Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

PENYAKIT KOLESISTITIS

KONSEP DASAR PENGERTIAN

A. PENGERTIAN
Kolesistitis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungan dengan batu empedu yang terangkut pada duktus kistik, menyebabkan
distensi kandung empedu. Batu-batu (kalkuli) dibuat oleh kolesterol, kalsium bilirubinat,
atau campuran, disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu. Batu empedu dapat
terjadi pada duktus koledukus, duktus hepatica, dan duktus pancreas. Kristal dapat juga
terbentuk pada submukosa kandung empedu menyebabkan penyebaran inflamasi.
Kolesistitis akut dengan kolelitiasis biasanya diterapi melalui bedah, meskipun banyak
metode pengobatan (fragmentasi dan penghancuran batu) yang digunakan saat
ini(Marilynn, 1999)
Kolelitiasis (kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung
empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu memiliki
ukuran, bentuk, dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu tidak lazim dijumpai
pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidensnya semakin sering pada individu berusia
diatas 40 tahun. Sesudah itu, insidensnya kolelitiasis semakin meningkat hingga suatu
tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari tiga orang akan memiliki
batu empedu(Suzanne, 2002)

B. ETIOLOGI
Penyebab pasti dari batu empedu belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa
kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa
lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan memulai
membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu pigmen. Batu pigmen tersusun oleh
kalsium bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas berkombinasi dengan
kalsium(Williams, 2003)
Batu empedu terdiri dari endapan konstituen empedu, sebagian besar berupa
kolesterol. Dapat terbentuknya banyak batu kecil atau sebuah batu besar. Penyebab batu
empedu tidak jelas tetapi faktor predisposisinya terdiri dari:
Perubahan komposisi empedu yang memengaruhi daya larut kandungannya
Kolesterol darah dan diet dalam kadar tinggi
Kolesistitis
Diabetes mellitus dengan kadar kolesterol darah yang tinggi
Penyakit hemolitik
Jenis kelamin wanita
Obesitas
Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka panjang
Beberapa kehamilan pada wanita muda, terutama jika disertai dengan obesitas.

(Brooker, 2005)

C. PATOFISIOLOGI
Ada dua tipe utama batu empedu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu yang
terutama tersusun dari kolesterol.
1. Batu pigmen
Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak-terkonyugasi dalam
empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Batu ini
bertanggung jawab atas sepertiga dari pasien-pasien batu empedu di Amerika Serikat.
Risiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis dan
infeksi percabangan biller. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan
dengan jalan operasi(Suzanne, 2002).
2. Batu kolesterol
Bertanggung jawab atas sebagian besar kasus batu empedu lainnya. Kolesterol
yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air.
Kelarutannya tergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam
empedu. Pada penderita yang menderita batu empedu akan terjadi penurunan sisntesis
kolesterol dalam hati, keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh
kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu.
Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi timbulnya batu
empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan perdangan pada kandung
empedu(Suzanne, 2002).
Jumlah wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung empedu
adalah 4 kali lebih banyak daripada laki-laki. Biasanya wanita tersebut berusia lebih
dari 40 tahun, multipara, dan obesitas. Insidens pembentukan batu empedu meningkat
pada pengguna pil konstrasepsi, estrogen dan klobifrat yang diketahui meningkatkan
saturasi kolesterol bilier. Insidens pembentukan batu meningkat bersamaan dengan
pertambahan umur, peningkatan insidens ini akibat bertambahnya sekresi kolesterol
oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu. Disamping itu, risiko terbentuknya
batu empedu juga meningkat akibat malabsorpsi garam-garam empedu pada pasien
dengan penyakit gastrointestinal atau fisula T-tube atau pada pasien yang pernah
menjalani operasi pintasan atau reseksi ileum. Insidens penyakit ini juga meningkat
pada para penyandang penyakit diabetes(Suzanne, 2002).
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam
pembentukan batu empedu, melalui peningkatan dikuamasi sel dan pembentukan
mucus. Mucus meningkatkan viskositas dan unsure seluler dan bakteri dapat berperan
sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi infeksi lenih sering menjadi akibat dari
pembentukan batu empedu dari pada sebab pembentukan batu empedu(Suzanne,
2002).
D. PATHWAY

Pigmen sintesis As. Empedu Infeksi hormone esterogen

Tidak terkonjungasi supersaturasi getah inflamasi kandung pemecahan kolesterol


Empedu empedu
pengendapan
Penumpukan kolesterol absorsi empedu perlambatan pengosongan
Di empedu terganggu kandung kemih

Perubahan susunan stagnasi cairan empedu perubahan susunan


Kimia kimia & pengendapan

Endapan empedu tidak mengalir


Dikandung empedu

Terbentuk batu empedu cholelitiasis

Penyumbatan duktus penyumbatan duktus perlu dilakukan tindakan absorbsi vit. A,D,E,K
Sisticus koleduktus pembedahan terganggu
Distensi kandung empedu obstruksi saluran defisiensi vit. A,D,E,K
ansietas
empedu menuju duodenum

fundus empedu menyentuh aliran balik bilirubin defisiensi vit. K


dinding abdomen ke pembuluh darah

akumulasi bilirubin filtrasi pigmen mengganggu pembekuan


Gang. Rasa nyaman
(nyeri) dalam darah empedu di ginjal darah

HCL bilirubin urine berwarna gelap


Resiko tinggi
perdarahan
Merangsang saraf kulit & membrane pigmen empedu ke
Parasimpatis mukosa menjadi kuning saluran pencernaan

Pengosongan lambung manifestasi: gatal pewarnaan feses <

Mual, muntah Gang. Integritas kulit feses tampak kelabu

Perubahan nutrisi
E. KLASIFIKASI

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di


golongkankan atas 3 (tiga) golongan : (Lesmana, 2000)

1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung
> 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama:
a. Supersaturasi kolesterol
b. Hipomotilitas kandung empedu
c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung
<20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen
cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Bila
terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-
glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin
bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium
bilirubinat yang tidak larut. Umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di
saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
b. Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan. Batu pigmen hitam adalah tipe
batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis
hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.
Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam
terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol.
F. MANIFESTASI KLINIS

Batu empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa nyeri
dan hanya menyebabkan gejala gastrointestinal yang ringan. Batu tersebut mungkin
ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan pembedahan atau evaluasi untuk
gangguan yang tidak berhubungan samasekali. Penderita penyakit kandung empedu
akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala: gejala yang disebabkan oleh
penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala akibat obstruksi pada lintasan
empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan
epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada
kuadran kanan atas abdomen, dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi setelah
individu mengkonsumsi makanan yang berlemak atau digoreng(Suzanne, 2002).
Kolik bilier
Nyeri kolik yang berat pada perut bagian atas yang menjalar ke sekitar batas iga
kanan dengan atau tanpa muntah. Terdapat periodisitas waktu, seringkali muncul
pada malam hari yang hilang spontan setelah beberapa jam. Diagnosis banding
meliputi infark miokard, eksaserbasi ulkus peptikum, GERD(Suzanne, 2002).
Kolesistitis kronis
Diagnosis yang tidak pasti yang ditunjukkan oleh nyeri abdomen bagian atas yang
samar-samar dan hilang timbul, kembung, flastulens, dan ibtolerabsi makanan
berlemak. Diagnosis banding meliputi PUD (penyakit ulkus peptikum) dan GERD
kronis
Kolesistitis obstruktif akut
Nyeri hipokondria kanan yang menetap, pireksia, mual dengan atau tanpa ikterus.
Nyeri tekan pada kudran kanan atas dengan tanda Murphy positif. Leukositosis.
Kasus yang tidak sembuh dapat meyebabkan empiema pada kandung kemih.
Diagnosis banding meliputi infark miokard, pneumonia basal, pancreatitis,
apendisitis,ulkus peptikum perforasi, emboli paru.
Kolangitis
Nyeri abdomen, demam tinggi/menggigil, ikterus kronis, nyeri tekan hebat pada
kuadran kanan atas. Diagnosis banding meliputi infark miokard, pneumonia basal,
pancreatitis, hepatitis akut.
Ikterus
Ikterus dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung empedu dengan
presentasi kecil dan biasanya terjadi pada obsttruksi duktus koledokus. Obstruksi
pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yag khas,
yaitu getah empedu tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah
dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa menjadi kuning.
Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada
kulit(Suzanne, 2002).
Perubahan warna urin dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap.
Feses tak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya
pekat yang disebut clay-colored
Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin A,D,E, dan K yang
larut dalam lemak. Karena itu, pasien dapat memperlihatkan gejala-gejala defisiensi
vitamin-vitamin ini jika obstruksi biller berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal. Bilamana batu empedu terlepas dan
tidak lagi menyumbat duktus sistikus, kandung empedu akan mengalirkan isinya
keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang relative singkat. Jika
batu empedu terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini dapat
mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.
Pancreatitis
Nyeri pada pusat atau epigastrium, nyeri punggung, demam, takikardia, nyeri tekan
epigastrium.

G. PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik dapat di temukan demam, takikardia, dan nyeri di daerah
epigastrium atau kuardan kanan atas, seringkali dengan posisi tubuh yang khas (seolah
berusaha melindungi organ yang nyeri). Dapat ditemukan tanda Murphy (The Murphy
sign), tes yang spesifik namun tidak sensitive untuk kolesistitis, dimana sebagai akibat
adanya nyeri maka timbul jeda inspirasi ketika kandung empedu menyentuh jari
pemeriksa selama palpasi kuardan kanan atas. Kandung empedu yang dapat diraba atau
kepenuhan kuardan kanan atas ditemukan dalam 30-40% kasus. Penyakit kuning dapat
ditemukan pada sekitar 15 % pasien...............................................................................
Tidak adanya temuan positif pada pemeriksaan fisik tidak mengesampingkan diagnosis
kolesistitis. Banyak pasien kolesistitis dapat dengan nyeri epigastrium tidak khas yang
menyebar tanpa lokalisasi ke kuardan kanan atas. Pasien dengan kolesistitis kronis
sering tidak memiliki massa teraba pada kuardan kanan atas akibat adanya fibrosis pada
kandung empedunya. Pasien lansia dan pasien dengan diabetes sering memiliki gejala
yang atipikal (tidak khas), termasuk tidak adanya demam dan nyeri lokal melainkan
hanya gejala samar-samar.................................................................................................

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada pasien dengan cholelithiasis antara
lain:

a) Rontgen abdomen / pemeriksaan sinar X / Foto polos abdomen

Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu.
Akurasi pemeriksaannya hanya 15-20%, tetapi pemeriksaan ini bukan merupakan
pemeriksaan pilihan.

b) Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan

Melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena


konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan relatif besar, maka semua komponen
sistem bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan kandung empedu)
dapat terlihat. Meskipun angka komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa
beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan syok septik.

c) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)

Sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus


pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut.
Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan
memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil
batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang
disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang
disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala
gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah
diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi
d) Kolangiografi Transhepatik Perkutan

Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan kontras langsung ke


dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan itu
relatif besar, maka semua komponen pada sistem bilier tersebut, yang mencakup
duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan pajang duktus koledokus, duktus sistikus
dan kandung empedu, dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas.

e) Pemeriksaan Pencitraan Radionuklida atau kolesentografi

Dalam prosedur ini, peraparat radioktif disuntikan secara intravena. Kemudian


diambil oleh hepatosit dan dengan cepat ekskeresikan kedalam sinar bilier.
Memerlukan waktu panjang lebih lama untuk mengerjakannya membuat pasien
terpajan sinar radiasi.

f) Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan


pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi
leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan
bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin
serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus.
Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya
meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.

g) Pemeriksaan Radiologis

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatika.

h) Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)


Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu
yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan
maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit
dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum
maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas
daripada dengan palpasi biasa.

i) Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif
murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat
dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus
paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan
hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.

I. PENATALAKSANAAN

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang
hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi
makanan berlemak. Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang
meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani
pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak
menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan
pembatasan makanan.

Pilihan penatalaksanaan antara lain :

Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera
duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan
untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini
sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di
Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding
operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi
pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan
lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis
akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu
duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur
konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan
kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang
mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.
Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka
kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya
memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian
prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi
dan hilangnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan,
kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien. Kurang dari 10% batu empedu dilakukan
cara ini an sukses. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non
operatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu,
fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (Metil-
Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan
per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien
tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan
yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada
saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah
benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping
tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama
untuk pasien yang sakitnya kritis.
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung
dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu
melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter
dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah
ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus.
Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami
komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut.
ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang
lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat
Secara umum, penatalaksanaan cholelithiasis dibedakan menjadi penatalaksanaan non
bedah dan penatalaksanaan bedah.

