PERCOBAAN 3
ANALISIS KADAR TIMBAL MELALUI GRAVIMETRI
Disusun oleh :
Nama : Maria Bestanika Nugrahani
NIM : 171444005
Grup/Kelompok : A2/1
Dosen Pengampu:
Johnsen Harta, M.Pd.
Asisten Dosen:
Patricia Dian Anggraeni
1
pelarut yang digunakan dalam destruksi basah adalah asam nitrat, asam sulfat,
asam perklorat, dan asam klorida.
b. Destruksi kering
Destruksi kering merupakan perombakan organik di dalam sampel menjadi
logam-logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dalam muffle
furnance dan memerlukan suhu pemanasan tertentu.
4. Pencucian endapan
Pencucian endapan bertujuan untuk menghilangkan kotoran di atas
permukaan endapan (Khopkar, 1990). Menurut Charan (2011), kualitas ideal pada
cairan pencuci endapan sebagai berikut:
a. Cairan pencuci seharusnya tidak memiliki kecenderungan untuk melarutkan
pengotor yang melekat pada endapan. Pelarut organic seperti etanol dan eter
dapat digunakan untuk pencucian.
b. Tidak menyebabkan peptizing (perubahan ke bentuk fase koloid) yang
menyebabkan endapan turun melewati kertas saring.
c. Tidak bereaksi dengan endapan.
d. Tidak terkandung molekul lain yang menganggu kesetimbangan.
E. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Neraca analitik
b. Batang pengaduk
c. Botol semprot
d. Corong
e. Desikator
f. Gelas kimia
g. Gelas ukur
h. Labu erlemenyer
i. Labu ukur
j. Kaca arloji
k. Hotplate
l. Pipet ukur/ volume 25 dan 50 mL
m. Oven
2
2. Bahan
a. Sampel berupa kerrang yang sudah dikeringkan
b. Etanol
c. HNO3 p.a.
d. H2O2 p.a.
e. H2SO4 2 M pekat
f. Larutan HNO3 0,1 M
g. Kertas saring
3
F. Prosedur Kerja sudah dikeringkan dan
dihomogenkan
0,3 gram sampel kerang
dimasukkan
gelas kimia
campuran oksidator didestruksi basah
ditambahkan
HNO3 p.a. dan H2O2 p.a
dipanaskan di atas hotplate
diperoleh pada suhu 190 °C
10 mL larutan analit
diambil menggunakan
dimasukkan pipet volume
gelas kimia
ditambahkan
endapan filtrat
dicuci ditampung
4
G. Data Pengamatan
NO Prosedur Singkat Pengamatan
1 Sampel (kerang) Padatan kasar berwarna hijau tua
2 Sampel dihaluskan dengan blender Padatan halus berwarna hijau tua
3 Sampel didinginkan di dalam kulkas Padatan berwarna hijau tua
4 Sampel dipanaskan di dalam oven Padatan berwarna hitam
6 Sampel dihaluskan menggunakan mortar Bentuk serbuk berwarna abu-abu
7 Sampel disetruksi dengan H2O2 p.a. dan Larutan yang berwarna orange,
HNO3 p.a. dengan perbandingan 3:1 terdapat gelembung gas
8 Sampel dilakukan penambahan H2O2 p.a. Larutan yang jernih
dan HNO3 p.a.
9 Larutan analit dilarutkan dalam larutan Larutan jernih
HNO3
10 10 mL larutan analit dalam pelarut pelarut Endapan putih PbSO4
larutan HNO3 direaksikan dengan 2 mL
H2SO4 pekat
11 Endapan PbSO4 dicuci dengan akuades Endapan putih
dan etanol perbandingan 1:1 lalu dicuci
beberapa tetes H2SO4
12 Massa kertas saring + endapan setelah 0,37 gram
dipanaskan
13 Massa endapan putih PbSO4 0,02 gram
Perhitungan penentuan kadar Pb dalam sampel
𝐴𝑟 𝑃𝑏
Massa timbal (Pb2+) dalam PbSO4 = 𝐴𝑟 𝑃𝑏𝑆𝑂 x massa PbSO4
4
207
Massa timbal (Pb2+) dalam PbSO4 = 303 x 0,02 gram
5
H. Pembahasan
Dalam menentukan kadar Pb dalam sampel kerang dilakukan dengan
menggunakan metode gravimetri. Sebelumnya sampel kerang dalam bentuk padatan
kasar yang berwarna hijau tua dihaluskan menggunakan blender setelah itu sampel
tersebut dimasukkan ke dalam kulkas untuk menghilangkan bau amis dari kerang
tersebut. Sampel yang telah dibekukan kemudian dipanaskan namun sebelum
dipanaskan sampel dibiarkan sampai suhu ruangan baru bisa dimasukkan ke dalam oven
dalam suhu 80℃ selama tiga hari. Sampel yang telah dipanaskan dalam oven siap
digunakan untuk menganalisis kadar Pb dalam sampel kerang.
6
pengganggu yang tidak hilang pada saat pencucian endapan akan hilang pada saat
pemanasan atau pengeringan endapan (Permansari, 2014). Asam-asam kuat yang
digunakan pada percobaan ini adalah HNO3 p.a. dan H2O2 p.a. Dalam melakukan
destruksi harus di lakukan dalam lemari asam, karena bahan yang digunakan bersifat
oksidator. Penambahan HNO3 p.a. dan H2O2 p.a ke dalam sampel dengan perbandingan
3:1 untuk pertama kalinya dan dipanaskan pada hot plate dengan suhu 190℃
menghasilkan larutan berwarna orange dan timbul gelembung gas. Penambahan HNO3
p.a. dan H2O2 p.a ke dalam sampel dilakukan berulang kali hingga mendapat larutan
yang jernih . Pada percobaan ini, dilakukan 4 kali penambahan HNO3 p.a. dan H2O2 p.a.
7
Larutan analit yang dilarutkan ke dalam pelarut HNO3 untuk menghasilkan
endapan putih ketika direaksikan dengan larutan H2SO4. Menurut Svehla (1985), ketika
larutan Pb(NO3)2 direaksikan dengan H2SO4 akan membentuk endapan putih PbSO4.
Pada percobaan ini larutan analit yang telah dilarutkan dalam larutan HNO3 direaksikan
dengan H2SO4 pekat. Penggunaan reagen yang memiliki konsetrasi tinggi mebantu
mempercepat pembentukan endapan (Keenan. et al, 1984).
Persamaan reaksi: Pb(NO3)2(aq) + H2SO4(l) PbSO4(s)
8
Endapan yang dihasilkan biasanya mengandung satu atau lebih senyawa yang dapat
larut. Maka dari itu perlu adanya pencucian pada endapan yang terbentuk. Tujuan
pencucian endapan adalah untuk melarutkan pengotor yang terdapat dipermukaan
endapan dan memaksimalkan endapan yang terbebas dari zat pengotor. Penggunaan
larutan pencuci endapan sangat tergantung pada kelarutan dan sifat-sifat kimia endapan,
sehingga pada percobaan ini larutan yang digunakan untuk untuk mencuci endapan
adalah akuades dan etanol dengan perbandingan 1:1 kemudian dicuci dengan
penambahan beberapa tetes H2SO4 2 M. Menurut Basset et al. (1991), endapan dicuci
dengan larutan elektrolit yang mengandung ion sejenis dengan ion endapan.
Gambar 13. Endapan dicuci dengan etanol dan akudes yang perbandingannya 1:1
Untuk menganlisis endapan harus dalam keadaan kering agar mendapatkan hasil
yang sesuai maka dari itu endapan tersebut harus dipanaskan dalam oven dengan suhu
100℃ dengan rentang waktu 8-10 menit. Menurut Basset et al. (1991), tujuan
pemanasan ini ialah menghilangkan air pada endapan tersebut sehingga didapatkan
endapan yang murni dan endapan tidak lagi menempel pada kertas saring. Pengaturan
suhu harus sesuai dengan dekomposisi dari endapan agar endapan yang akan dianalisis
mendapatkan hasil yang sesuai. Pada pemanasan tersebut air yang didalam endapan
tersebut belum terserap semua selain itu endapan perlu didinginkan sampai menyamai
suhu neraca sebelum ditimbang. Perbedaan suhu yang terlalu besar dapat
mengakibatkan kerusakan pada neraca. Sehingga endapan yang telah dipanaskan
dimasukkan ke dalam desikator. Di dalam desikator tersebut, endapan menjadi sangat
kering karena adanya penyerapan air pada endapan meskipun lebih sedikit dan konstan.
9
Gambar 14. Endapan dipanaskan dalam oven Gambar 15. Endapan didinginkan dalam
desikator.
Endapan yang telah kering bisa dianalisis dengan menimbang hasil endapan
tersebut. Pada awal praktikum, kertas saring memiliki berat 0,35 gram, namun setelah
ada endapan berat kertas saring bertambah menjadi 0,37 gram. Dari perbedaan tersebut
dapat disimpulkan bahwa endapan putih PbSO4 yang terbentuk dari hasil praktikum ini
sebesar 0,02 gram.
Gambar 16. Massa kertas saring yang ada endapan setelah dipanaskan
Endapan yang didapat dari hasil pendinginan masih mengandung PbSO4 belum
berupa kandungan timbal murni. Namun, hasil dari data praktikum bisa digunakan untuk
menghitung massa timbal murni dalam endapan tersebut. Endapan PbSO4 yang
memiliki berat 0,02 gram dihtiung bersamaan dengan massa relatif dari timbal dan
timbal (II) sulfat untuk mendapatkan massa timbal dalam endapan tersebut. Dengan kata
lain, untuk mendapatkan massa timbal murni dibuat perbandingan massa relatif antara
timbal dan timbal (II) sulfat lalu dikalikan dengan massa endapan PbSO4. Hasil
perhitungan tersebut didapatkan massa timbal murni sebesar 0,014 gram. Dari hasil
perhitungan tersebut, kadar timbal dalam sampel dapat dihitung. Untuk menghitung
kadar timbal dibuat dengan melakukan perbandingan massa antara timbal dan sampel
kerang lalu dikali 100%. Dari perhitungan tersebut diperoleh kadar timbal dalam sampel
sebesar 4,6%.
10
Menurut Emawati dkk. (2015), batas aman paparan timbal dalam kerang adalah
1,5 µg/g atau setara dengan 0,000005 gram dalam 0,3 gram kerang. Dengan kata lain,
persentase maksimum dalam kandungan timbal dalam kerang adalah 0,0005%. Itu
menandakan sampel kerang yang dianalisis kandungan logam timbal dalam kerang
melebihi batas ambang yang telah ditentukan berarti kerang tersebut tidak layak
dikonsumsi.
I. Pertayaan Pascapraktek
1. Mengapa proses destruksi basah dipilih sebagai salah satu metode yang cocok untuk
analisis logam timbal?
Destruksi basah merupakan perombakan sampel menggunakan asam-asam kuat,
Logam Pb merupakan logam yang mudah menguap di suhu 500℃ - 600℃ sehingga
destruksi basah merupakan metode yang cocok agar Pb tidak banyak menguap sebab
suhu yang digunakan pada destruksi basah sebesar 190℃ (Sunarya, 2007).
2. Jelaskan proses pembentukan endapan yang terjadi dan digunakan dalam analisis
gravimetri?
Pembentukan endapan terjadi saat larutan Pb(NO3)2 direaksikan dengan H2SO4
pekat menghasilkan endapan berwarna putih. Endapan PbSO4 dari hasil reaksi
tersebut dapat digunakan untuk mencari massa timbal murni dalam endapan
tersebut. Setelah mengetahui massa timbal murni tersebut, kadar timbal dalam
sampel dapat dicari.
J. Kesimpulan
Dari hasil praktikum tersebut, dalam menganalisis Pb dalam sampel harus
menggunakan destruksi basah, karena logam Pb mudah menguap. Pada destruksi basah
ini menggunakan pelarut asam-asam kuat dan suhunya 190℃. Dalam menganalisis Pb
dalam sampel terbentuk suatu endapan putih PbSO4 yang nantinya dapat mengetahui
kadar Pb dalam sampel kerang. Namun sebelum melakukan analisis lebih lanjut pada
endapan tersebut, endapan harus dicuci, dipanaskan, dan didinginkan supaya
mendapatkan endapan yang murni yang terbebas dari zat pengotor.
11
K. Daftar Pustaka
Bassett, J., Denney, R.C., Jeffery, G.H., and Mendham, J. 1991. Vogel’s Textbook of
Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis.
London: Longman Group UK Limited.
Charan, D.D. 2011. Analytical Chemistry. New Delhi: PHI Learning Pvt. Ltd.
Day, R.A. dan Underwood, A.L. 1981. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Emawati, E., Aprianto, R., dan Musfiroh, I. Analisis Timbal dalam Kerang Hijau,
Kerang Bulu, dan Sedimen di Teluk Jakarta. Indonesian Journal Pharmaceutical
Science and Technology. Vol. 2. No. 3. Hal 105-111.
Keenan, C.W., Kleinfelter, D.C., and Wood, J.H. 1985. Ilmu Kimia Untuk Universitas
Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit UI Press.
Kristianingrum, S. 2012. Kajian Berbagai Proses Destruksi Sampel dan Efeknya.
Prosiding Seminar Nasional Penlitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Hal 195-
201.
Permansari, A. 2014. Kimia Analitik Dasar. Bandung: Penerbit Alfabeta Bandung.
Sunarya, Y. 2007. Kimia Umum. Bandung: Grafisindo.
Svehla, G. 1985. Vogel I : Buku Teks Analisis Anorganik Kuanlitatif Makro dan
Semimikro Edisi V. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka.
Widodo, D.S dan Lusiana, R.A. 2010. Kimia Analisis Kuantitatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
12