Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberian makanan tambahan pada bayi merupakan salah satu upaya

pemenuhan kebutuhan gizi bayi sehingga bayi dapat mencapai tumbuh

kembang yang optimal (Sulastri, 2004 dalam Pardosi, 2009). Pemberian

makanan tambahan pada bayi adalah pemberian makanan atau minuman yang

mengandung zat gizi pada bayi atau anak usia 6-12 bulan untuk memenuhi

kebutuhan gizi setelah pemberian ASI eksklusif (Depkes RI, 2007 dalam

Pardosi, 2009). Pemberian makanan tambahan pada bayi harus dilakukan

secara bertahap untuk mengembangkan kemampuan bayi mengunyah,

menelan, dan mampu menerima bermacam-macam bentuk makanan yaitu dan

cair kebentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan

lembek, dan akhirnya makanan padat (Sulistijani, 2001 dalam Pardosi, 2009 ).

Fenomena yang terjadi di masyarakat bahwa ibu yang tidak memberikan

ASI eksklusif lebih memilih memberikan susu formula atau makanan

tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan. Sebagian ibu menganggap

bahwa dengan memberikan makanan tambahan pada bayi usia kurang dari

enam bulan akan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi dan bayi tidak akan

merasa kelaparan lagi. Di samping itu, masih banyak ibu yang belum

mengetahui manfaat pemberian ASI eksklusif. Hal ini berbahaya dilihat dari

sistem pencernaan bayi belum sanggup mencerna atau menghancurkan

makanan secara sempurna (Boedihardjo, 1994 dalam pardosi, 2009).

1
2

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional menyatakan bahwa persentase ibu

yang memberi makanan tambahan terlalu dini kepada bayi usia 2-3 bulan

sebanyak (32%) dan bayi usia 4-5 bulan sebanyak (69%) di Indonesia

(Susenas, 2002 dalam Pardosi, 2009). World Health Organitation (WHO) 2008

mencatat jumlah ibu yang memberi makanan tambahan pada bayi di bawah

usia 2 bulan mencakup 64% total bayi yang ada, 46% pada bayi usia 2-3 bulan

dan 14% pada bayi usia 46 bulan (Roesli, 2000 dalam Pardosi, 2009).

Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2002

menunjukan bahwa bayi (33,11%) sudah mendapatkan makanan tambahan

sebelum usia 4 bulan, bayi (78,23%) sudah mendapat makanan tambahan saat

bayi usia 4 bulan atau lebih (Depkes RI, 2002 dalam Pardosi, 2009).

Data dari Dinas Kesehatan Jawa Timur menyebutkan selama tahun 2007

dari total 11,01 bayi yang diperiksa terdapat 10.071 bayi sudah diberi MP-ASI

sebelum berusia 6 bulan (Anonim, 2007). Sedangkan data dinas kesehatan

Banyuwangi bagian kesehatan keluarga didapatkan data cakupan pemberian

MP-ASI sebelum bayi berumur 6 bulan sebesar 61,93 %. Di desa Wringinpitu

yang merupakan wilayah puskesmas Tegaldlimo terdapat 55 bayi yang

berumur 6-12 bulan. 72,7% (40 bayi) sudah diberi makanan tambahan sebelum

berumur 6 bulan, sisanya 27,3 (15 bayi) diberi makanan tambahan setelah

umur 6 bulan (Roesli, 2002 ).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Manalu mengenai Pola

Makan dan Penyapihan Serta Hubungannya dengan Status Gizi Batita di Desa

Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008 dari 41

orang bayi didapatkan bahwa (92,68%) bayi mendapatkan makanan tambahan


3

dalam bentuk bubur, dan (7,26%) dalam bentuk nasi. Dari penelitian tersebut

pemberian makanan tambahan pada bayi usia 2 bulan (75,61%), 5-7 bulan

(19,51%), dan selebihnya 3-4 bulan (4,88%). Dari penelitian tersebut juga

didapatkan rata-rata pemberian makanan tambahan pada bayi dengan frekuensi

2 kali sehari (63,41%), 3 kali sehari (26,83%), dan satu kali sehari (9,36%).

Semua bayi yang diteliti mengkonsumsi beras dan ubi sebagai makanan

tambahan bayi yang utama 1-3 kali sehari, sumber protein adalah ikan

asin(80,49%), telur dan daging 1 kali seminggu(19,51%). Semua bayi yang

diteliti kekurangan konsumsi buah untuk frekuensi 1-3 kali seminggu (100%)

(Manalu, 2008 dalam Pardosi, 2009 ). Menurut data dari Dinas kesehatan

(Dinkes) Kabupaten Ponorogo 2013 angka bayi usia (612 bulan) adalah

Kecamatan Sukorejo sebesar 766 anak, kemudian Kecamatan Ngrayun ada 764

anak dan Kecamatan Jenangan ada 442, selama bulan Agustus 2014 didesa

Jimbe ada 40 bayi yang berusia 6-12 bulan. Fenomena yang saya peroleh

didesa Jimbe yaitu ada ibu yang memberikan makanan tambahan seperti

pisang, biskuit, dan bubur instan sebelum bayi berusia 6 bulan.

Dalam usia 612 bulan bayi masih menjadi konsumen pasif, artinya bayi

lebih banyak mengonsumsi makanan yang sudah kita pilihkan dari sinilah

sebenarnya bayi mulai belajar perihal pola makan. Bagaimana pola makan

yang ditanamkan pada saat ini akan menentukan kebiasaan pada bayi . Selama

usia 612 bulan lidah bayi hanya mengenal rasa manis dari air susu ibu

sehingga makanan yang diberikan tidak begitu dirasakan oleh bayi. Pemberian

makanan pada usia 612 bulan sangat menentukan apakah adanya reaksi alergi

pada makanan dan makanan apa yang harus dihindari untuk bayi usia 612
4

bulan, maka dari itu para ibu harus mengetahui bagaimana cara

memperkenalkan makanan pada bayinya (Kalies, 2005 dalam Wardani, 2012).

Pemberian makanan tambahan pada usia dini terutama makanan padat

justru menyebabkan banyak infeksi, kenaikan berat badan, alergi terhadap

salah satu zat gizi yang terdapat dalam makanan (Pudjiadi, 2003 dalam

Murniningsih, 2008). Sedangkan pemberian cairan tambahan meningkatkan

risiko terkena penyakit. Karena pemberian cairan dan makanan padat menjadi

sarana masuknya bakteri patogen. Bayi usia dini sangat rentan terhadap bakteri

penyebab diare, terutama dilingkungan yang kurang hygienis dan sanitasi

lingkungan.

Banyak sekali alasan kenapa orang tua memberikan makanan tambahan

612 bulan. Umumnya banyak ibu yang beranggapan kalau bayinya kelaparan

dan akan tidur nyenyak jika diberi makan. Kadang anak yang menangis terus di

anggap sebagai anak yang tidak kenyang padahal menangis bukan semata-mata

tanda bayi lapar. Belum lagi masalah banyak anggapan di masyarakat kita

seperti oarang tua terdahulu. Alasan lainya juga bisa dari tekanan lingkungan

(WHO, 2001 dalam Wardani, 2012).

Bayi bisa menjadi kebal dan dapat teridentifikasi makanan yang

menyebabkan alergi dan penyakit makanan dan perilaku ibu yang baik sebagai

dibutuhkan selama proses pengenalan makanan untuk bayi, ibu diharapkan

mau dan teliti untuk mempraktekkan bagaimana cara memperkenalkan bayi,

kapan waktu pemberiannnya dan bagaimana jadwal pemberiannya. Dari

pernyataan di atas maka perlu diadakan penyuluhan untuk ibu-ibu yang


5

mempunyai bayi 6-12 bulan tentang memberikan makanan tambahan pada bayi

usia 6-12 bulan. Sehingga masyarakat akan tahu betapa pentingnya

memperkenalkan makanan tambahan kepada bayi 6-12 bulan dalam membantu

proses mengidentifikasi apakah ada reaksi alergi makanan terhadap bayi selain

itu agar bayi bisa beradaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar

energi yang tinggi. Dalam hal ini perilaku merupakan dominan yang sangat

penting untuk terberntuknya tindakan seseorang karena dari pengalaman

penelitian perilaku yang di dasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003 dalam

Wardani, 2012).

Dengan melihat dari latar belakang masalah di atas, peneliti ingin meneliti

tentang Perilaku ibu dalam pemberian makanan tambahan pada bayi usia 612

bulan di Desa Jimbe Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi

masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku ibu dalam pemberian

makanan tambahan pada bayi usia 612 bulan di Desa Jimbe, Kecamatan

Jenangan, Kabupaten Ponorogo.

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perilaku ibu dalam

pemberian makanan tambahan pada bayi usia 612 bulan di Desa Jimbe,

Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo.


6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi IPTEK

Dapat dijadikan penelitian lebih lanjut sebagai dasar untuk lebih

memantapkan perilaku ibu dalam memberikan makanan tambahan pada

bayi usia 612 bulan.

2. Bagi Institusi

Bagi dunia pendidikan untuk pengembangan ilmu dan teori

keperawatan anak yang telah ada dapat dijadikan sebagai bahan kajian

untuk kegiatan penelitian selanjutnya.

3. Bagi Peneliti

Peneliti dapat mengaplikasikan teori peneliti yang secara langsung dan

mendapatkan informasi perilaku ibu dalam memberikan makanan

tambahan pada bayi usia 612 bulan dan dapat dijadikan sebagai bahan

sumber data penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Ibu

Memberikan perubahan perilaku positif kepada ibu tentang bagaimana

perilaku yang dilakukan orang tua dalam memberikan makanan

tambahan pada bayi usia 612 bulan.

2. Bagi Masyarakat

Memberikan perubahan perilaku positif tentang pentingnya

memberikan makanan tambahan pada bayi usia 612 bulan.


7

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan karya tulis ini dapat digunakan untuk peneliti selanjutnya

sebagai referensi untuk meneliti lebih lanjut.

1.5 Keaslian Penelitian

1. Murniningsih. 2008. Hubungan antara pemberian makanan tambahan

pada usia dini dengan tingkat kunjungan ke pelayanan kesehatan.

Variabel yang diteliti makanan tambahan, usia dini, pelayanan

kesehatan. Penelitian ini merupakan penelitian observasi, dengan

rancangan penelitian corelational. Penelusuran data dilakukan secara

retrospektif yaitu tinjauan ke belakang. Penelitian dilakukan di

Kelurahan Sine Kota Sragen, dan waktu penelitian bulan April sampai

Mei 2007. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang

mempunyai bayi usia 6-12 bulan yang berjumlah kurang lebih 48 orang.

Pengambilan sampel dari Penelitian ini menggunakan teknik total

sampling yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi

digunakan sebagai sampel. Perhitungan besar sampel apabila subyek

kurang dari 100, lebih baik diambil semua dan jika lebih besar dapat

diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih (Arikunto, 1998). Dalam

penelitian ini sampel yang diambil adalah 48 karena jumlah populasi

kurang dari 100.

2. Pardosi, Renata. 2009. Perilaku Ibu Dalam Pemberian Makanan

Tambahan Pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan. Variabel yand

diteliti perilaku, ibu, makanan tambahan, bayi. Desain yang digunakan

dalam penelitian ini adalah desain deskriptif untuk mengidentifikasi


8

dalam pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam

bulan.Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki bayi

usia kurang dari enam bulan dan talah memberikan makanan tambahan

pada bayinya daerah penelitian berada diwilayah kelurahan Mangga

Perumnas Simalingkar Medan dengan jumlah populasi ada 46 orang

ibu. Waktu penelitian bulan Mei sampai Juli 2009. Teknik pengambilan

sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling,yakni

dengan memasukkan seluruh populasi menjadi sample penelitian.Hasil

penelitian menunjukkan bahwa jenis makanan tambahan yang diberikan

ibu adalah susu formula(93,5%) dan nasi tim (23,9%). Jumlah

msakanan tambahan yang diberikan ibu kurang dari 5 sendok makan

adalah nasi tim(19,5%) dan biskuit (10,8%), serta susu formula lebih

dari 300cc (36,9%). Waktu pemberian susu formula dan air putih

(100%) diberikan pada pagi, siang, dan sore hari, serta (935,%) pada

selingan pagi dan selingan siang. Ibu memberikan nasi tim pada pagi

(15,2%), siang(10,8%), dan sore (13%). Frekunsi makanan tambahan

yang diberikan ibu adalah susu formula(76,1%) dan air putih(84,6%)

setiap hari, makanan pokok (23,9%) nasi tim(19,5%) dan sayur hijau

(13%) setiap hari, serta pisang (6,5%) 1-2 kali seminggu. Alasan ibu

memberikan makanan tambahan agar bayi sehat (89,1%), dan resiko

setelah pemberian makanan tambahan pada bayi sering susah buang air

besar(BAB) (26,1%).

Anda mungkin juga menyukai