Anda di halaman 1dari 53

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.


Masalah pencemaran lingkungan terkait erat dengan keinginan pemenuhan kebu-
tuhan dan kepuasan dari diri manusia. Manusia menganggap dirinya sebagai makhluk yang
sempurna dengan akal budi dari pemberian Sang Pencipta jika dibanding dengan makhluk
ciptaan lainnya. Dengan akal budi itu manusia mengembangkan dirinya sedemikian rupa

melalui ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memenuhi segala keinginan duniawinya.
Tanpa disadari secara perlahan-lahan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi diman-
faatkan secara keliru oleh sebagian manusia di dunia ini hanya dalam rangka untuk meme-
nuhi kepuasan-kepuasan hidupnya. Akhirnya dari kekeliruan pemanfaatan ilmu pengeta-
huan dan teknologi itu dihasilkanlah produk-produk yang dapat merusak lingkungan hidup.
Kerusakan lingkungan hidup tidak hanya disebabkan oleh eksploitasi sumber da-
ya alam secara besar-besaran, namun juga bisa disebabkan oleh faktor pencemaran lingku-
ngan yang dilakukan oleh manusia sebagai si pelaku pencemar. Mulai dari tingkat domes-
tik rumah tangga, alat-alat transportasi, kemudian di bidang pertanian dan industri, semua-
nya punya andil dalam proses pencemaran lingkungan. Dilihat dari sudut etika, maka pen-
cemaran merupakan sebuah hal yang penting untuk dibahas, karena pencemaran sering di-
lakukan tanpa kesadaran, padahal bahayanya terhadap lingkungan sangatlah besar. Untuk
saat ini saja pencemaran sudah dapat kita rasakan sebegitu parahnya, bisa jadi hal ini dise-
babkan karena kelalaian kecil di masa lampau yang sering kita abaikan, belum lagi jika
kita melihatnya untuk jangka waktu yang panjang tentu pencemaran lingkungan bisa men-
jadi lebih parah. Dampak dari pencemaran saat ini mungkin akan membawa konsekuensi
buruk untuk lingkungan hidup, baik itu untuk manusia maupun makhluk lainnya dalam
puluhan tahun kedepan, ratusan tahun atau bahkan ribuan tahun yang akan datang.
Bisa jadi sebuah produk dari hasil teknologi (ilmiah) saat ini, kita anggap tidaklah
berbahaya, namun setelah jangka waktu yang panjang melalui sebuah penelitian yang terus
menerus barulah kita sadari dan kita rasakan efek bahaya yang ditimbulkan. Di sisi lain, se-
cara alamiah sebuah lingkungan biasanya memiliki kemampuan sendiri untuk mengurai ba-
han-bahan berbahaya (polutan) selama masih berada di bawah ambang batas daya dukung

1
lingkungannya. Namun jika polutan-polutan tersebut masih terus dibuang ke lingkungan

dengan kadar yang sama atau ditambahkan dan dalam jangka waktu yang lama kegiatan itu
masi berlanjut, tentu saja daya dukung lingkungan tersebut akan rusak juga atau menurun.
Namun ada juga hal lain yang perlu dicermati, yaitu adanya pencemaran yang si-
fatnya mungkin tidak kelihatan, terasa atau berbau, tetapi bahan polutan itu akan kita rasa-
kan pencemarannya ketika bahan tersebut berinteraksi dengan bahan kimia lainnya, dan ki-
ta baru rasakan dampaknya setelah jangka waktu yang lama. Selain setelah jangka waktu
yang lama baru dirasakan kerusakanya, pencemaran lingkungan dampaknya juga akan me-
luas ke lingkungan lainnya dengan bantuan air yang mengalir serta hembusan angin. Jadi,

proses pencemaran tidak hanya terjadi pada lingkungan setempat (lokal) saja, namun sifat-
nya yang dapat meluas/menyebar itu yang perlu kita waspadai juga.
Dengan sifat pencemaran yang baru bisa dirasakan untuk waktu yang akan datang
serta sifat meluasnya di lingkungan yang tak terbatas itu, maka pencemaran dapat dikata-
kan sebagai perusak lingkungan yang berbahaya. Ini membuktikan bahwa masalah pence-
maran merupakan masalah yang luas dan rumit, termasuk di dalamnya terjadi perlubangan
pada lapisan ozon dan masalah tentang pemanasan global.
1.2. Rumusan Masalah.
Masalah yang sering kita hadapi di lapangan adalah adanya ketidakpedulian ter-
hadap usaha-usaha pelestarian lingkungan hidup. Baik dari mereka yang sekarang sebagai
pemangku jabatan di Pemerintahan, masyarakat di bawahnya hingga para pengusaha/ pe-
bisnis. Minimnya kesadaran akan pelestarian lingkungan hidup dapat kita lihat dari regula-
si undang-undang yang dihasilkan oleh Pemerintah dan lembaga terkait, kini ada sebagian
persyaratan pada UU tentang AMDAL yang dipangkas, nampaknya ini dilakukan untuk ke-
pentingan sebagian atau segelintir orang saja. Belum lagi UU yang lain yang terkait tentang
pelestarian lingkungan hidup, untuk itu para pengamat dan para peduli lingkungan perlu
terus mengawasi UU yang akan dihasilkan.
Jika kebijakan Pemerintah yang tertuang di dalam UU masih bisa direduksi terus,
maka pebisnis nakal akan semakin leluasa merusak lingkungan dengan cara mengeksploi-
tasi sumber daya alam sebesar-besarnya tanpa memperdulikan pelestariannya. Sebagian

para pebisnis itu rupanya lebih memilih memenuhi kepuasan-kepuasan duniawinya ketim-

2
bang memilih memikirkan kepentingan banyak orang. Mereka juga lebih memilih mem-
produksi produk-produk yang tidak ramah lingkungan dengan alasan masih laku di pasaran
dan dari segi ekonomi hal itu masih sangat menguntungkan mereka.
Sementara itu dari kalangan masyarakat sendiri, kesadaran akan pelestarian ling-
kungannya masih terlihat kurang. Hal ini nampak dari sebagian besar masyarakat yang pe-
rilakunya mencerminkan belum adanya kesadaran diri untuk menjaga lingkungan hidup.
Contohnya, masih ada sebagian besar masyarakat yang membuang sampah sembarangan,
lalu masih adanya masyarakat yang mau membeli dan memakai produk-produk yang tidak
ramah lingkungan, ketika hal ini ditanyai alasan masyarakat itu karena harga produknya le-
bih murah ketimbang produk-produk lain yang ramah lingkungan. Ini rupanya akan menja-
di tugas kita bersama-sama untuk terus memberi bimbingan dan penyuluhan di tengah-te-
ngah masyarakat tentang bahaya yang akan timbul dari akibat pencemaran lingkungan.
1.3. Tujuan Penulisan.
Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah agar kita paham betul hal apa
saja yang bisa memicu terjadinya pencemaran lingkungan, mulai dari jenis zat pencemar-
nya, lalu siapa sajakah yang akan terdampak dari pencemaran tersebut, kemudian lamanya
frekuensi terjadinya pencemaran, kapan atau bilamana terjadinya pencemaran, dimana lo-
kasi terjadinya. Tentu hal ini terkait juga dengan perilaku/ kebiasaan kita sehari-hari, lalu
tentang pemilihan produk-produk yang ramah lingkungan, dan bagaimana melakukan
tindakan preventif/pencegahan agar bahaya pencemaran itu dapat dicegah atau paling tidak
bisa diminimalisasi.
Selain itu, yang perlu kita perhitungkan adalah dampak kerusakan lingkungan
yang terjadi bila dilihat dari besarnya dana yang harus dikeluarkan untuk menanggulangi-
nya (kerugian) dibanding dana yang dipakai untuk pencegahannya.
1.4. Manfaat Penulisan.
Manfaat dari penyusunan makalah ini ialah :
1. Bagi lembaga studi yang dimaksud.
Semoga penulisan ini dapat menjadi referensi atau pun materi ajar untuk perguru-
an tinggi / lembaga pendidikan yang dimaksud, sehingga siapa saja yang membutuhkan-
nya dapat mempergunakan sebagaimana mestinya.
2. Bagi mahasiswa.
Semoga penulisan makalah ini bisa menambah wawasan baru bagi si mahasiswa|
penulis itu sendiri, serta untuk siapa saja yang membacanya. Kemudian penyusunan ma-

3
kalah ini juga sebagai prasyarat untuk menempuh mata kuliah Etika Lingkungan di lem-
baga pendidikan yang dimaksud.

BAB.II. PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pencemaran.


Kata pencemaran berasal dari kata cemar, yang secara harafiah berarti kotor a-
tau ternoda. Kata itu mengandung dua arti. Yang pertama berkaitan dengan keadaan ling-
kungan fisik, misalnya air kotor disebut air yang tercemar. Yang kedua berkaitan dengan
aspek moral, misalnya untuk menyebut suatu perbuatan perkosaan, perbuatan tersebut dise-
but perbuatan tercemar atau ternoda. Walaupun tulisan ini berbicara tentang masalah moral
atau etika, namun di dalam tulisan ini yang dimaksud pencemaran adalah yang pertama,
yaitu pencemaran lingkungan fisik. Pencemaran berarti proses mengotori lingkungan, mi-
salnya udara atau suatu proses perusakan lingkungan dengan cara pengotoran. Dalam baha-
sa Inggris kata yang diterjemahkan dengan pencemaran adalah pollution, kata benda yang

akarnya adalah pollute dan kata kerja to pollute atau polluting yang diartikan : to contami-
nate with man-made waste. Jelas dari pengertian itu bahwa pencemaran terkait dengan ke-
giatan manusia terhadap lingkungannya, yaitu mengotori lingkungan. Namun, peristiwa

pencemaran dapat juga terjadi karena proses alam, misalnya gunung berapi yang meletus,
banjir atau longsong. Peristiwa alam tersebut dapat juga mencemari lingkungan sekitar dae-
rah bencana.
Tulisan ini akan mengulas secara khusus pencemaran lingkungan oleh kegiatan
manusia. Pencemaran yang terjadi dewasa ini adalah pencemaran yang dikarenakan oleh

kegiatan manusia, bahkan di dalam peristiwa alam pun terdapat campur tangan manusia

baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Sebagai contoh, bencana banjir adalah
sesuatu yang tampaknya bersifat alamiah, namun di dalamnya ada juga peran manusia.

4
Banjir umumnya terjadi akibat pembabatan hutan. Air yang meluap di kota besar terjadi ka-
rena saluran air tersumbat oleh sampah yang dibuang manusia. Akibatnya, air menggena-
ngi rumah penduduk. Curah hujan pun telah dipengaruhi oleh aktivitas manusia, misalnya
yang disinyalir dalam bentuk pemanasan suhu udara yang menyebabkan perubahan cuaca

menjadi tidak menentu. Banjir yang menggenangi wilayah atau daerah tertentu di atas nor-
mal, biasanya berkaitan dengan volume curah hujan sebagai akibat perubahan suhu udara
di daerah tersebut yang dipengaruhi oleh pencemaran udara dari asap pabrik industri atau

kendaraan bermotor (alat transportasi). Dengan contoh-contah di atas, menjadi jelas bahwa
adanya hubungan antara pencemaran dari peristiwa alamiah dengan kegiatan aktivitas ma-
nusia.
Pencemaran lingkungan biasanya dianggap sebagai produk sampingan dari kegi-
atan manusia dalam pembangunan, khususnya pembangunan industri, pertanian, transporta-
si dan kegiatan tiap-tiap orang sehari-hari. Kegiatan-kegiatan itu menghasilkan produk

samping yang disebut limbah. Limbah mengandung bahan pencemar yang bersifat racun

dan bahaya. Limbah ini dikenal dengan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Bahan
ini dirumuskan sebagai bahan dalam jumlah relatif sedikit, tetapi mempunyai potensi men-
cemarkan/merusakan lingkungan kehidupan dan sumber daya. Bahan berbahaya dan bera-
cun banyak dipakai sehari-hari baik untuk keperluan rumah tangga, misalnya berbagai obat
pembasmi serangga, maupun untuk keperluan industri dan keperluan pertanian.
Limbah industri, baik berupa limbah gas, limbah cair atau pun limbah padat, me-
rupakan bahan-bahan pencemar utama terhadap lingkungan hidup. Selain industri, kenda-
raan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil merupakan pula sumber limbah gas

yang sangat potensial mencemari udara. Sedangkan bahan-bahan yang banyak mencemari

air, selain limbah industri juga limbah pertanian dari bahan kimia berupa pupuk, insektisi-
da, fungisida dan herbisida (ketiganya dari kelompok pestisida). Dari aktivitas sehari-hari
tiap orang maupun di rumah tangga (domestik) berperan pula di dalam mencemari lingku-
ngan melalui buangan limbah padat berupa sampah dan limbah cair berupa air bekas cucian
deterjen, zat pewarna dan sebagainya. Pada intinya, aktivitas manusia modern dengan alat

5
teknologi di bidang produksi, konsumsi dan transportasi, menghasilkan produk sampingan

berupa limbah yang terbuang ke dalam alam dan mencemari alam sehingga mengganggu e-
kosistem dan ekosfera.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlin-
dungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Bab I, pasal 1, ayat 14, pencemaran dide-
finisikan sebagai :
Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/ atau komponen
lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui
baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Dalam definisi tersebut nampak jelas dikatakan bahwa pencemaran disebabkan oleh kegia-
tan atau ulah manusia. Itulah sebabnya pemahaman tentang pencemaran lingkungan dikait-
kan dengan berbagai kegiatan manusia, seperti nyata dari definisi berikut :
Polusi dapat dirumuskan sebagai akibat tindakan-tindakan manusia yang
membahayakan dan fatal, langsung maupun tidak langsung, karena mem-
buang unsur-unsur alamiah dan/ atau sintetis dalam ekosistem, yang tidak
seharusnya dibuang atau karena yang dibuang jumlahnya melampaui ke-
mampuan ekosistem berasimilasi secara normal.

Dari definisi di atas hal yang paling penting ditekankan dari pengertian pencemaran adalah
terjadinya perubahan lingkungan akibat masuknya benda asing yang tidak dapat diuraikan
secara alamiah, dan ternyata saat ini benda asing berupa limbah padat maupun limbah cair
umumnya bersumber dari kegiatan manusia. Selain berdampak pada perubahan lingkungan
hal penting dari pengertian pencemaran adalah dampaknya terhadap kesehatan manusia,
serta punahnya makhluk hidup dari sebagian spesies tertentu dari akibat masuknya benda-
benda asing (limbah) tersebut. Sehingga, pencemaran mengandung makna terganggunya e-
kosistem. Hal ini lebih diperjelas dari definisi tentang pencemaran berikut :
Polusi adalah perubahan langsung atau tidak langsung dari materi fisik, termal,
biologis atau radioaktif dari bagian lingkungan apa pun yang menyebabkan ba-
haya atau berpotensi berbahaya bagi kesehatan, keselamatan atau kenyamanan
setiap spesies kehidupan.

Dalam kenyataannya, ada perbedaan tingkat ketahanan (resistensi) masing-masing spesies


terhadap bahan pencemar yang terbuang ke dalam lingkungan tertentu. Misalnya, bahan
kimia tertentu yang terbuang ke dalam lingkungan air dapat menjadi bahan makanan bagi
ganggang air (algae). Namun, ganggang air tersebut tidak mati atau pun punah, lalu gang-
gang air itu dimakan oleh ikan dan ikan dimakan oleh manusia. Pada rantai makanan terse-
but ada dua hal yang dapat kita amati. Pertama, secara positif ganggang air membersihkan

6
lingkungan air dari kontaminasi limbah bahan kimia beracun. Kedua, akan tetapi melalui
rantai makanan tersebut, racun bahan kimia yang terkandung di dalam ganggang akhirnya
sampai juga pada manusia yang tentunya membahayakan kesehatan manusia itu sendiri.
Lingkungan mempunyai kemampuan untuk memulihkan keadaannya sendiri seca-
ra alamiah. Kemampuan untuk memulihkan keadaannya sendiri ini merupakan suatu prin-
sip bahwa sesungguhnya lingkungan itu mampu menjaga keseimbangan sepanjang gang-
guan dari luar tidak memberatkannya. Kemampuan lingkungan untuk memulihkan diri ka-
rena interaksi pengaruh luar, disebut daya dukung lingkungan. Daya dukung lingkungan
antara tempat yang satu dengan tempat yang lainnya berbeda. Komponen lingkungan dan

faktor yang mempengaruhinya turut menetapkan kualitas daya dukung lingkungan. Bahan

pencemar yang masuk ke dalam lingkungan akan bereaksi dengan satu atau lebih kompo-
nen lingkungan. Perubahan kualitas lingkungan terjadi bila adanya perubahan komponen
secara fisika, kimiawi dan biologis akibat adanya bahan pencemar yang terakumulasi serta
lingkungan yang tidak sanggup lagi menetralisirnya.
Dampak dari perubahan lingkungan tidaklah sama terhadap makhluk hidup yang
hidup di dalamnya. Contohnya, buangan air limbah mungkin menyebabkan peternakan i-
kan mas ikut mengalami gangguan, tetapi tidak untuk ikan lele, ikan gabus, atau ikan sapu-
sapu. Berarti daya dukung lingkungan untuk ikan mas berbeda dengan daya dukung ling-
kungan untuk ikan lele. Itulah sebabnya parameter pencemar dan jenis makhluk hidup sa-
ngat penting untuk menentukan daya dukung suatu lingkungan. Tentu saja parameter itu
harus disesuaikan dengan makhluk yang paling rentan terhadap bahan pencemar, termasuk
di dalamnya manusia.
Sesungguhnya pencemaran harus dipahami dalam arti yang lebih luas, yaitu apa-
bila bahan pencemar itu berbahaya dan merusak organisme dalam alam ini, sekalipun tidak
berbahaya bagi kehidupan manusia. Definisi pencemaran dari Sethi dan Singh menjelaskan
pengertian pencemaran yang lebih luas dan adil, yaitu :
Polusi adalah akibat benda-benda asing pada lingkungan alamiah yang ber-
bahaya bagi organisme, termasuk manusia.

Pencemaran fisiologis mencakup tiga bidang luas dari planet bumi (biosfer), yaitu:
Pertama, atmosfer yang meliputi udara dan cuaca. Kedua, hidrosfer yang meliputi sungai,

danau dan lautan. Ketiga, litosfer yaitu tanah. Ketiga bagian utama dari sistema kehidupan

7
tersebut saling mendukung, saling mempengaruhi, dan saling jalin secara erat dalam men-
dukung kehidupan di planet bumi ini. Akan tetapi pencemaran justru membentur ketiga bi-
dang utama tersebut. Itulah sebabnya, mengapa pencemaransering pula dipahami dalam ba-
tas pengotoran udara, air dan tanah. Hal tersebut nampak nyata dari definisi tentang pence-
maran berikut :
Polusi lingkungan adalah pencemaran udara, air dan tanah oleh industri, per-
tanian dan samapah umat manusia.

Dampak khusus dari pencemaran lingkungan terhadap kehidupan manusia menjadi lebih

rumit dari bukan sekedar kerusakan fisik belaka. Menurut Toffler dampak luas dari kema-
juan teknologi bagi kehidupan manusia, yakni terbentuknya pencemaran kejiwaan (psycho-
logical pollution).
Polusi batiniah dipicu oleh muntahan industri yang mengisi langit dan laut.
Pestisida dan herbisida menyusup masuk ke makanan kita. Kita dibelit
rongsokan mobil, kaleng aluminium bekas, botol-botol kaca dan plastik
sintetik yang membentuk sarung tangan dapur raksasa di tengah-tengah ki-
ta, yang semakin merusak kenyamanan kita.

Pencemaran lingkungan memang merupakan produk sampingan dari kemajuan teknologi

khususnya dalam bidang industri dan pertanian. Bahwa pencemaran lingkungan fisik itu

mempunyai hubungan dengan pencemaran psikologis/kejiwaan terhadap kehidupan manu-


sia adalah hal yang tidak dapat dipungkiri. Itulah sebabnya muncul istilah pencemaran sua-
ra, pencemaran psikologis, pencemaran sosial dan pencemaran budaya. Istilah-istilah itu

menunjukkan betapa luasnya dampak sampingan dari kemajuan teknologi, khususnya dam-
pak dari pencemaran lingkungan.
Pencemaran terhadap semua jenis lingkungan fisik berkaitan satu dengan yang

lain. Udara, air dan tanah adalah bidang-bidang yang saling berkaitan dan saling mempe-
ngaruhi secara konstan dan berkesinambungan dalam mendukung dan melanjutkan kehidu-
pan di planet bumi ini, karena itu ketiganya tidak bisa dipisahkan.
2.2. Krisis Atmosfer.
Udara adalah salah satu komponen abiotis yang lebih dikenal dengan istilah at-
mosfer. Atmosfer dapat dibedakan atas beberapa lapisan yang terbentuk, karena adanya in-

8
teraksi antara sinar matahari, gaya tarik bumi, rotasi bumi dan permukaan bumi. Lapisan-
lapisan atmosfer yang dikenali karena lapisan suhunya, yaitu troposfer, stratosfer, mesosfer
dan termosfer. Masing-masing lapisan atmosfer mempunyai sifat yang khusus. Misalnya,
di antara troposfer dan stratosfer terdapat peranan yang berbeda dari karbon dioksida (CO2)
sebagai penahan sinar matahari. Di lapisan troposfer peranan CO2 tidak dominan menahan
panas. Sebaliknya di lapisan stratosfer CO2 sangat berfungsi sebagai penahan panas. Kare-
na itu, pemanasan udara akan menyebabkan fungsi CO2 berkurang di stratosfer. Akibatnya
akan terjadi radiasi dari panas matahari ke bumi.
Udara merupakan suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelili-
ngi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsen-
trasinya paling bervariasi adalah air dalam bentuk uap H2O dan CO2. Udara di alam tidak

pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali. Beberapa zat kimia berupa gas seperti
sulfur dioksida (SO2), hidrogen sulfida (H2S), dan karbon monoksida (CO) selalu dibebas-
kan ke udara sebagai produk sampingan dari proses-proses alami seperti aktivitas vulkanik,
pembusukan sampah tanaman (komposisasi), kebakaran hutan dan sebagainya. Selain itu

partikel-partikel padatan atau cairan berukuran kecil dapat tersebar di udara oleh hembusan
angin, letusan vulkanik atau gangguan alam yang lainnya. Polutan tersebut dikenal sebagai
polutan alami. Selain polutan alami, ada juga polutan lain yang timbul akibat aktivitas ma-
nusia. Bahkan pencemaran udara lebih banyak yang terjadi dan berkaitan erat dengan ke-
giatan manusia, khususnya dalam kegiatan pembakaran limbah (sampah) dan pembakaran

bahan bakar fosil. Kehadiran polutan-polutan di dalam udara umumnya berasal dari aktivi-
tas manusia tersebut, jarang terjadi secara alamiah. Hal ini disebabkan dari kemajuan tek-
nologi yang diciptakan manusia dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan hidup-
nya.
Polutan udara umumnya dibedakan atas dua bagian, yaitu emisi primer yang tim-
bul dari sumber-sumber yang dapat diketahui dan produk yang terbentuk di udara oleh inte-
raksi dari dua kontaminan primer atau lebih, dengan bagian-bagian atmosfer biasa, melalui
atau tanpa melalui aktivitas fotokimiawi. Emisi primer adalah polutan yang mencakup 90%
dari jumlah polutan udara seluruhnya, yang dapat digolongkan menjadi lima kelompok, ya-
itu karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), hidro karbon (HC), sulfur dioksida
(SO2) dan partikel. Ketika polutan (emisi) primer ini bereaksi dengan yang lainnya atau de-

9
ngan bagian-bagian atmosfer biasa atau dengan kotoran partikel maka terciptalah polutan
sekunder yang menghadirkan oksida karbon seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4),
nitrous oksida (N2O), karbon ozon (CO3) dan lain sebagainya.
Zat pencemar udara yang menyebabkan polutan udara, terdiri atas beberapa jenis
dan dapat digolongkan atas tiga bagian, yaitu zat pencemar kimiawi, zat pencemar fisis dan
zat pencemar biologis. Zat pencemar kimiawi adalah zat pencemar yang paling banyak me-
nyumbang polutan di udara yang terkait dengan aktivitas manusia. Sumber-sumber polutan
udara dari zat kimia,banyak yang berasal dari penggunaan/pemanfaatan energi. Polutan-po-
lutan utama yang keluar dari penggunaan energi adalah semua kelompok polutan primer
maupun polutan sekunder. Sumber polusi utama menurut Barbara Ward dan Rene Dubos a-
dalah pembakaran batu bara, sedangkan pencemar udara kedua adalah alat transportasi. Se-
dangkan menurut Srikandi Fardiaz, sumber polusi utama berasal dari kendaraan bermotor,

di mana hampir 60% yang dihasilkan adalah karbon monoksida dan sekitar 15% nya adalah
hidro karbon.
Menurut Sterling Brubaker, faktor waktu, konsentrasi, lokasi dan jenis gas sangat

menentukan kualitas pencemaran udara. Harus pula disadari adanya faktor interaksi dan
reaksi-reaksi fisik serta kimiawi yang terjadi di atmosfer. Banyak sumber pembuangan gas
yang jenis, jumlah dan waktunya sangat bervariasi. Namun, dari data penelitian sejak dahu-
lu hingga sekarang jenis polutan yang paling banyak mencemari udara adalah karbon mo-
noksida (CO) yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar fosil, seperti minyak bumi dan
batu bara, baik oleh alat transportasi maupun pabrik industri.
Polutan udara dibedakan atas dua jenis, yaitu polutan berupa partikel dan polutan
limbah gas. Partikel adalah benda padat dan cair dalam bentuk butiran halus yang mela-
yang di udara berupa debu, asap, fume, kabut, uap air dan unsur-unsur logam berat lainya.
Sifat fisik partikel ini ialah memiliki ukuran yang mikroskopis dan tidak memiliki kecepa-
tan jatuh sehingga memungkinkannya memiliki stabilitas yang cukup sebagai suspensi da-
lam media udara. Partikel-partikel ini dapat berubah menjadi gas sebagai akibat adanya pe-
rubahan temperatur atau tekanan tertentu. Partikel-partikel itu akan menempel dimana saja
pada lingkungan kita dan sangat berbahaya jika terhisap oleh paru-paru. Sama seperti polu-
tan limbah gas, polutan partikel bersumber baik dari proses alam maupun dari kegiatan ma-
nusia. Partikel hadir dalam atmosfer bersama limbah gas yang dilepaskan dari kegiatan in-
dustri. Polutan partikel membawa dampak buruk baik bagi lingkungan fisik, yaitu hewan

10
dan tumbuhan, juga bagi kesehatan manusia. Partikel pada akhirnya akan jatuh ke bumi dan
hinggap pada tanaman atau masuk ke dalam air. Partikel yang mengandung racun (toksik)
dan tidak dapat larut di dalam air, dengan sendirinya akan merusak daun tanaman atau he-
wan yang memakan daun tanaman yang telah tercemar itu akan terkena imbasnya. Partikel
tidak kalah berbahayanya jika dibanding dengan limbah gas, karena partikel juga mengan-
dung komponen kimia dan toksik, yang tentunya akan membahayakan kehidupan tumbu-
han, hewan dan juga manusia. Selain itu partikel juga mampu mempengaruhi radiasi sinar
matahari dan iklim/cuaca. Partikel dapat mempengaruhi jumlah dan jenis radiasi sinar ma-
tahari yang mencapai bumi sehingga mengganggu keseimbangan panas pada atmosfer. Se-
mentara itu partikel pada atmosfer dapat pula mempengaruhi pembentukan awan, hujan
dan salju dengan cara berfungsi sebagai inti, dimana air dapat mengalami kondensasi.

Tabel 1. Pengaruh polutan partikel terhadap kesehatan manusia.


Elemen Pengaruhnya terhadap kesehatan
Nikel (Ni) Kanker paru-paru
Berilium (Be) Keracunan akut dan kronis, kanker
Selenium (Se) Karang gigi
Merkuri (Hg) Kerusakan syaraf dan kematian
Kadmium (Cd) Penyakit jantung dan hipertensi
Timbal (Pb) Kerusakan otak, perubahan perilaku dan kematian
Sumber: diolah dari berbagai sumber.

Limbah gas adalah zat pencemar berupa gas yang tidak dapat dilihat, tetapi dapat
dirasakan melalui penciuman atau akibatnya terhadap obyek yang dapat dirusak/dicemari-
nya. Limbah gas ada bermacam-macam dan sumbernya juga aneka ragam. Sumber utama
gas-gas pencemar adalah produk sampingan dari aktivitas manusia, baik dari bidang indus-
tri atau pun dari alat transportasi, yang kedua-keduanya sebagian besar masih memakai ba-
han bakar fosil. Emisi primer dan emisi sekunder yang dominan mencemari lingkungan, se-
perti karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), oksida nitrogen (NOx), sulfur diok-
sida (SO2) dan senyawa-senyawa lainnya, bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil.
Zat-zat pencemar/polutan yang dikeluarkan dari bidang industri umumnya berkaitan de-
ngan proses produksi dan sisa pembakaran (pembentukan energi). Limbah gas tersebut tim-
bul karena adanya reaksi kimia dan fisika dari bahan-bahan yang digunakan, baik sebagai
bahan baku maupun sebagai bahan penunjang, khususnya pada pembakaran bahan bakar
(pembentukan energi). Pembakaran merupakan reaksi kimia yang berjalan cepat dan mem-

11
bebaskan energi, yaitu energi cahaya dan energi panas dalam bentuk gas. Sebagian besar
dari gas yang dilepaskan ke udara bersifat toksik yang berbahaya untuk tumbuhan, hewan,

dan juga manusia. Contohnya senyawa oksida nitrogen (NOx, NO dan NO2) yang banyak
dihasilkan oleh pabrik pulp (kertas), pabrik semen dan lain sebagaimya, akan menghambat
pertumbuhan tanaman di sekitarnya karena merusak daun tanaman.
Polutan gas lainnya yang merusak tanaman adalah sulfur dioksida (SO2) dan yang
diyakini menyebabkan hujan asam. Gas ini bahkan mampu merusak logam, plastik, kertas,
nilon dan bahan keras lainnya. Umumnya gas ini bersumber dari pabrik belerang, pengeco-
ran biji logam, pabrik asam sulfat, pabrik semen dan peleburan bermacam-macam logam
berat. Limbah gas yang berasal dari buangan pembakaran bahan bakar pada kendaraan ber-
motor/transportasi juga sangat berbahaya, baik untuk lingkungan sekitar maupun untuk ke-
sehatan manusia, baik pula melalui rantai makanan (secara tidak langsung) maupun secara

langsung.
Limbah gas selain dapat menimbulkan penyakit pernafasan (bronkitis, paru-paru,
atau ISPA), juga mampu menimbulkan penyakit kulit, yaitu kanker kulit. Tapi yang lebih
kita waspadai disini adalah dampaknya yang ditimbulkan bila terjadi pencemaran udara,
karena mengingat sifat fisik yang ringan dari gas yang mudah berpindah tempat karena
tertiup angin. Selain dapat menimbulkan penyakit, limbah gas juga mampu mempengaruhi
suplai oksigen di atmosfer serta yang berkaitan dengan perubahan iklim, yaitu terjadinya
pemanasan global, hujan asam dan menipisnya lapisan ozon (O3).
2.3. Krisis Atmosfer Global.
2.3.1. Pemanasan Global.
Salah satu dampak dari menumpuknya gas pencemar dalam atmosfer adalah ter-
bentuknya Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer. GRK ini adalah gas yang menyerap ge-
lombang panas. Bumi yang terkena sinar matahari menjadi panas dan panas itu dipancarkan
kembali oleh bumi ke udara/atmosfer. Lalu gelombang panas itu diserap oleh GRK sehing-
ga tidak dapat lepas kembali ke angkasa. Akibatnya suhu lapisan di bawah atmosfer naik. I-
nilah yang disebut Efek Rumah Kaca (ERK). Jika kadar GRK naik, maka naik pula intensi-
tas ERKnya. Kenaikan ERK itu disebut pemanasan global. GRK yang penting ialah CO2,
CFC, Ozon(O3), Metana (CH4) dan Nitrosus Oksida (N2O). Sumbangannya masing-masing
untuk pemanasan global dan perubahan iklim ialah CO2 55%, CFC 17%, Ozon 7%, Metana

12
15%, dan N2O 6%. Sedangkan menurut Francesca Lyman, sumbangan masing-masing gas

ERK untuk pemanasan global adalah CO2 49%, CH4 18%, N2O 6%, CFC 15%, dan O3
12%. Kenaikan konsentrasi gas-gas ini yang tajam sekali, karena kegiatan manusia menye-
babkan tambahan ERK. Menurut Pronk, setengah dari semua emisi (50%) disebabkan oleh
pemakaian bahan bakar fosil. Sumber penting dalam kategori ini ialah sektor transportasi

dengan andil emisi melebihi 15%. Kategori kedua dari emisi adalah pemakaian tanah dan

bersamaan dengan itu kehilangan netto dari biomassa, misalnya karena penggundulan hu-
tan. Di samping itu, metana (CH4) yang dilepaskan selama penanaman padi basah dan usa-
ha peternakan yang intensif, sedangkan emisi Nitrosus Oksida (N2O) dihasilkan dari pema-
kaian pupuk. Kategori ini menyumbangkan kira-kira 35% untuk ERK. Kategori ketiga ada-
lah penggunaan CFC23. Untuk melihat lebih jelas sumbangan kegiatan manusia terhadap

pemanasan global, maka ada baiknya melihat tabel berikut.

Tabel 2. Sumbangan kegiatan manusia pada pemanasan global tahun 1980-an


Jenis Kegiatan Kadar (%)
Produksi energi dan konsumsi 57
Konsumsi CFC 17
Pertanian 14
Penebangan hutan dan perubahan tataguna lahan 9
Industri 3
Total 100
Sumber : Soemarwoto, Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global, hlm 156

Oleh karena CO2 yang terbesar, maka kenaikan kadar CO2 yang terus-menerus akan me-
nyebabkan makin banyaknya sinar infra-merah yang diserap oleh CO2, sehingga intensitas
ERK akan terus naik. Hal ini akan terus menaikkan suhu bumi dan atmosfer atau mening-
katnya pemanasan global. Suhu di atmosfer, khususnya troposfer yang dekat ke bumi, di-
perkirakan akan naik kira-kira 1,5 derajat celcius dalam seratus (100) tahun mendatang.
Kenaikan temperatur ini akan disertai dengan perubahan pada curah hujan, cuaca dan ban-
jir di daerah pesisir karena naiknya permukaan air laut, berbagai pulau kecil dan juga
berbagai daerah pantai dan pesisir akan tergenang. Sebenarnya CO2 umumnya tidak dika-
tegorikan sebagai polutan udara. Secara kontinu CO2 mengalami sirkulasi ke dalam dan ke

13
luar atmosfer di dalam siklus yang menyangkut aktivitas tanaman dan hewan. Dalam siklus
karbon, tanaman melalui fotosintesis memakai energi sinar matahari untuk mereaksikan
CO2 dari udara dengan air untuk memproduksi karbohidrat dan oksigen. Karbohidrat yang
terbentuk disimpan dalam tanaman dan oksigen akan dilepaskan ke atmosfer. Jika tanaman
teroksidasi melalui dekomposisi alami, dibakar manusia atau pun dikonsumsi oleh hewan,

oksigen diabsorbsi dari udara dan CO2 akan dilepaskan kembali ke atmosfer. Proses ini me-
rupakan siklus karbon alami yang menghasilkan CO2 di atmosfer secara konstan, siklus ini

akan berjalan secara normal bila tidak diganggu oleh aktivitas manusia. Aktivitas manusia
yang dapat mengganggu siklus karbon antara lain penebangan hutan, pembakaran bahan

bakar fosil (minyak bumi dan batu bara), pengubahan batuan kapur dalam proses pembua-
tan semen. Penebangan hutan atau penggundulan tanaman dapat menurunkan kemampuan
alam untuk menghilangkan CO2 dari atmosfer, sedangkan pembakaran minyak bumi dan
produksi semen dari batuan kapur meningkatkan jumlah kadar CO2 di udara. Pengaruh to-
tal dari aktivitas tersebut adalah terjadinya kenaikan CO2 di udara (atmosfer) dan yang pa-
ling banyak menyumbang kenaikan kadar CO2 adalah pembakaran minyak bumi.
Dampak dari pemanasan global yang dapat dirasakan adalah terjadinya perubahan
iklim dan kenaikan permukaan air laut. Perubahan iklim itu mampu meningkatkan laju pe-
nguapan air, sehingga berpengaruh terhadap curah hujan dan distribusinya. Hal ini akan

menyebabkan bahaya banjir dan erosi di daerah tertentu, sebaliknya musim kering berke-
panjangan di daerah lainnya. Gejala-gejala itu akhirnya mulai tampak nyata kebenarannya

di saat-saat kini.
Selain adanya perubahan iklim, pemenasan global juga dapat memicu terjadinya

kenaikan permukaan air laut, terjadinya banjir, angin ribut, kemarau panjang, ancaman pa-
nen yang rusak, ancaman penyakit yang semakin sulit disembuhkan dan kehancuran berba-
gai spesies tumbuh-tumbuhan dan hewan di bumi. Khusus untuk kenaikan permukaan air
laut, ada tiga hal yang perlu kita kuatirkan. Pertama, karena kenaikan suhu maka permu-
kaan air laut akan mengalami pemuaian sehingga volumenya bertambah dan permukaan-
nya akan mengalami kenaikan. Kedua, akan menyebabkan melelehnya sebagian dari es a-

14
badi yang terdapat di daerah Antartika dan Artika serta di beberapa pegunungan tinggi.
Melelehnya es ini akan menambah pula volume air laut dan akan menaikan permukaan air
laut. Ketiga, massa es di Antartika barat dapat juga terlepas dan ambruk ke dalam laut. Ka-
rena massanya yang sangat besar, ambruknya massa es ke dalam laut itu akan menyebab-
kan pula kenaikan air laut, tingginya kenaikan itu diperkirakan dapat mencapai 7 meter.
Dari berbagai kerugian alam tersebut dapat pula kerugian-kerugian itu melanda
Indonesia, antara lain untuk daerah pesisir pantai yang menjadi sentra usaha tambak ikan

dan udang, sawah pasang surut dan usaha lain di sekitar pantai akan mengalami kerusakan
akibat naiknya permukaan air laut. Demikian pula, untuk perubahan iklim dan cuaca akhir-
akhir ini telah terjadi kemarau yang berkepanjangan sehingga menyebabkan merosotnya
produksi pertanian khususnya beras.
2.3.2. Hujan Asam.
Pencemaran udara yang berasal dari penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan
terbentuknya Asam Sulfat (H2SO4) dan Asam Nitrat (HNO3). Kedua jenis asam ini akan
merusak hutan, tanaman pertanian, danau, waduk, sungai dan bangunan yang terkena asam
tersebut dalam jumlah yang banyak. Dalam dosis yang kecil (normal) hujan asam itu ber-
guna, karena dapat membantu melarutkan mineral dan menyediakan tonik (hara) yang baik
untuk kehidupan tanaman yang layu. Tetapi seperti banyak tonik, ia dapat membahayakan
jika dalam kondisi yang berlebihan. Jika hujan asam yang melebihi dosis jatuh ke dalam

tanah ia akan mengurangi kemampuan Aluminium (Al), Mangan (Mn), dan Kadmium (Cd)
serta akan mengganggu kemampuan pohon dan tanaman menyerap bahan makanan yang

mereka perlukan. Dengan demikian, pohon dan tanaman tersebut akan mati. Proses serupa
terjadi juga pada plankton di dalam air dan tanaman mikroskopik.
Istilah hujan asam (acid rain) digunakan untuk mengidentifikasi turunnya asam

sulfat dan asam nitrat ke bumi dalam jumlah yang tinggi sehingga mampu merusakkan ob-
yek yang terkena. Sebenarnya turunnya zat asam tersebut ke bumi tidak selalu bersama de-
ngan air hujan. Menurut Philip Neil, yang sebenarnya terjadi adalah pengendapan asam (a-
cid precipitation) sebab zat asam itu tidak hanya jatuh bersama hujan saja tetapi juga de-
ngan salju, es dan kabut. Bahkan ada juga zat asam yang tidak jatuh ke bumi. Karena itu is-

15
tilah yang tepat adalah turunnya zat asam atau acid deposition. Deposisi asam ada dua
jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah. Deposisi kering ialah peristiwa terkenanya

benda dan makhluk hidup oleh asam yang ada di udara tanpa melalui perantara hujan. De-
posisi basah ialah turunnya asam dengan perantara atau dalam bentuk hujan. Deposisi ke-
ring banyak terjadi di daerah perkotaan dan di pusat-pusat industri di mana pencemaran u-

dara oleh kendaraan bermotor dan asap pabrik industri penghasil asam cukup tinggi. Depo-
sisi basah terjadi bila asam di udara larut dalam butir-butir air di awan. Pada saat hujan tu-
run maka air hujan tersebut bersifat asam. Peristiwa ini dalam bahasa Inggris disebut rain
out. Deposisi basah dapat juga terjadi pada saat hujan melewati udara yang mengandung

asam, sehingga asam itu terlarut di dalam air hujan dan turun ke bumi. Peristiwa itu dalam
bahasa Inggris disebut wash-out. Deposisi asam terjadi di lapisan atmosfer yang teren-
dah yaitu di lapisan troposfer. Zat asam yang terkandung di dalam deposisi asam ialah
asam sulfat dan asam nitrat, kedua-duanya adalah asam yang kuat. Asam sulfat berasal da-
ri gas Sulfur Dioksida (SO2) yang unsur iritasinya sangat kuat. Sedangkan asam nitrat bera-
sal dari gas Nitrogen Dioksida (NO2) yang juga unsur iritasinya sangat kuat terhadap tana-
man.
Sebagian dari gas sulfur dioksida bersumber dari kegiatan antropogenik (aktivitas
manusia), khususnya dari penggunaan bahan bakar fosil. Demikian juga dengan gas nitro-
gen dioksida, sebagian dari gas itu bersumber dari kegiatan antropogenik, khususnya dari
instalasi pembangkit listrik dan alat transportasi. Kehadiran asam-asam kuat tersebut di a-
lam, juga dipengaruhi oleh adanya gas Ozon yang terdapat di lapisan troposfer. Ozon meru-
pakan oksidan yang kuat dan bersifat beracun. Ozon terbentuk secara tidak langsung dari

gas nitrogen dioksida (NO2). Di negara-negara yang maju, seperti Eropa dan Amerika utara
hujan asam telah membawa kerugian yang sangat besar, khususnya dalam bentuk kerusa-
kan hutan. Selain kerusakan hutan, hujan asam juga menurunkan produksi tanaman pangan,
merusak/mengganggu kehidupan akuatik, merusak bangunan dan benda-benda padat lain-
nya, serta mengancam kesehatan manusia. Dengan demikian hujan asam dapat mengaki-
batkan kehidupan manusia menjadi lebih boros, sehingga dapat dikatakan pula hujan asam
mampu menimbulkan efek yang lebih luas dan berbahaya.
Dengan tingkat penggunaan energi yang tinggi di daerah industri dan perkotaan

16
dewasa kini, dapatlah diperkirakan juga akan meningkatnya dampak bahaya hujan asam di
masa yang akan datang. Hujan asam tidak selamanya bersifat lokal atau pun regional, se-
bab ringannya partikel asam yang berterbangan di udara menyebabkan dampak hujan asam
ini dapat berpindah menyebar ke tempat/wilayah yang lain karena tertiup angin. Karena itu,
masalah hujan asam ini harus mendapatkan perhatian yang mendalam, baik dari pemerin-
tah maupun pihak masyarakat, terutama sekali dari pakar lingkungan hidup.
2.3.3. Penipisan Lapisan Ozon.
Ozon terbentuk secara alami di lapisan stratosfer dan terkonsentrasi di zona anta-
ra 20-25 km di atas bumi. Pembentukan dan perombakan ozon merupakan mekanisme per-
lindungan bumi dari sinar ultra violet matahari secara alamiah. Ozon terbentuk dari mole-
kul Oksigen (O2) melalui proses fotokimia, yaitu reaksi kimia yang menggunakan cahaya
sebagai sumber energinya. Karena reaksi itu memerlukan energi yang besar, maka dalam

pembentukan ozon dari molekul oksigen diperlukanlah sinar ultra violet dengan panjang
gelombang yang pendek. Ozon mempunyai rumus kimia (O3), jadi menyerupai rumus ki-
mia oksigen (O2) dengan sebuah atom oksidan yang lebih banyak. Ozon adalah zat oksidan
yang kuat, beracun dan zat pembunuh jasad renik yang kuat pula. Oleh karena itu, ozon bi-
asanya digunakan untuk membersihkan air minum, menghilangkan warna dan bau yang ti-
dak sedap pada air. Ozon mengganggu kesehatan tumbuhan, hewan dan manusia bila digu-
nakan pada kondisi yang berlebihan dan tidak tepat.
Dalam alam, pembentukan dan perombakan ozon terjadi secara seimbang melalui
reaksi fotokimia sehingga kadar ozon berada dalam keseimbangan dinamik. Reaksi pem-
bentukan dari molekul oksigen dan reaksi pemecahan/perombakan kembali menjadi oksi-
gen dengan efektif dapat menghalangi sinar ultra violet matahari sampai ke bumi. Inilah
mekanisme alam yang melindungi bumi dari sinar ultra violet yang berbahaya bagi kehidu-
pan. Aktivitas manusia dalam pemakaian bahan-bahan kimia tertentu telah menyebabkan
apa yang dikenal sebagai lubang ozon. Istilah lubang ini sebenarnya kurang tepat karena
yang sebenarnya adalah menipisnya lapisan ozon di daerah kutub yang tampak seperti
lubang. Istilah lubang ozon menunjukkan adanya penurunan kadar yang drastis di stra-
tosfer pada daerah Antartika dan Artika. Lubang ozon ini pertama kali disampaikan pada
tahun 1985 oleh para peneliti Inggris, yaitu Farman dan kawan-kawan. Menurut mereka,
antara tahun 1977-1984 kadar ozon di Antartika telah menurun drastis. Saat ini lubang o-
zon di atas Antartika telah menipis 90% hingga tinggal 10% saja.

17
Adanya lubang ozon itu sangat mengkhawatirkan, karena dengan menurunnya ka-
dar ozon berarti sinar ultra violet-B akan makin bertambah yang akan dapat sampai ke bu-
mi dan akan menyebabkan terjadinya radiasi sinar ultra violet-B tersebut. Hal ini tentunya
dapat menimbulkan berbagai efek negatif, antara lain timbulnya penyakit kanker kulit,
mempercepat terjadinya proses penuaan dan keriput, terjadinya kegagalan fungsi mata pada
manusia (katarak), perlambatan dalam pertumbuhan tanaman dan merusak pertumbuhan
ganggang laut serta larva ikan, kemudian juga dapat merusak struktur kimia cat dan plastik.
Menurut Shea, penipisan lapisan ozon akan berdampak pada kesehatan manusia, yaitu be-
rupa penyakit kanker kulit, katarak dan penurunan daya tahan/sistem kekebalan tubuh.
Pada tahun 1973, Molina dan Rowland mengumumkan penemuan mereka bahwa
segolongan zat kimia yang disebut KloroFlouroKarbon (CFC) yang dikenal juga sebagai
freon berpengaruh sangat besar terhadap perusakan ozon. CFC adalah segolongan zat

kimia yang terdiri dari tiga jenis unsur, yaitu Klor (Cl), Flour (F) dan Karbon (C). Di sam-
ping CFC ada pula segolongan zat kimia lain yang merusak ozon yang disebut Halon dan
Karbontetraklorid (CCl4). CFC tidak ditemukan di dalam alam, tetapi merupakan hasil re-
kayasa manusia. Ia ditemukan pada tahun 1920-an. Karena sifatnya yang tidak mudah ter-
bakar, tidak beracun dan sangat stabil (tidak mudah bereaksi), maka CFC merupakan zat
yang sangat ideal untuk dipakai di bidang industri. CFC12 dan 22 sangat banyak digunakan
sebagai zat pendingin di dalam kulkas dan AC mobil, serta pendingin di rumah, kantor dan
hotel. CFC11 dipakai dalam proses busa pada pembuatan karet busa. CFC13 dipakai sebagai
pembersih alat elektronik. Campuran CFC11 dan CFC12 merupakan bahan utama sebagai
gas pendorong pada aerosol, yaitu bahan yang dikemas dalam kaleng yang bertekanan ting-
gi. Contohnya adalah kemasan aerosol parfum, zat pewangi, hairspray, deodoran, zat pem-
bersih kaca dan racun hama. Menurut Milne, bahaya yang paling penting datang dari sem-
protan aerosol, sebab 50% penggunaan CFC adalah untuk semprotan aerosol tersebut. Se-
jak tahun 1975, jumlah CFC yang memasuki atmosfer diperkirakan sebanyak 650.000-
750.000 ton per tahun. Sifat CFC sangat stabil dan tidak akan mengalami kerusakan di tro-
posfer, sehingga pada akhirnya akan sampai ke lapisan stratosfer. Di stratosfer CFC akan
terkena sinar ultra violet yang berenergi tinggi dan akan mengalami dekomposisi (perom-
bakan) dengan melepaskan klor yang sangat reaktif. Atom klor yang reaktif ini akan meru-
sak ozon. Proses perusakan ozon ini dapat dijelaskan oleh Philip Neal sebagai berikut:
Gas-gas CFC tidak dirusakkan oleh reaksi kimiawi biasa dalam atmosfer yang
lebih rendah. Sebaliknya gas-gas itu naik ke atmosfer yang lebih tinggi di ma-

18
na radiasi ultra violet memungkinkan atom-atom klorin dibebaskan. Pembe-
basan ini menghimpun oksigen untuk membentuk klorin monoksida dan ok-
sigen. Reaksi selanjutnya membebaskan atom klorin sehingga membebaskan-
nya lagi untuk merusak ozon dalam satu mata rantai.

Nitrogen dioksida (NO2) juga memainkan peranannya dalam merusakkan ozon yang konon

bersumber dari pesawat supersonik yang terbang dalam ketinggian tertentu pada atmosfer.
Terlepas dari kemungkinan kerusakan ozon yang disebabkan oleh banyak faktor, faktor
yang kini diyakini cukup dominan, yaitu CFC. Dimana senyawa molekul ini telah disepa-
kati secara dunia untuk dihapuskan penggunaannya dan diganti dengan bahan yang lebih
ramah lingkungan, khususnya yang tidak merusak ozon. Kesepakatan dunia ini telah dise-
tujui pada tahun 1987 di Montreal (Kanada), yang dikenal sebagai Montreal Protocol.
Montreal Protocol direvisi tahun 1990, karena adanya kajian-kajian baru yang mengung-
kapkan bahwa erosi pada pelindung vital ini jauh lebih cepat dan lebih luas dari pada
yang diantisipasi. Revisi tahun 1990 ini memberikan ketetapan yang lebih keras dengan
penghapusan lima jenis CFC dan bahan kimia perusak ozon lainnya pada tahun 2000.
Indonesia juga telah menyepakati untuk menghentikan pemakaian CFC di berba-
gai aktivitas kehidupan dengan secara formal melaksanakan Montreal Protocol. Namun ke-
nyataannya penggunaan CFC masih dapat kita lihat di sekitar kita sehari-sehari mulai dari
penggunaan freon CFC pada kulkas, AC mobil dan AC ruangan, lalu pemakaian aerosol
pada parfum, hairspray, pengharum ruangan, serta obat pembasmi serangga. Sebenarnya
sudah banyak juga bahan baku non-CFC yang bisa digunakan, namun konsekuensinya har-
ga produk yang dihasilkan akan lebih mahal, sementara daya beli masyarakat kita masih
rendah. Inilah salah satu hal yang tidak bisa kita tutup mata atau kita pungkiri, bahwa pe-
ngusaha tidak mau rugi jika memproduksi produk bersih yang lebih ramah lingkungan. Ja-
di, hambatan penghapusan penggunaan CFC mencakup banyak aspek yang melingkupinya,
salah satunya aspek ekonomi ini. Keberhasilan penghapusan pemakaian CFC sangat diten-
tukan oleh rasa tanggung jawab moral dan kesadaran yang tinggi dari pemerintah, pengusa-
ha sebagai pihak produsennya maupun masyarakat sebagai pihak konsumennya.
2.4. Krisis Hidrosfer Dan Litosfer.
Air merupakan zat yang paling esensial/utama bagi kehidupan. Tanpa air tidak a-
kan ada kehidupan. Sebagian besar tubuh makhluk hidup terdiri atas air. Tubuh manusia
70% terdiri dari air. Air juga sangat penting sebagai mendium tempat terjadinya reaksi ki-
mia pertukaran zat dalam tubuh untuk mengangkut zat di dalam tubuh, untuk mengelimina-

19
si zat yang beracun dari tubuh dan untuk mengatur suhu tubuh. Air mempunyai rumus ki-
mia (H2O) dan terdapat dalam tiga bentuk yaitu cair, gas, dan padat. Air yang akan dibahas
disini adalah air dalam bentuk cair yang dikenal sebagai lingkungan hidrosfer. Lingkungan
hidrosfer mencakup air di permukaan bumi dengan air di bawah bumi atau di dalam tanah.
Sebagian besar air berada di lautan, sehingga 71% permukaan bumi ini ditutupi oleh air. Di
alam air mengalami daur. Daur air terjadi melalui sirkulasi yang dipengaruhi oleh cuaca se-
hingga terjadi siklus yang disebut siklus hidrologis. Air turun sebagai hujan lalu menguap
lagi sebagian dan sisanya mengalami berbagai proses di bumi, misalnya diserap oleh tum-
buhan, diminum oleh hewan dan manusia serta ada pula yang meresap ke dalam tanah dan
menjadi air tanah. Air yang meresap di bumi pada saatnya akan menguap lagi dan akan tu-
run kembali ke bumi dalam bentuk hujan, demikian seterusnya. Yang terpenting dari sik-
lus hidrologis ini adalah kenyataan bahwa siklus itu merupakan suatu proses alami untuk

membersihkan dirinya dengan syarat bahwa kualitas udara cukup bersih. Apabila udara ter-
cemar maka air hujan pun akan tercemar, karena turunnya hujan atau salju merupakan pro-
ses alamiah yang membersihkan atmosfer dari segala debu, gas, uap dan aerosol.
Pencemaran terhadap air terjadi, baik melalui udara maupun melalui air secara
langsung di permukaan maupun di bawah tanah. Pada bagian ini akan dibahas tentang pen-
cemaran terhadap air permukaan dan air tanah yang banyak digunakan di dalam kehidupan
manusia setiap hari. Kualitas air sangat tergantung pada kondisi alam dan aktivitas manusia
di sekitarnya. Air permukaan dan air tanah dapat berkualitas baik, apabila daerah dan tanah
sekitarnya tidak tercemar. Air permukaan dapat melakukan pembersihan diri sendiri, baik
melalui aliran air, sinar matahari dan ditunjang oleh tumbuhan air. Air tanah melakukan
pembersihan sendiri melalui proses penyaringan alamiah di dalam yang menghilangkan
berbagai mikroba yang mencemarinya. Demikian pula air di udara melakukan pembersihan
pada saat turun ke bumi sebagai hujan atau salju.
Lingkungan alamiah dapat mempengaruhi kualitas air, misalnya warna menjadi

keruh apabila terjadi longsor atau erosi di sekitarnya. Namun, yang paling mempengaruhi
kualitas air adalah aktivitas manusia di sekitarnya, sebab kegiatan manusia umumnya ber-
pengaruh langsung terhadap sifat-sifat air. Polutan air bersangkut paut dengan perubahan
sifat-sifat air tersebut. Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal,
bukan dari kemurniannya. Air dalam alam tidak pernah murni karena selalu mengandung
bahan-bahan pencemar, tetapi yang tidak mempengaruhi perubahan sifat-sifat air karena air

20
sendiri masih mampu menetralisirnya. Sifat air menjadi menyimpang pada saat bahan
pencemar berlipat ganda sehingga air tidak sanggup membersihkannya.
Pencemaran air menjadi sangat intens, pada saat seluruh kegiatan manusia terkait
dengan pemanfaatan air, yaitu untuk dikonsumsi, sebagai alat pencuci/pembersih, dipakai
pada bidang industri, irigasi/pengairan, transportasi, pembangkit tenaga listrik dan di bi-
dang rekreasi. Jadi, pencemaran air lebih banyak bersangkut paut dengan kegiatan manusia
dalam mendayagunakan air tersebut. Pencemaran terjadi ketika manusia membuang sesua-
tu yang menyebabkan terjadinya perubahan sifat-sifat air. Pengertian pencemaran air dapat
diartikan sebagai : masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan /atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Sudah jelaslah bahwa pencemaran air terkait erat dengan aktivitas manusia. Peranan manu-
sia pada pencemaran air, terkait dalam : 1).pertumbuhan penduduk, 2).percepatan pertum-
buhan industri dan modernisasi pertanian , 3).alih fungsinya pemanfaatan tanah / konversi
tanah.
Sumber pencemar utama terhadap air dan tanah adalah kegiatan yang dilakukan
oleh manusia, baik di bidang industri, pertanian dan pembuangan sampah domestik/rumah
tangga. Industri melepaskan bahan organik, kimia anorganik dan benda padat tersuspensi.

sedangkan pertanian merupakan sumber utama residu pestisida dan pupuk kimia yang
menghasilkan bagian terbesar dari sedimen tanah. Sampah domestik atau rumah tangga
mengandung bahan-bahan kimia terutama deterjen.
2.4.1.Pencemaran Dari Limbah Industri.
Industri berfungsi untuk mengelola bahan baku menjadi bahan jadi atau produk.

Dalam proses tersebut industri membuang limbah baik ke dalam udara maupun ke dalam a-
ir. Pencemaran terjadi karena industri membuang bahan berbahaya beracun (B3), baik da-
lam bentuk cair atau pun padatan, yang mengalir ke dalam air dan mencemari air. Limbah
pencemar air ini menurut sifatnya dapat dibedakan atas tiga bagian, yaitu limbah cair, lim-
bah padat dan limbah gas. Limbah gas adalah limbah yang memakai udara sebagai media-
nya, tentunya limbah yang dikeluarkan berupa gas. Hal tersebut sudah diuraikan pada ba-
gian sebelumnya, sehingga tidak perlu dibahas di sini lagi, yang perlu dibahas ialah tentang
limbah cair dan limbah padat.

21
Limbah cair dan padat bersumber dari industri yang banyak menggunakan air da-
lam sistem prosesnya, misalnya air untuk mencuci atau untuk mendinginkan mesin dan ba-
han baku yang mengandung air. Air yang digunakan di dalam sistem proses, misalnya air
yang dipakai untuk mencuci bahan baku biasanya dibuang sebagai limbah dan membawa
sejumlah padatan dan partikel, baik yang larut maupun yang mengendap (tersuspensi). Se-
lain itu, air limbah tersebut mengandung pula sejumlah bahan kimia yang beracun dan ber-
bahaya. Air limbah yang telah tercemar mempunyai ciri-ciri fisik yang dapat diidentifikasi,
misalkan dari warna, rasa dan bau yang ditimbulkannya. Sedangkan perubahan sifat kimia
air hanya dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan laboratorium.
Dari penelitian yang pernah dilakukan oleh dr. Meizar Syafei bersama timnya, ke-
lompok 10, didapati bahwa ada beberapa anak nelayan yang hidupnya di sekitar Teluk Ja-
karta telah terjangkiti penyakit yang gejala-gejalanya mirip dengan penyakit Minamata di

Jepang. Anak-anak itu diduga keracunan metil merkuri (air raksa=Hg) dari ikan-ikan yang
mereka konsumsi sehari-harinya, demikian juga orang tua mereka memakan ikan-ikan yang
sama pada saat mengandung mereka, sehingga adanya pemindahan zat pencemar dari ibu
hamil ke anaknya. Ciri-ciri yang timbul dari anak-anak yang telah terjangkiti, yaitu adanya
kelainan mental, kelumpuhan, gangguan penglihatan dan menderita kejang-kejang. Dari si-
nilah patut diduga anak-anak itu beserta orang tuanya telah keracunan merkuri akibat

mengkonsumsi ikan yang telah tercemar.


Keracunan merkuri yang paling terkenal di dunia adalah kasus keracunan metil
merkuri dan kadmium di Teluk Minamata Jepang, yang kemudian dikenal dengan penyakit
Minamata atau penyakit itai-itai byo, karena para penderitanya mengaduh-ngaduh kesa-
kitan. Dalam kasus tersebut diketahui 43 orang meninggal dunia dan 68 orang sakit dan ca-
cat. Merkuri dan senyawa-senyawa merkuri diketahui sangatlah beracun dan apabila sem-
pat masuk ke tubuh manusia melalui rantai makanan akan terakumulasi di hati, ginjal, lim-
pa dan tulang. Menurut Juli Soemirat Slamet, keracunan merkuri akan menimbulkan gejala
kelainan susunan saraf pusat (SSP), seperti kelainan kepribadian dan tremor, convulsi, pi-
kun, insomnia, kehilangan kepercayaan diri, iritasi, depresi dan rasa ketakutan. Gejala Gas-
tero-intestinal (GI) seperti stomatis, hipersalivasi, colitis, sakit pada pengunyah, ginggivitis,
garis hitam pada gusi dan gigi yang mudah terlepas. Kerusakan tubuh yang disebabkan o-
leh merkuri biasanya bersifat permanen dan sulit disembuhkan.
Limbah industri telah menimbulkan bahaya bagi makhluk hidup yang hidup di da-

22
lam air dan juga bagi kehidupan manusia. Air yang telah tercemar oleh limbah industri de-
ngan berbagai zat beracun dan berbahaya akan menyebabkan punahnya biota laut, yaitu he-
wan laut seperti ikan, udang, lobster, dan kerang. Selain itu juga terhadap tumbuhan laut,

yang umumnya yang berkaitan dengan berkurangnya oksigen, pertumbuhan algae /gang-
gang yang disebut eutrophication. Bahaya polusi air bagi manusia terjadi baik secara lang-
sung saat mengkonsumsinya atau secara tak langsung melalui rantai makanan.
2.4.2.Pencemaran Dari Pupuk Dan Pestisida.
Pertanian adalah suatu lingkungan artifisial yang membutuhkan bantuan energi
berupa pupuk dan pestisida. Karena itu, pertanian khususnya pertanian modern, sangat ber-
gantung pada bantuan zat-zat kimia tersebut. Untuk meningkatkan produksi pertanian, ma-
ka diperlukan pupuk guna menyuburkan lahan dan pestisida untuk mencegah serangga

pengganggu tanaman. Penggunaan pupuk dan pestisida seakan-akan sudah menjadi suatu

keharusan. Karena itu walaupun dampak negatifnya terhadap lingkungan telah lama diketa-
hui, penggunaannya masih berlanjut dan meluas di kalangan petani. Kedua jenis bahan
yang sangat dibutuhkan sekaligus sangat berbahaya itu, sebenarnya baru mulai digunakan
secara meluas di seluruh dunia sesudah Perang Dunia II, namun penggunaannya begitu me-
luas setelah dicetuskannya apa yang disebut sebagai Revolusi Hijau, yaitu usaha menaik-
kan hasil panen di negara-negara miskin pada tahun 1950-an dan 1960-an. Penggunaan pu-
puk kimia dan pestisida secara meluas ternyata membawa konsekuensi yang sangat meru-
gikan, karena meracuni lingkungan termasuk manusia. Itulah sebabnya penggunaan pupuk
kimia dan berbagai jenis pestisida-insektisida dikategorikan sebagai sumber pencemaran,
khususnya terhadap air dan tanah.
Pupuk kimia terdiri dari zat nitrogen, fosfor dan potas dalam bentuk anorganik,
yang digunakan sebagai zat gizi tanaman. Penggunaan pupuk kimia secara besar-besaran di
mulai sesudah Perang Dunia II, ketika tekanan penduduk semakin bertambah dan habisnya
daerah pertanian, memaksa orang menggunakan pupuk sebagai pengganti perluasan tanah
pertanian untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan yang makin meningkat.
Penggunaan pupuk kimia secara berlebihan akan memberikan sisa limbah pada
perairan yang mengalir melalui sungai/kali yang pada akhirnya akan tertampung di danau atau di muara
sungai sebagai sedimen (endapan) yang terlewat batas. Nitrat dan fosfat yang
terbawa mengalir ke dalam air tawar akan menyebabkan pertumbuhan ganggang dan tum-

23
buhan air lainnya akan bertumbuh secara cepat sekali. Lalu karena banyaknya ganggang serta tumbuhan
air lainnya yang kemudian mati serta menumpuk di situ, tentunya akan me-
nuntut kebutuhan terhadap ketersediaan oksigen semakin bertambah, dimana oksigen di-perlukan sekali
untuk proses penguraian bahan-bahan organik yang terdapat di perairan
tersebut. Pada akhirnya kandungan oksigen di perairan tersebut berkurang yang menyebab-
kan biota-biota air seperti ikan dan hewan akuatik lainnya akan mengalami gangguan atau bahkan mati.
Dibanding dengan bahaya pupuk, pestisida merupakan racun yang lebih memati-
kan. Pestisida mencakup banyak jenis bahan kimia yang digunakan untuk membasmi se-
rangga, yang mengganggu tanaman dan juga mengganggu kehidupan manusia. Obat kimia
baru, yang berfungsi membunuh rumput pengganggu tanaman dan juga obat perangsang
tumbuh daun serta buah, tergolong juga ke dalam kelompok pestisida. Allaby mendefinisi-
kan pestisida sebagai berikut :
Pestisida : pengantar kimia, seringkali kimia buatan, yang membunuh tumbu-
han dan hama. Pengertian umumnya mencakup insektisida (pembasmi se-
rangga), herbisida (pembasmi rumput liar), fungisida (pembasmi jamur) dan
sebagianya.
Sedangkan Brubaker mendefinisikan pestisida sebagai berikut:
Pestisida adalah suatu istilah umum yang menunjuk kepada semua jenis bahan
kimia yang digunakan untuk membunuh organisme yang menjadi musuh umat
manusia. Pestisida dapat dibedakan menurut komposisi bahan kimiawinya,me-
nurut jenis organisme yang dimusnahkannya (misalnya herbisida, insektisida
dan fungisida) atau menurut sifat-sifat lainnya, misalnya tingkat keampuhan
dan racunnya.
Semua jenis pestisida berbahaya bagi lingkungan dan manusia apabila penggunaannya me-
lampaui jumlah yang ditentukan. Penyalahgunaan pestisida dalam pertanian telah menye-
babkan kontaminasi terhadap semua makhluk hidup. Bahaya pestisida bagi makhluk hidup
dalam lingkungan mencakup banyak hal. Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat me-
musnahkan ternak dan hewan liar yang bukan sasaran serta menimbulkan resistensi (keke-
balan) hama yang menjadi sasaran. Pestisida juga dapat mempengaruhi kesuburan tanah. Aliran air yang
mengandung residu pestisida akan menimbulkan kematian bagi ikan dan organisme akuatik lainnya.
Bahaya pestisida bagi manusia dapat terjadi secara langsung,
misalnya kalau petani yang menggunakan pestisida tidak memakai masker saat melakukan
penyemprotan sehingga terkena langsung zat beracun tersebut. Keracunan juga dapat terja- di saat
mengkonsumsi sayuran atau makanan yang mengandung residu pestisida atau mela-
lui rantai makanan (secara tak langsung). Bahaya pestisida bagi manusia adalah keracunan yang dapat
menimbulkan berbagai penyakit, misalnya keracunan eldrin dan dieldrin dapat
menyebabkan nerves dan kerusakan ginjal.

Tabel 3. Bahaya pestisida terhadap organisme bukan sasaran.


Pestisida Potensi Dampak Pada Organisme

24
Insektisida pada umumnya Kematian dan perubahan populasi dari organisme
bukan sasaran : artropoda dan vertebrata,
perkembangan resistensi.
DDT Gangguan reproduksi jenis burung dan ikan tertentu.
Endrin / Endofulfan Kematian ikan.
Eldrin,Dieldrin Kematian hewan pemakan biji, keracunan sekunder dan
penurunan populasi burung pemangsa hama.
Herbisida pada umumnya Kematian dan penurunan populasi dari tumbuhan
bukan sasaran dan invertebrata, dampak sekunder pada
populasi jenis artropoda lain.
Fungisida pada umumnya Gangguan pad komposisi mikroflora tanah.
Golongan methyl mercury Kematian pada organisme pemakan biji, keracunan
sekunder dan penurunan populasi burung pemangsa.
Rodentisida pada Kematian mamalia bukan sasaran dan burung.
umumnya
Sumber : Mohammad Surijani dalam S. Pawiroesoemardjo, hlm. 707.

Jenis-jenis pestisida itu banyak sekali, akan tetapi secara garis besar sesuai dengan penggu-
naannya di Indonesia, pestisida dikelompokkan ke dalam beberapa bagian, antara lain in-
sektisida (pembasmi serangga), herbisida (pembasmi rumput pengganggu/ gulma), fungisi-
da (pembasmi jamur), rodentisida (pembasmi hewan pengerat), larvasida (pembasmi larva)
dan lain sebagainya. Dari sekian banyak pestisida yang paling banyak digunakan untuk ber-
bagai kepentingan adalah jenis insektisida, seperti yang dijelaskan di bawah ini. Ada 444
formula pestisida yang terdaftar di Indonesia, yakni 174 insektisida, 67 herbisida, 61 fungi-
sida dan 42 sisanya adalah produk pestisida lainnya. Kalau diprosentasikan, penggunaan ti-
ga pestisida utama untuk pertanian di Indonesia, yaitu insektisida 63%, herbisida 22% dan

fungisida 15%.
Residu pestisida ditemukan juga dalam ikan, sayuran, buah-buahan dan juga da-
lam susu sapi. Melalui rantai makanan residu tersebut akan sampai pada manusia. Para pe-
tani yang sering menggunakan pestisida dapat pula keracunan dan terkontaminasi karena
kurang memahami cara pemakaiannya. Dilaporkan bahwa di Tegal, Jawa Tengah, pernah
ditemukan kasus 173 orang petani bawang merah yang positif keracunan pestisida. Rachel
Carson pernah menulis tentang bahaya pestisida ini:
Untuk pertama kali dalam sejarah dunia, setiap manusia sekarang ini harus
menjalin hubungan dengan bahan kimia yang sifatnya berbahaya, sejak ada
di dalam kandungan hingga mati....obat sintetis pembunuh hama ini telah

25
tersebar sepenuhnya ke seluruh dunia yang bernyawa maupun dunia yang
tidak bernyawa. Bahan-bahan ini masuk dan tetap berada di tubuh ikan, bu-
rung-burung, reptil-reptil dan binatang-binatang peliharaan maupun buas
di mana saja, sehingga hampir tidak ada binatang yang bebas dari pence-
maran demikian ini. Bahan-bahan ini ditemukan pada ikan-ikan di telaga-
telaga gunung yang jauh terpencil letaknya, dalam cacing-cacing tanah
yang hidup tersembunyi dalam tanah, dalam telur-telur burung dan di da-
lam tubuh manusia sendiri. Bahan-bahan ini masuk ke dalam air susu ibu
dan mungkin juga ke dalam jaringan syaraf bayi yang belum lahir.

Secara ekologi, kerugian penggunaan pestisida ditandai dengan menurunnya kesuburan la-
han, karena ikut matinya berbagai spesies yang tidak menjadi target pestisida dan yang jus-
tru dibutuhkan untuk menyuburkan tanah. Kematian berbagai hewan termasuk predator se-
rangga justru merugikan, karena serangga yang menjadi target telah melahirkan hama spe-
sies baru yang rentan atau sebaliknya tahan terhadap pestisida dalam dosis yang digunakan
pada generasi sebelumnya. Hal ini juga menjadi pendorong dan penyebab ketergantungan
pada pestisida. Selain itu, telah lama dibuktikan bahwa ternyata bahan pestisida yang meru-
pakan bahan-bahan kimia sangat berbahaya dan mencemari air, tanah dan udara serta me-
nebar malapetaka bagi organisme kecil maupun besar. Akhirnya dampak yang paling buruk
akan ditimpakan atau diderita pada manusia, secara langsung sebagai konsumen dari air a-
tau pun secara tidak langsung melalui bahan makanan berupa beras, sayuran, buah-buahan
serta hewan yang sudah terkontaminasi residu pestisida, yang dikenal sebagai jalur rantai

makanan.
Racun pestisida yang termakan oleh manusia akan bersifat akumulatif, karena ti-
dak dapat diekskresikan oleh tubuh dan dalam konsentrasi tertentu dapat menimbulkan pe-
nyakit yang disebut CAIDS (Chemically Acquired Immune Deficiency Syndrome), yaitu
suatu penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh, dikarenakan bekerjanya bahan-ba-
han kimia seperti DDT. Selanjutnya, penggunaan pestisida secara berlebihan akan menye-
babkan penyakit kulit, penyakit pernafasan, penyakit mual-mual, pusing, muntah-muntah,

hingga kejang. Apabila berakumulasi dalam tubuh untuk waktu yang lama akan menyebab-
kan rusaknya organ tubuh seperti hati, ginjal, jantung, pusat kelenjar (tempat diproduksinya
enzim), merusak jaringan-jaringan vital dalam tubuh manusia hingga terjadinya keracunan

yang kadang-kadang bersifat permanen dan berakhir dengan kematian. Sampai kini belum

26
ada anti dotum/ anti racun sebagai penawar keracunan pestisida. Oleh karena itu, keracunan

pestisida dapat bersifat sangat permanen, sehingga sekali keracunan, racun itu akan berta-
han dalam tubuh dan merusak jaringan syaraf otak dan hati.

Tabel 4. Pengaruh pestisida terhadap kesehatan manusia.


Jenis pestisida Pengaruhnya terhadap manusia (diduga)
Aldrin dan Dieldrin Kanker, Kerusakan/Cacat, Kelainan
B4C Kanker
Chlesdare Kanker
DBPC Kanker, Kemandulan pria
DDT Kanker, Kelainan syaraf
Hiptechles Kanker
Kepone Kanker, Kelainan syaraf
Parsthion Cacat vetus, Kelainan syaraf
Paraquet Cacat vetus, Kelainan sel, Pernafasan
Nitrofen Kanker, Cacat bawaan, Kemandulan wanita
Taxophene Kanker
2.4.S.T. Kanker, Kelainan bawaan
Sumber: Biro Pusat Statistik: Statistik Lingkungan Hidup Indonesia, 1992, hlm.252

Nampak jelaslah bahwa tidak ada satu pun dari bahan kimia tersebut yang ramah/aman ter-
hadap lingkungan, khususnya untuk kesehatan. Parahnya lagi, proses keracunan pestisida
tidak dapat dilihat dan diidentifikasi, karena tidak semua dampak yang dirasakan bersifat
langsung. Banyak juga kasus keracunan dapat terjadi melalui rantai makanan yang sering

tidak disadari oleh manusia.


Memang, pemerintah telah berusaha melalui berbagai peraturan pemerintah un-
tuk mengendalikan penggunaan pestisida, misalnya pada tahun 1997 pemerintah telah me-
ngeluarkan larangan pemakaian pestisida oleh orang yang tidak bersertifikat, namun petani
telah dimanjakan dari hadirnya pestisida ini. Oleh sebabnya, penggunaan dan penjualannya
terlanjur meluas dan dilakukan secara tersembunyi. Akhirnya, di sini dibutuhkan suatu ke-
sadaran moral dari para pedagang dan petani untuk tidak sembarangan memperjual-belikan
pestisida maupun di dalam pemakaiannya.
2.4.3. Pencemaran Dari Sampah.
Sampah menjadi salah satu pencemar lingkungan yang potensial, yang dipicu oleh

27
adanya arus urbanisasi masyarakat dari desa ke daerah perkotaan, sehingga daerah perkota-
an tersebut tidak mampu lagi memiliki daya dukung untuk menampung sampah-sampah
yang dibuang oleh masyarakatnya. Makin banyak orang membuang sampah, maka makin
banyak pula sampah yang menumpuk, hal ini diperparah oleh semakin sempitnya lahan
yang dapat menampung sampah-sampah tersebut. Sehingga dengan kata lain, permasalahan
persampahan berkembang seiring dengan derasnya arus urbanisasi. Permasalahan sampah

menjadi masalah moral, oleh karena menyangkut kesadaran bertanggung jawab dari masya-
rakat untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Sampah dapat mengganggu ke-
sehatan manusia dan merusak lingkungan, khususnya air dan tanah.
Di samping masalah kesehatan, permasalahan sampah juga menyangkut soal eko-
nomi. Dalam hal ini adalah adanya pemborosan dana (pembuangan dana secara percuma),
baik dalam bentuk nilai barang maupun kerusakan yang disebabkan oleh adanya pembua-
ngan sampah secara sembarangan. Jika diambil sebagai contoh hubungan antara sampah,

kesehatan dan ekonomi, yaitu biaya berobat ke dokter sebagai akibat adanya penyakit yang
timbul dan kerugian material dari banjir akibat adanya penumpukan sampah di sungai, se-
benarnya dapat dihitung juga sebagai kerugian ekonomi masyarakat. Sehingga dapat disim-
pulkan bahwa masalah sampah mampu menimbulkan problematika di bidang yang lainnya,

yaitu terganggunya kesehatan manusia, adanya kerugian ekonomis dan rusaknya lingku-
ngan hidup.
Sampah sangat erat hubungannya dengan dampak moral yang terkait dengan ke-
sadaran dan rasa tanggung jawab sosial manusia terhadap sesama dan lingkungannya. Da-
lam banyak kasus yang ada, masyarakat yang tinggal di sekitar tempat pembuangan sam-
pah akan menderita kerugian yang paling besar dalam hal kesehatan dan materi. Sampah
biasanya mengeluarkan bau yang sangat busuk dan dapat menyebarkan berbagai penyakit
pernafasan. Lalu limbah cair yang keluar dari sampah dapat juga mencemari air sumur
yang ada di sekitarnya dengan bermacam-macam zat kimia yang mungkin sekali beracun
dan sangat berbahaya. Air buangan limbah rumah tangga yang mengalir melalui halaman
dapat juga menimbulkan gangguan kesehatan bagi tetangga di sekitarnya. Atas dasar con-
toh-contoh itu, maka sampah mengandung dimensi etis seperti masalah keadilan dan kasih
sayang terhadap mereka yang menjadi korban dari sampah/limbah yang dibuang. Dengan

28
demikian sampah menjadi masalah moralitas sacara universal, sebab tindakan membuang
sampah akan membawa dampak bagi kehidupan bersama, baik bagi umat manusia ataupun
bagi keseluruhan alam ciptaan, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang.
Saat ini dunia sedang berkonsentrasi untuk menanggulangi berbagai masalah sampah, baik
itu sampah rumah tangga, sampah industri maupun dampak dari sampah/limbah nuklir (ra-
dioaktif), yang kesemuanya sudah menimbulkan korban.
Sampah secara harafiah berarti barang/ benda yang dibuang karena tidak terpakai
lagi, kotoran seperti daun, kertas dan benda padat lainnya. Namun, kata sampah juga mem-
punyai arti kiasan yang menunjuk pada keadaan/kedudukan yang rendah atau hina, contoh-
nya para gelandangan, pengemis, atau orang yang sudah tidak berguna lagi di tengah mas-
yarakat, sering disebut juga sebagai sampah masyarakat. Sementara dalam tulisan ini,
sampah yang dimaksud adalah sampah dalam pengertian harafiah, yaitu barang/benda yang
dibuang karena sudah tidak berguna lagi sehingga mampu mengotori lingkungan, seperti
dedaunan kering, sisa makanan, sisa-sisa benda padat tak terpakai semisal kertas,kaleng,
kantong plastik, botol palstik, bahkan sampah dalam wujud cair dan gas juga termasuk di
dalamnya. Dalam bahasa Inggris, sampah sisa disebut waste. Kata ini biasanya diterjemah-
kan dengan kata limbah. Waste, mengandung pengertian sampah dalam makna yang luas.
Waste diartikan :
Setiap bahan padat, cair atau gas yang tidak berguna bagi organisme atau
ekosistem yang menghasilkannya dan karena diperlukan pemikiran me-
ngenai cara pembuangannya.

