterima oleh exciter armature. Karena ia
terinduksi maka akan menghasilkan tegangan AC 3 phasa yang akan disearahkan
oleh Rotating Diode menjadi tegangan DC yang disalurkan ke Main Rotor melalui
rongga di sepanjang inti shaft. Akibatnya, Main Field membuat inti magnet yang
medannya menginduksikan Main Armature sehingga menghasilkan tegangan AC
3 phasa. Output tegangannya akan dirasakan oleh voltage regulator melalui
Potentian Transformator (PT). Jika tegangan output-nya masih di bawah nilai set
point nya maka ia akan menaikan arus DC menuju Field Exciter dan sebaliknya
jika melebihi maka ia akan menurunkan arus.

Outgoing to Load
T1 T2 T3 T0

5
Automatic Voltage 6 CT

11 Regulator
12 (AVR) 22
13 24
F1 F2 20
PT
AC
CAT Generator DC

Main Armature AC

Field Exciter F
A
Bearing N Bearing
Main Field
Rotating Diode Exciter
Armature

Rotor Shaft Couple to Engine

AC DC
F
Permanent A
Magnet (PM) N
AC
PM Pilot Stator
Stator
Armature

Stator

Gambar 3.7 Konstruksi generator tipe PMPE pada genset G3508

3.4.2 Generator Tipe Self Excited (SE)


Generator jenis ini disebut juga double generator cara kerjanya
memanfaatkan pembangkitan awal dari magnet residual yang tersimpan pada inti
Main Rotor yang akan menginduksikan Main Armature dan output tegangannya
sebagai sinyal ke voltage regulator bahwa generator telah diputar. Kemudian cara

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


29

kerjanya sama seperti PMPE dalam membangkitkan tegangan dan fungsi voltage
regulator sebagai peregulasi tegangan. Bedanya unit pembangkit jenis ini bisa
hilang kemagnetan residualnya jika tidak dioperasikan dalam jangka waktu yang
lama. Jika hilang maka harus di-flashing kemagnetannya. Oleh karena itu perlu
secara berkala dioperasikan guna perawatan.

Outgoing to Load
T1 T2 T3 T0

5
Automatic Voltage 6 CT
Regulator
(AVR) 22
24
F1 F2 20
PT

CAT Generator DC

Main Armature AC

Field Exciter F
A
Bearing Main Field N
Rotating Diode Exciter
Armature

Front
Rear

Rotor Shaft Couple to Engine

AC DC
F
A
N

Stator

Stator

Gambar 3.8 Konstruksi generator tipe SE pada genset diesel 3406

3.5 Pengendali Kecepatan Prime mover


Kontroler mendapatkan input kecepatan aktual prime mover dari speed
sensor (Magnetic Pick Up (MPU)) yang berada pada flywheel gear dengan sinyal
input berupa frekwensi. Di dalam kontroler terdapat konverter yang
mengkonversikan sinyal tegangan AC frekwensi menjadi tegangan DC analog
dengan besarnya frekwensi yang diterima berbanding lurus dengan kecepatannya.
Nilai input sinyal kecepatan dibandingkan dengan tegangan referensinya di sum
point. Jika tegangan sinyal kecepatan lebih rendah atau lebih tinggi daripada
tegangan referensi maka sinyal akan dikirimkan ke amplifier untuk menaikan
ataupun menurunkan kecepatan. Aktuator merespon sinyal dari amplifier dengan

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


30

memposisikan kembali fuel rack atau throttle valve, merubahan kecepatan prime
mover hingga tegangan sinyal kecepatan dan tegangan referensi bernilai sama.

Gambar 3.9 Blok diagram kerja speed control

3.6 Sinkronisasi Generator


Kontroler membandingkan kedua sinyal dan menentukan adanya perbedaan
antara phasa generator (off-line) dan bus (on-line). Ketika ada perbedaan,
kontroler mengirimkan sinyal perbaikan phasa untuk menaikan dan menurunkan
kecepatan engine berdasarkan seberapa besar generator tersebut tertinggal atau
mendahului terhadap bus. Penguat sinyal koreksi secara proporsional berbanding
lurus terhadap nilai ketinggalan atau mendahului (perbedaan phasanya). Kontroler
juga membandingkan tegangan generator yang off line dan tegangan pada bus bar
yang on-line. Jika ada perbedaan, kontroler memberikan perintah ke voltage
regulator untuk menaikan atau menurunkan tegangan output generator melalui
kontak relay.
Jika tidak ada 2 bagian yang dibandingkan maka synchronizer tidak akan
pernah memerintahkan CB untuk menutup hubungan generator ke bus. Dia
mendapat sensing tegangan dari Potential Transformer (PT).

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


31

Gambar 3.10 Blok diagram kerja synchronizer

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


BAB 4
PERCOBAAN DAN ANALISIS DATA

4.1 Percobaan
Hal yang akan dilakukan mengacu pada prosedur yang tepat dan
direkomendasikan berdasarkan service manual, panduan instalasi dan operasi dari
masing-masing kontroler, dan panduan pengoperasian dan perawatan (OMM)
yang sesuai dengan produk gensetnya. Selain itu mengikuti regulasi standard
safety yang ada di tempat area praktik ataupun rekomendasi khusus.

4.1.1 Diagram Rangkaian Sistem

Gambar 4.1 Pemasangan alat ukur di genset diesel ataupun gas

32
Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


33

4.1.2 Daftar Peralatan


Dalam melakukan penelitian ini, peralatan yang diperlukan adalah:

Tabel 4.1 Daftar peralatan


No. Tools Quantity Unit
Multimeter include:
Voltmeter
1
Ohmmeter 1 pcs
Frequency meter
Insulation tester
2 Ampere meter / Clamp On 1 pcs
3 PC / Notebook 1 pcs
4 Electronic Technician Software 1 pcs
5 Methane Number Software 1 pcs
6 Communication Adapter 2 1 pcs
7 DDT - Service Connector Converter 1 pcs
8 Cabinet Screwdriver 1 pcs
9 Philips Screwdriver 1 pcs
10 Trim Screwdriver pcs
11 Combination Wrench Imperial 1/2 1 pcs
12 Combination Wrench Metrik 10 mm 1 pcs
13 Combination Wrench Metrik 13 mm 1 pcs
14 Combination Wrench Metrik 19 mm 1 pcs
2
15 Kabel NYAF 1.5 mm 2 m
16 Safety helmet 1 pcs
17 Safety glases 1 pcs
18 Safety shoes 1 pcs
19 Earmuf 1 pcs
20 Danger Tag 4 pcs

4.1.3 Pengujian Genset


Pengujian terhadap seberapa besar beban yang dipikul oleh masing-masing
genset yang optimal tidak hanya berpatokan kepada performa generatornya saja,
tetapi melainkan juga performa mesin penggerak (engine)-nya. Harus dipahami
bahwa kemampuan daya yang dihasilkan oleh generator sangat tergantung pada
kemampuan seberapa besar tenaga yang dihasilkan oleh enginenya.

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


34

Untuk menguji seberapa besar performa yang dimiliki oleh masing-masing


genset maka dilakukanlah tahapan pengujian yang disebut Technical analysis
Level 2 (TA2). Pada TA2 tersebut akan dilakukan pengukuran parameter yang
diperlukan pada kondisi genset berhenti dan bekerja dengan cara dibebani penuh
masing-masing genset dan kemudian akan didapatkan data-data performa genset
yang aktual dan akan dibandingkan dengan spesifikasi yang sesuai, apakah
nilainya masih dalam toleransi atau tidak yang mana nantinya dapat menentukan
efisiensi tiap unit genset. Data pada TA2 bisa digunakan untuk menentukan
apakah sistem engine atau generator yang bermasalah dan juga digunakan sebagai
alasan dasar genset di-overhoul atau perawatan.
Tenaga yang dihasilkan oleh engine pun juga dipengaruhi oleh nilai kalor
yang terkandung pada bahan bakar (solar ataupun gas). Hal ini perlu diukur agar
bisa mengestimasi tenaga yang bisa dihasilkan oleh engine.
Pengukuran yang dilakukan ada yang bersifat elektris dan mekanis. Untuk
pengukuran listrik memanfaatkan metering pada Electronic Modular Control
Panel (EMCP) yang terpasang pada masing-masing genset dan multimeter digital
serta clamp ampermeter untuk pengukuran di luar EMCP. Peletakan masing-
masing alat ukur listrik dijelaskan pada Gambar 4.1. Untuk pengukuran mekanis
pada parameter engine memanfaatkan LCD monitoring engine dan software
Caterpillar Electronic Technician (CAT ET) yang bisa memonitor parameter
sensor-sensor dan mendiagnosis bagian engine dengan berkomunikasi ke ECM
melalui hardware interface yang disebut Communication Adapter 2 (CA2).
Namun parameter pembacaan sensor yang tampil pada menu ET pada genset gas
tidak selengkap tampilan ET pada genset diesel. Beberapa tambahan lainnya ada
pada monitor LCD gas engine. Jadi lebih efisien tanpa perlu memasang alat ukur
mekanis di tiap-tiap bagian parameter engine. Hasil pembacaan parameter sensor
dan diagnosisnya dapat disimpan berupa soft file report.
Penyetelan speed droop yang dilakukan pada masing-masing governor
engine harus disesuaikan dengan frekwensi sinkron pada sistem oleh genset yang
beroperasi paralel. Artinya menentukan besarnya speed droop tidaklah
sembarangan dan sesuai dengan unjuk kerja dari governor setiap engine. Untuk
mengetahui performa governor, dilakukanlah pengujian TA2 dan kemudian

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


35

menerapkan speed droop padanya serta menentukan besarnya dengan metode try
and error. Agar percobaan tersebut aman tanpa kerusakan sistem secara
keseluruhan, beban sistem saat awal kali sinkron maksimal sebesar 120kW. Hal
tersebut dikarenakan urutan pengoperasian genset diesel yang terlebih dahulu
dibebani kemudian genset gas disinkronkan dan paralelkan ke sistem. Nilai
tersebut berdasarkan besarnya BMEP diesel 3406E yang berpengaruh terhadap
kemampuan genset dalam menahan block loading seandainya terjadi kegagalan
lepas sinkron dan beban dialihkan balik ke genset diesel. Bila melebihi nilai
tersebut dan berkali-kali terjadi maka dapat menimbulkan kerusakan pada
enginenya terutama pada komponen yang memikul beban secara langsung.
Pastikan juga sistem tidak mengalami reverse power. Oleh karena itu, segera atur
besarnya penguatan medan generator hingga cos mendekati sama di kedua
genset.

4.1.4 Langkah Percobaan


4.1.4.1 Pengujian Technical analysis 2
1. Gunakan peralatan safety (APD) sebelum melakukan percobaan.
2. Siapkan peralatan praktikum yang akan digunakan dan catat pada formulirnya.
3. Yakinkan kedua genset tidak dalam kondisi perawatan dan pisahkan keduanya
dari sistem dan kemudian pasanglah danger tag.
4. Cek dan foto kondisi kedua genset keseluruhan (round inspection) termasuk
spesifikasinya dan yakinkan ada oli, coolant, solar atau gas pada level atau
nilai yang aman, kabel koneksi, dan catat parameter-parameter yang ada baik
di EMCP ataupun posisi potensio di kontroler.
5. Jalankan kedua genset selama 8 menit secara single operation dan catat
semua parameter yang ada. Untuk genset G3508, pastikan motor radiator
dijalankan.
6. Koneksikan ET kemudian simpan konfigurasi dan error code yang muncul
dan biarkan ET tetap terpasang. Kemudian matikan genset.
7. Lepaslah kabel negatif baterai dan isolasikan dan kemudian buka penutup
(enclosure) generator agar bisa mengakses terminal koneksi kumparan stator

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


36

utama, dioda putar dan varistor, serta penguat medan generator di voltage
regulator.
8. Buanglah energi sisa yang tersimpan pada terminal kumparan ke ground atau
bodi generator. Kemudian lepas semua kabel dan kumparan yang terpasang
pada terminal. Lakukanlah prosedur pengujian tahanan isolasi sesuai manual
pada semua kumparan stator dan catat hasil pengukurannya. Buang kembali
energi sisanya setiap pengukuran kumparan.
9. Ukurlah besarnya tahanan dalam di semua kumparan dan catat nilainya.
10. Selesai pengukuran tahanan kumparan, pasanglah kembali sesuai terminalnya
sebelumnya. Kemudian bukalah koneksi yang ada pada dioda putar dan
varistor. Lakukan pengukuran tegangan konduksi di masing-masing dioda.
Ikutilah prosedur pengujian dioda pada manual dan catatlah nilainya.
11. Lakukan pengukuran besarnya tegangan zener pada varistor dengan
menggunakan megger tester. Ikutilah prosedur yang tepat mengenai
pengukuran varistor dan catatlah nilainya. Buanglah energi sisanya ke ground.
12. Lakukan pengukuran resistor untuk membuktikan kondisi resistor (jika ada).
Catat hasilnya. Kemudian rangkailah kembali semua koneksi pada dioda putar.
Tutup kembali penutup generator seperti semula.
13. Ketika engine berhenti, ukurlah tegangan baterai dan catat nilainya. Dengan
voltmeter tetap terpasang, pasanglah tang amper pada kabel baterai. Cranking-
lah engine dan ukur drop tegangan dan arus saat engine di-cranking dan catat
nilainya. Setelah engine dijalankan, kemudian ukurlah tegangan charging
pada baterai dan catatlah nilainya.
14. Ketika genset beroperasi tanpa beban, aturlah agar tegangan, frekwensi
kerjanya sesuai yang diinginkan (380V / 50Hz), dan governornya dalam mode
isochronous. Ikutilah prosedur penyetelan isochronous diesel 364kW dan gas
480 kW. Saat tanpa beban, ukurlah tegangan dan arus eksitasi dari output
voltage regulator. Catatlah nilainya.
15. Untuk genset 3406E, lakukanlah prosedur pengujian Cylinder cut out
menggunakan ET sebanyak 3 kali dan simpan hasilnya tiap kali pengujian.
16. Kemudian genset dengan load bank secara bertahap hingga beban penuh dan
jangan melebihi kemampuan black loading-nya. Ikuti prosedur pembebanan

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


37

genset yang tepat Amati agar frekwensi genset bertahan pada 50Hz.. Ketika
sudah mencapai beban penuh kemudian periksa kondisi fisik genset apakah
ada sesuatu yang tidak nomal. Jika normal, catat semua parameter yang
diperlukan baik dari sisi engine dan juga generatornya. Gunakan ET untuk
memonitor dan menyimpan parameter sensor yang diperlukan.
17. Untuk genset 3406E, jangan bebani genset terlalu lama dalam kondisi beban
penuh karena aplikasi genset jenis prime yang dikhususkan untuk pembebanan
tidak melebihi 70% dari kapasitasnya. Untuk genset G3508, bisa dibebani
penuh dalam waktu yang lama karena aplikasi genset jenis continous yang
bisa dibebani 90%-100% dari kapasitasnya, asalkan bebannya stabil dan
temperatur exhaust stack-nya masih di bawah spesifikasinya. Artinya,
kapasitas maksimumnya dibatasi oleh temperatur pada exhaust stack-nya.
18. Turuni beban secara bertahap (berkebalikan dengan tahapan pembebanan)
dengan selalu memperhatikan frekwensi sistem tetap 50Hz. Lakukan sampai
beban lepas dari sistem.
19. Untuk genset 3406E, setelah pembebanan penuh, aktifkan mode cooling down
pada saklar putar Generator Set Control (GSC) sedangkan untuk genset
G3508, aktifkan saklar low idle. Tujuannya untuk menstabilkan kembali
temperatur kerja engine. Jika sudah stabil, matikan manual genset G3508
sedangkan genset 3406E, menunggu delay dari cooling down habis, lalu
genset akan berhenti.
20. Untuk G3508, lakukan purging (pembuangan campuran gas sisa di dalam
manifold dan ruang bakar untuk keperluan safety) dengan menutup kran
saluran gas suplai. Lakukanlah round inspection kembali, kembalikan posisi
saklar operasi seperti semula, dan lepaskanlah danger tag.

4.1.4.2 Pengaturan Isochronous pada Kedua Genset


1. Cek kembali kondisi kedua genset keseluruhan (round inspection). Yakinkan
oli, coolant, solar atau gas pada level atau nilai yang aman, dan kabel koneksi.
2. Jalankan kedua genset secara single operation selama 8 menit dan catat
semua parameter yang ada. Untuk genset G3508, pastikan motor radiator

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


38

dijalankan. Jika sudah, matikan kedua genset tersebut. Lakukan purging pada
genset G3508. Bukalah penutup panel voltage regulator.
3. Untuk genset 3406E, aturlah LSM untuk bisa bekerja secara isochronous
dengan memutar potensio Droop, Load Gain, dan menutup terminal Open For
Droop pada frekwensi kerja 50Hz dan saat beban penuh 364kW, dapatkan
tegangan load signal test 6.00VDC. Ikutilah prosedur pada manual mengenai
pengaturan isochronous pada LSM.
4. Ujilah genset tersebut, atur tegangan dan frekwensi pada 380V, lalu bebani
penuh 100% yaitu 364kW dengan prosedur pembebanan secara bertahap.
Perhatikan frekwensinya apakah tetap atau berubah. Jika prosedur pengaturan
isochronous benar, frekwensi akan bertahan dari tanpa beban hingga beban
penuh pada 50Hz. Jika tidak, periksa ulangi langkah No. 3.
5. Lepaskan beban secara bertahap (kebalikan tahapan pembebanan). Jika sudah,
aktifkan saklar GSC ke Cooling Down.
6. Untuk genset G3508, aturlah 2301A LSSC untuk bisa bekerja secara
isochronous dengan memutar potensio Droop, Load Gain, dan menutup
terminal Open For Droop pada frekwensi kerja 50Hz dan saat beban penuh
126kW, dapatkan tegangan load signal test 6.00VDC. Ikutilah prosedur pada
manual mengenai pengaturan isochronous pada 2301A LSSC.
7. Ujilah genset tersebut, atur tegangan pada 380V, lalu bebani penuh 100%
yaitu 126kW dengan prosedur pembebanan secara bertahap. Perhatikan
frekwensinya apakah tetap atau berubah selama pembebanan. Jika prosedur
pengaturan isochronous benar, frekwensi akan bertahan dari tanpa beban
hingga beban penuh pada 50Hz. Jika tidak, ulangi langkah No. 6.
8. Kemudian lepaskan beban secara bertahap (kebalikan tahapan pembebanan).
Jika sudah, lepaskan genset dari sistem dan biarkan genset beroperasi tanpa
beban.
9. Jalankan genset 3406E dan bebani pada 38kW (load bank). Lalu masukkan
genset G3508 ke sistem dengan mensinkronkan secara otomatis. Jika setelah
masuk terjadi reverse power, segera putar potensio Voltage Adjust untuk
mengatur tegangan penguat medan sampai power factor-nya mendekati sama
di kedua genset. Ketika keduanya paralel, beban total menjadi 60kW, yaitu

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


39

22kW daya motor radiator ditambah 38kW daya load bank. Catatlah dan
gunakan ET untuk menyimpan parameter yang diperlukan.
10. Lanjutkan pada beban total 120kW dengan menambahkan beban 60kW.
Catatlah dan gunakan ET untuk menyimpan parameter yang diperlukan.
11. Lakukan lagi pada beban total 180kW, 240kW, 300kW, 360kW dengan cara
yang sama seperti sebelumnya. Catatlah dan gunakan ET untuk menyimpan
parameter yang diperlukan di setiap langkahnya.
12. Lepas beban dengan cara menurunkannya secara bertahap dan perlahan.
Perhatikan frekwensinya jaga pada 50Hz. Jangan menyimpang terlalu jauh.
13. Saling pisahkan dan matikan kedua genset dari sistem. Aktifkan saklar GSC
ke cooling down dan low idle. Lakukan prosedur mematikan genset seperti
sebelumnya.
14. Sesegera mungkin tekan tombol emergency untuk mematikan sistem jika
terjadi masalah di luar kendali secara tiba-tiba dan kritis.

4.1.4.3 Pengaturan Speed droop pada Kedua Genset


1. Cek kembali kondisi kedua genset keseluruhan (round inspection). Yakinkan
ada oli, coolant, solar, atau gas pada level atau nilai yang aman, kabel koneksi.
2. Untuk genset 3406E, aturlah LSM untuk bisa bekerja secara speed droop
dengan memutar potensio Droop dan membuka terminal Open For Droop
sedangkan untuk genset G3508, aturlah pada 2301A LSSCnya. Genset diesel
bekerja dengan frekwensi rated 50Hz pada 364kW sedangkan genset gas pada
126kW. Frekwensi tanpa bebannya disesuaikan dengan speed droop yang
diinginkan. Ikutilah prosedur pada manual mengenai pengaturan speed droop.
3. Ujilah salah satu genset tersebut secara bergantian dan bebani sampai
kapasitas yang telah ditentukan (diesel 364kW dan gas 126kW) dengan
prosedur pembebanan secara bertahap. Perhatikan frekwensinya, ia harus
turun dari frekwensi tanpa beban ke frekwensi beban penuh (50Hz). Jika tidak,
periksa ulangi langkah No. 2.
4. Kemudian lepaskan beban secara bertahap (kebalikan tahapan pembebanan).
Jika sudah, lepaskan genset dari sistem.

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


40

5. Bebani genset 3406E pada 38kW. Lalu masukkan genset G3508 ke sistem
dengan mensinkronkan secara otomatis. Jika sudah masuk, periksa supaya
power factor keduanya mendekati sama. Catatlah dan gunakan ET untuk
menyimpan parameter yang diperlukan.
6. Lanjutkan pada beban total 120kW dan ikuti seperti langkah pembebanan
seperti sebelumnya (60kW, 120kW, 180kW, 240kW, 300kW, dan 360kW).
Catatlah dan gunakan ET untuk menyimpan parameter yang diperlukan setiap
tingkat pembebanan.
7. Kemudian lakukan prosedur pelepasan beban dan mematikan genset seperti
langkah sebelumnya.
8. Sesegera mungkin tekan tombol emergency untuk safety jika terjadi masalah
di luar kendali secara tiba-tiba dan kritis.

4.1.5 Tabel Evaluasi


4.1.5.1 Data Pengujian Sinkronisasi Frekwensi

Tabel 4.2 Pengujian frekwensi sinkron


FREQUENCY SYNCHRONIZATION TEST
Speed droop (%)
No. Synchronable
Genset 3406E Genset G3508
1 0 0 OK
2 1 4 NO
3 2 3 OK
4 3 2 OK
5 4 1 NO

4.1.5.2 Data Hasil Technical Analysis 2 pada Kedua Genset

Tabel 4.3 Data technical analysis 2 genset diesel 3406E


TECHNICAL ANALYSIS 2 TEST
GENERATOR SET (8AZ00325) 3406E No Load
Spec. Max P (kW) % Load Unit P (kW) f (Hz) FCR (Gph) RPM
364 0 0 50.0 2.8 1500
Full Load
Spec. Max P (kW) % Load Unit P (kW) f (Hz) FFR (BTU/min) RPM
364 99.18 361 50.0 24.4 1500

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


41

Tabel 4.4 Pengujian kebocoran kompresi (cylinder cutout) engine 3406E

Tabel 4.5 Data technical analysis 2 genset gas G3508


TECHNICAL ANALYSIS 2 TEST
GENERATOR SET (CPJ00324) G3508 No Load
Spec. Max % Load Exhaust Stack P (kW) f (Hz) FFR (BTU/min) RPM
P (kW) Unit Temp (Cel)
480 4.58 378 22 50.0 11984 1501
Full Load
Spec. Max % Load Exhaust Stack
P (kW) f (Hz) FFR (BTU/min) RPM
P (kW) Unit Temp (Cel)
480 96.67 517 464 50.0 78923 1500
Limited by maximum exhaust stack temperature Max utility 26.25%

Spec. Max % Load Exhaust Stack P (kW) f (Hz) FFR (BTU/min) RPM
P (kW) Unit Temp (Cel)
480 26.25 463 126 50.0 27822 1500

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


42

4.1.5.3 Data Paralel Kedua Genset dengan Isochronous

Tabel 4.6 Data lab paralel genset isochronous


GENERATOR LOAD DATA LAB
CATERPILLAR GENERATOR SET 3406E Isochronous
No. Total Load (kW) % Load Unit P (kW) f (Hz) FCR (GpH)
1 60 60.00 36 50.0 4.2
2 120 69.17 83 50.0 7.0
3 180 72.22 130 50.0 9.8
4 240 72.08 173 50.0 12.3
5 300 72.33 217 50.0 15.0
6 360 71.94 259 50.0 17.5
CATERPILLAR GENERATOR SET G3508 Isochronous
No. Total Load (kW) % Load Unit P (kW) f (Hz) FFR (BTU/min)
1 60 40.00 24 50.0 12177
2 120 30.83 37 50.0 14089
3 180 27.78 50 50.0 16301
4 240 27.92 67 50.0 18355
5 300 27.67 83 50.0 20864
6 360 28.06 101 50.0 23711

4.1.5.4 Data Paralel Genset Droop Diesel 2% dan Gas 3%

Tabel 4.7 Data lab paralel genset diesel 2% dan gas 3%


GENERATOR LOAD DATA LAB
CATERPILLAR GENERATOR SET 3406E Droop 2%
No. Total Load (kW) % Load Unit P (kW) f (Hz) FCR (GpH)
1 60 25.00 15 51.0 3.3
2 120 52.50 63 50.8 5.7
3 180 62.22 112 50.7 8.8
4 240 67.08 161 50.6 11.7
5 300 70.00 210 50.4 14.6
6 360 71.67 258 50.3 17.6
CATERPILLAR GENERATOR SET G3508 Droop 3%
No. Total Load (kW) % Load Unit P (kW) f (Hz) FFR (BTU/min)
1 60 75.00 45 51.0 16187
2 120 47.50 57 50.8 17665
3 180 37.78 68 50.7 19209
4 240 32.92 79 50.6 20720
5 300 30.00 90 50.4 22014
6 360 28.33 102 50.3 23823

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


43

4.1.5.5 Data Paralel Genset Droop Diesel 3% dan Gas 2%

Tabel 4.8 Data lab paralel genset diesel 3% dan gas 2%


GENERATOR LOAD DATA LAB
CATERPILLAR GENERATOR SET 3406E Droop 3%
No. Total Load (kW) % Load Unit P (kW) f (Hz) FCR (GpH)
1 60 0.00 0 51.5 3.2
2 120 0.00 0 51.5 3.2
3 180 88.89 160 50.8 11.7
4 240 82.92 199 50.7 14.0
5 300 79.67 239 50.5 16.5
6 360 77.22 278 50.4 18.9
CATERPILLAR GENERATOR SET G3508 Droop 2%
No. Total Load (kW) % Load Unit P (kW) f (Hz) FFR (BTU/min)
1 60 0.00 22 51.0 12734
2 120 0.00 22 51.0 12734
3 180 11.11 20 50.8 11908
4 240 17.08 41 50.7 15343
5 300 20.33 61 50.5 18137
6 360 22.78 82 50.4 21346

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


44

4.2 Analisis Data


4.2.1 Pengujian Technical Analysis 2
Pada percobaan TA2 didapatkan data performa di kedua genset seberapa
besar mereka bisa diketahui efisiensinya. Berdasarkan data evaluasi TA2 3406E
didapat bahwa genset ini bisa dimanfaatkan efisiensinya sebesar 99.19%. Nilai
tersebut bisa dikatakan sudah mencapai kapasitas 100% walaupun masih ada
selisih 0.81%. Hal ini dikarenakan adanya tolerasi pembacaan alat ukur dan load
bank tidak mampu memberikan beban tepat 364kW. Secara keseluruhan baik
dilihat dari engine dan generatornya, genset ini bisa dimanfaatkan secara penuh
dan dalam kondisi baik mengacu kepada parameter yang didapat. Ada bagian
yang kurang baik mengenai kondisi tegangan beterai yang agak di bawah dari
spesifikasinya saat digunakan untuk cranking. Namun, hal ini tidak berdampak
langsung terhadap efisiensi genset.
Berdasarkan data evaluasi TA2 G3508 didapat bahwa genset ini hanya bisa
dimanfaatkan sebesar 26.25% dari kapasitasnya saja. Setelah dilakukan pengujian
pembebanan, ternyata pada saat beban 126kW, batasan temperatur exhaust stack-
nya sudah tercapai maka genset ini tidak diperbolehkan dibebani melebihi 126kW.
Jika melebihi maka akan menimbulkan kerusakan pada komponen exhaust seperti
exhaust manifold, turbocharger, wastegate, dan stack. Bagian inilah yang
membatasi kemampuan engine gas dalam menahan thermal load. Tingginya
temperatur pada exhaust stack ini bisa disebabkan karena terjadinya perubahan
komposisi gas yang disuplai dan temperatur campuran gas dan udara sehingga
merubah perbandingan jumlah udara dan gas (P1) yang masuk ke karburator
mengakibatkan timing pengapian (timing ignition) menjadi tidak tepat. Dalam
kasus ini peledakan menjadi terlambat (retard) sehingga masih ada sisa peledakan
yang terbawa ke saluran keluar. Jadi perlu dilakukan pengukuran ulang komposisi
gas yang terkini guna mendapatkan nilai kalori gas dan timing yang tepat.
Kemudian lakukan penyetelan pada gas pressure regulator guna pendapatkan P1
yang tepat dan gunakan campuran miskin (lean mixture). Ada juga bagian yang
kurang baik mengenai kondisi tegangan beterai yang agak di bawah dari
spesifikasinya saat kondisi berhenti ataupun untuk cranking. Itu disebabkan
karena tidak adanya sistem charging pada genset ini. Jadi cara charging baterai

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


45

dengan memakai charger eksternal. Namun, hal ini tidak berdampak langsung
terhadap efisiensi genset.

4.2.2 Pembagian Beban Isochronous

Gambar 4.2 Frekwensi sinkron isochronous

Berdasarkan data evaluasi yang didapat, kedua genset mendapatkan


frekwensi sinkronnya pada 50Hz dari beban 0kW hingga 360kW. Itu dikarenakan
governor kedua enginenya mempertahankan kecepatan engine selalu tetap (50Hz)
atas fungsi load gain 0V-6.00V pada saat single operation. Sehingga pada saat
paralel, synchronizer hanya melakukan sinkronisasi voltage angle saja dan
memasukan CB-nya. Pada percobaan ini, kedua genset menggunakan kapasitas
dayanya yaitu diesel 364kW dan gas 126kW.

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


46

Gambar 4.3 Grafik prosentase pembagian beban isochronous

Pada saat pembebanan didapatkan prosentase pembagian beban yang


berbeda dan konstan hingga beban tertentu. Hal tersebut dikarenakan kapasitas
daya kedua genset berbeda dan keduanya di-setting pada isochronous.
Berdasarkan gambar di atas, genset diesel mendapatkan 72% sedangkan genset
gas mendapatkan 28% dari total beban yang diberikan. Pembagian beban ini
sesuai dengan perhitungan sebagai berikut:
126kW
Prosentase genset gas : x100% = 26% Selisih 2%
126kW + 364kW
364kW
Prosentase genset diesel : x100% = 74% Selisih 2%
126kW + 364kW

Terdapat perbedaan dengan hasil perhitungan sebesar 2% yang dikerenakan


toleransi dalam pembacaan alat ukur dan tidak presisinya pembebanan masing-
masing genset saat penyetelan load gain. Pada saat total beban 60kW terlihat
prosentase beban genset gas sedikit lebih besar daripada genset diesel. Hal
tersebut dikarenakan karakteristik governor dari engine disel yang kurang optimal
pada saat beban rendah dibanding engine gas. Di lain hal, dikarenakan juga
temperatur kerja yang belum optimal saat beban masih di bawah 15%. Di atas itu,
prosentase pembagian bebannya tetap hingga 360kW. Hasil evalusi yang didapat
sesuai dengan teori pembagian beban secara isochronous.

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


47

Gambar 4.4 Grafik pembagian beban isochronous

Terlihat semakin besar beban yang diberikan maka kedua genset akan
memikul beban secara proporsional dengan prosentase yang tetap. Sehingga
beban genset diesel selalu lebih besar daripada beban yang dipikul oleh genset gas.

4.2.3 Pembagian Beban Droop Diesel 2% dan Gas 3%

Gambar 4.5 Frekwensi sinkron droop diesel 2% dan gas 3%

Berdasarkan data evaluasi yang didapat, kedua genset tidak mendapatkan


frekwensi sinkronnya saat kondisi tanpa beban (0kW). Pada saat itu, kedua genset
sempat sinkron selama 4 detik dan kemudian lepas sinkron yang dikarenakan
terjadi reverse power dan relay proteksinya bekerja untuk mengamankan sistem

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


48

dengan melepaskan CB pada generator yang berubah menjadi motor. Meskipun


potensio voltage adjust telah diatur untuk mempertahankan cos mendekati sama
di kedua genset dan lain hal perubahan penyimpangan cos begitu agresif. Hal
tersebut dikarenakan terjadinya perbedaan batasan kecepatan high idle pada speed
setting di kedua governor engine yaitu genset diesel pada 1530RPM (51Hz)
sedangkan gas 1545RPM (51.5Hz) sehingga synchronizer tidak mampu
mengsinkronkan karena perbedaan ini.

Gambar 4.6 Kurva droop diesel 2% dan gas 3%

Terdapat penurunan frekwensi sinkron dari 60kW hingga 360kW sebesar:


51.0 50.3
Droop frekwensi: x100% = 1.37%
51.0
dan bisa didapatkan statisme sistem pada konfigurasi ini adalah:
F1 F 2 51.0 50.3 0.7 Hz
Statisme: = =
( P1 P 2) (60 360) 300kW

Gambar 4.7 Grafik prosentase pembagian beban droop diesel 2% dan gas 3%

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


49

Setelah beban diberikan pada 60kW, kedua genset bisa sinkron dengan
prosentase genset gas lebih tinggi dibanding genset diesel (gas 75% dan diesel
25%). Pada saat beban ditambah lagi mencapai 120kW genset diesel sedikit mulai
lebih besar prosentase bebannya dibanding genset gas. Terjadi prosentase
pembebanan sama pada beban kira-kira 110kW. Kemudian setelah beban
ditambah lagi hingga mencapai 360kW, terlihat genset diesel semakin naik
prosentase pembebanannya yang berbanding terbalik dengan genset gas. Namun
perubahan kenaikan dan penurunan prosentasinya semakin kecil seiring dengan
kenaikan beban. Hal tersebut dikarenakan penurunan frekwensi sinkron genset gas
lebih besar dibanding genset diesel terhadap frekwensi saat tanpa bebannya. Ini
merupakan unjuk kerja dari mekanisme governor dalam membagi beban pada
speed droop. Dalam penerapannya sistem dengan konfigurasi ini tidak aplikatif
saat beban di bawah 60kW karena akan lepas sinkron.

Gambar 4.8 Grafik pembebanan unit droop diesel 2% dan gas 3%

Berdasarkan di atas, semakin besar beban yang diberikan maka kedua genset
akan meningkat dalam memikul beban secara proporsional dengan prosentase
yang berbeda. Sehingga beban genset diesel selalu lebih besar daripada beban
yang dipikul oleh genset gas. Pada beban 110kW kedua genset memikul sama
besar, namun di bawah itu prosentase genset gas sedikit lebih besar dibandingkan
dengan genset diesel.

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


50

4.2.4 Pembagian Beban Droop Diesel 3% dan Gas 2%

Gambar 4.9 Frekwensi sinkron droop diesel 3% dan gas 2%

Berdasarkan grafik di atas, terlihat kedua genset tidak bisa disinkronkan atau
mendapatkan frekwensi sinkronnya pada beban di bawah 180kW. Walaupun
sempat paralel selama 4 detik kemudian lepas lagi karena fungsi relay reverse
power. Penyetelan potensio voltage adjust pun telah dilakukan guna menghindari
reverse power. Kejadiannya sama seperti percobaan sebelumnya. Hal tersebut
juga dikarenakan pada beban di bawah 180kW droop frekwensi sinkronnya masih
di atas batas frekwensi high idle genset yang lain sehingga tidak bisa disinkronkan.
Terdapat droop frekwensi sinkron dari 60kW hingga 360kW sebesar:
50.8 50.4
Droop frekwensi: x100% = 0.78%
50.8

Besarnya droop frekwensinya pun lebih kecil yaitu 0.78%, artinya


perubahan frekwensi sedikit saja sangat berdampak besar dengan perubahan
beban di sistem. Untuk mengetahui berapa besar frekwensi akan berubah untuk
perubahan beban dalam kW tertentu maka statisme sistemnya adalah:
F1 F 2 50.8 50.4 0.4 Hz
Statisme: = =
( P1 P 2) (60 360) 300kW

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


51

Gambar 4.10 Grafik prosentase pembagian beban droop diesel 3% dan gas 2%

Prosentase pembebanan pun tidak tetap. Terlihat genset diesel terjadi


penurunan prosentase seiring kenaikan beban sistem sedangkan pada genset gas
terjadi sebaliknya yang cenderung naik saat beban 180kW hingga beban 360kW.