1. Non Bedah, yaitu :

a. Terapi Konservatif

Pendukung diit : Cairan rendah lemak

Cairan Infus : menjaga kestabilan asupan cairan

Analgetik : meringankan rasa nyeri yang timbul akibat gejala penyakit

Antibiotik : mencegah adanya infeksi pada saluran kemih

Istirahat

b. Farmakoterapi
Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk
melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol.
Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien
yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena
terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam
empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia Kenodeoksikolat
dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi
kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat
melarut lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun dan
baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi
pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun , dalam hal ini pengobatan perlu
dilanjutkan.

c. Penatalaksanaan Pendukung dan Diet

Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk kedalam susu
skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat menerimanya: buah
yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan,
sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh. Makanan seperti telur,
krim, daging babi, gorengan, keju dan bumbu-bumbu yang berlemak, sayuran
yang membentuk gasserta alkohol harus dihindari. Penatalaksanaan diet
merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya mengalami intoleransi
terhadap makanan berlemak dan mengeluarkan gejala gastrointestinal ringan.

d. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Prosedur nononvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang (repeated


shock wafes) yang diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung empedu
atau doktus koledokus dengan maksud untuk mencegah batu tersebut menjadi
sejumlah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan oleh
percikan listrik, yaitu piezoelelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik.
Energy ini di salurkan ke dalam tubuh lewat redaman air atau kantong yang
berisi cairan. Gelombang kejut yang dikonvergensikan tersebut diarahkan
kepada batu empedu yang akan dipecah.Setelah batu dipecah secara bertahap,
pecahannya akan bergeraj spontan dikandung empedu atau doktus koledokus
dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau asam
empedu yang diberikan peroral.

e. Litotripsi Intrakorporeal

Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau doktus
koledokus dapat dipecah dengan menggunakan grlombang ultrasound, laser
berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan
langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau derbis dikeluarkan dengan
cara irigasi dan aspirasi. Prosedur tersebut dapat diikuti dengan pengangkatan
kandung empedu melalui luka insisi atau laparoskopi. Jika kandung empedu
tidak di angkat, sebuah drain dapat dipasang selama 7 hari.

2. Pembedahan

a. Cholesistektomy

Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis atau


pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan
konservatif. Dalam prosedur ini kandung empedu diangkat setelah arteri dan
duktus sistikus diligasi. Kolesistektomi dilakukan pada sebagian besar kasus
kolesistis akut dan kronis. Sebuah drain (Penrose) ditempatkan dalam kandung
empedu dan dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan
darah, cairan serosanguinus dan getah empedu ke dalam kasa absorben.

Tujuan perawatan pre operasi pada bedah cholesistectomy yaitu:

1) Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur operasi.

2) Meningkatkan kesehatan klien baik fisik maupun psikologis

3) Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang hal-hal yang akan


dilakukan pada post operasi.

Tindakan Keperawatan Pada Cholecystotomy

1) Posisi semi Fowler

2) Menjelaskan tujuan penggunaan tube atau drain dan lamanya


3) Menjelaskan dan mengajarkan cara mengurangi nyeri

b. Minikolesistektomi

Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka


insisi selebar 4cm. kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik), dilakukan
lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada
umbilicus. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup
dengan gas karbon dioksida (pneumoperitoneum) umtuk membantu
pemasangan endoskop dan menolong dokter bedah melihat struktur abdomen.
Sebuah endoskop serat optic dipasang melalui luka insisi umbilicus yang kecil.
Beberapa luka tusukan atau insisi kecil tambahan dibuat pada dinding abdomen
untuk memasukkan instrumen bedah lainnya ke dalam bidang operasi.

c. Koledokostomi

Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk


mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah kateter
ke dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedu sampai edema mereda.
Keteter ini dihubungkan dengan selang drainase gravitas. Kandung empedu
biasanya juga mengandung batu, dan umumnya koledokostomi dilakukan
bersama-sama kolesistektomi.

J. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :

Obstruksi duktus sistikus

Kolik bilier

Kolesistitis akut

Perikolesistitis

Peradangan pankreas (pankreatitis)-angga


Perforasi

Kolesistitis kronis

Hidrop kandung empedu

Empiema kandung empedu

Fistel kolesistoenterik

Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu
empedu muncul lagi) angga

Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan menghasilkan


kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu
terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat
terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan
dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema,
biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon,
omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan
duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau
dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan
dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi
kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi
dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian
menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di
duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis,
dan pankretitis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui
terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat
menyumbat pad bagian tersempit
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : kelemahan
Tanda : gelisah
2. Sirkulasi
Tanda : takikardia, berkeringat
3. Eliminasi
Gejala : perubahan warna urine dan feses
Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas
Urine gelap, pekat, feses warna tanah liat, steatorea
4. Makanan/Cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah
Tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas,
regurgitasi
berulang, nyeri epigastrium,tidak dapat makan, flatus, didpepsia
5. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu
kanan
Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan
Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan,
tanda murpy positif
6. Pernapasan
Tanda : peningkatan frekuensi pernapasan
Pernapasan tertekan ditandai oleh napas pendek, dangkal
7. Keamanan
Tanda : demam,menggigil
Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gatal (pruritus)
Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K)
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu
Adanya kehamilan/melahirkan, riwayat DM, penyakit inflamasi usus,
diskrasias darah
Pertimbangan rencana pemulangan: Memerlukan dukungan dalam perubahan
diet/penurunan berat badan

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan sinar-X abdomen


Pemeriksaan sinar-X abdomen dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan
penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala lain.
Namun demikian, hanya 15% hingga 20% batu empedu yang mengalami cukup
klasifikasi untuk tampak melalui pemeriksaan sinar-x.
Ultrasonografi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostic pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat serta
akurat dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Selain itu,
USG tidak membuat pasien terpajan radiasi ionisasi. Pprosedur ini akan
memberikan hasil yang paling akurat apabila sebelum melakukan pemeriksaan
USG pasien sudah puasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya
berada dalam keadaan distensi. Penggunaan ultrasonografi berdasarkan pada
gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksaan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang
mengalami dilatasi. Dilaporkan bahwa USG mendeteksi batu empedu dengan
akurasi 95%.
Pemeriksaan pencitraan redionuklida atau koleskintografi
Koleskintografi telah berhasil membantu menegakkan diagnosis kolesistitis.
Dalam prosedur ini, preparat radioaktif disuntikkan secara intravena. Preparat
ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan ke dalam
system bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk
mendapatkan gambaran kandung empedu dan percabangan bilier. Pemeriksaan
ini lebih mahal daripada USG, memerlukan waktu yang lebih lama untuk
mengerjakannya membuat pasien terpajan sinar radiasi, dan tidak dapat
mendeteksi batu empedu. Penggunaannya terbatas pada kasus yang
menggunakan USG, diagnosanya masih belum bisa disimpulkan.
Kolesistografi
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan
mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya.media kontras
yang mengandung iodium yang diekskresikan oleh hati dan dipekatkan dalam
kandung epedu diberikan kepada pasien. Kandung emepedu yang normal akan
terisi oleh bahan radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu, bayangannya akan
tampak pada foto rontgen.
Kolangiopankreatografi retrograd endoskopik (ERCP; endoscopic retrograde
cholangiopancreatography)
Pemeriksaan ERCP memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang
hanya dapat dilihat pada saat melakukan laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi
insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke dalam esophagus hingga
mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukkan ke dalam
duktus koledokus serta pankreatikus, kemudian bahan kontras dimasukkan
untuk memmungkinkan mevisualisasikan serta evaluasi percabangan bilier.
Kolangiografi Transhepatik Perkutan
Pemeriksaan ini meliputi penyuntikan bahan kontras langsung kedalam
percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan itu
relative besar, maka semua komponen pada system billier yang mencakup
duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan panjang duktus koledokus, duktus
sistikus dan kandung empedu, dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas.
Bilirubin dan amylase serum: meningkat
Enzim hati serum-AST (SGOT); ALT (SGPT); LDH; agak meningkat, alkalin
fosfat dan 5-nukleotidase: ditandai peningkatan obstruksi billier.
Kadar protombin: menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus
menurunkan absorpsi vitamin K
Foto abdomen (multiposisi): menyatakan gambaran radiologi (klasifikasi) batu
empedu, klasifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu.
B. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

a. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan kolelitiasis adalah
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan obstruksi atau
spasmeduktus, proses inflamasi
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses inflamasi
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sekresi bilirubin
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
5. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk ingesti dan absorpsi makanan.
b. Intervensi yang dapat diberikan pada klien dengan kolelitiasis
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
. hasil
1. Nyeri dan gangguan Tj: a. Observasi Membantu
rasa nyaman (nyeri) Nyeri pada perut dan catat membedakan
berhubungan kuadran kanan lokasi,beratn penyebab
dengan obstruksi terkontrol ya (skala 1- nyeri dan
atau spasmeduktus, 0) dan memberikan
proses inflamasi. KH : karakter informasi
- Pasien merasa nyeri tentang
Tanda & gejala yang nyaman dan (menetap, kemajuan
biasanya muncul: tidak merasa hilang penyakit
Subjektif: nyeri timbul, terjadinya
- Pasien - Klien kolik) komplikasi
mengatakan melaporkan dan
merasakan nyerinya keefetifan
sakit perut berkurang dan intervensi
pada atau hilang b. Jelaskan klien dapat
kuadran (skala 0-3) pada klien mengerti
kanan atas - Ekspresi wajah tentang tentang nyeri
Objektif tenang sebab akibat yang
- Klien terjadinya dialamiya
terlihat nyeri dan dan
meringis cara bagaimana
menahan mengatasi mengatasiny
nyeri nyeri a.
- Klien c. Tingkatkan Berikan
sesekali mobilisasi posisi fowler
mengelus dan beri rendah ini
perut karena posisi yang menunjukan
nyeri nyaman bagi tekanan intra
pasien. abdomen,
namun
pasien akan
melakukan
posisi yang
menghilangk
an nyeri
d. Gunakan secara
sprei halus alamiah.
dan rapi, Menurunkan
cairan iritasi atau
kelamin, kulit kering
minyak dan rasa
mandi, gatal.
kompres air
hangat atau
dingin sesuai
indikasi.
e. Berikan
pengetahuan Meningkatka
tekhnik n istirahat,
relaksasi dan dapat
latihan napas meningkatka
dalam, dan n koping.
berikan
waktu
istirahat. Dapat
f. Kolaborasi menghindari
dengan tim kesalahan
dokter dalam dalam
pemberian pemberian
terapi terapi
selanjutnya. obat/infus.

2. Peningkatan suhu Tj: a. Monitoring Membantu


tubuh (hipertermi) Setelah diberikan tanda-tanda dalam
berhubungan asuhan keperawatan, vital pasien melakukan
dengan proses suhu tubuh klien dalam intervensi
inflamasi batas normal. dan evaluasi
KH: b. Hindari pada pasien.
Tanda & gejala yang - Suhu tubuh kontak dari Meminimalk
biasanya muncul normal (36- infeksi. an resiko
Subjektif 37,4oC) peningkatan
- Klien - Kulit klien tidak infeksi serta
mengeluhka teraba hangat suhu tubuh
n panas di c. Jaga agar dan laju
bagian klien metabolic.
abdomen istirahat Dapat
dan cukup. mengurangi
mneyebar ke d. Berikan laju
daerah lain antibiotik metabolisme.
Objektif atau terapi Meningkatka
- Suhu sesuai n konsentrasi
:37,4oC indikasi. antibiotik
- Tubuh klien yang tepat
teraba untuk
hangat mengatasi
infeksi.
- Klien
terlihat
menggigil
- + bakteri
saat
pemeriksaan
labor
3. Resti integritas kulit Tj : Sekresi bilirubin a. Observasi Memberikan
berhubungan normal dan bilirubin dan catat dasar untuk
dengan gangguan terkonjugasi normal derajat deteksi.
sekresi bilirubin ikterus pada
Kh: kulit.
Tanda & gejala yang - Kulit tampak b. Jaga agar Mencegah
biasanya muncul normal kembali kuku tetap ekskoriasi
Subjektif - Mempertahanka selalu kulit akibat
- Klien n integritas kulit pendek. garukan.
mengeluhka - Tidak terdapat c. Sering Mencegah
n gatal-gatal tanda-tanda melakukan kekeringan
- Klien kerusakan perawatan kulit dan
mengetakan integritas kulit pada kulit, meminimalk
kulitnya - Mengidentifikas mandi tanpa an pritus.
sudah gatal- i faktor risiko menggunaka
gatal dan individu n sabun dan
atau kuning melakukan
hari massase
Objektif dengan
- Skelera lotion
tampak pelembut.
ikterik
- Kulit pasien
tampak
kuning
- Kadar
bilirubin >
normal
4. Kecemasan Tj : Untuk mengurangi a. Jelaskan Informasi
berhubungan ansietas dan dapat pada pasien dapat
dengan perubahan segera dilakukan mengenai menurunkan
status kesehatan. tindakan infasif prosedur kecemasan.
awal dan
Tanda & gejala yang Kh : persiapan
biasa muncul - Ansietas teratasi yang Dengan
Subjektif dan tindakan dilakukan. keterbukaan
- Klien dan infasif dapat b. Bantu dan
atau dilakukan pasien untuk pengertian
keluarga - Dapat menetapkan tentang
mengatakan mengidentifikas masalahnya persepsi diri
takut akan i verbaslisasi, secara jelas. dapat
penyakitnya dan diketahui dan
- Klien dan mendemonstrasi c. Tingkatkan tindak
keluarga kan teknik harga diri lanjuti.
mengatakan menurunkan pasien dan Dengan
takut kecemasan berikan memberikan
terhadap - Menunjukkan support support dapat
pengobatann postur, ekspresi meningkatka
ya. wajah, perilaku, n harga diri
Objektif tingkat aktifitas pasien, dan
- Klien dan yang dengan
keluarga menggambarkan meningkatka
terlihat kecemasan n harga diri
cemas dan menurun mempunyai
atau panic - Mampu semangat
- Klien mengidentifikas untuk
terlihat i dan verbalisasi berobat
gemetar penyebab cemas sampai
penyakitnya
sembuh.

5. Resti Ketidak Tj : Nutrisi tubuh dapat a. Jelaskan Meningkatka


seimbangan nutrisi : terpenuhi pada klien n
kurang dari dampak pengetahuan
kebutuhan tubuh Kh : dari nutrisi dan
berhubungan - Nutrisi kembali kurang dari memotivasi
dengan normal kebutuhan klien untuk
ketidakmampuan - Berat badan tubuh. makan.
untuk ingesti dan kembali normal b. Jelaskan
absorbs makanan. - Mempertahanka pada klien
n TD, nadi, dan faktor- Meningkatka
Tanda & gejala yang suhu tubuh faktor yang n motivasi
biasanya muncul normal dapat klien untuk
Subjektif - Mempertahanka mengatasi melakukan
- Klien n elastisitas mual. tindakan
merasa mual turgor kulit, c. Anjurkan mengetahuai
- Pasien lidah dan pada klien mual.
mengatakan membrane makan
terkadang mukosa lembab. makanan Dapat
muntah yang menambah
- Pasien hangat. nafsu makan
mengatakan pasien.
tidak selera
makan
Objektif
- Klien
terlihat
kurus
- BB klien
menurun
- Klien
terlihat
lemas
- Klien
terlihat
mengantuk

D. IMPLEMENTASI

Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang telah dibuat melibatkan kerjasama


pasien, keluarga dan tim kesehatan lain.

E. EVALUASI

Evaluasi keadaan pasien dan tindakan keperawatan selanjutnya setelah dilakukan


implementasi. Evaluasi terdiri dari subjektif, berdasarkan apa yang dikatakan oleh
pasien, objektif, berdasarkan pengamatan terhadap keadaan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Kumar, R.S., & Robbins, S.L. 2007. Buku ajar atologi edisi 7. Jakarta: EGC

Sudoyo, A.W., dkk. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi IV. Jakarta: Internal
Publishing.

Brooker, Chris. 2005. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC

Grace, Pierce A & Neil R Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga. Jakarta: Erlangga

Sabiston David C. Jr.. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC..115-128


Mengetahui ....................., .............................2017

Pembimbing Klinik/CI Mahasiswa

(..........................................................) (..........................................................)
NIP. NIM :

Pembimbing Akademik/CT

(..........................................................)
NIP.

Anda mungkin juga menyukai