Anda di halaman 1dari 30

keperawatan kegawatdaruratan pada sistem

endokrin
A. ANATOMI DAN FISIOLOGISISTEM ENDOKRIN
1. Pengertian
Sistem endokrin meliputi suatu sistem dalam tubuh manusia yang terdiri dari sejumlah
kelenjar penghasil zat yang dinamakan hormon. Kelenjar ini dinamakan “endokrin” karena tidak
mempunyai saluran keluar untuk zat yang dihasilkannya. Hormon yang dihasilkannya itu dalam
jumlah sedikit pada saat dibutuhkan dan dialirkan ke organ sasaran melalui pembuluh darah
bercampur dengan darah.

2. Kelenjar Endokrin
1. Kelenjar Hipofisis
Kelenjar Hipofisis (pituitary) disebut juga master of gland atau kelenjar pengendali karena
menghasilkan bermacam-macam hormon yang mengatur kegiatan kelenjar lainnya. Kelenjar ini
berbentuk bulat dan berukuran kecil, dengan diameter 1,3 cm. Hipofisis dibagi menjadi hipofisis
bagian anterior, bagian tengah (pars intermedia), dan bagian posterior.

Gambar.1 Hipofisis bagian anterior dan posterior

a. Hipofisis Anterior

Gambar.2 Hormon yang dihasilkanHipofisis lobus anterior

Tabel : Hormon yang dihasilkan kelenjar Hipoifisis Anterior


Hormon yang dihasilkan Fungsi
Hormon Somatotropin (STH), Merangsang sintesis protein dan metabolisme lemak, serta
Hormon pertumbuhan (Growth merangsang pertumbuhan tulang (terutama tulang pipa) dan otot.
Hormone / GH) kekurangan hormon ini pada anak-anak menyebabkan
pertumbuhannya terhambat /kerdil (kretinisme), jika kelebihan
akan menyebabkan pertumbuhan raksasa (gigantisme). Jika
kelebihan terjadi pada saat dewasa, akan menyebabkan
pertumbuhan tidak seimbang pada tulang jari tangan, kaki,
rahang, ataupun tulang hidung yang disebut akromegali.
Hormon tirotropin atauThyroid Mengontrol pertumbuhan dan perkembangan kelenjar gondok
Stimulating Hormone (TSH) atau tiroid serta merangsang sekresi tiroksin

Adrenocorticotropic Mengontrol pertumbuhan dan perkembangan aktivitas kulit


hormone(ACTH) ginjal dan merangsang kelenjar adrenal untuk mensekresikan
glukokortikoid (hormon yang dihasilkan untuk metabolisme
karbohidrat)
Prolaktin (PRL) atau Membantu kelahiran dan memelihara sekresi susu oleh kelenjar
Lactogenic hormone (LTH) susu
Hormon gonadotropin pada
wanita :
1. Follicle Stimulating Hormone Merangsang pematangan folikel dalam ovarium dan
(FSH) menghasilkan estrogen
Mempengaruhi pematangan folikel dalam ovarium dan
2. Luteinizing Hormone (LH) menghasilkan progestron
Hormone gonadotropin pada
pria :
1. FSH Merangsang terjadinya spermatogenesis (proses pematangan
sperma)
2. Interstitial Cell Stimulating Merangsang sel-sel interstitial testis untuk memproduksi
Hormone (ICSH) testosteron dan androgen

b. Hipofisis Posterior

Gambar.3 Hormon yang dihasilkan Hipofisis Posterior


Tabel : Hormon yang dihasilkan kelenjar Hipoifisis Anterior
Hormon yang dihasilkan Fungsi
Oksitosin Menstimulasi kontraksi otot polos
pada rahim wanita selama proses
melahirkan.
Hormon ADH Menurunkan volume urine dan
meningkatkan tekanan darah dengan
cara menyempitkan pembuluh darah
Banyak sedikitnya cairan yang masuk dalam sel akan di deteksi oleh hipotalamus. Jika cairan
(plasma) dalam darah sedikit, maka hipofisis akan mensekresikan ADH untuk melakukan reabsorpsi
(penyerapan kembali) sehingga darah mendapatkan asupan cairan dari hasil reabsorpsi tersebut.
Dengan demikian kadar cairan (plasma) dalam darah dapat kembali seimbang. Selain itu, karena cairan
pada ginjal sudah diserap, maka urinenya kini bersifat pekat. Jika seseorang buang air kecil terus
menerus, diperkirakan hipofisis posteriornya mengalami gangguan sebab ADH tidak berfungsi dengan
baik. Nama penyakit ini disebut diabetes insipidus.

2. Kelenjar Tiroid
Tiroid merupakan kelenjar yang terdiri dari folikel-folikel dan terdapat di depan trakea.
Kelenjar yang terdapat di leher bagian depan di sebelah bawah jakun dan terdiri dari dua buah
lobus. Kelenjar tiroid menghasilkan dua macam hormon yaitu tiroksin (T4) dan Triiodontironin
(T3). Hormon ini dibuat di folikel jaringan tiroid dari asam amino (tiroksin) yang mengandung
yodium. Yodium secara aktif di akumulasi oleh kelenjar tiroid dari darah. Oleh sebab itu
kekurangan yodium dalam makanan dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan pembesaran
kelenjar gondok hingga 15 kali.

Gambar.2 Anatomi Kelenjar


Tiroid

T
abel : Hormon yang dihasilkan Fungsi
Hormon Tiroksin Mengatur metabolisme, pertumbuhan,
yang perkembangan, dan kegiatan system saraf
dihasilak Triiodontironin Mengatur metabolisme, pertumbuhan,
an perkembangan dan kegiatan sistem saraf
kelenjar Kalsitonin Menurunkan kadar kalsium dalam darah dengan
Tiroid. cara mempercepat absorpsi kalsium oleh tulang

3. Kelenjar Paratiroid
Berjumlah empat buah terletak di belakang kelenjar tiroid. Kelenjar ini menghasilkan
parathormon (PTH) yang berfungsi untuk mengatur konsentrasi ion kalsium dalam cairan
ekstraseluler dengan cara mengatur : absorpsi kalsium dari usus, ekskresi kalsium oleh ginjal,
dan pelepasan kalsium dari tulang. Hormon paratiroid meningkatkan kalsium darah dengan cara
merangsang reabsorpsi kalsium di ginjal dan dengan cara penginduksian sel–sel tulang osteoklas
untuk merombak matriks bermineral pada osteoklas untuk merombak matriks bermineral pada
tulang sejati dan melepaskan kalsium ke dalam darah.
Jika kelebihan hormon ini akan berakibat berakibat kadar kalsium dalam darah meningkat,
hal ini akan mengakibatkan terjadinya endapan kapur pada ginjal. Jika kekurangan hormon
menyebabkan kekejangan disebut tetanus. Kalsitonin mempunyai fungsi yang berlawanan
dengan PTH, sehingga fungsinya menurunkan kalsium darah.

Gambar.3 Anatomi Kelenjar Paratiroid


Fungsi Hormon Parathiroid (PTH) yang dihasilakn dari kelenjar Paratiroid
a. Mengatur metabolisme fosfor
b. Mengatur kadar kalsium darah
4. Kelenjar Adrenal
Kelenjar ini berbentuk bola, atau topi yang menempel pada bagian atas ginjal. Pada setiap
ginjal terdapat satu kelenjar suprarenalis dan dibagi atas dua bagian, yaitu bagian luar (korteks)
dan bagian tengah (medula).

Gambar. 4 Anatomi Kelenjar Adrenal


Tabel : Hormon dari Kelenjar Adrenal dan Prinsip Kerja
Hormon Prinsip kerja
Bagian korteks adrenal
a. Mineralokortikoid Mengontol metabolisme ion anorganik
b. Glukokortikoid Mengontrol metabolisme glukosa
Bagian Medula Adrenal Kedua hormon tersebut bekerja sama dalam hal berikut :
Adrenalin (epinefrin) a. dilatasi bronkiolus
dan noradrenalin b. vasokonstriksi pada arteri
c. vasodilatasi pembuluh darah otak dan otot
d. mengubah glikogen menjadi glukosa dalam hati
e. gerak peristaltik
f. bersama insulin mengatur kadar gula darah

5. Pankreas
Kelenjar ini terdapat di belakang lambung didepan vertebra lumbalis I dan II. Sebagai
kelenjar eksokrin akan menghasilkan enzim-enzim pencernaan ke dalam lumen duodenum.
Sedangkan Sebagai endokrin terdiri dari pulau-pulau Langerhans, menghasilkan hormon. Pulau
langerhans berbntuk oval dan tersebar diseluruh pankreas. Fungsi pulau langerhans sebagai unit
sekresi dalam pengeluaran homeostatik nutrisi, menghambat sekresi insulin, glikogen dan
polipeptida.
Pada manusia, mengandung 4 macam sel, yaitu :
a. sel A (atau α) : menghasilkan glukagon
b. sel B (atau β) : menghasilkan insulin
c. sel D (atau γ) : menghasilkan somatostatin
d. sel F (sgt kecil) : menghasilkan polipeptida pankreas
Hormon insulin berguna untuk menurunkan gula darah, menggunakan dan menyimpan
karbohidrat. Glukagon berfungsi untuk menaikan glukosa darah dengan jalan glikolisis.
Sedangkan somatostatin berguna menurunkan glukosa darah dengan melepaskan hormon
pertumbuhan dan glukagon.

Gambar.5 Pengaturan Kadar Gula Darah


Peningkatan glukosa darah diatas titik pasang (sekitar 90mg/100ml pada manusia)
merangsang pankreas untuk mensekresi insulin, yang memicu sel –sel targetnya untuk
mengambil kelebihan glukosa dari darah. Ketika kelebihan itu telah dikeluarkan atau ketika
konsentrasi glukosa turun dibawah titik pasang, maka pancreas akan merespons dengan cara
mensekresikan glukagon, yang mempengaruhi hati untuk menaikkan kadar glukosa darah.
Hormon tiroid disintesis oleh glandula tiroidea. Sekresi hormon dipengaruhi oleh TRH dan
TSH dari hipotalamus dan hipofisis anterior. Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating
hormone, TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid.
Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam proses pengeluaran hormon
tiroid ke sirkulasi. Dengan demikian, sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap
perubahan di dalam maupun di luar tubuh (Watson, 2002).
Mekanisme feedback terhadap hipotalamus dan hipofisis dilakukan oleh T3 dan T4.Sel-sel
follikular kelenjar tiroid mensintesis tiroksin dan tiroglobulin.Tiroksin berikatan dengan
tiroglobulin. Tiroksin yangterkandung dalam tiroglobulin disekresikan ke dalam koloid secara
eksositosis. Iodine dari darah masuk ke dalam sel folikel dengan bantuan iodine pump. Iodine
yang sudah sampai ke koloid akan berikatan dengan tiroksin yang terkandung dalam globulin
(Agamemnon, 2001).
Bila 1 iodine + 1 tyrosine = Monoiodotyrosine (MIT)
Bila 2 iodine + tyrosine = Diiodotyrosine (DIT)
MIT + DIT = T3
DIT + DIT = T4
T3 dan T4 kemudian dilepaskan ke dalam darah sedangkan iodine yang terikat pada MIT
dan DIT dipergunakan kembali. TSH berperan untuk mempertahankan integritas kelenjar tiroid
dan meningkatkan sekresi hormon tiroid dari kelenjar tiroid. Dalam keadaan fisiologis, faktor
yang diketahui dapat meningkatkan sekresi TRH dan TSH dalam darah adalah rasangan udara
dingin pada bayi baru lahir untuk meningkatkan produksi panas dan suhu tubuh (Agamemnon,
2001).
Sedangkan pada orang dewasa mekanisme meningkatkan suhu tubuh tidak melalui TRH
atau TSH melainkan melalui jalur simpatis. Respon terhadap kenaikkan kadar hormon tiroid di
dalam darah dapat dideteksi setelah beberapa jam. Durasi kerjanya bisa sangat lama oleh karena
responsnya akan tetap berlangsung sampai konsentrasi hormon tiroid di dalam darah normal dan
juga karena hormon tiroid tidak didegradasi (Agamemnon, 2001).
DIABETIC KETOASIDOSIS (DKA)
1. Pengertian
Diabetik ketoasidosis (DKA) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia, asidosis dan ketoasis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau
relatif KAD dan hipoglikemia merupakan komlikasi akut diabetes melitus.
Suatu kedaruratan medik akibat gangguan metabolisme glukosa dengan tanda hiperglikemia
(kadar gula sewaktu >300mg/dl). Hiperketonemia/ketonuria dan asidosis metabolik (ph darah
<7,35 dn bikarbonat darah <15mEq/L).

Suatu akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai dengan gangguan metabolism protein,
karbohidrat dan lemak.

2. Etiologi
a. Insulin yang tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi.
b. Penyakit atau keadaan yang meningkatkan kenaikan metabolisme sehingga kabutuhan nilai
insulin meningkat (infeksi, trauma) dan peningkatan kadar hormon anti insulin
(glukagon,epinefrin,kortisol).
c. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang terdiagnosis dan tidak diobati.

3. Patofisiologi
Hiperglikemia pada keadaan defisiensi insulin seluruh tubuh dan jaringan seperti
otot,lemak,dan hati tidak bisa memanfatkan glukosa sehingga terjadi hiperglikemia pada keadaan
puasa atau defisensi insulin terjadi karena:
1. Glukoneogenesis meningkat.
2. Glukogenolisis dipercepat.
3. Gangguan penurunan glukosa oleh jaringan perifer.
4. Pengaruh hormon anti insulin.
Secara klinis hiperglikemia akan menyebabkan diuresis osmotik karena ginjal mempunyai
ambang terhadap kadar glukosa darah (180mg/dl) yang dapat direabsobsi diuresis osmotik
(poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan rasa haus dehidrasi ini akan menyababkan berat badan
menurun hiperglikemia akan menyababkan hiperosmolalitas yang selanjutnya dapat
mempengaruhi tingkat kesadaran pasien. osmolaritas plasma < 320 mosm/l dapat menyebabkan
komaosmolaritas plasma dapat dihitung (na (mmol/l) x 2) + glukosa (mmol/l)+ urea (mmol/l) .
Ketosis dan metabolisme lipidefisiensi insulin akan menyebabkan lipolisis sehingga kadar
asam lemak dalam darah meningkat asam lemak bebas kemudian diambil oleh hati yang
selanjutnya dioksidasi menjadi badan badan keton (aseto asetat dan asam hidroksi butirat)
penimbunan badan keton atau hiperketonemia akan menyebabkan asidosis metabolik
hiperlidipidemia dan asidosis akan menyebabkan keseimbangan elektrolit akan terganggu
terutama pada diabetik ketoasidosis sering terjadi pseudohiponatremia.

4. Manifestasi klinis
a. Hiperglikemia pada DKA akan menimbulkan poliuria dan polidipsi
b. Pasien mengalami penglihatan kabur, kelemahan dan sakit kepala.
c. Hipotensi pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita
hipotensi ortostatistik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmhg atau lebih pada saat
berdiri).
d. Terjadi ketoasidosis dan ketosis .
e. Gangguan GI (anoreksia, mual,muntah dan nyeri abdomen)
f. Napas bau keton.
g. Nilai bikarbonat yang rendah (0-15 mEq/L)
h. Pernapasan kusmaul.

5. Komplikasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian akibat KAD adalah:
1. Terlambat didiagnosis karena biasanya penyandang DM dibawa setelah koma.
2. Pasien belum tahu bahwa ia menyandang DM.
3. Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat, seperti: renjatan (syok),
stroke, dll.
4. Kurangnya fasilitas laboratorium yang menunjang suksesnya penatalaksanaan KAD.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat KAD yaitu:


1. Edema paru
2. Hipertrigliserida
3. Infark miokard akut
4. Hipoglikemia
5. Hipokalsemia
6. Hiperkloremia
7. Edema serebral
8. Hipokalemia
Komplikasi ketoasidosis diabetikum yaitu
1. Edema Serebral
Edema serebral terjadi seiring penurunan tingkat kesadaran yang dengan cepatmengarah pada
koma.Mekanisme seluler yang berperan terhadap terjadinya edema serebral pada DKA tidak
jelas , namun secara klinis kondisi tersebut berhubungan dengan rehidrasi cepat , peningkatan
kadar urea serum dan penurunan Co2 arteri pada saat pemeriksaan.
2. Tromboembolisme
Komplikasi lebih lanjut yang berpotensi fatal dan biasanya berhubungan dengan dehidrasi berat ,
peningkatan viskositas darah dan hiperkoagulasi.
3. Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Terjadi selama pengobatan DKA dengan penggantian cairan dan elektrolit dan pemberian
insulin.
6. Pemeriksaan diagnostik
1) Kadar gula darah > 300mg/dl dan tidak >800 mg/dl
2) Analisa Darah
a. Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu
b. pH rendah (6,8 -7,3)
c. PCO2 turun (10 – 30 mmHg)
d. HCO3 turun (<15 mEg/L)
e. Keton serum positif, BUN naik
f. Kreatinin naik
g. Ht dan Hb naik
h. Leukositosis
i. Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
3) Elektrolit
a. Kalium dan Natrium dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan yang hilang (dehidrasi).
b. Fosfor lebih sering menurun
4) Urinalisa
a. Leukosit dalam urin
b. Glukosa dalam urin
5) EKG gelombang T naik
6) MRI atau CT-scan
7) Foto Toraks

7. Penatalaksanaan
1. Konfirmasi biokimia : darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), glukosuria,
ketonuria dan analisis gas darah.
Reusitasi :
a. Pertahankan jalan nafas.
b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20cc/KgBB bolus.
d. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan nasogastrik tube untuk menghindari
aspirasi lambung.

2. Observasi klinik
Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
a. Frekwensi nadi, frekwensi nafas, dan tekanan darah setiap jam.
b. Ukur suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
c. Pengukuran balance cairan setiap jam.
d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri.
f. EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo atau hiperkalemia.
g. Keton urine sampai negatif atau keton darah (bila terdapat fasilitas).

3. Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan resiko
terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.
b. Gunakan cairan normal salin 0,9%.
c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi dilakukan
lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.

4. Penggantian Natrium
a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek difusi hiperglikemia yang terjadi.
Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap peningkatan
kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.
d. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
e. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan NaCl dan
evaluasi kecepatan hidrasi.
f. Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema serebri.

5. Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di dalam
serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler.
Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi.
a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan
pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan.
b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.

6. Penggantian Bikarbonat
Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.
a. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan : Terjadinya asidosis cerebral, Hipokalemia,
Excessive osmolar load, Hipoksia jaringan.
b. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan bikarbonat serum <
5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang persistent.
c. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1 jam, atau
dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan ¼ dari kebutuhan.

7. Pemberian Insulin
a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun insulin
belum diberikan.
d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak < 2 tahun.
e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml atau bila
tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL NS), terpisah
dari cairan rumatan/hidrasi.
f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.
g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.
h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10 ½ Salin.
j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk menghentikan ketosis
dan merangsang anabolisme.
m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi penderita,
pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian insulin.
n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau subkutan. Perfusi
jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.

8. Tatalaksana edema serebri


Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat, meliputi:
a. Kurangi kecepatan infus.
b. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan pemberian akan
kurang efektif).
c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.
d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.

9. Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: memulai diet per-
oral, peralihan insulin drip menjadi subkutan.
a. Memulai diet per-oral.
1. Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL, pH > 7,3,
bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.
2. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit sesudah
snack berakhir.
3. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
4. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60 menit sesudah
makan utama berakhir.

b. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.


1. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan anak dapat
menghabiskan makanan utama.
2. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv diteruskan
sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.
3. Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung kadar gula darah.
Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal
sebelumnya.
4. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7 sebelum
makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.

Asuhan Keperawatan pada Diabetic Ketoasidosis (DKA)


1. Pengkajian
a. Biodata : terdiri dari nama, umur (Usia : anak-anak cenderung mengalami IDDM Tipe I) tanggal
lahir, jenis kelamin, agama.
b. Riwayat penyakit sekarang : datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Poliphagi, lemas, luka
sukar sembuh atau adanya koma atau penurunan kesadaran dengan sebab tidak diketahui. Pada
lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau retinophati serta penyakit pembuluh darah.
c. Riwayat penyakit sebelumnya : mungkin klien telah menderita penyakit sejak beberapa lama
dengan atau tanpa menjalani program pengobatan. Penyakit paru, gangguan kardiovaskuler serta
penyakit neurologis serta infeksi atau adanya luka dapat memperberat kondisi klinis.
d. Riwayat penyakit keluarga : penyakit diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan
(herediter) walaupun gejala tidak selalu muncul pada setiap keturunan atau timbul sejak kecil
(kongenital). Genogram mungkin diperlukan untuk menguatkan diagnosis.
e. Status metabolik : Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau penyakit-
penyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-faktor psikologis dan social, obat-
obatan atau terapi lain yang mempengaruhi glukosa darah, penghentian insulin atau obat anti
hiperglikemik oral.
f. Pemeriksaan Fisik :
1) Kesadaran bisa CM, letargi atau koma.
2) Keadaan umum (Penurunan BB, nyeri abdomen, status gizi turun).
3) Sistem pernafasan (nafas kusmaul, takhipneu, nafas bau aseton, vesikuler pada lapang paru).
4) Sistem integument (turgor kulit turun, kulit kering, mukosa bibir kering).
5) Sistem kardiovaskuler (hipertensi, Ortostatik hipotensi/sistole turun 20 mmHg atau lebih saat
berdiri).
6) Sistem gastrointestinal (nyeri abdomen, mual muntah, anoreksia).
7) Sistem neurologi (sakit kepala, kesadaran menurun).
8) Sistem penglihatan (penglihatan kabur).

g. Pengkajian gawat darurat :


a. Airways : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda asing yang
menghalangi jalan nafas.
b. sBreathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot bantu
Pernafasan.
c. Circulation : kaji nadi, capillary refill.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul.


a. Risiko tinggi terjadinya ganguan pertukaran gas b/d peningkatan keasaman ( pH menurun)
akibat hiperglikemia, glukoneogenesis, lipolisis
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan bernapas.
c. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran
cairan berlebihan: diare, muntah, pembatasan intake akibat mual, kacau mental.

3. Rencana Keperawatan
a. Risiko tinggi terjadinya gangguan pertukaran gas b/d peningkatan keasaman ( pH
menurun)akibat hiperglikemia, glukoneogenesis, lipolisis.
Kriteria Hasil :
1) RR dalam rentang normal
2) AGD dalam batas normal :
pH : 7,35 – 7,45 HCO3 : 22 – 26
PO2 : 80 – 100 mmHg BE : -2 sampai +2
PCO2 : 30 – 40 mmHg
Intervensi :
1. Berikan posisi fowler atau semifowler ( sesuai dengan keadaan klien)
2. Observasi irama, frekuensi serta kedalaman pernafasan.
3. Auskultasi bunyi paru
4. Monitor hasil pemeriksaan AGD
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam :
- Pemeriksaan AGD
- Pemberian oksigen
- Pemberian koreksi biknat ( jika terjadi asidosis metabolik)

b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan bernapas.


Kriteria Hasil :Pola nafas pasien kembali teratur.
a) Respirasi rate pasien kembali normal.
b) Pasien mudah untuk bernafas.
Intervensi:
a. Kaji status pernafasan dengan mendeteksi pulmonal.
b. Berikan fisioterapi dada termasuk drainase postural.
c. Penghisapan untuk pembuangan lendir.
d. Identifikasi kemampuan dan berikan keyakinan dalam bernafas.
e. Kolaborasi dalam pemberian therapi medis.

c. Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran berlebihan (diuresis osmotik) akibat
hiperglikemia.
Intervensi :
a. Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan setiap jam
b. Observasi kepatenan atau kelancaran infus
c. Monitor TTV dan tingkat kesadaran tiap 15 menit, bila stabil lanjutkan untuk setiap jam
d. Observasi turgor kulit, selaput mukosa, akral, pengisian kapiler
e. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN/kreatinin, osmolaritas darah, natrium,
kalium)
f. Monitor pemeriksaan EKG
g. Monitor CVP
h. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam
1. Pemberian cairan parenteral
2. Pemberian terapi insulin
3. Pemasangan kateter urine
4. Pemasangan CVP jika memungkinkan

NONKETOTIK HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR (HHNK)

1. Pengertian
Koma nonketotik hiperglikemik hipersomolar merupakan komplikasi akut yang dijumpai
pada pengidap diabetes tipe 2. Kondisi ini juga merupakan petunjuk perburukan drastis penyakit
(Elizabet, 2009).
Koma hipersomolar hiperglikemi adalah suatu kedaruratan yang mengancam jiwa yang di
tandai dengan hiperglikemi (kadar glukosa darah melebihi 600 mg/dl dan dapat setinggi
2000mg/dl) dengan tidak terdapatnya ketonemia yang signifikan (Mima, 2001).
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma akibat dari komplikasi
diabetes melitus di mana terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah
sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa terjadi
pada DM tipe II.
Menurut Hudak dan Gallo (edisi VI) koma hiperosmolar adalah komplikasi dari diabetes
yang ditandai dengan :
 Hiperosmolaritas dan kehilangan cairan yang hebat.
 Asidosis ringan.
 Sering terjadi koma dan kejang lokal.
 Kejadian terutama pada lansia.
 Angka kematian yang tinggi.

2. Etiologi
1. Insufisiensi insulin
a. DM, pankreatitis, pankreatektomi
b. Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)
2. Increase exogenous glucose
a. Hiperalimentation (tpn)
b. High kalori enteral feeding
3. Increase endogenous glukosa
a. Acute stress (ami, infeksi)
b. Pharmakologic (glukokortikoid, steroid, thiroid)

4. Infeksi: pneumonia, sepsis, gastroenteritis.


5. Penyakit akut: perdarahan gastrointestinal, pankreatitits dan gangguan kardiovaskular.
6. Pembedahan/operasi.
7. Pemberian cairan hipertonik.
8. Luka bakar.
Faktor risiko Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik :
1. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)
2. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)
3. Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)
8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)
9. Infark miokard akut
10. Tumor yang menghasilkan adrenokortikotropin
11. Sindrom cushing
12. Hipertermia
13. Hipotermia
14. Thrombosis mesenterika
15. Pankreatitis
16. Emboli paru
17. Gagal ginjal
18. Luka bakar berat
19. Tirotoksikosis
20. Selulitis
21. Infeksi gigi
22. Pneumonia
23. Sepsis
24. Infeksi saluran kemih

3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala umum KHNK adalah haus, kulit terasa hangat dan kering, mual dan
muntah, nafsu makan menurun (penurunan berat badan), nyeri abdomen, pusing, pandangan
kabur, banyak kencing, mudah lelah, polidipsi, poliuria, penurunan kesadaran.
Gejala-gejala Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik meliputi :
1. Agak mengantuk, insiden stupor atau sering koma.
2. Poliuria selam 1 -3 hari sebelum gejala klinis timbul.
3. Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas.
4. Penipisan volume sangat berlebihan (dehidrasi, hipovolemi).
5. Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai 2400 mg/dl.
6. Kadang-kadang terdapat gejala-gejala gastrointestinal.
7. Hipernatremia.
8. Kegagalan mekanisme haus yang mengakibatkan pencernaan air tidak adekuat.
9. Osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP minimal (disorientasi, kejang setempat).
10. Kerusakan fungsi ginjal.
11. Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.
12. Kadar CO2 normal.
13. Celah anion kurang dari 7 mEq/L.
14. Kalium serum biasanya normal.
15. Tidak ada ketonemia.
16. Asidosis ringan
4. Patofisiologi
Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan hormon
insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan pergerakan
glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon
glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma.
Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan
menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume cairan
intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul
glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak
dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium,
sodium dan phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi
ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi
maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan
dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang
disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang
disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat
haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus
yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat
lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa
lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan
hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem
saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi
koma.Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan
pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik sangat membantu
untuk membedakan dengan ketoasidosis diabetik. Kadar glukosa darah > 600 mg%, aseton
negative, dan beberapa tambahan yang perlu diperhatikan : adanya hipertermia, hiperkalemia,
azotemia, kadar blood urea nitrogen (BUN): kreatinin = 30 : 1 (normal 10:1), bikarbonat serum >
17,4 mEq/l.

6. Komplikasi
1. Koma.
2. Gagal jantung.
3. Gagal ginjal.
4. Gangguan hati.
5. Iskemia/infark organ
6. Hipo/hiperglikemia
7. Hipokalemia
8. Hiperkhloremia
9. Edema serebri
10. Kelebihan cairan
11. ARDS
12. Tromboemboli
13. Rhabdomiolisis

7. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan mengunkan cairan
NaCl bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik ½ normal diguyur 1000 ml/jam sampai
keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai membaik, baru diperhitungkan
kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonil harus mendapatkan
pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipernatremia.
Glukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.
b. Insulin
Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik non ketotik
sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis rendah pada
ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan pengobatan dapat menggunakan
skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetik
c. Kalium
Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik,
perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan
d. Hindari infeksi sekunder
Hati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter
Perbandingan KAD dengan HHNK
Variabel KAD Ringan KAD Sedang KAD Berat HHNK
Kadar Glukosa > 250 > 250 >250 >600
Plasma
Kadar pH arteri 7,25-7,30 7,00 – 7,24 < 7,00 >7,30
Kadar 15-18 10 - < 15 < 10 >15
Bikarbonat
Keton pada Positif Positif Positif Sedikit/ negatif
Urine atau
Serum
Osmolaritas Bervariasi Bervariasi Bervariasi >320
Serum Efektif
Anion Gap >10 >12 >12 Bervariasi
Kesadaran Sadar Sadar , drowsy Stupor, koma Stupor, koma

Rumus menghitung Konsentrasi Natrium


Sodium + 165 x ( Glukosa darah – 100 ) / 100

Asuhan Keperawatan pada Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik


1. Pengkajian
Pemeriksaan fisik
a. Neurologi (Stupor, Lemah, disorientasi, Kejang, Reflek normal,menurun atau tidak ada.
b. Pulmonary (Tachypnae, dyspnae, Nafas tidak bau acetone, Tidak ada nafas kusmaul.
c. Cardiovaskular (Tachicardia, Hipotensi postural, Mungkin penyakit kardiovaskula( hipertensi,
CHF ), Capilary refill > 3 detik.
d. Renal (Poliuria( tahap awal ), Oliguria ( tahap lanjut ), Nocturia, inkontinensia
e. Integumentary (Membran mukosa dan kulit kering, Turgor kulit tidak elastis, Mata lembek,
Mempunyai infeksi kulit, luka sulit sembuh.
f. Gastrointestinal (Distensi abdomen danPenurunan bising usus)

2. Diagnosa Keperawatan
1. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan deuresis osmotik
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya gangguan transport O2
3. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.

Hipoglikemia

A. Pengertian
Hipogliekmia adalah glukosa darah 60 mg/dl atau kurang. Hipoglikemia merupakan
kondisi yang ditandai oleh kadar glukosa serum < 50 mg/dl yang disebabkan oleh ketidak
adekuatan produksi glukosa untuk memenuhi kebutuhan pengunaan glukosa.
hipoglikemia adalah komlikasi diabetes tipe 1 yang mudah dikenali pada pasien. Jadi,
hipoglikemia merupakan kondisi dimana kadar glukosa dalam serum menurun.

B. Etiologi
Hipoglikemia dapat disebabkan oleh berbagai kelainan mekanisme kontrol pada
metabolisme glukosa. Antara lain: inborn erors of metabolism, perubahan keseimbangan
endokrin dan pengaruh obat-obatan maupun toksin. Penyebab umumnya adalah syok insulin,
insulinoma, kesalahan metabolisme bawaan, stress, penurunan BB, pasca gastrektomi,
berhubungan dengan penggunaan alkohol, defisiensi glukokortikoid, hipoglikemia akibat puasa,
malnutrisi berat, olahraga lama, penyakit hati berat, sepsis berat, efek obat : (etanol,salisilat,
kuinin, haloperidol, insulin, sulfonilurea, sulfonamid, alopurinol, klobifat, agen beta-
adrenergik).

C. Patofisilogi
Ketergantungan otak setiap saat pada glukosa yang disuplai oleh sirkulasi diakibatkan
oleh ketidakmampuan otak untuk membakar asam lemak berantai panjang, kurangnya simpanan
glukosa sebagai glikogen didalam otak orang dewasa, dan ketidaktersediaan keton dalam fase
makan atau kondisi posabsorptif terdapat sedikit perdebatan tentang manakala gula darah turun
dengan tiba-tiba, otak mengenali defisiensi energinya setelah kadar serum turun jauh dibawah
sekitar 45 mg/dl. Kadar dimana gejala-gejala timbul akan berbeda dari satu pasien dengan pasien
lain, dan bukanlah hal yang tidak lazim pada kadar serendah 30 sampai 35 mg/dl untuk terjadi
(misal, selama test toleransi) tanpa gejala-gejala yang telah disebutkan.
Gejala dapat ditimbulkan dari respon sistem saraf simpatik terhadap hipogliekmia atau
dari respon neuroglikopenik. Hipotalamus bereaksi terhadap kadar glukosa yang rendah untuk
meningkatkan respons adernergik, yang mencakup takikardia, palpitasi, teremor, dan kecemasan.
Seperti bagian besar jaringan lainnya, metabolisme otak terutama bergantung pada glukosa untuk
digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah glukosa terbatas otak dapat memperolah glukosa
dari penyimpanan glikogen diastrosit, namun itu dipakai dalam beberapa menit saja. Untuk
melakukan kerja yang begitu banyak,otak sangat tergantung pada suplai glukosa secara terus
menerus dari darah kedalam jaringan interstitial dalam sistem saraf pusat dan saraf-saraf didalam
sistem saraf tersebut.
Oleh karena itu jika jumlah glukosa yang disuplai oleh darah menurun, maka akan
mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental seseorang telah dapat
dilihat ketika gula darahnya menurun hingga dibawah 65 mg/dl (3,6 mM). Saat kadar glukosa
darah menurun hingga dibawah 10 mg/dl (0,55 mM), sebagian besar neuron menjadi tidak
berfungsi sehingga dapat menghasilkan koma.
Apabila jumlah insulin berkurang jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
pula, disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali, kedua faktor ini akan
menimbulkan hipoglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dalam
tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit ( seperti natrium
dan kalium). Diuresis osmotic yang ditndai oleh urinari berlebihan ( poliuria ) ini akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak ( lipolisis ) menjadi asam-
asam lemak bebas dan gliseral. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati,
pada keton asidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari
kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut, badan keton
bersifat asam, dan bila tertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis
metabolik,
Pada hipoglikemia ringan ketika kadar gula darah menurun, sistem saraf simpatik akan
terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor,
takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
Pada hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak
tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi
pada sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo,
konfusi, penurunan daya ingat, mati rasa didaerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak
terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional, pengelihatan ganda dan
perasaan ingin pingsan. Kombinasi dari gejala ini (disamping gejala adrenergik) dapat terjadi
pada hipoglikemia sedang.
Pada hipoglikemia berat fungsi sistem saraf pusat mengalami gangguan yang sangat
berat, sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemia yang
dideritanya. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang,
sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.

