Anda di halaman 1dari 21

PEMERIKSAAN ANALISA GAS DARAH (AGD)

DISUSUN OLEH:
1. ADELA SARI
2. DIANA ANGGRIANA
3. DITA RINASAIRI SIREGAR
4. MAFTUHATI
5. MIA FARLENA
6. SANDRA WULANDRA PUTRI
7. VIA ANGGRIANI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN D IV KEPERAWATAN
2017
DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI ................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
BAB II FISIOLOGI KESEIMBANGAN ASAM-BASA ........................ 2
2.1 MEKANISME DAPAR KIMIA ....................................................... 2
2.2 MEKANISME PERNAPASAN ....................................................... 4
2.3 MEKANISME GINJAL.................................................................... 4
BAB III UKURAN-UKURAN DALAM ANALISA GAS DARAH .. 6
3.1 Ph ( Normal : 7,35 7,45 )................................................................ 6
3.3 CO2 CONTENT = TOTAL CO2 = TCO2 (Normal : 24 31 mEq/l
............................................................................................................................. 7
3.4 BUFFER BASE ( B.B) .................................................................. 7
3.5 STANDAR BIKARBONAR ( SBC ) DAN AKTUAL
BIKARBONAT ( ABC ) ..................................................................................... 8
3.6 BASE EKSES ( B.E ) .................................................................... 9
3.7 PaO2 ( Normal : 80 100 mmHg ) ................................................ 9
3.8 PERBEDAAN OKSIGEN ALVEOLAR-ARTERIAL = A-Ado2 .. 10
3.8 PERSENTASE SATURASI OKSIGEN ( Sat ) .......................... 11
3.10 OKSIGEN CONTENT = KANDUNGAN OKSIGEN = O2CT11
BAB IV FASE PRAANALITIK PEMERIKSAAN BGA .................... 12
4.1 FAKTOR YANG MEMPENGARUGI PEMERIKSAAN BGA 12
4.2 TEHNIK PENGAMBILAN SAMPEL ....................................... 12
BAB V FASE ANALITIK PEMERIKSAAN BGA ............................. 13
5.1 METODA PEMERIKSAAN BGA ............................................. 13
5.2 INSTRUMENTASI PEMERIKSAAN BG ................................. 13
BAB VI FASE PASCA ANALITIK PEMERIKSAAN BGA .............. 15
6.1 PENILAIAN GANGGUAN ASAM BASA ................................... 15
6.2 JENIS GANGGUAN ASAM BASA .......................................... 17
BAB VII RINGKASAN .......................................................................... 18

i
BAB I PENDAHULUAN

Analisa gas darah adalah pemeriksaan laboratorium yang saat ini relatif
masih tergolong canggih karena masih belum dapat dikerjakan pada rumah sakit atau
laboratorium ditingkat kabupaten. Pemeriksaan ini sudah secara luas digunakan
sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut
dan menahun. Analisa gas darah digunakan untuk menilai status ventilasi, status
hipoksemia dan status oksigenasi jaringan. Pemeriksaan gas darah juga dapat
menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, jadi dapat
digunakan sebagai salah satu kriteria untuk menilai pengobatan.
Pemeriksaan analisa gas darah biasanya bersamaan dengan pemeriksaan
keseimbangan asam basa, karena pembentukan asam basa berhubungan erat dengan
pembentukan gas darah. Tetapi perlu diingat bahwa kita tidak dapat menegakkan
suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa
saja, kita juga harus menghubungkannya dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik
dan data-data laboratorium yang lain.
Analisa gas darah hanya bermanfaat bila benar-benar dapat
menggambarkan keadaan parah seorang pasien dengan tepat. Selain itu analisa gas
darah hanya berguna dalam menunjang pengobatan, bila hasil pemeriksaan ini
ditafsirkan dengan benar.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai fisiologi keseimbangan asam
basa (mekanisme dapar kimia, mekanisme pernapasan dan mekanisme ginjal),
ukuran yang dipakai dalam pemeriksaan analisa gas darah, penilaian gangguan asam
basa serta penanganan sampel.

1
BAB II FISIOLOGI KESEIMBANGAN ASAM-BASA

Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion H+ ,
dan ini dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu 1,2,4

2.1 MEKANISME DAPAR KIMIA


Terdapat 4 macam dapar kimia utama dalam tubuh, yaitu :

1. Sistem dapar bikarbonat-asam karbonat


Sistem ini merupakan jumlah terbesar yang terdapat dalam cairan ekstra
seluler. Reaksi terhadap asam :

HCl + NaHCO3 ----------------> H2CO3 + NaCl, dimana

H2CO3 ----------------> H2O + CO2

Reaksi terhadap basa :

NaOH + H2CO3 ----------------> NaHCO3 + H2O

Karena pentingnya bikarbonat dan asam karbonat dalam mempertahankan


keseimbangan asam-basa, maka pH darah ditentukan berdasarkan
perbandingan konsentrasi bikarbonat dan asam karbonat dalam plasma yang
ditunjukkan dalam persamaan Henderson-Hasselbalch :

(HCO3-)
pH = pK + log -------------
(H2CO3)
Kadar normal bikarbonat plasma adalah 24 mEq/l, dan asam karbonat 1,2
mEq/l. Dengan demikian perbandingan bikarbonat dengan asam karbonat
adalah 20 : 1 . Log 20 = 1,3, pK sistem bikarbonat-asam karbonat adalah 6,1
sehingga pH normal = 7,4. Bila konsentrasi bikarbonat dalam darah
meningkat atau konsentrasi asam karbonat berkurang, maka perbandingan
bikarbonat-asam karbonat akan meningkat dan pH menjadi lebih besar dari
normal, keadaan ini disebut alkalosis. Sebaliknya bila konsentrasi bikarbonat
dalam darah berkurang atau konsentrasi asam karbonat meningkat, maka
perbandingan bikarbonat-asam karbonat akan berkurang, dan pH menjadi
lebih kecil dari normal, keadaan ini disebut asidosis.

2
2. Sistem dapar fosfat
Sistem ini terutama terdapat didalam sel darah merah dan se-sel lain,
terutama terdapat dalam sel tubulus ginjal, yang memungkinkan ginjal
mengeluarkan ion hidrogen. Dapar fosfat terdapat dalam bentuk Na2HPO4
dan NaH2PO4.

Reaksi terhadap asam :

HCl + Na2HPO4 ----------------> NaCl + NaH2PO4

Reaksi terhadap basa :

NaOH + NaH2PO4 -----------------> Na2HPO4 + H2O

3. Sistem dapar protein


Sistem ini terutama terdapat pada sel jaringan dan juga bekerja didalam
plasma. Dapat bekerja sebagai asam lemah dan basa lemah ataupun garam
basa yang dapat meningkat atau melepaskan ion H+.

4. Sistem dapar Hemoglobin


Hemoglobin bekerja sebagai asam lemah dan membentuk sistem dapar
dengan basa kuat seperti bikarbonat dan fosfat. CO2 yang dibentuk selama
proses metabolisme jaringan akan berdifusi kedalam rongga jaringan,
kedalam plasma dan kemudian kedalam sel darah merah. Didalam sel darah
merah dengan perantaraan enzim karbonik anhidrase, CO2 akan diubah
menjadi H2CO3 yang segera terurai menjadi H+ dan HCO3-. H+ akan diikat
oleh Hb- membentuk HHb, sedangkan HCO3- akan diikat dengan ion kalium
didalam sel darah merah membentuk KHCO3. Bila konsentrasinya telah
melampaui kadarnya didalam plasma, maka bikarbonat akan berdifusi
kedalam plasma dan untuk menjaga keseimbangan elektronetralitas, maka
ion klorida akan memasuki sel darah merah membentuk KCl, jadi:
+
CO2 + H2O ----------------- H2CO3 --------- (H ) + (HCO3-)

3
(H+) + (Hb-) ----------------- HHb
(HCO3_) + (K+) ----------------- KHCO3, didalam sel darah merah
KHCO3 ----------------- (K+) + (HCO3-) masuk kedalam plasma
Plasma (Cl-) ----------------- sel darah merah --------- KCL

2.2 MEKANISME PERNAPASAN


PACO2 didalam alveolus berada dalam keseimbangan dengan PaCO2 dan
H2CO3 dalam darah. Tiap perubahan pada PACO2 akan mempengaruhi PaCO2 dan
H2CO3. Bila kadar H2CO3 meningkat, maka akan menyebabkan PaCO2 juga
meningkat yang akan diikuti oleh perangsangan pusat pernapasan, sehingga timbul
hiperventilasi untuk mengeluarkan CO2 lebih banyak.
Perubahan primer dalam konsentrasi bikarbonat darah dapat juga diatur oleh
mekanisme pernapasan, dengan pemberian bikarbonat yang masih akan
menyebabkan berkurangnya ventilasi agar terdapat kenaikan CO2 sehingga
perbandingan bikarbonat-asam karbonat dan Ph tetap tidak berubah.

2.3 MEKANISME GINJAL


Pada keadaan keasaman darah yang meningkat, ginjal akan mengeluarkan ion
+
H dan menahan ion HCO3 untuk mempertahankan Ph darah dalam batas normal,
sehingga akan menghasilkan urin yang bersifat asam (Ph : 5,5 6,5).
Mekanismenya terdiri dari :

1. Reabsorbsi ion HCO3-.


Dalam keadaan normal seluruh ion bikarbonat yang keluar melalui
glomerulus dan masuk kedalam tubulus akan diabsorbsi kembali di tubulus
ginjal dengan pertukaran ion H+ yang dihasilkan oleh sel tubulus dengan ion
Na+ yang berasal dari tubulus ginjal.

4
2. Asidifikasi dari garam-garam dapar.
Akan terjadi pertukaran ion H+ dengan garam fosfat, ion H+ akan
masuk kedalam tubulus ginjal untuk bergabung dengan NaH2PO4 yang
dikeluarkan kedalam urin.

Ekskresi ion hidrogen, pertukaran sodium-hidrogen dan produksi amonia pada tubulus
ginjal. 1) Perubahan HPO42- menjadi H2PO4- ; 2) Reaksi ion hidrogen dengan NH3 ; 3) Ekskresi
asam ; 4) Pertukaran Na+ - H+ ; 5) Produksi NH3 ; 6) dan 7) sintesa asam karbonat dari CO 2.

3. Sekresi amonia.
NH3 yang akan dibentuk dari hasil oksidasi asam amino glutamin akan
diubah menjadi NH4 yang dikeluarkan sebagai NH4Cl.

5
BAB III UKURAN-UKURAN DALAM ANALISA GAS DARAH

3.1 Ph ( Normal : 7,35 7,45 )

Ph adalah fungsi logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen didalam


plasma darah.
(HCO3)
Ph = - log ------------- = 0,03 x PaCO2
(H2CO3)

Persamaan ini memperlihatkan hubungan antara Ph, HCO3- dan PCO2.


Perubahan Ph yang mengikuti perubahan PCO2 karena gangguan ventilasi akan
mengakibatkan asidosis atau alkalosis respirasi dan perubahan Ph yang mengikuti
perubahan HCO3- akan mengakibatkan asidosis atau alkalosis metabolik.

6
3.2 PaCO2 ( Normal : 35 45 mmHg )

PaCO2 adalah tekanan yang ditimbulkan oleh CO2 yang terlarut dalah darah.
PaCO2 merupakan parameter fungsi respirasi dan dapat digunakan untuk
menentukan cukup tidaknya ventilasi alveolar. PaCO2 normal berarti ventilasi
alveolar normal. Pada keadaan dimana ventilasi alveolar diharapkan meningkat
maka nilai PaCO2 yang normal menunjukkan gagalnya respon ventilasi. PaCO2
rendah (hipokapnia), berarti terjadi hiperventilasi akibat rangsangan pernapasan.
PaCO2 tinggi menunjukkan gagalnya ventilasi alveolar (hipoventilasi). Pada
peningkatan awal, PaCO2 akan merangsang pusat pernapasan untuk menurunkan
PaCO2, akan tetapi pada keadaan dimana PaCO2 sangat tinggi (lebih besar dari 70
mmHg) justru terjadi penekanan pusat pernapasan.

3.3 CO2 CONTENT = TOTAL CO2 = TCO2 (Normal : 24 31 mEq/l


TCO2 adalah jumlah CO2 total yang terdapat dalam plasma yang meliputi
asam karbonat, bikarbonat dan senyawa karbamino.Jumlah asam karbonat yang ada
dapat ditentukan dengan 0,03 x PCO2; rata-rata : 1,2 mEq/l. Kadar bikarbonat
normal, rata-rata = 24 mEq/l. Dengan demikian pada keadaan biasa, kadar
bikarbonat plasma kira-kira 1,0 2,0 mEq/l lebih rendah dari TCO2.

Karena perbandingan bikarbonat terhadap asam karbonat adalah 20 : 1 maka


TCO2 ini juga dapat digunakan sebagai petunjuk klinik gangguan asam basa, yaitu
untuk memperkirakan kelebihan atau kekurangan basa.

