Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI JURNAL

KEPERAWATAN MEDICAL

Disusun Oleh :

INDAH KURNIATI 201220461011036


RINI BUDIARTI 201220461011039
DESY DWI ASTUTI 201220461011042
DITA MURTI FEBRIANI 201220461011045
DODIK ELIS SEPRAIDY 201220461011044
ITA NOVITASARI 201220461011049

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2013
BAB I

ABSTRAK

Tujuan : Penelitian ini bertujuan mengklarifikasi atau mengkelompokan

pengalaman berduka anggota keluarga pasien penderita kanker

mengenai manfaat perawatan paliatif dengan penerapan nilai agama

(dilihat dari segi kegunaan). Nilai perawatan ini untuk meringankan

penderitaan pasien dari segi psikologis yang akan mendatang.

Metode : Kuesioner dalam penelitian ini disebarkan ke 592 anggota

keluarga pasien kanker yang berduka yang terdaftar pada unit

perawatan paliatif di Jepang. Kuisioner ini mendapat tanggapan

sebanyak 378 keluarga. Dalam kuisioner ini menunjukkan apakah pasien

mendapatkan perawatan secara religius, dimana dengan perawatan

religius ini diharapkan dapat berguna untuk psikologis pasien dan

keluarga pasien dalam perspektif berduka.

Hasil : Dari penelitian yang dilakukan didapatkan sekitar 25 %

menunjukkan bahwa pasien telah menerima perawatan sesuai dengan

nilai agama sedangkan 75 % belum mendapatkan perawatan secara

religius. Keluarga yang mendapat pelayanan perawatan keagamaan bagi

pasien berasal dari beberapa tim ahli yaitu perawatan agama oleh

seorang pekerja pelayanan khusus keagamaan (50%,), dokter (26%) dan

perawat (27%). Keluarga menilai dengan pelayanan agama secara

signifikan lebih berguna masa depan untuk pasien.


Kesimpulan : Keluarga pasien yang menerima perawatan secara

religius kemudian dievaluasi dari segi perawatan untuk melihat apakah

dari 3 komponen sangat berguna atau tidak berguna, mulai dari personal

pekerja (tim medis) (86 %), layanan keagamaan (82 %), dan musik

keagamaan (80 %).

BAB II

TELAAH JURNAL

2.1 Pendahuluan

Organisasi kesehatan dunia telah menyatakan bahwa

perawatan paliatif harus memperhatikan dari segi religius, rohani,

fisik, sosial dan psikologis. Spiritualitas telah diidentifikasi sebagai

salah satu keprihatinan utama pada pasien yang mendekati

kematian, dimana pasien tersebut sangat memerlukan dukungan

yang lebih. Perawatan secara religius telah terbukti memberikan

kontribusi untuk kenyamanan pasien pada akhir kehidupannya.

Menurut pakar kesehatan (Koenig et al.) mengatakan bahwa

keduanya cukup tumpang tindih dan karakteristik yang cukup

berbeda antara agama dan spiritualitas.

Institut kanker nasional mendefinisikan agama merupakan

bentuk keyakinan dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari

sedangkan spiritualitas sebagai cara untuk mencari jalan keluar.


Definisi agama dan spiritual terkadang mempunyai arti yang sama.

Di Jepang orang-orang beranggapan bahwa ibadah seperti doa

yang dianut oleh para kaum kristiani sangat berperan dalam

spiritual.

Sebanyak 50 % pasien penderita kanker telah memperkuat

agama, spiritualitas dan psikologis terkait dengan kualitas hidup

mereka yang nantinya dapat lebih baik dari kehidupan sebelumnya,

dan untuk mencapai kesejahteraan mereka.

