d n
bunyi vokal memang selalu mungkin menjadi puncak silabis atau puncak kenyaringan
dalam suatu silabel. Dalam satuan ritmis tertentu, sebuah konsonan, baik yang bersuara maupun
yang tidak, juga mempunyai kemungkinan untuk menjadi puncak silabis. Perhatikan kata ( Ngak
) dalam dialek Jakarta yang terdiri dari empat bunyi, yaitu [n], [g], [a] dan [k]. kata itu terdiri dari
dua silabel, yaitu [n] dan [gak]. Kenyarinagan pada silabel pertama terletak pada satu-satunya
bunyi pada silabel itu, yaitu bunyi, [n]. kata [kalapa] dalam bahasa Indonesia, terdiri dari enam
bunyi, yaitu [k], [a], [l], [a], [p], dan [a]; serta tiga buah silabel, yaitu [k a], [la], dan [pa]. contoh
lain, kata inggris bottle dilafalkan [bot] dengan dua buah silabel, yaitu [bot] dan [l]. Disini kita
Menentukan batas silabel sebuah kata kadang-kadang memang agak sukar karena
penentuan batas itu bukan hanya soal fonentik, tetapi juga soal fonernik, morfologi, dan
ortografi. Misalnya, kata Indonesia makanan, silabelnya adalah [ma], [ka], dan [nan]. Padahal
secara ortografi, menurut ketentuan ejaan bahasa Indonesia, adalah ma + kan + an. Kita lihat
bunyi [n] yang terjadi koda silabel [ra] pada kata-kata [karan], berpindah tempat menjadi onset
pada silabel [an] pada kata-kata [karanan]. Contoh lain, kata bundar dan keprok secara fonetis
bersilabel [ bun + dar ] dan [ka + pr ak], tetapi secara ortografis di penggal menjadi bun + dar
dan kep + rok. Bagaimana pula dengan silabel kata seperti demonstrasi ? menjadi [ de + mons +
tra + si ] atau [de + mon + stra + si]? Bunyi yang sekaligus dapat menjadi onset dan koda pada
Barangkali perlu ditambahkan dengan onset, yakni bunyi pertama pada sebuah silabel,
seperti bunyi [s] pada silabel [sum] pada kata sumpah, atau bunyi [m] pada silabel [man] pada
kata paman. Sedangkan yang di maksud dengan koda adalah bunyi ahir pada sebuah silabel,
seperti bunyi [n] pada silabel [man] pada kata paman, atau bunyi [m] itu selabel [sum] dari kata
sumpah.
Tulisan fonetis
Dalam buku-buku fonetik serta fonologi kita jumpai bermacam-macam system pelambangan
bunyi. System semacam itu selalu terdiri atas sebagian jumlah huruf biasa, dan abjad Latin
(abjad yang juga dipakai dalam tulisan ortografi bahasa Indonesia ). Tambahan itu perlu karna
Sistem tulisan fonetis yang paling lazim dipakai adalah sistem international phonetic
association. Karena kita memasukkan uraian macam-macam bahasa (bahasa Indonesia, Inggris,
Prancis, Belanda, Jerman, Jawa yang tidak semua bisa diuraikan system fonetisnya), maka kita
perlu mengubah beberapa lambing dan kita tambahkan bebrapa lain. Sistem lengkap yang cukup
a Adat
elan (Prancis)
(disebut ash) man (inggris)
e Meja
3: Turn (inggris)
a Un (Prancis)
Lonceng
Meme (Prancis)
i itu
i: Mean (inggris)
o Obat
Pokok
u; blue (inggris)
bon (Prancis)
: Not (inggris)
: For (inggris)
u Buku
Tu (Prancis)
but (inggris)
ai balai
au house (inggris)
e There (inggris)
ou Home (inggris)
i Boy (inggris)
b Buta
d Daging
d Di
dj Bridge (inggris)
f Far (inggris)
g Gelap
h Hamper
j Yes (inggris)
k Kapal
l Lamp (inggris)
m Padam
n Ini
ny Nyonya
Hangat
p Pagi
re Rare (inggris)
s Sudah
Ship (inggris)
t Tadi
c Baca
t church (inggris)
thin (inggris)
the (inggris)
v Vague (inggris)
x Akhir
z Zoo (inggris)
3 Measure (inggris)
Ringkasan bab
bahasa ini disebut fonologi di bedakan menjadi fonitik dan fonemik. Secara umum fonetik bisa
di jelaskan sebagai cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanda memperhatikan
apakan bunyi-bunyi tersebut berfungsi sebagai pembeda makana atau tidak. Sedangkan
fonometik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahsa dengan memperhatikan
Fonetik artikulatoris, disebut huga foetik organis atau fonetik fisiologis, mempelajari
bagaimana bunyi-bunyi bahasa di hasilkan oleh alat-alat bicara. Fonetik akustis mempelajari
bunyi bahasa menurut aspek-aspek fisiknya. Bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensinya, getarannya,
amplitudonya, intensitisnya, dan timbrenya. Hal ini memerlukan peralatan elektronis yang
terdapat di lab bahasa. Sedangkan fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme
penerimaan bunyi hahsa itu oleh telinga kita. Dari ketiga jenis fonetik, fonetik artikulatoris lebih
mudah dipelajari sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi
bahasa itu dihasilkan atau di ucapkan manusia. Sedangkan fonetik akustis lebih berkenaan
Dalam fonetik artikulatoris hal pertama yang harus dibicarakan adalah alat ucap manusia
untuk menghasilkan bunyi bahasa. Udara di pompakan dari patu-paru melalui batang
tenggorokan ke pangkal tenggorokan, yang di dalamnya terdapat pita suara. Pita suara itu harus
terbuka. Dalam studi fonetik ini secara umum bunyi bahasadapat dikelompokkan kedalam tiga
kelompok bunyi yaitu : bunyi vokoid, bunyi kontoid, dan bunyi semi vokoid. Bunyi vokoid
(dalam studi fonemik di sebut vocal (dihasilak lewat udara yang keluar dari paru-paru tanpa
mendapatkan hambatan di rongga mulut. Dalam studi fonemik, kontoid sering disebut dengan
konsonan. Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan
oleh aliran udara yang menemui berbagai hambatan atau penyempitan. Semi vokoid sering di
sebut semi vocal. Bunyi ini dikatagorikan kedalam bunyi semi vocal karda dapat berstatus
konsonan dan juga berstatus vocal. Bunyi-bunyi itu adalh [w] dan [y]. ketika memeroduksi bunyi
diftong atau vocal rangkap posisi lidah pada bagian awal dan akhir tidak sama. Arus ujaran
dengan jeda singkat atau jeda agak singkat, yang disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi