Anda di halaman 1dari 4

PAPER

MANAJEMEN KONFLIK DAN KOLABORASI

DISUSUN OLEH :

PUTRI DIAN NAWWIRAH

NPP 25.0855

KELAS MANAJEMEN KEUANGAN

FAKULTAS MANAJEMEN PEMERINTAHAN


INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
JAKARTA
2017
Beberapa minggu yang lalu satuan Nindya Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri
melaksanakan Praktek Lapangan III di Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat. Praktek
Lapangan tersebut dilaksanakan selama 3 (tiga) minggu atau 21 (dua puluh satu) hari. Satuan
Nindya Praja dibagi menjadi kelompok-kelompok yang kemudian disebar baik di SKPD,
Kecamatan, maupun Desa. Saya sendiri ditempatkan di kelompok 77 yang berlokasi di Desa
Jumbleng Kecamatan Losarang.

Dalam Praktek Lapangan tersebut tentunya terdapat beberapa konflik yang kami
hadapi. Konflik pertama yaitu konflik yang memang telah terjadi antara masyarakat Desa
Jumbleng dengan Kepala Desa atau Kuwu Desa Jumbleng. Di tengah masa kepemimpinan
Bapak Waskim Sidik (tahun 2012) masyarakat Desa Jumbleng beramai-ramai mendatangi
Pendopo Kabupaten Indramayu untuk melaksanakan Demonstrasi. Hal ini dikarenakan Desa
Jumbleng telah dipimpin oleh Bapak Kuwu Waskim Sidik selama 2 (dua) periode, namun
menurut mayarakat kinerja Kuwu tidak dirasakan oleh mereka.

Desa Jumbleng yang berada di pinggir Jalan Antarprovinsi yakni Jalur Pantura
seharusnya tidak memiliki kondisi seburuk ini. Desa Jumbleng berada di daerah dataran
rendah, namun memiliki sanitasi yang buruk. Jalan setapak yang sehari-hari dilewati
masyarakat selalu tergenang air dan becek di kala hujan. Apalagi ketika curah hujan tinggi
Desa Jumbleng juga sering dilanda banjir.

Saluran air tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Memang di pinggir jalan setapak
terdapat selokan, namun selokan tersebut tidak mampu menampung cukup air. Kemudian
tidak semua rumah memiliki selokan di sisi kiri dan kanan rumahnya sehingga air tidak dapat
disalurkan dan akhirnya meluap menggenangi jalan setapak yang berupa tanah coklat.

Kondisi sarana dan prasarana Desa tidak terurus dengan baik. Terdapat beberapa
ruangan di Kantor atau Balai Desa yang tidak digunakan dan tidak dibersihkan. Ada satu
ruangan yakni ruang LPM yang kami gunakan sebagai Posko PL-III. Ruangan tersebut lebih
mirip gudang. Terdapat buku-buku lama yang berada di rak buku namun sudah rusak dan
berjamur. Ada juga buku-buku yang seharusnya ditata dan dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat namun hanya dibiarkan berdebu di dalam kerdus-kerdus. Menurut masyarakat
dulunya buku-buku tersebut bisa dipinjamkan kepada masyarakat namun sekarang sudah
tidak ada pengurusnya. Begitu juga dengan Masjid di Desa Jumbleng. Masjid ini terletak di
pinggir Jalur Pantura namun tidak terawat dengan baik. Kondisi tempat wudhu dan kamar
mandi sangat memprihatinkan. Ada satu ruangan yang terpisah dari bangunan Balai Desa
yang digunakan sebagai ruang pelayanan kesehatan masyarakat Desa Jumbleng. Ruangan
tersebut lantainya retak, kamar mandinya tidak berfungsi, bahkan tidak memiliki aliran
listrik.

Begitulah kondisi Desa Jumbleng, tidak heran sempat terjadi kerusuhan di Desa
Jumbleng pada tahun 2012. Masyarakat menginginkan Bapak Waskim Sidik turun dari
jabatannya sebagai seorang Kuwu. Menurut informasi dari masyarakat pada saat itu
masyarakat sampai membalik mobil Bapak Waskim Sidik. Sampai saat ini hubungan antara
masyarakat Desa Jumbleng dengan Kepala Desa (Kuwu) kurang baik.

Hubungan kami dengan Bapak Kuwu pun kurang dekat. Hal ini sangat berbeda
dengan apa yang kami rasakan di Praktek Lapangan sebelumnya. Kami tidak merasakan
adanya respon positif dari Bapak Kuwu terhadap kehadiran kami di Desa Jumbleng. Beliau
jarang datang ke kantor, dan apabila ke Kantor pun biasanya sebentar saja. Begitu pula
dengan Pamong Desa, kami kesulitan mendapatkan informasi mengenai jalannya
pemerintahan Desa karena para Pamong Desa kurang terbuka terhadap Praja apalagi masalah
pengelolaan Aset dan Keuangan Desa.

Setelah kami berbincang-bincang dengan masyarakat barulah kami mengetahui


dahulu memang Bapak Kuwu sempat tersandung masalah Korupsi namun yang terbukti
hanya Rp 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah, padahal menurut informasi dari masyarakat
Bapak Kuwu sudah memiliki 2 (dua) rumah, 2 (dua) mobil, dan sudah 4 (empat) kali
berangkat Umroh ke Tanah Suci. Selain itu banyak juga rumor-rumor negatif mengenai
Bapak Kuwu yang tersebar di masyarakat. Mungkin hal itu lah yang menyebabkan kurang
harmonisya hubungan masyarakat dengan Kuwu Desa Jumbleng. Kami pun tidak merasakan
kedekatan dengan Kepala Desa maupun Pamong Desa. Karena masalah tersebut kami lebih
memilih untuk menghindari konflik yang mungkin terjadi antara Praja dengan Pamong Desa.
Kami menyadari posisi kami sebagai Praja yang tugasnya hanya melakukan pendampingan
dan membantu kegiatan pemerintahan Desa. Kami tidak ingin dianggap sebagai sebuah
ancaman bagi Pemerintah Desa Jumbleng. Kami lebih memilih untuk tidak ingin terlalu ingin
menggali misalnya masalah keuangan Desa yang merupakan masalah yang riskan. Sehingga
tidak banyak pekerjaan pekerjaan pemeritah Desa yang kami bantu yakni pekerjaan-
pekerjaan yang tidak berhubungan dengan Pengelolaan Aset dan Keuangan Desa.
Selain konflik di atas tentu ada konflik-konflik kecil yang terjadi sehari-hari antar
anggota kelompok PL-III. Namun kebanyakan konflik diselesaikan dengan cara kompromi
sehingga tidak menyebabkan disfungsional organisasi.

Seperti yang umumnya terjadi pada saat Praktek Lapangan, segala fasilitas terbatas
dan bisa dibilang seadanya. Contohnya di Induk Semang Puteri hanya terdapat 2 (dua) kamar
yang kosong. Kami berjumlah 5 (lima) orang puteri ditambah 1 (satu) Ibu Pembimbing
Teknis. Pada awalnya kami dibagi 1 (satu) kamar diisi 3 (tiga) orang. Namun karena saya dan
Ibu Pembimbing Teknis berbadan cukup besar jadi kami berdua menempati di 1 (satu) kamar,
sedangkan 1 (satu) kamar yang lain ditempati 4 (empat) orang puteri. Namun hal tersebut
tidak membuat rekan-rekan saya merasa iri atau tidak adil karena jumlah orang di kamar
mereka lebih banyak.

Kemudian, di minggu terakhir Praktek Lapangan ada 3 (tiga) orang anggota kelompok
kami yang mengikuti kegiatan Kunjungan Taruna (Kuntar). Pada minggu terakhir tersebut
laporan yang dibuat berdasarkan program kerja masing-masing bidang harus dikumpulkan.
Karena kekurangan personel (anggota yang mengikuti Kuntar), salah satu bidang belum bisa
menyelesaikan laporannya. Hal ini sempat menimbulkan konflik karena seharusnya laporan
sudah dijilid sama-sama dan segera harus dikumpulkan. Anggota bidang X tersebut terus
didesak oleh anggota lain untuk segera menyelesaikan laporan. Pada akhirnya untuk anggota
bidang lain sukarela membantu menyelesaikan laporan tersebut agar laporan tersebut cepat
selesai dan dapat dikumpulkan tepat waktu ke Posko Kabupaten.

Sekian.

Anda mungkin juga menyukai