Anda di halaman 1dari 20

Laporan Kerja Praktek

Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

BAB IV

PEMBAHASAN DAN PENGOLAHAN DATA

Proses pembuatan kaca di PT. Asahimas Flat Glass, Tbk. terbagi menjadi
dua proses, yaitu Hot Process dan Cold Process.

4.1. Hot Process

Hot Process merupakan awal dari proses pembuatan kaca, dari raw material
lalu masuk ke unit batch house, melting (peleburan bahan baku), lalu masuk ke
proses pembentukan kaca di bagian drawing, dan sampai proses terbentuknya
lembaran kaca yang sudah didinginkan di Lehr.

4.1.1. Batch House

Batch House merupakan awal dari proses pembuatan kaca, karena disinilah
semua bahan baku dan bahan tambahan akan dicampur dan diaduk menjadi
homogen. Unit ini bertanggung jawab untuk mempersiapkan campuran bahan
baku/batch (silica sand, dolomite, soda ash, calumite, salt cake, feldspar) dan
cullet (pecahan kaca) untuk semuanya dilebur secra bersamaan pada proses
selanjutnya. Sebelum masuk di unit batch house, terdapat unit raw material,
dimana unit raw material mempunyai tugas untuk meyediakan semua bahan
baku/batch dan cullet untuk proses pembuatan kaca. Selain itu, tugas raw
material adalah sebagai tempat penyimpanan material, peneriman material untuk
feeding keproduksi, mengorder material, dan mengirim material.

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin


Universitas Mercu Buana 54
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

Gambar 4.1. Alur Kerja Raw Material

Bahan baku yang tersimpan di gudang, akan diisi kedalam masing-masing


silo setiap pagi jam 7.00 dan jam 15.00 atau sama dengan shift 1 dan shift 2.
Untuk sistem pengirimannya yaitu dengan sistem fifo (first in first out). Untuk
sistem pengiriman dari gudang ke feeding, untuk pasir silika,dolomite, soda ash,
dan cullet, bisa dilihat dari bagan alurnya. Sedangkan untuk feldspar,salt cake,
dan calumite, alur pengirimannya dari gudang dengan menggunakan forklift, lalu
dengan hoist. Sebelum cullet di kirim ke feeder, cullet tersebut harus di cuci
terlebih dahulu. Sistem pencucian cullet dibagi menjadi dua, yaitu pencucian
basah dan pencucian kering. Maksud dari pencucian basah adalah pencucian
menggunakan media air, untuk menghilangkan lumpur/kotoran-kotoran yang
menempel dicullet ketika cullet berada digudang, sedangkan pencucian kering,
dilakukan secara memilah-milah bagian mana saja yang kotor dan bagian mana
yang bersih.

Proses yang terjadi di unit batch house, meliputi proses penimbangan raw
material (scaling), pencampuran (mixing) bahan baku dan bahan tambahan, serta
pengangkutan atau transportasi bahan baku menuju proses peleburan didalam
Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin
Universitas Mercu Buana 55
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

furnace. Sebelum masuk ke unit penimbangan, bahan baku harus terlebih dahulu
diayak, dengan tujuan untuk memisahkan material yang berukuran kecil dengaan
yang berukuran besar, serta memisahkan kotoran dari bahan baku supaya bahan
baku sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Setelah proses pengayakan,
lalu masing-masing bahan baku masuk kedalam tempat penyimpanan atau silo
untuk selanjutnya akan ditimbang.

Proses penimbangan dan pencampuran bahan baku dilakukan dengan


menggunakan system control berupa grain size dan moisture, dimana fungsi dari
grain size adalah untuk mengatur besar kecilnya ukuran bahan baku, maka dari
itu harus dilakukan system control grain size supaya ukuran/kondisi bahan baku
memiliki ukuran yang sama. Biasanya menentukan ukuran grain size dengan
menggunakan mesh, supaya material yng kondisinya besar dapat terkontrol,
karena jika tidak begitu maka proses peleburan tidak akan berjalan sengan baik,
contonya: untuk silica sand dan dolomite menggunakan ayakan dengan mesh 8.
Penggunaan system control moisture dilakukan supaya dapat dihasilkan
kelembaban yang sesuai, karena semua bahan baku tidak memiliki tingkat
moisture yang sama, contohnya silica sand, dolomite, dan feldspar, bahan baku
tersebut memiliki kemampuan untuk menyerap air, dan akibat dari itu maka
proses penimbangan dan pencampuran bahan baku tidak akan berjalan dengan
baik karena bahan baku tersebut menjadi basah dan lembab. Untuk target
moisture batch adalah 4,5 0,22%. Kalau >4,5, maka energi akan semakin besar
karena butuh banyak energi untuk membuat batch pada standar energi moisture.
Kalau <0,22, maka batch carry over, maksudnya adalah partikel mudah terbang
pada sehingga dapat merusak alat karena material dapat tersumbat pada alat.

4.1.1.1. Penimbangan (Scale)

Penimbangan yang dilakukan menggunakan jenis timbangan yang


berbeda-beda, jadi setiap bahan baku memiliki jenis timbangan yang berbeda-
beda.

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin


Universitas Mercu Buana 56
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

Tabel 4.1. Komposisi Bahan Baku

Jenis Komposisi

Sillica Sand A 70 ton x 2

Silica Sand B 70 ton x 2

Dolomite A 42,5 ton x 2

Dolomite B 42,5 ton x 2

Soda Ash A 5 ton x 2

Soda Ash B 5 ton x 2

Salt Cake 10 ton

Mg(OH)2 10 ton

Al(OH)2 10 ton

Fe2O3 10 ton

Carbon 2 ton

Extra 2 ton

4.1.1.2. Pencampuran (Mixing)

Pada tahap pencampuran, semua bahan baku akan dicampur seberat 3,6
ton/batch dan proses pencampuran bahan baku dilakukan selama 4 menit.
Baru setelah semua bahan baku dicampur, lalu masuk kedalam tahap proses
peleburan bahan baku.

4.1.2. Melting (Proses Peleburan)

Melting adalah proses peleburan antara batch dan cullet menjadi bentuk
yang homogen, disebut molten glass. Proses peleburan batch dan cullet
terjadi didalam furnace, panas pembakaran didalam furnace berasal dari

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin


Universitas Mercu Buana 57
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

burner yang ada disetiap sisinya (kanan-kiri) atau sering disebut dengan port.
Jumlah port ada 6 disetiap sisinya (kanan-kiri) dan dilengkapi dengan
regenerator pada masing-masing sisinya. Regenerator berfungsi sebagai untuk
menaikkan dan menurunkan panas udara. Suhu pembakaran didalam furnace
dapat mencapai 16000C, karena temperature didalam furnace sangat tinggi,
maka furnace dibuat dengan menggunakan batu tahan api yang disebut
refractories.

4.1.2.1. Struktur Furnace

Furnace terbagi atas tiga area, yaitu melter, neck, dan refiner. Melter
adalah ruangan dimana batch dan cullet dilebur secara bersama-sama untuk
menjadi molten glass. Temperature di dalam melter merupakan temperature
yang paling tinggi karena ruangan tersebut adalah ruangan untuk peleburan
batch dan cullet. Neck adalah area yang terdapat ditengah-tengah antara
melter dengan refiner pada area ini, tidak ada lagi pembakaran melainkan
ada 6 buah stirrer untuk mengaduk molten glass supaya lebih homogen lagi.
Sedangkan area refiner, terjadilah gelembung-gelembung (bubble) yang
tersisa didalam molten glass dihilangkan. Bubble terjadi akibat pembakaran
yang tidak sempurna pada saat peleburan batch dan cullet di melter.
Furnace tersusun atas batu tahan api. Sifat-sifat yang harus dimiliki batu
tahan api adalah:

1. Tidak berubah bentuk atau melunak pada temperatur tinggi

2. Tahan terhadap gerusan

3. Tahan terhadap korosi

4. Pemuaian dan pengerutannya kecil

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin


Universitas Mercu Buana 58
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

Gambar 4.2. Struktur Furnace

4.1.2.2. Proses Peleburan

Proses peleburan yang terdapat di furnace terbagi atas 4 tahap,


yaitu:

1. Primary Melting Stage

Pada tahap ini, seluruh material (batch dan cullet) dilebur.


Pada tahap ini, konsumsi energi sangat tinggi, karena untuk
merubah raw material menjadi molten glass membutuhkan
energi yang besar. Proses peleburan didalam furnace
membutuhkan panas untuk meleburkan material, sumber panas
ini berasal dari bahan bakar yang berupa natural gas yang
berasal dari burner. Burner merupakan alat yang digunakan
untuk meyemburkan flame kedalam furnace untuk proses
pembakaran. Natural gas yang dialirkan melalui pipa gas
menuju burner, sedangkan udara dialirkan melalui secondary
air fan (2nd air fan) melalui vent stream. Sistem pembakaran

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin


Universitas Mercu Buana 59
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

didalam furnace menggunakan sistem Combustion Reversal


Once In 20 Minutes

Gambar 4.3. Furnace Combustion

2. Finning Stage

Pada tahap ini, adalah tahap pelepasan gelembung yang


terdapat didalam molten glass. Bubble adalah salah satu hasil
reaksi yang terbentuk akibat adanya dekomposisi antar batch.
Jika bubble ini dibiarkan, maka akan mengakibatkan defect pada
kaca. Sebenarnya bubble sendiri bisa naik keatas permukaan
molten glass dengan sendirinya, namun kecepatan bubble untuk
naik keatas permukaan lebih kecil dibandingkan bubble untuk
mengalir bersama molten glass. Salah satu cara yang digunakan
agar bubble cepat naik keatas permukaan adalah dengan cara
menaikkan temperatur, pada tahap fining, temperatur molten
glass dinaikkan sehingga viskositas molten glass semakin kecil
dan semakin encer sehingga bubble dapat lepas dengan mudah.

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin


Universitas Mercu Buana 60
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

3. Stirring and Skimming

Pada tahap ini adalah bagian yang terjadi dibagian neck,


stirring merupakan proses pengadukan yang tujuannya untuk
mencampur molten glass supaya lebih homogen,jumlah stirrer
ada 6 buah dengan kecepatan stirrer 12,7 rpm. Sedangkan
skimming dilakukan dengn neck skim bar (NSB) yang berfungsi
untuk menahan batch file agar tidak langsung masuk ke refiner.
Sebelum peleburan sempurna.

4. Refining Stage

Pada tahaap ini adalah bagian tahap terakhir dari proses


peleburan batch dan cullet, didalam refiner temperature harus
dijaaga dan diatur untuk selanjutnya akan masuk kedalam metal
bath yang bertujuan untuk mengatur tebal, ukuran, dan lebar
dari molten glass.

4.1.3. Drawing (proses pembentukan kaca)

Pada tahap ini, proses pembentukan kaca terjadi didalam metal bath,
dimana didalam metal bath ini, molten glass akan dialirkan dari refiner
menuju metal bath lalu diambangkan diatas cairan timah. Molten glass yang
diambangkan diatas timah disebut dengan ribbon glass. Ribbon glass akan
dibentuk sesuai tebal dan ukuran tertentu sesuai pesanan pelanggan. Ketika
ribbon glass dijatuhkan kedalam metal bath, maka ribbon glass akan
membentuk kesetimbangan sebesar 6,8 mm. Ribbon glass memiliki sifat yang
elastis. Proses pembuatan kaca ini menggunakan float process, dimana
didalam metal bath, ribbon glass diambangkan diatas cairan timah. Pemilihan
timah sebagai cairan float didasarkan pada beberapa kriteria sebaagai berikut:

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin


Universitas Mercu Buana 61
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

1. Memiiki titik lebur yang rendah

2. Memiliki titik didih yang tinggi

3. Densitas timah lebih besar dibandingkan densitas kaca

4. Cairan timah tidk bereaksi dengan ribbon glass dan tidak menempel
pada kaca

5. Harga timah lebih murah dibandingkan dengan harga logam lainnya

Meskipun timah memiliki banyak keunggulan, akan tetapi timah juga


memiliki kelemahan, yaitu timah mudah teroksidasi oleh oksigen sehingga
terbentuklah oksida timah. Jika oksida timah ini menempel pada ribbon glass,
maka akan menyebabkan ribbon glass mengalami defect pada kaca yang
disebut dengan dross dan drip. Metal bath dibagi menjadi 3 struktur, yaitu
bottom struktur, roof struktur, dan side sealing. Pada bottom struktur, terdiri
atas bottom block yang merupakan tempat dimana cairan timah berada dan
bottom cashing merupakan bagian yang melapisi bottom block. Sedangkan
side sealing merupakan bagian tepi dari metal bath yang ditutupi dengan
sealing box.

Proses yang terjadi didalam metal bath dibagi menjadi 16,5 bay, seluruh
bay terbagi atas 6 zone. Seluruh proses pembentukan kaca yang terjadi
didalam 6 zone ini ada pembagian tertentu dari masing-masingnya, yaitu:

1. Spout zone

Area ini berada diantara canal dan metal bath yang bertujuan
sebagai tempat pengontrol kapasitas produksi. Didalam spout terdapat
tweel, tweel yang digunakan da 2 macam yaitu back tweel dan front
tweel. Back tweel hanya digunakan sebagai cadangan. Posisi tweel
harus diatur agar ribbon glass yang memasuki metal bath tidak terlalu
banyak.

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin


Universitas Mercu Buana 62
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

2. Hot End (bay 0-bay 2)

Hot End merupakan area proses pembentukan dimulai, pada area


ini ribbon glass yang telah dicurahkan mulai menyebar, agar
penyebaran ribbon glass ini tidak terlalu melebar, maka dipasang
Carbon Extention Tile (CET) pada bay 0. CET ini bertugas untuk
membatasi ruang gerak ribbon glass menjadi lebih kecil sehingga
akaan menghalangi terjadinya pelebaran ribbon glass yang semakin
besar.

3. Pre-Heat zone (bay 3-bay 4)

Pada tahap ini merupakan tahap pembentukan tebal kaca dengan


menggunakan Assistance Roll (A-Roll ), alat ini berbentik barrel
dengan gigi diselilingnya. Jumlah A-Roll yang digunakan untuk
pembentukn kaca tergantung dari tebal kaca yang diinginkan, jika
tebal kaca diinginkan semakin dekat dengan tebal kesetimbangan,
maka A-Roll yang digunakan sedikit.

4. Re-Heat zone (bay 5-bay 10)

Pada tahap ini dilengkapi dengan heater dengan kapasitas paling


besar, pada zona ini temperatur ribbon glass akan mencapai 900-
8000C dan temperatur cairan timah berkisar 700-9500C. Aliran ribbon
glass akan mengalir diatas cairan timah dari daerah upstream menuju
daerah downstream. Pada bay 10 dilengkapi carbon barier, carbon
fance, dan carbon fence berfungsi untuk membantu men-centerkan
ribbon glass sehingga ribbon glass tidak bergerak kearah kiri maupun
kedaerah kanan . carbon barier berfungsi untuk membendung aliran
timah sehingga panas dari timah tidak terbawa ke area downstream,
jika cairan timah ikut masuk dalam daerah downstream maka
temperatur ribbon glass akan menjadi naik lagi.

