Intellectual Capital
Intellectual Capital
(Tinjauan Teoritis)
Pendahuluan
Organisasi apapun termasuk perusahaan pada saat ini agar dapat terus bertahan,
perusahaan-perusahaan mengubah strateginya dari bisnis yang didasarkan pada tenaga
kerja (labor-based business) menuju knowledge based business (bisnis berdasarkan
pengetahuan), dengan karakteristik utama ilmu pengetahuan.
Hal tersebut dikarenakan seiring dengan perubahan ekonomi yang memiliki
karakteristik ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan dengan penerapan manajemen
pengetahuan (knowledge management) maka kemakmuran suatu perusahaan akan
bergantung pada suatu penciptaan transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu
sendiri.
Dalam sistem manajemen yang berbasis pengetahuan ini, maka modal yang
konvensional seperti sumber daya alam, sumber daya keuangan dan aktiva fisik lainnya
menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang berbasis pada pengetahuan
dan teknologi. Dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi maka akan dapat
diperoleh bagaimana cara menggunakan sumber daya lainnya secara efisien dan
ekonomis, yang nantinya akan memberikan keunggulan bersaing (Rupert 1998).
Pengertian Intellectual Capital
1. Resource Based Theory
Sumber daya dapat dianggap sebagai input yang memungkinkan perusahaan
untuk melakukan kegiatan mereka. Sumber daya dan kemampuan internal menentukan
pilihan-pilihan strategis yang dibuat oleh perusahaan saat berkompetisi dalam lingkungan
bisnis eksternal mereka. Kemampuan perusahaan juga memungkinkan beberapa
perusahaan untuk menambah nilai dalam customer value chain, mengembangkan produk
baru atau mengembangkan ke dalam pasar yang baru. Resource Based Theory (RBT)
berfokus pada konsep atribut perusahaan yang difficult to imitate sebagai sumber kinerja
yang unggul dan keunggulan kompetitif (Barney, 1986; Hamel dan Prahalad dalam
Madhani, 2009). Menurut Conner dalam Madhani (2009), variasi kinerja antara
perusahaan tergantung pada kepemilikannya pada inputs dan capabilities yang unik
Penrose (1959) dalam Astuti (2005) mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan
adalah heterogen, tidak homogen, jasa produktif yang tersedia berasal dari sumber daya
perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap - tiap perusahaan.
Menurut Belkaoui (2003); Hunter dan William (2003) dalam Saleh et al.,
(2008),resources based theory merupakan sumber daya perusahaan sebagai pengendali
utama di balik kinerja dan daya saing perusahaan. Berdasarkan RBT ini, sebuah organisasi
dapat dinilai sebagai kumpulan dari sumber daya fisik, sumber daya manusia, dan sumber
daya organisasi (Barney, 1991; Amit dan Shoemaker, 1993 dalam Madhani, 2009) Sumber
daya organisasi yang berharga, langka, imperfectly imitable dan imperfectly substituable
adalah sumber utama dari keunggulan kompetitif yang berkelanjutan untuk kinerja
unggul yang berkelanjutan. Sumber daya harus memenuhi kriteria VRIN agar dapat
memberikan keunggulan kompetitif dan kinerja yang berkelanjutan (Madhani, 2009).
Kriteria VRIN adalah sebagai berikut:
1. Valuable (V): Sumber daya akan menjadi berharga jika dapat memberikan nilai
strategis pada perusahaan. Sumber daya memberikan nilai jika sumber daya
tersebut membantu perusahaan dalam mengeksploitasi peluang pasar atau
membantu mengurangi ancaman (threats) pasar. Tidak ada keuntungan memiliki
sumber daya jika sumber daya tersebut tidak menambah atau menaikkan nilai
perusahaan.
2. Langka (R): Sumber daya harus sulit ditemukan diantara para pesaing yang ada
maupun pesaing potensial. Oleh karena itu sumber daya harus langka atau unik
agar memberikan keunggulan kompetitif. Sumber daya yang dimiliki oleh beberapa
perusahaan di pasar tidak dapat memberikan keunggulan kompetitif, karena
mereka tidak dapat mendesain dan melaksanakan strategi bisnis yang unik
dibandingkan dengan kompetitor yang lain.
3. Imperfect Imitability (I): Imperfect Imitability dapat berarti tidak dimungkinkannya
untuk memperbanyak atau membuat imitasi sumber daya tersebut. Hambatan-
hambatannya dapat bermacam - macam, seperti : kesulitan mengakuisi
sumberdaya tersebut, hubungan ynag tidak jelas antara kemampuan dengan
keunggulan kompetitif, dan kompleksitas sumber dayanya. Sumber daya dapat
menjadi sumber keunggulan kompetitif yang berlanjut jika perusahaan-
perusahaan yang tidak memilki sumber saya ini tidak dapat memiliki sumber daya
tersebut.
4. Non-Substitution(N): Non-substitusi berarti bahwa sumber daya tidak dapat
disubstitusikan oleh sumber daya alternatif lainnya. Disini, para pesaing tidak
dapat mencapai kinerja yang sama dengan menggantikan sumber daya dengan
sumber daya laternatif lainnya.
RBT membantu perusahaan memahami mengapa kompetensi dapat dianggap
sebagai aset perusahaan yang paling penting dan, pada saat yang bersamaan, untuk
memahami bagaimana aset tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja bisnis
perusahaan (Madhani, 2009).
Menurut RBV, sumber daya dapat secara umum didefinisikan memasukkan aset,
proses organisasi, atribut perusahaan, informasi, atau pengetahuan yang dikendalikan
oleh perusahaan yang dapat digunakan menyusun dan menerapkan strategi mereka
(Learned, Christensen, Andrews, & Guth, 1969; Daft, 1983; Barney, 1991; Mata et al.,
1995 dalam Madhani, 2009).Beberapa peneliti telah mengklasifikasikan sumber daya
perusahaan sebagai sumber daya yang berwujud dan tidak berwujud.Barney (1991)
mengkategorikan tiga jenis sumberdaya:
1. Modal sumber daya fisik (teknologi, pabrik dan peralatan),
2. Modal sumber daya manusia (pelatihan, pengalaman, wawasan), dan
3. Modal sumber daya organisasi (struktur formal).
Menurut resouce based theory, intellectual capital memenuhi kriteria-kriteria
sebagai sumber daya unik yang mampu menciptakan keungguan kompetitif perusahaan
sehingga dapat menciptakan value bagi perusahaan. Dari penjelasan resource based
theory diatas, intellectual capital merupakan sumber daya yang dimiliki perusahaan,
memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan dan digunakan untuk menyusun dan
menerapkan strategi perusahaan sehingga meningkatkan kinerja perusahaan menjadi
semakin baik.
2. Definisi Intangible Assets (Aset tidak Berwujud)
Smith (1994) dalam Choong (2008) mendefinisikan Intangible Assets sebagai berikut
Intangible assets are all the elements of a business enterprise that exist in addition to
working capital and tangible assets. They are the elements, after working capital and
tangible assets, that make the business work and are often the primary contributors to
the earning power of the enterprise. Their existences is dependent on the presence. or
expectation, of earnings.
Paragraph 08 PSAK 19 (revisi 2009) mendefinisikan aset tidak berwujud sebagai
aktiva non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta
dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa,
disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif. Definisi tersebut
mengadopsi pengertian dari IAS 38 tentang Intangible Assets yang relatif sama dengan
definisi yang diajukan dalam FRS 10 tentang goodwill and intangible assets. IAS 38
maupun FRS 10, menyatakan bahwa aktiva tidak berwujud harus dapat diidentifikasi,
bukan aset keuangan (non-financial/non-monetary assets), dan tidak memiliki substansi
fisik.
3. Definisi Intellectual Capital
Ketertarikan akan IC bermula ketika Tom Stewart, pada Juni 1991, menulis sebuah
artikel (Brain Power - How Intellectual Capital Is Becoming Americas Most Valuable
Asset), yang mengantar IC kepada agenda manajemen (Ulum, 2009). Stewart (1997)
mendefinisikan IC dalam artikelnya sebagai berikut:
The sum of everything everybody in your company knows that gives you a competitive
edge in the market place. It is intellectual material - knowledge, information, intellectual
property, experience - that can be put to use to create wealth.
The Society of Management Accountants of Canada (SMAC) mendefinisikan IC
sebagai berikut: In balance sheet, intellectual assets are those knowledge-based items,
which the company owns which prodused a future stream of benefits for the
company (IFAC, 1998 dalam Sawarjuwono,2003).
Rastogi (2003) menyatakan bahwa IC is the result of the collaborative effort
among the firms human and social capital and knowledge management. Definisi ini
sama dengan Lev dan Daum (2002) dalam arti bahwa IC keluar dengan sendirinya tetapi
merupakan hasil dari network effect (Choong, 2008).
Mouritsen et al. (2004) menyatakan bahwa IC mobilises things such as
employees, customers, IT, managerial work, and knowledge. IC cannot stand by It self as it
merely provides a mechanism that allows the various assets to be bonded together in the
productive process of the firm.
Brooking (1996) dalam Ulum (2009) menawarkan definisi yang lebih komprehensif
dengan menyatakan bahwa istilah intellectual capital diberikan untuk kombinasi intagible
assets yang dapat membuat perusahaan untuk berfungsi. Brooking (1996) menyatakan
bahwaIC adalah istilah yang diberikan untuk menkombinasikan intangible asset dari pasar,
property intelektual, infrastruktur dan pusat manusia yang menjsaikan suatu perusahaan
menjadi berfungsi.
Roos et al. (1997) menyatakan bahwa IC includes all the processes and the assets
which are not normally shown on the balance sheet and all the intangible assets
(trademarks, patent and brands) which modern accounting methods consider. sedangkan
Bontis (1996) mengakui bahwa IC bersifat elusive, tetapi sekali ditemukan dan
dieksploitasi akan memberikan organisasi basis sumber baru untuk berkompetisi dan
menang (Ulum, 2009). Sementara itu, Williams (2001) mendefinisikan IC sebagai berikut
sebagai berikut:
the enhanced value of a firm attributable to assets, generally of an intangible nature,
resulting from the companys organizational function,processes and information
technology networks, the competency and efficiency of its employees and its relationship
with its customers. Intellectual capital assets are developed from (a) the creation of new
knowledge and innovation; (b) application of present knowledge to present issues and
concerns that enhance employees and customers; (c) packaging, processing and
transmission of knowledge; and (d) the acquisition of present knowledge created through
research and learning.
Banyak definisi dari IC menurut pakar dan kalangan bisnis di atas, namun secara
umum jika diambil suatu benang merah dari berbagai definisi IC yang ada, maka IC dapat
didefinisikan sebagai jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi
(human capital, structural capital, customer capital) yang berkaitan dengan pengetahuan
dan teknologi yang dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaan berupa keunggulan
bersaing organisasi(Sawarjuwono, 2003).Perbandingan konsep IC menurut beberapa ahli
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1
Perbandingan Konsep Intellectual Capital Menurut Beberapa Peneliti
Penutup
Menurut resouce based theory, intellectual capital merupakan sumber daya unik
yang mampu menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga dapat
meningkatkan kinerja perusahaan menjadi semakin baik dan menciptakan value bagi
perusahaan. Perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif tentunya akan dapat
bersaing dengan lawan bisinisnya dan keberlanjutan perusahaan akan terjamin. Jika
keberlanjutan perusahaan terjamin, maka persepsi pasar terhadap nilai perusahaan akan
meningkat. Hal tersebut dapat membuat perusahaan memiliki nilai tambah dibandingkan
dengan perusahaan lain.
Investor yang menilai perusahaan secara keseluruhan akanmemberi nilai lebih
bagi perusahaan yang mempunyai kinerja yang baik. Hal ini membuat investorakan
menempatkan nilai yang lebih tinggi pada perusahaan yang memilikiintellectual
capital yang besar. Semakin tinggi intellectual capital (VAICTM) maka nilai perusahan akan
meningkat dan membuat sahamnya akan banyak diminati oleh investor sehingga
permintaan akan saham perusahaan tersbut akan naik sehingga menyebabkan harga
saham menjadi naik. Oleh karena itu, intellectual capital diyakini memegang peran
penting dalam meningkatkan nilai perusahaan di mata pelaku pasar modal (Ghosh &
Mondal, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Abdolmohammadi, M. J. 2005. Intellectual Capital Disclosure and Market
Capitalization,dalam Journal of Intellectual Capital. Vol 6, No. 3, hlm.397-416
Accounting Standards Board. 1997. Goodwill and Intangible Assets. FRS 10. Accounting
Standards Board, London.
Astuti, P. D. dan Arifin S. 2005. Hubungan Intellectual Capital dan Business Perfomance
dengan Diamond Spesification: Sebuah Perspektif Akuntansi. SNA VIII, hlm. 694-707.
Barney, J. B. 1991. Firm resources and sustained competitive advantage, dalam Journal
ofManagement.Vol.17, No.1, hlm. 99-121.
Bollen, L., Philip V., dan Stephanie S. 2005. Linking Intellectual Capital and Intellectual
Property to CompanyPerformance, dalam Management Decision. Vol. 43, No. 9. hlm
1161-1185.
Canton, J. 2009. The Extreme Future (Terj.) InyiakRidwanMuzir. Jakarta: PustakaAlvabet.
Chen, M.C, Cheng S.J, dan Hwang Y. 2005. An Empirical Investigation of The Relationship
Between Intellectual Capital and Firms Value and Financial Performance, dalam
Journal of Intellectual Capital. Vol.6, No.2. hlm 159-176.
Daum, J.H. 2005. Intangible Assets-Based Enterprise Management: A Practical
Approach,Proceedingof 2005 PMA IC Symposium. Manhattan.
Firer, S., dan S. M. Williams. 2003. Intellectual Capital and Traditional Measures of
Corporate Performance, dalam Journal of Intellectual Capital, Vol. 4, No. 3. hlm. 349-
460.
Ghosh, S. dan Amitava M. 2009. Indian Software and Pharmaceutical Sector IC and
Financial Performance, dalam Journal of Intellectual Capital. Vol.10, No.3. hlm 369-
388.
Goh, P.C. 2005. Intellectual Capital Performance of Commercial Banks in Malaysia. Vol.6,
No.3. hlm 385-396.
Hermans, R. 2004, International Mega-Trends and Growth Prospects of the
FinnishBiotechnology Industry, Proceeding ETLA, The Research Institute of the Finnish
Economy. Helsinki.
Hurwitz, J., Stephen L., Bill M., dan Jeffrey S. 2002. The Lingkage between Management
Practices, Intangibles Performance and Stock Returns, dalam Journal of Intellectual
Capital. Vol.3, No.1. hlm 51-61.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.19. Salemba
Empat: Jakarta
International Accounting Standards Board. 2004. Intangible Assets. IAS 38. International
Accounting Standards Board, London.
Kamath, G. B. The Intellectual Capital Performance of Indian Banking Sector, dalam
Journal of Intellectual Capital, Vol.8, No. 1. pp. 96-123.
Kuryanto, B., dan M. Syafrudin. 2008. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja
Perusahaan. Proceeding SNA XI. Pontianak.
Madhani, P. M. Resource Based View (RBV) of Competitive Advantage: An Overview.
http://ssrn.com/abstract=1578704.
Maviridis, D. G. 2004. The Intellectual Capital Performance of The Japanese Banking
Sector, dalamJournal of Intellectual Capital, Vol. 5, No. 1. hlm. 92-115.
Mouritsen, J., Bukh, P.N. and Marr, B. 2004. Reporting on Intellectual Capital: Why, What
andHow? dalam Measuring Business Excellence, Vol. 8 No. 1, hlm. 46-54.
Nik Maheran, N.M., Filzah, M.I. and Nik Rozhan, N.I. (2009), Intellectual Capital Efficiency
Level ofMalaysian Financial Sector: Panel Data Analysis (2002-2006), available at:
www.nikmaheran.com/v1/attachments/030_Intelectual_capital.pdf
Najibullah, S. 2005. An Empirical Investigation of The Relationship Between
IntellectualCapital and Firms Market Value and Financial Performance : in Context of
Commercial Banks of Bangladesh, Independent University. Bangladesh.
Ramadhan, I. I. 2009. Pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja
PerusaahanManufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2002-2007. Skripsi. Tidak
Dipublikasikan.Universitas Diponegoro. Semarang.
Pulic, A. 1999. Basic Information on VAICTM. www.vaic-on.net.
Rastogi, P.N. 2003. The Nature and Role of IC Rethinking The Process of Value Creation
andSustained Enterprise Growth, dalam Journal of Intellectual Capital, Vol. 4 No. 2,
hlm. 227-248.
Sawarjuwono, T. dan Agustine P. K. 2003. Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran,
dan Pelaporan (Sebuah Library Research), dalam Jurnal Akuntansidan Keuangan.
Vol.5, No.1. hlm 35-57. Surabaya: Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Univesitas Airlangga.
Sharabati, A. A. A., Shawqi N. J., dan N. Bontis. 2010. Intellectual Capital and Business
Performace in the Pharmaceutical Sector of Jordan, dalam Management Decision. Vol.
48, No. 1. hlm. 105-131.
Stewart, T.A. 1997. Intellectual Capital: The new Wealth of Organizations. New York:
Doubleday Dell Publishing Group, Inc
Tan, H. P., Plowman, D., dan Hancock, P. 2007. Intellectual Capital and Financial returns
of Comapanies dalam Journal of Intellectual Capital.Vol. 8, No. 1. hlm. 76-95.
Ulum, I, I. Ghozali, dan A. Chariri. 2008. Intellectual Capitaldan Kinerja Keuangan
Perusahaan: Suatu Analisis dengan Pendekatan PLS dalam SNA XI.Vol. 1. hlm 1-32.
Ulum, I. 2009. Intellectual Capital: Konsep dan Kajian Empiris. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Walsh, C. 2004. Key Management Ratios(Terj.) Shalahudin Haikal. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Williams,S.M. 2001. Is Intellectual Capital Performance and Disclosure Practices
Related?, dalam Journal of Intellectual Capital. Vol. 2, No. 3. Hlm. 192-203.
Zeghal, D. dan A. Maaloul. 2010. Analysing Value Added as an Indicator of Intellectual
Capital and Its Consequences on Company Performace, dalam Journal of Intellectual
Capital. Vol.11, No.1. hlm 39-60.
Zhang, X., dan Rongqiu C. 2006. Forecast-Driven or Customer-Order-Driven? An Empirical
Analysis of the Chinese Automotive Industry, dalam International Journal of
Operations & Production Management, Vol. 26, No. 6. hlm 668-688
Zucker, L.G., Darby, M.R., dan Brewer, M.B. 1994, Intellectual Capital and The Birth OfUS
Biotechnology Enterprise, dalam Working Paper Series4653, NBER. Cambridge.