D. Klasifikasi hipoglikemia
Tipe hipoglikemia digolongkan menjadi beberapa jenis yakni :
1. Tranasisi dini neonatus (early transitional neonatal) : ukuran bayi yang besar ataupun normal
yang mengalami kerusakan sistem produksi pankreas sehingga terjadi hiperinsulin.
2. Hipoglikemia klasik sementara : terjadi jika bayi mengalami malnutrisi sehingga mengalami
kekurangan cadangan lemak dan glikogen.
3. Sekunder : sebagai suatu respon stress dari neonatus sehingga terjadi peningkatan metabolisme
yang memerlukan banyak cadangan glikogen.
4. Berulang : disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau metabolisme,

Selain itu hipoglikemia juga dapat diklasifikasikan sebagai:


1. Hipoglikemia ringan (glukosa darah 50-60 mg/dl) : terjadi jika kadar glukosa darah menurun,
sistem saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala
seperti tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
2. Hipoglikemia sedang (glukosa darah < 50 mg/dl) : penurunan kadar glukosa dapat menyebabkan
sel-sel otak tidak memperoleh bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda gangguan
fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo,
konfusi, penurunan daya ingat, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, pengelihatan ganda dan
perasaan ingin pingsan.
3. Hipoglikemia berat (glukosa darah <35 mg/dl) : terjadi gangguan pada sistem saraf pusat
sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemianya.
Gejalanya mencakup disorientasi, serangan kejang, sulit dibangtunkan , bahak kehilangan
keasadaran.

E. Tanda dan Gejala


- Berkeringat
- Kegelisahan
- Gemetaran
- Pingsan
- jantung berdebar-debar
- kadang rasa lapar
Hipoglikemia yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen.
Tanda dan gejala dari hipoglikemi terdiri dari 2 fase antara lain :
1. Fase pertama yaitu gejala-gejala yang timbul akibat aktivitas pusat autonom di hipotalamus
sehingga dilepaskannya hormon epinefrin. Gejalanya berupa palpitasi, keluar banyak keringat,
tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual ( glukosa turun 50 mg %).
2. Fase kedua yaitu gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terjadinya gangguan fungsi otak
gejalanya berupa pusing, pandangan kabur, ketajaman mental menurun, hilangnya keterampilan
motorik yang halus, penurunan kesadaran, kejang-kejang dan koma ( glokosa darah 20 mg % ).

Adapun gejala-gejala hipoglikemi yang tidak khas adalah sebagai berikut :


a. Perubahan tingkah laku
b. Serangan sinkop yang mendadak
c. Pusing pagi hari yang hilang dengan makan pagi
d. Keringat berlebihan pada waktu tidur malam
e. Bangun malam untuk makan
f. Hemiplegi/apasia sepintas
g. Angina pectoris tanpa kelainan arteri koronaria

F. Penatalaksanaa hipoglikemia
1. Glukosa oral
Sesudah didiagnosis hipoglikemia ditegakan dengan pemeriksaan glokosa darah kapiler, 10-
20 gram glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam bentuk tablet, jelly atau 150-200 ml
minuman yang mengandung glokosa seperti jus buah segar dan non diet cola. Sebaiknya coklat
manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat dapat mengabsorsi glokosa. Bila belum ada
jadwal makan dalam 1-2 jam perlu diberikan tambahan 10-20 gram karbohidrat komlpek. Bila
pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat, pemberian gawat,
pemberian madi atau jel glokosa lewat mukosa ronga hidung dapat dicoba.
2. Glukosa intramuskular
Glukosoa 1 mg intramuskuler dapat diberikan dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit.
Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang
pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia
dalam bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit.
Kecepatan kerja glukagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah
sadar pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 gram ( 4 sendok
makan ) dan dilanjutkan dengan pemberian 40 gram karbohidrat dalam bentuk tepung seperti
crakres dan biskuit untuk mempertahan kan pemulihan, mengigat 1 mg glukagon yang singkat (
awitannya 8 hingga 10 menit dengan kerja yang berlangsung selama 12 hingga 27 menit ).
Reaksi insulin dapat pulih dalam waktu 5-15 menit. Pada keadaan puasa yang panjang atau
hipoglikemi yang di induksi alkohol, pemberian glukagon mungkin tidak efektif. Efektifitas
glukagon tergantung dari simulasi glikogenolisis yang terjadi.
3. Glukosa intravena
Glukosa intravena harus diberikan dengan hati-hati. Pemberian glukosa dengan konsentrasi
40 % IV sebanyak 10-25 cc setiap 10-20 menit sampai pasien sadar disertai infus dekstrosa 10 %
6 kolf/jam.

G. Pemeriksaan penunjang
1. Gula darah puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa( sebelum diberi glukosa 75 gram oral ) dan
nilai normalnya antara 70-110 mg/dl.
2. Gula darah 2 jam post prandial diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal < 140
mg/dl/2 jam.
3. HBA1c pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar gula darah
yang sesungguhnya karena pasein tidak dapat mengontorl hasil test dalam waktu 2-3 bulan.
HBA1c menunjukan kadar Hemoglobin terglikolisasi yang pada orang normal antara 4-6%.
Semakin tinggi maka akan menunjukan bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko
terjadinya komplikasi.
4. Elektrolit, terjadi peningkatan kreatinin jika fungsi ginjalnya telah terganggu.
5. Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi.