3.4 BUFFER BASE ( B.B)


Istilah buffer base pertama kali dipergunakan oleh Singer dan Hastings tahun
1948 untuk menggambarkan jumlah semua konsentrasi dapar anion yang terdapat
didalam darah (termasuk bikarbonat, baik didalam plasma maupun didalam sel
darah merah, Hb dan oksi Hb, plasma protein serta fosfat didalam plasma dan sel
darah merah). Jumlah total dapar anion dalam darah mempunyai nilai rentang
antara 45 50 mEq/l yang sebagian besar terdapat dalam bentuk bikarbonat plasma,
bikarbonat sel darah merah dan Hb. Perubahan B.B menunjukkan ada gangguan

7
metabolik (bukan respiratorik) dalam keseimbangan asam-basa. Pengukuran B.B
tidak dipengaruhi oleh PCO2 dan perubahan B.B dalam mEq/l akan
menggambarkan secara langsung jumlah asam atau basa yang menyebabkan
perubahan tersebut. Dapat dikatakan, karena nilai B.B terutama tergantung pada
konsentrasi Hb, maka penderita dengan nilai B.B rendah yang disebabkan karena
konsentrasi Hb yang rendah, maka penderita tersebut membutuhkan koreksi Hb dan
bukan bikarbonat, walaupun nilai standar bikarbonatnya juga rendah.

3.5 STANDAR BIKARBONAR ( SBC ) DAN AKTUAL BIKARBONAT (


ABC )

Standar bikarbonar (SBC) menurut Jorgensen dan Strup 1957, adalah


konsentrasi ion bikarbonat dalam plasma pada PaCO2 40 mmHg, suhu 380 C dan
pada keadaan Hb teroksigenasi penuh. Dengan demikian nilai SBC ini murni
merupakan indeks metabolik yang tidak dipengaruhi oleh kompensasi respirasi.
Apabila nilai SBC tidak normal pada PCO2 40 mmHg, kadar SBC yang rendah atau
tinggi ini bukan karena usaha tubuh untuk mengkompensasi gangguan respirasi,
tapi disebabkan karena terdapatnya asidosis atau alkalosis metabolik primer.

Istilah aktual bikarbonat (ABC) digunakan untuk menyatakan kadar


bikarbonat dalam darah penderita sesuai dengan PCO2 yang ada. Gangguan asam-
basa dalam hubungannya dengan SBC dan ABC

Dalam keadaan normal , dimana PCO2 darah 40 mmHg suhu tubuh 380C dan
Hb tersaturasi penuh, maka nilai SBC = ABC = 24 mEq/l dengan nilai rentang + 2
mEq/l.

1) SBC menunjukkan terdapatnya asidosis metabolik atau alkalosis


metabolik :
a. Bila SBC rendah menunjukkan adanya asidosis metabolik
b. Bila SBC tinggi menunjukkan adanya alkalosis metabolik.

2) Perbedaan antara nilai konsentrasi ABC dan SBC menunjukkan


terdapatnya gangguan asam-basa respirasi, asidosis atau alkalosis

8
a. Bila ABC > SBC, menunjukkan adanya asidosis respiratorik.
b. Bila ABC < SBC menunjukkan adanya alkalosis respiratorik.

3) Apabila nilai ABC dan SBC sebanding, menunjukkan adanya


keseimbangan respirasi :
a. Bila nilai ABC dan SBC sama-sama rendah dan sebanding,
menunjukkan asidosis metabolik yang tidak terkompensasi.
b. Bila nilai ABC dan SBC sama-sama tinggi dan sebanding,
menunjukkan alkalosis metabolik yang tidak terkompensasi.

4) Apabila SBC tinggi atau rendah, maka nilai ABC juga harus tinggi atau
rendah. Tetapi rendah, normal atau tingginya nilai ABC bisa terdapat
pada SBC yang normal dan ini berarti tidak terdapat gangguan asam-basa
metabolik.

3.6 BASE EKSES ( B.E )


Base ekses (B.E) atau base deficit, menggambarkan secara tidak langsung
jumlah dalam mEq/l kelebihan basa kuat atau kekurangan basa, yang mempunyai
nilai nol dengan rentang 0 + 2,5 mEq/l pada Ph 7,40 dan PaCO2 40 mmHg. Nilai
positif menggambarkan kelebihan basa, sementara nilai negatif menggambarkan
kekurangan basa (kelebihan asam) yang nilainya didapat dari hasil perkalian
penyimpangan SBC normal dengan faktor 1,2.
Astrup menyatakan bahwa nilai B.E tidak hanya dapat digunakan untuk
diagnosis tetapi juga untuk pedoman pengobatan asidosis metabolik atau alkalosis
metabolik dengan formula :
Kebutuhan basa = B.E x berat badan x 0,3 mEq.

3.7 PaO2 ( Normal : 80 100 mmHg )


PO2 adalah tekanan yang ditimbulkan oleh O2 yang larut dalam darah.
Dalam keseimbangan asam-basa PaO2 sendiri hanya memberikan petunjuk
fisiologis yang kecil, selain menunjukkan cukup tidaknya oksigenasi darah arteri.
Pada orang dewasa normal dengan tekanan atmosfir 760 mmHg, nilai PaO2 adalah
97 mmHg dengan nilai rentang 80 100 mmHg.4

9
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menilai PaO2
1. Umur
Bayi baru lahir, PaO2 normal berkisar antara 40 70 mmHg dan setiap
kenaikan umur 1 tahun lebih dari 60 tahun, akan menyebabkan penurunan
PaO2 1 mmHg.
2. Posisi
Pada keadaan normal perubahan posisi dari duduk ke berbaring akan
menyebabkan penurunan PaO2 5 10 mmHg.
3. Konsentrasi oksigen inspirasi (FiO2)
Nilai PaO2 dan FiO2 bersama-sama memberikan petunjuk yang relatif terhadap
efisiensi pertukaran oksigen. Normal setiap kenaikan 10% FiO2 akan diikuti
dengan kenaikan PaO2 kira-kira 50 mmHg. Untuk mudahnya perkalian FiO2
dengan angka 5 merupakan harga PaO2 minimal yang akan dicapai, sehingga
apabila harga PaO2 kurang dari FiO2 x 5 dapat diperkirakan bahwa penderita
akan mengalami hipoksemia bila bernapas dalam udara kamar.
4. Ventilasi alveolar.
PaO2 berbanding terbalik dengan PaCO2. Hipoksemia adalah suatu keadaan
dimana PaO2 kurang dari 80 mmHg pada orang dewasa yang bernapas dalam
udara kamar setinggi permukaan laut.

3.8 PERBEDAAN OKSIGEN ALVEOLAR-ARTERIAL = A-Ado2


A-Ado2 merupakan gambaran pintas fisiologis didalam paru, yaitu alveoli
yang mengalami perfusi tapi tidak mengalami ventilasi. Perbedaan A-Ado2 lebih dari
normal, menunjukkan terdapatnya gangguan ventilasi-perfusi didalam paru. Tetapi
nilai ini tidak dapat digunakan untuk menentukan gangguan pertukaran gas paru
secara kuantitatif. Nilai normal A-Ado2 bila bernapas pada udara kamar adalah 5
25 mmHg, yang meningkat sesuai dengan umur.
A-Ado2 = PaO2 PaCO2
PaCO2
PaO2 = (Pbar PH2O) x 0,209 - ----------
0,8

10
Dimana :
Pbar = Tekanan barometrik = 760 mmHg.
PH2O = Tekanan uap air = 47 mmHg.
0,209 = FiO2 udara kamar = 20,9 vol %.
0,8 = R = Respiratory quotient, yaitu perbandingan antara volume C2
yang diproduksi dengan volume O2 yang digunakan, bila bernapas
dalam udara kamar.

3.8 PERSENTASE SATURASI OKSIGEN ( Sat )


Saturasi oksigen setara dengan kandungan oksigen (dikurangi O2 terlarut)
dibagi dengan kapasitas oksigen (dikurangi O2 terlarut). Persentasi saturasi dari Hb
dengan O2 ini sangat membantu untuk menghitung banyaknya O2 total didalam
darah.
Penting dihayati bahwa persen saturasi merupakan perbandingan
konsentrasi, dengan demikian konsentrasinya sendiri tidak dapat diukur. Dengan
kata lain saturasi yang rendah bukan pasti berarti bahwa kadar oksigen darah
rendah. Sebaliknya saturasi yang normal mungkin disertai dengan kandungan
oksigen yang rendah.

3.10 OKSIGEN CONTENT = KANDUNGAN OKSIGEN = O2CT


Oksigen dalam darah terdapat dalam 2 bentuk yaitu :
1. Bentuk bebas atau oksigen yang larut dalam plasma, yang jumlahnya
ditentukan oleh koefisien daya larutnya serta berhubungan langsung secara
linier dengan tekanan oksigen.
Oksigen terlarut = PaO2 mmHg x 0,003
dimana : 0,003 = koefisien daya larut oksigen dalam plasma.
= cc O2 per 100 ml darah per mmHg PaO2.
2. Bentuk terikat dengan Hb dalam bentuk oksigen Hb.
Sebagian besar O2 yang terdapat dalam darah terikat dengan Hb.

11
BAB IV FASE PRAANALITIK PEMERIKSAAN BGA

4.1 FAKTOR YANG MEMPENGARUGI PEMERIKSAAN BGA


1. Pemahaman instruksi dan penelitian formulir laboratorium yang benar.
2. Persiapan penderita (larangan atau anjuran).
3. Persiapan alat yang dipakai.
4. Cara pengambilan sampel.
5. Penanganan awal sampel (termasuk pengawetan dan transportasi).

4.2 TEHNIK PENGAMBILAN SAMPEL


Untuk mendapatkan data-data tentang keadaan gas dalam darah pasien, maka
perlu pengambilan sampel darah. Darah yang diambil adalah darah arteri karena
sifatnya lebih homogen secara sistemik dan lebih menggambarkan fungsi pertukaran
gas diparu-paru dan bisa memberi keterangan kualitas darah yang disuplai keseluruh
tubuh. Sedang darah vena lebih menggambarkan metabolisme lokal daerah yang
dialiri. Sampel darah kapiler juga dapat dipakai untuk analisa gas darah, tetapi nilai
tekanan parsial oksigennya tidak sesuai, meski untuk nilai Ph dan tekanan parsial
karbondioksidanya bisa sesuai.2,5
Pengambilan dilakukan dengan pungsi pada arteri radialis, arteri brachialis
atau arteri femoralis, dengan menggunakan semprit kaca atau plastik khusus yang
telah dibasahi dengan heparin. Keuntungan semprit kaca dibanding plastik adalah
hasilnya lebih adekuat (oksigen dari luar tidak dapat berdifusi masuk), penghisap bisa
keatas sendiri (sesuai tekanan arteri) dan dapat dipakai berulang. Kerugiannya adalah
harganya mahal, mudah pecah dan perlu sterilisasi ulang. Sehingga sekarang semprit
plastik lebih sering dipakai terutama dari jenis poly propylene.
Pada sampel darah yang telah diambil, metabolisme akan terus berlangsung,
sehingga terjadi pemakaian oksigen yang terus menerus dan menyebabkan tekanan
parsial oksigen akan menurun 3 mmHg/menit pada suhu 380C dan tekanan parsial
karbondioksida akan meningkat, sehingga sampel darah tersebut harus segera
diperiksa atau dimasukkan ke es.
Sebelum pemeriksaan perlu dicatat suhu, Hb, dan fraksi inspirasi oksigen
(FiO2) yang telah diberikan untuk mengetahui apakah tekanan parsial oksigen arteri
sesuai dengan yang seharusnya (perkiraan : PaO2 sebanding dengan 5 x FiO2).2,3

12
BAB V FASE ANALITIK PEMERIKSAAN BGA

5.1 METODA PEMERIKSAAN BGA

Metode yang digunkan dalam pemeriksaan analisa gas darah antara lain :
1. Metode penyetimbangan Astrup.
Terdapat hubungan yang linier antara Ph dengan log PaCO2.
2. Metode gasometri dan osmometri.
Yaitu mengukur partikel gas terlarut dengan menggunakan tekanan osmotik
tertentu dari suatu larutan melalui membran semi permeabel.
3. Metode elektroda.
Pada prinsipnya elektroda-elektroda yang terpasang adalah ion selektif
elektroda, dimana elektroda ini membaca perubahan ion-ion tertentu dalam
larutan. Perubahan ion-ion tersebut diterjemahkan oleh elektroda menjadi
besaran mili volt.

5.2 INSTRUMENTASI PEMERIKSAAN BG


Instrumentasi untuk pemeriksaan analisa gas darah termasuk instrumen
diagnostik untuk mengukur kadar gas didalam darah dan menilai asam-basa
didalam darah. Salah satu contoh instrumentasi untuk pemeriksaan analisa gas
darah yang dipakai di RS. Dr Karidi adalah merek Instrumentation Laboratory type
IL 1620 yang merupakan salah satu mesin full automatic yang dikontrol dengan
mikroprosesor. Sistemnya memiliki Video Display Unit (VDU) yang secara terus
menerus menampilkan status instrumen dan menyediakan informasi untuk
melakukan berbagai fungsi yang dilakukan pada instrumen. Operator menjalankan
mesin dengan memberikan instruksi melalui keyboard. Mesin analisa gas darah ini
dihubungkan dengan 2 tabung gas kalibrasi :
Low gas (Cal-1), komposisi CO2 5%, O2 20% N2 Balance.
High gas (Cal-2), komposisi CO2 10%, O2 0% N2 Balance.
Selama masa analisis sampel, harga final dari pengukuran ditentukan
dengan deteksi end point. Yaitu urutan program software yang dirancang untuk
mendapatkan bagian mendatar dari sinyal elektroda. Jika sinyal deteksi tersebut
mencapai titik final keseimbangan.

13
Hasil analitik yang diperoleh ditampilkan pada VDU dan dicetak pada
kertas thermal dan disimpan dalam disket diunit mesin pemeriksaan analisa gas
darah.
Kalibrasi dilakukan dengan reagen dan gas kalibran yang telah ditentukan
oleh pabrik IL 1620 dan dikalibrasi setiap 20 menit dengan metoda One Point
Calibration. Sedangkan Two Point Calibration dilakukan setiap interval waktu
tertentu yang dapat dipilih atau diprogram antara 1 8 jam.