Jadi, limbah dapat terdiri atas tiga wujud sifatnya/ keadaannya yaitu limbah padat, cair dan
gas. Dari ketiga bentuk limbah tersebut, maka yang disebut sampah adalah limbah padat.
Disebut sampah, sebab dianggap barang yang tidak lagi berguna dan oleh sebab itu di-
buang.
Sampah atau limbah padat (solid waste) biasanya dimengerti dan dikelompokkan
berdasarkan wujud sifatnya atau sumbernya. Pengelompokkan itu tidaklah bersifat mutlak,
sebab biasanya sumber sampah mencerminkan pula sifatnya atau sebaliknya. Berikut ini a-
kan dikemukakan pengertian dan pengelompokkan sampah yang dibedakan menurut sifat
biologi dan kimia ke dalam empat (4) golongan besar, yaitu :
1). Sampah organik, yaitu sampah yang mudah membusuk karena kegiatan mikroorganis-
me. Contoh sampah jenis ini adalah sisa makanan atau sisa dapur seperti sayuran atau
buah. Dalam bahasa Inggris, jenis sampah ini biasanya disebut garbage atau trash. Si-
fatnya yang mudah terurai, karena rantai ikatan kimiawinya pendek. Itu pula sebabnya

29
sampah jenis ini tidak terlalu berbahaya bagi lingkungan dan manusia, serta bagi tumbu-
han. Sampah jenis ini bisa berguna menjadi pupuk kompos atau fotosintesa tumbuhan.

Akan tetapi, bila jenis sampah ini dibiarkan membusuk, maka ia akan berbahaya sebab
akan menghasilkan gas-gas beracun seperti metana (CH4) dan hidrogen sulfida (H2S)
yang berbahaya bagi tubuh dan juga menyebarkan bau yang tidak sedap. Kotoran manu-
sia dan bangkai hewan biasanya juga digolongkan ke dalam sampah organik.
2). Sampah anorganik atau sampah sintetik, yaitu sampah yang biasanya sulit terurai karena
mempunyai rantai ikatan kimia yang panjang, contohnya sampah plastik, karet, kertas,
kaca, logam dan benda-benda keras lainnya. Dalam bahasa Inggris, sampah jenis ini di-
sebut refuse. Sampah seperti ini sebenarnya paling potensial untuk didaur ulang menjadi
produk yang lebih bernilai ekonomis. Akan tetapi, bila dibiarkan saja menumpuk dan

berserakan akan menyebabkan lingkungan menjadi rusak, misalnya tanaman menjadi

kurus pertumbuhannya karena akar tanaman kesulitan memperoleh zat hara, disebabkan
oleh adanya hambatan/halangan dari sampah plastik yang tidak bisa terurai. Selain itu,
sampah jenis ini menjadi penyebab banjir, karena menyumbat saluran air atau bila ha-
nyut ke laut akan mengotori laut.
3). Sampah berbentuk debu atau abu yang dihasilkan oleh proses pembakaran. Secara

kuantitatif jenis sampah ini sedikit, tetapi pengaruhnya terhadap kesehatan sangat besar
dan berbahaya. Sampah debu atau abu adalah partikel yang jatuh ke tanah dan bertum-
puk. Sampah jenis ini bisa berkurang saat terbang kembali ke udara atau saat hujan tu-
run lalu dihanyutkan oleh air hujan.
4). Sampah yang tergolong limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), yaitu semua jenis

sampah yang karena jumlahnya, konsentrasinya, kandungan kimianya, sifat fisika, dan

mikrobiologinya dapat menyebabkan berbagai penyakit, bahkan hingga menimbulkan

kematian. Sampah jenis ini umumnya sisa proses dan produk industri serta limbah nuk-
lir. Oleh karena itu sering juga disebut sebagai limbah industri dan limbah nuklir. Sam-
pah rumah tangga dapat juga mengandung limbah berbahaya dan beracun, berbahaya-

30
nya karena bila di dalam sampah tersebut masih terdapat sisa cairan beracun, contohnya
kemasan obat penyemprot serangga yang dibuang masih terdapat sisa obat pembasmi

serangga tersebut. Sampah rumah tangga dapat juga menjadi beracun ketika tertumpuk
dan bereaksi dengan bahan sampah lainnya dalam jangka waktu yang lama. Limbah ru-
mah sakit yang menggunakan berbagai bahan kimia dapat pula dikategorikan sebagai

limbah B3. Namun demikian, yang diidentifikasi sebagai limbah yang banyak mengan-
dung bahan beracun dan berbahaya karena mengandung berbagai senyawa kimia adalah
limbah industri dan limbah nuklir yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas industri seper-
ti proses produksi di pabrik-pabrik, pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar
fosil (seperti minyak bumi, batu bara) dan yang menggunakan bahan penggerak nuklir,

dan yang lain sebagainya.


Dengan berkembangnya indutri dan budaya, maka meningkat pula kuantitas /jum-
lah, jenis, dan kualitas sampah, khususnya sampah padat di daerah perkotaan. Hal inilah

yang menjadi sebab mengapa masalah sampah lebih banyak menjadi problematika di kota-
kota besar, yang seluruh penduduknya menggunakan produk kemasan yang pembungkus-
nya memakai bahan sintetik semisal plastik dan kertas, contoh konkritnya produk mie ins-
tant yang dijual di supermarket-supermarket yang ada, lalu tas bawaan yang digunakan ju-
ga terbuat dari tas plastik.
Dari penjelasan di atas dapatlah ditarik sebuah benang merah, adanya hubungan

antara urbanisasi, pertumbuhan industri dan menumpuknya sampah padat di zaman modern
ini. Selain itu ada juga hubungan antara permasalahan sampah dengan kemajuan teknologi
dan kebudayaan, contohnya di bidang hiburan dan pariwisata, di bidang pertanian adanya

petani yang meninggalkan limbah bahan-bahan kimia dari pupuk yang mereka pakai, demi-
kian pula pada usaha peternakan besar. Di bidang kehidupan lainnya, misalnya alat trans-
portasi. Dengan demikian, hampir tidak ada lagi bidang kehidupan dan bidang kegiatan

manusia yang luput dari permasalahan sampah. Akibatnya, maka lingkungan sudah tidak
dapat lagi menampung sampah yang ada karena menurunnya daya dukung lingkungan.

31
Bila limbah padat atau sampah terus menumpuk dan menyumbat saluran air, ma-
ka sistem daur air akan terhambat sehingga mekanisme yang mengatur diri sendiri tidak

berfungsi lagi. Bila hal itu berlangsung lama maka kandungan oksigen (O2) dalam air akan
turun menjadi nol. Tanpa zat oksigen itu bakteri-bakteri yang ada di dalam air akan mati,
sehingga proses sistem air (aquasistem) menjadi terganggu bahkan bisa terhenti. Dalam
kondisi seperti ini, algae/ ganggang yang menjadi makanan dari ikan-ikan, tidak akan ber-
tahan lama sehingga ikan-ikan yang kehilangan ganggang tersebut akan ikut mati atau pu-
nah.
Kerusakan lingkungan di ekosistem perairan (aquasistem) dapat juga terjadi kare-
na masuknya zat-zat kimia yang terkandung dalam sampah, baik dari sampah organik mau-
pun dari sampah anorganik. Sampah organik adalah jenis sampah yang mudah mengalami

proses pembusukan (biodegradable). Dalam proses pembusukan itu, bakteri menghabiskan


oksigen yang menjadi kebutuhan semua makhluk hidup di dalam air. Akibatnya, organisme
di dalam air akan mati. Meskipun masih tersisa oksigen setelah proses pembusukan sampah
organik, proses pembusukan sampah tersebut masih ada bahayanya, yaitu berubahnya sam-
pah yang membusuk menjadi molekul-molekul sederhana yang mengandung unsur dasar

dari kalium, fosfor dan nitrogen yang berfungsi menjadi pupuk yang menyuburkan popula-
si ganggang dan bakteri. Ledakan populasi ganggang dan bakteri ini akan menghabiskan

persediaan oksigen yang masih tersisa inilah yang disebut Eutrophication. Akibatnya, bak-
teri lain yang disebut bakteri anaerob yang akan muncul untuk menggarap/mengurai sisa
sampah tersebut dan menghasilkan gas hidrogen sulfida (H2S) yang berbau busuk. H2S ada-
lah salah satu zat kimia (gas) yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Dengan demikian,
adanya hubungan antara dampak sampah terhadap lingkungan dan terhadap kesehatan ma-
nusia. Bila sampah-sampah tersebut bergabung/ tercampur dengan limbah industri, maka
dampaknya terhadap lingkungan akan lebih berbahaya lagi.
Proses perusakan lingkungan oleh sampah dapat juga terjadi di tanah. Sampah

yang menumpuk di dalam tanah dapat juga mengganggu organisme yang hidup di dalam-
nya termasuk di sini adalah mikro organisme (jasad renik) yang sangat dibutuhkan bagi ke-
suburan tanah. Proses perusakan tersebut terjadi bersamaan dengan proses dekomposisi se-

32
cara fisik, kimiawi dan biologis. Proses dekomposisi menghasilkan gas, bau, dan senyawa
organik atau pun anorganik yang mampu terlarut ke dalam air, yang berasal dari hujan atau
embun. Larutan cairan dekomposisi tersebut biasanya dikenal dengan istilah Leacheate.

Leacheate tersebut umumnya mengandung bahan pencemar yang memiliki konsentrasi

asam yang relatif cukup tinggi. Leacheate terdiri dari senyawa asam lemak yang gampang
terurai menjadi metana (CH4), karbon monoksida (CO), amoniak (NH3 dan NH4) dan hidro-
gen sulfida (H2S) yang semuanya itu sangat berbahaya bagi organisme di dalam tanah dan

juga bagi manusia. Leacheate memiliki kemampuan untuk merembes/ meresap ke dalam
tanah.
Sampah tidak hanya menimbulkan masalah kerusakan lingkungan dan merugikan
kesehatan manusia, namun dapat pula mengakibatkan masalah sosial dan politik, baik poli-
tik lokal (dalam negeri) maupun politik internasional (luar negeri, antar negara). Contoh

masalah sampah yang mampu memberikan dampak konflik politik internasional adalah
sampah dari limbah industri dan limbah nuklir. Namun, permasalahan yang paling menda-
sar adalah masalah moral dan keadilan terhadap lingkungan dan sesama manusia. Oleh ka-
rena itu permasalahan sampah ini akan tetap selalu ada.
Walaupun pemerintah RI sudah melarang adanya import sampah dari luar negeri,
namun masih ada saja kasus import sampah yang terjadi. Contohnya di tahun 1993,
ditemukan peti kemas yang berisi limbah industri dari luar negeri, yang masuk melalui pe-
labuhan Tanjung Priok dan pelabuhan-pelabuhan lainnya. Alasan masih dilakukannya im-
port sampah, yaitu hanya berkutat pada keuntungan ekonomi semata, bagi importir di Indo-
nesia dan eksportir di luar negeri bisnis semacam ini masihlah menguntungkan, tanpa me-
reka perhitungkan dampak lainnya terhadap lingkungan hidup. Sebuah artikel bertajuk
The Global Poison Trade dari majalah NewsWeek, Juni 1988, menjelaskan, betapa he-
batnya (bahayanya) bisnis sampah yang melibatkan berbagai negara di seluruh pelosok du-
nia. Negara-negara miskin menjadi korban dari negara-nagara maju/ kaya, tidak saja dari
hasil industri yang dibayar mahal, tetapi juga harus menderita sebagai tempat pembuangan

sampah (tong sampah) dari limbah industri yang berbahaya dan beracun bagi manusia ser-
ta lingkungan. Dengan demikian jelaslah sudah, bahwa walaupun persoalan sampah me-

33
nyangkut masalah sosial dan politik tetapi persoalan yang mendasar lebih bernuansa moral,
yaitu tentang pertarungan antara keinginan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besar-
nya sambil mengorbankan lingkungan dan sesama manusia versus (melawan) suara Hati
Nurani sendiri.
Ketidakadilan tidak hanya terjadi antara negara kaya dengan negara miskin /ber-
kembang menyangkut soal sampah, namun juga bisa terjadi antar warga di dalam suatu ne-
gara, yaitu antara warga yang berada /kaya dengan warga miskin. Misalkan mereka yang
mempunyai usaha industri besar adalah orang-orang yang berpenghasilan tinggi, di dalam
usahanya tersebut ternyata mereka menghasilkan produk-produk yang tidak ramah lingku-
ngan. Demi mengejar keuntungan ekonomi, mereka korbankan lingkungan dan sesamanya.
Selain itu, dalam hal pencemaran lingkungan akibat sampah, dipastikan produsen sampah
terbesar adalah mereka yang berpenghasilan tinggi. Semakin tinggi tingkat penghasilan

suatu masyarakat, akan cenderung pula semakin tinggi sampah yang dihasilkannya. Hal ini
tentunya sejalan dengan semakin tinggi pola dan banyaknya jenis konsumsi yang dilaku-
kan. Bisa jadi, ini disebabkan oleh perilaku /gaya hidup konsumtif masyarakat modern. Pa-
da kondisi ini nampak jelas adanya penurunan etika dan moral masyarakat. Efek yang pa-
ling terasa adalah masyarakat kecil yang umumnya berpenghasilan rendah, ternyata menja-
di kelompok yang paling banyak mengeluarkan biaya untuk berobat akibat terpapar penya-
kit yang disebabkan oleh adanya timbunan sampah. Kerugian lain yang dialami oleh mas-
yarakat kecil yaitu berupa kerugian fisik atau material ketika banjir melanda akibat tersum-
batnya sungai karena adanya sampah. Kenyataan ini menjadi cerminan nyata di tengah-te-
ngah masyarakat kita, yang perlu mendapatkan penanganan yang mendasar dan memadai.
Sebenarnya ada salah satu cara dari cara-cara yang lain untuk mengurangi dam-
pak ketidakadilan ini, yaitu dengan pengetatan pajak yang tinggi untuk mereka yang ber-
penghasilan tinggi melalui pajak penghasilan /pendapatan dan pajak produk yang tidak ra-
mah lingkungan dari dunia industri. Dari adanya pendapatan daerah dan negara dari sektor
pajak ini, diharapkan pemerintah memiliki dana yang cukup untuk membantu masyarakat
kecil yang seharusnya perlu diperhatikan, contohnya lewat program subsidi di bidang kese-
hatan dan pendidikan (gratis di kedua bidang ini), lalu membangun fasilitas kesehatan, pen-
didikan dan fasilitas umum lainnya yang tentunya akan mempermudah warga miskin
untuk mengaksesnya. Sarana dan prasarana yang rusak segera diperbaiki, sungai /kali yang
mampet /tersumbat salurannya karena adanya sampah segera dibersihkan oleh dinas ter-
kait, itu semua memerlukan dana dan dana tersebut bisa diperoleh dari pajak tadi. Sayang-

34
nya penyerapan dana pembangunan dari sektor pajak ini kurang maksimal, belum lagi da-
lam penggunaannya masih banyak kebocoran di sana-sini, adanya penyaluran dana yang ti-
dak tepat sasaran. Semuanya itu disebabkan karena adanya korupsi, dan hal ini juga telah
menjadi tugas besar dari semua pihak di negeri ini. Pertanyaan adalah, bukankah tindak pi-
dana korupsi merupakan suatu pencemaran lingkungan?
Merosotnya etika dan moral dapat merasuk di segala aspek, yaitu aspek penega-
kan hukum dan peraturan, aspek disiplin para birokrasi, aspek kesadaran politik dari peme-
rintah, dan aspek tanggung jawab sosial dari semua warga, termasuk dari para pengusaha
industri. Biasanya, persoalan moral ini baru muncul setelah sampah menjadi problematika

yang sangat rumit dan kompleks, seperti di saat kini. Sampah merupakan produk masyara-
kat yang hidup dalam suatu tatanan kebudayaan dan lingkungan sosial tertentu yang men-
jadi panduan gaya hidup dan perilakunya. Oleh karena itu, masalah sampah adalah cermi-
nan dari etika dan moralitas yang dianut oleh masyarakat tertentu.
Permasalah sampah bukan hanya menyangkut soal bagaimana membuang sampah
tetapi bagaimana tentang produksi sampahnya. Oleh sebab itu, usaha utama yang harus di-
lakukan dalam menangani masalah sampah adalah kesadaran untuk meminimalkan produk-
si sampah dan bukan sekedar mengatur penanganannya. Selama ini kita mengenal istilah

3R (Reduce, Reuse, Recycle), yaitu usaha untuk meminimalkan, mencegah, dan menanggu-
langi adanya sampah. Si penggagas usaha ini adalah Graham Smith. Reduce adalah usaha
untuk mengurangi/meminimalkan penggunaan bahan-bahan yang bisa menjadi sampah.
Reuse adalah usaha menggunakan ulang bahan yang pernah digunakan sebelumnya agar
tidak menjadi sampah yang tak terpakai. Recycle adalah usaha mendaur ulang bahan yang

akan menjadi sampah, menjadi bentuk dan keadaan yang baru, sehingga dapat digunakan
lagi. Selain 3R ada juga usaha 4R (Reduce, Reuse, Recycle, dan Replace) , usaha 4R rupa-
nya lebih tajam /maju ke depan dalam melihat penanggulangan adanya sampah. Dengan
menambahkan Replace yaitu usaha untuk menggantikan bahan yang tidak ramah lingku-
ngan dengan bahan yang lebih ramah lingkungan. Dengan adanya usaha-usaha ini diharap-
kan adanya penundaan dalam produksi serta penumpukan sampah baru dapat terwujud.
Tanpa adanya kesadaran pada usaha meminimalkan produk sampah, maka usaha
apa pun yang dilakukan untuk menanggulangi pembuangan sampah akan sulit dijalankan.
Karena itu, yang perlu diprioritaskan ialah mengubah gaya hidup berperilaku konsumtif se-

35
hingga produk sampah bisa diminimalkan. Tentu saja usaha ini harus diimbangi dengan
tanggung jawab moral dari berbagai pihak, baik dari masyarakat sendiri, pengusaha dan ju-
ga dari pemerintah, dengan tujuan untuk mengurangi produksi bahan yang dapat menjadi
sampah potensial. Pendekatan ini memerlukan suatu keteladanan dan disiplin, mulai dari

tingkat teratas hingga ke akar rumput, contohnya mulai dari pemerintah dulu, lalu orang-
orang yang berada di institusi keagamaan atau di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
kemudian para tokoh masyarakat di tingkat akar rumput, agar masyarakat luas bisa men-
contoh dan meneladaninya. Pendekatan perubahan perilaku tersebut kiranya lebih efektif
dari sekedar teknik penanggulangan sampah, selain membutuhkan dana dan sarana yang

mahal, juga tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas. Untuk itu tetap difokuskan
pada penanaman rasa tanggung jawab moral dari berbagai lapisan masyarakat agar mengu-
bah sikap serta perilakunya untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup, bisa melalui pen-
didikan formal dan informal secara terus-menerus.

36
BAB.III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan.
Dari uraian di atas dapatlah kita menarik beberapa kesimpulan,yaitu :
1. Meningkatnya pencemaran lingkungan, bisa disebabkan oleh kegiatan manusia da-
lam proses pengolahan sumber-sumber daya alam atau sebuah proses produksi, ser-
ta juga di dalam proses konsumsi. Selain itu ada jenis pencemaran lain yang tidak

kalah pentingnya, yaitu pencemaran suara (kebisingan), pencemaran sosial budaya,


serta pencemaran mental-psikologis yang telah dibahas di atas. Pencemaran lingku-
ngan adalah produk sampingan/ efek sampingan dari proses produksi dan proses

konsumsi yang berskala besar yang bersumber dari penerapan teknologi yang telah
memakmurkan manusia. Manusia cenderung tidak lagi hidup ramah terhadap ling-
kungannya.
2. Dampak dari pencemaran lingkungan ini membawa manusia pada Petaka Tekno-
logi Tinggi (High Tech Holocaust). Penerapan teknologi tinggi dalam mengelola
sumber - sember daya alam dan pemanfaatan hasil - hasil olahannya, telah menjadi
sumber utama pencemaran lingkungan yang begitu intensif. Umat manusia adalah

37
pencipta teknologi, manusia juga yang menerapkan dan menggunakannya serta ma-
nusia jugalah sebagai pihak konsumen yang memperoleh manfaat dari penggunaan
teknologi tersebut. Jadi, pada akhirnya manusia itu sendirilah yang menjadi sumber

dari pencemaran lingkungan, melalui proses inovasi, eksplorasi dan eksploitasi dan
melalui proses konsumsi.
3. Pencemaran lingkungan tidak lagi sekedar menjadi persoalan teknologi yang bersi-
fat teknis semata, namun telah menjadi persoalan moralitas dan sikap spiritualitas

manusia. Pencemaran terhadap lingkungan bersangkut paut dengan nilai - nilai etis
(misalnya keadilan dan kasih serta keluhuran) yang seharusnya dimiliki oleh seseo-
rang dalam hubungannya dengan sesamanya manusia maupun dengan makhluk lain
di atas bumi ini.
4. Di dalam hal pencemaran lingkungan yang menjadi pertimbangan pokok hanyalah

keuntungan (Profit) ekonomi semata, sedangkan kepedulian terhadap dampak ne-


gatifnya kurang diperhatikan. Kini, ketika manusia semakin sadar akan bahaya dari
pencemaran, kesulitan pokok dalam memberlakukan hukum terhadap pelaku pen-
cemar adalah pertimbangan keuntungan ekonomi. Sebagai contoh, banyak pengu-
saha yang memiliki pabrik yang telah mencemari lingkungan, namun enggan mem-
bangun tempat pengolahan limbah industrinya dengan alasan akan terkena ekono-
mi biaya tinggi. Sehingga pelaksanaan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Ling-
kungan) di Indonesia nampak tersendat-sendat karena pertimbangan keuntungan e-
konomi. Banyak usahawan yang menganggap AMDAL hanya akan menambah bia-
ya investasi dan menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Namun di dalam proses pro-
duksi pada industri, manusia yang terlibat hanya sedikit atau terbatas, sedangkan
pada proses konsumsi manusia yang terlibat sebagai pelaku pencemar jumlahnya
sangat banyak.
5. Nyatalah bahwa kegiatan pencemaran lingkungan tidak bisa dilepaskan dari kepen-
tingan ekonomi manusia baik secara universal maupun secara kelompok. Diketahui
bahwa semakin parahnya pencemaran terhadap lingkungan disebabkan oleh berla-
rutnya kebijakan mencegah dan mengurangi zat - zat pencemar atau sumber pence-
mar lainnya karena adanya benturan kepentingan antar bangsa-bangsa atau antar

38
pengusaha dengan masyarakat. Sehingga semakin nyatalah masalah pencemaran te-
lah pula dipolitisasi yang pada akhirnya menimbulkan ketidakadilan di antara umat
manusia, selain ketidakadilan terhadap lingkungan hidup. Sebagai contoh masalah
pemanasan global dan berlubangnya lapisan ozon, penyumbang terbesar gas - gas
pencemar udara adalah dari negara maju, tetapi demikian baik negara maju dan ne-
gara miskin sama - sama memikul beban akibat dari adanya pemanasan global dan

dampak lainnya itu. Namun yang lebih anehnya, mengapa negara maju menekan
negara miskin untuk menghentikan penebangan hutan, sementara mereka sendiri
enggan menghentikan aktifitas industri yang masih menggunakan bahan bakar fo-
sil, tentu ini terkait dengan akan berkurangnya produk industri untuk keuntungan
ekonomi mereka yang sudah mewah.
6. Pencemaran sampah timbul akibat dari kesadaran masyarakat yang rendah dalam
membuang sampah yang diproduksinya dari proses konsumsi. Masyarakat umum-
nya masih membuang sampah di sembarang tempat sehingga mengotori lingkungan
sekitar, dan menyebarkan berbagai penyakit menular baik melalui bau busuk mau-
pun binatang penyebar penyakit (vektor).
Karena itu, pemecahan masalah sampah harus diarahkan pada usaha meminimalkan
sampah, yaitu dengan usaha mengajak masyarakat membiasakan diri mengurangi
(reduce) produk sampahnya dengan jalan menggunakan secara berulang - ulang (re-
use) barang - barang yang biasa dibuang menjadi sampah.
3.2. Saran.
Saran yang dapat kita berikan pada topik pembahasan hal ini adalah :
1. Motto lebih baik mencegah dari pada menanggulangi, harusnya menjadi prinsip
utama dalam penanggulangan sampah. Prinsip itu dapat dilakukan kalau difokuskan
pada penanaman rasa tanggung jawab moral secara bersama-sama, dalam hal upaya

mengubah sikap dan perilaku masyarakat melalui pendidikan peduli lingkungan ba-
gi generasi penerus, baik dengan pendidikan formal atau pun nonformal melalui ke-
luarga atau di lingkungan sekitar. Program penyadaran cinta lingkungan harus men-
jadi gerakan masyarakat secara terus-menerus tanpa henti.
2. Sampah adalah produk bersama seluruh masyarakat walaupun berbeda dalam jenis
dan kuantitas sampah yang dihasilkan. Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila pe-

39
nanggulangan sampah itu menjadi tanggung jawab bersama di mana prinsip me-
ngurangi atau meminimalkan produksi sampah harus menjadi sasaran utama.
3. Khusus untuk para pengusaha, diharapkan partisipasinya untuk meminimalkan pro-
duk sampah dengan usaha mengganti (replace) barang produk sintetik dengan ba-
rang yang mudah larut /hancur dan dapat didaur ulang (recycle) menjadi produk
baru.
4. Usaha - usaha baik tersebut dapat diwujudkan bila seluruh masyarakat memiliki ke-
sadaran peduli lingkungan serta menyukai hidup yang bersih dan sehat. Untuk itu
diperlukan pendidikan peduli lingkungan yang multi dimensi, multi pendekatan
serta multi jalur.

40
DAFTAR PUSTAKA

Robert P. Borrong Dr, Etika Bumi Baru, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2009

41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53

Anda mungkin juga menyukai