GANGGUAN TIROID
DEFINISI
Gangguan tiroid mencakup berbagai kondisi penyakit yang mempengaruhi produksi atau
sekresi hormon tiroid yang menyebabkan perubahan stabilitas metabolik. Hipertiroid dan
hipotiroid adalah sindroma klinik dan biokimia yang muncul dari peningkatan dan
penurunan produksi hormon tiroid.
TIROTOKSIKOSIS (HIPERTIROID)
PATOFISIOLOGI
Tirotoksikosis muncul ketika jaringan terpapar T4 atau T3,
atau keduanya, berlebih.
Tumor pituitari-pensekresi-TSH melepaskan hormon yang
aktif secara biologis yang tidak merespon kontrol umpan balik normal. Tumor bisa
menghasilkan prolaktin atau hormon pertumbuhan; sehingga pasien bisa mengalami
amenorrhea, galacthorrea atau akromegali.
Pada penyakit Grave, hipertiroid muncul dari aksi thyroid-
stimulating antibodies (TSAb) terhadap reseptor tirotropin pada permukaan sel tiroid.
Antibodi Imunoglobulin G (IgG) ini terikat ke reseptor dan mengaktifkan enzim
adenilat siklase dengan cara yang sama dengan TSH.
Suatu nodule tiroid otonom (toxic adenoma) adalah massa
tiroid terpisah yang kerjanya bebas dari kontrol pituitari. Hipertiroid biasanya muncul
dengan nodule lebih besar (yaitu, dengan diameter >4 cm).
Pada goiter (gondok) multinodular (penyakit Plummer),
folikel dengan fungsi otonom tinggi berada diantara folikel normal atau bahkan
folikel yang tidak berfungsi. Tirotoksikosis terjadi ketika folikel otonom
menghasilkan hormon tiroid lebih banyak dari yang dibutuhkan.
Tiroiditis subakut yang sangat nyeri (DeQuervain)
dipercaya disebabkan invasi viral pada parenkim tiroid.
Tiroiditis tanpa rasa sakit (sunyi, limfositik, postpartum)
adalah penyebab umum tirotoksikosis; etiologinya masih belum dipahami dan bisa
jadi heterogen.
Tirotoksikosis factia adalah hipertiroid yang dihasilkan
oleh konsumsi hormon tiroid eksogen. Ini bisa terjadi ketika hormon tiroid digunakan
untuk indikasi yang tidak sesuai, ketika dosis berlebih digunakan, atau ketika
digunakan secara rahasia oleh pasien.
Amiodarone bisa merangsang tirotoksikosis atau
hipotiroid. Agen ini menghambat 5-deiodinase tipe I, menyebabkan pengurangan
konversi T4 menjadi T3, dan pelepasan iodin dari obat bisa menyebabkan kelebihan
iodin. Amiodarone juga menyebabkan tiroiditis desktruktif dengan hilangnya
tiroglubulin dan hormon tiroid.
TAMPILAN KLINIK
Simtom tirotoksikosis termasuk gugup, emosi labil, mudah
pingsan, tidak tahan terhadap panas, turunnya berat bersamaan dengan peningkatan
nafsu makan, peningkatan frekeuensi pergerakan intestinal, palpitasi (=denyut jantung
yang cepat dan tidak teratur), kelemahan pada otot proksimal (bisa terlihat saat
menaiki tangga atau bangkit dari posisi duduk), dan menstruasi tidak teratur serta
kuantitasnya kecil.
Tanda fisik tirotoksikosis bisa termasuk rasa hangat, kulit
lembab dan kondisi rambut yang tidak biasanya bagus; lepasnya ujung kuku tangan
(onycholysis); retraksi (tertarik) kelopak mata dan kelopak mata atas masuk ke dalam
rongga jika memandang ke bawah (lid lag); takikardi sewaktu istirahat; tekanan pulsa
yang melebar, dan murmur (suara pelan, bisikan) dari ejeksi sistolik; terkadang
ginekomasti pada pria; getaran pada lidah yang terjulur dan tangan yang
direntangkan; dan reflek tendon dalam yang hiperaktif.
Penyakit Grave manifestasinya berupa hipertiroid,
pembesaran difus tiroid, dan temuan ekstratiroidal exophthalmos (= gerakan bola
mata abnormal), pretibial myxedema, dan thyroid acropachy. Kelenjar tiroid biasanya
membesar secara difus, dengan permukaan halus dan konsistensi dari lunak sampai
keras. Pada penyakit yang parah, bisa dirasakan getaran melalui stetoskop pada
kelenjar.
Pada tiroiditis subakut, keluhan pasien akan sakit yang
parah pada area tiroid, seringkali menyebar ke telinga di sisi yang sama. Demam
ringan umum terjadi, dan terlihat tanda sistemik serta simtom tirotoksikosis. Kelenjar
tiroid terasa padat lunak pada pemeriksaan fisik.
Tiroiditis sunyi mempunyai rangkaian trifasik yang
meniru tiroiditis subakut. Kebanyakan pasien merasakan simtom tirotoksik ringan;
retraksi kelopak mata dan lid lag terjadi tapi exophthalmos tidak. Kelenjar tiroid bisa
membesar secara difus, tapi pelunakan tiroid tidak terjadi.
Badai tiroid adalah kondisi darurat yang mengancam jiwa
yang ditandai dengan tirotoksikosis parah, demam tinggi (seringkali >1030F),
takikardi, takipnea (=bernafas dengan sangat cepat), dehidrasi, delirium, koma, mual,
muntah, dan diare. Faktor pencetus termasuk infeksi, trauma, operasi, perawatan
dengan iodine radioaktif, dan penghentian obat antitiroid.
DIAGNOSA
Peningkatan radioactive iodine uptake, RAIU (asupan
iodin radioaktif) merupakan indikasi hipertiroid sejati; kelenjar tiroid pasien
memproduksi T4, T3, atau keduanya (RAIU normal 10-30%) berlebih. Sebaliknya,
RAIU rendah mengindikasikan bahwa hormon tiroid berlebih bukan merupakan
konsekuensi dari hiperfungsi kelenjar tiroid.
Hipertiroid yang diinduksi TSH didiagnosa dengan adanya
hipermetabolisme perifer, pembesaran difus kelenjar tiroid, peningkatan hormon
tiroid bebas, dan peningkatan konsentrasi serum imunoreactif TSH. Karena kelenjar
pituitari sangat sensitif bahkan terhadap peningkatan kecil dari T4, TSH yang
terdeteksi pada pasien tirotoksik mengindikasikan produksi TSH yang tidak
semestinya.
Adenoma pituitari-pensekresi-TSH didiagnosa dengan
kurangnya respon terhadap stimulasi TRH, peningkatan jumlah TSH -subunit, dan
pencitraan radiologi.
Pada tirotoksik penyakit Grave, ada peningkatan secara
umum pada laju produksi hormon dengan peningkatan T3 yang tidak proporsional
dengan T4 (Tabel 18-1). Kejenuhan TBG meningkat karena peningkatan serum T 4 dan
T3, yang dtandai dengan peningkatan asupan resin T3. Sebagai hasil, konsentrasi
T4bebas, T3bebas dan index T3 dan T4 bebas meningkat bahkan lebih tinggi serum T 4
total yang terukur, dan konsentrasi T3. Jumlah TSH tidak terdeteksi karena umpan
balik negatif oleh peningkatan level hormon tiroid di pituitari. Diagnosa tirotoksikosis
dikonfirmasi oleh pengukuran konsentrasi serum T4, asupan resin T3 (atau T4 bebas),
dan TSH. Peningkatan RAIU 24 jam (diperoleh pada individu yang tidak hamil)
membuktikan bahwa kelenjar tiroid menyalahgunakan iodin untuk memproduksi
hormon tiroid ketika pasien tirotoksik.
Toxic adenoma bisa menyebabkan hipertiroid dengan
nodula yang lebih besar. Karena ada banyak peningkatan serum T3 dari nodul otonom,
level T3 harus diukur untuk memastikan toksikosis T3 bukan merupakan penyebab
jika level T4 normal. Setelah pembuktian (menggunakan radioiodine scan) toxic
thyroid adenoma mengumpulkan iodin lebih banyak dari jaringan disekitarnya, fungsi
independen dibuktikan dengan kegagalan nodule otonom untuk menurunkan asupan
iodin selama pemberian T3 eksogen.
Pada goiter multinodula, thyroid scan akan menunjukkan
daerah kecil jaringan tiroid yang berfungsi otonom.
Tabel 18-1. Hasil Uji Fungsi Tiroid pada Berbagai Kondisi Tiroid
T4 Total T4 Bebas T3 Total T3 Resin Indeks Tiroksin TSH
Uptake Bebas
Normal 4,5-12,5 0,8-1,5 80-220 22-34% 1,0-4,3 U 0,26-6,7
/dL ng/dL ng/dL mIu/L
Hipertiroid
Hipotiroid
Peningkatan TBG Normal Normal Normal
Iodida
Iodida sebenarnya menghalangi pelepasan hormon tiroid,
inhibit biosintesis hormon tiroid dengan menghalangi penggunaan iodida intratiroid,
dan menurunkan ukuran dan vaskularitas kelenjar.
Perbaikan simtom terjadi dalam 2-7 hari sejak memulai
terapi, dan konsentrasi serum T3 dan T4 bisa berkurang selama beberapa minggu.
Iodida sering digunakan sebagai terapi tambahan untuk
menyiapkan pasien dengan penyakit Grave sebelum menjalani operasi, untuk
menginhibisi pelepasan hormon tiroid dan dengan cepat mencapai keadaan euthyroid
(= kelenjar tiroid berfungsi normal) pada pasien yang sangat tirotoksik dengan
dekompensasi kardia, atau untuk meng-inhibit pelepasan hormon tiroid setelah terapi
RAI.
Kalium iodida tersedia sebagai larutan jenuh (SSKI, 38
mg iodida per tetes) atau larutan Lugol, mengandung 6,3 mg iodida per tetes (Tabel
18-2).
Dosis awal tipikal SSKI adalah 3-10 tetes tiap hari (120-
400 mg) dalam air atau jus. Ketika digunakan untuk mempersiapkan pasien sebelum
operasi, sebaiknya diberikan 7-14 hari sebelum operasi.
Sebagai pelengkap RAI, SSKI sebaiknya tidak digunakan
sebelum tapi sebaiknya 3-7 hari setelah perawatan dengan RAI sehingga radioactive
iodine bisa terkumpul di tiroid.
Efek samping termasuk reaksi hipersensitivitas (kulit
kemerahan, drug fever, rhinitis [= inflamasi membran mukosa hidung],
conjunctivitis); pembengkakan kelenjar ludah, iodisme (rasa logam, mulut dan
tenggorokan terbakar, nyeri pada gigi dan gusi, simtom head cold, dan terkadang
gangguan perut dan diare); dan ginekomasti.
Adrenergik blocker
blocker telah digunakan secara luas untuk mengurangi
simtom tirotoksik seperti palpitasi, cemas, tremor, dan tidak tahan panas. Agen ini
tidak mempunyai efek pada tirotoksikosis perifer dan metabolisme protein dan tidak
mengurangi TSAb atau mencegah badai tiroid. Propanolol dan nadolol secara
parsial menghalangi perubahan T4 menjadi T3, tapi kontribusinya kecil terhadap terapi
keseluruhan.
blocker biasanya digunakan sebagai terapi tambahan
dengan obat antitiroid, RAI, atau idodida dalam penanganan penyakit Grave atau
toxic nodule; pada persiapan sebelum operasi; atau pada badai tiroid. blocker
adalah terapi primer hanya untuk tiroiditis dan hipertiroid yang diinduksi iodin.
Dosis propanolol yang dibutuhkan untuk mengurangi
simtom adrenergik bervariasi, tapi dosis awal 20-40 mg empat kali sehari efektif
untuk kebanyakan pasien (denyut jantung <90 denyutan per menit). Pasien lebih
muda atau dalam kondisi lebih toksik bisa membutuhkan sampai 240-480 mg/hari).
blocker dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung kongestif, kecuali kelainan itu hanya karena takikardi (curah tinggi), dan pada
pasien yang mengembangkan cardiomyopati dan gagal jantung. Efek samping lain
termasuk mual, muntah, cemas, insomnia, lightheadedness, bradikardi, dan gangguan
hematologi.
Simpatolitik yang bekerja sentral (seperti, clonidin) dan
antagonis saluran Ca (seperti, diltiazem) bisa berguna untuk mengontrol simtom
ketika dikontraindikasi kan untuk blocker.
Radioactive iodine
Natrium iodida 131 (131I) adalah cairan oral yang
terkumpul di tiroid dan mengganggu sintesis hormon dengan masuk ke hormone
tiroid dan tiroglobulin. Setelah periode beberapa minggu, folikel yang telah diambil
RAI dan folikel disekitarnya mengalami nekrosis selular dan fibrosis jaringan
interstitial.
RAI adalah agen pilihan untuk penyakit Grave, nodul
otonom toksik, dan toxic multinodular goiter. Kehamilan merupakan kontraindikasi
absolut untuk penggunaan RAI.
blocker adalah terapi tambahan primer untuk RAI, karena
bisa diberikan kapan saja tanpa perlu menyesuaikan dengan terapi RAI.
Pasien dengan penyakit kardia dan pasien lansia sering
dirawat dengan thionamide sebelum RAI ablation (ablation = pengangkatan jaringan)
karena hormon tiroid akan naik singkat setelah perawatan RAI karena pelepasan
preformed hormon tiroid.
Obat-obat antitioid sebaiknya tidak rutin diberikan setelah
RAI, karena penggunaannya dihubungkan dengan tingginya kejadian serangan
hipertiroid setelah perawatan atau hipertiroid yang bertahan.
Jika iodida diberikan, sebaiknya diberikan 3-7 hari setelah
RAI untuk mencegah interaksi dengan asupan RAI di kelenjar tiroid.
Target terapi adalah menghancurkan sel tiroid yang
hiperaktif, dan dosis tunggal 4000-8000 rad menghasilkan kondisi euthyroid pada
60% pasien setelah 6 bulan atau kurang. Dosis kedua RAI sebaiknya diberikan 6
bulan setelah RAI pertama jika pasien tetap hipertiroid.
Hipotiroid umum terjadi setelah RAI. Efek samping akut,
jangka pendek, termasuk pelunakan tiroidal ringan dan dysphagia (= kesulitan
menelan). Terapi lanjutan jangka panjang belum terbukti meningkatkan resiko
terbentuknya karsinoma tiroid, leukimia, atau defek kongenital.
Operasi
Pengangkatan kelenjar tiroid adalah perawatan pilihan
untuk cold nodule yang sudah ada, goiter yang sangat besar, dan pasien yang
dikontraindikasikan untuk thionamide (yaitu, alergi atau efek samping) dan RAI
(yaitu, kehamilan).
Jika direncanakan tiroidektomi, PTU atau methimazole
biasanya diberikan sampai pasien euthyroid secara biokimia (biasanya 6-8 minggu),
diikuti penambahan iodida (500 mg.hari selama 10-14 hari) sebelum operasi untuk
menurunkan vaskularitas kelenjar. Levothyroxine bisa ditambahkan untuk menjaga
kondisi euthyroid sementara thidinamide dilanjutkan.
Propanolol telah digunakan selama beberapa minggu
sebelum operasi dan 7-10 hari setelah operasi untuk menjaga denyut <90 denyut per
menit. Kombinasi pretreatment dengan propanolol dan 10-40 hari kalium iodida juga
telah diajukan.
Komplikasi termasuk serangan ulang hipertiroid atau
hipertiroid yang bertahan (0,6-0,8%), hipotiroid (sampai 49%), hipoparatiroid
(sampai 4%), dan gangguan pita suara (sampai 5%). Serangan hipotiroid yang sering
membutuhkan terapi lanjutan.
HIPOTIROID
PATOFISIOLOGI
Mayoritas pasien hipotiroid mempunyai kegagalan kelenjar
tiroid (hipotiroid primer), penyebab termasuk tiroiditis otoimun kronik (panyakit
Hashimoto), iatrogenic (= penyakit karena pemeriksaan atau perawatan medis)
hipotiroid, defisiensi idine, defek enzim, hipoplasia tiroid, dan goitrogen.
Kegagalan pituitari (hipotirid sekunder) adalah sebab tidak
umum yang muncul dari tumor pituitari, terapi operasi, radiasi pituitari eksternal,
nekrosis pitutari setelah melahirkan, tuberkulosis, histiocytosis, dan mekanisme
otoimun.
TAMPILAN KLINIK
Manifestasi hipotiroid pada orang dewasa termasuk kulit
kering, tidak tahan dingin, berat bertambah, konstipasi, kelemahan, lethargy (=
kondisi patologi tidur berlebih atau tidak responsif), fatigue (= merasa sangat capai),
depresi, dan ucapan yang lambat dan kasar. Pada anak, defisiensi hormn tiroid
manifestasi bisa berupa retardasi mental.
Tanda fisik termasuk kulit dan rambut yang kasar, kulit
dingin, periorbital puffiness, bradikardi, kejang otot, myalgia (=nyeri otot), dan
kekakuan. Sindrom neurologik reversibel seperti carpal tunnel syndrome (=tangan
dan jari terasa sangat nyeri karena tekanan pada saraf, salah satunya disebabkan
gerakan berulang dalam waktu yang lama), ploineuropati, dan disfungsi serebral juga
bisa terjadi. Umum terjadi objective weakness (dengan otot proksimal lebih
terpengaruh dari otot distal) dan relaksasi yang lambat dari tendon dalam.
Kebanyakan pasien dengan hipotiroid sekunder mempunyai
tanda klinik gangguan kerja pituitari seperti menstruasi tidak normal dan menurunnya
libido, atau bukti adanya adenoma pituitari seperti defek penglihatan, galacthorrea,
atau tampilan akromegali.
Koma myxedema adalah tahap akhir hipotiroid yang tidak
ditangani dan manifestasinya berupa hipotermia, simtom hipotiroid tahap akhir, dan
perubahan sensori yang berkisar dari delirium sampai koma. Penyakit yang tidak
dirawat dihubungkan dengan tingkat mortalitas yang tinggi.
DIAGNOSIS
Peningkatan TSH adalah bukti pertama dari hipotiroid
primer. Banyak pasien mempunyai level T4dalam rentang normal (hipotiroid
kompensasi) dan beberapa, jika ada, simtom hipotiroid. Dengan perjalanan penyakit,
konsentrasi T4 jatuh di bawah normal. Konsentrasi T3 sering dijaga di tingkat normal
meski T4 rendah. RAIU bukan merupakan uji yang berguna pada evaluasi hipotiroid.
Hipotiroid sekunder bisa dicurigai pada pasien dengan
penurunan jumlah tiroksin dan jumah TSH yang rendah atau normal.
HASIL YANG DIINGINKAN
Tujuan perawatan hipotiroid adalah menormalkan konsentrasi hormon tiroid di jaringan,
mengurangi simtom, mencegah defisit neurologik pada bayi yang baru lahir dan anak,
dan memulihkan abnormalitas biokimia pada hipertiroid.
PERAWATAN HIPOTIROID (TABEL 18-4)
Levotiroksin (L tiroksin) adalah obat pilihan untuk
penggantian hormon tiroid dan terapi supresif karena stabil secara kimia, relatif
murah, bebas antigen, dan mempunyai potensi yang seragam; tetapi, semua sediaan
tiroid komersial yang ada bisa digunakan.
Penggantian sediaan levotiroksin sebaiknya dilakukan
dengan hati-hati kecuali telah dicapai bioekivalensi.
Karena T3 (dan bukan T4) adalah bentuk aktif biologis,
pemberian levotiroksin menghasilkan penumpukan hormon tiroid yang siap diubah
menjadi T3.
Kolestiramin, kalsium karbonat, sucralfat, aluminium
hidroksida, ferrous sulfate, sediaan kedelai, dan suplemen fiber bisa mengganggu
absorpsi levotiroksin dari saluran cerna. Obat yang meningkatkan kliren T 4
noniodinasi termasuk rifampin, carbamazepin, dan mungkin fenitoin. Amiodarone
bisa menghalangi konversi T4 menjadi T3.
Pasien muda dengan penyakit yang sudah lama diidap atau
pasien lebih tua tanpa penyakit kardia yang diketahui bisa memulai terapi dengan
levotiroksin 50 g sehari dan ditingkatkan menjadi 100 g sehari setelah 1 bulan.
Dosis harian awal yang dianjurkan untuk pasien lebih tua
atau mereka dengan penyakit kardiak adalah 25 g/hari yang dititrasi dengan
peningkatan 25 g tiap bulan untuk mencegah stress pada sistem kardiovaskular.
Levotiroksin adalah obat pilihan pada wanita hamil, dan
target perawatan adalah mengurangi TSH sampai 1 mIu/l dan menjaga konsentrasi T 4
bebas pada rentang normal.