endokrin
A. ANATOMI DAN FISIOLOGISISTEM ENDOKRIN
1. Pengertian
Sistem endokrin meliputi suatu sistem dalam tubuh manusia yang terdiri dari sejumlah
kelenjar penghasil zat yang dinamakan hormon. Kelenjar ini dinamakan endokrin karena
tidak mempunyai saluran keluar untuk zat yang dihasilkannya. Hormon yang dihasilkannya
itu dalam jumlah sedikit pada saat dibutuhkan dan dialirkan ke organ sasaran melalui
pembuluh darah bercampur dengan darah.
2. Kelenjar Endokrin
1. Kelenjar Hipofisis
Kelenjar Hipofisis (pituitary) disebut juga master of gland atau kelenjar pengendali
karena menghasilkan bermacam-macam hormon yang mengatur kegiatan kelenjar lainnya.
Kelenjar ini berbentuk bulat dan berukuran kecil, dengan diameter 1,3 cm. Hipofisis dibagi
menjadi hipofisis bagian anterior, bagian tengah (pars intermedia), dan bagian posterior.
a. Hipofisis Anterior
b. Hipofisis Posterior
2. Kelenjar Tiroid
Tiroid merupakan kelenjar yang terdiri dari folikel-folikel dan terdapat di depan trakea.
Kelenjar yang terdapat di leher bagian depan di sebelah bawah jakun dan terdiri dari dua
buah lobus. Kelenjar tiroid menghasilkan dua macam hormon yaitu tiroksin (T4) dan
Triiodontironin (T3). Hormon ini dibuat di folikel jaringan tiroid dari asam amino (tiroksin)
yang mengandung yodium. Yodium secara aktif di akumulasi oleh kelenjar tiroid dari darah.
Oleh sebab itu kekurangan yodium dalam makanan dalam jangka waktu yang lama
mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok hingga 15 kali.
T
abel : Hormon yang dihasilkan Fungsi
Horm Tiroksin Mengatur metabolisme, pertumbuhan,
on perkembangan, dan kegiatan system saraf
yang Triiodontironin Mengatur metabolisme, pertumbuhan,
dihasi perkembangan dan kegiatan sistem saraf
lakan Kalsitonin Menurunkan kadar kalsium dalam darah dengan
kelenj cara mempercepat absorpsi kalsium oleh tulang
ar
Tiroid.
3. Kelenjar Paratiroid
Berjumlah empat buah terletak di belakang kelenjar tiroid. Kelenjar ini menghasilkan
parathormon (PTH) yang berfungsi untuk mengatur konsentrasi ion kalsium dalam cairan
ekstraseluler dengan cara mengatur : absorpsi kalsium dari usus, ekskresi kalsium oleh ginjal,
dan pelepasan kalsium dari tulang. Hormon paratiroid meningkatkan kalsium darah dengan
cara merangsang reabsorpsi kalsium di ginjal dan dengan cara penginduksian selsel tulang
osteoklas untuk merombak matriks bermineral pada osteoklas untuk merombak matriks
bermineral pada tulang sejati dan melepaskan kalsium ke dalam darah.
Jika kelebihan hormon ini akan berakibat berakibat kadar kalsium dalam darah
meningkat, hal ini akan mengakibatkan terjadinya endapan kapur pada ginjal. Jika
kekurangan hormon menyebabkan kekejangan disebut tetanus. Kalsitonin mempunyai fungsi
yang berlawanan dengan PTH, sehingga fungsinya menurunkan kalsium darah.
5. Pankreas
Kelenjar ini terdapat di belakang lambung didepan vertebra lumbalis I dan II. Sebagai
kelenjar eksokrin akan menghasilkan enzim-enzim pencernaan ke dalam lumen duodenum.
Sedangkan Sebagai endokrin terdiri dari pulau-pulau Langerhans, menghasilkan hormon.
Pulau langerhans berbntuk oval dan tersebar diseluruh pankreas. Fungsi pulau langerhans
sebagai unit sekresi dalam pengeluaran homeostatik nutrisi, menghambat sekresi insulin,
glikogen dan polipeptida.
Pada manusia, mengandung 4 macam sel, yaitu :
a. sel A (atau ) : menghasilkan glukagon
b. sel B (atau ) : menghasilkan insulin
c. sel D (atau ) : menghasilkan somatostatin
d. sel F (sgt kecil) : menghasilkan polipeptida pankreas
Hormon insulin berguna untuk menurunkan gula darah, menggunakan dan menyimpan
karbohidrat. Glukagon berfungsi untuk menaikan glukosa darah dengan jalan glikolisis.
Sedangkan somatostatin berguna menurunkan glukosa darah dengan melepaskan hormon
pertumbuhan dan glukagon.
Suatu akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai dengan gangguan metabolism
protein, karbohidrat dan lemak.
2. Etiologi
a. Insulin yang tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi.
b. Penyakit atau keadaan yang meningkatkan kenaikan metabolisme sehingga kabutuhan nilai
insulin meningkat (infeksi, trauma) dan peningkatan kadar hormon anti insulin
(glukagon,epinefrin,kortisol).
c. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang terdiagnosis dan tidak diobati.
3. Patofisiologi
Hiperglikemia pada keadaan defisiensi insulin seluruh tubuh dan jaringan seperti
otot,lemak,dan hati tidak bisa memanfatkan glukosa sehingga terjadi hiperglikemia pada
keadaan puasa atau defisensi insulin terjadi karena:
1. Glukoneogenesis meningkat.
2. Glukogenolisis dipercepat.
3. Gangguan penurunan glukosa oleh jaringan perifer.
4. Pengaruh hormon anti insulin.
Secara klinis hiperglikemia akan menyebabkan diuresis osmotik karena ginjal
mempunyai ambang terhadap kadar glukosa darah (180mg/dl) yang dapat direabsobsi
diuresis osmotik (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan rasa haus dehidrasi ini akan
menyababkan berat badan menurun hiperglikemia akan menyababkan hiperosmolalitas yang
selanjutnya dapat mempengaruhi tingkat kesadaran pasien. osmolaritas plasma < 320 mosm/l
dapat menyebabkan komaosmolaritas plasma dapat dihitung (na (mmol/l) x 2) + glukosa
(mmol/l)+ urea (mmol/l) .
Ketosis dan metabolisme lipidefisiensi insulin akan menyebabkan lipolisis sehingga
kadar asam lemak dalam darah meningkat asam lemak bebas kemudian diambil oleh hati
yang selanjutnya dioksidasi menjadi badan badan keton (aseto asetat dan asam hidroksi
butirat) penimbunan badan keton atau hiperketonemia akan menyebabkan asidosis metabolik
hiperlidipidemia dan asidosis akan menyebabkan keseimbangan elektrolit akan terganggu
terutama pada diabetik ketoasidosis sering terjadi pseudohiponatremia.
4. Manifestasi klinis
a. Hiperglikemia pada DKA akan menimbulkan poliuria dan polidipsi
b. Pasien mengalami penglihatan kabur, kelemahan dan sakit kepala.
c. Hipotensi pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan
menderita hipotensi ortostatistik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmhg atau
lebih pada saat berdiri).
d. Terjadi ketoasidosis dan ketosis .
e. Gangguan GI (anoreksia, mual,muntah dan nyeri abdomen)
f. Napas bau keton.
g. Nilai bikarbonat yang rendah (0-15 mEq/L)
h. Pernapasan kusmaul.
5. Komplikasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian akibat KAD adalah:
1. Terlambat didiagnosis karena biasanya penyandang DM dibawa setelah koma.
2. Pasien belum tahu bahwa ia menyandang DM.
3. Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat, seperti: renjatan (syok),
stroke, dll.
4. Kurangnya fasilitas laboratorium yang menunjang suksesnya penatalaksanaan KAD.
6. Pemeriksaan diagnostik
1) Kadar gula darah > 300mg/dl dan tidak >800 mg/dl
2) Analisa Darah
a. Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu
b. pH rendah (6,8 -7,3)
c. PCO2 turun (10 30 mmHg)
d. HCO3 turun (<15 mEg/L)
e. Keton serum positif, BUN naik
f. Kreatinin naik
g. Ht dan Hb naik
h. Leukositosis
i. Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
3) Elektrolit
a. Kalium dan Natrium dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan yang hilang (dehidrasi).
b. Fosfor lebih sering menurun
4) Urinalisa
a. Leukosit dalam urin
b. Glukosa dalam urin
5) EKG gelombang T naik
6) MRI atau CT-scan
7) Foto Toraks
7. Penatalaksanaan
1. Konfirmasi biokimia : darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), glukosuria,
ketonuria dan analisis gas darah.
Reusitasi :
a. Pertahankan jalan nafas.
b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20cc/KgBB bolus.
d. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan nasogastrik tube untuk menghindari
aspirasi lambung.
2. Observasi klinik
Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
a. Frekwensi nadi, frekwensi nafas, dan tekanan darah setiap jam.
b. Ukur suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
c. Pengukuran balance cairan setiap jam.
d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri.
f. EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo atau hiperkalemia.
g. Keton urine sampai negatif atau keton darah (bila terdapat fasilitas).
3. Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan resiko
terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.
b. Gunakan cairan normal salin 0,9%.
c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi
dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
4. Penggantian Natrium
a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek difusi hiperglikemia yang terjadi.
Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap
peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.
d. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
e. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan NaCl dan
evaluasi kecepatan hidrasi.
f. Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema serebri.
5. Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di dalam
serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke
ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan
asidosis teratasi.
a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan
pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan.
b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.
6. Penggantian Bikarbonat
Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.
a. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan : Terjadinya asidosis cerebral, Hipokalemia,
Excessive osmolar load, Hipoksia jaringan.
b. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan bikarbonat serum
< 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang persistent.
c. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1 jam,
atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan dari kebutuhan.
7. Pemberian Insulin
a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun insulin
belum diberikan.
d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak < 2
tahun.
e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml atau bila
tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL NS),
terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.
g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 Salin.
h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10 Salin.
j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk menghentikan
ketosis dan merangsang anabolisme.
m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi penderita,
pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian insulin.
n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau subkutan.
Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.
9. Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: memulai diet per-
oral, peralihan insulin drip menjadi subkutan.
a. Memulai diet per-oral.
1. Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL, pH > 7,3,
bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.
2. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit sesudah
snack berakhir.
3. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
4. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60 menit
sesudah makan utama berakhir.
3. Rencana Keperawatan
a. Risiko tinggi terjadinya gangguan pertukaran gas b/d peningkatan keasaman ( pH
menurun)akibat hiperglikemia, glukoneogenesis, lipolisis.
Kriteria Hasil :
1) RR dalam rentang normal
2) AGD dalam batas normal :
pH : 7,35 7,45 HCO3 : 22 26
PO2 : 80 100 mmHg BE : -2 sampai +2
PCO2 : 30 40 mmHg
Intervensi :
1. Berikan posisi fowler atau semifowler ( sesuai dengan keadaan klien)
2. Observasi irama, frekuensi serta kedalaman pernafasan.
3. Auskultasi bunyi paru
4. Monitor hasil pemeriksaan AGD
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam :
- Pemeriksaan AGD
- Pemberian oksigen
- Pemberian koreksi biknat ( jika terjadi asidosis metabolik)
c. Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran berlebihan (diuresis osmotik) akibat
hiperglikemia.
Intervensi :
a. Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan setiap jam
b. Observasi kepatenan atau kelancaran infus
c. Monitor TTV dan tingkat kesadaran tiap 15 menit, bila stabil lanjutkan untuk setiap jam
d. Observasi turgor kulit, selaput mukosa, akral, pengisian kapiler
e. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN/kreatinin, osmolaritas darah, natrium,
kalium)
f. Monitor pemeriksaan EKG
g. Monitor CVP
h. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam
1. Pemberian cairan parenteral
2. Pemberian terapi insulin
3. Pemasangan kateter urine
4. Pemasangan CVP jika memungkinkan
1. Pengertian
Koma nonketotik hiperglikemik hipersomolar merupakan komplikasi akut yang
dijumpai pada pengidap diabetes tipe 2. Kondisi ini juga merupakan petunjuk perburukan
drastis penyakit (Elizabet, 2009).
Koma hipersomolar hiperglikemi adalah suatu kedaruratan yang mengancam jiwa
yang di tandai dengan hiperglikemi (kadar glukosa darah melebihi 600 mg/dl dan dapat
setinggi 2000mg/dl) dengan tidak terdapatnya ketonemia yang signifikan (Mima, 2001).
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma akibat dari komplikasi
diabetes melitus di mana terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah
sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa
terjadi pada DM tipe II.
Menurut Hudak dan Gallo (edisi VI) koma hiperosmolar adalah komplikasi dari
diabetes yang ditandai dengan :
Hiperosmolaritas dan kehilangan cairan yang hebat.
Asidosis ringan.
Sering terjadi koma dan kejang lokal.
Kejadian terutama pada lansia.
Angka kematian yang tinggi.
2. Etiologi
1. Insufisiensi insulin
a. DM, pankreatitis, pankreatektomi
b. Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)
2. Increase exogenous glucose
a. Hiperalimentation (tpn)
b. High kalori enteral feeding
3. Increase endogenous glukosa
a. Acute stress (ami, infeksi)
b. Pharmakologic (glukokortikoid, steroid, thiroid)
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala umum KHNK adalah haus, kulit terasa hangat dan kering, mual dan
muntah, nafsu makan menurun (penurunan berat badan), nyeri abdomen, pusing, pandangan
kabur, banyak kencing, mudah lelah, polidipsi, poliuria, penurunan kesadaran.
Gejala-gejala Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik meliputi :
1. Agak mengantuk, insiden stupor atau sering koma.
2. Poliuria selam 1 -3 hari sebelum gejala klinis timbul.
3. Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas.
4. Penipisan volume sangat berlebihan (dehidrasi, hipovolemi).
5. Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai 2400 mg/dl.
6. Kadang-kadang terdapat gejala-gejala gastrointestinal.
7. Hipernatremia.
8. Kegagalan mekanisme haus yang mengakibatkan pencernaan air tidak adekuat.
9. Osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP minimal (disorientasi, kejang setempat).
10. Kerusakan fungsi ginjal.
11. Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.
12. Kadar CO2 normal.
13. Celah anion kurang dari 7 mEq/L.
14. Kalium serum biasanya normal.
15. Tidak ada ketonemia.
16. Asidosis ringan
4. Patofisiologi
Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan
hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan
pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan
hormon glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa
plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar
serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan
volume cairan intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan
kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul
glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak
dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium,
sodium dan phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen
sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila
terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa
dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan
dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka
sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra
selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus
menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun
mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke
sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein
menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien
akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan
hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi
sistem saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi
koma.Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan
pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik sangat membantu
untuk membedakan dengan ketoasidosis diabetik. Kadar glukosa darah > 600 mg%, aseton
negative, dan beberapa tambahan yang perlu diperhatikan : adanya hipertermia, hiperkalemia,
azotemia, kadar blood urea nitrogen (BUN): kreatinin = 30 : 1 (normal 10:1), bikarbonat
serum > 17,4 mEq/l.
6. Komplikasi
1. Koma.
2. Gagal jantung.
3. Gagal ginjal.
4. Gangguan hati.
5. Iskemia/infark organ
6. Hipo/hiperglikemia
7. Hipokalemia
8. Hiperkhloremia
9. Edema serebri
10. Kelebihan cairan
11. ARDS
12. Tromboemboli
13. Rhabdomiolisis
7. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan mengunkan cairan
NaCl bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik normal diguyur 1000 ml/jam sampai
keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai membaik, baru diperhitungkan
kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonil harus mendapatkan
pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipernatremia.
Glukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.
b. Insulin
Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik non ketotik
sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis rendah
pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan pengobatan dapat
menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetik
c. Kalium
Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik,
perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan
d. Hindari infeksi sekunder
Hati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter
2. Diagnosa Keperawatan
1. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan deuresis osmotik
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya gangguan transport O2
3. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.
Hipoglikemia
A. Pengertian
Hipogliekmia adalah glukosa darah 60 mg/dl atau kurang. Hipoglikemia merupakan
kondisi yang ditandai oleh kadar glukosa serum < 50 mg/dl yang disebabkan oleh ketidak
adekuatan produksi glukosa untuk memenuhi kebutuhan pengunaan glukosa.
hipoglikemia adalah komlikasi diabetes tipe 1 yang mudah dikenali pada pasien. Jadi,
hipoglikemia merupakan kondisi dimana kadar glukosa dalam serum menurun.
B. Etiologi
Hipoglikemia dapat disebabkan oleh berbagai kelainan mekanisme kontrol pada
metabolisme glukosa. Antara lain: inborn erors of metabolism, perubahan keseimbangan
endokrin dan pengaruh obat-obatan maupun toksin. Penyebab umumnya adalah syok insulin,
insulinoma, kesalahan metabolisme bawaan, stress, penurunan BB, pasca gastrektomi,
berhubungan dengan penggunaan alkohol, defisiensi glukokortikoid, hipoglikemia akibat
puasa, malnutrisi berat, olahraga lama, penyakit hati berat, sepsis berat, efek obat :
(etanol,salisilat, kuinin, haloperidol, insulin, sulfonilurea, sulfonamid, alopurinol, klobifat,
agen beta- adrenergik).
C. Patofisilogi
Ketergantungan otak setiap saat pada glukosa yang disuplai oleh sirkulasi diakibatkan
oleh ketidakmampuan otak untuk membakar asam lemak berantai panjang, kurangnya
simpanan glukosa sebagai glikogen didalam otak orang dewasa, dan ketidaktersediaan keton
dalam fase makan atau kondisi posabsorptif terdapat sedikit perdebatan tentang manakala
gula darah turun dengan tiba-tiba, otak mengenali defisiensi energinya setelah kadar serum
turun jauh dibawah sekitar 45 mg/dl. Kadar dimana gejala-gejala timbul akan berbeda dari
satu pasien dengan pasien lain, dan bukanlah hal yang tidak lazim pada kadar serendah 30
sampai 35 mg/dl untuk terjadi (misal, selama test toleransi) tanpa gejala-gejala yang telah
disebutkan.
Gejala dapat ditimbulkan dari respon sistem saraf simpatik terhadap hipogliekmia
atau dari respon neuroglikopenik. Hipotalamus bereaksi terhadap kadar glukosa yang rendah
untuk meningkatkan respons adernergik, yang mencakup takikardia, palpitasi, teremor, dan
kecemasan. Seperti bagian besar jaringan lainnya, metabolisme otak terutama bergantung
pada glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah glukosa terbatas otak dapat
memperolah glukosa dari penyimpanan glikogen diastrosit, namun itu dipakai dalam
beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja yang begitu banyak,otak sangat tergantung pada
suplai glukosa secara terus menerus dari darah kedalam jaringan interstitial dalam sistem
saraf pusat dan saraf-saraf didalam sistem saraf tersebut.
Oleh karena itu jika jumlah glukosa yang disuplai oleh darah menurun, maka akan
mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental seseorang telah
dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga dibawah 65 mg/dl (3,6 mM). Saat kadar
glukosa darah menurun hingga dibawah 10 mg/dl (0,55 mM), sebagian besar neuron menjadi
tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan koma.
Apabila jumlah insulin berkurang jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
pula, disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali, kedua faktor ini akan
menimbulkan hipoglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan
dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit ( seperti
natrium dan kalium). Diuresis osmotic yang ditndai oleh urinari berlebihan ( poliuria ) ini
akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak ( lipolisis ) menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliseral. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton
oleh hati, pada keton asidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai
akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan
tersebut, badan keton bersifat asam, dan bila tertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton
akan menimbulkan asidosis metabolik,
Pada hipoglikemia ringan ketika kadar gula darah menurun, sistem saraf simpatik
akan terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi,
tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
Pada hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak
tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda gangguan
fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala,
vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, mati rasa didaerah bibir serta lidah, bicara pelo,
gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional, pengelihatan
ganda dan perasaan ingin pingsan. Kombinasi dari gejala ini (disamping gejala adrenergik)
dapat terjadi pada hipoglikemia sedang.
Pada hipoglikemia berat fungsi sistem saraf pusat mengalami gangguan yang sangat
berat, sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemia
yang dideritanya. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan
kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
D. Klasifikasi hipoglikemia
Tipe hipoglikemia digolongkan menjadi beberapa jenis yakni :
1. Tranasisi dini neonatus (early transitional neonatal) : ukuran bayi yang besar ataupun normal
yang mengalami kerusakan sistem produksi pankreas sehingga terjadi hiperinsulin.
2. Hipoglikemia klasik sementara : terjadi jika bayi mengalami malnutrisi sehingga mengalami
kekurangan cadangan lemak dan glikogen.
3. Sekunder : sebagai suatu respon stress dari neonatus sehingga terjadi peningkatan
metabolisme yang memerlukan banyak cadangan glikogen.
4. Berulang : disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau metabolisme,
F. Penatalaksanaa hipoglikemia
1. Glukosa oral
Sesudah didiagnosis hipoglikemia ditegakan dengan pemeriksaan glokosa darah kapiler,
10-20 gram glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam bentuk tablet, jelly atau 150-
200 ml minuman yang mengandung glokosa seperti jus buah segar dan non diet cola.
Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat dapat mengabsorsi
glokosa. Bila belum ada jadwal makan dalam 1-2 jam perlu diberikan tambahan 10-20 gram
karbohidrat komlpek. Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu
gawat, pemberian gawat, pemberian madi atau jel glokosa lewat mukosa ronga hidung dapat
dicoba.
2. Glukosa intramuskular
Glukosoa 1 mg intramuskuler dapat diberikan dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit.
Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang
pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon
tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15
menit. Kecepatan kerja glukagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila
pasien sudah sadar pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 gram
( 4 sendok makan ) dan dilanjutkan dengan pemberian 40 gram karbohidrat dalam bentuk
tepung seperti crakres dan biskuit untuk mempertahan kan pemulihan, mengigat 1 mg
glukagon yang singkat ( awitannya 8 hingga 10 menit dengan kerja yang berlangsung selama
12 hingga 27 menit ). Reaksi insulin dapat pulih dalam waktu 5-15 menit. Pada keadaan
puasa yang panjang atau hipoglikemi yang di induksi alkohol, pemberian glukagon mungkin
tidak efektif. Efektifitas glukagon tergantung dari simulasi glikogenolisis yang terjadi.
3. Glukosa intravena
Glukosa intravena harus diberikan dengan hati-hati. Pemberian glukosa dengan
konsentrasi 40 % IV sebanyak 10-25 cc setiap 10-20 menit sampai pasien sadar disertai infus
dekstrosa 10 % 6 kolf/jam.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Gula darah puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa( sebelum diberi glukosa 75 gram oral )
dan nilai normalnya antara 70-110 mg/dl.
2. Gula darah 2 jam post prandial diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal <
140 mg/dl/2 jam.
3. HBA1c pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar gula darah
yang sesungguhnya karena pasein tidak dapat mengontorl hasil test dalam waktu 2-3 bulan.
HBA1c menunjukan kadar Hemoglobin terglikolisasi yang pada orang normal antara 4-6%.
Semakin tinggi maka akan menunjukan bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko
terjadinya komplikasi.
4. Elektrolit, terjadi peningkatan kreatinin jika fungsi ginjalnya telah terganggu.
5. Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi.
KRISIS TIROID
A. Pengertian
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam nyawa dan ditandai oleh
demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna.
Krisis tiroid sering terjadi pada pasien dengan hipertiroid yang tidak diberikan terapi atau
mendapat terapi yang tidak adekuat, dan dipicu oleh adanya
infeksi, trauma, pembedahan tiroid atau diabetes melitus yang tidak terkontrol.
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh
demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna.
Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala akibat peningkatan kadar
hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika
jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu
tirotoksikosis.
Krisis tiroid/thyrotoxic crisis/thyroid storm adalah kedaruratan medis yang
disebabkan oleh eksaserbasi akut dari gejala-gejala hipertiroid. Hal ini dapat berakibat fatal
dan mematikan. Namun jarang terjadi apabila deteksi dini dilaksanakan dan pengobatan
diberikan secepatnya (Hannafi,2011).
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam nyawa dan ditandai oleh
demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna.
C. Etiologi
Menurut Sherwood (2012) disfungsi tiroid berupa hipertiroid yang dapat menjadi krisis
tiroid dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Adanya long-acting thyroid stimulator (penyakit graves) yang ditandai dengan peningkatan
hormone T3 dan T4 dalam sirkulasi dengan penurunan hormone TSH
2. Sekunder karena sekresi berlebihan hipotalamus atau hipofisis anterior yang ditandai dengan
peningkatan hormone T3 dan T4 sebagai hasil dari peningkatan TRH pada hipotalamus dan
TSH pada hipofisis anterior
3. Tumor tiroid dengan hiperpireksia juga menyebabkan hipertiroid dengan peningkatan
hormone tiroid dan penurunan hormone TSH
4. Factor pencetusnya krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat berupa free- hormon
meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3paska transkripsi, meningkatnya
kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Dan factor resikonya dapat berupa surgical crisis
(persiapan operasi yang kurang baik, belum eutiroid), medical crisis (stress apapun, fisik
maupun psikologis, infeksi dan sebagainya) (Sudoyo, dkk, 2007)
D. Manifestasi Klinis
Penderita umumnya menunjukkan semua gejala tirotoksikosis tetapi biasanya jauh lebih
berat.
b. Demam > 370 C
c. Takikardi > 130 x/menit
d. Gangguan sistem gastrointestinal seperti diare berat
e. Gangguan sistem neurologik seperti keringat yang berlebihan sampai dehidrasi,gangguan
kesadaran sampai koma
f. Peningkatan frekuensi denyut jantung
g. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap katekolamin
h. Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
i. Peningkatan frekuensi buang air besar
j. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
k. Gangguan reproduksi
l. Cepat letih
m. Mata melotot (exoptalmus)
E. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosa bergantung kepada beberapa hormon berikut ini :Pemeriksaan darah yang
mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan memastikan diagnosis keadaan dan
lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid.
1. TSH(Tiroid Stimulating Hormone)
2. Bebas T4 (tiroksin)
3. Bebas T3 (triiodotironin)
4. Tiroid scan untuk melihat pembesaran kelenjar tiroid
5. Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum
6. Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan hiperglikemia
F. Komplikasi
Komplikasi Krisis tiroid yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik
(thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien hipertiroid yang
menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang
tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar yang
menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106F), dan, apabila tidak
diobati, infak miokardium, gagal jantung,hipotiroidisme, koma, kematian.
G. Penatalaksanaan
2. Konservatif
a. Obat Anti-Tiroid. Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis berlebih, pasien
mengalami gejala hipotiroidisme.Contoh obat adalah sebagai berikut :
Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeriksaan (mg/hari)
- Karbimatol 30 60 5 20
- Metimazol 30 60 5 20
- Propiltiourasil 300 600 50 200