Anda di halaman 1dari 11

KEPEMIMPINAN RASUL SIMON PETRUS

Upaya Mengenal Petrus dan Kepemimpinannya berdasarkan


Kisah Tentangnya dalam Alkitab

Pdt. I Nyoman Djepun

MENGENAL SIMON PETRUS

Rasul Petrus[1] adalah seorang nelayan yang lahir di Betsaida (Yoh.1:44) dan juga memiliki
rumah di Kapernaum di daerah Galilea (Mrk 1:21). Ayahnya bernama Yunus yang biasa disebut
Yohanes (Mat.16:17; Yoh.1:42). Menurut catatan Alkitab, Petrus adalah pria berkeluarga
(Mrk.1:30). Dan menariknya, bahwa dalam kegiatan penginjilan yang dilakukan oleh Petrus, ia
selalu membawa istrinya. Hal ini terungkap dari pernyataan Paulus yang menyebut bahwa
Kefas[2] dalam perjalanannya membawa seorang istri Kristen (1Kor.9:5).

Para penulis Perjanjian Baru menggunakan empat nama yang berbeda ketika mengacu kepada
Petrus. Pertama adalah nama Ibrani Simeon (Kis. 15:14), yang kira-kira berarti mendengar.
Yang kedua adalah Simon, bentuk Yunani untuk Simeon. Yang ketiga adalah Kefas,
bahasa Aram untuk batu karang; para penulis Perjanjian Baru lebih sering menggunakan nama
ini dibandingkan ketiga nama yang lain.[3]

Injil Yohanes memberitakan kegiatan Kristus pada prapelayanan-Nya di Galilea, termasuk


pertama kalinya Petrus diperkenalkan oleh Andreas kepada Yesus (Yohanes 1:41). Perkenalan
ini membuat lebih dimengerti tanggapan Petrus atas panggilan berikutnya di pantai Galilea
(Markus 1:16 dab). Lalu menyusul penetapan 12 murid (Markus 3:16 dab). Petrus adalah murid
Yesus yg pertama dipanggil; ia selalu disebut yg pertama dalam urutan murid-murid; ia juga
seorang dari ketiga murid yg merupakan kelompok akrabdengan Guru mereka (Markus 5:37;
9:2; 14:33; bnd 13:3). Tindak pelayanannya yg didorong gelora hatinya, sering dilukiskan dalam
Alkitab (bnd Matius 14:28; Markus 14:29; Lukas 5:8; Yohanes 21:7), dan dia bertindak sebagai
jurubicara dari ke-12 murid itu (Matius 15:15; 18:21; Markus 1:36 dab; 8:29; 9: 5; 10:28; 11:21;
14:29 dab; Lukas 5:5; 12:41).[4]

Akhir hidup Petrus menurut catatan St. Jerome, ia dihukum mati di Roma dengan cara disalib,
namun Petrus meminta agar ia disalibkan dengan posisi terbalik karena ia memandang dirinya
tidak layak untuk disalibkan dalam posisi yang sama dengan Tuhannya.[5]
MODAL AWAL PETRUS SEBAGAI PEMIMPIN
Bagaimanakah awal Petrus menjadi seorang pemimpin? Paling tidak kita menemukan dalam
kisah Alkitab, 3 hal pokok yang menjadi yang menjadi kunci utama[6] pembentukan Petrus
sebagai seorang Pemimpin, yakni:

1. Petrus Belajar Melayani

Pada suatu ketika, Yesus berkata kepada mereka: "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan
penjala manusia." Lalu [Petrus dan Andreas] segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia."
(Matius 4:19-20). Tanpa pikir panjang Petrus bersedia meninggalkan pekerjaannya dan
mengikuti Yesus untuk melayani-Nya. Bersama Yesus, Petrus menyaksikan banyak mukjizat
yang luar biasa. Petrus tidak hanya berkesempatan menyaksikan pelayanan Yesus, dia bersama
murid-muridnya yang lain juga ditunjuk Yesus untuk melayani setiap kota dan tempat yang
hendak Yesus kunjungi (Lukas 10:1).

Perjalanan bersama Yesus mengubah kepribadian Petrus secara total. Dia beserta murid-murid
Yesus yang lainnya belajar melayani saat diberi kuasa untuk menyembuhkan banyak orang sakit
dan menaklukan setan-setan (Lukas 10). Kisah Para Rasul 1-2 menonjolkan kualitas Petrus
sebagai pemimpin yang melayani. Petrus dipakai Allah secara luar biasa sehingga dia berani
melayani di depan banyak orang. Menariknya lagi, saat menjadi seorang pemimpin, Petrus tidak
hanya melayani kaumnya sendiri, dia juga merasa bebas untuk melayani orang-orang bukan
Yahudi sesuai dengan visi Allah (Kisah 10).

Petrus mempunyai konsep "kepemimpinan yang melayani". Menurut Eka Damaputra dalam
bukunya "Kepemimpinan dalam Perspektif Alkitab", seseorang yang telah teruji sebagai pelayan
yang baik adalah orang yang telah terbukti mampu menguasai dan mengendalikan diri sendiri.
Hanya orang yang mampu mengendalikan dirinya sendiri yang layak diberikan kepercayaan
untuk mengendalikan, memimpin, dan menguasai orang lain.

2. Petrus Belajar Taat


Alkitab mengatakan bahwa murid-murid Yesus, khususnya Petrus, adalah orang-orang yang
bersedia untuk belajar (Matius 5:1-2). Petrus, yang dulunya tidak sabaran dan sesumbar, belajar
mendengarkan serta menaati Yesus. Eka Damaputra menyebutkan bahwa kepemimpinan
diinspirasi oleh rasa takut dan taat akan Tuhan. Inspirasi ini dimiliki Petrus. Petrus adalah orang
yang berorientasi kepada Allah dan sungguh-sungguh menaati-Nya. Ketaatannya tampak jelas
dalam Lukas 5:5-7.

Simon menjawab: "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap
apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." Dan setelah
mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai
koyak. Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka
datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu
itu dengan ikan hingga hampir tenggelam.

Tanggapan Petrus terhadap perintah Allah sungguh mengagumkan. Dia tidak membantah arahan
Yesus. Dia tidak mengatakan, "Yesus, ini akan sia-sia saja." Walaupun Petrus tidak mengerti apa
maksud dari perintah Yesus, dia tidak mempertanyakan atau meragukan perintah itu, dia hanya
menaati-Nya karena dia percaya kepadanya.

Petrus bertindak dengan tepat. Dia membuktikan diri sebagai pengikut Yesus yang baik. Menurut
Eka Damaputra, sifat ketaatan seperti ini dibutuhkan oleh setiap pemimpin. "Barangsiapa setia
dalam perkara-perkara kecil," kata Yesus, "ia setia juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas
16:10)

3. Petrus Berserah kepada Allah

Russel Betz mengatakan bahwa Petrus adalah orang yang mengerti arti "berserah kepada Allah".
Pertama-tama, dia siap menyerahkan segalanya untuk mengikuti Yesus. Dalam Matius 19:27,
Petrus mengatakan kepada Yesus bahwa dia telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut
Yesus. Kedua, Petrus menyerahkan kegagalan masa lalunya kepada Allah. Salah satu senjata
setan untuk menjatuhkan manusia adalah menyalahkan manusia atas kesalahan-kesalahannya di
masa lalu. Tidak sedikit korban yang menjadi budak masa lalu, lalu putus asa. Petrus sendiri
menorehkan noda hitam ketika menyangkal Yesus sebanyak tiga kali karena ketakutannya. Akan
tetapi, alih-alih tenggelam dalam penyesalan seperti Saul dan Yudas, Petrus menyesal,
menyerahkan masa lalunya, dan bangkit untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan Allah.

Dia juga berserah kepada panggilan Yesus untuk menggembalakan domba-domba-Nya. Dia
membiarkan Allah memproses segala kekurangan dan kelebihannya untuk kemuliaan-Nya. Dia
mengikuti mandat Allah untuk melayani orang banyak (1 Petrus 5:2) serta mengajar mereka
untuk menjadi teladan bagi banyak orang (5:2-3).

