Patofisiologi
Patofisiologi Keracunan
Keracunan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu faktor bahan kimia,
mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi vaskuler sistemik shingga
terjadi penurunan fungsi organ – organ dalam tubuh. Biasanya akibat dari keracunan
menimbulkan mual, muntah, diare, perut kembung,gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi
darah dan kerusakan hati ( sebagai akibat keracunan obat da bahan kimia ). Terjadi mual,
muntah di karenakan iritasi pada lambung sehingga HCL dalam lambung meningkat .
Makanan yang mengandung bahan kimia beracun (IFO) dapat menghambat ( inktivasi )
enzim asrtikolinesterase tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk
menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat Akh – KhE yang bersifat inakttif.
Bila konsentrasi racun lebih tingggi dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya
akan terjadi penumpukan Akh di tempat – tempat tertentu, sehingga timbul gejala – gejala
rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik, dan
SSP ( menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP ) (Febri, 2010)
Patofisiologi Intoksikasi Karbon Monoksida
Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi, yaitu kerusakan
jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru dan asfiksia. Hipoksia jaringan
terjadi karena sebab sekunder dari beberapa mekanisme. Proses pembakaran menyerap
banyak oksigen, dimana di dalam ruangan sempit seseorang akan menghirup udara dengan
konsentrasi oksigen yang rendah sekitar 10-13%. Penurunan fraksi oksigen yang diinspirasi
(FIO2) akan menyebabkan hipoksia.(4)
Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksia ensefalopati yang terjadi akibat dari
keracunan CO adalah karena injuri reperfusi dimana peroksidasi lipid dan pembentukan
radikal bebas yang menyebabkan mortalitas dan morbiditas.(6) Efek toksisitas utama adalah
hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan oleh gangguan transportasi oksigen. CO mengikat
Anamnesis harus mencakup: waktu, rute, lamanya terpapar, dan ruang lingkup
paparan (lokasi, kejadian yang menyertai, tujuan); nama dan jumlah masing-masing obat,
bahan kimia atau bahan-bahan yang berada di dalamnya; onset, keadaan, dan beratnya
gejala, jenis dan waktu pertolongan pertama, dan riwayat medis serta psikiatri.
dijelaskan pada seseorang yang sebelumnya sehat, adanya riwayat psikiatrik (khususnya
depresi), perubahan keadaan kesehatan baru-baru ini, status ekonomi, dan relasi sosial;
juga onset timbulnya penyakit sewaktu bekerja dengan bahan kimia atau sehabis makan
datang dari suatu negara asing atau ditangkap karena alasan kriminal harus dicurigai
dalam badannya).
Bila pada anamnesa tidak ditemukan riwayat paparan racun, karakteristik klinis
dapat menunjang ke arah keracunan. Keracunan khas terjadi secara cepat dan berubah
akut secara karakteristik timbul dalam hitungan jam setelah paparan, mencapai
puncaknya dalam beberapa jam, dan menghilang dalam beberapa jam berikutnya sampai
beberapa hari. Namun tidak adanya gejala-gejala dan tanda-tanda segera setelah kejadian
2. Triase
Meskipun beberapa tipe triase biasanya dilakukan di tempat kejadian atau oleh
tim tanggap darurat, triase selalu merupakan langkah pertama yang dilakukan di ruang
gawat darurat.
Dua pertanyaan penting yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi triase adalah
:
a. Apakah hidup pasien berada dalam bahaya serius ?
b. Apakah hidup pasien terancam bahaya ?
Jika hidup pasien berada dalam bahaya serius, tujuan penanganan yang dilakukan
dengan segera adalah stabilisasi dan evaluasi pasien serta penatalaksanaan jalan
napas, pernapasan, dan sirkulasi (ABC) (Morton, et.al. 2013)
C. Penatalaksanaan
Cedera yang berhuungan dengan pajanan racun dan proses penyakit yang mendasari:
Tiap cedera yang terkait dengan pajanan racun dan proses penyakit lain yang mendasari
yang diidentifikasikan selama pemeriksaan fisik awal ditangani atau dipantau atau
keduanya. Sebagai contoh, fenisiklidin (PCP) yang beredar di jalan dapat menimbulkan
perilaku kekerasan, agitasi, dan aneh, yang menyebabkan trauma selama fase toksik akut.
Juga, misalnya, pasien yang menderita penyakit jantung iskemik sebelumnya mungkin
tidak dapat menoleransi hipoksemia yang terkait dengan keracunan karbon monoksida
sama seperti pasien sehat yang masih muda.
Tanda vital dan suhu : Tanda vital dan suhu pasien kritos atau yang berpotensi menjadi
kritis diukur dengan sering guna mengetahui perubahan yang menandakan masalah
tambahan.
2. Dekontaminasi Awal
a. Pajanan Okular
Banyak zat dapat secara tidak sengaja terpercik masuk ke mata. Jika ini terjadi,
mata harus dibilas menghilangkan agen tersebut. Irigasi segera dengan air hangat kuku
atau salin normal dianjurkan. Mengaliri mata secara terus-menerus dengan segelas besar
air atau pancuran dengan tekanan rendah harus dilakukan selama 15 menit. Pasien harus
mengedip-kedipkan mata selama irigasi. Jika perlu, pH mata dapat diperiksa. Jika pH
tidak normal, irigasi haris diteruskan sampai pH normal. Pemeriksaan oftalmologik
dibutuhkan saat iritasi okular atau gangguan penglihatan menetap setelah irigasi (Morton,
et.al. 2013).
b. Pajanan Kulit
Ketika terjadi pajanan kulit, pasien harus mengaliri kulit dengan air hangat kuku
selama 15 sampai 30 menit. Sebagian besar peruahaan yang memproduksi atau
menggunakan agen kimia mempunyai pancuran untuk tujuan ini. Pasien harus
melepaskan pakaian yang mungkin telah terkontaminasi. Setelah berdiri di bawah
pancuran selama waktu yang ditentukan, pasien kemudian harus mencuci area tersebut
dengan perlahan menggunakan sabun dan air serta membilasnya secara seksama.
c. Pajanan Inhalasi
Seorang korban pajanan Inhalasi harus dipindahkan ke udara segar secepat
mungkin. Penolong juga harus lindungi dirinya racun-tular udara. Evaluasi lanjutan
dibutuhkan jika pasien mengalami tritasi pernapasan atau sesak napas. Pajanan skala
besar atau yang terjadi di tempat kerja dapat membutuhkan konsultasi dengan tim
HAZMAT, kelompok individu yang dilatih khusus untuk menangani pajanan
terhadap bahan berbahaya (Morton, et.al. 2013).
d. Pajanan Ingesti
Susu atau air mengencerkan iritan yang tertelan seperti pemutih atau bahan
mengiritasi seperti pembersih aluran Setelah ingesti tersebut, orang dewasa harus
meminum 237 ml susu atau air anak-anak harus minum sampai 237 ml (sesuai ukuran
mereka). Evaluasi lanjutan dibutuhkan setelah pengenceran jika terdapat iritasi
mukosa atau luka bakar resiko aspirasi, ingesti tidak boleh diencerkan jika disertal
kejang, depresi l status mental, atas hilangnya refleks muntah. Sekali lagi, netralisasi
tidak digunakan karena risiko luka bakar akibat panas (Morton, et.al. 2013).
3. Dekontaminasi Pencernaan
Lavase lambung, adsorben, katartik dan irigasi usus lengkap digunakan untuk
mencegah absorpsi dan pencegahan tokisitas pada hampir semua obat-obatan dan
berbagai racun American Academy of Pediatrics tidak lagi menganjurkan pemakaian
emetik (seperti sirop ipekak) untuk dekantaminass GI
a. LAVASE LAMBUNG
Lavase lambang adalah suatu metode dekontaminasi GI. Cairan (biasanya salin
normal) dimasukkan ke dalam lambung melalul sebuah slang orogastrik berdiameter
besar dan kemudian dialirkan dalam upaya mengambil sebagian agens yang ditelan
sebelam sempat diabsorbsi Sebuah slang nasogastrik berdiameter kecil tidak efektif
untuk lavase karena materi tertentu seperti tablet atau kapsul tertalu besar untuk
b. ADSORBEN
Adsorben adalah suatu zat padat yang mempunyai kemampuan menarik dan
menahan zat lain di permukaan nya (menyerap). Arang aktif adalah suatu adsorben
non- spesifik yang efektif untuk banyak obat dan racun. Arang aktif menyerap, atau
memerangkap, obat-obatan atau racun di area permukaannya yang luas dan mencegah
penyerapan dari saluran Gl. Kotak 56-3 menyajikan obat- obatan dan racun yang
dikenal diabsorbsi secara efektif oleh arang aktif dan obat-obatan dan racun yang
tidak diabsorbsi secara efektif
c. KATARTIK
Kotak 56-3
Adsorpsi Obat-obatan dan Racun oleh Arang Aktif
obat-obatan dan Racun yang Diabsorpsi dengan baik oleh Arang Aktif
1. Asetaminofen
2. Amfetamin
3. Anthistamin
4. Aspirin
5. Barbiturat
6. Benzodiazepin
7. Penyekat beta
8. Penyekat saluran kanal kalsium
Tujuan irigasi usus lengkap adalah memberikan volume larutan yang berisi
elektrolit seimbang dalam jumlah besar dan cepat ( 1 sampai 21/jam ) untuk membilas
pasien secara mekanis tanpa menimbulkan gangguan elektrolit. Digunakan sebagai
persiapan usus untuk kolonoskopi, selain iu juga sebagai prosedur dekontaminasi GI
untuk pasien yang menelan kantong atau vial narkotik guna menghindari berhenti,
untuk penyelundup narkoba yang memenuhi saluran GI mereka dengan kemasan
narkotik ( baik oral maupun rektal ), dan untuk pasien yang mengalami overdosis obat
farmasi lepas-berubah (Morton, et.al. 2013).
Pemberian dosis ulang arang aktif dapat menghasilkan adsorpsi yang lebih besar
pada beberapa obat-obatan tertentu seperti aspirin, asam valproat, dan teofilin. Arang
aktif dosis-ulang diberikan lewat lokal, lewat slang nasogastrik, atau lewat slang
orogastrik setiap 2 hingga 6 jam. Komplikasi akibat arang aktif dosis-ulang mencangkup
aspirasi dan obstruksi usus (Morton, et.al. 2013).
b. PERUBAHAN PH URINE
Pengasaman urine tidak lagi dianjurkan karena bersihan obat yang rendah dan
risiko komplikasi seperti rabdomiolisis (Morton, et.al. 2013).
d. HEMOPERFUSI
e. KELASI
Kelasi melipatkan pemakaian agens pengikat untuk membuang kadar racun logam
dari tubuh, seperti raksa, timbal, besi, arsenik. Contoh agens kelasi adalah dimerkaprol (
BAL dalam minyak ), kalsiun dinatrium edeta ( EDTA ), suksimer ( DMSA ), dan
deferoksamin. Kekhawatiran terkait toksisitas chetalon, sifat penyebaran jaringannya, dan
stabilitas, penyebaran dan eliminasi kompleks kelasi-logam membuat kelasi menjadi
sebuah prosedur yang sulit dilakukan (Morton, et.al. 2013).
Pada terapi HBO, oksigen diberikan kepada pasien dalam sebuah bilik tertutup
pada tekanan yang lebih besar dari pada tekanan dibawah laut ( misal 1 atmosfir mutlak ).
Terapi ini telah dgunakan pada keracunan karbon monoksida dan metilen klorida (
metilen klorida dimetabolisme menjadi karbonmonoksida di tubuh ). Hasilnnya adalah
peningkatan eliminasi karbon monoksida : waktu paruh karbonmonoksida dalam udara
ruangan adalah 5 sampai 6 jam, pada oksigen 100 % adalah 90 menit, dan pada bilik
HBO adalah 20 menit. Pemanfaatan lain terapi HBO adalah untuk penanganan mabuk
akibat menyelam ( kejang urat ). Namun, sedikitnya jumlah bilik HBO dan kurangnnya
staf 24 jam membatasi luasannya pemakaian terapi ini (Morton, et.al. 2013).
Komplikasi terapi HBO mencangkup otalgia terkait tekanan, nyeri sinus, nyeri
gigi, dan pecah membran timpani. Kecemasan akibat terkurung, kejang dan
pneumotoraks akibat tekanan juga dijumpai pada pasien yang mendapatkan HBO
(Morton, et.al. 2013).
Dalam farmakologi, suatu antagonis adalah suatu zat yang menetralkan kerja obat
lain. Meskipun masyarakat umum percaya bahwa terdapat antidot untuk setiap obat atau
racun, yang sebenarnnya adalah sebaliknya. Pada kenyataannya, hanya terdapat beberapa
antidot.
Anti-bisa adalah anti-racun yang menetralkan bisa gigitan ular atau laba-laba.
Terdapat beberapa anti-racun, masing-masing bersifat aktif terhadap jenis bisa tertentu.
Sebagai contoh anti-bisa polivalen crotalidae ( equin ) aktif terhadap bisa keluarga
Crotalidae, yang merupakan ular berbisa yang tinggal dilubang asli Amerika Utara,
Tengah dan Selatan. Karena agens ini didapatkan dari serumen kuda ( sehingga dikenali
sebagai “ benda asing” oleh sistem kekebalan manusia ), efek samping yang signifikan
seperti reaksi anafilaktik atau anafilaktoid umum terjadi. Crotalide polyvalent immune
Obat/Racun Antidot
Asitaminofen N-asetilsistein (Mucomis)
Antikolinergik Fisostigmin (antilirium)
Benzodiazepin Flumazenil (romazicon)
Agens penyekat beta Glukagon
Penyekat saluran kanal kalsium Glukagon, kalsium klorida
Karbon monoksida Oksigen
Sianida Lily Cyanide Antidote kit; amil nitrit ,
natrium nitrit, dan natrium tiosulfat
Digoksin Fragmen Fab spesifik-digoksin (Digibind)
Etilen glikol Fomepizol (Antizol); etanol
Metanol Fomopizol (Antizol); etanol
Nitrit Metilen biru
Opioid Nalokson (Narcan)
Insektisida organofosfat Atropin, pralidoksim
Nilai normal celah anion sekitar 8 sampai 16 mEq/l. Celah anion yang melebihi
nilai normal atas dapat menunjukkan adanya asdosis metabolik yang disebabkan oleh
penumpukkan asam dalam darah. Obat-obatan, racun atau kondisi medis yang dapat
menyebabkan peningkatan celah anion mencangkup besi, isozianida (INH), litium, laktat,
karbon monoksida, sianida, toluena, metanol, metformin, etanol, etelin glikol, salisilat,
hidrogen sulfida, striknin, ketoasidosis diabetikum, urema, kejang, dan kelaparan.
Meskipun semua zat dan proses ini dapat menyebabkan peningkatan celah anion, adanya
celah anion normal itu sendiri tidak menghalangi terjadinya pajanan racun (Morton, et.al.
2013).
Celah osmolal yang melebihi 10 mOsm disebut tidak normal. Racun yang dapat
menyebabkan peningkatan celah osmolal mencangkup etanol, etelin glikol, dan metanol.
Jika kadar etanol diketahui, maka dapat difaktorkan ke dalam persamaan berikut :
(Morton, et.al. 2013).
Perawatan pasien pada keracunan dan overdosis yang sering terjadi diringkas
dalam Tabel 56-3. Manifestasi klinis disertakan dalam tabel tersebut. penatalaksaan
pasien yang keracunan kokain diringkas dalam kotak 56-4 (Morton, et.al. 2013).
7. Penyuluhan Pasien
Salah satu intervensi yang dapat dilakukan perawat di unit gawat darurat atau unit
perawatan intensif adalah penyuluhan preventif. Semua pasien (dan orang tua pasien
anak) yang selamat dari keracunan harus diajarkan cara mencegah berulangnya kejadian
tersebut. oarang tua anak yang masih kecil membutuhkan informasi mengenai keamanan-
anak dirumah. Memberikan informasi terkait dengan pencegahan keracunan pada masa
kanak-kanak disajikan dalam kotak 56-5. Panduan penyuluhan keluarga untuk keracunan
timbal tercantum dalam motak 56-6. Akhirnya, ringkasan pencegahan keracunan
monoksida memberikan peringatan adanya masalah dirumah mereka. Perusahaan
pembuat alat dan dinas kesehatan danpemadaman kebakaran lokal dapat membantu
mengidentifikasi dan menyingkirkan sumber asap (Morton, et.al. 2013).
TABEL 56-3. Perawatan Umum Pasien Keracunan dan Overdosis (Morton, et.al. 2013).
NO Obat/Zat Gambaran & Intervensi
Pengkajian Klinis
Pasien dan keluarga mempunyai rencana Jika pasien setuju, lakukan perujukan ke
untuk perawatan lanjutan. rehabilitasi penyalagunaan zat.
Koordinasi perujukan dengan pasien,
keluarga, dan pekerja social guna
membahas kemungkinan masalah lain
(mis. Tempat tinggal, masalah keuangan,
rencana asuhan jangka panjang).
Kotak 56-6
Keracunan Timbal
Timbal umum dijumpai di rumah tua, cat, pipa, alat makan.
Timbal diekresikan lebih lambat dibanding penyerapannya, yang
Kotak 56-7
Keracunan Tidak Disengaja pada pasien Lansia
Pusat Pengendalian Keracunan mendapat banyak telepon dari atau terkait dengan
Lansia berkenan dengan keracunan tidak disengaja.
Nomor telepon penyedia perawatan kesehatan dan Pusat Pengendalian Keracunan
harus disimpan di tempat yang mudah dilihat.
Populasi lansia menggunkan obat-obatan lebih banyak dibanding keompok usia
yang lain.
Lansia mungkin lebih rentan terhadap efek obat-obatan.
Ketika pertanyaan muncul mengenai obat-obatan, orang dewasa yang
bertanggung jawab sebaiknya tidak ragu-ragu untuk menghubungi penyedia
perawatan kesehatan.
Pasien tidak boleh mengganti dosis atau menghentikan minum obat yang
disiapkan tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengn dokter atau perawat.
Tidak disarankan untuk menggandakan obat jika lupa minum sebuah pil. Pasien
harus mencari bantuan dokter, perawat, atau apotekernya.
Obat-obtan dan alkohol tidak boleh dicampur tanpa terlebih dahulu memeriksanya
dengan apoteker untuk mengetahui kemungkinan interaksi.
Apoteker dapat memberikan label dengan cetakan besar.
Kalender atau diari obat-obatan akan membantu lansia mengingat jadwal
penentuan dosis.
DAFTAR PUSTAKA
Morton, Patricia Gonce, et.al. 2013. Keperawatan Kritis Pendekatan Asuhan Holistik. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC
Soekamto & David. 2008. Intoksikasi Karbon Monoksida. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
diakses pada 24 Maret 2019
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-CO%20Intoxication.pdf.