Anda di halaman 1dari 71

BAB V

PENJADWALAN MESIN UNTUK MANUFAKTUR

Deskripsi :
Materi Penjadwalan mesin untuk manufaktur menjelaskan pentingnya penjadwalan
sumber daya (mesin) dan teknik-teknik penjadwalan mesin untuk mencapai
produksi optimal

Relevansi :
Pemahaman dan kemampuan dalam penjadwalan mesin mutlak diperlukan dalam
mencapai produksi optimal

Standar Kompetensi :
Setelah mempelajari Perencanaan dan Pengendalian Produksi mahasiswa mampu :
1. melakukan perencanaan dan pengendalian produksi dengan konsep MRP, Just in
Time, manufaktur berbasis konstrain (TOC) dan manufaktur berbasis beban
(LOMC)
2. memilih konsep yang tepat sesuai karakteristik sistem sehingga bisa meminimalkan
biaya produksi dan optimal.

Kompetensi Dasar :
Setelah mempelajari penjadwalan mesin diharapkan mampu :
1. membuat penjadwalan mesin dengan metode yang sesuai dengan karakteristik
sistem manufakturnya
2. mengukur performasi sistem manufaktur dan menentukan metode terbaik

Mencapai Produksi Optimal 142


BAB V
PENJADWALAN MESIN UNTUK MANUFAKTUR

Penjadwalan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan


pelaksanaan produksi suatu perusahaan, karena Penjadwalan inilah yang digunakan
dalam mengoptimalkan pemakaian sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Penjadwalan itu sendiri harus dibedakan dari perencanaan agregat. Perencanaan agregat
merupakan kegiatan penentuan sumber daya yang diperlukan oleh suatu perusahaan.
Sedangkan Penjadwalan merupakan kegiatan pengalokasian sumber daya tersebut guna
mencapai tujuan yang diinginkan.
Penjadwalan itu sendiri memiliki banyak definisi. Tipe ahli mengeluarkan definisi
yang berbeda-beda. Di antara para ahli tersebut ada yang mendefinisikan Penjadwalan
sebagai proses pemilihan, pengorganisasian, dan pemberian waktu dalam penggunaan
sumber daya untuk melaksanakan aktivitas yang diperlukan agar menghasilkan output
yang diinginkan dan memenuhi waktu serta kendala yang ada. Selain itu ada juga yang
berpendapat bahwa Penjadwalan adalah suatu kegiatan yang berkaitan dengan proses
pengurutan pengerjaan produk secara menyeluruh pada beberapa mesin.
Dari sekian banyak Penjadwalan yang telah ada pada saat ini, inti dari semua versi
tersebut adalah :
1. Penjadwalan berfungsi sebagai alat pengambilan keputusan
2. Penjadulan merupakan teori yang berisi prinsip-prinsip dasar, model, teknik, dan
kesimpulan logis dalam pengambilan keputusan.
Untuk menyelesaikan maslah penjadulan yang dihadapi, dapat digunakan
beberapa pendekatan. Pendekatan-pendekatan tersebut dikelompokkan menjadi dua,
yaitu :
1. Pendekatan tradisional, yang meliputi metode metode penelitian operasional
2. Pendekatan yang lebih modern, yang mencakup gabungan antara metode penelitian
operasional, intelegensia tiruan, simulasi kejadian, dan ide-ide yang diambil dari teori
kontrol (Baker, 1974).

5.1 Tujuan dan Sasaran Penjadwalan

143
Beberapa tujuan yang ingin dicapai dengan dilaksanakannya Penjadwalan
produksi adalah :
1. Meningkatkan utilitas sumber daya yang dimiliki
2. Mengurangi makespan yang juga berarti menurunkan rata-rata flowtime dan rata-
rata work in process
3. Meminimasi biaya produksi
4. Mengurangi persediaan barang setengah jadi dengan jalan mengurangi jumlah
rata-rata pekerjaan yang menunggu antrian suatu mesin yang dalam keadaan sibuk
5. Memenuhi keinginan konsumen, baik itu dalam hal kualitas produk yang
dihasilkan maupun dalam hal ketepatan waktu.
Sasaran Penjadwalan, khususnya untuk flowshop adalah hanyalah minimasi
waktu alir rata-rata dan minimasi kelambatan. Hal itu dilakukan dengan cara :
1. Minimasi waktu alir rata-rata (mean flow time) yang dilakukan dengan
menggunakan aturan Shortest Processing Time (SPT).
2. Minimasi waktu alir rata-rata berbobot (weighted mean flow time), yang dilakukan
dengan menggunakan aturan Weigted Shortest Processing Time (WSPT).
3. Minimasi kelambatan rata-rata (Mean Lateness), yang dilakukan dengan
menggunakan SPT.
4. Minimasi keterlambatan maksimum (maximum tardiness), yang dilakukan dengan
menggunakan aturan Earliness Due Date (EDD).
5. Minimasi jumlah pekerjaan yang terlambat, yang dilakukan dengan menggunakan
Algoritma Hodgson.
6. Minimasi keterlambatan rata-rata (mean tardiness), yang dapat menggunakan
aturan Slack ataupun Algoritma Wilkerson Irwin.
Adapun tipe-tipe keputusan yang akan diperoleh dari pelaksanaan Penjadwalan
tersebut berupa :
1. Pengurutan pekerjaan (sequencing)
2. Penugasan (dispatching)
3. Pengurutan operasi suatu job (routing)
4. Penentuan waktu mulai dan selesai pekerjaan (timing)

144
5.2 Asumsi Dasar Penjadwalan
Dalam menyelesaikan suatu maslah Penjadwalan biasanya diberlakukan asumsi
yang menyangkut karateristik tugas, operasi, mesin yang digunakan dan waktu proses.
Hal ini dimaksudkan untuk menyederhanakan masalah penjadulan itu sendiri. Asumsi-
asumsi dasar (Baker, 1974) tersebut antara lain :
1. Karakteristik Job
a. Job terdiri dari urutan operasi yang telah ditentukan
b. Suatu operasi hanya bisa dikerjakan pada satu tipe mesin
c. Hanya ada satu mesin dari tiap tipe mesin dalam shop
d. Waktu proses diketahui dengan pasti seperti halnya due date
e. Urutan waktu set up bersifat independen dan waktu transportasi antar mesin dapat
diabaikan
f. Operasi yang sedang dikerjakan pada mesin tidak dapat diinterupsi
g. Operasi tidak dapat dimulai sampai operasi pendahulunya diselesaikan
h. Setiap mesin hanya dapat memproses satu operasi pada satu waktu
i. Setiap part hanya dapat memproses satu operasi di satu mesi pada suatau waktu
2. Karakteristik Operasi
a. Setiap operasi merupakan suatu kesatuan, walaupun mungkin terdiri dari
beberapa unit
b. Setiap operasi yang telah dimulai proses pengerjaannya pada suatu mesin harus
diselesaikan
c. Setiap operasi tidak boleh diproses lebih dari satu mesin pada waktu yang sama
d. Setiap operasi dikerjakan menurut urutan yang telah disusun dan tidak boleh
berdasarkan urutan lainnya (Presedence constrain)
e. Setiap operasi boleh diproses lebih dari satu kali di mesin yang sama
f. Setiap operasi dapat diproses pada berbagai jenis mesin yang mampu
melaksanakan operasi tersebut.
g. Setiap job hanya mempunyai satu routing dalam memproses operasi-operasinya
3. Karakteristik Mesin
a. Setiap mesin hanya memproses satu tugas pada satu saat tertentu

145
b. Setiap mesin secara kontinyu siap untuk dibebani tugas selama proses
Penjadwalan apabila tidak mengalami interupsi akibat kerusakan dan perawatan
c. Setiap mesin beroperasi sesuai dengan informasi waktu dan distribusi yang
diketahui secara tepat
4. Karakteristik Waktu Proses
a. Waktu proses telah diketahui baik rata-rata maupun distribusinya
b. Waktu proses independen terhadap jadual. Artinya urutan set up time bersifat
independen dan move time antar mesin dapat diabaikan
c. Setiap waktu proses secara implisit sudah mencakup waktu pemindahan benda
kerja, set up, dan penghentian mesin.

5.3 Tingkatan Penjadwalan


Penjadwalan harus dibedakan dengan perencanaan agregat. Perencanaan
agregat berusaha menentukan sumber daya yang diperlukan, sedangkan Penjadwalan
mengalokasikan sumber daya yang disediakan oleh perencanaan agregat sedemikian
rupa sehingga tujuan operasi/produksi dapat tercapai. Apabila ditinjau dari sisi
horison perencanaannya, perencanaan agregat dibuat untuk perencanaan satu tahun,
sedangkan untuk penjadwalan jangka waktunya lebih pendek, mislanya untuk satu
bulan, satu minggu, atau bahkan satu hari atau satu jam.

5.4 Tipe Lingkup Penjadwalan


Lingkungan Penjadwalan dalam suatu sistem produksi dapat dibedakan
menjadi beberapa macam yang masing-masing mempunyai karakteristik yang
berbeda. Tipe-tipe lingkungan Penjadwalan dalam sistem produksi, antara lain:

1. Classic Job Shop


Karakteristik sistem produksi ini adalah produknya diskrit, alirannya komplek, job-
nya unik dan part-partnya khusus untuk satu jenis (tidak multi purpose).

2. Open Job Shop

146
Sistem produksi ini hampir sama dengan sistem Job Shop, perbedaanya terletak pada
job yang berulang dari part yang multi purpose. Selain itu pada sistem produksi ini
job-job yang dikerjakan seringkali mempunyai alternatif routing.

3. Batch Shop
Proses produksinya bisa diskrit atau kontinyu, alirannya kurang komplek, banyak
job berulang, part multi purpose, pengelompokan dan penentuan ukuran lot menjadi
suatu yang penting.

4. Flow Shop
Proses produksinya bisa diskrit atau kontinyu, aliran linier, job mempunyai
kemiripan yang tinggi, pengelompokan dan penentuan ukuran lot menjadi suatu
yang penting.

5. Batch/Flow Shop
Mirip dengan Flow Shop, dengan perbedaan mempunyai proses batch yang
kontinyu.

6. Manufacturing Cell
Proses produksinya diskrit, mempunyai tipe Open Job Shop atau Batch Shop yang
terotomasi.

7. Assembly Shop
Versi perakitan (Assemblly Version) dari Open Job Shop atau Batch Shop.

8. Assembly Line
Volume produknya tinggi dan variasinya rendah.

9. Transfer Line
Sistem produksi ini bercirikan volume produk sangat tinggi dan variasi rendah,
fasilitas produksi yang linier dengan operasi yang terotomasi.

10. Flexible Transfer Line


Versi yang lebih modern dari sel dan lini transfer dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan dari tingginya volume produksi ke item Job Shop.

147
5.5 Permasalahan Penjadwalan
Penjadwalan didefinisikan sebagai pengambilan keputusan tentang penyesuaian
aktivitas dan sumber daya dalam rangka menyelesaikan sekumpulan pekerjaan agar
tepat pada waktunya dan mempunyai kualitas seperti yang diinginkan. Keputusan
yang dibuat dalam Penjadwalan meliputi :

1. Pengurutan pekerjaan (sequencing)


2. Penugasan (dispatching)
3. Waktu mulai dan selesai pekerjaan (timing)
4. Urutan operasi untuk suatu pekerjaan (routing)

5.6 Klasifikasi Masalah Penjadwalan


Penjadwalan dapat berbeda apabila ditinjau dari beberapa kondisi yang
mendasarinya. Dibawah ini adalah beberapa faktor yang menjadi dasar dalam
pengklasifikasian Penjadwalan, yaitu :

1. Jumlah Mesin
Penjadwalan dapat dibedakan atas proses dengan mesin tunggal atau mesin jamak (m
mesin).
2. Pola Kedatangan Pekerjaan
Pola kedatangan pekerjaan dapat dibedakan atas :
a. Pola kedatangan statis, yaitu pola dimana pekerjaan datang secara bersamaan dan
siap dikerjakan pada mesin yang menganggur
b. Pola kedatangan dinamis, yaitu pola dimana pekerjaan datang secara acak atau
kedatangan pekerjaan tidak menentu
3. Ketidakpastian pada Pekerjaan dan Mesin
Dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Model Deterministik, yaitu model yang ada di dalamnya terdapat kepastian
tentang pekerjaan dan mesin, misalnya mengenai waktu kedatangan pekerjaan
dan waktu proses.
b. Model Stokastik, yaitu model yang didalamnya terdapat ketidakpastian mengenai
pekerjaan dan mesin.