Gambar 4.11 Grafik pembebanan unit droop diesel 3% dan gas 2%

4.2.5 Perhitungan Biaya dan Perbandingan Efisiensi


Dilihat dari segi ekonomi teknik, komponen biaya terbesar dalam
penyediaan tenaga listrik adalah biaya proses pembangkitan, khususnya biaya
bahan bakar. Oleh sebab itu upaya penekanan biaya bahan bakar harus
diperhitungkan baik dari segi pembangkitannya dan segi operasi sistem tenaga
listrik secara terpadu. Harus dipahami bahwa proses pembangkitan tenaga listrik

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


52

merupakan proses konversi energi primer ke energi mekanik dan ke energi listrik.
Energi primer yang digunakan pada power plant ini adalah gas alam (PLTG) dan
solar (PLTD).
Berdasarkan patokan harga oleh Perusahaan Gas Negara (PGN) untuk
industri pada 1 April 2010. Harga jual gas untuk golongan K-1 adalah US$ 4.1 per
MMBTU (Metric Million British Thermal Unit) ditambah biaya dalam volume
gas Rp 770,- per meter kubik (m3). Harga US dollar pertanggal 8 Juni 2010
seharga Rp. 9350,-. Dalam hal ini tidak dilakukan pengukuran volume karena
tidak tersedianya alat ukur volume gas pada power plant tersebut. Sebagai
patokan perbandingan, semua perhitungan hanya digunakan parameter Flow Fuel
Rate (FFR) dalam BTU per menit untuk genset gas, sedangkan pada genset diesel
digunakan Fuel Consumption Rate (FCR) dalam US Gallon per jam yang
dikonversikan ke liter per jam dimana 1 US gallon setara dengan 3.785412 liter
dan harga solar Pertamina untuk industri per liternya Rp. 6.275,- berlaku mulai 1
Mei 2010. Adapun perhitungan konsumsi biaya gas adalah:
US $4.1 PengukuranBTU 60
Harga Gas (Rp/jam) = x Rp. 9350,- (per US$)
1.000.000 BTU

Tabel 4.9 Biaya konsumsi bahan bakar per jam pada isochronous
Genset Diesel Genset Gas Total Nilai
Total
Liter / Rupiah / BTU / Rupiah / Rupiah /
Beban
hour Jam min Jam Jam
60 15.8987 99,765 12,177 28,008 127,773
120 26.4979 166,274 14,089 32,406 198,680
180 37.0970 232,784 16,301 37,494 270,278
240 46.5606 292,168 18,355 42,218 334,386
300 56.7812 356,302 20,864 47,989 404,291
360 66.2447 415,686 23,711 54,538 470,223

Tabel 4.10 Biaya konsumsi bahan bakar per jam pada diesel 2% dan gas 3%
Genset Diesel Genset Gas Total Nilai
Total
Liter / Rupiah / BTU / Rupiah / Rupiah /
Beban
hour Jam min Jam Jam
60 12.4919 78,386 16,187 37,232 115,618
120 21.5768 135,395 17,665 40,631 176,026
180 33.3116 209,030 19,209 44,183 253,213
240 44.2893 277,915 20,720 47,658 325,574
300 55.2670 346,801 22,014 50,634 397,435
360 66.4340 416,873 23,823 54,795 471,669

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


53

Tabel 4.11 Biaya konsumsi bahan bakar per jam pada diesel 3% dan gas 2%
Genset Diesel Genset Gas Total Nilai
Total
Liter / Rupiah / BTU / Rupiah / Rupiah /
Beban
hour Jam min Jam Jam
60 - - - - -
120 - - - - -
180 44.2893 277,915 11,908 27,390 305,305
240 52.9958 332,548 15,343 35,290 367,839
300 62.4593 391,932 18,137 41,717 433,649
360 71.4686 448,465 21,346 49,098 497,563

Besarnya kWh adalah dengan membagi biaya bahan bakar dalam Rupiah per
jamnya dengan besarnya beban sistem.

Tabel 4.12 Perbandingan biaya bahan bakar per jam dan harga per kWh setiap sistem
Isochronous D2% vs G3% D3% vs G2%
Total
Beban kWh kWh kWh
Rp/Jam Rp/Jam Rp/Jam
(Rp) (Rp) (Rp)
60 127,773 2130 115,618 1927 - -
120 198,680 1656 176,026 1467 - -
180 270,278 1502 253,213 1407 305,305 1696
240 334,386 1393 325,574 1357 367,839 1533
300 404,291 1348 397,435 1325 433,649 1445
360 470,223 1306 471,669 1310 497,563 1382

Perbandingan Biaya Konsumsi Bahan Bakar


600,000
Total Biaya Bahan Bakar (Rp/Jam)

500,000

400,000

300,000
3
56
47 23
49 9
66
7,
9

2
64

0,
1,
39 91
43 5

47
43

200,000
3,
9

2
83

4,
32 86

7,
36 4

40
5

57
7,
3
30

4,
25 78

5,
3013
5,

33
2
2
0,
17 80

3,
6

27

100,000
02
6
8,
11 73

6,
19
61
7
7,
5,
12

0
60 120 180 240 300 360
Isochronous
D2% vs G3%
Total Beban (kW)
D3% vs G2%

Gambar 4.12 Biaya bahan bakar per jam sebagai fungsi beban

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


54

Berdasarkan grafik di atas, secara mendasar, seiring dengan kenaikan beban


yang diberikan maka secara keseluruhan terjadi kenaikan konsumsi biaya bahan
bakar. Pada beban sistem 180kW hingga 360kW, droop genset diesel 3% dan gas
2 % paling besar biaya konsumsi bahan bakarnya terhadap kebutuhan daya yang
dikeluarkan (efisiensinya terkecil) dan pembangkit yang sedang paralel akan lepas
sinkron saat beban sistem di bawah 180kW. Ini berbahaya bagi kehandalan sistem
listrik jika terjadi turunnya beban di bawah nilai tersebut tanpa tidak diketahui
oleh operator sehingga terlambat mentransfer beban dan melepaskan genset gas
dari sistem. Jika hal tersebut terjadi, pembangkit akan black loading dan jika
sering terjadi maka dapat mengakibatkan kerusakan komponen elektronika di
generator. Belum lagi dampak kerugian akibat beban listrik yang terhenti.

Perbandingan Biaya per kWh


2500
30
21
Biaya Bahan Bakar per kWh (Rp)

27
19

2000
96
56

16
16

33
02
67

45
15
15

07

93
14

82
14
57

48

25
14

06
10
1500
13

13
13

13

13

13
13
1000

500
0

0
Isochronous 60 120 180 240 300 360

D2% vs G3%
D3% vs G2% Total Beban (kW)
Gambar 4.13 Biaya per kWh sebagai fungsi beban

Hanya pada tingkat beban sistem 360kW, sistem droop diesel 2% vs gas 3%
dan isochronous memiliki tingkat efisiensi sebanding. Namun, pada beban sistem
di bawah 360kW, sistem isochronous menunjukan efisiensi yang lebih rendah
dibanding droop diesel 2% dan gas 3%.
Secara umum, harga per kWh semakin menurun sejalan dengan kenaikan
beban yang diberikan. Ini menandakan efisiensi genset akan meningkat saat
genset semakin dibebani hingga batas tertentu tergantung dari performa prime
mover. Artinya efisiensi genset cenderung kecil bila unit pembangkit berbeban

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


55

rendah. Terlihat dari grafik, dari ketiga sistem, pada droop diesel 2% dan gas 3%-
lah yang memiliki efisiensi paling tinggi atau biaya per kWh paling rendah.

4.2.6 Pengoperasian Unit Pembangkit Listrik


Melihat dari hasil perhitungan biaya dan perbandingan efisiensi di atas maka
bisa dibuatkan suatu perencanaan pengoperasian unit pembangkit terhadap variasi
besarnya beban sistem secara terpadu. Artinya jumlah unit yang dioperasikan
disesuaikan dengan besarnya beban yang dibutuhkan. Dari ketiga cara pembagian
beban di atas, dipilihlah pengaturan yang paling optimal dilihat dari harga per
kWh paling kecil di berbagai beban sistem yang ada yaitu droop diesel 2% dan
3%. Walaupun secara aplikasinya cara droop lebih cocok untuk operasi paralel
dengan skala beban besar dan kurang efektif untuk skala beban kecil dan
beroperasi secara genset tunggal. Untuk mengetahui perbandingan harga per kWh
antara kedua genset tersebut maka perlu diketahui harga per kWh saat mereka
beroperasi tunggal dengan membagi biaya bahan bakarnya dengan besarnya kW
yang dipikul oleh masing-masing genset.

Kurva kWh Genset Diesel


6000

5226
5000

4000
Harga per kWh

3000

2000 2149
1866 1726 1651 1616

1000

0
15 63 112 161 210 258
Beban (kW)

Gambar 4.14 Harga per kWh terhadap fungsi beban genset diesel

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


56

Kurva kWh Genset Gas


900

827
800
Harga per kWh

700
713

650

600 603
563
537
500

400
45 57 68 79 90 102
Beban (kW)
Gambar 4.15 Harga per kWh terhadap fungsi beban genset gas

Berdasarkan perbandingan kedua kurva di atas, bisa disimpulkan bahwa


haga per kWh genset gas cukup jauh lebih murah dibanding genset diesel dengan
beban yang sama. Artinya untuk memenuhi kebutuhan beban dasar (base load)
hingga sebesar 126kW maka hanya genset gas saja yang dioperasikan. Kemudian
jika terjadi kenaikan beban yang melebihi 126kW atau sering disebut beban
menengah (intermediate load) ataupun hampir mencapai beban puncak (peak
load) maka genset diesel juga dioperasikan guna menambah kapasitas daya yang
dibutuhkan oleh sistem.

Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


BAB 5
KESIMPULAN

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat ambil kesimpulan bahwa:
1. Kemampuan tenaga yang dihasilkan oleh genset gas sangat tergantung pada
komposisi gas yang dikonsumsi.
2. Hal yang membatasi tenaga yang dihasilkan oleh genset gas adalah beban
thermal sedangkan genset diesel adalah beban fisik.
3. Pembagian beban isochronous membagi beban ke masing-masing genset
dengan perbandingan besarnya sesuai kapasitas dengan prosentase yang tetap.
4. Penentuan speed droop suatu genset yang akan beroperasi paralel mengacu
kepada frekwensi sinkron pada sistem.
5. Dengan adanya droop frekwensi, diketahuinya perubahan frekwensi pada
sistem maka dapat menentukan seberapa besar perubahan bebannya.
6. Pada banyak unit pembangkit yang memiliki speed droop kecil mendapat
tambahan beban yang lebih besar daripada unit yang speed droop-nya besar.
7. Penekanan biaya bahan bakar pada unit pembangkit dapat dilakukan dengan
mengukur efisiensi pembangkit itu sendiri maupun dari segi operasi sistem
tenaga listrik secara optimal.

57
Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


DAFTAR ACUAN

[1] Marsudi, Djiteng, Operasi Sistem Tenaga Listrik, Graha Ilmu, Yogyakarta,
2006
[2] Marsudi, Djiteng, Pembangkitan Energi Listrik, Erlangga, Jakarta, 2005
[3] Pudjanarsa, Astu dan Nursuhud, Djati, Mesin Konversi Energi, Andi
Offset, Yogyakarta, 2006
[4] Kuphaldt, Tony R. Lesson in Electric Circuit Volume II AC. 25 July.
2007 <www.ibiblio.org/obp/electriccircuits>
[5] Utami, Eka. Pengusaha Gerah Harga Gas Mendadak Naik. Tempo
Interaktif Jakarta. 28 Maret 2010
<http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2010/03/28/brk,20100328-
236137,id.html>
[6] Penawaran BBM industri periode 1 Mei 2010. PT. Muria Makmur
Sejahtera. 3 Mei 2010.
<http://mmsbbmindustri.blogspot.com/2010/05/penawaran-bbm-industri-
periode-1-15-mei.html>
[7] Caterpillar Technical Information Marketing (TMI Web). 1 July. 2010.
<http://tmiweb.cat.com/tmi/servlet/TMIDirector?Action=openwindow&type
=RNTMIRefNum&refno=&selection=&unitType=E&system=tmiweb>

58
Universitas Indonesia

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


Lampiran 1: Artikel Kenaikan Harga Gas PGN

59

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


Lampiran 2: Surat Penawaran Harga Industri Solar Pertamina

60

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


Lampiran 3: Data Technical Analysis 2 Genset 3406E

61

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


Lampiran 4: Pengujian Cylinder Cut Out Genset 3406E

62

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


Lampiran 5: Data Technical Analysis 2 Genset G3508

63

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


Lampiran 6: Data Efisiensi Genset Tunggal 3406E

64

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


Lampiran 7: Data Efisiensi Genset Tunggal G3508

65

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


Lampiran 8: Data Paralel Genset Isochronous

66

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


Lampiran 9: Data Paralel Droop Genset 3406E 2% dan G3508 3%

67

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


Lampiran 10: Data Paralel Droop Genset 3406E 3% dan G3508 2%

68

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


Lampiran 11: Grafik Pembebanan Paralel Genset Isochronous

69

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


Lampiran 12: Grafik Pembebanan Droop Genset 3406E 2% dan G3508 3%

70

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


Lampiran 13: Grafik Pembebanan Droop Genset 3406E 3% dan G3508 2%

71

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010


Lampiran 14: Perbandingan Biaya Pembangkitan di Kedua Genset

72

Pembagian beban..., Muhamad Hajar Murdana, FT UI, 2010

Anda mungkin juga menyukai