Anda di halaman 1dari 1

PERTANIAN BANGSA MESIR KUNO

Seperti yang telah kita ketahui bahwa Peradaban Mesir Kuno merupakan salah satu
peradaban termaju dan termakmur yang pernah ada. Salah satu alasan mengapa peradaban
Mesir Kuno begitu sukses adalah fakta bahwa mereka mampu bercocok tanam atau
bertani di tanah yang subur di sekitar Sungai Nil, sungai terpanjang di dunia. Sumber
sungai Nil terletak di Burundi di Afrika Tengah, kemudian mengalir melalui Sudan,
Ethiopia dan Mesir yang bermuara di laut Mediterania. Pertanian mereka telah
mencukupkan kebutuhan pangan bagi bangsa mereka sendiri.
Sebagian besar penduduk desa adalah petani. Petani juga tinggal di kota bersama
dengancraftworkers, pedagang dan pekerja lainnya beserta keluarga mereka. Biasanya
pertanian Mesir berisi tanaman seperti gandum, barley, sayuran, buah ara, melon, buah
delima dan anggur. Mereka juga menanam rami yang dibuat menjadi kain.
Tanaman yang paling penting adalah biji-bijian. Orang Mesir kuno menggunakan
gandum untuk membuat roti, bubur dan bir. Grain adalah tanaman pertama yang tumbuh
setelah genangan (istilah untuk musim banjir). Setelah gandum dipanen, maka tanaman
berikutnya yang akan dipanen adalah sayuran seperti bawang, daun bawang, kubis,
kacang, mentimun dan selada.
Irigasi Mesir Kuno dan Tradisional Nusantara[sunting | sunting sumber]
Sejak Mesir Kuno telah dikenal dengan memanfaatkan Sungai Nil. Di Indonesia, irigasi tradisional
telah juga berlangsung sejak nenek moyang kita. Hal ini dapat dilihat juga cara bercocok tanam pada
masa kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia. Dengan membendung kali secara bergantian untuk
dialirkan ke sawah. Cara lain adalah mencari sumber air pegunungan dan dialirkan dengan bambu
yang bersambung. Ada juga dengan membawa dengan ember yang terbuat dari daun pinang atau
menimba dari kali yang dilemparkan ke sawah dengan ember daun pinang juga.
Sistem Irigasi Zaman Hindia Belanda[sunting | sunting sumber]
Sistem irigasi adalah salah satu upaya Belanda dalam melaksanakan Tanam Paksa (Cultuurstelsel)
pada tahun 1830. Pemerintah Hindia Belanda dalam Tanam Paksa tersebut mengupayakan agar
semua lahan yang dicetak untuk persawahan maupun perkebunan harus menghasilkan panen yang
optimal dalam mengeksplotasi tanah jajahannya.
Sistem irigasi yang dulu telah mengenal saluran primer, sekunder, ataupun tersier. Tetapi sumber air
belum memakai sistem Waduk Serbaguna seperti TVA di Amerika Serikat. Air dalam irigasi lama
disalurkan dari sumber kali yang disusun dalam sistem irigasi terpadu, untuk memenuhi pengairan
persawahan, di mana para petani diharuskan membayar uang iuran sewa pemakaian air untuk
sawahnya.
Waduk Jatiluhur 1955 di Jawa Barat dan Pengalaman TVA 1933 di Amerika Serikat
Tennessee Valley Authority (TVA) [3] yang diprakasai oleh Presiden AS Franklin D. Roosevelt pada
[1]
tahun 1933 merupakan salah satu Waduk Serba Guna yang pertama dibangun di dunia. Resesi
ekonomi (inflasi) tahun 1930 melanda seluruh dunia, sehingga TVA adalah salah satu model dalam
membangun kembali ekonomi Amerika Serikat.
Isu TVA adalah mengenai: produksi tenaga listrik, navigasi, pengendalian banjir, pencegahan
malaria, reboisasi, dan kontrol erosi, sehingga di kemudian hari, Proyek TVA menjadi salah satu
model dalam menangani hal yang mirip. Oleh sebab itu, Proyek Waduk Jatiluhur merupakan tiruan
yang hampir mirip dengan TVA di AS tersebut.
Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta (9 km dari pusat Kota
Purwakarta). Bendungan itu dinamakan oleh pemerintah Waduk Ir. H. Juanda, dengan panorama
danau yang luasnya 8.300 ha. Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun 1957 oleh kontraktor asal
Perancis, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 miliar m3/tahun dan merupakan waduk
serbaguna pertama di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai