Anda di halaman 1dari 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jaringan sikatrik (parut) kutaneus merupakan salah satu kondisi yang paling sering
ditemui. Proses penyembuhan luka dan restrukturisasi sangat rumit dan memiliki banyak
faktor yang berkontribusi dalam pembentukan berbagai tipe jaringan sikatrik seperti
hipertrofik, atrofik, dan normotrofik (Bishara et al, 2005). Terdapat dua tipe dari kondisi
jaringan parut berlebih yaitu keloid dan jaringan parut hipertrofik (Ehrlic, 1994). Keloid
dikarakteristik dengan pertumbuhan jaringan sikatrik yang berlebihan hingga melampaui
batas luka asalnya. Sedangkan jaringan sikatrik hipertrofik terdiri dari limpahan jaringan
sikatrik yang terbatas pada luka asalnya (Berman et al, 2007).
Keloid terjadi lebih banyak pada pasien dengan kulit gelap dengan insiden 4,5-16%
pada populasi kulit hitam dan hispanik. Walaupun frekuensi jaringan parut keloid pada grup
etnik lainnya tidak diketahui dengan baik, satu penelitian mengevaluasi pasien di Cina,
Malaysia, dan India didapatkan bahwa tingginya insiden keloid diantara pasien Cina
dibandingkan lainnya. Keloid terjadi pada wanita dan pria secara seimbang. Walaupun
jaringan parut hipertrofi dan keloid dapat terjadi pada seluruh rentang umur, namun pasien
diantara 10-30 tahun adalah yang paling sering terkena (Alster et Tanzi, 2003).
Banyak faktor yang mempengaruhi termasuk lokasi luka dan ras/etnis yang menjadi
faktor predisposisi perkembangan keloid dan jaringan parut hipertrofik. Beberapa tipe luka
pada kulit termasuk luka hasil bedah, tindikan, bakar, laserasi, abrasi, tato, vaksin, gigitan
serangga, dan proses inflamasi seperti jerawat, varisela, atau folikulitis dapat menyebabkan
keloid.

Anda mungkin juga menyukai