14
BAB VI FASE PASCA ANALITIK PEMERIKSAAN BGA

6.1 PENILAIAN GANGGUAN ASAM BASA


Diagnosis dan penanganan gangguan asam basa membutuhkan pengertian
mengenai patogenesis dan patofisiologi dari gangguan-gangguan tersebut. Berbagai
metode digunakan untuk mengartikan nilai-nilai komponen metabolik dan
respiratorik dari gas darah arteri serta mengenali ketidakseimbangan utama primer
atau gangguan campuran. Metode-metode ini antara lain : penggunaan normogram
asam-basa, bikarbonat standar dan kelebihan / kekuarangan basa (base excess),
tetapi tidak satupun dari metode-metode itu sempurna dan tidak dapat menimbulkan
salah penafsiran.
Penilaian dimulai dengan menyadari bahwa jika keadaan tidak berat maka
gangguan asam-basa sulit sekali dideteksi, dan gejala serta tanda cenderung tidak
jelas dan tidak khas, maka harus juga diperhatikan riwayat klinis, gejala dan tanda,
dan proses penyakit yang berkaitan dengan gangguan asam-basa. Kecurigaan klinis
perlu ditegaskan melalui pemeriksaan sistemik dari variabel-variabel asam-basa.
Tabel I memperlihatkan nilai-nilai normal parameter darah arteri yang dipakai
untuk menganalisis gangguan asam-basa.

Tabel I. Parameter darah arteri untuk analisa keadaan asam-basa.5

Parameter Nilai Normal Definisi Implikasi

PaCO2 80 100 mmHg Tekanan parsial oksigen dalam darah


arteri (menurun bersama dengan umur)
Pada dewasa 60 tahun :
60-80 mmHg = hipoksemia ringan
40-60 mmHg = hipoksemia sedang
< 40 mmHg = hipoksemia berat

Ph 7,40 ( + 0,05 [2 SD] Untuk mengetahui apakah terjadi


) asidemia atau alkalemia.
7,40 ( + 0,02 [1 SD] Yang paling sering digunakan dalam
) klinis adalah nilai yang menggunakan 2
SD dari nilai rata-ratanya.

[ H+ ] 40 ( + 2 nmol/L Kadar ion hidrogen dapat digunakan


atau nEq/L) sebagai pengganti Ph.

PaCO2 40 ( + 5,0 mmHg ) Tekanan parsial CO2 dalam darah arteri.


PCO2 < 35 mmHg = alkalosis respiratorik

15
PCO2 > 45 mmHg = asidosis respiratorik

CO2 25,5 ( + 4,5 mEq/L Metode klasik untuk memperkirakan


) [HCO3-] :
Ukurlah HCO3- + CO2 terlarut (yang
terakhir umumnya sedikit kecuali pada
asidosis respiratorik)

HCO3- standar 24 ( + 2 mEq/L ) Perkiraan kadar HCO3- setelah darah


arteri yang teroksigenasi sepenuhnya
diseimbangkan dengan CO2 pada keadaan
dimana PCO2 40 mmHg dan suhu 380 C.

Kelebihan 0 ( + 2 mEq/L ) Mencerminkan komponen metabolik


basa murni.
Kelebihan basa = 1,2 x deviasi dari 0.
Negatif pada asidosis metabolik.
Positif pada alkalosis metabolik.
Dapat menyesatkan pada gangguan asam-
basa campuran.
Tidak penting bagi interpretasi gangguan
asam-basa.

Selisih ion 12 ( + 4 mEq/L ) Selisih anion mencerminkan perbedaan


antara kation tak terukur (K+, Mg+, Ca+)
dan anion tak terukur (albumin, anion
organik, HPO4, SO4); berguna untuk
mengenali tipe asidosis metabolik (nilai
16-20 menunjukkan asidosis disebabkan
oleh retensi asam-asam organik,
contohnya ketoasidosis diabetik)

Dalam menilai analisis gas darah, langkah pertama yang dilakukan adalah
memeriksa Ph untuk menentukan apakah terjadi asidemia atau alkalemia. Langkah
kedua adalah memeriksa PaCO2 dan HCO3- dalam kaitannya dengan Ph, untuk
mencoba mengetahui apakah gangguan ketidakseimbangan asam-basa bersifat
metabolik atau respiratorik atau campuran. Persamaan Henderson-Hesselbach
dapat bermanfaat dalam membuat dugaan. Pengetahuan mengenai keadaan klinis
penting dalam pengambilan keputusan. Langkah ketiga adalah memperkirakan
respon kompensatorik yang akan terjadi pada gangguan asam-basa primer, juga

16
kemungkinan gangguan asam-basa campuran jika respon kompensatorik lebih
ringan atau lebih berat dari yang diduga. Langkah terakhir dalam penilaian
gangguan asam-basa adalah mengetahui ketidakseimbangan primer dan
mengenalinya sebagai keadaan yang akut atau kronik (terkompensasi) atau sebagai
campuran dari dua macam gangguan atau lebih. Pada asidosis metabolik perlu
diklasifikasikan menurut selisih anion, normal atau meningkat.

6.2 JENIS GANGGUAN ASAM BASA

a. Asidosis : Keadaan dimana ion H+ dalam tubuh meningkat ( Ph rendah ).


b. Alkalosis : Keadaan dimana ion H+ dalam tubuh menurun ( Ph tinggi ).
c. Asidosis / Alkalosis Respiratorik :Setiap perubahan Ph karena faktor
pernapasan (respirasi) atau desakan CO2.
d. Asidosis / Alkalosis Metabolik :Setiap perubahan Ph karena keadaan diluar
respirasi.

JENIS GANGGUAN pH TCO2 PCO2 HCO3-


ASAM-BASA
As. resp tdk terkompensasi Rendah Tinggi Tinggi Normal

Alk. resp tdk Tinggi Rendah Rendah Normal


terkompensasi

As. met tdk terkompensasi Rendah Rendah Normal Rendah

Alk. met tdk terkompensasi Tinggi Tinggi Normal Tinggi

As. resp kompensasi alk. Normal Tinggi Normal Normal


met

Alk. resp kompensasi as. Normal Rendah Normal Normal


Met

As. met kompensasi Normal Rendah Rendah Normal


alk.resp

17
Alk. met kompensasi as. Normal Tinggi Tinggi Normal
resp

BAB VII RINGKASAN

Analisa gas darah adalah pemeriksaan tekanan gas dalam darah yang dapat
digunakan untuk menilai status ventilasi (termasuk keseimbangan asam-basa), status
hipoksemia dan status oksigenasi jaringan.
Dalam menilai analisa gas darah, harus dikaitkan dengan pengetahuan
mengenai keadaan klinis penyakit, pemahaman terhadap fisiologi asam-basa, dan
pengalaman dalam menilai analisa gas darah. Langkah pertama yang dilakukan
adalah memeriksa Ph untuk menentukan apakah terjadi asidemia atau alkalemia.
Langkah kedua adalah memeriksa PaCO2 dan HCO3- dalam kaitannya dengan Ph,
untuk mencoba mengetahui apakah gangguan ketidakseimbangan asam-basa bersifat
metabolik atau respiratorik atau campuran. Langkah ketiga adalah memperkirakan
respon kompensatorik yang akan terjadi pada gangguan asam-basa primer, juga
kemungkinan gangguan asam-basa campuran jika respon kompensatorik lebih ringan
atau lebih berat dari yang diduga. Selisih anion harus dihitung untuk menentukan
apakah asidosis metabolik yang terjadi merupakan akibat dari retensi asam (non-
karbonat) karena meningkatnya selisih anion (anion gap). Langkah terakhir dalam
penilaian gangguan asam-basa adalah mengetahui ketidakseimbangan primer dan
mengenalinya sebagai keadaan yang akut atau kronik (terkompensasi) atau sebagai
campuran dari dua macam gangguan atau lebih.
Sampel darah yang diambil adalah darah arteri karena lebih
menggambarkan fungsi pertukaran gas diparu-paru dan dapat memberi keterangan
kualitas darah yang disuplai keseluruh tubuh sedang darah vena lebih
menggambarkan metabolisme lokal daerah yang dialiri. Perlu diperhatikan adalah
faktor-faktor preanalitik yang mempengaruhi analisa gas darah antara lain : pengisian
formulir laboratorium yang benar, persiapan penderita, persiapan alat, cara
pengambilan sampel dan penanganan awal sampel ( pengawetan dan transportasi ).

18
DAFTAR PUSTAKA

Guyton AC. Text book of Medical Physiology. 5 th. Ed. Philadelphia : WB


Sanders co, 1981 : 651 70.
Halperin ML, Goldstein MB. Fluid, Electrolyte and Acid-Base Physiology. 2 nd
ed. Philadelphia. WB Saunders Company, 1994.
Widmann FK. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 9.
Jakarta : EGC, 1995 : 282 4.

19

Anda mungkin juga menyukai