148
4. Pola Aliran Proses
Terdapat dua aliran produksi, yaitu :

a. Flowshop, yang cenderung memiliki kesamaan urutan operasi (routing) untuk


semua job

Flowshop dibedakan atas :

Pure Flowshop, yaitu flowshop yang memiliki jalur produksi yang sama untuk
semua tugas

J1 M1 M1 M1

Gambar 5. 1 Lintasan Proses Pure Flowshop

General flowshop, yaitu flowshop yang memiliki pola aliran yang berbeda. Ini
disebabkan adanya variansi dalam pengerjaan tugas, sehingga tugas yang datang
tidak harus dikerjakan pada semua mesin. Jadi mungkin saja suatu proses
dilewati.

J1 M1 M1 M1

J2
Gambar 5. 2 Lintasan Proses General Flowshop

b. Job Shop, yang memiliki urutan operasi (routing) yang unik dan berbeda-beda
untuk semua job. Akibatnya pola yang timbul di sini adalah pola random. Pola jenis
ini dapat dilihat pada gambar berikut.

M1 M1 M1 J1
J1

Gambar 5. 3 Lintasan Proses Job Shop

5.7 Elemen Penjadwalan


Penjadwalan mempunyai beberapa elemen penting yang harus diperhatikan
seperti job, operasi, mesin serta hubungan yang terjadi diantaranya.

149
a. Job
Job dapat didefinisikan sebagai suatu pekerjaan yang harus diselesaikan untuk
mendapatkan suatu produk. Job biasanya terdiri dari beberapa operasi yang harus
dikerjakan (minimal satu operasi). Informasi yang dipunya oleh suatu job kepada
ketika datang ke lantai kerja pabrik biasanya adalah operasi-operasi yang harus
dilakukan di dalamnya (dari bagian engineering), saat job harus diselesaikan dan saat
job mulai dapat dikerjakan.

b. Operasi
Operasi adalah himpunan bagian dari job. Untuk menyelesaikan suatu job operasi-
operasi dalam job diurutkan dalam suatu urutan pekerjaan tertentu. Urutan tersebut
ditentukan pada saat perencanaan proses. Matriks routing berisikan informasi
mengenai urutan pengerjaan dan jenis mesin yang digunakan dalam setiap operasi.

Tabel 5. 1 Contoh Matrik Routing


OPERASI
1 2 3
1 1 2 3
2 1 2 3
JOB
3 1 2 3
4 1 2 3

Setiap operasi mempunyai waktu proses. Waktu proses tij adalah waktu pengerjaan
yang diperlukan untuk melakukan operasi tersebut. Waktu proses operasi untuk suatu
job biasanya telah diketahui sebelumnya dan mempunya besar tertentu. Waktu operasi
ditampilkan juga dalam bentuk matriks yang dikenal sebagai matriks waktu
operasi/proses.

150
Tabel 5. 2 Contoh Waktu Proses
OPERASI
1 2 3
1 4 3 2
2 1 4 4
JOB
3 3 2 3
4 3 3 1

Pada matriks waktu proses, operasi 1 dari job 1 memiliki waktu proses 4 satuan waktu
dan pada matriks routing, operasi 1 dan job 1 dikerjakan di mesin 1. Untuk menuliskan
kondisi tersebut seringkali digunakan notasi Oijk untuk merepresentasikan suatu
operasi j dari job i diproses di mesin k dan tijk untuk merepresentasikan waktu proses
suatu operasi j dari job I diproses di mesin k. Setelah input dari masing-masing job
telah didefinisikan, proses selanjutnya adalah penugasan operasi dari job pada tiap
mesin. Penugasan ini mempunyai aturan yang bermacam-macam dan penggunaannya
biasanya ditentukan oleh kebijaksanaan manajemen dan berdasarkan sistem
produksinya serta kriteria optimalitas yang diinginkan.
c. Mesin
Mesin adalah sumber daya yang diperlukan untuk mengerjakan proses penyelesaian
suatu job. Setiap mesin hanya dapat memproses satu tugas pada satu saat tertentu.
Seebuah jadwal yang layak adalah kumpulan dari hubungan presedensi
(precedence relation), yang memberikan urutan proses yang lengkap pada setiap mesin.
Hal tersebut harus memenuhi tiga kondisi berikut :
1. Routing tiap job diikuti
2. Setiap mesin hanya memproses satu job pada satu waktu, dan pemrosesan tidak
diinterupsi
3. Waktu proses dari tiap operasi telah ditentukan
Permasalahan Penjadwalannya adalah memilih sebuah jadual dari semua jadual yang
layak dengan kriteria performansi yang diinginkan.

151
5.8 Istilah dalam Penjadualan
Beberapa istilah yang biasa digunakan dalam kriteria optimalitas penjadualan
adalah :
Waktu Proses (ti) : Waktu proses yang dibutuhkan per job i
Makespan (Ms)/Flow Time Maksimum : Jangka waktu penyelesaian suatu
penjadualan yang merupakan jumlah seluruh waktu proses .


n
Untuk 1 Mesin : Ms = i 1
ti

Untuk m mesin : Ms = Max (Ft)


Ready Time (Rj) : Waktu yang dibutuhkan suatu job pada saat yang siap untuk proses.
Waiting Time (Wi) : waktu tunggu seluruh operasi dari suatu job.
n
Wi = Wij
j 1

Flow Time (Fi) : Waktu tinggal job i dalam sistem


Fi = Ci ri
Completion Time (Ci) : Saat job i selesai dikerjakan
Ci = Fi + ri
1 n
Rata-rata Flow Time : F = Fj
n j 1
Due Date (dj) : Batas waktu akhir suatu job i harus selesai dikerjakan.
Lateness (Li) : Selisih waktu antara Completion Time (Ci) dengan due date (di) job i.
Li = Ci - Di
Li 0, saat penyelesaian memenuhi due date
Li 0, Saat penyelesaiaan melewati due date
Rata-rata Lateness :
1 n
Ls = (Ci d i )
n j 1
Tardiness (Ti) : Lateness dari job j jika gagal memenuhi due date atau nilainya nol
jika memenuhi due date
Ti = maks (0,Li)

152
Earliness (Ei) : Lateness dari job i jika memenuhi due date atau nilainya nol jika tidak
memenuhi due date
Ei = min (0,Li)
1 n
Rata-Rata Tardiness : Ts = Tj
n j 1
Number Of Tardiness :
n
NT =
t 1
i

i = 1, bila Ti > 0
i = 0, bila Tj < 0
Slack Time (Si) : Waktu sisa yang tersedia bagi suatu job
Si = di ti
Utilitas Mesin (U) : Ratio dari seluruh waktu proses yang dibebankan pada mesin
dengan rentang waktu untuk menyelesaikan seluruh tugas pada semua mesin.
n

t i
U i 1

(mxF max)
Tmax atau L max :
Tmax = max (0, Lmax)
Lmax = max (Li)

5.9 Ukuran Performansi Penjadwalan


Permasalahan penjadwalan yang paling dasar muncul ketika sejumlah pekerjaan
menunggu untuk diselesaikan dan hanya ada satu buah prosesor yang tersedia. Waktu
proses dan due date dari setiap pekerjaan diketahui dan independen secara urutan
selama pekerjaan dijalankan. Permasalahan penjadwalan pada situasi ini adalah untuk
memutuskan pekerjaan mana yang akan diproses pertama, kedua, ketiga, dan
seterusnya. Pilihan urutan akan mempengaruhi kapan setiap pekerjaan selesai
dikerjakan.
Beberapa ukuran performansi penjadwalan :

153
1. Makespan (Ms) : waktu selesainya semua job
n
Ms t i (1)
i 1

dimana:
Ms = Makespan untuk n pekerjaan pada jadwal S,
Ti = Waktu proses untuk pekerjaan i.

2. Mean Flowtime ( Fs ) : rata-rata waktu tinggal job dalam system


Jika kita mengasumsikan bahwa semua pekerjaan tersedia saat jadwal dimulai (misal:
pada T = 0.0), flow time masing-masing task sama dengan completion time
Fi , s Ci , s (2)

dimana
Fi , s = flow time untuk job i dalam jadwal S

Ci , s = completion time untuk job I dalam jadwal S

dan mean flow time untuk jadwal S adalah


1 n
Fs Fi, s
n i 1
(3)

3. Mean Lateness ( Ls ) = rata-rata deviasi antara waktu selesai suatu job dengan due
datenya.
jika asumsinya semua due dates diukur dari T = 0.0,
lateness Li , s Ci , s d i (4)

1 n
mean lateness Ls Li, s
n i 1
(5)

4. Mean Tardiness ( Ts ) = rata-rata lateness yang positif atau job terlambat

tardiness Ti , s max 0, Ci , s di (6)

1 n
mean tardiness Ts Ti, s
n i 1
(7)

n
number of tardy job : NT i (7.8)
i 1

dimana i 1 _ jikaTi 0 dan = 0 sebaliknya

154
maksimum lateness Lmax max Li , s

maksimum tardiness Tmax max 0, L max


i _ dalam _ n
Walaupun kita tidak dapat mempengaruhi tujuan makespan dengan menyeleksi
urutan yang bagus, kita dapat mempengaruhi mean flow time, men lateness, dan mean
tardiness.

A B

B A

t[1] t[2] t[1] t[2]


Time Time

Gambar 5. 4 Gantt chart

Rumusan FLOWTIME : . Fs
1
F1 F2 1 t1 t1 t2 (8)
2 2

Perhatikan 2 job di atas, A dan B.


waktu prosesnya tA = 2 dan
tB = 6
due datenya. Tidak diketahui.
Jika kita mengerjakan dengan urutan A B (dari waktu terkecil)
Waktu proses total =2+6=8
Flowtime A =2 (waktu proses)
B = 2 + 6 (waktu menunggu A + waktu proses)
Total = 2 + 8 = 10
Jika kita mengerjakan dengan urutan B - A (dari waktu terbesar)
Waktu proses total =2+6=8

155
Flowtime B =6 (waktu proses)
A = 6 + 2 (waktu menunggu A + waktu proses)
Total = 6 + 8 = 14
Terbukti : Mengurutkan pekerjaan dari yang terkecil memberi flowtime lebih kecil.

Algoritma untuk mengurutkan pekerjaan dengan tujuan mencapai peningkatan


performansi sistem penjadwalan mesin kemudian banyak berkembang.

5.10 Teknik-Teknik Pemecahan Masalah Penjadwalan Flowshop


Ada beberapa teknik yang telah dikembangkan untuk melakukan Penjadwalan
multi produk baik yang menggunakan satu mesin maupun dua atau lebih mesin.
Penjadwalan dengan menggunakan satu mesin metode yang dapat digunakan
antara lain :
1. SPT (Shortest processing Time)
2. EDD (Earliest Due Date)
3. LPT (Longest Processing Time)
4. WSPT (Weighted Shortest Processing Time)
5. SLACK
Sedangkan untuk Penjadwalan yang menggunakan lebih dari satu mesin,
metoda yang dapat dipakai adalah :
1. Algoritma Johnson
Algoritma Johnson untuk n pekerjaan, 2 mesin
Algoritma Johnson untuk n pekerjaan, 3 mesin
2. Algoritma Branch and Bound
Algoritma Branch and Bound digunakan bila kondisi untuk Algoritma Johnson n
pekerjaan, 3 mesin tidak terpenuhi
3. Algoritma Campbell, Dudek & Smith
Algoritma CDS dikembangkan untuk menangani n pekerjaan yang dikerjakan pada
m mesin secara berurutan
Algoritma CDS adalah sebagai berikut :
i. Tentukan K = 1, hitung t*i,1 dan t*i,2 dengan menggunakan persamaan :

156
K
t i*,1 t i ,k
k 1

K
t i*, 2 t i ,m k 1
k 1

dimana : ti,k = Waktu Proses untuk job I pada mesin ke k


k = 1,2,,m-1
m = Jumlah Mesin
ii. Jadwalkan pekerjaan (job) dengan menggunakan algoritma Johnson, dimana ti,1 =
t*i,1 dan ti,2 = t*i,2 , seperti pada langkah awal. Catat urutan pekerjaan dan hitung
makespan. Ulangi langkah 1 dan 2 sampai K = m 1 (dimana m = jumlah mesin)
iii. Jika K = (m 1), perhitungan dihentikan, catat makespan yang terkecil sejak K =
1 sampai K = m 1. Makespan yang terkecil merupakan Penjadwalan yang
terpilih. Jika K (m 1), maka K = K + 1 dan kembali ke langkah 1.

5.8.1 Penjadwalan N Job 1 Mesin


Aturan SPT untuk Meminimasi Mean Flow Time pada satu mesin
Ketika jadwal n job pada satu mesin, mean flow time diminimasi dengan urutan
The Shortest Processing Time (SPT) job pertama, yaitu adalah t1 t2 .... tn .

Contoh. SPT dengan tujuan meminimasi mean flow time :


Waktu proses
Job (jam)
1 5
2 8
3 6
4 3
5 10
6 14
7 7
8 3
Urutan SPTnya adalah 4-8-1-3-7-2-5-6.

157
MFT Fs
1
8 x3 7 x3 6 x5 5 x6 4 x7 3x8 2 x10 1x14
8

=
1
24 21 30 30 28 24 20 14 = 23.875 jam
8

Kinerja SPT :
meminimasi mean flow time,
meminimasi mean lateness,
meminimasi waiting time, dan
meminimasi mean number of tasks waiting sebagai WIP.
Bukti yang diberikan di atas adalah untuk n job pada satu mesin dimana semua
job ada pada awal periode.

Kelemahan. Jika job secara kontinyu datang dari waktu ke waktu, aturan SPT akan
cenderung menolak job dengan waktu proses yang lama dan lebih cenderung ke job yang
waktu prosesnya lebih pendek. Jadi, ini memungkinkan job yang waktu prosesnya lama
mempunyai flow time yang sangat lama.

Solusi sederhana :
Melihat secara periodic job yang telah menunggu dengan waktu yang lama dan
menjalankan mereka berikutnya kendati ada job yang lebih pendek.
Secara periodik mengumpulkan semua job bersamaan dan menjalankan mereka
sebelum batch yang berikutnya datang.

Variasi dari aturan SPT adalah weighted scheduling rule (WSPT), yang digunakan
ketika pentingnya job berbeda. Penjadwal dapat memberikan nilai kepentingan, wi, pada
masing-masing job. Nilai yang paling besar, adalah job yang lebih penting. Kemudian,
dengan membagi waktu proses dengan weighting factor, tendensinya untuk
menempatkan job yang lebih penting ke posisi yang lebih awal pada urutan. The weighted
mean flow time didapatkan rumus

158
n

w F i i
Fw, s i 1
n

w
i 1

Aturan WSPT untuk Meminimasi Weighted Mean Flow Time


Ketika penjadwalan n job pada satu mesin, job i mempunyai bobot wi, weighted
mean flow time diminimasi dengan mengurutkan dengan urutan
t1 t2 t n
...
w1 w2 wn

Contoh WSPT :
Job Waktu proses Bobot kepentingan ti
(i) (ti) jam (wi) wi

1 5 1 5.0
2 8 2 40
3 6 3 2.0
4 3 1 3.0
5 10 2 5.0
6 14 3 4.7
7 7 2 3.5
8 3 1 3.0

Urutan (sequencing) : 3-4-8-7-2-6-1-5.


Mean flow time : 27.0 jam, dan
weighted mean flow time : 27.47 jam.

Aturan SPT untuk Meminimasi Mean lateness pada Satu Mesin


Bukti :
Mean Lateness yang telah didapatkan pada persamaan (4) dan (5) menjadi

159
1 n
Ls Fi di
n i 1
1 n 1 n
i n
n i 1
F
i 1
di

Fs d s

Ingat bahwa d s adalah rata-rata pada sekumpulan due dates yang konstan dan

independent pada urutan. Jadi, untuk meminimasi Ls , kita hanya meminimasi Fs dengan
menggunakan aturan SPT.
Perhatikan kembali contoh masalah sebelumnya, sekarang kita memperluas
dengan menyertakan due dates.

Job Waktu proses Due date


(i) (ti) (di)
1 5 15
2 8 10
3 6 15
4 3 25
5 10 20
6 14 40
7 7 45
8 3 50

Ingat bahwa aturan SPT yang dihasilkan pada urutan 4-8-1-3-7-2-5-6. Lateness pada
masing-masing job didapatkan seperti di bawah ini

160
Job Waktu Completion Due Date Lateness
(i) proses Time (di) (Li,s)
Ti (ci)
4 3 3 25 -22
8 3 6 50 -44
1 5 11 15 -4
3 6 17 15 2
7 7 24 45 -21
2 8 32 10 22
5 10 42 20 22
6 14 56 40 16
Mean Lateness adalah = -29/8 = -3.624 jam

Aturan EDD untuk meminimasi Maksimum Lateness Pada Satu Mesin


Dikenalkan oleh Jackson (1955), aturannya :
d1 d2 ... dn

Urutan yang dihasilkan : 2-1-3-5-4-6-7-8.


Perbandingan lateness pada aturan EDD akan ditunjukkan sebagai berikut:

Job Completion Due Date Lateness


(i) Time (di) (Li)
(ci)
2 8 10 -2
1 13 15 -2
3 19 15 4
5 29 20 9
4 32 26 7
6 46 40 6
7 53 45 8
8 56 50 6

161
Performansi :
Jumlah job terlambat : 6.
mean lateness : 36/8 = 4.5 jam.
Maksimum lateness dan tardiness : 9 jam.
Aturan EDD memberikan jadwal yang diinginkan hanya jika menghasilkan nol
atau satu keterlambatan job. Jika menghasilkan lebih dari satu keterlambatan job,
algoritma hodgson akan menghasilkan tujuan yang diinginkan. Algoritma Hodgson akan
diberikan di bawah ini.

Hodgson: Meminimasi Jumlah Tardy Job untuk Satu Mesin


Aturan :
Langkah 1 Urutkan semua job dengan aturan EDD; jika terdapat 0 atau satu job
yang terlambat (positive lateness), berhenti. Jika tidak lanjutkan ke
langkah 2
Langkah 2 Mulai pada urutan awal EDD sampai akhir, identifikasi job yang
pertama terlambat. Jika job yang selanjutnya tidak ada yang terlambat,
lanjutkan ke langkah 4; jika tidak lanjutkan ke langkah 3.
Langkah 3 Anggap bahwa job yang terlambat adalah pada posisi ke i dalam
urutan. Periksa job pertama sampai job yang terlambat, dan
identifikasi job dengan waktu proses yang terlama. Ubah job tersebut
dan tempatkan di belakang. Periksa kembali completion time pada job
yang lain untuk menggambarkan perubahan, dan kembali ke langkah
2.
Langkah 4 Tempatkan semua job yang diatur dari urutan pertama sampai akhir

Contoh masalah dalam algoritma Hodgsons.


Iterasi 1.
Langkah 1. Aturan EDD menghasilkan urutan 2-1-3-5-4-6-7-8 dengan 6 job yang
terlambat.

162
Job i 2 1 3 5 4 6 7 8
Processing Time ti 8 5 6 10 3 14 7 3
Completion Time ci 8 13 19 29 32 46 53 56
Due date di 10 15 15 20 25 40 45 50
Lateness Li -2 -2 4 9 7 6 8 6

Langkah 2. Job 3 adalah job yang pertama terlambat.

Langkah 3. Job 2 mempunyai waktu proses yang terlama pada tiga job pertama, jadi ini
digeser di belakang

Job i 1 3 5 4 6 7 8
Processing Time ti 5 6 10 3 14 7 3
Completion Time 5 11 21 24 38 45 48
ci
Due date di 15 15 20 25 40 45 50
Lateness Li -10 -4 1 -1 -2 0 -2

Iterasi 2.
Job 5 merupakan job yang pertama kali terlambat; dan job 1, 3, dan 5; job 5 merupakan
yang terlama. Untuk itu, digeser di belakang
Job i 1 3 4 6 7 8
Processing Time ti 5 6 3 14 7 3
Completion Time 5 11 14 28 35 38
ci
Due date di 15 15 25 40 45 50
Lateness Li -10 -4 -11 -12 -10 -12

Tidak ada lagi job yang terlambat. Jadi yang pertama dalam urutan adalah 1-3-4-6-7-8
dan urutan yang paling akhir adalah job 2 dan 5. jadi, urutannya menjadi 1-3-4-6-7-8-2-

163
5. Hasil urutannya akan ditunjukkan sebagai berikut

Job Completion Due Date Lateness


(i) Time (di) (Li)
(ci)
1 5 15 -10
3 11 15 -4
4 14 25 -11
6 28 40 -12
7 35 45 -10
8 38 50 -12
2 46 10 36
5 56 20 36

Performansi Algoritma Hodgson :


Jumlah job yang terlambat : 2.
mean Lateness : 1.625 jam,
Maksimum lateness untuk hodgsons adalah 36,

Aturan Slack untuk meminimasi Mean Tardiness pada Satu Mesin


Slack time sama dengan due date dikurangi processing time. Aturan slack dengan
mengurutkan job menurut slack time pertama yang paling pendek.

164
Job Processing Due Date Slack Time
(i) Time (di) (SLi)
(ti)
1 5 15 1
2 8 1 2
3 6 15 9
4 3 25 22
5 10 20 10
6 14 40 26
7 7 45 38
8 3 50 47

Hasil urutan : 2-3-1-5-4-6-7-8,

Job Completion Due Date Tardiness


(i) Time (di) (Ti)
(ci)
2 8 10 0
3 14 15 0
1 19 15 4
5 29 20 9
4 32 25 7
6 46 40 6
7 53 45 8
8 56 50 6

165
5.8.2 Penjadwalan Mesin N Job 1 Mesin Paralel
ALGORITMA SPT
Langkah 1 : Urutan semua tugas di order/pesanan SPT.
Langkah 2 : Mengambil job/order satu demi satu, menjadwalkan mereka di mesin sesuai
urutannya dengan memprioritaskan mesin yang paling siap terlebih dahulu
Contoh :
Task Processing
i Time t I
1 5
2 6
3 3
4 8
5 7
6 2
7 3
8 5
9 4
10 2
Urutan SPT adalah 6-10-3-7-9-1-8-2-5-4.

Hasil Penjadwalannya :
Mesin
3 3 1 5

2 10 9 2

1 6 7 8 4
Waktu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Gambar 5. 5 Ilustrasi Penjadwalan untuk Algoritma SPT

Rata-rata Flowtime : 8.1 jam ini


makespan itu : 18 jam.
ALGORITMA LPT

166
Mengurangi Makespan dan Mean Flowtime sekaligus.
Langkah 1 : Urutan n job dengan LPT (Longest Processing Time).
Langkah 2 :Jadwal masing-masing job sesuai aturan LPT pada mesin dengan
mendahulukan mesin yang paling siap
Langkah 3 : Setelah selesai, balikkan urutan mereka di masing-masing mesin, seperti
aturan SPT.
Urutan LPT : 4-5-2-1-5-9-3-7-6-70.

Hasil Penjadwalan :
Mesin

3 2 1 3 10

2 5 8 7

1 4 9 6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Waktu
Gambar 5. 6 Ilustrasi penjadwalan sesuai aturan LPT (tahap1)

Mesin

3 10 3 1 2

2 7 8 5

1 6 9 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Waktu
Gambar 5. 7 Ilustrasi penjadwalan hasil pembalikan seperti SPT (tahap 2)
Mean Flowtime : 8.1 jam
Makespan : 16 jam.
ALGORITMA EDD

167
Mengurangi Maximun Kelambatan di Prosesor Parallel M
Langkah 1 : Urutan job dengan aturan EDD.
Langkah 2 : Jadwalkan pada mesin paralel dengan mendahulukan mesin yang paling
siap
Hasil urutannya : 6-10-1-7-2-8-5-4-3-9.

Hasil Penjadwalan :
Mesin

3 1 5 9

2 10 2 4

1 6 7 8 3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Waktu
Gambar 5. 8 Ilustrasi Contoh Masalah Penjadwalan dengan Algoritma EDD pada Mesin Paralel

Performansi :
Keterlambatan rata-rata : 0.6 jam,
Keterlambatan maksimum : 4 jam,
Jumlah keterlambatan : 3 job yang terlambat

ALGORITMA SLACK
Langkah 1 : urutkan berdasarkan aturan SLACK.
Langkah 2 : Jadwalkan hasil urutannya pada mesin paralel
Hasil : 1-2-b-4-5-7-5-10-3-9-7

Penjadwalan :

168
Mesin

3 6 4 10 9

2 2 7 8

1 1 5 3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Waktu
Gambar 5. 9 Ilustrasi Penjadwalan Contoh Masalah dengan Aturan SLACK
Performansi :
Keterlambatan rata-rata : 1.3 jam
Keterlambatan maksimum : 5 jam
Jumlah yang terlambat : 6 job

ALGORITMA HODGSON
Langkah 1 : urutkan berdasarkan aturan EDD. Jadwalkan secara paralel
Langkah 2 : Untuk setiap prosesor, review job sampai menemukan job yang terlambat.
Latihan 3 : Identifikasi dengan LPT. Pindahkan job yang mempunyai waktu terlama dan
pindah ke belakang. Revisi completion time sesuai perubahan
jadwal.
Tahap 1, hasil urutan dan jadwalnya seperti hasil algoritma EDD dengan 3 job terlambat
yaitu 4, 5, dan 9.
Untuk tahap 2 dan 3, tidak ada yang bisa dilakukan pada mesin 1 dan 2. Karena job 4
berada di urutan terakhir. Pada mesin 3 kita dapat memindahkan job 5 sehingga job 9 bisa
diselesaikan tepat waktu.

Penjadwalan :

169
Mesin

3 6 4 10 9

2 2 7 8

1 1 5 3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Waktu
Gambar 5. 10 Ilustrasi Penjadwalan Contoh Masalah Dengan Aturan SLACK

Performansi :
Keterlambatan rata-rata : 0.9 jam
Keterlambatan maksimum : 5 jam
Jumlah yang terlambat : 2 job
Tabel 5. 3 Aturan untuk penjadwalan n job m mesin paralel
Tujuan Algo Mean Terlambat Jmlh Terlambat
Makespan
(mengurangi) ritma Flow Max terlambat rata-rata
SPT 9.3 8.1 18 6 3 1.3
LPT 9.4 8.1 16 7 4 1.4
EDD 9.5 8.9 16 4 3 0.6
SLACK 9.6 10.1 16 5 6 1.3
HODGSON 9.8 8.8 16 5 2 0.9

5.8.3 FLOWSHOP SERIAL N JOB M MESIN


Aturan Johnson untuk meminimasi makespan pada N Job 2 Mesin serial.
Tahap 1 : Untuk semua job i temukan minimum ti,1 dan ti,2, waktu proses pada
mesin satu dan dua.
Tahap 2 : Jika waktu minimum pada mesin 1 (ti,1) maka penjadwalan job pada
posisi awal (taruh depan urutan) lalu lanjut tahap 3. Jika waktu minimum
pada mesin 2 (ti,2) maka penjadwalan job pada posisi akhir (taruh akhir
urutan).

170
Tahap 3 : Hilangkan job yang sudah dijadwalkan dalam daftar. Jika job masih,
kembali ke tahap 1 jika tidak maka berhenti.
Berikut ini merupakan contoh yang terdiri dari 10 job dengan menggunakan algoritma
Johnson.
Waktu proses mesin 1 Waktu proses mesin 2
Job (i)
(jam) (jam)
1 3 5
2 6 2
3 2 8
4 7 6
5 6 6
6 5 9
7 5 4
8 3 2
9 6 8
10 10 4

Waktu proses yang paling sedikit dari 10 job tersebut adalah t2,2, t3,1, dan t8,2. Lalu
job 3 sebaiknya dijadwalkan pada awal jadwal (awal urutan) dan job 2 dan 8 diakhir. Kita
memilih antara job 2 dan 8 untuk dijadwalkan paling akhir maka kita menggunakan job
2 karena memiliki waktu proses terlama pada mesin 1. maka penjadwalannya :
3 82
Dengan 3 job hilang dari daftar, minimum waktu proses adalah 3 jam untuk mesin
1 (ti,1) yang mana mengambil job 1 pada posisi penjadwalan yang kedua.

3 1 82

Lanjutkan sampai selesai, maka menghasilkan penjadwalan sebagai berikut 3-1-


6-9-5-4-7-10-8-2. Gambar berikut menggambarkan urutan ini. Makespan = 56 jam.

171
2 3 1 6 9 5 4 7 10 8 2
Mesin

1 3 1 6 9 5 4 7 10 8 2

4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56

Waktu

Gambar 5. 11 Ilustrasi Penjadwalan Masalah dengan Algoritma Johnson

Pada sistem flowshop, sangat dimungkinkan terjadi waiting time dan idle time.
Waiting time : waktu tunggu material karena sudah selesai di suatu mesin tapi mesin
berikutnya belum siap. Mesin masih memproses job lain. Sehingga
terpaksa harus menunggu.
Contoh : Job 9. Pada mesin 1 selesai pada t=16, sedang mesin 2 baru siap
memproses job 9 pada t=24. Sehingga Wt = 8.
Idle time : waktu tunggu mesin karena sudah selesai memproses suatu job tetapi
job berikutnya masih diproses di mesin sebelumnya.
Aturan CDS (Campbell, Dudek dan Smith) meminimasi makespan pada N Job M
Mesin serial
Sebuah generalisai dari aturan Johnson untuk m mesin dapat menggunakan
algoritma Campbell, Dudek, dan Smith. Idenya adalah menggunakan sebuah aturan
seperti Johnson untuk membuat m-1 mesin pada penjadwalan dan pilih yang terbaik dari
ini untuk diimplementasikan. Untuk penjadwalan yang pertama, satu aplikasi algoritma
Johnson untuk t*i,1 dan t*i,2 dimana
t*i,1 = ti,1
t*i,2 = ti,m

ini merupakan, waktu proses pada mesin pertama dan mesin yang terakhir. Untuk
penjadwalan yang kedua,
t*i,1 = ti,1 + ti,2
t*i,2 = ti,m + ti,m-1

172
ini merupakan, waktu proses pada dua pertama dan dua yang terakhir. Untuk K
penjadwalan,
K
t*i,1 = t
k 1
i,k ....................................(9)

K
t*i,2 = t
k 1
i , m k 1 ................................(10)

Tahap 1 : Untuk K=1. hitunglah t*i,1 dan t*i,2 menggunakan persamaan (9) dan (10).
Tahap 2 : Penjadwalan m job dengan menggunakan algoritma Johnsons, dimana
ti,1 = t*i,1 dan ti,2 = t*i,2, yang diperoleh dari tahap 1. Catat urutannya dan
hitung makespan. Jika makespan makespan paling kecil diperoleh maka
simpan urutan penjadwalan ini dan nilai makespannya.
Tahap 3 : Jika K = (m-1), berhenti; yang terbaik sekarang disimpan urutannya
dimana hanya satu urutan yang diberlakukan. Jika K (m-1),
tingkatkan nilai K satu demi satu dan kembali ke tahap 1, sampai (m-1).
Ilustrasi dari algoritma ini dan mengembangkan sebuah metode untuk menghitung
makespan pada situasi M mesin, menggunakan masalah pada 3 mesin serial.

Waktu proses Waktu proses Waktu proses


Job (i)
M1 (jam) M2 (jam) M3 (jam)
1 4 3 5
2 3 3 4
3 2 1 6
4 5 3 2
5 6 4 7
6 1 8 3

Untuk K= 1dan K=2, nilai t*i,1 dan t*i,2 adalah sebagai berikut

K=1 K=2
Job (i)
t*i,1 t*i,2 t*i,1 t*i,2

173
1 4 5 7 8
2 3 4 6 7
3 2 6 3 7
4 5 2 8 5
5 6 7 9 11
6 1 3 10 11

174
Penjadwalan untuk K=1
Mesin
3 6 3 2 1 5 4

2 6 3 2 1 5 4

1 6 3 2 1 5 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 Waktu

Penjadwalan untuk K=2


Mesin
3 3 2 1 6 5 4

2 3 2 1 6 5 4

1 3 2 1 6 5 4

Wakt
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 u
Gambar 5. 12 Ilustrasi Penjadwalan Contoh Masalah dengan Algoritma CDS

175
Aplikasi algoritma CDS untuk K=1 dengan pengurutan 6-3-2-1-5-4. Untuk K=2 dengan
urutan 3-2-1-6-5-4. Hasil dari dua penjadwalan ini dapat dilihat pada gambar di atas.
Untuk K=1, makespan = 36 jam dan K=2 makespan = 33 jam. Maka urutan yang
diberlakukan adalah3-2-1-6-5-4.

5.11 Teknik-Teknik Pemecahan Masalah Penjadwalan Jobshop


Masalah klasik penjadwalan job shop berbeda dengan masalah pada flow shop,
yaitu mengenai satu hal : aliran kerja pada job shop tidak unidirectional. Masing-
masing job terdiri dari beberapa operasi dengan struktur presedence yang tidak liner
seperti pada model flow shop. Karena urutan kerja pada job shop tidak unidirectional,
masing-masing mesin pada stasiun kerja dapat dilihat karakteristiknya sebagai aliran
kerja input dan output, seperti ditunjukkan gambar 5.13. Tidak seperti model flow
shop, pada model job shop tidak ada initial (awalan) mesin yang bekerja hanya pada
operasi pertama dari job, juga tidak ada mesin terminal (akhiran) yang bekerja hanya
pada operasi terakhir dari job.

New jobs

Mesin
In-process jobs In-process jobs
k

Completed jobs

Gambar 5. 13 Aliran Kerja Mesin Untuk Job Shop

Pada flow shop, operasi k dari beberapa job dilakukan pada mesin k, dan tidak
perlu dibedakan antara nomer operasi dan nomer mesin. Pada kasus job shop hal ini
lebih tepat untuk menggambarkan sebuah operasi dengan triplet (i,j,k) dengan tujuan
untuk menandai operasi j untuk job i dan dilakukan pada mesin k. Sebaliknya, model
job shop didasarkan pada asumsi yang sama dengan model flow shop

176
Penggambaran secara grafis permasalahan job shop melibatkan job dan gantt
chart. Penggambaran job secara grafis pada gambar 5.14 (a), 5.14 (b), dan 5.15 (a),
5.15 (b).

Job 1 111 122 133

Job 2 212 221 233

Job 3 313 322 331

Job 4 412 423 431

Gambar 5. 14 (a) Gambaran Secara Grafis dari Job Shop Job Demi Job

Mesin 1 111 221 331 431

Mesin 2 122 212 322 412

Mesin 3 133 313 423 233

(b) Gambaran Secara Grafis dari Job Shop Job Demi Job Mesin Demi Mesin.

Mesin 1 221 111 431 331

Mesin 2 212 412 322 122

Mesin 3 133 313 423 233

Gambar 5. 15 (a) Jadwal Feasible Untuk Job Shop: Gantt Chart

177
Job 1 111 122 133

Job 2 212 221 233

Job 3 313 322 331

Job 4 412 423 431

.(b) Jadwal Feasible Untuk Job Shop Job Demi Job

Representasi tabular dari data untuk contoh diatas ditunjukkan pada tabel 1
Sekumpulan penugasan pada mesin terhadap job yang diberikan disebut routing. Sebagai
contoh, job 2 mempunyai routing mesin 2-1-3.

Tabel 5. 4 (a) Waktu Proses


Tabel 5.4 (b) Routing
Operasi
Operasi
1 2 3 1 2 3
Job 1 4 3 2 Job 1 1 2 3
2 2 1 3
2 1 4 4 3 3 2 1
3 3 2 3 4 2 3 1

4 3 3 1

Teknik-teknik Penjadwalan Job Shop dapat dibedaakan dalam dua bentuk yaitu :

1. Teknik Penjadwalan Optimal


Teknik dapat dilakukan denganberbagai cara, diantaranya :

Teknik Integer Programming


Teknik Branch And Bound
2. Pendekatan Heuristik
Teknik ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantanya :

178
Priority Dispatching
Dispatching adalah suatu jenis metoda penjadulan dimana waktu siap dari
setiap mesin ditentukan sedemikian rupa sehingga berurutan naik. Keputusan
pemilihan produk yang akan diproses dapat dilakukan pada saat mesin siap
menerima produk (mesin menganggur). Pada teknik ini ditentukan aturan prioritas
untuk memilih satu operasi diantara operasi-operasi yang mengalami konflik pada
mesin m pada setiap tahap. Mengenai aturan prioritas ini telah dibahas
sebelumnya pada bab ini.
Sampling
Probabilistik Dispatching

5.10.1 Jenis-Jenis Penjadwalan


Pada dasarnya, terdapat banyak sekali jadwal feasible untuk job shop problem.
Terjadinya idle time yang berlebihan pada jadwal terjadi jika beberapa operasi
dimulai pada waktu lebih awal tanpa mengubah urutan operasi pada mesin.
Penjadwalan yang umum digunakan dalam jobshop terbagi menjadi 3, yaitu :
a. Jadwal semiaktif
b. Jadwal aktif
c. Jadwal non delay
Mereduksi idle time dengan pengaturan waktu mulai (start time) pada beberapa
operasi atau melakukan pergeseran/perpindahan job dapat dilakukan. Tipe
pengaturan ini disebut local left-shift, atau left shift.
Pada kenyataannya, tidak sekumpulan jadwal tidak selalu dapat digeser/pindah.
Kumpulan semua jadwal yang tidak dapat diperlakukan sebagai local left-shift
disebut jadwal semiactive dan jadwal ini equivalent dengan sekumpulan jadwal yang
tidak terdapat idle time yang berlebihan.
Pada jadwal semiaktif start time dari sebagian operasi dibatasi oleh pemrosesan
job yang berbeda pada mesin yang sama atau dengan pemrosesan operasi awal secara
langsung pada mesin yang berbeda. Pada kasus sebelumnya, penyelesaian operasi
awal pada mesin yang sama merupakan konstrain., hal ini masih mungkin dicari nilai
untuk perbaikan. Seandainya, pada contoh tabel 5.4, dimana urutan job 4-3-2-1

179
digunakan pada masing-masing mesin. Berhubungan dengan hal tersebut, dibuat
jadwal semiaktif yang ditampilkan pada gambar 5.16a. Dimana tidak ada left local
shift yang mungkin pada jadwal ini, sebuah jadwal yang lebih baik dapat dihasilkan.
Sebagai contoh, jadwal ini memungkinkan untuk memulai operasi pada (1,1,1) lebih
awal dari 18 tanpa menunggu operasi lainnya. Sesungguhnya, operasi (1,1,1) dapat
dimulai pada waktu 0, dan ketiga operasi dari job 1 dapat dimulai lebih awal tanpa
menunggu operasi lainnya. Pada gantt chart, perubahan yang dihubungkan operasi
shift (1,1,1) pada bagian kiri dan melebihi operasi lain yang siap dijawdalkan pada
mesin 1. Tipe pengaturan ini-dimana beberapa operasi dimulai lebih awal tanpa
menunggu operasi lain-disebut global left shift, atau left shift yang sederhana.
Sekumpulan semua jadwal yang tidak terdapat global left shift dapat dibuat yang
disebut dengan jadwal aktif, dan jelas bahwa ini adalah subset dari set jadwal
semiaktif.

Mesin 1 4 3 2 1

Mesin 2 4 3 2 1

Mesin 3 4 3 2 1

(a)

Mesin 1 1 4 3 2

Mesin 2 4 3 2 1

Mesin 3 3 4 1 2

18

(b)

180
Mesin 1 1 4 2 3

Mesin 2 4 1 2 3

Mesin 3 3 4 1 2

16

(c)

Mesin 1 1 3 2 4

Mesin 2 4 3 2 1

Mesin 3 3 4 1 2

15

(d)
Gambar 5. 16 Pengaruh Left Shift pada Perubahan yang Diberikan Jadwal Semiaktif (A), Jadwal
Lebih Padat dan Semakin Padat Lagi (B), (C), (D).

Jalan lain untuk melihat aturan jadwal semiaktif dan aktif adalah dengan
menggunakan Diagram Venn. Segi empat besar pada gambar 5.17 menggambarkan
semua jadwal(jenisnya terbatas). Daerah bagian dalam yang berlabel S-A
menunjukkan jadwal semiaktif yang terbatas. Secara keseluruhan memuat
sekumpulan jadwal aktif, yang ditunjukkan daerah berlabel A. Tanda bintang
menunjukkan jadwal optimal, yang ditempatkan untuk mengindikasikan bahwa hasil
optimum harus ada pada jadwal aktif.

181
S-A

*
16

All

Gambar 5. 17 Diagram Venn yang menggambarkan jadwal semiaktif (S-A) dan jadwal aktif (A).

Jumlah jadwal aktif tetaplah besar, dan terkadang jumlah ini dapat dipercaya
untuk focus pada subset yang lebih kecil kyang disebut jadwal nondelay. Pada jadwal
nondelay tidak ada mesin yang idle pada satu waktu ketika dimulainya proses operasi.
Sebagai contoh, pada gambar 5.16b, perlu dicatat bahwa mesin 1 mengalami idle pada
waktu 5 ketika operasi mulai (3,3,1). Untuk itu jadwal tersebut bukanlah jadwal nondelay.
Jika job order pada mesin 1 diganti menjadi 1-3-2-4 maka jadwal semiaktif tersebut
menjadi jadwal aktif dan nondelay (lihat gambar 5.16d). dengan menentukan rentang idle
pada gambar 5.16c dapat juga ditentukan bahwa jadwal yang ditunjukkan bukanlah
jadwal nondelay. Sebagian jadwal ini mempengaruhi untuk membuat jadwal nondelay
dari jadwal aktif yang diberikan.
Semua jadwal nondelay adalah jadwal aktif sejak tidak ada left shifting yang
mungkin terjadi. Pada literature lain disebutkan jadwal aktif bukanlah jadwal nondelay.
Hal ini berartijumlah jadwal nondelay berkurang secara signifikan terhadap jumlah
jadwal aktif. Terjadinya dilemma dikarenakan tidak adanya garansi mengenai solusi
optimum pada jadwal nondelay. Diagram Venn pada gambar 5.17 dilengkapi dengan
jadwal nondelay pada gambar 5.18. Gambar 5.18a menggambarkan situasi dimana jadwal
optimal merupakan jadwal nondelay, dan gambar 5.18b menunjukkan jadwal optimal
bukan pada jadwal nondelay.

182
S-A
ND
*
A

All

* S-A
ND

All

Gambar 5. 18 Diagram Venn menggambrkan hubungan antara jadwal nondelay (ND), jadwal aktif
dan semiaktif.

Sebagai ringkasan, jadwal aktif secara umum mendominasi dalam job shop
problem. Jadwal nondelay merupakan terkecil dalam jumlah namun tidak dominan.
Namun, jadwal nondelay terbaik biasanya dapat diperkirakan dengan menghasilkan
solusi yang sangat baik, jika solusi tersebut ternyata tidak optimum. Aturan pada jadwal
nondelay sama seperti jadwal permutasi pada masalah flow shop yang besar: meskipun
set tersebut tidak selalu dominan, jadwal ini dapat mengahsilkan solusi dekat dengan
solusi optimum.
Perlakuan pada jadwal dilakukan untuk menyelesaikan masalah pada jobshop.
Fase selanjutnya adalah perkembangan prosedur sistematik untuk pembangkitan jadwal.
Kemudian, berbagai solusi algoritma dapat dibuat, dengan mengadopsi pembangkitan
prosedur menjadi kebutuhan masalah spesifik.

5.10.2 Pembangkitan Jadwal


Tingkatan prosedur yang penting untuk menghasilkan jadwal adalah tahap
prosedur dispatching. Prosedur dispatching adalah prosedur single-pass dalam dua
respek. Bukan hanya prosedur tersebut membuat one pass sepanjang daftar operasi,

183
menugaskan waktu mulai yang tidak dapat dirubah untuk masing-masing operasi,
tetapi prosedur tersebut juga membuat one pass dalam waktu mulai dari awal hingga
akhir prosedur. Prosesdur membangun jadwal pada Gantt chart mulai dari kanan
hingga kiri. Pendekatan single-pass yang berbeda, contohnya, adalah prosedur job-
at-a-time. Mekanisme tipe ini membuat single-pass sepanjang operasi, job demi job.
Mekanisme itu menjadwalkan semua operasi dari job yang diberikan sebelum
menerusakan ke jadwal operasi job yang lain. Pendekatan seperti itu membuat one
pass sepanjang daftar operasi, walaupun hal itu akan membuat beberapa pass pada
waktu sepanjang jadwal.
Kebanyakan prosedur pembangkitan jadwal melakukan operasi secara
konsisten dengan hubungan prioritas (precedence relation) masalah. Dengan kata
lain, tidak ada operasi yang dipertimbangkan hingga semua pendahulunya
(predecessor) telah dijadwalkan. Setelah semua predecessor operasi (i,j,k)
dijadwalkan, operasi telah dikatakan terjadwal (schedulable), dengan memperhatikan
waktu aktual dimana keputusan penjadwalan selanjutnya dibutuhkan. Prosedur
pembangkitan dijalankan dengan suatu susunan operasi penjadwalan pada setiap
stage, dan susuan tersebut ditentukan secara sederhana dari struktur prioritas
(precedence). Jumlah stage untuk prosedur one-pass adalah sama untuk jumlah
operasi, atau nm. Pada setiap stage, operasi yang telah ditugaskan waktu
permulaannya membentuk jadwal parsial. Jadwal parsial yang telah diberikan untuk
setiap masalah job shop, mungkin membentuk operasi penjadwalan dengan susunan
hubungan yang unik. Perhatikan
PSt = jadwal parsial yang mengandung t operasi penjadwalan.
St = susunan operasi pejadwalan pada stage t , berhubungan dengan PSt yang
telah diketahui.
j = waktu awal dimana operasi j S t dapat dmulai

j = waktu awal dimana operasi j S t dapat diselesaikan

Untuk jadwal parsial aktif yang telah diberikan, waktu mulai potensial j

ditentukan oleh waktu penyelesaian dari predecessor langsung operasi j dan waktu
penyelesaian paling akhir pada mesin diperoleh dari operasi j . Dua kuantitas tersebut

184
yang paling besar adalah j . Waktu selesai potensial j adalah hanya j + t j ,

dimana adalah waktu proses dari operasi j .


Pendekatan sistematik untuk menghasilkan jadwal aktif pertama diusulkan oleh
Giffler dan Thompson. Prosedurnya adalah sebagai berikut.

Algoritma 1
(Pembangkitan Jadwal Aktif)

Langkah 1 . Buatlah t 0 dan mulai dengan PSt sebagai jadwal parsial ke nol. Sebagai
permulaan, St meliputi semua operasi tanpa predecessor.
Langkah 2 . Tentukan * min j St { j } dan mesin m* dimana * dapat
direalisasikan.
Langkah 3 . Untuk setiap operasi j S t yang memerlukan mesin m * dan sehingga

a j * , buatlah jadwal parsial baru dimana operasi j ditambahkan ke PSt

dan dimulai pada waktu j .

Langkah 4 . Untuk setiap jadwal parsial baru PSt 1 , yang dibuat pada langkah 3,
perbaharui susunan data sebagai berikut:
(a) Hilangkan operasi j dari St .

(b) Bentuk S t 1 dengan menambahkan successor langsung operasi j ke St .

(c) Tambahkan t dengan 1.


Langkah 5 . kembali ke langkah 2 untuk setiap PSt 1 yang dibuat pada langkah 3, dan
lanjutkan cara tersebut hingga semua jadwal aktif telah dihasilkan.

Untuk menggambarkan bagaimana Algoritma 1 menghasilkan jadwal parsial


secara berulang-ulang, pertimbangkan contoh masalah table 5.4. Anggaplah bahwa stage
7 dimulai dengan PSt , jadwal parsial khusus diperlihatkan pada gambar 5.19. Hal
tersebut mengikuti

St = {(1,2,2),(2,2,1),(3,3,1),(4,3,1)}

185
* = min{ 122 , 221, 331, 431 } = min {9,10,8,7} = 7
m* = 1
Untuk mesin 1 : 221 6, 331 5, dan 431 6 . Karena masing-masing dari tiga waktu

mulai potensial tersebut adalah kurang dari * , tiga jadwal parsial aktif dapat dibentuk
untuk stage 8. hal tersebut sesuai dengan berikut.
1. Start (2,2,1) pada waktu 6; St = {(1,2,2),(2,3,3),(3,3,1),(4,3,1)},
2. Start (3,3,1) pada waktu 5; St = {(1,2,2),(2,2,1),(4,3,1)},
3. Start (4,3,1) pada waktu 6; St = {(1,2,2),(2,2,1),(3,3,1)}.
Catat bahwa jadwal partial ketiga pada daftar tersebut terdapat dalam jadwal penuh yang
diperlihatkan dalam gambar 5.17b.

Mesin 1 1

Mesin 2 4 3 2

Mesin 3 3 4

Gambar 5. 19 Jadwal Parsial Untuk Contoh Masalah

Struktur prosedur pembangkitan dapat dengan mudah disesuaikan, dengan


demikian hanya jadwal nondelay yang dihasilkan. Faktor yang krusial dalam Algoritma
1 yang dapat berubah muncul dalam langkah 2 dan 3. Prosedur selengkapnya
diperlihatkan sebagai berikut.

186
Algoritma 2
(Pembangkitan Jadwal Nondelay)

Langkah 1 . Buatlah t = 0 dan mulai dengan PSt sebagai jadwal parsial ke nol. Sebagai
permulaan, St meliputi semua operasi tanpa predecessor.
Langkah 2 . Tentukan * min { j } dan mesin m * sehingga * dapat direalisasikan.
jSt

Langkah 3 . Untuk setiap operasi j S t yang membutuhkan mesin m * dan sehingga

j * , buatlah jadwal parsial baru dimana operasi j ditambahkan pada


PSt dan dimulai pada waktu j .

Langkah 4 . Untuk setiap jadwal parsial baru PSt 1 , yang dibuat pada langkah 3,
perbaharui susunan data sebagai berikut:
(a) Hilangkan operasi j dari St

(b) Bentuk S t 1 dengan menambahkan successor langsung operasi j ke St

(c) Tambahkan t dengan 1


Langkah 5 . Kembali ke langkah 2 untuk setiap PSt 1 yang dibuat pada langkah 3, dan
lanjutkan dalam cara tersebut hingga semua jadwal nondelay telah
dihasilkan.
Jumlah jadwal yang dihasilkan oleh Algoritma 2 biasanya akan lebih sedikit
dibandingkan dengan jumlah yang dihasilkan oleh Algoritma 1. Hal tersebut berasal dari
fakta bahwa * * untuk jadwal parsial yang telah diberikan; oleh sebab itu jumlah

operasi dengan j * akan kurang dari atau sama untuk jumlah dengan * * .

Untuk mengindikasikan bagaimana perbedaan ini muncul, pertimbangkan


penerapan Algoritma 2 pada stage 7 untuk contoh dalam gambar 5.19. sekali lagi,
St = {(1,2,2),(2,2,1),(3,3,1),(4,3,1)}
Tetapi pada kasus ini,
* = min{ 122 , 221, 331, 431 } = min {6,6,5,6} = 5
m* = 1

187
Untuk mesin 1, hanya 221 5 dan , oleh sebab itu, hanya satu jadwal parsial yang
dihasilkan pada stage berikutnya:
Start (3,3,1) pada waktu 5; St = {(1,2,2),(2,2,1),(4,3,1)}
Hai ini merupakan salah satu alternatif yang muncul ketika algoritma 1
diterapkan, tetapi alternatif lain tidak mengarah kepada jadwal nondelay dan tidak
muncul saat ini.
Nilai * ditentukan pada berbagai stage mewakili titik dalam waktu dimana
keputusan penjadwalan dibuat pada masing-masing * mesin diperintahkan untuk
memulai operasi yang khusus. Karena nilai * membentuk urutan tanpa pengurangan,
Algoritma 2 secara jelas merupakan prosedur dispatching. Untuk Algoritma 1, titik
keputusan untuk masing-masing mesin membentuk urutan peningkatan; oleh sebab itu
hal tersebut juga merupakan prosedur dispatching.
Prosedur pembangkitan dimana berdasarkan Algoritma 1 dan 2 merupakan
pendekatan struktur pohon (tree-structure) terhadap pembangkitan jadwal. Titik pada
pohon sesuai dengan jadwal parsial, dan setiap waktu operasi baru ditempatkan pada
jadwal parsial algoritma memproses dari level yang satu ke level berikutnya. Jika pohon
dibangun pada keseluruhannya, kemudian semua jadwal aktif dijumlahkan dibawah
algoritma 1 dan semua jadwal nondelay dijumlahkan dibawah algoritma 2. Mekanisme
tree-structure yang diberikan tersebut, pendekatan yang memungkinkan mungkin untuk
menjumlahkan dengan prosedur branch and bound, yang akan dibahas pada bagian
berikutnya. Lebih lanjut lagi, perancangan beberapa prosedur heuristik yang efektif
berdasarkan pendekatan yang sama untuk pembangkitan jadwal.

5.11 Beberapa Kendala dalam Penjadwalan di Tingkat Shopfloor


Pada saat penjadalan produksi dilaksanakan pada tingkat shopfloor akan
mengalami beberapa gangguan atau kendala dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu,
sebelum supervisor melakukan tindakan untuk berusaha melakukan produksi sesuai
dengan jadwal produksinya, terlebih dahulu harus dideteksi beberapa kendala yang
ada, yaitu :

188
1. Mesin Rusak
2. Bahan Baku Tidak Ada
3. Aktivitas Perawatan
4. Penambahan Order Baru
5. Adanya Perubahan Prioritas
6. Perubahan Due Date
Seluruh hambatan atau gangguan dalam melaksanakan jadwal produksi semula
tersebut dapat terjadi secara bersamaan (multi disturbances) maupun secara sendiri-
sendiri (single disturbances).

5.12 Kriteria Optimalitas dalam Penjadwalan


Pemilihan suatu sistem Penjadwalan, pendekatan atau teknik yang digunakan
tergantung pada tujuan jadwal dan kriteria optimalisasi yang menjadi titik berat yang
menjadi perhatian manjemen. Sehingga tujuan-tujuan dan kebijakan manajemen
adalah dasar dari suatu Penjadwalan.

Sedangkan criteria optimalisasi atau pengukuran perfomansinya sendiri dapat


dibedakan menjadi :
1. Kriteria Optimalisasi Yang Berkaitan Dengan Waktu, antara lain :
a. Minimasi Mean Flow Time
b. Minimasi Mean Tardiness
c. Minimasi Maksimum Flow Time
d. Minimasi Mean Lateness
e. Minimasi Maksimum Tardiness
2. Kriteria Optimalisasi yang berkaitan dengan ongkos
Kriteria ini tidak bisa dipisahkan sama sekali dengan kriteria berdasarkan waktu,
sebab ongkos yang ditimbulkan sangat erat kaitannya dengan kriteria waktu,
mislanya penalty cost akan berkaitan dengan kriteria keterlambatan, selain itu juga
terdapat inventory cost dan ongkos flow time di samping biaya produksi.
Beberapa criteria yang berkaitan dengan secara tidak langsung terhadap ongkos ini
antara lain :

189
a. Minimasi Jumlah Produk yang Mengalami Keterlambatan
b. Maksimasi Utilitas mesin
Sedangkan pengelompokan beberapa besaran yang digunakan untuk mengukur
keberhasilan Penjadwalan sebagai berikut :
a. Berdasarkan waktu penyelesaian
Minimasi maksimal makespan
Minimasi rata-rata makespan
Minimasi waktu penyelesaian maksimal
b. Berdasarkan batas penyelesaian
Minimasi maksimal keterlambatan
Minimasi rata-rata keterlambatan
Minimasi maksimal jumlah job yang terlambat
c. Berdasarkan penggunaan sumber
Rata-rata jumlah job yang menunggu diproses
Rata-rata mesin waktu menunggu

5.13 Rescheduling dan Faktor-Faktornya


Berikut ini akan dijelaskan mengenai teori yang berkaitan dengan Penjadwalan
ulang (rescheduling) yang terdiri dari konsep rescheduling dan faktor-faktornya.

5.13.1 Konsep Recheduling


Dalam pelaksanaan jadual produksi di tingkat shop floor seringkali jadual yang
telah disusun menjadi tidak layak. Karena karakteristik sistem produksi job shop
yang dinamis dan pola kedatangan job yang stokastik serta perubahaan kondisi dalam
shoop floor yang tidak bisa diperkirakan, seringkali menyebabkan jadual tidak
mampu mengakomodasi perubahan-perubahan kondisi tersebut.
Dua hal yang berhubungan erat dengan perubahan kondisi produksi adalah
event dan aktivitas. Perubahan kondisi produksi hanya berlangsung apabila terjadi
event. Atau dengan kata lain event adalah perubahan kondisi dalam produksi.
Sedangkan aktivitas berhubungan dengan selang waktu di antara dua event, masing-
masing adalah event saat dimulainya aktivitas dan event saat aktivitas tersebut

190
berakhir. Seringkali event saat berakhirnya aktifitas merupakan event saat
dimulainya aktifitas berikut.
Pada sistem manufaktur event dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Event yang dapat diperkirakan (teramal)
Event yang dapat diperkirakan kekadiannya yang berhubungan dengan produk
atau benda kerja meliputi akhir operasi pengerjaan, kedatangan order normal yang
teramal dan sebagainya. Sedangkan yang berhubungan dengan peralatan produksi
antara lain akhir operasi (pemesinan, transportasi dll.), instalasi peralatan baru, akhir
perbaikan, perawatan dan sebagainya.

2. Event yang tidak dapat diperkirakan (tak teramal)


Event yang tidak teramal yang berkaitan dengan produk atau benda kerja meliputi
kedatangan order dengan prioritas tinggi atau arder normal yang tidak teramal,
perubahan due date dan sebagainya. Sedangkan yang berkaitan dengan
peralatanproduksi antara lain : kerusakan peralatan, power failures, keterlambatan
operasi dan sebagainya. Dalam bentuk tabel jenis-jenis event tersebut dapat dilihat
pada tabel 5.5.

Jenis event yang perlu diperhatikan adalah event yang tak teramal kapan
terjadinya. Event-event ini memerlukan penanganan khusus yang berbeda dengan
kondisi normal.

Suatu event dalam suatu sistem produksi yang real time harus mampu
mengatasi dengan cepat perubahan kondisi yang menyebabkan jadual awal (initial
schedule) menjadi tidak layak. Oleh karena itu proses Penjadwalan ulang atau
rescheduling sangat diperlukan untuk mengatasi hal tersebut
Rescheduling sendiri merupakan sebuah proses iteratif yang terdiri dari dua
langkah :
1. Evaluasi jadual yang sudah ada tergantung pada perubahan kondisi, permintaan,
kendala-kendala (constrant),jika hasil dari refisi jadual bisa di terima maka proses
berhenti.

191
2. Tentukan solusi yang lebih baik, jadual revisi atau jadual yang sudah ada di revisi
kembali berdasrkan solusi yang lebih baik (improved solution), jika hasil revisi ini
diterima, berhenti, jika tidak maka ulangi langkah kedua sampai jadual bisa di terima.
Suatu jadual yang bisa di terima adalah jadual yang mampu mengatasi perubahan
kondisi, pada kenyataanya definisi sebuah jadual yang layak adalah tergantung pada
kebutuhan user

Tabel 5. 5 Event-Event dalam Sistem Manufaktur


Event-event
Komponen Produksi
Dapat diprediksi Tak dapat diprediksi
Kedatangan order
dengan prioritas
tinggi
Kedatangan order
Akhir operasi
normal yang tak
Produk / benda kerja Kedatangan order
teramal
normalyang teramal
Perubahan due date
Perubahan ukuran
kot
Delay mesin
kerusakan
Akhir operasi power failures
(mesin, transportasi) delay pada saat
Instalasi peralatan selesainya peralatan
Peralatan produksi
baru keterlambatan
Perbaikan kerusakan operasi
perawatan perawatan kritis
yang tak teramal

192
Selain itu rescheduling dapat dipandang sebagai koreksi atas jadual yang sudah
ada. Koreksi yang diperlukan untuk sebuah perubahan yang menyebabkan suatu
jadual menjadi tidak layak dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

a. Dispatch corection (durasi : dalam jam)


Adapun tipe perubahan yang dapat diatsai dengan cara ini antara lain :
Perubahan waktu proses aktivitas
Transport delay
Mesin minor lambat
Mesin minor rusak / startup
Mesin kritis rusak / startup
b. Mid reactive corection
Faktor rescheduling adalah :
Job rework
Job scrap
Job menunggu karena bahan baku tidak ada
Transport rusak
Mesin rusak / startup
Stasiun kerja berhenti / startup
c. Major reactive correction
Faktor reschedulingnya adalah :
Order utama dibatalkan
Transportasi utama rusak
Mesin bottleneck rusak

5.13.2 Faktor-Faktor Rescheduling


Faktor-faktor rescheduling adalah faktor yang dapat menyebabkan suatu jadual
harus diperbaharui sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
kondisi dalam shoop floor. Suatu rescheduling dilakukan karena ada faktor-faktor
perubahan kondisi yang tidak teramalkan dalam shoop floor disebut event driven
rescheduling selain itu rescheduling ada yang dilakukan dengan cara periodik atau

193
disebut dengan periodic rescheduling. Event driven rescheduling adalah
rescheduling yang dilakukan untuk mengatasi perubahan yang terjadi di shop floor
karena faktor-faktor rescheduling. Adapun faktor-faktor rescheduling dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu yang berasal dari lingkungan internal shoop floor
dan yang berasal dari lingkungan ekternal shoop flor.

A. Faktor-Faktor Rescheduling Internal


Faktor rescheduling yang berasal dari lingkungan internal shop floor antara
lain :
1. Mesin rusak
2. Bahan baku tidak ada
3. Aktivitas perawatan
4. Adanya produk yang memerlukan pengurangan operasi
5. Kasus adanya produk cacat

B. Faktor-Faktor Rescheduling Eksternal


Yang dimaksud faktor-faktore rescheduling eksternal adalah peruabahan
kondisi yang menyebabkan suatu awal sudah tidak layak , yang berasal dari luar
shoop flor, dan faktor-faktor tersebuat adalah

1. Penambahan order baru


2. Adanya perubahan prioritas
3. Perubahan due date
4. Adanya job yang dibatalkan.
Seluruh hambatan dan gangguan yang ada dalam melakssanakan jadual
produksi semula tersebut dapat terjadi secara bersamaan (multi disturbance).
Selain rescheduling beberapa hal yang bisa membantu mengatasi
permaslahan tersebut antara lain :
1. Overtime
2. Subkontrak
3. Perubahan proses atau re-routing
4. Substitusi/ penggantian

194
5.14 Contoh Soal
SOAL JAWAB UNTUK KASUS N JOB 1 MESIN
1. Berikut terdapat 8 order yang mempunyai waktu berbeda-beda tetapi harus dikerjakan
pada satu mesin yang sama. Buktikan bahwa SPT mampu meminimasi
MeanFlowtime, Hodgson meminimasi jumlah job yang terlambat, EDD meminimasi
maksimum keterlambatan, dll.

JAWABAN
Jika terdapat permasalahan pembuktian, maka kita harus membangkitkan data dan diolah
dengan semua algoritma. Dari hasil pengolahan ini akan terbukti secara nyata,
performansi masing-masing algoritma.
Disini dibangkitkan 8 job yang diasumsikan datang pada waktu yang hampir bersamaan.
Data meliputi waktu proses beserta due datenya.

Penjadwalan 8 job pada 1 mesin dengan aturan SPT


Item Nama job Waktu Proses Completion Time Due date Lateness
1 4 3 3 25 -22
2 8 3 6 50 -44
3 1 5 11 15 -4
4 3 6 17 15 2
5 7 7 24 45 -21
6 2 8 32 10 22
7 5 10 42 20 22
8 6 14 56 40 16
Mean-flow time = 23.875
Weighted mean Flow-time = 29
Mean Lateness = -3.625
Keterlambatan rata-rata = 7.750
Keterlambatan maksimum = 22
Jumlah job terlambat =4

195
Penjadwalan 8 job pada mesin tunggal
****Perbandingan antar aturan Penjadwalan****
Aturan
Meanflow Weight Mean Keterlambatan Jumlah job Keterlambatan
yang
time meanflow Lateness maksimum terlambat rata-rata
digunakan
SPT 23.875 29 -3.625 22 4 7.750
WSPT 27 27.467 -0.5 36 4 10.625
EDD 32 31.733 4.5 9 6 5
SLACK 32.125 31.133 4.625 9 6 5
Hodgson 29.125 29.867 1.625 36 2 9
Wilkerson 28.875 30.667 1.375 16 3 4

2. Perusahaan mempunyai 7 Job yang diproses di 5 Mesin, serial sebagai berikut :


Mechine
M1 M2 M3 M4 M5
Job
1 4 1 5 2 5
2 4 4 2 3 1
3 6 3 4 1 5
4 2 5 3 5 3
5 5 2 3 2 2
6 3 4 2 4 4
7 1 1 1 3 3

Buatlah penjadwalan yang meminimasi makespan!

JAWABAN
Penjadwalan N Job M mesin serial menggunakan aturan CDS (Campbell, Dudek
dan Smith).

Tahap 1 : Untuk K=1 menghitung t*i,1 dan t*i,2 menggunakan persamaan


sebagai berikut :
K
t*i,1 = t
k 1
i,k

196
K
t*i,2 = t
k 1
i , m k 1

Tahap 2 : Penjadwalan m job dengan menggunakan algoritma Johnsons, dimana


ti,1 = t*i,1 dan ti,2 = t*i,2, yang diperoleh dari tahap 1. Catat urutannya dan
hitung makespan. Jika makespan makespan paling kecil diperoleh maka
simpan urutan penjadwalan ini dan nilai makespannya.
Tahap 3 : Jika K = (m-1), berhenti; yang terbaik sekarang disimpan urutannya
dimana hanya satu urutan yang diberlakukan. Jika K (m-1), tingkatkan nilai K satu
demi satu dan kembali ke tahap 1, sampai (m-1).
Banyaknya alternative
K = m-1 = 5-1 = 4
K=1
Mechine
M1 M2 M3 M4 M5
Job
1 4 1 5 2 5
2 4 4 2 3 1
3 6 3 4 1 5
4 2 5 3 5 3
5 5 2 3 2 2
6 3 4 2 4 4
7 1 1 1 3 3

T1* T2*
1 4 5
2 4 1
3 6 5
4 2 3
5 5 2
6 3 4
7 1 3

7-4-6-1-3-5-2

197
idel
time: 38 makespan: 37
waiting time 12
utilisasi: 0,6481

K=2
Mechine
M1 M2 M3 M4 M5
Job
1 4 1 5 2 5
2 4 4 2 3 1
3 6 3 4 1 5
4 2 5 3 5 3
5 5 2 3 2 2
6 3 4 2 4 4
7 1 1 1 3 3

T1* T2*
1 5 7
2 8 4
3 9 6
4 7 8
5 7 4
6 7 8
7 2 6

7-1-4-6-3-5-2

idel
time: 35 makespan: 36
waiting time: 14
utilisasi 0,675925926

198
K=3
Mechine
M1 M2 M3 M4 M5
Job
1 4 1 5 2 5
2 4 4 2 3 1
3 6 3 4 1 5
4 2 5 3 5 3
5 5 2 3 2 2
6 3 4 2 4 4
7 1 1 1 3 3

T1* T2*
1 10 12
2 10 6
3 13 10
4 10 11
5 10 7
6 9 10
7 3 7

7-6-1-4-3-5-2

idel
time: 38 makespan: 36
waiting time: 5
utilisasi 0,648148148

199
K=4
Mechine
M1 M2 M3 M4 M5
Job
1 4 1 5 2 5
2 4 4 2 3 1
3 6 3 4 1 5
4 2 5 3 5 3
5 5 2 3 2 2
6 3 4 2 4 4
7 1 1 1 3 3

T1* T2*
1 12 13
2 13 10
3 14 13
4 15 16
5 12 9
6 13 14
7 6 8

7-1-6-4-3-2-5

idel time: 28 makespan: 37


waiting time: 11
utilisasi 0,740740741

Dari keempat alternatif di atas, urutan yang memberikan makespan terkecil adalah jadwal
dengan k = 2 dengan utilisasi 0.68

200
JOBSHOP SCHEDULING
Diketahui data routing dan waktu proses dari 5 job 3 mesin sebagai berikut :
Routing
Operasi Operasi Operasi
1 2 3
Job 1 1 2 3
Job 2 2 1 3
Job 3 3 2 1
Job 4 2 3 1
Job 5 1 3 2

Waktu
Proses
Operasi Operasi Operasi
1 2 3
Job 1 2 3 4
Job 2 2 2 4
Job 3 4 2 1
Job 4 3 3 2
Job 5 1 3 2
Buatlah penjadwalan untuk permasalahan jobshop tersebut!

JAWABAN
Algoritma Pembangkitan Jadwal Aktif(1)
Notasi :
PSt = Jadwal parsial yang terdiri t buah operasi terjadwal
St = Set operasi yang dapat dijadwalkan pada stage t, setelah diperoleh PSt
Ct = Waktu tercepat operasi dapat dimulai
rj = Waktu tercepat operasi dapat diselesaikan (rj = cj + tij)
tij = Waktu proses pekerjaan i pada operasi j
Algoritma Pembangkitan Jadwal Aktif(2)
Step 1.Tentukan t=0, dan kemudian mulai dengan PS0 sebagai jadwal parsial nol.
Tentukan seluruh operasi tanpa predecessor sebagai S0
Step 2.Tentukan r* min{rj; jESt} dan mesin m* yaitu mesin yang dapat merealisasikan
r*

201
Step 3.Untuk setiap operasi j E St yang membutuhkan mesin m * dan memenuhi rj < r*
maka tambahan operasi j yang memenuhi syarat ini ke dalam PSt dan hitung
indeks prioritas. Masukkan operasi dengan indeks prioritas tertinggi ke dalam
PSt dan dikerjakan pada mesin M* sesuai dengan urutan prioritas
Step 4.Untuk setiap jadwal parsial baru PSt+1, yang dihasilkan pada Step 3, perbaharui
(up date) set data berikut:
Keluarkan operasi j dari St
Masukkan operasi selanjutnya dari pekerjaan yang sama dari operasi
yang dikeluarkan tersebut ke dalam St
Harga t berubah menjadi t+1
Step 5.Untuk setiap PS t+1 yang dihasilkan pada Step 3, kembali ke Step 2. Lanjutkan
langkah-langkah ini sampai suatu jadwal aktif dihasilkan.
Perhitungan
Mesin
Stage St Cj tij rj r* m* Pst
1 2 3
0 0 0 111 0 2 2
212 0 2 2
0 313 0 4 4
412 0 3 3
511 0 1 1 1 1 511
1 0 0 111 1 2 3
212 0 2 2 2 2 212
1 313 0 4 4
412 0 3 3
523 1 3 4
1 2 0 111 1 2 3 3 1 111
221 2 2 4
2 313 0 4 4
412 2 3 5
523 1 3 4
3 2 0 122 3 3 6
221 3 2 5
3 313 0 4 4 4 3 313
412 2 3 5
523 1 3 4
3 2 4 122 3 3 6
221 3 2 5
4
322 4 2 6
412 2 3 5 5 2 412

202
523 4 3 7
3 5 4 122 5 3 8
221 3 2 5 5 1 221
5 322 5 2 7
423 5 3 8
523 4 3 7
5 5 4 122 5 3 8
233 5 4 9
6 322 5 2 7
423 5 3 8
523 4 3 7 7 3 523
5 5 7 122 5 3 8
233 7 4 11
7 322 5 2 7 7 2 322
423 7 3 10
532 7 2 9
5 7 7 122 7 3 10
233 7 4 11
8 331 7 1 8 8 1 331
423 7 3 10
532 7 2 9
8 7 7 122 7 3 10
233 7 4 11
9
423 7 3 10
532 7 2 9 9 2 532
8 9 7 122 9 3 12
10 233 7 4 11
423 7 3 10 10 3 423
8 9 10 122 9 2 11 11 2 122
11 233 10 4 14
431 10 2 12
8 11 10 133 11 4 15
12 233 10 4 14
431 10 2 12 12 1 431
12 11 10 133 11 4 15
13
233 10 4 14 14 3 233
14 8 11 14 133 11 4 15

Hasil Penjadwalan Aktif

M3 313 523 423 233 133

M2 212 412 322 532 122

M1 511 111 221 331 431


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

203
IT: 16
WT: 21
MS: 18

Jadwal Non Delay


Proses pengurutan pekerjaan dimana tidak ada mesin yang dibiarkan
menganggur selama masih ada operasi pekerjaan yang mengantri
Diprioritaskan Job dengan C* terkecil.
Apabila terdapat C* terkecil dengan mesin yang berbeda, bisa dijadwalkan
sekaligus
Apabila terdapat C* terkecil dengan mesin yang sama, diprioritaskan yang
mempunyai rj terkecil.

