Anda di halaman 1dari 10

HALAMAN SAMPUL ENSEFALITIS VIRUS REFERAT Oleh Ni Made Atika Nurina Yanti NIM 07700293 Astri

Taufi Ramadhani NIM 072010101028 Dokter Pembimbing: dr. H. Eddy Ario Koentjoro, Sp.S SMF/LAB
ILMU PENYAKIT SARAF RSD DR. SOEBANDI KABUPATEN JEMBER 2012 HALAMAN JUDUL ENSEFALITIS
VIRUS REFERAT diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan Klinik Madya Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf
RSD dr. Soebandi Kabupaten Jember Oleh Ni Made Atika Nurina Yanti NIM 07700293 Astri Taufi
Ramadhani NIM 072010101028 Dokter Pembimbing: dr. H. Eddy Ario Koentjoro, Sp.S SMF/LAB ILMU
PENYAKIT SARAF RSD DR. SOEBANDI KABUPATEN JEMBER 2012 PRAKATA Dengan mengucapkan puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
referat dengan judul Ensefalitis Virus. Dengan rasa hormat, kami juga menyampaikan rasa terima
kasih atas bantuan dari semua pihak, terutama kepada: 1. dr. H. Eddy A. Koentjoro, Sp.S selaku dosen
pengajar di SMF bagian saraf dan dokter pembimbing referat kami. 2. dr. Supraptiningsih,Sp.S selaku
dosen pengajar di SMF bagian saraf. 3. dr. Usman G. Rangkuti, Sp.S selaku dosen pengajar di SMF bagian
saraf. 4. Semua rekan sejawat, paramedis, juru rawat, serta staf administrasi Poli Saraf RSD. dr. Soebandi
Jember atas bantuan dan kerjasama-nya. 5. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per-
satu. Kami menyadari sepenuhnya referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami menerima
saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan referat ini agar lebih baik. Harapan kami
semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita bersama. Jember, Juli 2012 Penulis DAFTAR ISI Halaman
iHALAMAN SAMPUL iiHALAMAN JUDUL 3PRAKATA 4DAFTAR ISI 5DAFTAR GAMBAR 6DAFTAR TABEL 71.1
Latar Belakang 81.2 Tujuan 9BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 92.1 Definisi 92.2 Epidemiologi 102.3 Etiologi
142.4 Patofisiologi 232.5 Manifestasi Klinis 262.6 Pemeriksaan Penunjang 312.7 Diagnosis Banding 312.8
Penatalaksanaan 332.9 Pencegahan 342.10 Komplikasi 342.11 Prognosis 35BAB 3. PENUTUP
35Kesimpulan 37DAFTAR PUSTAKA DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Etologi ensefalitis virus. 11 Gambar 2.
Etologi ensefalitis virus. 12 Gambar 3. Pembagian mekanisme infeksi virus pada SSP. 15 Gambar 4.
Pembagian ensefalitis virus. 18 Gambar 5. transmisi dari ensefalitis herpes simpleks. 19 Gambar 6.
Mekanisme infeksi HIV pada ensefalitis HIV. 23 Gambar 7. Macam-macam bentuk manifestasi klinik
ensefalitis virus. 25 Gambar 8. Perbedaan tipe cairan serebrospinal pada infeksi system saraf pusat. 28
Gambar 9. Brain imaging berupa MRI dari ensefalitis herpes simpleks. 29 Gambar 10. Brain imaging
berupa MRI dari ensefalitis herpes simpleks. 29 Gambar 11. Algoritma Ensefalitis Viral 30 Gambar 12.
Algoritma Kejang Akut dan Status Konvulsi 32 Gambar 13. Pilihan terapi pada ensefalitis virus 33 DAFTAR
TABEL Tabel 1. Pemeriksaan Penunjang untuk Ensefalitis. 26 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Infeksi susunan saraf pusat atau ensefalitis, secara umum dapat diartikan sebagai terjadinya proses
inflamasi pada sel parenkim otak. Sindroma ensefalitis bisa bersifat akut atau sub akut berlangsung
beberapa hari sampai beberapa minggu, sedang yang kronis bisa berlangsung bertahun-tahun.1
Ensefalitis adalah suatu peradangan parenkim otak, muncul sebagai disfungsi neuropsikologi difus
dan/atau fokal. Meskipun terutama melibatkan otak, meninges juga sering ikut terlibat
(meningoencephalitis). Dari perspektif epidemiologi dan patofisiologi, ensefalitis berbeda dari
meningitis, meskipun pada evaluasi klinis keduanya bisa hadir, dengan tanda-tanda dan gejala
peradangan meningeal, seperti fotofobia, sakit kepala, atau leher kaku. Meskipun gangguan bakteri,
jamur, dan autoimun dapat menghasilkan ensefalitis, sebagian besar kasus disebabkan oleh virus.2
Secara umum angka kematian ensefalitis masih cukup tinggi, demikian pula dengan gejala sisa yang
terjadi. Salah satu factor yang berpengaruh terhadap tingginya angka mortalitas dan morbiditas ini
adalah masalah diagnosis untuk mencari virus penyebab. Insiden ensefalitis adalah 1 kasus per 200.000
populasi di Amerika Serikat, virus herpes simpleks (HSV) menjadi penyebab paling umum.1,2 Standar
emas diagnosis untuk suatu ensefalitis hingga kini adalah identifkasi agen penyebab. Harus diakui
dibanding kuman, mencari penyebab virus ini memang relatif lebih sulit. Hal ini tidak terlepas dari