KEPEMIMPINAN PETRUS SEBAGAI PEMIMPIN

Terdapat kesan yang cukup kuat bahwa sepeninggalan Tuhan Yesus, maka Petrus menjadi
pemimpin dari kelompok murid Yesus ini. Hal ini paling tidak terlihat pada Yohanes 21:3, ketika
Petrus memutuskan untuk kembali menjadi nelayan, dan merekapun ikut bersamanya sambil
berkata: Kami pergi juga dengan engkau. Petrus merupakan pemimpin tidak resmi dari para
rasul. Sebab seringkali ia menjadi juru bicara. Setelah berpisah dengan Yesus, para murid,
terkesan, berharap bahwa Petruslah yang akan mengarahkan mereka. Catatan Lukas mengenai
gereja mula-mula, sangat jelas mengesankan tentang kepemimpinan Rasul Petrus.[7] Sebagai
pemimpin, terdapat beberapa hal yang dilakukan Petrus dalam melaksanakan kepemimpinannya,
yakni:

1. Memperlihatkan Masalah Untuk Menemukan Solusinya (Kisah Rasul 1:15-26)

Saat para rasul sedang menantikan Roh Kudus yang dijanjikan Yesus, mereka tiba di kota dan
menumpang di sebuah rumah serta berkumpul di ruang atas. Beberapa hari kemudian Petrus
melihat bahwa kematian Yudas memberi dampak pada jumlah mereka sebagai saksi tentang
siapa Yesus. Yudas dianggap sebagai salah satu anggota dari tim pelayanan tersebut. Bagi
Petrus, kematian Yudas akan mempengaruhi kegiatan pelayanan (bd. ay.17). Petrus bukan saja
memperlihatkan kepada kelompok itu tentang masalah yang tidak mereka sadari, namun juga
mengutarakan bagaimana memecahkan masalah tersebut. Ia meberikan solusi kongkrit pada 120
orang yang mendengarkan informasi itu (ay.15).

Solusi yang ditawarkan Petrus adalah harus ada yang menggantikan Yudas. Tetapi solusi ini
belum cukup jika tidak melalui tata cara yang tepat melakukannya. Itulah sebabnya pada ayat 21-
22, Petrus menyebut syarat pengganti Yudas, yakni orang itu harus selalu bersama-sama dengan
mereka dan melihat serta menyaksikan dengan secara langsung tentang Yesus yang dimulai dari
pembaptisan Yohanes sampai kebangkitanNya. Usulan Petrus ini disambut baik oleh mereka dan
kemudian melaksanakannya (ay.23-26).

Salah satu fungsi pemimpin adalah menyusun cara dan memberikan arahan tindakan untuk masa
depan.[8] Petrus dengan penuh keyakinan memaparkan masalah yang dihadapi sekaligus
memberikan arahan tegas dan tepat sasaran tentang bagaimana menyelesaikan permasalahan
mereka sepeninggalan Yudas sebagai bagian dari Tim Pelayanan itu.

2. Menjadi Inisiator dan Inspirator (Kisah Rasul 2:14-40)


Apa yang diperbuat oleh para murid sebelum Roh Kudus dicurahkan? Mereka berkumpul di
sebuah ruang atas dan tidak keluar menunjukkan diri di tengah masyarakat. Kemungkinan besar
hal ini disebabkan karena mereka mengalami ketakutan jika dikenali sebagai murid Yesus.
Kekuatan dinamis dari karya Roh Kudus kemudian menggerakkan mereka untuk berani tampil di
depan banyak orang pada saat hari raya Pentakosta.

Saat banyak orang itu sedang terheran-heran dengan berbagai bahasa yang mereka dengar keluar
dari mulut para Rasul, maka Petrus berinisiatif mewakili kelompok duabelas itu dan mulai
berbicara, bersaksi dan mengajar tentang Yesus (ay.14). Ia dengan sengaja berdiri untuk
menjelaskan olok-olokan orang banyak bahwa mereka sedang mabuk, dengan menimpali bahwa
tidak benar kami sedang mabuk (bd. ay.15). Tindakan merupakan inisiatif yang berani Rasul
Petrus mengingat kondisi mereka sedang dicari sebagai murid Yesus.

Setelah menjawab tudingan itu, Petrus kemudian dengan lugas berkhotbah dan bercerita tentang
Yesus yang mereka salibkan itu. Kisah yang dituturkan Petrus mendorong banyak orang,
menginspirasi mereka. Mengapa menginspirasi mereka? Hal ini terlihat dari reaksi spontan orang
banyak, yang terharu ini, melalui pertanyaan: apakah yang harus kami perbuat, saudara-
saudara? (ay.37). Petrus berinisiatif untuk memberdayakan kuasa Roh Kudus lewat tampil
kedepan untuk mengajar dan dengan itu banyak orang terpukau sehingga menyerahkan diri untuk
bertobat. Jumlah mereka berubah drastis. Dari jumla 120org menjadi 3000org.

Orang tidak akan mengikuti pemimpin yang tidak antusias. Orang hanya mengikuti seseorang
yang memiliki gairah akan visi yang dimiliki tersebut.[9] Kendatipun dokter Lukas sebagai
penulis kitab ini tidak menyebutkan dengan cara apa Petrus berkhotbah, tetapi kita dapat dengan
mudah membayangkan bagaimana berapi-apinya isi pidato tersebut. Gairah yang penuh antusias
itu memang benar tidak dapat hanya dari Petrus sendiri melainkan melalui kuasa Roh Kudus.
Tetapi peran Petrus pun tidak dapat diabaikan. Ia berinisiatif untuk berbicara lebih dulu dan
menginspirasi banyak orang. Petrus adalah seorang inisiator dan inspirator.

3. Melihat dan Menangkap Peluang di Tengah Resiko (Kisah Rasul 3:11-4:22)


Serambi Salomo adalah tempat dimana Petrus mampu melihat peluang menjalankan misinya
bagi pemberitaan tentang Yesus. Saat orang banyak terheran-heran dengan mujizat yang Petrus
lakukan, yakni menyembuhkan orang lumpuh, ia melihatnya sebagai peluang untuk
memberitakan tentang Yesus (3:12 dyb). Kenyataan ini bukan tanpa resiko. Petrus dan Yohanes
pun ditangkap oleh pemuka Bait Allah (4:3). Usaha yang beresiko itu menghasilkan sesuatu yang
besar, yakni banyak dari mereka yang percaya karena pemberitaan dan pengajaran tersebut (4:4).

Dalam Sidang pun, Petrus dan Yohanes bersedia mengambil resiko dengan tidak berhenti untuk
bersaksi (Kisah.4:13).[10] Pemimpin harus berani mengambil resiko di tengah tantangan untuk
menyatakan kebenaran. Petrus dan Yohanes mampu melakukannya. Dalam hal sebagai
pemimpin, Petrus dapat melihat dan menangkap peluang menjalankan misinya kendatipun
dengan resiko dipenjarakan.

KEPEMIMPINAN PETRUS MENGHADAPI KONFLIK (Menjadi Agen Perubahan)

Organisasi manapun yang melibatkan banyak orang, pasti akan mengalami berbagai perbedaan
pendapat, di saat menghadapi suatu masalah ketika mencari jalan keluarnya. Jika salah
mengambil keputusan, atau salah mengolah konflik itu, maka perpecahan pastilah terjadi. Dalam
situasi yang tidak kondusif dikarenakan berbagai perbedaan yang mengarah pada perpecahan,
dibutuhkan figur seorang pemimpin yang tegas, dihormati dan mampu memberikan solusi yang
tepat tetapi juga benar.

Salah satu pemimpin yang mampu menyelesaikan berbagai perbedaan dan meredam perpecahan
adalah Rasul Petrus. Hal ini dengan sangat jelas diceritakan oleh dokter Lukas dalam kitab Kisah
Rasul 15:1-21 tentang Sidang di Yerusalem dalam rangka menghadapi perbedaan pendapat di
jemaat Antiokhia. Di jemaat ini terjadi perbedaan pendapat di antara mereka ketika beberapa
orang menyusup dan mempengaruhi jemaat bahwa warga jemaat non-Yahudi harus disunat agar
beroleh keselamatan (ay.1). Diduga bahwa mereka inipun seperti yang disebutkan dalam ayat 5,
berasal dari golongan Farisi yang terkenal itu. Sengaja mereka datang dari Yudea ke Antiokhia,
untuk mengubah pikiran jemaat di tempat itu, mengenai sesuatu pokok ajaran keselamatan.
Pokok ini adalah tentang sunat.

