Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu dan penuh kemudahan, tanpa pertolongan Allah mungkin makalah ini
tidak akan terselesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang sediaan emulsi yang kami sajikan
dari hasil pengamatan berbagai sumber. Makalah ini disusun melalui banyak rintangan, baik itu yang
datang dari diri sendiri maupun faktor lain dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan pertolongan
dari Allah maka makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang sediaan emulsi sebagai salah satu tugas dari dosen. Saya
mengucapkan banyak terimakasih kepada guru dan teman-teman yang telah membantu penyusunan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan kita rasa nasionalisme yang lebih tinggi dan wawasan
tentang sediaan emulsi. Karena makalah ini masih banyak kekurangan, penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca.
Terima Kasih,
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Obat adalah suatu bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa,
mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau
kelainan badaniah dan rokhaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan atau bagian badan
manusia. Secara umum sediaan farmasi mengandung dua atau lebih bahan obat dan eksipien, kombinasi
dua bahan aktif atau lebih dan juga dengan eksipien dapat menyebabkan terjadinya transformasi dan
interaksi padat-padat secara fisika maupun kimiawi.
Bermacam-macam bentuk sediaan obat telah kita ketahui, misalnya: tablet, pulveres, kapsul, pil,
suppositoria, suspensi, emulsi, sirup, aerosol, dan masih banyak bentuk sediaan lainnya. Teknologi
farmasi adalah suatu ilmu yang digunakan untuk membuat berbagai bentuk sediaan guna memperoleh
sediaan yang memenuhi standard sesuai dengan sifat zat aktif yang terkandung dan sediaan jadi yang
diinginkan. Dalam penggunaan obat untuk terapi, dibutuhkan dosis yang tepat agar mendapatkan efek
terapeutik yang diinginkan. Homogenitas sediaan akan menentukan besarnya dosis yang diberikan pada
setiap pemakaian. Salah satu sediaan yang lebih disukai pasien adalah bentuk sediaan cair, karena lebih
cepat diabsorpsi, mudah diberikan untuk pasien pada kondisi khusus dan lanjut usia, serta mudah ditelan.
Salah satu sediaan tersebut adalah emulsi.
Emulsi adalah suatu sistem heterogen yang tidak stabil secara termodinamika, yang terdiri dari
paling sedikit dua fase cairan yang tidak bercampur, dimana salah satunya terdispersi dalam cairan
lainnya dalam bentuk tetesantetesan kecil, yang berukuran 0,1-100 mm, yang distabilkan dengan
emulgator/surfaktan yang cocok.
1.2 Tujuan
Alexander : Emulsi adalah suatu dispersi yang sangat halus dan suatu cairan kedalam suatu cairan
yang lain.
Clayton : Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri 2 fase cair, yang satu terdispersi dalam yang
lain sebagai globul (butir-butir kecil)
Mc. Bain : Emulsi adalah suatu tetes-tetes kecil cairan yang terdispersi dalam cairan yang lain
dan dapat dilihat dibawah mikroskop.
P. Becher: Emulsi adalah suatu sistem heterogen terdiri dari 2 cairan yang tidak bercampur, yang
satu terdispersi didalam yang lain dalam bentuk tetes-tetes kecil yang mempunyai diameter pada
umumnya> 0,1 um.
Pada umumnya dalam bidang farmasi, secara sederhana emulsi diartikan sebagai campuran ogen dan
2 cairan yang dalam keadaan normal tidak dapat bercampur (fase air dan fase minyak), dengan
pertolongan suatu bahan penolong yang disebut emulgator.
A. Komponen dasar
Bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi. Terdiri atas :
Fase dispers/fase internal/fase discontinue
Fase continue/fase external/fase luar
Emulgator untuk menstabilkan emulsi
Emulgator alam
Kuning telur : Cara Pembuatan emulsi dengan kuning telur dalam mortir luas
dan digerus dnegan stemper kuat-kuat, setelah itu dimasukkan minyaknya sedikit
demi sedikit, lalu diencerkan dengan air dan disaring dengan kasa.
Adeps lanae
Emulgator mineral
Magnesium Aluminuin Silikat ( Veegum ) : Cara Pembuatan diapaki 1%
Bentonit : Cara Pembuatan 5% bentonit yang digunakan
Emulgator buatan/sintesis
Tween : Ester dari sorbitan dengan asam lemak disamping mengandung
ikatan eter dengan oksi etilen, berikut macam-macam jenis tween :
a) Tween 20 : Polioksi etilen sorbitan monolaurat, cairan seperti minyak.
b) Tween 40 : Polioksi etilen sorbitan monopalmitat, cairan seperti
minyak.
c) Tween 60 : Polioksi etilen sorbitan monostearat, semi padat seperti
minyak.
d) Tween 80 : Polioksi etilen sorbitan monooleat, cairan seperti minyak.
Span : Ester dari sorbitan dengan asam lemak. Berikut jenis span :
a) Span 20 : Sorbitan monobiurat, cairan
b) Span 40 : Sorbitan monopulmitat, padat seperti malam
c) Span 60 : Sorbitan monooleat, cair seperti minyak
B. Komponen tambahan
Bahan tambahan yang ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misal
corrigen saporis, corigen odoris, corrigen coloris, pengawet, dan antioksidan.
Dalam sistem disperse, cairan yang terdispersi disebut fase dispers atau fase em, sedangkan cairan
dimana terdapat fase dispers disebut medium dispers atau fase ekstem. iua fase tersebut yang berair dapat
terdiri dan air atau campuran sejumlah substansi hidrofil alkohol, glikol, gula, garam mineral, garam
organik dan lain-lain. Fase yang lain adalah fase k pada umumnya berminyak, dapat terdiri dan substansi
lipofil seperti : asam ,alkohol asam lemak, him, zat-zat aktifliposolubel, dan lain-lain.
Tipe emulsi:
Tipe o/w.
Tipew/o.
Tipe w/o/w
Tipe o/w/o.
Tipe w/o/w adalah emulsi multiple (ganda) dimana fase air teremulsi didalam fase minyak, sedangkan
mulsi yang terjadi teremulsi lagi didalam air. Demikian pula hal yang sama untuk tipe o/w/o.
Penggunaan emulsi:
Sediaan farmasi maupun kosmetika bentuk emulsi banyak sekali dijumpai baik untuk pemakaian
topikal maupun sistemik, misalnya: Per-oral : Kebanyakan adalah tipe o/w. Bentuk ini mempunyai
banyak keuntungan selain mudah diabsorsi, homogenitas dosis mudah didapat, dll. Per-injeksi : Pada
sediaan ini memerlukan perhatian khusus karena menyangkut preparat steril. Topikal : Dalam sediaan
farmasi topikal maupun kosmetika, tipe emulsi baik olw maupun w/o banyak sekali digunakan tergantung
maksud penggunaannya.
Dalam emulsi, butir-butir tetesan (fase dispers) dapat distabilkan dengan cara:
EMULGATOR
Dalam bidang farmasi, emulgator yang sering dipergunakan sebagai bahan tambahan
digolongkan dalam jenis sbb:
a. Surfaktan/SAA
Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai gugusan hidrofil dan gugusan lipofil sekaligus
dalam molekulnya. Zat ini akan berada dipermukaan cairan atau antarmuka 2 cairan dengan
cara teradsorpsi. Gugus hidrofil akan berada pada bagian air sedangkan gugus lipofil akan
berada pada bagian minyak. Berdasarkan atas muatan yang dihasilkan kalau atiniterhidrolisa
dalam air, maka surfaktan dapat dibagi dalam 4 grup:
Surfaktan anionik : surfaktan golonganiniinkompatibel dengan semua substansi
kationik.
Surfaktan kationik: Surfaktan golonganiniinkompatibel dengan semua substansi
anionik. Surfaktan ini terutama dan garam- garam ammonium kwarterner.
Surfaktan amfoterik: Surfaktan dapat bersifat sebagai anionik ataupun kationik
tergantung dari miliu nya.
Surfaktan nonionik: Surfaktan ini tidak terionkan dalam air dan dapat
berampur/kompatible dengan substansi anionik maupun substansi kationik.
Surfaktan nonionik mempunyai karakteristik yaitu HLB (HydrophileLipophile Balance),
suatu keseimbangan antara gugus hidrofil dan gugus lipofil dalam molekulnya. Dalam nilai
HLB angka 7 adalah harga dimana molekul mempunyai afinitas yang sama terhadap air dan
minyak. Angka dibawah 7 menunjukkan bahwa surfaktan lebih bersifat lipofil, sedangkan
angka diatas 7 menunjukkan bahwa surfaktan lebih bersifat hidrofil. Terbentuknya tipe
emulsi sangat tentukan oleh harga HLB surfaktan yang dipergunakan sebagai emulgatornya.
Span dan Tween diberi nomer yang menunjukkan jenis rantai asam lemak yang meng-ester-
kan sorbitan, misalnya:
HLB adalah suatu karakteristik spesifik yang dipunyai oleh surfaktan nonionik yang
menunjukkan hidrofihisitas dari suatu surfaktan. Makin tinggi harga HLB makin hidrofil
suatu surfaktan dan makin rendah harga HLB makin lipofil suatu surfaktan.
PERHITUNGAN HLB
Ada beberapa peneliti yang membenikan rumus bagaimana cara menghitung harga HLB,
salah satu diantaranya adalah Griffin. Menurut Griffin perhitungan HLB adalah:
Tergantung hidrofili dari surfaktan, maka surfaktan mempunyai kelarutan yang berlainan.
Sifat kelarutan atau terdispersinya dalam air dapat juga dipergunakan untuk memperkirakan
harga HLB surfaktan, yaitu bila:
HLB CAMPURAN SURFAKTAN
Jika 2 surfaktan atau lebih dicampurkan maka HLB campuran dapat diperhitungkan sbb:
Selain HLB campuran surfktan dapat dihitung, surfaktan dapat saling diganti dan nilai 13
nya merupakan aditif artinya berapapun nilai HLB dan jenisnya HLB campuran merupakan
jumlah dari masing-masing nilai HLB nya.
Kadang - kadang dalam menggunakan campuran surfaktan kita tidak selalu harus
menghitung HLB dari surfaktan-surfaktan yang telah diketahui perbandingannya, tetapi kita
harus menggunakan campuran surfaktan pada suatu nilai HLB tertentu.
Untuk itu kita harus menghitung berapa perbandingan surfaktan yang harus dipergunakan.
Contoh : Kita akan membuat emulsi pada HLB 12,0 dengan menggunakan surfaktan
campuran Tween-80 dan Span-80. Maka rumus yang kita pergunakan untuk menghitung
perbandingan tersebut adalah:
Misal akan dibuat emulsi tipe o/w dan fase minyak yang terdiri dari campuran: 30 % esense
mineral, 50 % cotton oil, 20 % kior parafin yang diemulsikan dalam air. HLB optimum
campuran adalah:
Untuk itu dibuat emulsi pada range HLB 8-10. Tentunya hasil akan didapat bahwa emulsi
ing baik pada HLB 8,8 seperti pada perhitungan tersebut, baik itu dengan mempergunakan
surfaktan tunggal atau campuran.
Penentuan harga HLB Optimum emulsi o/w HLB optimum emulsi o/w ditentukan
dengan mengemulsikan fase minyak sebanyak 20% kurang, kemudian dipergunakan
emulgator surfaktan sebanyak 2,5% - 5% sedemikian rupa sehingga diperoleh harga range
HLB antara 4-18 dengan interval 2.
Minyak yang emulsikan bila pada cair dapat dicampurkan dengan emulgator pada suhu
kamar sedangkan minyak yang pa padat dicampurkan pada suhu 10C diatas titik lebur . Air
ditambahkan dengan pengadukan, pada suhu kamar untuk fase minyak yang cair atau 15C
lebih tinggi dari suhu fase minyaknya. Setelah didapat emulsi, dibuat lagi seperti diatas
dengan interval HLB yang lebih.
Makin halus padatan, semakin naik sifat sebagai emulgator. Dari sini dapat dijelaskan
mengapa oksida-oksida atau hidroksida yang dibuat baru (recenter paratus) dan hidrat
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan bentuk keringnya.
PEMBUATAN EMULSI.
Cara pencampuran
Pengawetan emulsi.
Emulsi seperti juga suspensi karena sifat bahan yang digunakan sering mudah ditumbuhi
mikroba. Cara yang paling baik adalah dengan menggunakan bahan yang sedikit terkontaminasi
mikroba atau dengan menambahkan preservative/pengawet.
Pengawet sebaiknya mempunyai sifat : toksisitas rendah, stabil (dalam panas dan nanan,
dapat campur dengan bahan lain, efektif sebagai antimikroba. Selain karena mikroba, emulsi
dapat juga rusak karena oksidasi, maka pengawet emulsi pula berupa antioksidan.
I. Pengaduk (mixer)
Jenis pengaduk ini bermacam ragamnya tergantung dan banyak volume cairan,
kekentalan, dsb. Alat ini mempunyai sifat menghomogenkan dan sekaligus memperkecil
ukuran partikel walaupun efek menghomogenkan cairan lebih dominan.
Selain spesifikasi untuk tiap alatnya, harus dijaga sekali agar tidak terlalu banyak
udara yang ikut terdispersi kedalarn cairan dan menjadi buih. Karena semua yang
terdispersi akan mengkonsumsi/mempergunakan sebagian surfaktan sehingga terjadi
gelembung atau busa. Adanya busa ini terutama akan mengganggu pembacaan volume
bila dilakukan pemasukan kedalam wadah.
Pengecilan ukuran partikel terjadi karena benturan antara partikel dengan partikel
yang lain serta antara partikel dengan dinding serta dengan pengaduknya. Untuk
menghindari ini bisa dilakukan antara lain:
Dengan memasang 4 buffle dengan posisi 900 masing-masing mempunyai lebar
1/12 diameter tempat pencampuran.
Dengan memasang sudip yang ditaruh didinding (untuk volume kecil).
Pengaduk ditempatkan ketepi atau dimiringkan.
II. Homogenizer.
Alat ini mempunyai karakteristik memperkecil ukuran partikel yang sangat
efektif namun tidak menghomogenkan campuran. Pengecilan partikel terjadi karena cara
kerja alat ini yaitu dengan menekan cairan, dipaksa melalui suatu celah yang sempit yang
kemudian dibenturkan ke suatu dinding atau ditumbukkan pada tipeniti metal yang ada
dalam celah tersebut. Cara ini sangat efektif sehingga bisa didapatkan diameter partikel
rata-rata < 1 um.
III. Colloid mill
Prinsip kerja alat ini adalah dengan menggilas partikel sehingga didapatkan ukuran
yang kecil. Kalau dan prinsip kerja tersebut alat ini tidak efektif untuk menghomogenkan
cairan, dalam prakteknya bagian rotor alat ini dilengkapi dengan sejenis baling-baling
sehingga menghasilkan efektifitas pengadukan cairannya.
IV. Ultra Turrax.
Prinsip kerja alat ini adalah dengan cara memberikan gelombang ultrasonik
melalui dengan frekwensi 20-50 kilocycles/ detik. Dengan adanya gelombang tersebut
akan mengakibatkan partikel pecah menjadi ukuran yang lebih kecil. Alat ini cocok untuk
pembuatan emulsi yang cair atau dengan viskositas menengah.
Ketidak stabilan emulsi yang dimaksud adalah suatu peristiwa perubahan fisik dan emulsi
yang terjadi sewaktu pembuatan atau setelah penyimpanan. Karena perubahan fisik tersebut,
dikatakan emulsi tidak stabil. Peristiwa tersebut adalah:
I. Emulsi pecah/breaking.
Pecahnya emulsi ini karena terjadi penurunan luas antarmuka antara fase
dispers dan medium dispers yang relatif sangat cepat sampai suatu luas
antarmuka yang minimal, sehingga kelihatan terjadi 2 fase yang memisah total
(peristiwa koalesensi). Penurunan luas antarmuka ini sebagai upaya menurunkan
energi bebas permukaan karena tegangan antarmuka yang sangat tinggi.
Peristiwa ini kebanyakan bersifat irreversible.
II. Creaming.
Adalah suatu peristiwa dimana emulsi terbagi menjadi 2 bagian, yang
satu lebih banyak mengandung fase intern sedang yang lain mengandung lebih
banyak fase ekstem. Keadaan ini masih bersifat reversible. Peristiwa creaming ini
merupakan peristiwa flokulasi, yang bilamana proses berlanjut dapat terjadi
peristiwa koalesensi (jecahnya emulsi). Perbedaan peristiwa ini dapat
digambarkan sbb: Flokulasi : o o ---> oo Koalesensi : o o ---> oo ---> 0
III. Inversi.
Adalah peristiwa dimana terjadi pembalikan tipe emulsi, yang semula
o/w menjadi w/o atau sebaliknya. Penyebab peristiwainidapat bermacam-macam
misalnya : suhu, komposisi bahan penyusun emulsi. Pada umumnya peristiwa ini
hanya terjadi pada emulsi yang menggunakan surfaktan sebagai emulgatomya,
dan pada suatu harga HLB yang dekat dengan perubahan sifat hidrofil dan lipofil.
Pada emulsi dengan emulgator hidrokoloid peristiwa ini hampir tidak pemah
terjadi karena hidrokoloid lebih bersifat hidrofil.
KONTROL EMULSI
Kontrol emulsi dimaksudkan untuk mengetahui sifat fisika dari emulsi dan dipergunakan
untuk mengevaluasi kestabilan emulsi Dalam bidang produksi keseragaman sifat fisika
tersebut terutama dan batch satu ke batch yang lain sangat penting. Pemakai tidak selalu
mempergunakan sediaan dengan nomer batch yang sama apalagi untuk konsumen yang rutin
mempergunakannya. Kontrol emulsi ada beberapa cara:
a. Dapat membentuk sediaan yang saling tidak bercampur menjadi dapat bersatu membentuk
sediaan yang homogen dan stabil.
b. Sebagai alternatif bagi pasien yang tidak bisa minum tablet.
c. Dapat menutupi rasa tidak enak obat daam bentuk cair, contoh minyak ikan.
Organoleptis : Meliputi pewarnaan, bau, rasa dan dari seeiaan emulsi pada penyimpanan pada
suhu endah 5oC dan tinggi 35oC pada penyimpanan masing-masing 12 jam.
Volume Terpindahkan (FI IV. Halaman 1089)
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya ikuti
prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok isi dari 10 wadah satu persatu.
Prosedur:
Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas
gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara
hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan gelembung udaa pada waktu penuangan dan
diamkan selama tidak lebih dari 30 menit.
Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran: volume rata-rata larutan
yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100 %, dan tidak satupun volume wadah yang
kurang dari 95 % dari volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang
dari 100 % dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadahpun volumenya kurang
dari 95 % dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu wadah volume kurang
dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % dari volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian
terdadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah tidak
kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah
volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % seperti yang tertera pada etiket.
Penentuan viskositaas : Dilakukan terhadap emulsi, pengukuran viskositas dilakukan dengna
viskometer brookfield pada 50 putaran permenit (Rpm).
Daya hantar listrik : Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala kemudian
dihubungkan dengan rangkaian arus listrik. Jika mampu menyala maka emulsi tipe minyak dalam
air. Jika sistem tidak menghantarkan listrik maka emulsi tipe air dalam minyak.
Metode pengenceran : Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala kemudian
diencerkan dengan air. JIka dapat diencerkan maka emulsi tipe minyak dalam air dan sebaliknya.
Metode percobaan cincin: Jika satu tetes emulsi yang diuji diteteskan pada kertas saring maka
emulsi minyak dalam air dalam waktu singkat membentuk cincin air disekeliling tetesan.
Metode warna : Beberapa tetes larutan bahan pewarna lain ( metilen ) dicampurkan ke dalam
contoh emulsi. Jika selurih emulsi berwarna seragam maka emulsi yang diuji berjenis minyak
dalam air, oleh karena air adalah fase luar. Sampel yang diuji bahan warna larut sudan III dalam
minyak pewarna homogen pada sampel berarti sampel tipe air dalam minyak karena pewarna
pelarut lipoid mampu mewarnai fase luar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dengan medium
pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua
zat yang tidak dapat bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu terdispersi
menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain.
Dalam emulsi, butir-butir tetesan (fase dispers) dapat distabilkan dengan cara, penurunan
tegangan antarmuka, terbentuknya lapisan ganda listrik, terbentuknya film antarmuka.
Dengan mengetahui sistem emulsi maka kita akan mengetahui sifat sifat emulsi, stabil atau
tidak stabilnya suatu emulsi serta faktor apa yang membuat emulsi tidak stabil sehingga kita akan dapat
menentukan zat pengemulsi untuk dapat menstabilkannya. Sebagai contoh detergen yang digunakan
untuk mencuci disini detergen berfungsi sebagai emulgator yang dapat menstabilkan emulsi air dan
minyak sehingga minyak dapat mudah lepas dari pakaian. Selain itu dalam bidang industri contohnya
pembuatan saus salad, saus salad dari asam cuka dan minyak yang awalnya stabil saat pengocokan namun
setelah pengocokan dihentikan kedua fase akan terpisah lagi sehingga dibutuhkan kuning telur sebagai
emulgator.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ansel, Howard C, 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta : UI-Press
2. Anief, Moh. 2007. Farmasetika. Gajah Mada University Press:Yogyakarta
3. Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : DEPKES RI
4. Departemen Farmakologi dan Teraupetik, 2009. Farmakologi Dan Terapi Edisi V. Jakarta :
Balai penerbit FKUI
5. Lachman, Leon dkk, 2008. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI-Press
6. Kibbe arthur, 1986. Hand Book Of Pharmaceutical Excipient. London : United Kingdom
7. Sean C, Sweetman, 2009. Martindale The Complete Drug Reference. London : United Kingdom
8. Wartel, Lund, 1994. Codex The Pharmacuetical. London : Press