H. Penangaanan kegawatdaruratan prehospital hipoglikemia


Gejala hipoglikemia akan menghilang dalam beberapa menit setelah penderita
mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa) maupun minum jus buah, air
gula atau segelas susu. Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia (terutama penderita
diabetes), hendaknya selalu membawa tablet glukosa karena efeknya cepat timbul dan
memberikan sejumlah gula yang konsisten. Baik penderita diabetes maupun bukan, sebaiknya
sesudah makan gula diikuti dengan makanan yang mengandung karbohidrat yang bertahan lama
(misalnya roti atau biskuit). Jika hipoglikemianya berat dan berlangsung lama serta tidak
mungkin untuk tidak memasukan gula melalui mulut penderita, maka diberikan glukosa
intravena untuk mencegah kerusakan otak yang serius. Seseorang yang memiliki resiko
mengalami episode hipoglikemia berat sebaiknya membawa glukagon. Glukagon adalah hormon
yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa
dari cadangan karbohidrat didalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya
mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. Bukan penderita diabetes yang sering
mengalami hipoglikemia dapat menghindari serangan hipoglikemia dengan sering makan dalam
porsi kecil.

I. Pengkajian Primer Hipoglikemia


1. Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bernafas dengan bebas,ataukah ada secret yang
menghalangi jalan nafas. Jika ada obstruksi, lakukan :
a. Chin lift/ Jaw thrust
b. Suction
c. Guedel Airway
d. Instubasi Trakea
2. Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
a. Beri oksigen
b. Posisikan semi Flower
3. Circulation
Menilai sirkulasi / peredaran darah:
a. Cek capillary refill
b. Auskultasi adanya suara nafas tambahan
c. Segera Berikan Bronkodilator, mukolitik.
d. Cek Frekuensi Pernafasan
e. Cek adanya tanda-tanda Sianosis, kegelisahan
f. Cek tekanan darah
Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil
4. Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respon terhadap nyeri
atau sama sekali tidak sadar. Kaji pula tingkat mobilisasi pasien. Posisikan pasien posisi semi
fowler, esktensikan kepala, untuk memaksimalkan ventilasi. Segera berikan Oksigen sesuai
dengan kebutuhan, atau instruksi dokter.

J. Pengkajian Sekunder Hipoglikemia


Data dasar yang perlu dikaji adalah :
1. Keluhan utama :
sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering hipoglikemi merupakan
diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain sebelumnya seperti asfiksia, kejang, sepsis.
2. Riwayat :
a. ANC
b. Perinatal
c. Post natal
d. Imunisasi
e. Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga
f. Pemakaian parenteral nutrition
g. Sepsis
h. Enteral feeding
i. Pemakaian Corticosteroid therapi
j. Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika
k. Kanker
3. Data fokus
Data Subyektif:
a. Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas
b. Keluarga mengeluh bayinya keluar banyak keringat dingin
c. Rasa lapar
d. Nyeri kepala
e. Sering menguap
f. Irritabel
Data obyektif:
a. Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku,
b. Hight—pitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas cepat irreguler, keringat
dingin, mata berputar-putar, menolak makan dan koma
c. Plasma glukosa < 50 gr/

DIABETIC EMERGENCIES
Diabetic Ketoasidosis HHNK Hypoglycemia
Penyebab : Penyebab : Penyebab :
Penghentian suntikan insulin Stress Psikologis Terlalu banyak administrasi
Stress psikologis yang memproduksi hyperglycemia insulin
menyebabkan pelepasan dan diuresis tidak Kelebihan insulin untuk diet
katekolamin, glucagon dikompensasikan intake
effects, dan menghambat termodulasi oleh insulin dan Overexertion, penurunan
produksi insulin glukagon glukosa darah
Tanda dan Gejala : Tanda dan Gejala : Tanda dan Gejala :
Polyuria, polidipsi, polifagia Polyuria, polidipsi, polifagia Lemah, denyut nadi cepat
Hangat, kulit kering, dan Hangat, kulit kering, dan Dingin, tangan basah
membrane mukosa membrane mukosa Kelemahan koordinasi
Muntah Orthostatic hipotensi Sakit kepala
Nyeri di bagian perut Takikardi Iritasi, gelisah
Takikardi Penurunan fungsi mental Penurunan fungsi mental
Kussmaul Respiration Coma
Bau napas keton
Panas
Penurunan fungsi mental
Penanganan : Penanganan : Penanganan :
Cairan dan insulin sesuai Cairan dan insulin sesuai Dextrose
yang diberikan yang diberikan
Cardiovascular System : Cardiovascular System : Cardiovascular System :
Nadi : cepat Nadi : cepat Nadi : normal
Tekanan Darah : rendah Tekanan Darah : normal ke Tekanan Darah : normal
rendah
Respiratory System : Respiratory System : Respiratory System :
Respiration rate : Normal, unlabored Respiration rate : normal
exaggerated air hunger Bau nafas : tidak ada atau dangkal
Bau nafas : acetone Bau nafas : tidak ada
Nervous System : Nervous System : Nervous System :
Sakit kepala : tidak ada Sakit kepala : tidak ada Sakit kepala : ada
Status mental : tidak sadar Status mental : lethargy Status mental : apatis
Tremor : tidak ada Tremor : tidak ada Tremor : ada
Kejang : tidak ada Kejang : ada kemungkinan Kejang : terdapat di akhir
stages
Gastrointestinal System : Gastrointestinal System : Gastrointestinal System :
Mulut : kering Mulut : kering Mulut : saliva berlebih
Haus : intens Haus : berlebihan Haus : tidak ada
Muntah : umum Muntah : umum Muntah : tidak umum
Sakit perut : sering Sakit perut : umum Sakit perut : tidak ada
Ocular System : Ocular System : Ocular System :
Vision : Dim Vision : normal Vision : Diplopia

KRISIS TIROID

A. Pengertian
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam nyawa dan ditandai oleh
demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna.
Krisis tiroid sering terjadi pada pasien dengan hipertiroid yang tidak diberikan terapi atau
mendapat terapi yang tidak adekuat, dan dipicu oleh adanya
infeksi, trauma, pembedahan tiroid atau diabetes melitus yang tidak terkontrol.
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh
demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna.
Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala akibat peningkatan kadar
hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya
menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis.
Krisis tiroid/thyrotoxic crisis/thyroid storm adalah kedaruratan medis yang disebabkan
oleh eksaserbasi akut dari gejala-gejala hipertiroid. Hal ini dapat berakibat fatal dan mematikan.
Namun jarang terjadi apabila deteksi dini dilaksanakan dan pengobatan diberikan secepatnya
(Hannafi,2011).
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam nyawa dan ditandai oleh
demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna.

B. Abnormal Fungsi Tiroid


Jika terjadi gangguan pada kelenjar hipofisis anterior maupun kelenjar tiroid dalam
fungsi sekresi hormon tiroid akan dapat mengakibatkan kondisi hipotiroidisme dan hipertiroid.
Hipotiroidisme yaitu sekresi hormone tiroid yang tidak adekuat selama perkembangan janin dan
neonates akan menghambat pertumbuhan fisik dan mental karena penekanan aktivitas metabolic
tubuh secara umum. Pada orang dewasa, hipotiroidisme memiliki gambaran klinik berupa letargi,
proses berpikir yang lambat dan perlambatan fungsi tubuh yang menyeluruh. Hipertiroidisme
merupakan sekresi hormone tiroid yang berlebihan dan dimanifestasikan melalui peningkatan
kecepatan metabolisme. Jika gangguan berupa hipotiroid tidak segera ditangani, maka akan
dapat mengakibatkan terjadinya koma miksedema yang menggambarkan hipotiroid yang paling
ekstrem dan berat, di mana pasien mengalami hipotermia dan tidak sadarkan diri.
Sedangkan jika hipertiroid tidak segera ditangani, maka akan dapat mengakibatkan krisis
tiroid berupa hipertiroid berat yang biasanya terjadi dengan awitan mendadak dan ditandai
dengan hiperpireksia, takikardia yang ekstrim serta perubahan status mental yang sering terlihat
sebagai delirium (Smeltzer, 2002).

C. Etiologi
Menurut Sherwood (2012) disfungsi tiroid berupa hipertiroid yang dapat menjadi krisis tiroid
dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Adanya long-acting thyroid stimulator (penyakit graves) yang ditandai dengan peningkatan
hormone T3 dan T4 dalam sirkulasi dengan penurunan hormone TSH
2. Sekunder karena sekresi berlebihan hipotalamus atau hipofisis anterior yang ditandai dengan
peningkatan hormone T3 dan T4 sebagai hasil dari peningkatan TRH pada hipotalamus dan TSH
pada hipofisis anterior
3. Tumor tiroid dengan hiperpireksia juga menyebabkan hipertiroid dengan peningkatan hormone
tiroid dan penurunan hormone TSH
4. Factor pencetusnya krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat berupa free- hormon
meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3paska transkripsi, meningkatnya kepekaan
sel sasaran dan sebagainya. Dan factor resikonya dapat berupa surgical crisis (persiapan operasi
yang kurang baik, belum eutiroid), medical crisis (stress apapun, fisik maupun psikologis, infeksi
dan sebagainya) (Sudoyo, dkk, 2007)

D. Manifestasi Klinis
Penderita umumnya menunjukkan semua gejala tirotoksikosis tetapi biasanya jauh lebih berat.
b. Demam > 370 C
c. Takikardi > 130 x/menit
d. Gangguan sistem gastrointestinal seperti diare berat
e. Gangguan sistem neurologik seperti keringat yang berlebihan sampai dehidrasi,gangguan
kesadaran sampai koma
f. Peningkatan frekuensi denyut jantung
g. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap katekolamin
h. Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
i. Peningkatan frekuensi buang air besar
j. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
k. Gangguan reproduksi
l. Cepat letih
m. Mata melotot (exoptalmus)

E. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosa bergantung kepada beberapa hormon berikut ini :Pemeriksaan darah yang
mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan memastikan diagnosis keadaan dan
lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid.
1. TSH(Tiroid Stimulating Hormone)
2. Bebas T4 (tiroksin)
3. Bebas T3 (triiodotironin)
4. Tiroid scan untuk melihat pembesaran kelenjar tiroid
5. Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum
6. Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan hiperglikemia

F. Komplikasi
Komplikasi Krisis tiroid yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik (thyroid
storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi,
selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis.
Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia,
agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106°F), dan, apabila tidak diobati, infak miokardium, gagal
jantung,hipotiroidisme, koma, kematian.
G. Penatalaksanaan
2. Konservatif
a. Obat Anti-Tiroid. Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis berlebih, pasien
mengalami gejala hipotiroidisme.Contoh obat adalah sebagai berikut :
Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeriksaan (mg/hari)
- Karbimatol 30 – 60 5 – 20
- Metimazol 30 – 60 5 – 20
- Propiltiourasil 300 – 600 50 – 200

b. Beta-adrenergic reseptor antagonist. Obat ini adalah untuk mengurangi gejala-gejala


hipotiroidisme. Contoh: Propanolol
3. Surgical
a. Radioaktif iodine.
Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang hiperaktif
Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif diberikan pada:
1. Pasien umur 35 tahun atau lebih
2. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid.
3. Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid
b. Tiroidektomi.
Tindakan Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid yang membesar

H. Konsep dasar keperawatan


1. Pengkajian
1) Integumen
a) Kulit kering, pecah-pecah, bersisik dan menebal
b) Pembengkakan, tangan, mata dan wajah
c) Tidak tahan dingin
d) Pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal
2) Muskuloskeletal
a) Volume otot bertambah, glossomegali
b) Kejang otot, kaku, paramitoni
c) Artralgia dan efusi sinovial
d) Osteoporosis
e) Pertumbuhan tulang terhambat pada usia muda
f) Umur tulang tertinggal disbanding usia kronologis
g) Kadar fosfatase alkali menurun
3) Neurologik
a) Letargi dan mental menjadi lambat
b) Aliran darah otak menurun
c) Kejang, koma, dementia, psikosis (gangguan memori, perhatian kurang,
penurunan reflek tendon)
d) Ataksia (serebelum terkena)
e) Gangguan saraf ( carfal tunnel)
f) Tuli perseptif, rasa kecap, penciuman terganggu
4) Kardiorespiratorik
a) Bradikardi, disritmia, hipotensi
b) Curah jantung menurun, gagal jantung
c) Efusi pericardial (sedikit, temponade sangat jarang)
d) Kardiomiopati di pembuluh. EKG menunjukkan gelombang T
mendatar/inverse
e) Penyakit jantung iskemic
f) Hipotensilasi
g) Efusi pleural
5) Gastrointestinal
a) Konstipasi, anoreksia, peningkatan BB, distensi abdomen
b) Obstruksi usus oleh efusi peritoneal
c) Aklorhidria, antibody sel parietal gaster, anemia pernisiosa
6) Perkemihan
a) Aliran darah ginjal berkurang, GFR menurun
b) Retensi air (volume plasma berkurang)
c) Hipokalsemia
7) Hematologi
a) Anemia normokrom normositik
b) Anemia mikrositik/makrositik
c) Gangguan koagulasi ringan
8) Sistem endokrin
a) Pada perempuan terjadi perubahan menstruasi seperti amenore / masa menstruasi yang
memanjang, menoragi dan galaktore dengan hiperprolaktemi
b) Gangguan fertilitas
c) Gangguan hormone pertumbuhan dan respon ACTH, hipofisis terhadap insulin akibat
hipoglikemi
d) Gangguan sintesis kortison, kliren kortison menurun
e) Insufisiensi kelenjar adrenal autoimun
f) Psikologis / emosi : apatis, agitasi, depresi, paranoid, menarik diri, perilaku maniak

Anda mungkin juga menyukai