beberapa faktor antara lain: pemeriksaan laboratorium yang lebih rumit dan minimnya sumber daya
manusia dibelakang pemeriksaan yang rumit tersebut.1 Oleh karena itu, penulis dalam referat akan
mencoba membahas tentang ensefalitis virus beserta penanganannya. 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan referat ini ialah untuk menambah pengetahuan dan memahami tentang
penyakit ensefalitis virus. 1.2.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penulisan referat ini ialah: a. Untuk
mengetahui jenis virus yang bisa menyebabkan terjadinya ensefalitis virus b. Untuk mengetahui cara
mendiagnosis ensefalitis virus c. Untuk mengetahui tatalaksana ensefalitis virus d. Untuk mengetahui
cara pencegahan terjadinya ensefalitis virus BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Dalam keadaan
normal Susunan Saraf Pusat (SSP) terlindung dengan baik terhadap serangan dari organism yang dapat
menyebabkan radang, dan kebanyakan peradangan pada SSP merupakan komplikasi yang tidak lazim
dari infeksi yang didapat sehari-hari. Salah satu keradangan dari SSP adalah ensefalitis yang merupakan
keradangan atau inflamasi pada otak (Encephalon). Ensefalitis virus adalah keradangan pada ensefalon
yang penyebabnya berasal dari virus. Ensefalitis yang disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan
kerusakan parenkim bervariasi dari ringan sampai dengan sangat berat.3 Ensefalitis terjadi dalam dua
bentuk, yaitu bentuk primer dan bentuk sekunder.Ensefalitis Primer melibatkan infeksi virus langsung
dari otak dan sumsum tulang belakang. Sedangkan ensefalitis sekunder, infeksi virus pertama terjadi di
tempat lain di tubuh dan kemudian ke otak. 2.2 Epidemiologi Insiden ensefalitis di seluruh dunia sulit
untuk ditentukan. Kejadian tahunan ensefalitis virus kemungkinan besar diremehkan, terutama di
negara berkembang, karena masalah dengan deteksi patogen. Japanese Encephalitis mempengaruhi
setidaknya 50.000 orang per tahun. Dalam sebuah studi dari Finlandia, kejadian ensefalitis virus pada
orang dewasa adalah 1,4 kasus per 100.000 orang per tahun. Herpes Simplex Virus adalah organisme
yang paling sering diidentifikasi sebagai penyebab (16%), diikuti oleh Varicella Zooster Virus (5%),
gondok virus (4%), dan virus influenza A (4%).2 Menurut statistik dari 214 ensefalitis, 54% (115 orang)
dari penderita ensefalitis adalah anak-anak. Virus yang paling sering ditemukan adalah virus herpes
simpleks (31%), yang disusul oleh virus ECHO (17%).4 Kasus ensefalitis herpes simpleks sekitar 2.000
kasus terjadi di Amerika Serikat, dan merupakan 10% dari seluruh kasus ensefalitis di negara tersebut.
Sekitar 30 sampai 70 persen berakhir fatal, dan tidak sedikit yang berakhir dengan kecacatan neurologis.
Insidensi tertinggi terjadi pada usia neonatus, 5-30 tahun, dan di atas 50 tahun, dengan masa inkubasi 4-
6 hari.5 Penyakit ini endemik di daerah Asia, mulai dari Jepang, Filipina, Taiwan, Korea, China, Indo-
China, Thailand, Malaysia, sampai ke Indonesia serta India. Diperkirakan ada 35.000 kasus Japanese
encephalitis di Asia setiap tahun. Angka kematian berkisar 20-30%. Anak usia 1-15 tahun paling sering
terinfeksi. Di Indonesia, penelitian penyakit Japanese encephalitis sudah dilakukan sejak 1975,
menunjukkan seroprevalensi sebesar 10-75%.6 2.3 Etiologi Macam-macam encephalitis virus menurut
Robin: a. Infeksi virus yang bersifat epidermik: 1. Golongan enterovirus = poliomyelitis, virus coxsackie,
virus ECHO. 2. Golongan virus ARBO = western equire encephalitis, St. louis encephalitis, Eastern
equireencephalitis, Japanese B. encephalitis, Murray valley encephalitis b. Infeksi virus yang bersifat
sporadic: rabies, herpes zoster, limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas. c. Ensefalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca
varisela, pasca rubella, pasca vaksinia, pascamononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti
infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik. Penyebab ensefalitis yang paling sering adalah infeksi
karena virus. Beberapa contoh termasuk: a. Herpes simplex virus (HSV-1, HSV-2) b. Selain virus herpes:
varicella zoster virus (VZV), cytomegalovirus (CMV), Epstein-Barr (EBV), virus herpes manusia 6 (HHV6) c.
Adenovirus d. Influenza A e. Enterovirus c, virus polio f. Campak, gondongan dan virus rubella g. Rabies
h. Arbovirus misalnya, Ensefalitis Jepang B, St Louis Ensefalitis virus, West Nile ensefalitis virus, Timur,
Barat, dan Virus ensefalitis equine Venezuela, i. Bunyaviruses misalnya, La Crosse strain virus California j.