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin


Universitas Mercu Buana 63
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

5. Shoulder and Narrow zone (bay11-bay 14)

Sebelum memasuki area ini, posisi ribbon glass harus diatur agar
tidak menabrak side wall ketika memasuki area penyempitan.
Aksesoris yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah
dengan dipasangnya carbon push yang diletakkan pada bay 12 dan
dipasang radiation gate pada akhir bay 11. Radiation gate di bay 11
berfungsi untuk mencegah panas yang berasal dari upstream mengalir
ke daerah downstream.

6. Exit zone (bay 15-bay 16)

Pada area ini kaca sudah mencapai softening point yaitu sekitar
7600C, dimana kaca sudah mulai terbentuk solid dan sudah tidak dapat
dibentuk kembali kecuali dengan pemanasan kembali. Untuk menjaga
kestabilan kaca pada are ini maka dipasang pendingin yang bernama
exit cooler yang dipasang pada bay 12-bay 16 yang berjumlah 10 buah
disetiap sisi-sisinya. Pada area ini kaca sudah siap untuk keluar dari
cairan timah menuju area pendinginan di Lehr, proses terpisahnya
kaca dari cairan timah yang disebut dengn Take off Length (TOL),
sedangkan Take off Length (TOL) dapat terjadi dengan bantuan 3
buah Lift Out Roll (LOR).

4.1.4. Lehr

Proses pendinginan pada kaca sangat bergantung pada distribusi


temperatur dalam kaca. Jika kaca dalam keadaam masih panas dan langsung
memasuki proses pendinginan, maka kaca tersebut akan mengalami thrmal
shock yang akan mengakibatkan kaca akan retak dan pecah. Maka dari itu
untuk mendinginkan kaca haruslah dilakukan dengan cara menurunkan
temperatur secara bertahap atau disebut juga annealing. Setelah annealing
selasai, maka kaca dapat didinginkan secara cepat atau disebut juga dengan

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin


Universitas Mercu Buana 64
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

cooling. Proses pendinginan kaca yang dilakukan secara annealing dan


cooling memiliki tujuan yang berbeda-beda. Proses annealing dilakukan agar
kaca mudah dipotong, sedangkan prose cooling dilakukan dengan tujuan
untuk memberikan kekuatan pada kaca. Kaca akan mudah dipotong apabila
besarnya tensi sama dengan besarnya kompresi atau berada pada garis netral.
Jadi, semakin mendekati garis netral, maka semakin mudah pula kaca
dipotong, maka dari itu diperlukan proses annealing untuk membuat besarnya
kompresi dan tensi seimbang. Apabila proses annealing tidah berjalan dengan
baik, maka proses cooling akan menjadi sullit yang dapat menyebabkan kaca
pecah pada proses annealing.

Pada proses Lehr, terdiri dari opened lehr dan closed lehr. Pada bagian
closed lehr, kaca tidak mengalami kontak langsung dengan udara, sedangkan
pada bagian opened lehr kaca akan berkontak langsung dengan udara.

4.2. Cold Process

Cold Process merupakan proses kaca setelah keluar dari Lehr, lalu
memasuki proses Washing, Cutting, Quality Control, dan Packing.

4.2.1. Washing

Sebelum memasuki tahap washing, ada tahap sebelumnya, yaitu Guilotine,


adalah sebuah roll berbentuk seperti palu yang berputar yang berguna sebagai
pemecah kaca apabila ada kaca yang mengalami peretakan ditengah-tengah
kaca maupun dipinggir kaca. Barulah sesudah itu memasuki tahap pencucian,
dimana kaca akan dicuci melalui 3 jenis air pencucian, yaitu dengan hot water,
rinse water, dan pure water. Pertama kaca akan dicuci dengan menggunakan
hot water, tujuannya supaya menyeimbangkan temperature kaca, karena kalau
langsung dengan menggunakan cold water, maka kaca akan mengalami
thermal shock yang akan menyebabkan kaca retak atau bahkan bisa pecah.
Selanjutnya kaca akan dicuci dengan menggunakan rinse water, tujuannya

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin


Universitas Mercu Buana 65
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel pada kaca. Terakhir,


kaca dicuci dengan menggunakan pure water, temperatur pure water adalah
sama dengan temperature kamar. Pengaliran air di washing berasal dari pipa
pencuci yang digerakkan oleh pompa. Pipa ini berada diatas dan dibawah
kaca, sehingga kaca akan bersih secara merata diatas maupun dibawah. Untuk
membatasi supaya air tidak bercampur, maka digunakanlah air knife yang
akan menyemburkan udara untuk memotong aliran antara rinse water dan
pure water. Air knife juga digunakan pada saat kaca telah selesai dari proses
pencucian diarea pure water, tujuannya supaya air tidak ikut terbawa pada
saat menuju proses pemotongan. Setelah itu, kaca akan dikeringkan dengan
dry air, dry air ini kan menyemprotkan udara panas untuk mengeringkan kaca.
Setelah itu masuk kearea Innomess, yaitu untuk mendeteksi defect dengan
menggunakan sensor, setelah itu masuk kedalah proses chemical coating,
dengn komposisi, air panas, Zn, Citric Acid, MEA. Diantara area chemical
coating dengan area cutting terdapat pula air knife, supaya pelapis tidak
terbawa aliran kaca pada saat memasuki proses cutting.

4.2.2. Cutting

Setelah proses washing dan pelapisan kaca, kaca akan memasuki tahap
pemotongan sesuai dengn permintaan pelanggan. Pada tahap ini kaca akan
dipotong dengan cara vertikal dan horizontal. Tahap pertama adalah
pemotongan secara horizontal dengan menggunakan Cross Cutter dengan cara
menggoreskan kaca, dalam proses penggoresan kaca, pada mata pisau
dilengkapi juga dengan minyak yang bernama minyak ACPE yang bertujuan
supaya dalam penggoresan kaca, serpihan kaca tidak beterbangan yang dapat
membuat defect pada kaca atau bahkan bisa melukai seseorang karena
serpihan tersebut dapat beterbangan, lalu selanjutnya hasil goresan tersebut
akan dipatahkan oleh snapping main line. Proses pematahan ini sangat
sederhana, dimana roll pematah dibuat lebih tinggi dari roll lainnya sehingga
kaca dapat patah. Untuk menghindari tabrakan antar kaca yang telah dipotong
maka kecepatan kaca diatur 2 kali lebih besar dari pada dengan kecepatan roll

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin


Universitas Mercu Buana 66
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

dengan tujuan agar kaca yang dipotong tidak saling bersinggungan atau
tabrakan. Lalu selanjutnya masuk ke NF Cutter untuk memotong kaca bagian
pinggir, sistem pemotongannya sama dengan Cross Cutter, yaitu dengan
pengoresan terlebih dahulu, baru setelah itu dipotong/dipatahkan dengan edge
snapping. Tapi sebelum kaca dipatahkan, ada 1 tahap sebelumnya yaitu
marking, dimana bagian tersebut untuk memberikan tanda bahwa ada bagian
kaca yang memiliki defect untuk selanjutnya akan diproses/dicek defect
tersebut pada bagian Quality Control. Setelah kaca telah dipotong, lalu masuk
ke Main Line untuk selanjutnya ditata/diatur dalam box penyimpanan yang
akan dikirim ke bagian Quallity Control.

4.2.3. Quality Control

Pada unit ini memiliki tujuan yaitu mengontrol kualitas kaca dan
mengurangi klaim dari pelanggan, jika kualitas kaca yng dihasilkan banyak
defect, maka petugas akan langsung melaporkan pada bagian produksi untuk
segera ditindak lanjuti dan kemudian dicari asal penyebab terjadinya defect. Di
unit ini, pemeriksaan terhadap mutu atau kualitas kaca meliputi sifat fisik kaca
yang terdiri dari 2 jenis, yaitu inspeksi random sampling dan examiner:

4.2.3.1. Inspeksi Random Sampling

Pada bagian ini dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu, primary


defect dan secondary defect dimana bagian ini melihat defect berdasarkan
akibat dari proses pembuatan kaca.

1. Primary Defect

Yaitu cacat yang terjadi ketika masih dalam proses. Ada


beberapa defect yang terjadi, yaitu:

a. Bubble/sheed, yaitu cacat akibat timbulnya gelembung-


gelembung pada saat proses peleburan yang kurang sempurna dan
terjadi pada saat kaca melewati pembentukan di metal bath.

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin


Universitas Mercu Buana 67
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

b. Inclusion, yaitu cacat akibat adanya jenis batu-batuan kecil yang


berasal dari bahan baku yanng kemudian ikut dalam proses
peleburan bersama bahan baku lain.

c. Ream Knot, yaitu cacat kaca transparan akibat peleburan yang


kurang sempurna.

d. Distortion, yaitu gangguan jarak pandang/sudut tertentu pada


kaca.

e. Dross, yairu cacat oksida timah pada permukaan cairan timah dan
melekat pada kaca.

f. Roll Imprint, yaitu cacat pada permukan kaca dalam bentuk roll
marking yang disebabkan oleh endapan pada bottom roll. Roll
Imprint biasanya terbentuk pada kondisi kaca yang bertemperatur
tinggi

g. Tin Count, yaitu cacat pada permukaan kaca akibat adanya


butiran timah yang jatuh pada permukaan kaca.

h. Bloom, yaitu cacat akibat adanya lapisan timas yang masih


menempel pada bagian bawah kaca.

i. Edge Distortion, yaitu cacat akibat distorsi pada pinggir kaca.

j. Drop/Drip/Spot, yaitu cacat akibat adanya benda asing atau cairan


asing yang menetes atau menempel pada permukaan kaca.

k. Bowing, yaitu cacat yang menyebabkan permukaan kaca


mengalami kelengkungan yang searah pada aliran kaca.

l. Buckling, yaitu cacat yang menyebabkan permukaan kaca


mengalami kelengkungan yang tidak searah pada aliran kaca atau
tidak beraturan.

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin


Universitas Mercu Buana 68
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

m. Scar, yaitu goresan akibat benda keras yang terjadi pada awal
penarikan kaca pada temperatur tinggi.

2. Secondary Defect

Yaitu cacat yang terjadi ketika proses telah selesai. Ada


beberapa defect yang terjadi, yaitu:

a. Angle, yaitu cacat akibat kemiringn cutter line.

b. Crack, yaitu cacat retakan akibat benturan benda keras atau panas
kejut.

c. Bevel of Cut, yaitu cacat kesikuan pada hasil potong kaca.

d. Chipping, yaitu cacat gumpil pada sudut kaca akibat cutter line.

e. Shell Chips, yaitu cacat gumpil pada sisi kaca akibat cutter line

f. Flare, yaitu cacat tonjolan pada sudut potong kaca.

g. Shark Teeth, yaitu cacat bergerigi akibat serpihan kaca pada saat
cutter line.

h. Huckle, yaitu cacat hasil potongan yang tidak rata pada


permukaan potongan kaca yang disebabkan tegangan pada kaca.

i. Scratch, yaitu cacat goresan pada permukaan kaca akibat gesekan


benda tajam atau keras.

j. Water Straim, yaitu cacat akibat adanya sisa air pencucian yang
mengering secara tidak merata pada permukaan kaca atau adanya
suatu percikan atau tetesan cairan yang menempel yang
mengering pada permukaan kaca.

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin


Universitas Mercu Buana 69
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

4.2.3.2. Examiner

Tujuan dari Examiner adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya


defect pada kaca. Adapun pengujian dari examiner ini, yaitu:

1. Pull, yaitu jumlah kaca yang aakaan diproses finishing selama 1 hari
dalam satuan ton, dengan pull sekian maka akan didapat hasil produk
kaca dengan netto (bagian kaca yang akan dipotong dan
dijual/dipasarkan), gross (total lebar kaca), dan edge lost (sisa kaca
yang tidak terpakai/terbuang)

Gambar 4.4. Sketsa Kaca Tampak Samping

2. Zebra, yaitu untuk pengecekan kaca distorsi kaca (gangguan jarak


pandang terhadap sudut). Dimana semakin besar sudutnya (derajat
kemiringannya), maka kondisi pengecekan di zebra ini menunjukkan
hasil yang bagus pula.

3. Edge Light, yaitu alat pengecekan defect pada kaca seperti bubble,
drip, scratch, dan inclision.

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin


Universitas Mercu Buana 70
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

4.2.4. Packing

Proses packing bertujuan untuk mengemas produk kaca didalam box atau pallet
supaya kualitas produk tetap terjaga sampai ketangan pelanggan, untuk
menghindari terjadinya goresan maupun gesekan, haris diletakkan pelapis
untuk melapisi kaca yang satu dengan yang lainnya. Pelapis tersebut
menggunakan kertas dan powder (serbuk putih) untuk melindungi kualitas kaca
dari goresan maupun gesekan. Setelah pengemasan selesai, maka kaca akan
siap disimpan dan didistribusikan kepada pelanggan.

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin


Universitas Mercu Buana 71
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

BAB 5

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Bahan baku untuk memproduksi kaca pada PT. Asahimas Flat Glass,
Tbk. khususnya pada bagian F3 adalah soda lime silica glass, karena
komponen bahan baku utamanya adalah silica sand (Si), dolomite
(Mg, Ca), dan soda ash (Na), cullet, sedangkan bahan baku tambahan
yang digunakan adalah feldspar, salt cake, dan calumite.

2. Proses pembuatan kaca di PT. Asahimas Flat Glass, Tbk. terbagi


menjadi dua proses, yaitu:

a) Hot Process, terbagi menjadi:

Batch House

Melting,

Drawing

Lehr

b) Cold Process, terbagi menjadi:

Washing

Cutting

Quality Control

Packing

3. Dalam Quality Control, terdapat 2 jenis inspeksi, yaitu:

a) Inspeksi random sampling

b) Examiner.
Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin
Universitas Mercu Buana 72
Laporan Kerja Praktek
Periode Agustus 2012 PT. Asahimas Flat Glass, Tbk

5.2. Saran

1. Pastikan dengan baik langkah-langkah pengerjaan dalam pembuatan


suatu produk.

2. Harus selalu melakukan pengecekan digudang raw material agar tidak


mengalami kehabisan stok bahan baku.

3. Selektif terhadap bahan baku agar produk yang dihasilkan bisa lebih
maksimal.

4. Selalu berhati-hati dalam mengoperasikan mesin-mesin, karena mesin-


mesin tersebut sangat beresiko tinggi.

5. Penjadwalan berkala untuk perawatan permesinan agar tidak shut down


pada saat jalannya proses produksi.

6. Selalu melakukan pengecekan terhadap jalannya proses pembuatan dari


awal sampai akhir.

7. Mengadakan pelatihan dan training untuk para karyawan agar keahlian


(skill) yang sudah dimiliki menjadi lebih baik lagi.

8. Harus selalu menjaga kebersihan mesin agar tidak mengalami


kerusakan akibat kotor mesin.

Kerja Praktek yang saya jalani ini merupakan suatu pembelajaran yang
sangat bermanfaat bagi saya karena langsung berada dilapangan untuk
kedepannya nanti didalam dunia pekerjaan khususnya pada dunia industri saat ini.

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin


Universitas Mercu Buana 73

Anda mungkin juga menyukai