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa spiritualitas

pasien yang berpartisipasi dalam sebuah penelitian, secara positif

sangat berkaitan dengan kualitas hidup dan kepercayaan mereka

kepada Allah. Religius, spiritual dan keyakinan memberikan sebuah

kerangka untuk menganggap makna sebuah penyakit yang

diberikan oleh Allah. Eksistensial sumber daya agama dapat

memberikan beberapa fungsi dalam perawatan pada penderita

kanker, termasuk mempertahankan harga diri, memberikan

kenyamanan, emosional dan memberikan rasa arti dan tujuan

hidup bagi penderita kanker itu sendiri. Mengatasi sebuah

permasalahan seperti menghadapi stres dalam kehidupan dengan

spiritual atau agama memberikan rasa berharap tentang sebuah

kehidupan. Penelitian ini menunjukkan pentingnya religi dan

spiritual aspek merawat pasien kanker.

Di Jepang, menurut penelitian Miyashita et al. telah

dijelaskan bahwa yang dipilih adalah keluarga berduka sebagai


peserta. Keluarga berduka ini dipilih karena melihat dari penyakit

yang diderita oleh pasien kanker sangatlah parah dan secara fisik

dan mental membutuhkan dukungan secara spiritual yang lebih.

Ditemukan bahwa berduka keluarga di Jepang diidentifikasi bahwa

kenyamanan religi dan spiritual sebagai faktor dalam mencapai

sebuah kematian yang baik pada akhir kehidupan.

Namun perbedaan budaya juga jelas dalam studi ini, karena

menurut Steinhauser et al menunjukkan bahwa 89% dan 85% dari

pasien Amerika menekankan berdoa dengan Allah. Sedangkan di

negara Jepang menekankan bahwa pentingnya mengetahui apa

yang diharapkan tentang kondisi fisik dan psikologis seorang

pasien penderita kanker dalam mencapai kematian yang baik.

Dengan demikian, tidak jelas apakah hasil studi tentang agama

perawatan di negara-negara barat juga akan sama dengan

penelitian yang dilakukan di Negara Jepang.

Karena itu, untuk memperjelas pandangan perawatan secara

religius dan meningkatkan spiritual perawatan di Jepang, kami

meneliti masalah ini dari sudut pandang berduka keluarga. Tujuan

dari studi yang untuk memperjelas apa yang dirasakan pasien dan

keluarga pasien setelah dilakukan perawatan religius di unit

perawatan paliatif dan melihat bagaimana efek kedepannya bagi

penderita kanker untuk kehidupan masa depannya nanti setelah

dilakukan perawatan religius.

2.2 Metode
Metode yang paling umum yaitu jenis khusus perawatan

paliatif layanan di Jepang adalah Unit Perawatan Paliatif. Oleh

karena itu, kami memilih anggota keluarga yang berduka pasien di

unit perawatan paliatif sebagai subjek studi. Semua unit

menyediakan perawatan paliatif melalui tim medis yang termasuk

dokter, perawat, psikiater, psikolog klinis, dan pekerja sosial medis.

Beberapa unit perawatan paliatif menyediakan perawatan rutin

keagamaan oleh pekerja perawatan pastoral atau imam. Rincian

dari isi layanan telah diberikan dalam studi sebelumnya.

Untuk kriteria inklusi sebagai berikut : (1) anggota keluarga

pasien dewasa yang berduka karena ada keluarga yang menderita

kanker (satu anggota keluarga dipilih untuk setiap pasien), (2)

berusia 20 tahun lama atau lebih, (3) mampu menjawab kuesioner

dilaporkan sendiri, (4) menyadari diagnosis keganasan, dan (5)

tidak ada tekanan psikologis serius. Kriteria terakhir pada asumsi

dokter yang dapat mengidentifikasi keluarga mana yang mungkin

menderita beban psikologis yang serius karena survei ini.

Penyelesaian dan kembalinya kuesioner dianggap sebagai

persetujuan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Etika dan

ilmiah validitas dari studi dikonfirmasi oleh Dewan review

kelembagaan setiap rumah sakit.

Penelitian ini dilakukan dengan metode crosssectional

melalui survey yang dilakukan pada keluarga berduka pasien

kanker yang telah melakukan perawatan di 100 unit perawatan


paliatif di Jepang. Struktur unit paliatif care telah digambarkan

pada penelitian sebelumnya. Kuisioner yang dikirim ke keluarga

berduka pada Juni 2007 dan lagi ke keluarga bukan responden

pada Agustus 2007. Penelitian itu disetujui oleh komite etis kampus

St. Maria. Perbedaan dalam kegunaan penelitian diklasifikasikan

berdasarkan ada atau tidaknya keyakinan suatu agama, penting

tidaknya perbedaan ditentukan menggunakan tes X2.

2.3 Hasil

Survei dilakukan pada 592 keluarga yang anggota

keluarganya merupakan pasien kanker yang dirawat di unit

perawatan paliatif di Jepang. Tanggapan diperoleh dari 378

keluarga, dan 281 tanggapan yang ada cocok untuk di analisis.

Tabel. 1 menyimpulkan mengenai latar belakang responden

(anggota keluarga yang berduka). Tanggapan responden 25%

(n=83) menunjukkan bahwa pasien telah menerima perawatan


agama (spiritual), 75% (n=255) tidak menerima dan tidak peduli

dengan terapi spiritual dan untuk sisanya merupakan data yang

tidak memenuhi kriteria penelitian. Dari sudut pandang keluarga,

pasien tidak perlu menerima perawatan spiritual karena pasien

merasa tidak membutuhkan perawatan ini atau memiliki citra

buruk terhadap agama (n=113, 44%), kesadaran atau kondisi fisik

pasien terlalu buruk untuk menerima perawatan agama (n=97,

38%), pasien tidak tahu bagaimana cara untuk mendapatkan

perawatan agama (spiritual) meskipun mereka ingin untuk

mendapatkan perawatan ini (n=10, 4%), dan alasan lainnya (n=33,

14%). Dari semua responden terdapat 2 keluarga (n=2, 1%)

melaporkan bahwa mereka ditolak ketika meminta perawatan

spiritual karena alasan peraturan rumah sakit, meskipun mereka

benar-benar menginginkan perawatan ini.

Tabel 2. Menyimpulkan manfaat yang dirasakan dari

perawatan agama (spiritual) yang diterima oleh pasien dalam

perawatan unit paliatif. Keluarga pasien dengan keyakinan agama


di saat diagnosis disebut sebagai keluarga dengan agama

beranggapan bahwa kegiatan-kegiatan berikut sangat berguna

sekali : Menghadiri layanan agama (82%), membaca buku atau

menonton video tentang agama (64%), mendengarkan membaca

Kitab suci Buddha atau Alkitab (68%), mendengarkan musik

religius (80%), suasana religius di rumah sakit (78%), membaca

majalah agama yang diterbitkan oleh rumah sakit (38%), rapat

dengan pastoral pekerja perawatan (86%), dokter berbicara

dengan topik agama dan berdoa (54%), perawat berbicara tentang

topik agama dan berdoa (64%).

2.4 Pembahasan
2.4.1 Persepsi Perawatan Agama Yang Diterima Oleh Pasien Di
Unit Perawatan Paliatif

Lebih dari 80 % dari keluarga pasien yang mendapat

perawatan agama merasa dapat menghadiri suatu ibadah,

mendengarkan musik keagamaan, suasana, agama dan pertemuan

dengan seorang pastoral (toko agama) dan hal ini sangat berguna.

Khususnya, yang dirasakan kegunaan dari pertemuan dengan

seorang pastoral (86%) dan menghadiri ibadah (82%) sangat tinggi

dalam penelitian ini. Pentingnya pertemuan dengan seorang

pastoral sesuai dengan studi kerohanian dll, di mana (82%) pasien

merasa kebutuhan spiritual mereka telah ditangani dan dilihat

interaksi mereka dengan cara layanan yang positif. Kegunaan dari

musik keagamaan memberi atmosfer yang sesuai dengan studi

sebelumnya, di mana menunjukkan bahwa ( musik, ritual, dan doa )


dalam pertemuan suci yang bermanfaat bagi pasien kanker. Di sisi

lain, alasan untuk rendahnya persentase keluarga yang merasa

bahwa membaca majalah yang diterbitkan oleh rumah sakit itu

berguna (38%) dengan isi majalah keagamaan yang didesain untuk

keluarga pasien tidak hanya secara umum tetapi berfokus pada

perawatan psikologis untuk pasien kanker. Sakit parah mungkin

membuat pasien merasa dekat dengan akhir kehidupan sehingga

tidak mempunyai kekuatan untuk membaca dan mungkin saja lebih

memilih perawatan yang bersifat keagamaan secra fisik yang lebih

efisien. Secara keseluruhan, keluarga pasien yang menerima

perawatan agama umumnya merasa bahwa perawatan itu berguna.

Di samping itu 95 % ( n=39 ) pasien yang dinyatakan pendapat

mengenai kepedulian agama ( n=41 ) merasa bahwa perawatan

sangat berguna. Mengingat evaluasi ini, hasilnya menunjukkan

bahwa kedua keluarga dan pasien yang mendapat perawatan

agama yang umumnya puas dengan perawatan.

Sekitar 75 % pasien tidak menerima perawatan agama

dengan alasan pasien tidak memperdulikannya. Hasil ini berbeda

dari orang-orang di sebuah studi di Negara barat, di mana 23 dari

53 pasien mengakui (70 %, n=37) yang dikunjungi oleh seorang

pendeta dalam dua hari untuk diberikan pelayanan keagamaan.

Selain itu, 14% keluarga melaporkan bahwa pasien tidak menerima

perawatan agama karena agama mereka berbeda dari yang

ditawarkan oleh rumah sakit. Dengan adanya pelayanan

keagamaan yang ditawarkan oleh rumah sakit, diharapkan mampu


mengembangkan fasilitas medis dalam bentuk perawatan

keagamaan yang diinginkan oleh pasien.

2.4.2 Kegunaan dari perawatan agama untuk masa depan pasien

Sekitar setengah dari keluarga merasa bahwa peduli dengan

perawatan keagamaan sangat berguna untuk masa depan pasien

seperti menghadiri kegiatan keagamaan, pertemuan dengan

seorang pastoral. Namun, sekitar 70 % keluarga merasa bahwa

dokter (atau perawat) yang berbicara tentang agama dan berdoa

adalah topik tidak berguna atau berbahaya. Hasil tersebut

tampaknya tidak konsisten dengan temuan pada budaya barat

bahwa pasien menuntut dokter untuk berpartisipasi dalam

perawatan, dengan studi yang menunjukkan bahwa kebanyakan

pasien ingin dokter peduli dan menganggap mereka dalam

kebutuhan spiritual untuk keseluruhan perawatan 21% dan yang

lebih dari 50% dari pasien berpikir untuk dokter menanyakan

sesuai tentang keyakinan agama mereka.

2.4.3 Keterbatasan

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, data

yang diperoleh dari anggota keluarga yang ditinggalkan, dan

dengan demikian apakah pandangan yang sama akan diperoleh

dari pasien kanker yang sakit parah. Pemberian perawatan

keagamaan hanya diberikan kepada pasien kanker yang sakit parah

yang dirawat di unit perawatan paliatif yang bersertifikat.


Selanjutnya, beberapa layanan ini di danai oleh yayasan

keagamaan tertentu (terutama Kristen) di Jepang. Oleh karena itu,

hasil mungkin tidak berlaku untuk pasien lain dan keluarga.

2.5 Kesimpulan

Para keluarga dan pasien yang menerima perawatan agama

biasanya di evaluasi perawatan agama sebagai sangat berguna

atau bermanfaat. Untuk pasien masa depan, beberapa keluarga

mengira perawatan agama akan berguna, tetapi banyak berpikir

bahwa perawatan tersebut diberikan oleh dokter dan perawat tidak

begitu berguna atau bahkan berbahaya. Perawatan agama mungkin

lebih menguntungkan bagi pasien yang menginginkan perawatan

ini dan bagi mereka dengan agama. Untuk pasien tanpa agama,

umum perawatan psychoexistential mungkin lebih sebagai

alternatif.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kelebihan Penelitian


3.1.1 Substansi

Jurnal ini signifikan dan berkontribusi dalam bidang

keperawatan di Indonesia khususnya keperawatan medical

sebagai terapi psikologis pada pasien kanker dengan pendekatan

nilai keagamaan.

3.1.2 Teori
Teori yang dipaparkan oleh jurnal merupakan hal yang baru

dan sangat menarik, yaitu pendekatan nilai-nilai keagamaan atau

kebutuhan spiritual pada pada pasien kanker.

3.1.3 Metodologi

Metode yang digunakan dalan penelitian ini menggunakan

desain penelitian crosectional. Teknik pengambilan data

menggunakan tekhnik survey pada 378 keluarga penderita kanker.

Penelitian ini telah memenuhi etika penelitian dan telah di validasi

pada setiap instansi rumah sakit tempat penelitian.

3.1.4 Interpretasi

Interpretasi hasil penelitian ini disajikan dengan beberapa

tabel, yaitu karakteristik responden dan manfaat yang dirasakan

dari perawatan spiritual. Interpretasi yang disampaikan sangat

terbuka dengan menggunakan persentase.

3.1.5 Etika

Dalam penelitian ini disampaikan telah memenuhi etika

penelitian dengan bukti validitas dari beberapa tempat penelitian.

3.1.6 Gaya penulisan


Penyajian abstrak kurang dari 300 kata, latar belakang

menggunakan tehnik MKKS (masalah, kronologis, kesenjangan,

dan solusi), metode penelitian yang disajikan cukup jelas mulai dari

desain hingga analisa data penelitian yang digunakan. Hasil yang

disampaikan menggunakan persentase, sehingga dapat membantu

pembaca dalam menginterpretasikan hasil penelitian.

3.2 Kekurangan Penelitian


3.2.1 Substansi

Dalam jurnal ini hanya menjelaskan pengaruh pendekatan

spiritual keagamaan pada penderita kanker, namun dalam

penelitian ini tidak dijelaskan lebih spesifik manfaat keagamaan

terhadap stadium kanker.

3.2.2 Teori

Jurnal ini kurang menjelaskan secara detail tentang teori

yang digunakan, mulai dari tahun serta teori yang mendukung dari

penelitian. Dan hasil penelitian telah dijabarkan secara detail

tentang perawatan kebutuhan spiritual namun sangat minim pada

teorinya.

3.2.3 Metodologi
Penelitian ini menggunakan tehnik survey dalam

pengambilan data dengan menggunakan kuisioner sebagai alat

penelitian. Sehingga sangat dimungkinkan terjadi missing data,

fakta yang kurang akurat, dan ketidak jujuran dari responden.

Penelitian ini akan lebih baik jika dilakukan metode eksperimental

prepost test, sehingga dapat dilihat dengan jelas hasil yang

didapat.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini dengan

pendekatan cross sectional sampling dimana teknik sampling ini

terdapat kriteria inklusi dan ekslusi. Namun dalam peneliutian ini

hanya menjelaskan kriteria inklusi saja.

3.2.4 Interpretasi

Hasil interpretasi menurut penelaah sangat baik jika dilihat

dari penyajian data observasional, sehingga penelaah tidak

mendapatkan kekurangan dalam penyampaian interpretasi hasil

penelitian.

3.2.5 Etika

Dalam penelitian ini telah dicantumkan telah menggunakan etika

penelitian, namun beberapa etik penelitian yang mendukunng etika

penelitian tidak dicantumkan dalam penelitian ini. Sebaiknya etika

penelitian harus tetap dijaga dengan menghormati prinsip

autonomity, anonimity, dan confidentiality dapat dijelaskan sebagai

berikut.
Autonomity (hak untuk menjadi responden) yaitu

membagikan lembar pengantar kuesioner kepada subjek

penelitian, dengan tujuan supaya subyek mengetahui

identitas peneliti, maksud, tujuan, dan manfaat penelitian.

Anonimity (tanpa nama) yaitu kerahasian identitas

responden terjaga dengan cara peneliti tidak mencantumkan

nama responden pada lembar kuesioner.

Confidentiality (kerahasiaan) yaitu data dan informasi

mengenai responden dalam kuesioner disimpan dalam

lemari arsip dan hanya peneliti saja yang bisa mengakses

informasi tersebut.

3.2.6 Gaya Penulisan

Semua unsur jurnal ada dalam jurnal ini. Namun penelitian


ini belum menyampaikan teori yang digunakan. Sehingga membuat
para pembaca akan mencari refrensi teori lain untuk memahami
penelitian ini.

3.3 Referensi atau Penelitian Lain Terkait


3.3.1 Konsep Kebutuhan Spiritual

Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk

mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi

kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau

pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya

dengan Tuhan (Carson, 1989). Maka dapat disimpulkan kebutuhan

spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan

hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa


keterikatan dan kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan

maaf. Adapun adaptasi spiritual adalah proses penyesuaian diri

dengan melakukan perubahan perilaku yang didasarkan pada

keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki sesuai dengan agama

yang dianutnya (Asmadi, 2008: 258).

Individu sebagai makhluk spiritual mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut :

1. Diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sempurna dibanding

makhluk ciptaan lainnya.

2. Memiliki rohani/jiwa yang sempurna (akal, pikiran, perasaan

dan kemauan).

3. Individu diciptakan sebagai khalifah (penguasa dan pengatur

kehidupan) dimuka bumi.

4. Terdiri atas unsur bio-psiko-sosial yang utuh (Ali H.Z, 2002:


43).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan spiritual


antara lain :

Perkembangan. Usia perkembangan dapat menentukan

proses pemenuhan kebutuhan spiritual, karena setiap tahap

perkembangan memeliki cara meyakini kepercayaan

terhadap Tuhan.

Keluarga. Keluarga memiliki peran yang cukup strategis

dalam memenuhi kebutuhan spiritual, karena keluarga

memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu berinteraksi

dalam kehidupan sehari-hari.


Ras/suku. Ras/suku memiliki keyakinan/kepercayaan yang

berbeda, sehingga proses pemenuhan kebutuhan spiritual

pun berbeda sesuai dengan keyakinan yang dimiliki.

Agama yang dianut. Keyakina pada agama tertentu yang

dimiliki oleh seseorang dapat menentukan arti pentingnya

kebutuhan spiritual.

Kegiatan keagamaan. Adanya kegiatan keagamaan dapat

selalu mengingatkan keberadaan dirinya dengan Tuhan dan

selalu mendekatkan diri kepada Penciptanya (Asmadi, 2008:

254-257).

3.3.2 Konsep Penyakit Kanker

Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pembelahan

sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk

menyerang jaringan biologis yang lain. Kanker merupakan

penyebab kematian nomor tiga di dunia setelah penyakit

kardiovaskular dan infeksi. Survey Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) tahun 2001 mendapatkan bahwa penyakit kanker

merupakan penyebab kematian nomor lima di Indonesia setelah

penyakit kardiovaskuler, infeksi, pernafasan dan pencernaan

(http://www.depkes.go.id).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa tahun

2003, setiap tahun timbul lebih dari 10 juta kasus penderita baru

kanker dengan prediksi peningkatan setiap tahun kurang lebih


20%. Jumlah penderita baru penyakit kanker tahun 2020

diperkirakan meningkat hampir 20 juta penderita, 84 juta orang

diantaranya akan meninggal pada sepuluh tahun ke depan bila

tidak dilakukan usaha yang memadai. Berdasarkan data statistik

global kanker, lima peringkat kanker yang sering dialami pria

adalah kanker kerongkongan (18%), kanker perut (11,9%), kanker

kolon (9,4%), kanker prostat (9,2%) dan kanker liver (7,4%).

Sedangkan pada wanita, lima peringkat kanker yang sering dialami

adalah kanker payudara (21%), kanker kolon (10,1%), kanker

serviks (9,8%), kanker perut (7,6 %), dan kanker kerongkongan

(7,06%).

Upaya untuk pengobatan kanker dilakukan dengan

kemoterapi, penyinaran, pembedahan, dan terapi kombinasi.

Namun masing-masing cara dari pengobatan kanker tersebut

masih memiliki kelemahan, sehingga pengobatan kanker pada

umumnya sampai saat ini belum ada yang menunjukkan hasil yang

memuaskan.

3.4 Evidence Based Nursing


3.4.1 Analisis Jurnal Dengan Metode PICO
1. Population

Populasi dari penelitian yaitu penderita kanker. Dalam

penelitian tersebut tidak disebutkan populasi yang jelas, namun

sample yang digunakan sebanyak 378 dan penelitian dilakukan

pada unit perawatan paliatif di Jepang.

2. Intervention
Perawatan kebutuhan spiritual pada pasien penderita kanker.

3. Comparation

Untuk pasien penderita kanker, beberapa keluarga mengira

bahwa perawatan agama akan berguna, tetapi banyak berpikir

bahwa perawatan tersebut diberikan oleh dokter dan perawat tidak

begitu berguna atau bahkan berbahaya. Perawatan agama mungkin

lebih menguntungkan bagi pasien yang menginginkan perawatan

ini dan bagi mereka dengan agama. Dan dampak dari penelitian ini

adalah pasien dan keluarga pasien mengganggap terapi

keagamaan tersebut mempunyai efek samping yang kecil dan

keluarga pasien lebih dapat menerima apa yang akan terjadi kelak

pada pasien kanker tersebut setelah diberikan perawatan

keagamaan.

Jika dibandingkan dengan artikel tentang efek terapi musik

terhadap perawatan pada pasien dengan kanker, penelitian

tersebut menggunakan metode komplementer dan pengobatan

alternatif untuk menambah kontrol nyeri meliputi relaksasi,

meditasi, dan gangguan melalui penggunaan percakapan staf-

directed dan terapi musik. Efek yang menyembuhkan dari terapi

musik tidak hanya terbatas pada kesehatan mental. Terapi musik

sepertinya memberi kekuatan komunikasi dan ketrampilan fisik,

begitu pula perannya dalam memperbaiki fungsi fisik maupun

mental. Keuntungan dengan menggunakan terapi musik pada

penderita kanker yaitu nyeri dan cemas yang dirasakan pasien

dapat berkurang, selain itu terapi musik relatif murah, mudah


diterapkan, dan tidak ada efek sampingnya. Adapun persamaan

penelitian ini dengan penelitian terapi musik pada penderita kanker

tersebut adalah sama-sama menggunakan efek psikologis dalam

menentukan outcomenya. Sedangkan perbedaannya pada metode riset

yang digunakan.

4. Outcome

Diharapkan dengan pemberian perawatan kebutuhan spiritual

dapat menurunkan efek psikologis keluarga dan pasien dari

penyakit kanker yag diderita pasien.

3.4.2 Korelasi Isi Jurnal Dengan Setting Klinik

Menurut hasil jurnal, dari 378 responden hanya 25%

keluarga/pasien/responden yang telah menerima perawatan

kebutuhan spiritual, sedangan 75% lainnya tidak menerima dan

tidak peduli akan perawatan kebutuhan spiritual ini. Penelitian ini

juga sebanyak 44% menyebutkan bahwa keluarga atau pasien

merasa tidak perlu menerima perawatan spiritual dan memiliki

citra buruk terhadap agama. Sebanyak 38% merasa kurang

kesadaran dan kondisi buruk fisik yang buruk untuk beribadah.

Sebanyak 10% menyatakan tidak tahu tentang perawatan ini,

sebanyak 14% alasan lain, dan sebanyak 1% mereka ditolak ketika

meminta perawatan spiritual karena alasan peraturan rumah sakit.

Dalam penelitian ini juga disampaikan kegiatan perawatan

spiritual yang dilakukan yaitu; menghadiri pelayanan agama,

membaca buku atau menonton video tentang agama,


mendengarkan dan membaca kitab suci, mendengarkan musik

religius, suasana religius dirumah sakit, membaca majalah agama

yang diterbitkan rumah sakit, paramedis dalam memberikan

tindakan dengan unsur agama.

Penelitian ini dilakukan di negara jepang dengan beberapa

suku budaya dan agama dan adapula yang tidak percaya agama.

Sehingga dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan 25% yang

hanya ingin dan menerima perawatan spiritual, sangat relevan

dengan keadaan sosiokultur yang ada di negara tersebut. Namun,

jika penelitian ini diterapkan pada beberapa negara dengan

penduduk yang mayoritas bernuansa agama; indonesia misalnya,

akan berbeda hasilnya. Terlebih pada beberapa instansi rumah

sakit dengan basis keagamaan; rumah sakit islam misalnya,

penelaah yakin akan berbeda hasilnya. Karena penelaah yakin

segala yang ada dibumi dan dilangit adalah kuasa tuhan, sehingga

hanya kepadaNYA lah kita meminta kesembuhan.


BAB IV

KESIMPULAN

1.1 Kesimpulan
1. Menurut hasil jurnal, dari 378 responden hanya 25% keluarga

pasien responden yang telah menerima perawatan kebutuhan

spiritual, sedangan 75% lainnya tidak menerima dan tidak peduli

akan perawatan kebutuhan spiritual ini.


2. Dalam penelitian ini juga disampaikan kegiatan perawatan spiritual

yang dilakukan yaitu; menghadiri pelayanan agama, membaca buku

atau menonton video tentang agama, mendengarkan dan membaca

kitab suci, mendengarkan musik religius, suasana religius dirumah

sakit, membaca majalah agama yang diterbitkan rumah sakit,

paramedis dalam memberikan tindakan dengan unsur agama.


1.2 Saran
1. Dari hasil penelitian, dapat diterapkan beberapa rumah sakit di

negara dengan pupolasi penduduk yang percaya pada agama.


2. Dapat dilakukan penelitian kembali pada pupulasi dan kriteria

inklusi yang berbeda dan dinegara-negara dengan penduduk yang

agamis.
DAFTAR PUSTAKA

Michiyo Ando1_, Ryo Kawamura2, Tatsuya Morita3, Kei Hirai4,5, Mitsunori Miyashita6,
Takuya Okamoto7 and Yasuo Shima8 (2010). Value of religious care for relief of psycho-
existential suffering in Japanese terminally ill cancer patients : the perspective of
bereaved family members. Psycho-Oncology 19: 750755

Joanne V.Loewy, DA,LCAT,MT-BC1, and Ralph Spintge,MD2,3 (2011). Prelude to the


Special Issue in Music and Medicine : Music Theraphy And Supportive Canceer
Care.International Assosiation For Music And Medicine 3(I) 5-6.

Anda mungkin juga menyukai