22 KERACUNAN and OVERDOSIS OBAT
22 KERACUNAN and OVERDOSIS OBAT
Intoksikasi atau keracunan merujuk pada suatu kejadian berupa efek samping obat,
zat kimia,atau substansi asing lainnya yang berhubungan dengan dosis. Terdapat variasi
respon dan kecenderungan individual terhadap dosis obat yang diberikan. Variasi ini
terjadi baik secara genetik maupun yang didapat, karena induksi enzim, inhibisi,
maupun toleransi.
Keracunan dapat terjadi secara lokal (misalnya pada kulit, mata, maupun paru) atau
terjadi secara sistemik tergantung dari sifat kimia dan fisik zat racun tersebut,
mekanisme kerjanya, dan rute paparannya. Beratnya tingkat keracunan dan tingkat
Rute paparan suatu substansi racun dapat melalui: Ingesti/per oral (74%) , Kulit
(8,2%) , Inhalasi (6,7%) , Mata (6%) , Gigitan dan sengatan (3,9%) , Injeksi parenteral
(0,3%). Paparan racun tersering adalah dengan jenis : bahan pembersih, analgetika,
farmasi berperan dalam 41% kejadian keracunan dan 75% dari keracunan serius/fatal.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Anamnesis harus mencakup: waktu, rute, lamanya terpapar, dan ruang lingkup
paparan (lokasi, kejadian yang menyertai, tujuan); nama dan jumlah masing-masing
obat, bahan kimia atau bahan-bahan yang berada di dalamnya; onset, keadaan, dan
beratnya gejala, jenis dan waktu pertolongan pertama, dan riwayat medis serta psikiatri.
dijelaskan pada seseorang yang sebelumnya sehat, adanya riwayat psikiatrik (khususnya
depresi), perubahan keadaan kesehatan baru-baru ini, status ekonomi, dan relasi sosial;
1
juga onset timbulnya penyakit sewaktu bekerja dengan bahan kimia atau sehabis makan
datang dari suatu negara asing atau ditangkap karena alasan kriminal harus dicurigai
dalam badannya).
Bila pada anamnesa tidak ditemukan riwayat paparan racun, karakteristik klinis
dapat menunjang ke arah keracunan. Keracunan khas terjadi secara cepat dan berubah
akut secara karakteristik timbul dalam hitungan jam setelah paparan, mencapai
puncaknya dalam beberapa jam, dan menghilang dalam beberapa jam berikutnya
sampai beberapa hari. Namun tidak adanya gejala-gejala dan tanda-tanda segera setelah
Pemeriksaan Fisik
suhu serta status mental, status fisiologik penderita dapat digolongkan menjadi: excited,
Pemeriksaan mata (menilai adakah nistagmus, menilai ukuran dan reaksi pupil),
pemeriksaan abdomen (bising usus dan ukuran kandung empedu), dan pemeriksaan
kulit (untuk luka bakar, bulae, warna, kehangatan, kelembaban, luka bekas tekanan dan
adalah penting untuk menilai respon terapi. Penderita juga harus diperiksa terhadap
keracunan yang disebabkan CO, teofilin, dan obat-obat yang menyebabkan hipoglikemi
2
atau hipoksia. Karenanya, penemuan manifestasi fokal harus dapat menggambarkan
dengan tepat lesi struktural pada SSP. Bila riwayat keracunan tidak jelas, semua
orifisium harus diperiksa untuk menilai adanya luka bakar kimia dan bungkus obat. Bau
nafas atau muntah dan warna kuku, kulit atau urine dapat menunjang diagnosis.
Pemeriksaan Laboratorium
keracunan methanol, etilen glikol, dan salisilat, walaupun bisa saja terjadi pada
keracunan agen lain (kadar laktat serum < anion gap); serta keracunan yang terjadi pada
gagal hati, gagal ginjal, atau gagal nafas, kejang, atau syok (kadar laktat serum > atau
hampir = dengan anion gap. Anion gap yang rendah secara abnormal dapat terjadi
karena tingginya kadar bromida, kalsium, iodine, litium, magnesium, atau nitrat dalam
darah.
Meningkatnya osmolal gap yaitu perbedaan >10 mmol/l antara osmolalitas serum
yang diukur dari turunnya titik beku dan osmolalitas serum yang diukur dari kadar
natrium, glukosa dan BUN serum_ menunjukkan adanya zat terlarut dengan berat
molekul rendah seperti: alkohol, glikol, keton, elektrolit yang tidak terukur, atau gula
oral, kinin, dan salisilat. Sedangkan hiperglikemi terjadi pada keracunan aseton,
agonis, calcium channel blocker, besi, teofilin, atau vacor. Hipokalemi dapat disebabkan
hiperkalemi terjadi pada keracunan agonis, blocker, glikosida jantung atau flourida.
3
Gambaran Radiologi
Edema paru (atau ARDS) dapat disebabkan karena keracunan CO, sianida, opioid,
paraquat, phencyclidine, hipnotik sedatif, atau salisilat; juga karena inhalasi gas iritan,
asap atau uap (ammonia, metal oksida, merkuri); juga oleh anoksia yang
berkepanjangan, hipertermia, atau syok. Pneumonia aspirasi umum terjadi pada pasien
Densitas radioaktif dapat terlihat pada foto abdomen pada keracunan garam
kalsium, chloral hydrate, chlorinated hydrocarbons, logam berat, bungkus obat terlarang
yang ditelan, bahan yang mengandung iodine, garam kalium, agen psychotherapeutic,
EKG
EKG berguna untuk mengarahkan diagnosis dan terapi. Bradikardi dan AV block
dapat terjadi pada pasien yang keracunan agonis, antiaritmia, blocker, calcium
Takiaritmia ventrikel dapat terjadi pada keracunan glikosida jantung, fluorida, obat
membran aktif, simpatomimetik, atau obat yang menyebabkan hiperkalemi, atau yang
Analisis urin dan darah (dan kadang-kadang cairan lambung serta sampel
Walaupun beberapa skrining test cepat untuk sejumlah penyalahgunaan obat sudah
tersedia, untuk menyelesaikan test tersebut diperlukan 2-6 jam dan penatalaksanaan
segera haruslah berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan test rutin lainnya.
4
Pemeriksaan skrining bernilai bermakna bila dilakukan pada penderita dengan
keracunan yang berat atau keracunan yang tidak jelas, yang menderita koma, kejang,
nonsinus.
Respon terhadap antidot juga berguna untuk tujuan diagnostik. Perbaikan status
mental dan perbaikan tanda vital yang abnormal dalam beberapa menit setelah
keracunan antikolinergik oleh fisostigmin adalah bernilai diagnostik namun antidot ini
dapat menyebabkan penderita dengan depresi SSP karena berbagai sebab dapat
terbangun kembali.
- Prinsip umum
- Perawatan suportif
- Terapi kardiovaskuler
- Terapi SSP
tempat lain)
- Pemberian antidot
mencegah absorpsi racun lebih lanjut, mempercepat eliminasi racun, pemberian antidot
Terapi spesifik tergantung dari identifikasi racun, jalan masuk, banyaknya racun,
dekontaminasi segera berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terarah dan
singkat Juga disarankan pemasangan i.v. line dan monitoring jantung, khususnya pada
penderita keracunan per oral serius atau penderita dengan anamnesis yang tidak jelas.
Bila anamnesis penderita tidak jelas, dan diduga keracunan akan terjadi secara
toksikologi darah dan urin, serta dilakukan pemeriksaan kuantitatif bila ada indikasi.
Selama absorpsi dan distribusi berlangsung, kadar racun dalam darah akan lebih tinggi
Namun bila metabolit racun tinggi kadarnya dalam darah dan lebih toksik dibanding
bentuk asalnya (asetaminofen, etilen glikol, atau methanol), maka diperlukan intervensi
Kebanyakan pasien yang asimtomatis setelah terpapar racun per oral dalam 4-6
jam, dapat dipulangkan dengan aman. Observasi lebih lama dibutuhkan bila terdapat
keracunan per oral yang menyebabkan lambatnya pengosongan lambung dan motilitas
usus dimana disolusi, absorpsi, dan distribusi racun dengan sendirinya juga lebih
6
lambat. Pada racun yang dalam tubuh akan diubah menjadi metabolit toksik, juga
Selama fase toksik, yaitu waktu antara onset keracunan sampai dengan terjadinya
Setelah overdosis, akan segera timbul efek-efeknya lebih awal, yang kemudian
memuncak, dan tetap bertahan lebih lama dibandingkan bila obat tersebut diberikan
pada dosis terapi. Prioritas pertama untuk dilakukan adalah resusitasi dan stabilisasi.
Terhadap semua pasien yang simtomatis harus dilakukan pemasangan i.v. line,
Pada penderita dengan perubahan status mental, khususnya pada kasus koma
maupun kejang, harus dipertimbangkan pemberian glukosa i.v. (kecuali bila kadarnya
Harus dipikirkan manfaat dan resikonya bila dilakukan upaya percepatan eliminasi
intestinal dengan pemberian karbon aktif berulang biasanya aman dan dapat
efektif untuk mengeluarkan banyak racun, tetapi biaya dan resikonya juga besar,
Selama fase resolusi, perawatan suportif dan monitoring harus kontinu dilakukan
kimia dalam darah lebih dulu dieliminasi dibandingkan yang dari jaringan, maka
kadarnya dalam darah selalu lebih rendah dari kadarnya di jaringan sehingga tidak
Redistribusi dari jaringan dapat menyebabkan peningkatan balik racun dalam darah
7
setelah selesainya prosedur ini. Bila metabolit racun yang menyebabkan efek toksiknya,
maka pada penderita yang telah asimtomatis tetap harus diberikan terapi karena masih
terdapat potensi toksik kadarnya metabolitnya dalam darah (asetaminofen, etilen glikol,
dan methanol).
Perawatan suportif
fisiologis sampai terjadi detoksifikasi lengkap, dan untuk mencegah serta mengobati
komplikasi sekunder seperti aspirasi, ulkus dekubitus, edema otak & paru, pneumonia,
menyeluruh akibat hipoksia atau syok berkepanjangan. Indikasi untuk perawatan di ICU
eliminasi racun
kesehatan umum, intermediate care unit, diobservasi di UGD, tergantung dari lamanya
untuk mencegah mereka melukai diri sendiri, sampai tidak mungkin lagi dilakukan
8
Penatalaksanaan problem respirasi
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi isi lambung amat penting untuk
dilakukan pada penderita : depresi SSP atau kejang, karena komplikasi ini dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Karena penilaian klinis fungsi respirasi sering
tidak akurat, perlunya oksigenasi dan ventilasi paling baik ditentukan dari pemeriksaan
oksimetri atau analisa gas darah. Reflek muntah bukanlah indikator yang dapat
dipercaya untuk menilai perlunya intubasi. Paling baik dilakukan intubasi profilaksis
pada penderita yang tidak mampu berespon terhadap suara, maupun yang tidak mampu
Ventilasi mekanik diperlukan pada penderita depresi nafas, hipoksia, dan untuk
memfasilitasi sedasi terapeutik atau paralysis untuk mencegah hipertermia, asidosis, dan
Edema paru yang diinduksi obat biasanya jenis yang non-kardiak. Edema paru
kardiak biasanya pada penderita depresi SSP dan penderita abnormalitas konduksi
jantung Pengukuran tekanan arteri pulmoner penting untuk mengetahui etiologi dan
Terapi kardiovaskuler
ketika racun sudah dieliminasi. Bila terjadi hipotensi yang tidak responsif dengan
ekspasi volume, dapat diberikan norepinefrin, epinefrin atau dopamine dosis tinggi.
Pada gagal jantung berat yang reversibel, dapat dilakukukan tindakan intraaortic
SVT yang berkaitan dengan hipertensi dan eksitasi SSP hampir selalu disebabkan
kasusnya berupa keracunan ringan atau sedang dan hanya memerlukan observasi atau
umumnya merupakan akibat sekunder dari vasodilatasi atau hipovolemia, dan berespon
dengan pemberian cairan. Terapi spesifik diindikasikan untuk kasus berat atau yang
berhubungan dengan instabilitas hemodinamik, nyeri dada, atau pada EKG dijumpai
iskemia.
blocker (labetalol), calcium channel blocker (verapamil atau diltiazem), atau kombinasi
fenitoin. Namun pemberian blocker dapat berbahaya, kecuali bila aritmia jelas
disebabkan karena hiperaktivitas simpatis. Obat antiaritmi kelas IA, IC, dan III
karena obat-obatan membran aktif (karena efek elektrofisiologik yang mirip), tetapi
sulfat dan overdrive pacing (dengan isoproterenol atau pacemaker) akan membantu.
supraventricular).
10
Bila penderita secara hemodinamik stabil, lebih baik diobservasi saja daripada
diterapi dengan obat yang potensial proaritmia. Aritmia dapat resisten terhadap terapi
Terapi SSP
diterapi secara agresif. Kejang akibat stimulasi berlebihan reseptor katekolamin (pada
keracunan simpatomimetik atau halusinogen dan putus obat) atau kejang akibat
menurunnya aktivitas GABA (keracunan INH) atau kejang karena reseptor glisin
(keracunan strichnin), paling baik diterapi dengan peningkatan efek GABA seperti
dengan pemberian : benzodiazepin dan barbiturat. Terapi dengan ke-2 obat ini sekaligus
lebih efektif karena masing-masing bekerja dengan efek yang berlainan. Benzodiazepin
piridoksin dosis tinggi yang memfasilitasi sintesis GABA. Kejang yang berasal dari
antikolinergik dan sianida, diperlukan terapi antidot spesifik. Sedangkan kejang yang
terjadi sekunder akibat iskemi, edema, atau abnormalitas metabolik, harus dikoreksi dari
11
neurologik permanen. Keadaan suhu yang ekstrim, abnormalitas metabolik, disfungsi
hati & ginjal, dan komplikasi sekunder harus diterapi sesuai standar.
a. Dekontaminasi Gastrointestinal
akan dipakai, tergantung dari : waktu sejak racun tertelan, toksisitas bahan yang telah &
akan terjadi kemudian, availabilitas, efikasi, dan kontraindikasi dari prosedur; serta
beratnya keracunan dan resiko komplikasi. Studi pada binatang dan sukarelawan
menunjukkan bahwa efektivitas dari karbon aktif, lavase lambung, dan sirup ipecac
lebih dari 1 jam setelah keracunan pada anak dan lebih dari 3 jam pada dewasa dari
sejak racun tertelan sampai timbul gejala/tanda keracunan. Sebagian besar penderita
akan sembuh dari keracunan dengan semata-mata perawatan suportif yang baik, namun
memanjangkan proses ini. Karena itu prosedui ini dilakukan secara selektif dan bukan
rutin. Prosedur ini jelas tidak diperlukan bilamana toksisitas diperkirakan minimal atau
waktu terjadinya efek toksik maksimal sudah terlewati tanpa efek signifikan.
sedikit, lebih tidak invasive, sedikit lebih disukai, dibandingkan ipecac atau lavase
untuk sebagian besar kasus keracunan. Karbon aktif disiapkan sebagai suspensi dalam
air, baik sendiri atau dengan suatu katartik. Diberikan per oral melalui botol susu pada
12
bayi atau melalui cangkirsedotan, atau NGT berkaliber kecil. Dosis yang
direkomendasikan : 1 gr/kgBB dengan 8 ml pelarut untuk tiap gram karbon aktif. Untuk
memperbaiki rasanya, dapat ditambahkan pemanis (sorbitol), atau penambah rasa (ceri,
karbon-toksin dievakuasi melalui feses. Kompleks tsb. dapat juga dikeluarkan dari
lambung dengan induksi muntah atau lavase. Secara in vitro, karbon menyerap >= 90%
dari sebagian besar jenis racun bila diberikan dalam jumlah10x lipat berat racun.
Bahan kimia yang terionisasi (asam & basa mineral), garam sianida yang
terdisosiasi amat cepat, flourida, Fe, lithium, dan senyawa anorganik lainnya, tidak
diserap dengan baik oleh karbon. Pada studi binatang dan sukarelawan, karbon rata-rata
akan menyerap 73% ingestan bila diberikan dalam 5 menit setelah pemberian ingestan,
menyerap 51% bila diberikan dalam 30 menit, dan 36% dalam 1 jam. Karbon paling
tidak sama efektifnya dengan sirup ipecac atau lavase lambung. Dalam eksperimen,
lavase yang diikuti dengan pemberian karbon aktif lebih efektif daripada karbon aktif
saja; pemberian karbon aktif sebelum dan sesudah lavase lebih efektif lagi. Namun
kenyataannya pada penderita keracunan yang diberikan karbon aktif saja, hasilnya lebih
Efek samping karbon aktif meliputi : mual, muntah, dan diare atau konstipasi.
Karbon aktif juga menghambat penyerapan obat-obatan yang diberikan per oral.
Komplikasi pemberian karbon aktif meliputi : obstruksi mekanik dari jalan nafas,
aspirasi, muntah, obstruksi usus, dan infeksi. Kontraindikasi karbon aktif : penderita
bergantian cairan sebanyak 5 ml/kgBB melalui tube orogastrik No.28 (French) pada
anak dan No. 40 pada dewasa. Kecuali pada bayi, tap cairan dapat dilakukan. Penderita
13
dalam posisi Trendelenburg dan left lateral decubitus untuk mencegah aspirasi (kecuali
bila sudah dipasang ETT). Efektivitas lavase kira-kira sama dengan ipecac.
khususnya pada lavase yang kurang benar. Komplikasi serius berupa lavase trakheal,
perforasi esofagus dan gaster, terjadi kira-kira pada hampir 1% penderita. Karenanya
dokter harus melakukan sendiri pemasangan tube lavage dan mengkonfirmasi letaknya
dan pasien juga harus kooperatif atau diberi sedasi bila perlu selama prosedur.
petroleum distilate peroral karena bisa saja terjadi perforasi gastroesofageal dan
Irigasi usus dilakukan dengan cara memberikan cairan pembersih usus yang
mengandung elektrolit dan polietilen glikol (Golytely, Colyte) peroral atau dengan tube
gastric dengan kecepatan > 0,5 liter/jam pada anak-anak dan 2 liter/jam pada dewasa,
sampai diperoleh cairan rectum yang jernih. Pasien harus dalam posisi duduk. Irigasi
seluruh usus mungkin sama efektifnya dengan prosedur dekontaminasi yang lain. Irigasi
usus dapat dilakukan pada penderita yang tertelan benda asing, bungkus obat illegal,
obat yang lepas lambat atau tablet salut dan agen yang tidak dapat diserap oleh karbon
sodium sulfat), atau golongan sakarida (manitol, sorbitol), merangsang evakuasi rektal
dari isi lambung dan usus. Katartik yang paling efektif ialah sorbitol dengan dosis 1-2
gram/kgBB. Katartik tunggal tidak mencegah absorpsi bahan yang tertelan dan
yang hebat. Katartik dikontraindikasi kan pada penderita keracunan bahan korosif
peroral dan pada penderita yang sedang diare. Katartik yang mengandung magnesium
Dilusi (minum air sebanyak 5 cc/kgBB atau cairan jernih lainnya) harus
Namun dilusi juga meningkatkan kecepatan disolusi (dengan sendirinya absorpsi) dari
kapsul, tablet, dan bahan padat lainnya, sehingga sebaiknya tidak digunakan pada
untuk mengeluarkan racun, seperti misalnya keracunan tertelan benda asing yang
potensial toksik, dimana benda ini gagal untuk transit di GI tract, keracunan logam berat
dalam jumlah yang potensial mematikan (arsen, besi, merkuri, thalium) atau bahan yang
bersatu dengan isi lambung atau bezoar (barbiturat, glutetimid, logam berat, lithium,
meprobamat, preparat lepas lambat). Penderita yang menjadi toksik karena kokain
akibat kebocoran dari banyak bungkus obat yang ditelan membutuhkan intervensi bedah
segera.
Bilasan segera dan berulang-ulang dengan air, saline, atau cairan jernih lainnya
yang dapat diminum merupakan terapi inisial untuk eksposur topikal (kecuali logam
alkali, kalsium oksida, fosfor). Untuk irigasi mata dipilih salin sedangkan untuk
dekontaminasi kulit paling baik dilakukan triple wash (air-sabun-air). Paparan racun
15
Percepatan eliminasi racun
Keputusan untuk tindakan ini harus berdasarkan pada toksisitas yang nyata atau
yang diperkirakan dan didasarkan juga pada efektivitas, biaya, dan resiko terapi.
Dosis oral karbon aktif yang berulang dapat mempercepat eliminasi substansi
yang sebelumnya diabsorpsi dengan cara mengikatnya dalam usus lalu diekskresikan
melalui empedu, disekresikan oleh sel-sel gastrointestinal, atau difusi pasif kedalam
lumen usus (absorpsi balik atau exsorpsi enterokapiler). Dosis yang direkomendasikan
0,5-1 gram/kgBB tiap 2-4 jam, diberikan untuk mencegah regurgitasi pada pasien
Terapi dosis multipel ini tidak efektif dalam mempercepat eliminasi dari klorpropamid,
tobramisin, atau bahan yang tidak bisa diserap oleh karbon. Komplikasinya berupa
renal dari racun yang mengalami ekskresi oleh filtrasi glomerulus dan sekresi aktif
tubuler. Karena membran lebih permeable terhadap molekul yang tidak terion
dibandingkan yang dapat terion, racun-racun yang asam (pKa rendah) akan diionisasi
dan terkumpul dalam urin yang basa. Sebaliknya racun-racun yang sifatnya basa akan
16
Diuresis salin dapat mempercepat ekskresi renal dari alkohol, bromida, kalsium,
Diuresis basa (pH urin >= 7,5 dan output urin 3-6 cc/kgBB/jam) mempercepat
Kontraindikasi diuresis paksa meliputi gagal jantung kongestif, gagal ginjal, dan
edema otak. Parameter asam-basa, cairan, dan elektrolit harus dimonitor dengan cermat.
trisiklik, dan tokainid. Namun penggunaannya banyak dilarang karena potensial terjadi
plasmaferesis, dan tranfusi ganti dapat dilakukan untuk mengeluarkan toksin dari aliran
17
Agen yang akan dieliminasi dengan cara dialisis harus memiliki BM rendah(<500
Da), larut dalam air, berikatan lemah dengan protein, volume distribusi kecil (< 1
dialisis yang tinggi relatif terhadap bersihan total dari badan. Berat molekul, kelarutan
dalam air, atau ikatan dengan protein, tidak mengurangi efektivitas metode
Indikasi dialisis untuk kasus keracunan berat dengan : barbiturat, bromida, chloral
racun, namun metode ini tidak sekaligus mengoreksi abnormalitas asam-basa dan
elektrolit.
dan valproat.
akses vena sentral dan antikoagulan sistemik, serta dapat menyebabkan hipotensi
trombositopenia.
Dialisis peritoneal dan transfusi ganti lebih kurang efektivitasnya, tetapi metode
ini dapat digunakan bila tidak dapat dikerjakan prosedur ekstrakorporeal lainnya, baik
karena terdapat kontraindikasi, maupun secara tehnis sulit (misalnya pada bayi).
18
d. Tehnik eliminasi lainnya
Logam berat dapat lebih cepat dieliminasi dengan khelasi. Pengeluaran karbon
Pemberian antidot
fisiologis racun (mengaktivasi kerja sistem saraf yang berlawanan, memfasilitasi aksi
glikosida jantung, agen kolinergik, sianida, reaksi distonik karena induksi obat, etilen
glikol, fluorida, logam berat, hydrogen sulfida, agen hipoglikemik, INH, metHb-emia,
potensial toksik. Penggunaan antidot agar aman membutuhkan identifikasi yang benar
Keracunan merupakan penyakit yang dapat dicegah. Orang dewasa yang pernah
terpapar racun karena kecelakaan harus mentaati instruksi penggunaan obat dan bahan
kimia yang aman (sesuai yang tertera pada labelnya). Penderita yang menurun
kesadarannya harus dibantu dalam meminum obatnya. Kesalahan dosis obat oleh
19
keracunan. Departemen Kesehatan dan instansi terkait juga harus diberi laporan bila
Pada anak-anak dan penderita overdosis yang disengaja, upaya terbaik adalah
dan follow-up. Bila mereka diberi resep obat harus dengan jumlah yang terbatas dan
20
KERACUNAN OBAT SPESIFIK
1. ASETAMINOFEN
Efek toksik :
- Keracunan akut
- Bila terjadi dalam 2-4 jam setelah paparan: mual, muntah, diaphoresis, pucat,
depresi SSP.
hepatomegali ringan)
- pH <7,3
alkoholik, dapat sekaligus terjadi insufisiensi hati & ginjal yang berat, disertai
Terapi :
- Bila keracunan terjadi dalam 4 jam setelah overdosis : diberi karbon aktif
21
- Keracunan dalam 8-10 jam setelah minum obat tersebut berikan:
epigastric discomfort.
Keracunan akut terjadi dalam 1 jam setelah overdosis. Keracunan kronik dalam
Efek toksik :
b) Letargi
c) Depresi nafas
d) Koma
kulit & mukosa menjadi kering, retensi urine, meningkatnya nadi, tensi,
22
g) Overdosis AH1 (difenhidramin) : kardiotoksik dan kejang
Terapi :
1. Karbon aktif
asetilkolin-esterase). Dosis : 1-2 mg i.v. dalam 2-5 menit (dosis dapat diulang)
3. BENZODIAZEPIN
Efek toksik :
a) Eksitasi paradoksal
c) Koma dan depresi nafas (pada ultra-short acting benzodiazepin dan kombinasi
a) Karbon aktif
Bila terjadi relapse, dapat diulang dengan interval 20 menit, dengan dosis
maksimum 3 mg/jam.
4. -BLOCKER
Efek toksik :
6. Hiperkalemi
7. Hipoglikemi
8. Metabolik asidosis (sebagai akibat dari kejang, shock, atau depresi nafas)
9. EKG : berbagai derajat AV block, bundle branch block, QRS lebar, asistol
10. Khusus sotalol : pemanjangan interval QT, VT, VF, dan torsade de pointes
Terapi :
a) Karbon aktif
2. Calcium
5. IABP
i.v.
pacing
prosedur ekstrakorporeal
Efek toksik
c) Kejang
g) Hiperglikemi
25
Terapi :
a) Karbon aktif
a. atropin
b. Calcium, dosis inisial : CaCl2 10% 10cc atau Ca glukonas 10% 30 cc i.v.
c. isoproterenol
miokard dengan : regular insulin dosis tinggi (0,1 0,2 U/kgBB bolus i.v.
6. KARBON MONOKSIDA
Efek toksik :
6) Pada keracunan berat : edema otak, koma, depresi nafas, edema paru,
hipotensi
8) Pada penderita koma dapat timbul blister dan bula di tempat-tempat yang
tertekan
12) Gangguan lapang pandang, kebutaan , dan pembengkakan vena disertai edema
15) Biasanya tampak sianosis (jarang terlihat kulit dan mukosa berwarna merah ceri)
16) Penderita yang sampai tidak sadar beresiko mengalami sekuele neuropsikiatrik
7. GLIKOSIDA JANTUNG
Dicurigai keracunan bila pada penderita yang mendapatkan digoksin denyut jantung
yang sebelumnya cepat/normal menjadi melambat atau terdapat irama jantung yang
27
Efek toksik :
e) Muntah
f) Konfusi, delirium
Terapi :
2. Koreksi K, Mg, Ca
3. Koreksi hipoksia
epinefrin, dan dapat saja fenitoin (100 mg i.v. tiap 5 menit sampai 15
amiodaron
7. Pada keracunan akut yang berat dengan kadar kalium serum >= 5,5
Efek toksik :
Terapi :
2) Pada gagal hati/ginjal dan pada keracunan berat, hemoperfusi dapat berguna.
29
SALISILAT (termasuk aspirin)
Keracuna salisilat diidentifikasi dari test urine ferri chloride (+) berwarna ungu.
Efek toksik (mulai terjadi dalam 3-6 jam setelah overdosis >= 150 mg/kgBB) :
fungsi ginjal
ketosis
i. Pada keracunan berat dapat terjadi : koma, depresi nafas, kejang, kolaps
alkalosis/asidosis respiratorik).
1) Karbon aktif dosis berulang masih berguna walaupun keracunan sudah terjadi
terus dipantau
30
5) Saline i.v. sampai beberapa liter
6) Suplemen glukosa
7) Oksigen
11) 50-150 mmol bikarbonat (+ kalium) yang ditambahkan pada 1 lt cairan infus
12) Monitor kadar elektrolit, calcium, asam-basa, pH urine, dan balans cairan
prosedur di atas
b) Pada kasus berat : bradikardi, block konduksi jantung, hipotensi, dan edema
c) paru
f) Efek pada SSP : ansietas, restlessness, tremor, konfusi, lemah badan, kejang, dan
koma.
SLUDGE/BBB mnemonic
o S = Salivation
o L = Lacrimation
o U = Urination
o D = Defecation
o G = GI symptoms
o E = Emesis
o B = Bronchorrhea
o B = Bronchospasm
o B = Bradycardia
DUMBELS mnemonic
o U = Urination
o M = Miosis
o E = Emesis
o L = Lacrimation
o S = Salivation
32
Terapi :
1) Pakaian yang terkena ditanggalkan dan kulit dicuci dengan sabun & air.
4) Terapi kejang
muskarinik) 0,5 2 mg i.v. tiap 5-15 menit sampai sekresi bronkus mengering.
Dosis dapat diulang/diberikan via infus kontinu bila terjadi toksisitas rekuren.
Dosis : 1-2 gr i.v.dalam 5-30 menit tergantung dari beratnya intoksikasi; dapat
diulang dengan interval 30 menit bila respon tidak lengkap. Injeksi cepat dat
7) Bila efek toksik masih rekuren, dapat diberikan dosis ulangan tiap 4-6 jam atau
a) Mual, muntah, kram perut, dan sakit kepala; hipertensi serta takikardi
d) Combativeness, halusinasi dengar & lihat, dilatasi pupil, mulut kering, pucat,
dan takipnea
33
e) Komplikasi berupa : asidosis laktat, rhabdomiolisis, perdarahan intrakranial
Terapi :
1. Karbon aktif
benzodiazepin
(esmolol)
Efek toksik :
a) Mual, muntah
b) Eksitasi psikomotor
c) Pucat, berkeringat
d) Takipnea, takikardi
e) Tremor otot
Terapi :
3) Anti emetik
neuromuskuler ;
DAFTAR PUSTAKA
35
Linden,C.H., Burns,M.J., Poisoning and Drug Overdosage in Harrisons Principles
36