Anda di halaman 1dari 8

Analisis

Pada praktikum kromatografi lapis tipis, digunakan 2 sampel yaitu kunyit dan daun pandan
suji. Tahap awal adalah persiapan sampel, dimana sampel daun suji yang ada dicuci lalu
ditumbuk kemudian ditimbang sebanyak 15 gram. Dari sampel sejumlah 15 gram inilah
kemudian ditambahkan pelarut methanol sebanyak 5 mL. setelah itu sampel diaduk dan
diperas menggunakan spatula, hasil dari perlakuan ini adalah campuran berwarna hijau,
filtrate berupa laurtan hijau dan residu berupa daun yang berwarna hijau. Campuran ini
kemudian didekantasi dan dimasukkan ke dalam corong pisah, lalu di ekstraksi dengan
ditambah diklorometana sebanyak 25 mL. setelah larutan dikocok dan didiamkan terbentuk 2
lapisan dimana lapisan atas berwarna hijau yang lebih muda daripada lapisan bawah yang
juga berwarna hijau lebih tua. Lapisan bawah yang kemudian dijadikan sebagai sampel dalam
praktikum ini.

Hal yang sama juga dilakukan pada kunyit setelah ditimbang seberat 16 gram ditambahkan
pelarut ethanol sehingga menghasilkan campuran berwarna kuning, filtrate berupa larutan
kuning dan residu berupa kunyit. Setelah itu di dekantasi dan diekstraksi dengan 25 mL
diklorometana. Setelah dikocok terbentuk 2 lapisan dimana lapisan atas lebih terang daripada
lapisan bawah dan berwarna kuning. Lapisan atas yang dijadikan sebagai sampel dalam
praktikum ini.

Kedua sampel kemudian ditotolkan pada 2 buah pelat selebar 3 x 5 cm dimana pada tiap pelat
telah diberi titik tipis sebanyak 6 titik dengan jarak satu sama lain sebesar 1 cm. Setelah
penotolan sebanyak 2 kali ditambahkan eluen dengan kode vial A, B, C, D, E, F. Hasil
penotolan sampel dan eluen adalah noda berbentuk cincin yang memiliki beberapa lingkaran
dan disebut sebagai cincin terkonsentrasi. Dari 6 sampel didapatkan eluen polar untuk smapel
pandan suji adalah eluen yang berkode vial E dan untuk sampel kunyit eluen yang polar
adalah eluen berkode vial E. untuk eluen dengan kode vial C, D, dan F eluen terlau polar
sedangkan untuk eleun dengan kode vial A dan B kurang polar.

Kemudian kedua sampel ditotolkan kembali pada 2 buah pelat berukuran 2 x 7 cm, dengan
jarak bawah pada pelat sebesar 1 cm dan jarak atas pada pelat sebesar 0,5 cm. Setelah
penotolan pada pelat, pelat yang bernoda dimasukkan chamber yan berisi eluen dengan kode
vial E. Dari perlakuan ini dihasilkan noda yang terangkat naik, jumlah titik noda pada 2 noda
pandan suji adalah 6 buah. Sedangkan untuk sampel kunyit jumlah noda pada kedua nodanya
sebanyak 4 buah.
Pembahasan

Telah dilakukan praktikum kromatografi lapis tipis. Sampel yang digunakan berupa daun
pandan suji dan kunyit. Digunakan 2 sampel ini karena pada daun pandan suji terdapat suatu
zat yang bernama klorofil, klorofil adalah zat warna hijau pada daun, zat ini mudah untuk
diteliti proses kromatografinya. Sedangkan pada kunyit terdapat zat bernama karoten yang
memberi warna kuning yang kuat pada kunyit. karoten juga mudah untuk diteliti proses
kromatograinya sehingga digunakan pada proses ini.

Adanya klorofil pada daun pandan suji dan karoten pada kunyit yang kuat, mampu membuat
kedua bahan ini memberikan pewarna alami pada makanan.

Struktur klorofil

Klorofil A

Klorofil B

Struktur karoten
-karoten

-karoten

Klorofil strukturnya bersifat non polar meskipun ada bagian yang bersifat polar, sifat non
polar ini sama seperti hidrokarbon. Hal ini yang menyebabkan klorofil mudah larut dalam
pelarut non polar seperti eter. Ada dua jenis klorofil yaitu klorofil a dan klorofil b, yang
membedakan kedua jenis klorofil ini adalah adanya gugus aldehid pada struktur klorofil b
yang menyebabkan klorofil b ini bersifat sedikit lebih polar dibandingkan klorofil a. Pada
sampel daun pandan suji kemungkinan klorofil yang dominan adalah klorofil sehingga
pelarut yang digunakan untuk mengekstrak klorofilnya adalah metanol yang bersifat lebih
polar daripada alkohol yang lain.

Sedangkan pada kunyit yang mengandung karoten digunakan pelarut etanol dimana etanol
lebih non polar daripada metanol. Hal ini mengindikasikan bahwa karoten bersifat lebih non
polar daripada klorofil. Karoten (C40H56) adalah senyawa alkena dengan rantai panjang dari
sistem ikatan rangkap terkonjugasi.. Meskipun secara keseluruhan molekul karoten adalah
non polar, akan tetapi mempunyai sifat dapat mengubah bidang polarisasi. Karoten juga ada
dua jenis yaitu -karoten dan -karoten, yang membedakan kedua struktur ini adalah posisi
ikatan rangkap pada cincin ujung.

Pemilihan pelarut dalam proses pengekstrakan tidak boleh salah atau tertukar. Karena jika
salah atau tertukar zar warna/pigmen dalam sampel tidak akan larut sehingga pigmen tidak
dapat keluar atau tidak dapat digunakan.

Setelah sampel diekstrak, filtrat yang berwarna hijau untuk daun pandan suji di dekantasi.
Proses dekantasi lebih dipilih daripada filtrasi karena untuk mempertahankan pigmen klorofil
dalam filtrat. Jika menggunakan filtrasi kemungkinan klorofil dapat tersaring pada kertas
saring. Sama halnya dengan pigmen karoten pada kunyit, proses yang digunakan adalah
dekantasi bukan fitrasi karena mempertahankan pigmen karoten.

Kemudian filtrat diekstraksi menggunakan corong pisah dengan ditambahkan pelarut non
polar diklorometana agar kedua zat tidak bercampur dan terlihat pemisahannya. Campuran
dalam corog pisah dikocok untuk memisahkan larutan dengan sesekali keran dibuka agar gas
dari diklorometana keluar. Hasil untuk daun suji adalah 2 lapisan berwarna hijau, dimana
lapisan atas lebih terang daripada lapisan bawah. Hal ini disebabkan lapisan atas bersifat
nonpolar sehingga campuran dalam pigmen klorofil yang bersifat non polar (seperti klorofil
a) larut dalam diklorometana sedangakan zat yang bersifat polar dibawah, zat yang berada
dibawah inilah yang digunakan sebagai sampel uji. Untuk kunyit, diperlakukan hal sama
yaitu ditambahkan dengan diklorometana dan dikocok. Hasilnya yaitu terbentuk 2 lapisan
berwarna kuning, dimana lapisan atas berwarna lebih terang daripada lapisan bawah. Lapisan
bawah mengandung karoten lebih banyak dan bersifat lebih polar daripada lapisan atas,
sehingga sampel ini yang dijadikan sebagai sampel yang akan digunakan.

Pelat yang akan digunakan dioven dalam suhu 1100 C selama 10 menit. Hal ini dilakukan
untuk mengaktifkan pelat dan untuk menghilangkan molekul air yang mungkin terikat dalam
pelat, jika tidak dihilangkan air ini dapat bertindak sebagai fasa mobile sehingga
memengaruhi hasil kromatografi dan hasil Rf .

Eluen yang digunakan adalah campuran antara etanol dan diklorometana dalam vial-vial
dengan perbandingan sebagai berikut:

A. 3 : 7 D. 6 : 4

B. 4 : 6 E. 7 : 3

C. 5 : 5 F. 8 : 2

Eluen dengan berbagai perbandingan di atas bertujuan untuk memilih eluen yang paling baik
atau tepat untuk digunakan dalam penentuan Rf.

Untuk cincin terkonsentrasi, plat diberi titik-titik dan kode A-F dengan pensil, penitikan
dilakukan dengan pinsil karena jika digunakan dengan bolpoin, tinta akan ikut tercampur
pada eluen. Jarak antar titik sekitar 1 cm, adanya jarak pada titik-tititk difungsikan agar
daerah cincin konsentrasi dapat terlokalisasi atau tidak meluber ke titik lainnya. Jika noda
sampai meluber ke titik yang lain menyebabkan sulitnya penentuan cincin yang polar.
Selanjutnya sampel ditotolkan pada titik-titik tersebut sebanyak 2 kali, baru kemudian
menambahkan eluen dengan kode A-F ditotolkan sesuai dengan kode sampel A-F pada plat.
Berdasarkan percobaan diperoleh pada daun pandan suji dan kunyit didapatkan macam-
macam bentuk noda. Pada kode vial E cenderung bersifat polar, hal ini terlihat dari cincin
yang dibentuk terlihat teratur antara lebar cincin satu dan yang lain. Pada kode A dan B
cenderung bersifat kurang polar, terlihat dengan noda yang tidak membentuk cincin.
Sedangkan untuk noda kode vial C, D, dan F cenderung terlalu polar karena cincin yang
dibentuk terlalu lebar dan jarak antara cincinnya tidak sama, ada yang berjarak terlalu dekat
dan ada yang jaraknya terlalu lebar. Dengan demikian eluen yang sesuai adalah kode vial E.
Tabel cincin terkonsentrasi:

Pelarut
A B C D E F
Sampel

Kunyit KP KP KP TP P TP

Pandan KP KP TP TP P TP

Keterangan :

KP = Kurang Polar
P = Polar
TP = Terlalu Polar

Pada persiapan chamber keras saring dimasukkan ke dalam gelas yang tegak, dan
permukaaan dalamnya rata, tinggi kertas saring tersebut + 2 cm dari dinding atas gelas.
Kemudian memasukkan eluen yang perbandingan sesuai yaitu E sebanyak 5 mL dan ditutup
dengan pelat kaca yang bertujuan untuk menjenuhkan eluen dan karena sifat eluen yang
mudah menguap. Kejenuhan eluen ditunjukkan dengan kertas saring yang basah seluruhnya,
karena sifat kapilaritas dari eluen. Chamber digunakan sebagai media kapilaritas eluen yang
cocok yang kemudian eluen ini digunakan untuk uji kromatografi lapis tipis.
Selanjutnya, pada penentuan Rf pelat diberi tanda batas atas 0,5 cm dan batas bawah 1 cm.
Pelat tersebut diberi 2 titik dengan pensil dan setiap titik ditotolkan sampel sebanyak 2 kali.
Kemudian plat dimasukkan dalam gelas dengan posisi tegak agar hasil laju titik warna tidak
miring. Pelat diambil setelah eluen mencapai batas atas, dengan terbentuknya gradiasi warna,
dikeringkan dan ditutup selotip agar warnanya tidak memudar. Dari proses diatas didapatkan
noda yang berbeda beda. Untuk daun pandan suji didapatkan titik noda sebanyak 6 buah
sedangkan pada kunyit didapatkan titik sebanyak 4 buah. Lalu, diukur Rf nya dan didapat
nilai Rf sesuai perhitungan dibawah ini:

Sampel Rf1 Rf2 Rf3 Rf4 Rf5 Rf6

A B A B A B A B A B A B
Kunyit
0,072 0,072 0,127 0,127 0,181 0,181 0,254 0,254

Rata-
0,072 0,127 0,181 0,254
rata
A B A B A B A B A B A B
Pandan
0,218 0,218 0,364 0,364 0,618 0,618 0,673 0,673 0,745 0,745 0,818 0,818

Rata-
0,218 0,364 0,618 0,673 0,745 0,818
rata

Rata-rata Rf diperoleh dari

+
=
2

Diskusi

Dari percobaan diperoleh titik noda yang bagus untuk sampel daun pandan suji sedangkan
pada kunyit titik noda yang terbentuk hanya empat, selain itu noda kurang dapat naik
(ascending), tidak seperti noda pada sampel daun pandan suji. Hal ini terjadi karena
kemungkinan ketika mengamati eluen yang cocok melalui proses cincin terkonsentrasi
kurang cermat. Noda dengan eluen E yang terlihat polar kemungkinan sejatinya tidak bersifat
polar melainkan bersifat kurang polar atau terlalu polar. Kekurang cermatan dalam
pengamatan ini mempengaruhi dalam proses penentuan Rf.

Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Komposisi eluen yang sesuai untuk sampel pandan betawi berdasarkan metode
cincin terkonsentrasi adalah eluen dengan kode vial E yaitu campuran dengan
perbandingan kloroform-etanol (7:3) sedangkan eluen yang cock untuk kuyit yaitu
vial E.
2. Nilai Rf rata-rata untuk 4 titik noda pada kunyit berturut-turut:
0,072; 0,127; 0,181; 0,254
3. Nilai Rf rata-rata untuk 6 titik noda pada daun suji berturut-turut:
0,218; 0,364; 0,618; 0,673; 0,745; 0,818

JAWABAN PERTANYAAN
1. Apa yang terjadi jika eluen yang digunakan sebagai pelarut pengembang pada KLT
terlalu polar atau kurang polar? Mengapa?
Jawaban :
Jika eluen yang digunakan sebagai pelarut pengembang pada KLT terlalu polar akan
menyebabkan noda merambat naik terlalu cepat atau noda berlari, sedangkan jika eluen yang
digunakan sebagai pelarut pengembang pada KLT kurang polar akan menyebabkan noda
sama sekali tidak bergerak.

2. Apa fungsi kertas saring pada percobaan penentuan Rf ?


Jawaban :
Fungsi dari kertas saring adalah untuk mengetahui eluen dalam chamber sudah jenuh ataukah
belum. Jika seluruh kertas saring telah basah, maka eluen dalam chamber telah jenuh karena
sifat eluen yang mudah menguap dan uap itulah yang membasahi seluruh bagian dari kertas
saring.

3. Mengapa permukaan pelat KLT tidak boleh rusak?


Jawaban :
Karena jika permukaan pelatKLT rusak, maka eluen akan terhambat naik dan noda juga akan
terhalang sehingga hasil dari kromatografi juga tidak akan maksimal.
4. Mengapa pelat yang digunakan harus dikeringkan dulu dalam oven?
Jawaban :
Karena dalam plat sangat mungkin terdapat molekul air yang terikat yang akan menghalangi
proses pengembangan sampel, sehingga untuk menghilangkan molekul air inilah dilakukan
pengeringan dalam oven selain juga untuk mengaktifkan daya serap pelat terhadap eluen.

5. Mengapa batas atas dan batas bawah pelat harus diberi tanda dengan pinsil?
Jawaban :
Pemberian tanda berupa garis adalah untuk meluruskan totolan noda, sehingga eluen yang
naik membawa sampel juga akan sama. Sedangkan penggunaan pensil adalah karena noda
pensil tidak akan ikut terbawa oleh eluen, sehingga noda dari sampel tidak akan
terkontaminasi. Jika digunakan bulpoin, maka tinta dari bulpoin akan terbawa eluen (ikut
terelusi) dan noda juga akan terpengaruh, sehingga hasil kromatografi juga akan jadi kurang
maksimal.

Anda mungkin juga menyukai