Perhitungan

Mesin
Stage St Cj tij rj c* m* Pst
1 2 3
0 0 0 111 0 2 2 0 1
212 0 2 2 0 2 212
0 313 0 4 4 0 3 313
412 0 3 3 0 2
511 0 1 1 0 1 511
1 2 4 111 1 2 3 1 1 111
221 2 2 4
1 322 4 2 6
412 2 3 5
523 4 3 7
3 2 4 122 3 3 6
221 3 2 5
2 322 2 2 4 2 2 322
412 2 3 5
523 4 3 7
3 4 4 122 4 3 7
221 3 2 5 3 1 221
3 331 4 1 5
412 4 3 7
523 4 3 7
5 4 4 122 4 3 7 4 2 122
4 233 5 4 9
331 5 1 6

204
412 4 3 7
523 4 3 7 4 3 523
5 7 7 133 7 4 11
233 7 4 11
5 331 5 1 6 5 1 331
412 7 3 10
532 7 2 9
6 7 8 133 8 4 12
233 8 4 12
6
412 7 3 10
532 7 2 9 7 2 532
6 9 8 133 8 4 12
7 233 7 4 11 7 3 233
412 9 3 12
6 9 11 133 11 4 15
8
412 9 3 12 9 2 412
6 12 11 133 11 4 15 11 3 133
9
423 11 3 14
10 6 12 15 423 15 3 18 15 3 423
11 6 12 18 431 6 3 9

Hasil Penjadwalan Non Delay

M3 313 523 233 133 423

M2 212 322 122 532 412

M1 511 111 221 331 431


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

IT : 22
WT: 14
MS: 20

5.15 Latihan Soal


SOAL 1
PT Fastabiqul Khoirot mempunyai 10 order yang bisa dikerjakan oleh satu jenis mesin
multifungsi. Perusahaan itu punya 3 mesin yang berfungsi sama. Data proses 10 order
tersebut adalah sbb. :

205
JOB 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
ti 5 4 5 6 2 9 4 7 1 8
Buktikan bahwa algoritma LPT mampu meminimasi makespan sekaligus Mean
Flowtime.

SOAL II
PT JUJUR ITU GENTLEMEN mempunyai 4 order. Proses tersebut adalah sbb.
Matriks Waktu Matriks Routing
Job\urutan 1 2 3 Job\urutan 1 2 3
1 3 4 2 1 1 2 4
2 4 2 3 2 2 3 4
3 3 4 4 3 1 3 4
4 1 2 5 4 1 2 3
Buat jadwal yang mampu meminimalkan makespan. Hitung waiting dan idle time.

206
Kasus : Penerapan Algoritma Flexible Flow Line Loading untuk Mereduksi WIP

CV. CI merupakan perusahaan furniture dengan bahan baku kayu. Dalam proses
produksi bahan baku akan melewati 3 bagian yaitu bagian pembahanan, bagian milling
produksi dan bagian rakit jadi. Bagian milling produksi hanya digunakan untuk
membentuk kayu log menjadi ukuran komponen. Bagian milling produksi CV. Citra
Indomebel terdiri dari 19 stasiun kerja dimana pada bagian tersebut dilakukan proses
terhadap komponen-komponen produk sebelum komponen tersebut dirakit. Setiap
komponen hanya diproses sekali pada stasiun kerja di bagian milling produksi. Setiap
bulan CV. Citra Indomebel hanya rata-rata menerima 10 order yang harus dikerjakan
pada bagian milling produksi. Order tersebut terdiri dari komponen-komponen yang
memiliki routing sheet berbeda. Namun dengan aliran proses searah dapat dikatakan jika
1 order memiliki 15 komponen maka dengan 10 order yang diterima maka akan terdapat
150 job yang dialokasikan untuk bagian milling produksi.
Keadaaan tersebut menggambarkan flow shop sequencing problem dimana
terdapat n job yang diaplikasikan ke m mesin dengan jumlah maksimal operasi m operasi
yang disebut dengan general flowshop. Selama ini perusahaan menggunakan algoritma
heuristic dalam menyelesaikan masalah flowshop. Permasalahan utama yang sering
dihadapi dalam penjadwalan flow shop adalah untuk menemukan job yang dapat
meminimsi maksimum flow time atau yang disebut dengan makespan. Penjadwalan flow
shop yang akan digunakan menggunakan algoritma genetik untuk meminimasi make span
dalam flow shop sequencing problem yang akan dibandingakan dengan algoritma
heuristik. Tahap-tahap yang dilakukan guna menerapkan algoritma genetik adalah:
1. Menghasilkan populasi random kromosom.
2. Mengevaluasi kekuatan kromosom dalam populasi.
3. Menciptakan populasi baru melalui seleksi, crossover, mutasi dan penerimaan.
4. Menggunakan populasi tersebut untuk menjalankan algoritma.
5. Menguji hasil.

207
Metode representasi kromosom yang digunakan adalah Job-Based
Representation yaitu pemberian kode dalam satu kromosom berdasarkan job. Sesuai
dengan data yang digunakan, terdapat 89 job yang akan dialokasikan ke 19 stasiun kerja,
jadi dalam 1 kromosom akan terdapat 89 gen dengan no 1-89. Prosedur penentuan job
yang dilakukan adalah:
1. Menggabungkan permintaan produk yang sejenis
2. Menggabungkan komponen yang sama baik bentuk maupun ukurannya pada
setiap produk
3. Menentukan jumlah setiap job.
Langkah selanjutnya adalah pembuatan model penjadwalan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Menentukan waktu mulai suatu job pada setiap stasiun kerja yang dilalui dalam
routing produksinya.
2. Menghitung completion time (Ci) setiap job
Cij= Sij+Pij
Dimana: i = Indeks Job
J = Indeks Stasiun Kerja
Cij = Completion time job ke i pada stasiun kerja ke j
Sij = Starting time job ke i pada stasiun kerja ke j
Pij = Processing time job ke i pada stasiun kerja ke j
Langkah selanjutnya adalah perhitungan Cmax (Makespan) guna mengetahui wakku
selesai job yang terlama.
Berdasarkan analisis dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Makespan yang dihasilkan oleh algoritma genetik pada umumnya memberikan
peningkatan performansi apabila dibandingkan dengan makespan yang dihasilkan
oleh algoritma heuristik
2. Nilai makespan terkecil algoritma genetik pada generasi 1 sebesar 462.25 jam
sedangkan nilai makespan dengan menggunakan algoritma heuristik ditunjukkan
pada tabel 1.1 berikut ini:

208
Metode Nilai makespan (jam)
Johnson 557
CDS 471
Dannenbrings 473
Gupta 632
Ho and Chang 471
Hundal and
518
Rajgopals
Palmers 521

3. Nilai makespan terkecil yang dihasilkan algoritma genetik bila dibandingkan


dengan algoritma heuristik akan memberikan peningkatan performansi yang akan
ditunjukkan oleh tabel 1.2 berikut:

Peningkatan Performansi
Metode
(dalam %)
Johnson 28.30%
CDS 15.20%
Dannenbrings 15.56%
Gupta 36.81%
Ho and Chang 15.20%
Hundal and Rajgopals 22.90%
Palmers 23.34%

4. Dari 108 kali pengolahan data dengan 17 setting parameter dan 4 kombinasi
crossover dan mutasi, makespan terkecil yaitu sebesar 399,3913 jam diperoleh
ketika algoritma genetik dijalankan dengan pengaturan parameter sebagai berikut:
Ukuran Populasi = 40
Tingkat Crossover = 0,5
Tingkat Mutasi = 0.5
Jumlah generasi = 150
[Sri Hartini, KRMT Haryo S, Deny ZN ; 2005]

Kasus : Penjadwalan Job Shop dengan Algoritma Hybrid Active Non Delay

209
PT. Maithland Smith Indonesia (MSI) merupakan salah satu industri manufaktur
besar di Jawa Tengah yang memproduksi mebel dengan kualitas ekspor ke kawasan
Amerika. Pada lantai produksi terdapat 5 departemen yaitu Machinery, Part Stock,
Assembly dan Sanding, Finishing, dan Shipping. Departemen machinery kembali terbagi
menjadi 3 Work Center, yaitu Work Center awal Rough Mill, MSI 1 dan MSi 3. Semua
raw material akan melewati work center Rough mill. Selama ini pihak PPIC PT. MSI
melakukan penjadwalan produksi dengan cara mengumpulkan demand secara periodik
selama 1 bulan. Untuk memilih dan menentuka order mana yang akan dikerjakan terlebih
dahulu di lantai produksi, pihak PPIC melakukan Brainstorming dengan pihak customer
service, kemudian dibuat rencana produksi secara mingguan. Rencana produksi
mingguan tersebut dijadikan acuan oleh supervisor work center rough mill dan part stock
untuk dijadikan dispatching list, yaitu urutan order mana yang akan dikerjakan terlebih
dahulu. Sedangkan untuk work center machinery 1 dan 3, Assembly, finishing dan
sanding, dispatching mengikuti order yang dikeluarkan oleh work center rough mill dan
part stock. Supervisor rough mill mengerjakan kompoenen job satu persatu dengan urutan
order sesuai dengan dispatch list yang dikeluarkan oleh PPIC karena tidak adanya
rencana produksi harian, urutan pengerjaan komponen dan loading job pada masing-
masing mesin.
Dari data penelitian awal work center rough mill memiliki sejumlah order yang
waktu penyelesaian pengerjaanya melebihi target(miss target) paling besar. Berdasarkan
situasi dan kondisi yang terjadi di lantai produksi PT. MSI khususnya work center rough
mill, maka diusulkan penggunaan algoritma hybrid Active non-delay schedule adalah
algoritma gabungan jadwal Active dan jadwal non-delay. Pada algoritma ini jadwal disusu
bersasarkan waktu proses penyelesaian paling singkat, memilih dan mengurutkan job
berdasarkan waktu mulai job yang paling awal dengan memperhatikan batasan delay.
Dengan mengadopsi ide dasar spt tersebut, jadwal Active dapat meinimasi mean flow
time yang tentunya ekuivalen dengan meminimasi mean completion time.
Kelebihan dari lagoritma Active schedule adalah memperhatikan precedence job,
melaksanakan operasi sesegera mungkin (non left shift) dan jaminan setidakanya terdapat
suatu solusi optimal dari penjadwalan yang dibangkitkan. Kelebihan jadwal non-delay
adalah tidak membiarkan mesin menunggu bila mesin tersebut sudah dapat mulai

210
memproses operasi, jumlah bangkitan jadwal yang dapat disusun oleh jadwal non-delay
lebih sedikit dari pada jadwal Active. Namun jadwal non-delay tidak memberikan
jaminan solusi penjadwalan akan selalu optimal, hanya memberikan solusi yang
mendekati optimal.
MSI melakukan penjadwalan berdasarkan intuisi, tidak ada prioritas dan
penugasan job/ loading secara langsung terhadap mesin-mesin di setiap work center, serta
pengerjaan order satu per satu sesuai dengan urutan rencana produksi order mingguan.
Sengan sistem penugasan seperti ini terjadi kinerja missed schedule, terutama di work
center rough mill yang memiliki miss order tertinggi yaitu 78.99%. Dari perumusan
masalah tersebut, maka akan dicoba dilakukan pengurutan dan penjadwalan komponen
pada work center rough mill menggunakan algoritma hybrid active-non delay untuk
meminimasi completion time. Job dan order yang akan dijadwalkan hanyalah minggu ke
empat Desember 2004 dan minggu pertama Januari 2005.
Langkah pertama dalam menjadwalkan dengan menggunakan algoritma hybrid
adalah mengumpulkan data komponen maupun order yang akan diproduksi pada minggu
keempat Desember dan minggu pertama Januari 2005. langkah selanjutnya adalah
melakukan penjadwalan dengan menggunakan parameter delay () yang telah ditentukan
(dalam kasus ini 0, 0.5, 0.8, 1 secara manual, dan 0-1 dengan menggunakan software)
untuk mengetahui completion time, make span, dll.
Berikut merupakan hasil perbandingan penjadwalan perusahaan dengan
penjadwalan menggunakan algoritma hybrid:

Ket CMAX(mnt) T (mnt) NT (Unit) Pencapaian


C (mnt)
target (%)
Perusahaan 9480 7110 192.1662 15 89
(Komp)

211
Minggu Hybrid (Komp) 7974.5 4247.5 74.7 13 91.2
keempat =0 iterasi 1
Perusahaan 9480 8813.75 444.375 2 75
Desember
(Order)
2004
Hybrid (order) 7976.5 6669.775 874.8113 5 62.5
=0 iterasi 1
Minggu Perusahaan 21330 15783.5 2454.292 103 28.5
pertama (Komp)
Hybrid (Komp) 14741.6 8704.139 89.73125 8 94.4
Januari 2005
=0 iterasi 2
Perusahaan 21330 17667.3 2908.636 9 18.2
(Order)
Hybrid (Order) 14741.6 11945.64 779.9727 4 63.64
=0 iterasi 2

Secara umum, penjadwalan yang dilakukan dengan menggunakan penjadwaln hybrid


lebih baik jika dibandingkan dengan penjadwalan yang dilakukan oleh perusahaan.

Hasil :
Secara teoritis penjadwalan dengan menggunakan algoritma hybrid Active-non delay
untuk job shop n x m, dengan mesin pararel di work center rough mill, dapat
mempersingkat rata-rata sekitar 25-40% waktu penyelesaian di rough mill.

[Sri Hartini, Heru P, Leyliana S ; 2005]

212

Anda mungkin juga menyukai