Anda di halaman 1dari 10

Bab 18

GANGGUAN TIROID
 DEFINISI
Gangguan tiroid mencakup berbagai kondisi penyakit yang mempegaruhi produksi atau
sekresi hormon tiroid yang menyebabkan perubahan stabilitas metabolik. Hipertiroid dan
hipotiroid adalah sindroma klinik dan biokimia yang muncul dari peningkatan dan
penurunan produksi hormon tiroid.
 FISIOLOGI HORMON TIROID
 Hormon tiroid, tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dibentuk
pada tiroglobulin, suatu glikoprotein besar yang disintesis dalam sel tiroid. Iodida
inorganik memasuki sel folikel tiroid dan dioksidasi oleh tiroid peroksidase dan
terikat secara kovalen ke residu tirosin dari tiroglobulin.
 Residu tiroid teriodinase, monoiodotirosin (MIT) dan
diioditirosin (DIT) bergabung membentuk iodotironin dalam reaksi yang dikatalisa
oleh tiroid peroksidase. DIT dan DIT membentuk T 4, sedang MIT dan DIT
membentuk T3.
 Hormon tiroid dilepaskan ke aliran darah dengan
proteolisis dalam sel tiroid. T4 dan T3 ditranspor ke aliran darah oleh tiga protein:
thyroid-binding globulin (TBG), thyroid-binding prealbumun (TBPA), dan albumin.
Hanya hormon tiroid bebas (tak terikat) yang mampu masuk ke sel, menimbulkan
efek biologis, dan mengatur sekresi thyroid stimulating hormone (TSH) dari kelenjar
pituitari.
 T4 disekresi hanya pada kelenjar tiroid, tapi <20% T 3
diproduksi disana; mayoritas T3 dibentuk dari pemecahan T4 yang dikatalisa enzim
5’-monodeiodinase yang ditemukan di jaringan perifer. T3 sekitar tiga sampai lima
kali lebih aktif dari T4.
 T4 bisa juga bereaksi dengan 5’-monodeiodinase
membentuk reverse T3 yang tidak mempunyai aktifitas biologis yang signifikan.
 Produksi hormon tiroid diatur oleh TSH yang disekresi
pituitari anterior, yang lalu berada di bawah kontrol negative feedback oleh hormon
tiroid bebas di sirkulasi dan pengaruh positif dari hypothalamic thyrotropin-releasing
hormone (TRH). Produksi hormon tiroid juga diatur oleh deiodinasi ekstratiroid T4
menjadi T3 yang bisa dipengaruhi nutrisi, hormon non-tiroid, obat-obatan dan
penyakit.
 TIROTOKSIKOSIS (HIPERTIROID)
PATOFISIOLOGI
 Tirotoksikosis muncul ketika jaringan terpapar T4 atau T3,
atau keduanya, berlebih.
 Tumor pituitari-pensekresi-TSH melepaskan hormon yang
aktif secara biologis yang tidak merespon kontrol feedback normal. Tumor bisa
menghasilkan prolaktin atau hormon pertumbuhan; sehingga pasien bisa mengalami
amenorrhea, galacthorrea atau akromegali.
 Pada penyakit Grave, hipertiroid muncul dari aksi thyroid-
stimulating antibodies (TSAb) terhadap reseptor tirotropin pada permukaan sel tiroid.
Antibodi Imunoglobulin G (IgG) ini terikat ke reseptor dan mengaktifkan enzim
adenilat siklase dengan cara yang sama dengan TSH.
 Suatu nodule tiroid otonom (toxic adenoma) adalah massa
tiroid terpisah yang kerjanya bebas dari kontrol pituitari. Hipertiroid biasanya muncul
dengan nodule lebih besar (yaitu, dengan diameter >4 cm).
 Pada goiter (gondok) multinodular (penyakit Plummer),
folikel dengan fungsi otonom tinggi berada diantara folikel normal atau bahkan
folikel yang tidak berfungsi. Tirotoksikosis terjadi ketika folikel otonom
menghasilkan hormon tiroid lebih banyak dari yang dibutuhkan.
 Tiroiditis subakut yang sangat nyeri (DeQuervain)
dipercaya disebabkan invasi viral pada parenkim tiroid.
 Tiroiditis tanpa rasa sakit (‘sunyi’, limfositik, postpartum)
adalah penyebab umum tirotoksikosis; etiologinya masih belum dipahami dan bisa
jadi heterogen.
 Tirotoksikosis factia adalah hipertiroid yang dihasilkan
oleh konsumsi hormon tiroid eksogen. Ini bisa terjadi ketika hormon tiroid digunakan
untuk indikasi yang tidak sesuai, ketika dosis berlebih digunakan, atau ketika
digunakan secara rahasia oleh pasien.
 Amiodarone bisa merangsang tirotoksikosis atau
hipotiroid. Agen ini menghambat 5’-deiodinase tipe I, menyebabkan pengurangan
konversi T4 menjadi T3, dan pelepasan iodin dari obat bisa menyebabkan kelebihan
iodin. Amiodarone juga menyebabkan tiroiditis desktruktif dengan hilangnya
tiroglubulin dan hormon tiroid.
TAMPILAN KLINIK
 Simtom tirotoksikosis termasuk gugup, emosi labil, mudah
pingsan, tidak tahan terhadap panas, turunnya berat bersamaan dengan peningkatan
nafsu makan, peningkatan frekeuensi pergerakan intestinal, palpitasi (=denyut jantung
yang cepat dan tidak teratur), kelemahan pada otot proksimal (bisa terlihat saat
menaiki tangga atau bangkit dari posisi duduk), dan menstruasi tidak teratur serta
kuantitasnya kecil.
 Tanda fisik tirotoksikosis bisa termasuk rasa hangat, kulit
lembab dan kondisi rambut yang tidak biasanya bagus; lepasnya ujung kuku tangan
(onycholysis); retraksi (tertarik) kelopak mata dan kelopak mata atas masuk ke dalam
rongga jika memandang ke bawah (lid lag); takikardi sewaktu istirahat; tekanan pulsa
yang melebar, dan murmur (suara pelan, bisikan) dari ejeksi sistolik; terkadang
ginekomasti pada pria; getaran pada lidah yang terjulur dan tangan yang
direntangkan; dan reflek tendon dalam yang hiperaktif.
 Penyakit Grave manifestasinya berupa hipertiroid,
pembesaran difus tiroid, dan temuan ekstratiroidal exophthalmos (= gerakan bola
mata abnormal), pretibial myxedema, dan thyriod acropachy. Kelenjar tiroid biasanya
membesar secara difus, dengan permukaan halus dan konsistensi dari lunak sampai
keras. Pada penyakit yang parah, bisa dirasakan getaran melalui stetoskop pada
kelenjar.
 Pada tiroiditis subakut, keluhan pasien akan sakit yang
parah pada area tiroid, seringkali menyebar ke telinga di sisi yang sama. Demam
ringan umum terjadi, dan terlihat tanda sistemik serta simtom tirotoksikosis. Kelenjar
tiroid terasa padat lunak pada pemeriksaan fisik.
 Tiroiditis ‘sunyi’ mempunyai rangkaian trifasik yang
meniru tiroiditis subakut. Kebanyakan pasien merasakan simtom tirotoksik ringan;
retraksi kelopak mata dan lid lag terjadi tapi exophthalmos tidak. Kelenjar tiroid bisa
membesar secara difus, tapi pelunakan tiroid tidak terjadi.
 ‘Badai’ tiroid adalah kondisi darurat yang mengancam jiwa
yang ditandai dengan tirotoksikosis parah, demam tinggi (seringkali >1030F),
takikardi, takipnea (=bernafas dengan sangat cepat), dehidrasi, delirium, koma, mual,
muntah, dan diare. Faktor pencetus termasuk infeksi, trauma, operasi, perawatan
dengan iodine radioaktif, dan penghentian obat antitiroid.
DIAGNOSA
 Peningkatan radioactive iodine uptake, RAIU (asupan iodin
radioaktif) merupakan indikasi hipertiroid sejati; kelenjar tiroid pasien memproduksi
T4, T3, atau keduanya (RAIU normal 10-30%) berlebih. Sebaliknya, RAIU rendah
mengindikasikan bahwa hormon tiroid berlebih bukan merupakan konsekuensi dari
hiperfungsi kelenjar tiroid.
 Hipertiroid yang diinduksi TSH didiagnosa dengan adanya
hipermetabolisme perifer, pembesaran difus kelenjar tiroid, peningkatan hormon
tiroid bebas, dan peningkatan konsentrasi serum imunoreactif TSH. Karena kelenjar
pituitari sangat sensitif bahkan terhadap peningkatan kecil dari T4, TSH yang
terdeteksi pada pasien tirotoksik mengindikasikan produksi TSH yang tidak
semestinya.
 Adenoma pituitari-pensekresi-TSH didiagnosa dengan
kurangnya respon terhadap stimulasi TRH, peningkatan jumlah TSH α-subunit, dan
pencitraan radiologi.
 Pada tirotoksik penyakit Grave, ada peningkatan secara
umum pada laju produksi hormon dengan peningkatan T3 yang tidak proporsional
dengan T4 (Tabel 18-1). Kejenuhan TBG meningkat karena peningkatan serum T 4 dan
T3, yang dtandai dengan peningkatan asupan resin T3. Sebagai hasil, konsentrasi
T4bebas, T3bebas dan index T3 dan T4 bebas meningkat bahkan lebih tinggi serum T 4
total yang terukur, dan konsentrasi T3. Jumlah TSH tidak terdeteksi karena negative
feedback oleh peningkatan level hormon tirois di pituitari. Diagnosa tirotoksikosis
dikonfirmasi oleh pengukuran konsentrasi serum T4, asupan resin T3 (atau T4 bebas),
dan TSH. Peningkatan RAIU 24 jam (diperoleh pada individu yang tidak hamil)
membuktikan bahwa kelenjar tiroid menyalahgunakan iodin untuk memproduksi
hormon tiroid ketika pasien tirotoksik.
 Toxic adenoma bisa menyebabkan hipertiroid dengan
nodula yang lebih besar. Karena ada banyak peningkatan serum T3 dari nodul otonom,
level T3 harus diukur untuk memastikan toksikosis T3 bukan merupakan penyebab
jika level T4 normal. Setelah pembuktian (menggunakan radioiodine scan) toxic
thyroid adenoma mengumpulkan iodin lebih banyak dari jaringan disekitarnya, fungsi
independen dibuktikan dengan kegagalan nodule otonom untuk menurunkan asupan
iodin selama pemberian T3 eksogen.
 Pada goiter multinodula, thyroid scan akan menunjukkan
daerah kecil jaringan tiroid yang berfungsi otonom.
Tabel 18-1
 RAIU yang rendah mengindikasikan bahwa hormon tiroid
berlebih bukan merupakan konsekuensi hiperfungsi kelenjar tiroid. Ini bisa dilihat
pada tiroiditis subakut, tiroiditis ‘sunyi’, struma ovarii, kanker folikular, dan
konsumsi hormon troid eksogen.
 Pada tiroiditis subakut, uji fungsi tiroid umumnya
melakukan rangkaian trifasik pada penyakit ini. Awalnya, level serum tiroksin naik
karena pelepasan hormon tiroid preformed (belum terbentuk sempurna) dari folikel
yang hancur. RAIU 24 jam selama waktu ini adalah <2% karena inflamasi tiroid dan
supresi TSH oleh peningkatan level tiroksin. Dengan perjalanan penyakit, cadangan
hormon intratiroidal habis, dan pasien menjadi sedikit hipotiroid dengan peningkatan
TSH yang sesuai. Selama fase pemulihan, cadangan hormon tiroid kembali normal
dan peningkatan serum TSH secara bertahap turun ke normal.
 Selama fase tirotoksik dari tiroiditis ‘sunyi’ RAIU 24 jam
ditekan sampai <2%. Antibodi antitiroglobulin dan antimikrosomal meningkat pada
>50% pasien.
 Tirotoksikosis factia bisa dicurigai pada pasien tirotoksik
tanpa ophthalmopathy infiltratif atau pembesaran tiroid. RAIU rendah karena fungsi
kenjar tiroid ditekan oleh hormon tiroid eksogen. Pengukuran plasma tiroglobulin
menunjukkan jumlah yang sangat kecil.
HASIL YANG DIINGINKAN
Target terapi untuk hipertiroid adalah menormalkan produksi hormon tiroid; mengurangi
simtom dan konsekuensi jangka panjang; dan memberikan terapi individual berdasar tipe
dan keparahan penyakit, usia pasien dan kelamin, adanya kondisi non-tiroid, dan respon
terhadap terapi sebelumnya.
PERAWATAN (TABEL 18-2)
Pengobatan Antitiroid
Thiourea (Thionamide)
 Propylthiouracil (PTU) dan methimazole (MMI) mem-
block sintesis hormon tiroid dengan inhibisi sistem enzim peroksidase dari kelenjar
tiroid, sehingga mencegah oksidasi iodida dan berkutnya penyertaan membentuk
iodotirosin dan akhirnya iodotironin (‘organifikasi’), dan dengan inhibisi
penggabungan MIT dan DIT membentuk T4 dan T3. PTU (tapi bukan MMI) juga
meng-inhibit perubahan perifer dari T4 menjadi T3.
 Contoh dosis awal termasuk PTU 300-600 mg sehari
(biasanya dalam tiga sampai empat dosis terbagi) atau MMI 30-60 mg sehari dalam
tiga dosis terbagi. Terdapat bukti bahwa kedua obat bisa diberikan dalam dosis harian
tunggal.
 Perbaikan pada simtom dan abnormalitas laboratorium
semestinya muncul dalam 4-8 minggu, sewaktu dosis bisa diturunkan menjadi dosis
penjagaan. Perubahan dosis sebaiknya dilakukan tiap bulan karena T4 endogen akan
mencapai kondisi tunak dalam interval ini. Dosis penjagaan harian adalah PTU 50-
300 mg dan MMI 5-30 mg.
 Terapi obat antitiroid sebaiknya dilanjutkan sampai 12-24
bulan untuk memicu remisi jangka panjang.
 Pasien sebaiknya diawasi tiap 6-12 bulan setelah remisi.
Jika terjadi serangan ulang, terapi alternatif dengan radioactive iodine (RAI) disukai
sebagai rangkaian obat antitiroid kedua, karena terapi lanjutan biasanya jarang
memicu remisi.
Tabel 18-2
 Efek samping minor termasuk pruritic maculopapular,
arthralgia (= sakit pada persendian), demam, dan lukopenia ringan (hitung darah putih
<4000/mm3). Thiourea alternatif bisa dicoba pada situasi ini, tapi cross-sensitivity
(reaksi sensitivitas antar obat) terjadi pada 50% pasien.
 Efek samping mayor termasuk agranolusitosis (dengan
demam, merasa lemah, gingivitis, infeksi oropharyngeal, dan hitung granulosit
<250/mm3), anemia aplastik, sindroma seperti-lupus, polymyositis (= kondisi yang
ditandai inflamasi dan degenerasi dari otot skelet), intoleransi saluran cerna,
hepatotoksisitas, dan hipoprotrombinemia. Agranulositosis, jika terjadi, selalu terjadi
dalam tiga bulan pertama terapi; pengawasan rutin tidak dianjurkan karena onset yang
mendadak. Pasien yang telah merasakan efek samping mayor terhadap salah satu
thiourea sebaiknya tidak beralih ke obat lain karena cross-sensitivity (reaksi
sensitivitas antar obat).
Iodida
 Iodida sebenarnya menghalangi pelepasan hormon tiroid,
inhibit biosintesis hormon tiroid dengan menghalangi penggunaan iodida intratiroid,
dan menurunkan ukuran dan vaskularitas kelenjar.
 Perbaikan simtom terjadi dalam 2-7 hari sejak memulai
terapi, dan konsentrasi serum T3 dan T4 bisa berkurang selama beberapa minggu.
 Iodida sering digunakan sebagai terapi tambahan untuk
menyiapkan pasien dengan penyakit Grave sebelum menjalani operasi, untuk
menginhibisi pelepasan hormon tiroid dan dengan cepat mencapai keadaan euthyroid
(= kelenjar tiroid berfungsi normal) pada pasien yang sangat tirotoksik dengan
dekompensasi kardia, atau untuk meng-inhibit pelepasan hormon tiroid setelah terapi
RAI.
 Kalium iodida tersedia sebagai larutan jenuh (SSKI, 38
mg iodida per tetes) atau larutan Lugol, mengandung 6,3 mg iodida per tetes (Tabel
18-2).
 Dosis awal tipikal SSKI adalah 3-10 tetes tiap hari (120-
400 mg) dalam air atau jus. Ketika digunakan untuk mempersiapkan pasien sebelum
operasi, sebaiknya diberikan 7-14 hari sebelum operasi.
 Sebagai pelengkap RAI, SSKI sebaiknya tidak digunakan
sebelum tapi sebaiknya 3-7 hari setelah perawatan dengan RAI sehingga radioactive
iodine bisa terkumpul di tiroid.
 Efek samping termasuk reaksi hipersensitivitas (kulit
kemerahan, drug fever, rhinitis [= inflamasi membran mukosa hidung],
conjunctivitis); pembengkakan kelenjar ludah, ‘iodisme’ (rasa logam, mulut dan
tenggorokan terbakar, nyeri pada gigi dan gusi, simtom head cold, dan terkadang
gangguan perut dan diare); dan ginekomasti.
Adrenergik blocker
 β blocker tekah digunakan secara luas untuk mengurangi
simom tirotoksik seperti palpitasi, cemas, tremor, dan tidak tahan panas. Agen ini
tidak mempunyai efek pada tirotoksikosis perifer dan metabolisme protein dan tidak
mengurangi TSAb atau mencegah ‘badai’ tiroid. Propanolol dan nadolol secara
parsial menghalangi perubahan T4 menjadi T3, tapi kontribusinya kecil terhadap terapi
keseluruhan.
 Β blocker biasanya digunakan sebagai terapi tambahan
dengan obat antitiroid, RAI, atau idodida dalam penanganan penyakit Grave atau
toxic nodule; pada persiapan sebelum operasi; atau pada ‘badai’ tiroid. β blocker
adalah terapi primer hanya untuk tiroiditis dan hipertiroid yang diinduksi iodin.
 Dosis propanolol yang dibutuhkan untuk mengurangi
simtom adrenergik bervariasi, tapi dosis awal 20-40 mg empat kali sehari efektif
untuk kebanyakan pasien (denyut jantun <90 denyutan per menit). Pasien lebih muda
atau dalam kondisi lebih toksik bisa membutuhkan sampai 240-480 mg/hari).
 β blocker dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung kongestif, kecuali kelainan itu hanya karena takikardi (curah tinggi), dan pada
pasien yang mengembangkan cardiomyopati dan gagal jantung. Efek samping lain
termasuk mual, muntah, cemas, insomnia, lightheadedness, bradikardi, dan gangguan
hematologi.
 Simpatolitik yang bekerja sentral (seperti, clonidin) dan
antagonis Ca channel blocker (seperti, diltiazem) bisa berguna untuk mengontrol
simtom ketika dikontraindikasikan untuk β blocker.
Radioactive iodine
 Natrium iodida 131 (131I) adalah cairan oral yang
terkumpul di tiroid dan mengganggu sintesis hormon dengan masuk ke hormone
tiroid dan tiroglobulin. Setelah periode beberapa minggu, folikel yang telah diambil
RAI dan folikel disekitarnya mengalami nekrosis selular dan fibrosis jaringan
interstitial.
 RAI adalah agen pilihan untuk penyakit Grave, nodul
otonom toksik, dan toxic multinodular goiter. Kehamilan merupakan kontraindikasi
absolut untuk penggunaan RAI.
 β blocker adalah terapi tambahan primer untuk RAI, karena
bisa diberikan kapan saja tanpa perlu menyesuaikan dengan terapi RAI.
 Pasien dengan penyakit kardia dan pasien lansia sering
dirawat dengan thionamide sebelum RAI ablation (ablation = pengangkatan jaringan)
karena hormon tiroid akan naik singkat setelah perawatan RAI karena pelepasan
preformed hormon tiroid.
 Obat-obat antitioid sebaiknya tidak rutin diberikan setelah
RAI, karena penggunaannya dihubungkan dengan tingginya kejadian serangan
hipertiroid setelah perawatan atau hipertiroid yang bertahan.
 Jika iodida diberikan, sebaiknya diberikan 3-7 hari setelah
RAI untuk mencegah interaksi dengan asupan RAI di kelenjar tiroid.
 Target terapi adalah menghancurkan sel tiroid yang
hiperaktif, dan dosis tunggal 4000-8000 rad menghasilkan kondisi euthyroid pada
60% pasien setelah 6 bulan atau kurang. Dosis kedua RAI sebaiknya diberikan 6
bulan setelah RAI pertama jika pasien tetap hipertiroid.
 Hipotiroid umum terjadi setelah RAI. Efek samping akut,
jangka pendek, termasuk pelunakan tiroidal ringan dan dysphagia (= kesulitan
menelan). Terapi lanjutan jangka panjang belum terbukti meningkatkan resiko
terbentuknya karsinoma tiroid, leukimia, atau defek kongenital.
Operasi
 Pengangkatan kelenjar tiroid adalah perawatan pilihan
untuk cold nodule yang sudah ada, goiter yang sangat besar, dan pasien yang
dikontraindikasikan untuk thionamide (yaitu, alergi atau efek samping) dan RAI
(yaitu, kehamilan).
 Jika direncanakan tiroidektomi, PTU atau methimazole
biasanya diberikan sampai pasien euthyroid secara biokimia (biasanya 6-8 minggu),
diikuti penambahan iodida (500 mg.hari selama 10-14 hari) sebelum operasi untuk
menurunkan vaskularitas kelenjar. Levothyroxine bisa ditambahkan untuk menjaga
kondisi euthyroid sementara thidinamide dilanjutkan.
 Propanolol telah digunakan selama beberapa minggu
sebelum operasi dan 7-10 hari setelah operasi untuk menjaga denyut <90 denyut per
menit. Kombinasi pretreatment dengan propanolol dan 10-40 hari kalium iodida juga
telah diajukan.
 Komplikasi termasuk serangan ulang hipertiroid atau
hipertiroid yang bertahan (0,6-0,8%), hipotiroid (sampai 49%), hipoparatiroid
(sampai 4%), dan gangguan pita suara (sampai 5%). Serangan hipotiroid yang sering
membutuhkan terapi lanjutan.
Perawatan ‘Badai’ Tiroid
 Terapi berikut sebaiknya segera dilakukan: supresi
pembentukan dan sekresi hormon tiroid, terapi antiadrenergik, pemberian
glukokortikoid, dan perawatan komplikasi terkait.
 PTU dosis besar adalah thionamide pilihan karena
mengganggu produksi hormon tiroid dan menghalangi perubahan T4 menjadi T3 di
perifer.
 Iodida, yang dengan cepat menghalangi pelepasan
preformed hormon tiroid, sebaiknya diberikan setelah terapi PTU dimulai untuk
menginhibit penggunaan iodine oleh kelenjar yang hiperaktif.
 Terapi pendukung, termasuk asetaminofen sebagai
antipiretik (aspirin dan NSAID lain bisa menggantikan hormon tiroid yang terikat),
penggantian cairan dan elektrolit, sedatif, digitalis, antiaritmia, insulin, dan
antibiotik sebaiknya diberikan sesuai indikasi. Plasmapheresis (= pemindahan plama
dari darah) dan dialisis peritoneal telah digunakan untuk mengeluarkan hormon
berlebih pada pasie yang tidak merespon terapi konservatif.
 Tabel 18-3
EVALUASI HASIL TERAPI
 Setelah terapi (thionamide, RAI, atau operasi) untuk
hipotiroid telah dimulai, pasien sebaiknya dievaluasi tiap bulan sampai mencapai
kondisi euthyroid.
 Tanda klinik berlanjutnya tirotoksikosis atau perkembangan
hipotiroid sebaiknya diperhatikan.
 Setelah penggantian tiroksin dimulai, target adalah
mempertahankan level tiroksin bebas dan konsentrasi TSH dalam rentang normal.
Setelah didapat dosis tiroksin yang tetap, pasien bisa dievaluasi tiap 6-12 bulan.
 HIPOTIROID
PATOFISIOLOGI
 Mayoritas pasien hipotiroid mempunyai kegagalan kelenjar
tiroid (hipotiroid primer), penyebab termasuk tiroiditis otoimun kronik (panyakit
Hashimoto), iatrogenic (= penyakit karena pemeriksaan atau perawatan medis)
hipotiroid, defisiensi idine, defek enzim, hipoplasia tiroid, dan goitrogen.
 Kegagalan pituitari (hipotirid sekunder) adalah sebab tidak
umum yang muncul dari tumor pituitari, terapi operasi, radiasi pituitari eksternal,
nekrosis pitutari setelah melahirkan, tuberkulosis, histiocytosis, dan mekanisme
otoimun.
TAMPILAN KLINIK
 Manifestasi hipotiroid pada orang dewasa termasuk kulit
kering, tidak tahan dingin, berat bertambah, konstipasi, kelemahan, lethargy (=
kondisi patologi tidur berlebih atau tidak responsif), fatigue (= merasa sangat capai),
depresi, dan ucapan yang lambat dan kasar. Pada anak, defisiensi hormn tiroid
manifestasi bisa berupa retardasi mental.
 Tanda fisik termasuk kulit dan rambut yang kasar, kulit
dingin, periorbital puffiness, bradikardi, kejang otot, myalgia (=nyeri otot), dan
kekakuan. Sindrom neurologik reversibel seperti carpal tunnel syndrome (=tangan
dan jari terasa sangat nyeri karena tekanan pada saraf, salah satunya disebabkan
gerakan berulang dalam waktu yang lama), ploineuropati, dan disfungsi serebral juga
bisa terjadi. Umum terjadi objective weakness (dengan otot proksimal lebih
terpengaruh dari otot distal) dan relaksasi yang lambat dari tendon dalam.
 Kebanyakan pasien dengan hipotiroid sekunder mempunyai
tanda klinik gangguan kerja pituitari seperti menstruasi tidak normal dan menurunnya
libido, atau bukti adanya adenoma pituitari seperti defek penglihatan, galacthorrea,
atau tampilan akromegali.
 Koma myxedema adalah tahap akhir hipotiroid yang tidak
ditangani dan manifestasinya berupa hipotermia, simtom hipotiroid tahap akhir, dan
perubahan sensori yang berkisar dari delirium sampai koma. Penyakit yang tidak
dirawat dihubungkan dengan tingkat mortalitas yang tinggi.
DIAGNOSIS
 Peningkatan TSH adalah bukti pertama dari hipotiroid
primer. Banyak pasien mempunyai level T4dalam rentang normal (hipotiroid
kompensasi) dan beberapa, jika ada, simtom hipotiroid. Dengan perjalanan penyakit,
konsentrasi T4 jatuh di bawah normal. Konsentrasi T3 sering dijaga di tingkat normal
meski T4 rendah. RAIU bukan merupakan uji yang berguna pada evaluasi hipotiroid.
 Hipotiroid sekunder bisa dicurigai pada pasien dengan
penurunan jumlah tiroksin dan jumah TSH yang rendah atau normal.
HASIL YANG DIINGINKAN
Tujuan perawatan hipotiroid adalah menormalkan konsentrasi hormon tiroid di jaringan,
mengurangi simtom, mencegah defisit neurologik pada bayi yang baru lahir dan anak,
dan memulihkan abnormalitas biokimia pada hipertiroid.
PERAWATAN HIPOTIROID (TABEL 18-4)
 Levotiroksin (L –tiroksin) adalah obat pilihan untuk
penggantian hormon tiroid dan terapi supresif karena stabil secara kimia, relatif
murah, bebas antigen, dan mempunyai potensi yang seragam; tetapi, semua sediaan
tiroid komersial yang ada bisa digunakan.
 Penggantian sediaan levotiroksin sebaiknya dilakukan
dengan hati-hati kecuali telah dicapai bioekivalensi.
 Karena T3 (dan bukan T4) adalah bentuk aktif biologis,
pemberian levotiroksin menghasilkan penumpukan hormon tiroid yang siap diubah
menjadi T3.
 Kolestiramin, kalsium karbonat, sucralfat, aluminium
hidroksida, ferrous sulfate, sediaan kedelai, dan suplemen fiber bisa mengganggu
absorpsi levotiroksin dari saluran cerna. Obat yang meningkatkan kliren T 4
noniodinasi termasuk rifampin, carbamazepin, dan mungkin fenitoin. Amiodarone
bisa menghalangi konversi T4 menjadi T3.
 Pasien muda dengan penyakit yang sudah lama diidap atau
pasien lebih tua tanpa penyakit kardia yang diketahui bisa memulai terapi dengan
levotiroksin 50 μg sehari dan ditingkatkan menjadi 100 μg sehari setelah 1 bulan.
 Dosis harian awal yang dianjurkan untuk pasien lebih tua
atau mereka dengan penyakit kardiak adalah 25 μg/hari yang dititrasi dengan
peningkatan 25 μg tiap bulan untuk mencegah stress pada sistem kardiovaskular.
 Levotiroksin adalah obat pilihan pada wanita hamil, dan
target perawatan adalah mengurangi TSH sampai 1 mIu/l dan menjaga konsentrasi T 4
bebas pada rentang normal.
Tabel 18-4
 Pasien dengan hipotiroid subklinik dan peningkatan pada
TSH (>10 mIu/l) dan titer TSAb yang tinggi atau sebelumnya menjalani perawatan
dengan 131I bisa mendapat manfaat dari perawatan dengan levotiroksin.
 Terapi supresif TSH dengan levotiroksin bisa juga
diberikan pada pasien dnegan penyakit tiroid nodular dan pembesaran goiter, kepada
pasien dengan riwayat iradiasi tiroid, dan untuk pasien dengan kanker tiroid.
 Tiroid USP (atau tiroid terdesikasi/dihilangkan kandungan
air) adalah produk dari hewan dengan stabilitas hormon yang tidak bisa diprediksi
dan bisa antigenik pada pasien alergi. Merek generik murah bisa tidak bioekivalen.
 Tiroglobulin adalah agen biologis terstandarisasi untuk
membuat rasio T4:T3 2,5:1. agen ini lebih mahal dari ekstrak tiroid dan tidak
mempunyai keuntungan klinik.
 Liothyronine (T3 sintetik) memmpunyai potensi yang
seragam tapi dengan efek samping kardia yang lebih tinggi, lebih mahal, dan sulit
pengawasannya dengan uji laboratorium konvensional. Respon dimonitor dengan
assay TSH.
 Liotrix (T4:T3 dalam rasio 4:1) stabil secara kimia, murni,
dan mempunyai potensi yang bisa diprediksi tapi mahal. Agen ini rasio terapinya
rendah karena sekitar 35% T4 dirubah menjadi T3 di perifer.
 Dosis hormon tiroid berlebih bisa menyebabkan gagal
jantung, angina pektoris, dan infark miokardia. Reaksi alergi atau idiosinkrasi bisa
terjadi dengan produk alami dari hewan seperti tiroid terdesikasi dan tiroglobulin, tapi
sangat jarang dengan produk sintetis yang digunakan saat ini. Hormon tiroid esogen
berlebih bisa mengurangi densitas tulang dan meningkatkan resiko patah.
PERAWATAN KOMA MYXEDEMA
 Untuk mencegah mortalitas diperlukan terapi segera dan
agresif dengan tiroksin IV bolus, 300-500 μg.
 Terapi glukokortikoid dengan hidrokortison IV, 100 mg
tiap 8 jam, sebaiknya diberikan sampai supresi adrenal teratasi.
 Sadar, turunnya konsentrasi TSH, dan tanda vital yang
normal diharapkan terjadi dalam 24 jam.
 Dosis penjagaan tiroksin umumnya 75-100 μg sampai
pasien stabil dan terapi oral dimulai.
 Terapi pendukung harus dimulai untuk mempertahankan
ventilasi yang cukup, kondisi euglisemia, tekanan darah, dan suhu tubuh. Kelainan
seperti sepsis dan infark miokardia harus didiagnosa dan dirawat.
EVALUASI HASIL TERAPI
 Konsentrasi serum TSH adalah parameter pengawasan
paling sensitif dan spesifik untuk penyesuaian dosis levotiroksin. Konsentrasi mulai
jatuh dalam jam dan biasanya akan normal dalam 2-6 minggu.
 Konsentrasi TSH dan T4 sebaiknya diperiksa tiap 6 minggu
sampai kondisi eutiroid tercapai. Peningkatan TSH menunjukkan penggantian yang
kurang. Konsentrasi serum T4 bisa berguna untuk mendeteksi ketidakpatuhan,
gangguan absopsi, atau perubahan pada bioekivalensi produk levotiroksin.
 Pada pasien dengan hipotiroid karena kegagalan
hipotalamik atau pituitari, perbaikan sindrom klinik dan pemulihan serum T 4 ke
rentang normal merupakan satu-satunya kriteria yang ada untuk memperkirakan dosis
penggantian levotiroksin yang sesuai.

Anda mungkin juga menyukai