Reoviruses misalnya, Colorado tick fever virus k. Arenaviruses misalnya, virus choriomeningitis limfositik.
l. Retrovirus misalnya Human Immunodeficiency Virus-1/2 (HIV-1/2). 7, Gambar 1. Etologi ensefalitis
virus.10 Gambar 2. Etologi ensefalitis virus.10 Ensefalitis mempunyai dua bentuk, yang dikategorikan
oleh dua cara virus dapat menginfeksi otak: a. Ensefalitis primer. Hal ini terjadi ketika virus langsung
menyerang otak dan saraf tulang belakang. Hal ini dapat terjadi setiap saat (ensefalitis sporadis),
sehingga menjadi wabah (epidemik ensefalitis). b. Ensefalitis sekunder. Hal ini terjadi ketika virus
pertama menginfeksi bagian lain dari tubuh kemudian memasuki otak. Infeksi bakteri dan parasit seperti
toksoplasmosis dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang
lemah. Berikut adalah beberapa penyebab yang lebih umum ensefalitis: Virus herpes Beberapa virus
herpes yang menyebabkan infeksi umum juga dapat menyebabkanensefalitis. Ini termasuk: Herpes
simpleks virus. Ada dua jenis virus herpes simpleks (HSV) infeksi. HSV tipe 1 (HSV-1) lebih sering
menyebabkan cold sores lepuh demam atau sekitar mulut Anda. HSV tipe 2 (HSV-2) lebih sering
menyebabkan herpes genital. HSV-1 merupakan penyebab paling penting dari ensefalitis sporadis yang
fatal di Amerika Serikat, tetapi juga langka. Varicella-zoster virus. Virus ini bertanggung jawab untuk
cacar air dan herpes zoster. Halini dapat menyebabkan ensefalitis pada orang dewasa dan anak-anak,
tetapi cenderung ringan. Virus Epstein-Barr. Virus herpes yang menyebabkan infeksi mononucleosis. Jika
ensefalitis berkembang, biasanya ringan, tetapi dapat berakibat fatal pada sejumlah kecil kasus.5 Infeksi
pada Anak Pada kasus yang jarang, ensefalitis sekunder terjadi setelah infeksi virus anak dandapat
dicegah dengan vaksin, termasuk: Campak (rubeola), Mumps, Campak Jerman (rubella). Dalam kasus
tersebut ensefalitis mungkin disebabkan karena reaksi hipersensitivitas. Arboviruses Virus yang
ditularkan oleh nyamuk dan kutu (arboviruses) dalam beberapa tahun terakhir, menghasilkan epidemi
ensefalitis. Organisme yang menularkan penyakit hewan dari satu host ke yang lain disebut vektor.
Nyamuk adalah vektor untuk transmisi ensefalitis dari burung atau tikus ke manusia. Jenis ensefalitis ini
cukup jarang.2,6 2.4 Patofisiologi Infeksi virus pada sistem saraf pusat dapat melalui beberapa cara: 1.
Invasi langsung melalui barier anatomi. a. Scalp, tengkorak dan dura membentuk barrier yang efektif
terhadap infeksi yang langsung dari lingkungan sekitar. Infeksi dengan jalan langsung biasanya karena
trauma atau akibat luka operasi. 2. Transport axonal oleh neuron dari perifer. a. Neuron dapat menjadi
jalan lalu lintas dari dan ke Cell Body dan sistem transpor antegrade dan retrograde, misalnya
transpor retrograde yang cepat rata-rata 200-300 mm/hari, misalnya pada virus herpes simpleks dan
varisela zozter ditransportasinya dari replikasi di kulit dan mukosa oleh serabut sensorik ke akar saraf
dorsalis. 3. Jalan masuk dari traktus respiratorius melewati epitel olfaktorius. a. Cara masuk organism
pada mukosa olfaktorius melalui proses apical dari sel reseptor saraf yang menonjol keluar di tepi epitel
sebagai olfactory rads, sehingga partikel diletakkan pada mukosa olfaktorius dapat diambil oleh
vesikel pinositik dan ditransportasikan ke bulbus olfaktorius. 4. Infeksi melalui pembuluh darah melewati
endothelium kapiler atau epitel pleksus choroideus. 3 Gambar 3. Pembagian mekanisme infeksi virus
pada SSP.3 Bila kuman pathogen masuk ke sistem saraf akan terjadi perlawanan unik. Otak tidak
memiliki sistem intrinsik untuk menghasilkan antibodi, tidak mempunyai sistem limfatik yang baik, dan
hanya mempunyai sedikit sel fagosit. Sawar darah otak (BBB) yang mencegah masuknya kuman, juga
menghambat masuknya leukosit dan bahan-bahan terapeutik. Kurangnya antigen Histocompatibility
complex membatasi keefektifan dari respon imun seluler. Hal-hal tersebut membuat system saraf
pusat menjadi tempat untuk infeksi yang bersifat laten. Organisme yang masuk ke otak tidak semua
dapat mempengaruhi SSP. Virus dapat mengenai hampir semua sel neuron, tepai tergantung pula pada
macam virusnya. Beberapa virus hanya menyerang sel-sel neurogen yang menyebabkan nyeri kepala,
panas, dan kaku kuduk. Sedangkan virus yang lain menyerang neuron dan sel glia yang menyababkan
fokal infeksi di otak, seperti halnya Herpes Simpleks ensefalitis pada orang dewasa.3 Infeksi yang
disebabkan oleh virus menyebabkan respon sel moninuklear. Komponen dasar dari reaksi imunologis
terdiri dari sel T, sel B dan antigen presenting cells (sel seperti makrofag dan sel dendritik) yang berada
di jaringan limfoid perifer. Fase awal aktifasi sel T terjadi di perifer, mungkin di limfo nodi di dekat
tempat masuknya virus dan replikasi virus. Di dalam SSP, sel T dapat menstimulais untuk menghasilkan
sitokin. Sitokin akan merangsang proliferasi sel dan diferensiasi dan melepaskannya ke SSP selama
terjadinya keradangan. Kemampuan sel T di dalam SSP yang berinteraksi dengan antigen presenting cell
menyebabkan munculnya antigen MMC kelas II (CD4-T) atau di dalam sel yang terinfeksi timbul pula
antigen MMC kelas I (CD8+ T). baik antigen kelas I dan II secara normal ada di SSP. Keduanya dapat
timbul pada microglia dana kadang-kadang di sel endothelial, oligodendrosit, dan artrosit pada waktu
terjadinya infeksi virus. Pada minggu ke-2 dari keradangan sel B menjadi komponen yang penting dari
peradangan lokal karena sel B menghasilkan immunoglobulin. Antiibodi yang terdapat pada SSP normal
berasal dari serum dan kadar dari IgA dan IgG yang berada di cairan serebrospinal berkisar 0,2-0,4% dari
kadar dalam plasma. IgM juga dijumpai meskipun kadarnya lebih rendah karena masuknya protein ke
dalam cairan serebrospinal tergantung dari ukuran dan muatannya. Produksi intratekal antibodi
terhadap organisme yang menyebabkan radang adalah keadaan umum yang dijumpai pada infeksi virus
pada SSP.3 Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron dan glia dimana terjadi intraceluler inclusion
bodies, peradangan otak dan medulla spinalis serta edema otak. Juga terdapat peradangan pada
pembuluh-pambuluh darah kecil, thrombosis dan proliferasi astrosit dan microglia. Neuron-neuron yang
rusak dimakan oleh makrofag atau mikroglia, disebut sebagai neuronofagia yaitu sesuatu yang khas bagi
ensefalitis primer. Didalam medulla spinalis, virus menyebar melalui endoneurium dalam ruang
intersisial pada saraf-saraf seperti yang terjadi pada rabies dan herpes simpleks. Pada ensefalitis sel-sel
neuron dan glia mengalami kerusakan. Kerusakan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh: 1. Invasi
langsung dan destruksi jaringan saraf oleh virus yang berproliferasi aktif 2. Reaksi jaringan saraf
terhadap antigen-antigen virus Biasanya ensefalitis virus dibagi dalam 3 kelompok: 1. Ensefalitis primer
yang bisa disebabkan oleh infeksi virus kelompok herpes simpleks, virus influensa, ECHO, Coxsackie dan
virus arbo. 2. Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya 3. Ensefalitis para-infeksiosa, yaitu
ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit virus yang sudah dikenal seperti rubeola, varisela,
herpes zoster, parotitis epidemika, mononucleosis infeksiosa dan vaksinasi.4 Gambar 4. Pembagian
ensefalitis virus.
4 ENSEFALITIS PRIMER VIRUS HERPES SIMPLEKS Terdapat dua jalur utama (port dentree) untuk
memasuki pejamu (host), yaitu dari mukosa oral dan mukosa vagina. Setelah memasuki tubuh pejamu,
virus bermultiplikasi secara lokal dan di tempat sekunder lainnya, menyebabkan viremia. Secara
eksperimen telah dibuktikan bahwa penyebaran HSV ke susunan saraf pusat (SSP) melibatkan neuron
olfaktorius di mukosa nasal, dan proses sentral sel-sel neuron tersebut akibat celah pada lempeng
kribriformis dan sinapsis dengan bulbus olfaktorius. Jalur potensial lain yaitu melalui nervus trigeminalis
dan ganglion Gasseri. Penyebaran hematogen juga dapat terjadi, virus melewati sawar darah otak dan
plexus choroideus, bersamaan dengan migrasi limfosit menuju daerah glial dan vaskular, yang harusnya
steril. Dalam mekanisme infeksi virus secara selular, terdapat nekrosis substansia alba dan grisea,
khususnya di inferomedial dari lobus temporal. Di tingkat jaringan, terjadi kongesti meningeal dan
infiltrasi mononuklear, nekrosis perivaskular dengan kerusakan mielin dan gangguan transmisi sel
neuron. Beberapa literatur juga mengatakan dapat terjadi kerusakan ganglia basalis, talamus, dan
nukleus subtalamus, menyebabkan gangguan gerak permanen.5 Pada anak-anak dan orang dewasa,
ensefalitis virus herpes simpleks merupakan manifestasi re-aktivasi dari infeksi yang laten. Dalam hal ini,
virus herpes herpes simpleks berdiam di dalam jaringan otak secara endosimbiotik, mungkin di ganglion
Gasseri dan hanya ensefalitis saja yang bangkit. Reaktivitas virus herpes simpleks dapat disebabkan oleh
faktor faktor yang pernah disebut diatas, yaitu penyinaran ultraviolet, dan gangguan hormonal.
Penyinaran ultraviolet dapat terjadi secara iatrogenic atau sewaktu berpergian ke tempat-tempat yang
tinggi letaknya.8 Gambar 5. transmisi dari ensefalitis herpes simpleks.8 Kerusakan pada jaringan otak
berupa nekrosis di substansia alba dan grisea serta infark iskemik dengan infiltrasi limpositer sekitar
pembuluh darah intraserebral. Di dalam nucleus sel saraf terdapat inclusion body yang khas bagi
virus herpes simpleks. Gambaran penyakit ensefalitis virus herpes simpleks tidak banyak berbeda
dengan ensefalitis primer lainnya lainnya. Tetapi yang menjadi ciri khas bagi ensefalitis virus herpes
simpleks ialah progresivitas perjalanan penyakitnya. Mulai dengan sakit kepala, demam dan muntah-
muntah. Kemudian timbul acute organic brain syndrome yang cepat memburuk sampai koma.
Sebelum koma dapat ditemukan hemiparesis atau afasia. Dan kejang epileptik dapat timbul sejak
permulaan penyakit. Pada pungsi lumbal ditemukan pleiositosis limpositer dengan eritrosit.4
ENSEFALITIS ARBOVIRUS Arbo-virus atau lengkapnya arthropod-borne virus merupakan
penyebab penyakit demam dan adakalanya ensefalitis primer. Virus tersebur tersebar di seluruh dunia.
Kutu dan nyamuk menjadi vector penyebaran virus. Tergolong pada arbo-virus adalah virus yang
menyebabkan dengue, ensefalitis St.Louis, demam kuning, demam kutu Kolorado, dan demam
hemoragik. Yang menjadi ciri khas ensefalitis primer arbo-virus adalah perjalanan penyakit yang bifasik.
Pada gelombang pertama gambaran penyakitnya menyerupai influenza yang dapat berlangsung 4-5 hari.
Sesudahnya penderita merasa sudah sembuh. Pada minggu ketiga demam dapat timbul kembali. Dan
demam ini merupakan gejala pendahulu bangkitnya manifestasi neurologic, seperti sakit kepala,
nistagmus, diplopia, konvulsi dan acute organic brain syndrome.4 ENSEFALITIS PARAINFEKSIOSA
Ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit virus parotids epidemika, mononucleosis, varisela
dan herpes zoozter dinamakan ensefalitis para-infeksiosa. Tetapi ensefalitis ini sebenarnya tidak murni.
Gejala-gejala meningitis, mielitis, neuritis kranialis, radikulitis dan neuritis perifer dapat bergandengan
dengan gambaran penyakit ensefalitis. Bahkan tidak jarang komplikasi utamanya berupa radikulitis jenis
Guillain Barre atau mielitis transversa sedangkan manifestasi ensefalitisnya sangat ringan atau tidak
berarti. Maka untuk beberapa jenis ensefalitis parainfeksiosa, diagnosis mieloensefalitis lebih tepat
daripada ensefalitis. Salah satu jenis mielo-ensefalitis viral adalah rabies.4 ENSEFALITIS HIV HIV
merupakan suatu virus ribonucleid acid (RNA) yang termasuk retrovirus (family lentivirus). HIV
mempunyai enzim reverse transcriptase yang terdapat di dalam inti HIV dan akan mengubah informasi
genetika dari RNA virus menjadi deoxy-ribonucleid acid (DNA). HIV mempunyai target sel utama yaitu sel
limfosit T4, yang mempunyai reseptor CD4. Beberapa sel lain yang juga mempunyai reseptor CD4
adalah: sel monosit, sel makrofag, sel folikular dendritik, sel retina, sel leher rahim, dan sel langerhans.
Infeksi limfosit CD4 oleh HIV dimediasi oleh perlekatan virus ke permukaan sel reseptor CD4, yang
menyebabkan kematian sel. HIV memasuki SSP pada saat kejadian infeksi primer dan dapat muncul
secara tidak jelas, acute self-limited syndrome atau kelainan kronik. Hal ini disebabkan oleh HIV itu
sendiri, infeksi opportunistik sekunder atau neoplasma, kelainan metabolik, riwayat medis atau
gangguan nutrisi. Bagaimana HIV itu sendiri memasuki SSP masihlah tidak diketahui. Mekanisme yang
memungkinkan mencakup transport intraseluler melewati blood-brain barrier dalam makrofag yang
terinfeksi, penempatan virus bebas pada leptomeningens, atau virus bebas setelah replikasi dalam
pleksus khoroideus atau epithelium vaskular. Infeksi HIV primer dapat bersifat asimptomatik, atau pada
50-70% penderita muncul dalam bentuk akut, self-limiting mononucleosis-like illness dengan demam,
nyeri kepala, mialgia, malaise, lethargi, sakit tenggorokan, limfadenopati, dan bintik makulopapular.
Infeksi akut ditandai dengan viremia, dijumpai angka replikasi virus yang tinggi, mudahnya isolasi virus
dari limfosit darah perifer dan level serum antigen virus p24 yang tinggi. Diikuti limfositosis, khususnya
limfosit CD8, dengan inversi perbandingan CD4/CD8. Perjalanan alamiah infeksi HIV dapat dibagi dalam
tahapan sebagai berikut: Infeksi virus (2-3 minggu) sindrome retroviral akut (2-3 minggu) gejala
menghilang + serokonversi infeksi kronis HIV asimptomatik (rata-rata 8 tahun, di negara
berkembang lebih pendek) infeksi HIV/AIDS simptomatik (rata-rata 1,3 tahun) kematian. Gejala
dan tanda neurologi terjadi pada 30- 70% kasus infeksi HIV. Kelainan neurologi yang timbul pada
penderita AIDS secara umum dapat dikelompokkan menjadi: (a) Primer/ komplikasi langsung terlibat
pada sistem saraf yang terinfeksi HIV yaitu apabila perubahan patologi diakibatkan langsung oleh HIV itu
sendiri, dan (b) Sekunder/komplikasi tidak langsung sebagai akibat dari proses immunosupresi
konkomitan berupa infeksi opportunistik dan neoplasma. Kelainan neurologi dapat muncul pada setiap
stadium dari infeksi pertama dan terjadinya serokonversi pada AIDS. Sebagian besar kelainan neurologi
terbatas pada stadium simptomatik dari infeksi HIV (AIDS dementia complex). Kelainan neurologi dapat
muncul dalam waktu 10 minggu dari infeksi HIV. Pendapat lain menyatakan dalam waktu 6 minggu dari
infeksi. Di samping pengaruh langsung kelainan neurologi pada infeksi HIV, bermacam kelainan
opportunistik, baik fokal maupun non fokal, dapat muncul pada beberapa penderita. Kelainan neurologi
yang timbul dari infeksi opportunistik akibat HIV bergantung pada lokalisasi neuroanatomi yang
terlibat.11 Gambar 6. Mekanisme infeksi HIV pada ensefalitis HIV.13 2.5 Manifestasi Klinis Ensefalitis
dapat merupakan bagian dari penyakit sistemik seperti varisela atau measles dengan sendirinya
manifestasi awalnya adalah gejala dari penyakit awalnya. Bila ensefalitis tidak merupakan bagian dari
penyakit virus yang sistemik maka kemungkinan dapat dijumpai keluhan yang mendahului sindroma
neurologi yang berupa nyeri kepala, kelemahan atau malaise, mialgia, keluhan gangguan saluran nafas
bagian atas dan demam. Dapat dijumpai adanya mual, muntah dan kaku kuduk. Pengaruh langsung pada
otak ditandai dengan letargi, kebingungan, atau stupor yang dapat menjurus ke koma. Bila penderita
tidak mengalami gangguan tingkat kesadaran dapat dijumpai kebingungan, halusinasi dan disorientasi
dan dapat pula terjadi kejang, baik fokal maupun kejang umum, dan gejala-gejala/tanda-tanda gangguan
neurologi lain seperti hemiplegic, nistagmus, ataksia, anisokoria, disfasia, diplopia, disartria dan
hemianopsia. Gejala-gejala tersebut dapat disebabkann oleh karena kenaikan intracranial yang
meningkat dan atau akibat herniasi serebri dari pada akibat pengaruh langsing dari virus. Karena
terutama menyerang bangtang otak, maka dapat terjadi gangguan dapa reflek pupil dan oculovestibular.
Gangguan pada pernafasan dan saraf cranial dapat pula terjadi. Terjadinya ataksia, tremor, dan
gangguan koordinasi dapat disebabkan oleh karena disfungsi pada jaras penghubung serebelum. Bila
infeksi terjadi pada mielum , terjadi pula paraplegia, gangguan rasa raba dan juga gangguan spingter.
Sedangkan gangguan pada sel cornu anterior dapat menyebabkan kelumpuhan flaksid, hipotonia dan
hilangnya reflek tendon tanpa adanya gangguan sensorik.3 Gejala trias ensefalitis adalah demam, kejang
dan kesadaran menurun. Gejala-gejala ensefalitis viral beraneka ragam, bergantung pada masing-masing
kasus, epidemi, jenis virus dan lain-lain. Pada umumnya terdapat 4 jenis bentuk manifestasi kliniknya
yaitu : a. Bentuk asimtomatik: gejala ringan sekali, kadang ada nyeri kepala ringan atau demam tanpa
diketahui sebabnya. Diplopia, vertigo dan parestesi juga berlangsung sepintas saja. Diagnosis hanya
ditegakkan atas pemeriksaan CSS. b. Bentuk abortif: Gejala-gejala berupa nyeri kepala, demam yang
tidak tinggi dan kaku kuduk ringan. Umumnya terdapat gejala-gejala seperti infeksi saluran pernafasan
bagian atas atau gastrointestinal. c. Bentuk fulminan: bentuk ini beberapa jam sampai beberapa hari
yang berakhir dengan kematian. Pada stadium akut: demam tinggi, nyeri kepala difus yang hebat, apatis,
kaku kuduk, disorientasi, sangat gelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma yang dalam.
Kematian biasanya terjadi dalam 2-4 hari akibat kelainan bulbar atau jantung d. Bentuk khas ensefalitis:
bentuk ini mulai secara bertahap, gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala ISPA atau
gastrointestinal selama beberapa hari. muncul tanda radang SSP (kaku kuduk, tanda Kernig positif,
gelisah, lemah dan sukar tidur). Defisit neurologik yang timbul bergantung pada tempat kerusakan.
Penurunan kesadaran menyebabkan koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis,
gangguan koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara, dan gangguan mental.
Gambar 7. Macam-macam bentuk manifestasi klinik ensefalitis virus. Pada ensefalitis herpes simpleks
gejala berlangsung akut selama beberapa hari. Dua keadaan klinis ensefalitis HSV yaitu 1) Sindrom
meningitis aseptik; disebut aseptik karena hasil kultur negatif, sebagian besar disebabkan virus, Sindrom
ini menandakan keterlibatan meninges pada ensefalitis HSV, umumnya disebut meningoensefalitis; dan
2) Sindrom Ensefalitis Akut yang umum terlihat pada ensefalitis HSV. Sindrom Aseptic Meningitis, antara
lain: a. Demam 38-40 C, biasanya akut. b. Nyeri kepala - biasanya lebih berat dibandingkan nyeri
kepala saat demam sebelumnya. c. Fotofobia dan nyeri pada gerakan bola mata. d. Kaku kuduk sebagai
pertanda rangsang meningeal, biasanya tidak terdeteksi pada fase awal. e. Pemeriksaan Kernig dan
Brudzinski sering negatif pada meningitis viral. Gejala sistemik infeksi virus, seperti radang tenggorokan,
mual dan muntah, kelemahan tubuh, rasa pegal punggung dan pinggang, konjungtivitis, batuk, diare,
bercak kemerahan (eksantema). f. Jika disertai penurunan kesadaran serta perubahan kualitas
kesadaran, mungkin ke arah diagnosis ensefalitis. g. Pemeriksaan LCS (Liquor Cerebrospinalis): nilai
glukosa normal, dan pleositosis limfositik.5 2.6 Pemeriksaan Penunjang Tabel 1. Pemeriksaan Penunjang
untuk Ensefalitis1 No Jenis pemeriksaan 1 Blood Organism-spesific titers CBC Chemistries Vasculities
screen Cultures Smears 2 Electroencephalogram 3 Neuroimaging CT Scan MRI 4 Miscellaneous Culture
of other body fluid Urinalysis Biopsy (skin, GI tract, CNS) Echocardiogram Chest x-ray Electrocardiogram
5 Cerebrospina fluid Cell count Protein Glucose PCR (specific nucleic acid) Paired antibody test Cytologi
Cultures Stain Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain: 1. Pemeriksaan cairan
serebrospinal. Hendaknya dilakukan secara hati-hati, karena infeksi yang terjadi di SSP dapat
menyebabkan edema otak yang menyebabkan kenaikan tekanan intrkranial sehingga pengambilan
dapat menyebabkan herniasi otak. Hasil pemeriksaan berupa: Warna jernih, terdapat pleocytosis
berkisar antara 50-200 sel dengan dominasi sel mononuklear. Protein agak meningkat sedangkan
glukosa dalam batas normal. Gambar 8. Perbedaan tipe cairan serebrospinal pada infeksi system saraf
pusat.12 2. Pemeriksaan EEG. Biasanya dijumpai kelainan non spesifik. Memperlihatkan proses inflamasi
yang difuse bilateral dengan aktivitas rendah. 3. Brain Imaging. Adanya kelainan fokal didaerah
temporal mungkin dapat dijumpai akibat adanya HSE, tetapi sayangnya tidak dijumpai pada awal
penyakit. Gambaran kalsifikasi intrakranial mungkin dapat disebabkan oleh karena cytomegalovirus atau
toxoplasmosis, tapi mungkin juga gambaran dari tuberculosis atau sistiserkosis. 4. Pemeriksaan virus.
Ditemukan virus pada CNS didapatkan kenaikan titer antibodi yang spesifik terhadap virus penyebab.3
Gambar 9. Brain imaging berupa MRI dari ensefalitis herpes simpleks. Terlihat keterlibatan dari lobus
temporal.8 Gambar 10. Brain imaging berupa MRI dari ensefalitis herpes simpleks. A. tampak
keterlibatan bilateral dari lobus temporal medial dan region orbitofrontal kanan (panah). B. gambaran
normal sebagai pembanding.10 Gambar 11. Algoritma Liverpool Tahun 2007 Investigasi Dan Terapi
Ensefalitis Viral.12 2.7 Diagnosis Banding Diagnosis banding dari ensefalitis antara lain: Other CNS
infection: meningitis, cerebritis, abcess Tumor : carcinoma, lymphoma Subdurah hematoma
Vascular disease (stroke, vasculitis) Collagen Vascular disease.1 2.8 Penatalaksanaan a. Terapi Umum:
1. Tirah baring total. 2. Bila diperkirakan infeksi akibat enterovirus hendaknya hygiene perorangan
diperhatikan. 3. Nyeri kepala dan panas yang tinggi perlu penanganan dengan pemberian antipiretik
untuk dapat diberikan acetaminophen/parasetamol. 4. Jika terdapat kenaikan intracranial dapat
dilakukan: i. Kepala penderita dielevasi 300 ii. Batasi pemberian cairan iii. Lakukan hiperventilasi
sampai PCO2 mencapai 25 mmHg iv. Berikan: 1. Manitol ( diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0
g/kgBB selama 30-60 menit, diulang setiap 8-12 jam.Gliser ol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb
diencerkan dengan dua bagian sari jeruk, dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama 2.
Deksametason ( 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis. 5. Bila kejang, dapat diberikan: i.
Phenytoin ii. Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,1-
0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit. Gambar 12. Algoritma Kejang Akut dan Status
Konvulsi.5 6. Memperbaiki homeostatis : infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung umur) dan
pemberian oksigen.3 b. Pengobatan khusus. 1. Pengobatan kausatif. Sebelum berhasil menyingkirkan
etiologi bakteri diberikan antibiotik parenteral. Pengobatan untuk ensefalitis karena infeksi virus herpes
simplek adalah Acyclovir intravena, 10 mg/kgbb sampai 30 mg/kgbb per hari selama 10 hari. 2.
Interferon Zat ini menghambat replikasi virus. Dapat diberikan secara intravena, intratekhal atau
intraventrikuler pada rabies. Gambar 13. Pilihan terapi pada ensefalitis virus.12 c. Non farmakologis 1.
Fisioterapi dan upaya rehabilitatif 2. Makanan tinggi kalori protein Lain-lain: perawatan yang baik,
konsultan dini dengan ahli anestesi untuk pernapasan buatan. 2.9 Pencegahan 1. Imunisasi, seperti
MMR atau HiB 2. Status gizi juga harus baik 3. Melindungi diri dari organisme vektor. Vektor utama
nyamuk Culex dengan memusnahkan nyamuk dewasa dan tempat pembiakannya. Vektor komponen
fisik/alam (udara dan air) memastikan tidak terpapar langsung Operasi Seksio sesaria pada ibu dengan
infeksi HSV.4,5,7,9 2.10 Komplikasi a. Susunan saraf pusat: kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik,
penglihatan dan pendengaran b. Sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat
terlibat secara menetap c. Gejala sisa berupa defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan
koreoatetoid), hidrosefalus maupun gangguan mental sering terjadi. d. Komplikasi pada bayi biasanya
berupa hidrosefalus, epilepsi, retardasi mental karena kerusakan SSP berat. 2.11 Prognosis Perjalanan
penyakit pada ensefalitis tergantung dari macam virus, umur penderita dan keadaan umum penderita.
Infeksi in utero sering mempengaruhi pertumbuhan otak dan menyebabkan gejala sisa atau sekuel yang
permanen seperti gangguan motorik dan mental, kebutaan, tuli dan epilepsi. Warren dan Mettews
menyebutkan gejala sisa neurologi berkisar antara 5-75% pada penderita yang terserang Japanese
encephalitis dan HSE terutama pada anak-anak. Mortalitas akibat infeksi virus cukup tinggi. Rabies dapat
mencapai 100%, HSE 40-75%, Japanese encephalitis 10-40%, measles 10-20%, varisela 10-30%, Mumps <
1%.4 Prognosis sukar diramalkan tergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan dan penyulit
yang muncul. 1. Sembuh tanpa gejala sisa 2. Sembuh dengan gangguan tingkah laku/gangguan mental 3.
Kematian bergantung pada etiologi penyakit dan usia penderita BAB 3. PENUTUP Kesimpulan 1.
Ensefalitis virus adalah keradangan pada ensefalon yang penyebabnya berasal dari virus. Ensefalitis yang
disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan kerusakan parenkim bervariasi dari ringan sampai dengan
sangat berat. 2. Ensefalitis virus dapat disebabkan oleh berbagai macam virus antara lain: Herpes
simplex virus (HSV-1, HSV-2), Selain virus herpes: varicella zoster virus (VZV), cytomegalovirus (CMV),
Epstein-Barr (EBV), virus herpes manusia 6 (HHV6), Adenovirus, Influenza A, Enterovirus c, virus polio,
Campak, gondongan dan virus rubella, Rabies, dan lain-lain. 3. Infeksi virus pada sistem saraf pusat
dapat melalui beberapa cara invasi langsung melalui barier anatomi, transport axonal oleh neuron dari
perifer, jalan masuk dari traktus respiratorius melewati epitel olfaktorius, dan infeksi melalui pembuluh
darah melewati endothelium kapiler atau epitel pleksus choroideus. 4. Gejala trias ensefalitis adalah
demam, kejang dan kesadaran menurun. Gejala-gejala ensefalitis viral beraneka ragam, bergantung
pada masing-masing kasus, epidemi, jenis virus dan lain-lain. 5. Adapun pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan antara lain: pemeriksaan cairan serebrospinal, pemeriksaan EEG, brain imaging, dan
pemeriksaan virus. 6. Pengobatan ensafilitis viral terdiri dari pengobatan umum bertujuan untuk
merawat keadaan umum penderita seoptimal mungkin dikatakan memperbaiki dan mengurangi
mortalitas pada penderita dengan ensefalitis akut, pengobatan khusus bertujuan untuk mengeliminasi
agen penyebab, dan rehabilitasi. 7. Prognosis sukar diramalkan tergantung pada kecepatan dan
ketepatan pertolongan dan penyulit yang muncul. Faktor yang mempengaruhi antara lain: Sembuh
tanpa gejala sisa, sembuh dengan gangguan tingkah laku/gangguan mental dan kematian bergantung
pada etiologi penyakit dan usia penderita. DAFTAR PUSTAKA 1. Machfoed, Moh Hasan. 2000. Infeksi
Virus Susunan Saraf Pusat dan Beberapa Masalah Diagnosis. Surabaya, Aksona 0854-7815: 12-19. 2.
Gondim, Francisco de Assis Aquino. 2011. Viral Encephalitis. Medscape.
http://emedicine.medscape.com/article/1166498-overview#showall [14 Juli 2012] 3. Poerwadi,
Troboes. 1992. Encephalitis. Surabaya, Aksona VI: 3-19. 4. Mardjono, Mahar, Prof, dr. 2004. Neurologi
klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 5. Parinding, Imanuel Taba. 2012. Diagnosis dan Tata Laksana
Ensefalitis Herpes Simpleks. CDK-193/ vol. 39 no. 5: 355-357.
http://www.kalbemedical.org/Portals/6/11_193Diagnosis%20dan%20Tata%20Laksana%20Ensefalitis%2
0Herpes%20Simpleks.pdf [14 Juli 2012] 6. Maha, Masri Sembiring. Japanese Encephalitis. CDK-193/ vol.
39 no. 5: 349-350. http://www.kalbemedical.org/Portals/6/09_193Japanese%20Encephalitis.pdf [14 Juli
2012] 7. Kennedy. 2004. Viral Encephalitis: Causes, Differential Diagnosis, And Management. J Neurol
Neurosurg Psychiatry 75: i10i15. http://jnnp.bmj.com/content/75/suppl_1/i10.full.pdf [14 Juli 2012]
8. McQuillen, Daniel P. Craven, Donald E. dan Jones, H. Royden Jr. 2012. Netters Neurology 2nd
Edition. Philadelpia: Elsevier 9. Suharso, Darto. 2005. Ensefalitis Herpes Simpleks. Surabaya. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK Unair RSU dr. Soetomo. http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-ed4ayk-pkb.pdf
[14 Juli 2012] 10. Ferrari1, Sergio et al. 2009. Viral Encephalitis: Etiology, Clinical Features, Diagnosis and
Management. The Open Infectious Diseases Journal 3: 1-12.
http://benthamscience.com/open/toidj/articles/V003/1TOIDJ.pdf [14 Juli 2012] 11. Iqbal, Kiki
Mohammad. Ritarwan, Kiking. dan Zein, Umar. Ensefalitis pada Infeksi HIV. Majalah Kedokteran
Nusantara Volume 40, No. 1: 67-73. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19070/1/mkn-
mar2007-40%20(9).pdf [14 Juli 2012] 12. Solomon, Tom. Hart, Ian J. Beeching, Nicholas J. 2007. Viral
Encephalitis: A Clinicians Guide. Pract Neurol 7: 288305.
http://www.encephalitis.info/images/iPdf/Research2/algorithmTomSolomon.pdf [14 Juli 2012] 13.
Rohkamm, Reinhard. 2004. Color Atlas of Neurology. Stuttgart: Thieme. ii ii

Anda mungkin juga menyukai