Dari ayat 15-24b, ternyatalah bahwa saudara-saudara ini tidak diberi pesan dan tidak pula diutus
dengan resmi oleh induk jemaat di Yerusalem. Mereka telah datang atas inisiatif mereka sendiri,
dan ajaran mereka sangat ekstrim. Hal ini menimbulkan konflik dalam tubuh Kristus. Warga
jemaat non-Yahudi mengalami keresahan akibat pernyataan ajaran ini. Sudah pasti timbullah
pertentangan dan perselisihan. Sebagai pemimpin umat, Paulus dan Barnabas mempertahankan
ajaran yang benar dan membantah pendapat mereka. Akhirnya konflikpun terjadi. Bagaimanakah
kemudian Paulus dan Barnabas mengolah konflik itu?

Pertama, Walaupun Paulus menentang dengan keras pandangan keliru ini, namun ia tidak
memaksakan pendapatnya kepada jemaat Antiokhia. Ia justru menyetujui usulan jemaat
Antiokhia untuk menyelesaikan masalah ini dengan melibatkan pimpinan gereja lainnya yakni
para rasul dan penatua jemaat di Yerusalem (ay.2); Kedua, Paulus tidak membiarkan konflik dan
ketidaknyamanan itu menguasainya dalam pelayanan. Justru walau masalah belum selesai, ia
tetap memberitakan Firman Tuhan kepada banyak orang ketika perjalanan ke Yerusalem. (ay.3).
Ketiga, Paulus tetap fokus dalam pelayanan itu dan tidak berusaha mempengarui orang lain
untuk mendapat dukungan jemaat Fenisia dan Samaria ketika ia melayani (ay.3) dan Keempat,
Hal yang sama juga dilakukan Paulus ketika tiba di Yerusalem di depan para pemimpin gereja
waktu itu. Dia tidak mencari dukungan, namun justru lebih mengutamakan kesaksian iman
dalam pelayanannya (ay.4).

Akhirnya dalam ayat 5 disebutkan bahwa Paulus dan Barnabas telah tiba di Yerusalem.
Selanjutnya digelarlah Sidang di Yerusalem untuk menyelesaikan konflik yang terjadi mengenai
perbedaan pendapat dalam hal ajaran keselamatan yang wajib dipenuhi oleh jemaat non-Yahudi
lewat sunat dan Taurat itu. Nampaknya topik ini menjadi issue perdebatan yang semakin
runcing. Hal ini terlihat dalam ayat 6,7 dan 12 dalam bacaan kita. Karena itu sebagai pemimpin
para rasul, Petrus mengambil alih pembicaraan dan menyatakan pendapatnya. Perhatikanlah
bagaimana cara Petrus menghadapi perbedaan pendapat tersebut dalam ayat 7-11 bacaan kita.

Pertama, Petrus tidak segera berbicara untuk mengambil keputusan dan menyatakan
pendapatnya Ia menghormati pendapat dan hikmat yang ada pada masing2 pemimpin dan umat
waktu itu. Itulah sebabnya ay.7 disebutkan mereka mendapatkan kesempatan untuk berbicara.

Kedua, Petrus tidak berdiri sebagai pribadi biasa waktu itu, namun di mengandalkan wibawa
rasuli yang dianugerahkan Allah baginya, dengan menyebut pemilihan dan penugasan yang
Allah berikan kepadanya (ay.7b). Artinya saat mengambil keputusan untuk menyatakan
pendapatnya, Petrus tidak sedang berbicara untuk dirinya sendiri dan kemenangan egonya,
melainkan untuk Tuhan dan kebenaran ajaran FirmanNya.

Petrus tampil berdiri dengan penuh wibawa atas otoritas Allah yang diberikan kepadanya (ay.7).
Namun wibawa ini dengan sendirinya kehilangan pengaruh apabila Petrus gagal menjadi pribadi
yang berintegritas, yakni apa yang ia ucapkan selaras dengan apa yang ia lakukan. Pemimpin
yang berintegritas mampu menunjukkan satunya kata dengan perbuatannya, sehingga ia
menjadi teladan dan sumber inspirasi organisasi.[11] Pemimpin yang berintegritas mampu untuk
menjabarkan tanpa kompromi nilai-nilai dasar tertentu yang ia anut sehingga hasilnya dapat
dilihat oleh mereka yang dipimpinnya.[12] Inilah yang dilakukan Petrus. Ditentukannya Ia oleh
Tuhan sebagai pembawa berita bagi kaum tak bersunat, diwujudkan dengan pola laku dan
perbuatan yang nyata dan tak terbantahkan (band. Ayat 7 dst). Sehingga, apa yang dikatakan dan
diarahkan oleh Petrus tidak pula dibantah oleh siapapun yang mendengar perkataan itu.

Ketiga, Pernyataan yang dibuat Petrus tidak serta-merta tanpa pertimbangan. Namun semuanya
tersusun rapi sesuai pengalaman iman dan pelayanannya (ay.8-11). Bagi Petrus, ketika ia
melayani orang non-Yahudi, Roh Kudus diakruniakan juga bagi mereka yang menerima Kristus.
Hal ini adalah pengalaman pelayanan Petrus dalam Kisah Para Rasul 10:1 dst ketika ia
diperintahkan TUHAN untuk melayani Kornelius dan seisi rumahnya. Kornelius adalah orang
non-Yahudi yakni warga Romawi dan pemimpin pasuka Italia (10:1) Itu berarti menurutnya,
Allah menghendaki keselamatan untuk bangsa lain juga tanpa harus lewat sunat dan taurat.
Sehingga lahirlah ajaran bahwa keselamatan datang kepada semua bangsa hanya melalui Yesus
Kristus (ay.11) dan bukan oleh hal lain termasuk sunat dan ketetapan Taurat.

Penyataan Petrus ini kemudian menjadi keputusan bulat Sidang Yerusalem yang diterima oleh
seluruh peserta sidang dan bahkan didukung oleh Rasul Yakobus lewat legitimasi Firman Tuhan
yang merujuk Amos 9:11-12 sebagai landasan keselamatan hadir bagi bangsa-bangsa lain non-
Yahudi. Petrus menjadi Agen Perubahan dalam kehidupan komunitas Kristen Yahudi. Bersama
Yakobus, Paulus dan Barnabas, mereka mengubah pola pikir Yudaisme kepada Kristosentris
dalam hal memahami keselamatan. Para Rasul yang dulunya hanya berpikir tentang Israel
sebagai satu-satunya bangsa yang dipilih untuk diselamatkan, kini memahami bahwa
keselamatan milik semua orang termasuk kaum tak bersunat.
Petrus menjadi pemimpin yang mampu membawa perubahan. Ia adalah change agent bagi
mereka yang dipimpinnya dan membawa komunitasnya memiliki perspektif yang baru tentang
konsep yang menjadi akar konfik. Hasil akhir adalah, konflik berhasil diredam, perbedaan
menemukan jalan baru yakni menapaki bersama kepentingan komunitas itu bagi Tuhan dan
sesama manusia.

KEPEMIMPINAN YANG MENGHAMBA VERSI PETRUS (Servant Leadership)

Pelajaran penting tentang menjadi Pemimpin adalah bersedia menjadi pelayan atau dengan
prinsip Pemimpin yang melayani. Kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership)
merupakan suatu tipe atau model kepemimpinan yang dikembangkan untuk mengatasi krisis
kepemimpinan yang dialami oleh suatu masyarakat atau bangsa. Para pemimpin-pelayan
(Servant Leader) mempunyai kecenderungan lebih mengutamakan kebutuhan, kepentingan dan
aspirasi orang-orang yang dipimpinnya di atas dirinya. Orientasinya adalah untuk melayani, cara
pandangnya holistik dan beroperasi dengan standar moral spiritual.[13]

Petrus adalah seorang pemimpin yang melayani. Hal ini terlihat dalam suratnya kepada orang
Kristen Pendatang yang terdapat dalam 1 Petrus 5:1-3. Uraian pada bagian ini memberikan
gambaran tentang siapakah Petrus dalam hal menjadi seorang pemimpin. Ia adalah seorang
pemimpin-pelayan yang mampu memberi teladan dan mengajarkan orang lain untuk memimpin
dengan cara melayani. Berikut ini beberapa hal yang di ajarkan Petrus dalam bacaan tersebut:

1. Pemimpin Tidak Berada di atas (ay.1)


Hal yang menarik adalah ketika para penatua di jemaat-jemaat itu disapa Paulus sebagai
teman. Paulus menempatkan dirinya sebagai teman penatua. Ia berbicara kepada mereka
bukan dari atas, melainkan dari samping, yaitu suatu tempat yang baik untuk melaksanakan
kepemimpinan. Ia memperlakukan mereka sebagai orang-orang yang sederajat dengan dirinya.
Juga ia menulis sebagai saksi penderitaan Kristus, yaitu orang yang hatinya telah dimurnikan
oleh kegagalannya sendiri, dihancurkan dan ditaklukkan oleh kasih Golgota. Pekerjaan seorang
gembala tidak dapat dilakukan secara efektif tanpa hati seorang gembala.

Dengan menggunakan sapaan seperti ini, Petrus menempatkan diri turun dan bukan naik. Ia
menjadi seorang yang berhati gembala yakni merangkul dan mengayomi. Pemimpin yang
melayani dalah pemimpin yang tidak merasa diri sebagai atasan yang harus tinggi disanjung,
melainkan turun merangkul.
2. Pemimpin Itu Mengabdi (ay.2)
Pemimpin-pelayan yakni mereka yang mengerkjakan kepemimpinan dengan orientasi kerja
dalam matrik melayani, akan melakukan segala hal dengan motivasi tulus tanpa berpikir
memperoleh keuntungan pribadi. Ini disebut Petrus dengan mengabdikan diri. Petrus tidak
melupakan kuasa keserakahan di dalam diri rekannya, Yudas, dan ia ingin agar teman-teman
penatua sama sekali tidak tamak. Seorang pemimpin hendaknya tidak terpengaruh oleh
pertimbangan keuangan atau keuntungan yang lain di dalam pelayanan atau keputusan-
keputusannya. Jika orang mengetahui bahwa ia benar-benar tidak suka mengejar keuntungan,
maka, perkataannya akan lebih berwibawa.

3. Bukan Memberi Perintah tapi Teladan (ay.3)


Selanjutnya, Petrus menyebut soal perlawanan antara menghamba dengan memerintah. Bagi
Petrus seorang pemimpin yang adalah gembala, yakni memimipin dengan cara melayani, tidak
terpuji cara ia melaksanakan tugasnya jika melakukannya atas dasar kuasa otiriter sebagai
pemimpin dengan cara memaksa orang yang dipimpin. Kalimat "Janganlah kamu berbuat
seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu,...." (ay.3)
memberikan penegasan bahwa seorang pemimpin yang ambisius dapat dengan mudah merosot
menjadi seorang tiran yang picik dengan sikap mau memerintah. "Bahkan satu kuasa kecil dapat
dengan mudah mengubah orang menjadi sombong". Tidak ada satu sikap yang lebih tidak cocok
bagi orang yang mengaku menjadi hamba Anak Allah yang merendahkan diri-Nya. Dengan kata
lain, memerintah dengan mengandalkan kuasa adalah suatu perbuatan yang tidak layak
disandang oleh seorang pemimpin-pelayan.

Jika demikian, bagaimanakah seharusnya? Pada ayat yang sama, Petrus melanjutkan kalimatnya:
"Hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu" (ay.3). Ini memberikan penegasan
bahwa lawan dari memerintah adalah memberi teladan. Pemimpin-pelayan adalah pribadi
yang berada di depan, seperti gembala, untuk memberi teladan. Perbuatan baik dan benar
harusnya tidak bisa diperintahkan untuk dilakukan, itu hanya mungkin jika ditunjukkan dengan
perbuatan untuk diteladani.

PENUTUP
Bagaimanapun tidak mudah menjadi seorang pemimpin apalagi pemimpin dalam gereja Tuhan.
Sikap dan perbuatan adalah modal kuat untuk mengejah wantakan kasih Kristus sebagai sumber
anugerah kepemimpinan itu. Hati yang penuh kasih, kemampuan mengolah konflik batin adalah
mutlak diperlukan untuk menyebut seorang pemimpin adalah cerdas secara emosional.

Pada akhirnya kekuatan spiritual yang mumpuni yang ditandai dengan hidup yang intim dengan
seorang Pemimpin/Gembala AGUNG mutlak dibutuhkan. Hanya mereka yang memiliki
keuatan spiritual yang prima-lah yang mampu secara baik menjadi leader yang tidak hanya bijak,
bukan saja mumpuni memberi solusi, namun mampu membawa organisasi yang dipimpinnya
mengalami perubahan ke arah yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai