Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR KIMIA ANALISIS

PERCOBAAN 3
ANALISIS KADAR TIMBAL MELALUI GRAVIMETRI

Disusun oleh :
Nama : Maria Bestanika Nugrahani
NIM : 171444005
Grup/Kelompok : A2/1

Dosen Pengampu:
Johnsen Harta, M.Pd.

Asisten Dosen:
Patricia Dian Anggraeni

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
SEMESTER GENAP 2017/2018
PERCOBAAN I
ANALISIS KADAR TIMBAL MELALUI GRAVIMETRI

A. Judul Praktikum : Analisis Kadar Timbal Melalui Gravimetri


B. Hari dan Tanggal Praktikum : Sabtu, 14 Maret 2018
C. Tujuan Percobaan
Mahasiswa dapar menentukan kadar timbal (Pb) dalam sampel kerang secara gravimetri
D. Landasan Teori
1. Gravimetri
Metode analisis gravimetri termasuk dalam metode analisa secara kuantitatif.
Metode gravimetri merupakan metode primer yang digunakan untuk mengetahui
kadar suatu zat dalam sampel atau cuplikan (Day dan Underwood, 1981). Bagian
terbesar dari penentuan secara analisis gravimetri meliputi transformasi unsur atau
radikal ke senyawa murni stabil yang dapat diubah menjadi bentuk yang dapat
ditimbang dan diteliti. Pemisahan unsur-unsur atau senyawa yang dikandung dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu metode pengendapan, metode penguapan,
metode elektrolisis atau berbagai macam metode lainnya (Khopkar, 1990).
2. Metode Pengendapan
Menurut Widodo dan Lusiana (2010), pada metode pengendapan, analit
direaksikan dengan pereaksi tertentu sehingga baik kation maupun anion akan
diendapkan, bahan pengendap dapat sebagai bahan anorganik maupun organik.
Untuk memperoleh kesempurnaan pengendapan, pengendapan harus diusahakan
sesempurna mungkin, dengan mengatur kelarutan endapan agar sekecil mungkin.
3. Destruksi
Menurut Kristianingrum (2012), destruksi merupakan pemecahan senyawa
menjadi unsur-unsurnya sehingga dapat dianalisis. Destruksi disebut juga
perombakan yaitu dari bentuk organik logam menjadi bentuk logam-logam
anorganik. Pada dasarnya destruksi dibagi dua jenis sebagai berikut:
a. Destruksi basah
Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan asam-asam kuat baik
tunggal maupun campuran kemudian dioksidasi dengan zat okdidator. Pelarut-

1
pelarut yang digunakan dalam destruksi basah adalah asam nitrat, asam sulfat,
asam perklorat, dan asam klorida.
b. Destruksi kering
Destruksi kering merupakan perombakan organik di dalam sampel menjadi
logam-logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dalam muffle
furnance dan memerlukan suhu pemanasan tertentu.
4. Pencucian endapan
Pencucian endapan bertujuan untuk menghilangkan kotoran di atas
permukaan endapan (Khopkar, 1990). Menurut Charan (2011), kualitas ideal pada
cairan pencuci endapan sebagai berikut:
a. Cairan pencuci seharusnya tidak memiliki kecenderungan untuk melarutkan
pengotor yang melekat pada endapan. Pelarut organic seperti etanol dan eter
dapat digunakan untuk pencucian.
b. Tidak menyebabkan peptizing (perubahan ke bentuk fase koloid) yang
menyebabkan endapan turun melewati kertas saring.
c. Tidak bereaksi dengan endapan.
d. Tidak terkandung molekul lain yang menganggu kesetimbangan.
E. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Neraca analitik
b. Batang pengaduk
c. Botol semprot
d. Corong
e. Desikator
f. Gelas kimia
g. Gelas ukur
h. Labu erlemenyer
i. Labu ukur
j. Kaca arloji
k. Hotplate
l. Pipet ukur/ volume 25 dan 50 mL
m. Oven

2
2. Bahan
a. Sampel berupa kerrang yang sudah dikeringkan
b. Etanol
c. HNO3 p.a.
d. H2O2 p.a.
e. H2SO4 2 M pekat
f. Larutan HNO3 0,1 M
g. Kertas saring

3
F. Prosedur Kerja sudah dikeringkan dan
dihomogenkan
0,3 gram sampel kerang

dimasukkan

gelas kimia
campuran oksidator didestruksi basah
ditambahkan
HNO3 p.a. dan H2O2 p.a
dipanaskan di atas hotplate
diperoleh pada suhu 190 °C

didinginkan larutan yang jernih


dimasukkan
labu ukur 100 mL
diencerkan
disaring
larutan HNO3 0,1 M

10 mL larutan analit
diambil menggunakan
dimasukkan pipet volume

gelas kimia
ditambahkan

kertas saring sudah dipanaskan 2 mL H2SO4 2 M pekat


dalam oven di suhu 125-130 °C diperoleh
dan ditimbang
endapan dan filtrat
disaring

endapan filtrat
dicuci ditampung

labu erlemenyer 250 mL


25 mL etanol : 25 beberapa tetes
mL akuades H2SO4 2 M

dikeringkan dalam suhu 100°C desikator


kertas saring dan ditimbang
endapannya
didinginkan kadar Pb dalam
sampel dihitung hasil

4
G. Data Pengamatan
NO Prosedur Singkat Pengamatan
1 Sampel (kerang) Padatan kasar berwarna hijau tua
2 Sampel dihaluskan dengan blender Padatan halus berwarna hijau tua
3 Sampel didinginkan di dalam kulkas Padatan berwarna hijau tua
4 Sampel dipanaskan di dalam oven Padatan berwarna hitam
6 Sampel dihaluskan menggunakan mortar Bentuk serbuk berwarna abu-abu
7 Sampel disetruksi dengan H2O2 p.a. dan Larutan yang berwarna orange,
HNO3 p.a. dengan perbandingan 3:1 terdapat gelembung gas
8 Sampel dilakukan penambahan H2O2 p.a. Larutan yang jernih
dan HNO3 p.a.
9 Larutan analit dilarutkan dalam larutan Larutan jernih
HNO3
10 10 mL larutan analit dalam pelarut pelarut Endapan putih PbSO4
larutan HNO3 direaksikan dengan 2 mL
H2SO4 pekat
11 Endapan PbSO4 dicuci dengan akuades Endapan putih
dan etanol perbandingan 1:1 lalu dicuci
beberapa tetes H2SO4
12 Massa kertas saring + endapan setelah 0,37 gram
dipanaskan
13 Massa endapan putih PbSO4 0,02 gram
Perhitungan penentuan kadar Pb dalam sampel
𝐴𝑟 𝑃𝑏
Massa timbal (Pb2+) dalam PbSO4 = 𝐴𝑟 𝑃𝑏𝑆𝑂 x massa PbSO4
4

207
Massa timbal (Pb2+) dalam PbSO4 = 303 x 0,02 gram

Massa timbal (Pb2+) dalam PbSO4 = 0,014 gram


𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑃𝑏
Kadar Pb dalam sampel (kerang) = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑘𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔) x 100%
0,014 𝑔𝑟𝑎𝑚
Kadar Pb dalam sampel (kerang) = x 100%
0,3 𝑔𝑟𝑎𝑚

Kadar Pb dalam sampel (kerang) = 4,6%

5
H. Pembahasan
Dalam menentukan kadar Pb dalam sampel kerang dilakukan dengan
menggunakan metode gravimetri. Sebelumnya sampel kerang dalam bentuk padatan
kasar yang berwarna hijau tua dihaluskan menggunakan blender setelah itu sampel
tersebut dimasukkan ke dalam kulkas untuk menghilangkan bau amis dari kerang
tersebut. Sampel yang telah dibekukan kemudian dipanaskan namun sebelum
dipanaskan sampel dibiarkan sampai suhu ruangan baru bisa dimasukkan ke dalam oven
dalam suhu 80℃ selama tiga hari. Sampel yang telah dipanaskan dalam oven siap
digunakan untuk menganalisis kadar Pb dalam sampel kerang.

Gambar 1. Sampel kerang Gambar 2. Sampel kerang yang telah dihaluskan


dengan blender

Gambar 3. Sampel kerang yang Gambar 6. Sampel kerang telah dipanaskan


telah dibekukan dalam oven
Padatan sampel yang sudah dikeringkan dan dihaluskan dengan mortar sebanyak
0,3 gram di destruksi. Tujuan melakukan destruksi adalah untuk merubah sampel
menjadi bahan yang dapat diukur sehingga kandungan beberapa unsur-unsurnya di
dalamnya dapat dianalis. Pada percobaan ini jenis destruksi yang digunakan adalah
destruksi basah, dimana sampel kerang tersebut akan dirombak oleh pelarut dari asam-
asam kuat. Penggunaan destruksi basah dalam praktikum ini dikarenakan unsur logam
yang akan dianalisis merupakan salah satu unsur yang mudah menguap sehingga zat

6
pengganggu yang tidak hilang pada saat pencucian endapan akan hilang pada saat
pemanasan atau pengeringan endapan (Permansari, 2014). Asam-asam kuat yang
digunakan pada percobaan ini adalah HNO3 p.a. dan H2O2 p.a. Dalam melakukan
destruksi harus di lakukan dalam lemari asam, karena bahan yang digunakan bersifat
oksidator. Penambahan HNO3 p.a. dan H2O2 p.a ke dalam sampel dengan perbandingan
3:1 untuk pertama kalinya dan dipanaskan pada hot plate dengan suhu 190℃
menghasilkan larutan berwarna orange dan timbul gelembung gas. Penambahan HNO3
p.a. dan H2O2 p.a ke dalam sampel dilakukan berulang kali hingga mendapat larutan
yang jernih . Pada percobaan ini, dilakukan 4 kali penambahan HNO3 p.a. dan H2O2 p.a.

Gambar 7. Massa sampel yang Gambar 8. Sampel didestruksi basah


digunakan
Hasil dari destruksi tersebut menghasilkan Pb yang terbebas dari kontaminan zat
lain, karena larutan yang dihasilkan berupa larutan yang jernih. Larutan yang jernih
harus disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan padatan yang ada di larutan analit.
Larutan analit tersebut dilarutkan ke dalam pelarut HNO3 sehingga terbentuk larutan
Pb(NO3)2.
Persamaan reaksi: Pb2+(aq) + 2HNO3(aq)  Pb(NO3)2(aq) + 2H+(aq)

Gambar 9. Larutan analit dilarutkan dalam larutan HNO3

7
Larutan analit yang dilarutkan ke dalam pelarut HNO3 untuk menghasilkan
endapan putih ketika direaksikan dengan larutan H2SO4. Menurut Svehla (1985), ketika
larutan Pb(NO3)2 direaksikan dengan H2SO4 akan membentuk endapan putih PbSO4.
Pada percobaan ini larutan analit yang telah dilarutkan dalam larutan HNO3 direaksikan
dengan H2SO4 pekat. Penggunaan reagen yang memiliki konsetrasi tinggi mebantu
mempercepat pembentukan endapan (Keenan. et al, 1984).
Persamaan reaksi: Pb(NO3)2(aq) + H2SO4(l)  PbSO4(s)

Gambar 10. Larutan analit direaksikan dengan H2SO4 2 M pekat


Endapan putih PbSO4 yang telah terbentuk harus dipisahkan dari filtratnya, agar
Pb dalam sampel kerang dapat dianalisis secara pasti. Kertas saring yang digunakan
untuk memisahkan endapan putih PbSO4 dari filtratnya harus dipanaskan terlebih
dahulu dalam suhu 125℃ selanjutnya dijenuhkan menggunakan pelarutnya.

Gambar 11. Massa kertas saring setelah dipanaskan

Gambar 12. Pemishan endapan dari filtrat

8
Endapan yang dihasilkan biasanya mengandung satu atau lebih senyawa yang dapat
larut. Maka dari itu perlu adanya pencucian pada endapan yang terbentuk. Tujuan
pencucian endapan adalah untuk melarutkan pengotor yang terdapat dipermukaan
endapan dan memaksimalkan endapan yang terbebas dari zat pengotor. Penggunaan
larutan pencuci endapan sangat tergantung pada kelarutan dan sifat-sifat kimia endapan,
sehingga pada percobaan ini larutan yang digunakan untuk untuk mencuci endapan
adalah akuades dan etanol dengan perbandingan 1:1 kemudian dicuci dengan
penambahan beberapa tetes H2SO4 2 M. Menurut Basset et al. (1991), endapan dicuci
dengan larutan elektrolit yang mengandung ion sejenis dengan ion endapan.

Gambar 13. Endapan dicuci dengan etanol dan akudes yang perbandingannya 1:1
Untuk menganlisis endapan harus dalam keadaan kering agar mendapatkan hasil
yang sesuai maka dari itu endapan tersebut harus dipanaskan dalam oven dengan suhu
100℃ dengan rentang waktu 8-10 menit. Menurut Basset et al. (1991), tujuan
pemanasan ini ialah menghilangkan air pada endapan tersebut sehingga didapatkan
endapan yang murni dan endapan tidak lagi menempel pada kertas saring. Pengaturan
suhu harus sesuai dengan dekomposisi dari endapan agar endapan yang akan dianalisis
mendapatkan hasil yang sesuai. Pada pemanasan tersebut air yang didalam endapan
tersebut belum terserap semua selain itu endapan perlu didinginkan sampai menyamai
suhu neraca sebelum ditimbang. Perbedaan suhu yang terlalu besar dapat
mengakibatkan kerusakan pada neraca. Sehingga endapan yang telah dipanaskan
dimasukkan ke dalam desikator. Di dalam desikator tersebut, endapan menjadi sangat
kering karena adanya penyerapan air pada endapan meskipun lebih sedikit dan konstan.

9
Gambar 14. Endapan dipanaskan dalam oven Gambar 15. Endapan didinginkan dalam
desikator.
Endapan yang telah kering bisa dianalisis dengan menimbang hasil endapan
tersebut. Pada awal praktikum, kertas saring memiliki berat 0,35 gram, namun setelah
ada endapan berat kertas saring bertambah menjadi 0,37 gram. Dari perbedaan tersebut
dapat disimpulkan bahwa endapan putih PbSO4 yang terbentuk dari hasil praktikum ini
sebesar 0,02 gram.

Gambar 16. Massa kertas saring yang ada endapan setelah dipanaskan
Endapan yang didapat dari hasil pendinginan masih mengandung PbSO4 belum
berupa kandungan timbal murni. Namun, hasil dari data praktikum bisa digunakan untuk
menghitung massa timbal murni dalam endapan tersebut. Endapan PbSO4 yang
memiliki berat 0,02 gram dihtiung bersamaan dengan massa relatif dari timbal dan
timbal (II) sulfat untuk mendapatkan massa timbal dalam endapan tersebut. Dengan kata
lain, untuk mendapatkan massa timbal murni dibuat perbandingan massa relatif antara
timbal dan timbal (II) sulfat lalu dikalikan dengan massa endapan PbSO4. Hasil
perhitungan tersebut didapatkan massa timbal murni sebesar 0,014 gram. Dari hasil
perhitungan tersebut, kadar timbal dalam sampel dapat dihitung. Untuk menghitung
kadar timbal dibuat dengan melakukan perbandingan massa antara timbal dan sampel
kerang lalu dikali 100%. Dari perhitungan tersebut diperoleh kadar timbal dalam sampel
sebesar 4,6%.

10
Menurut Emawati dkk. (2015), batas aman paparan timbal dalam kerang adalah
1,5 µg/g atau setara dengan 0,000005 gram dalam 0,3 gram kerang. Dengan kata lain,
persentase maksimum dalam kandungan timbal dalam kerang adalah 0,0005%. Itu
menandakan sampel kerang yang dianalisis kandungan logam timbal dalam kerang
melebihi batas ambang yang telah ditentukan berarti kerang tersebut tidak layak
dikonsumsi.
I. Pertayaan Pascapraktek
1. Mengapa proses destruksi basah dipilih sebagai salah satu metode yang cocok untuk
analisis logam timbal?
Destruksi basah merupakan perombakan sampel menggunakan asam-asam kuat,
Logam Pb merupakan logam yang mudah menguap di suhu 500℃ - 600℃ sehingga
destruksi basah merupakan metode yang cocok agar Pb tidak banyak menguap sebab
suhu yang digunakan pada destruksi basah sebesar 190℃ (Sunarya, 2007).
2. Jelaskan proses pembentukan endapan yang terjadi dan digunakan dalam analisis
gravimetri?
Pembentukan endapan terjadi saat larutan Pb(NO3)2 direaksikan dengan H2SO4
pekat menghasilkan endapan berwarna putih. Endapan PbSO4 dari hasil reaksi
tersebut dapat digunakan untuk mencari massa timbal murni dalam endapan
tersebut. Setelah mengetahui massa timbal murni tersebut, kadar timbal dalam
sampel dapat dicari.
J. Kesimpulan
Dari hasil praktikum tersebut, dalam menganalisis Pb dalam sampel harus
menggunakan destruksi basah, karena logam Pb mudah menguap. Pada destruksi basah
ini menggunakan pelarut asam-asam kuat dan suhunya 190℃. Dalam menganalisis Pb
dalam sampel terbentuk suatu endapan putih PbSO4 yang nantinya dapat mengetahui
kadar Pb dalam sampel kerang. Namun sebelum melakukan analisis lebih lanjut pada
endapan tersebut, endapan harus dicuci, dipanaskan, dan didinginkan supaya
mendapatkan endapan yang murni yang terbebas dari zat pengotor.

11
K. Daftar Pustaka
Bassett, J., Denney, R.C., Jeffery, G.H., and Mendham, J. 1991. Vogel’s Textbook of
Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis.
London: Longman Group UK Limited.
Charan, D.D. 2011. Analytical Chemistry. New Delhi: PHI Learning Pvt. Ltd.
Day, R.A. dan Underwood, A.L. 1981. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Emawati, E., Aprianto, R., dan Musfiroh, I. Analisis Timbal dalam Kerang Hijau,
Kerang Bulu, dan Sedimen di Teluk Jakarta. Indonesian Journal Pharmaceutical
Science and Technology. Vol. 2. No. 3. Hal 105-111.
Keenan, C.W., Kleinfelter, D.C., and Wood, J.H. 1985. Ilmu Kimia Untuk Universitas
Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit UI Press.
Kristianingrum, S. 2012. Kajian Berbagai Proses Destruksi Sampel dan Efeknya.
Prosiding Seminar Nasional Penlitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Hal 195-
201.
Permansari, A. 2014. Kimia Analitik Dasar. Bandung: Penerbit Alfabeta Bandung.
Sunarya, Y. 2007. Kimia Umum. Bandung: Grafisindo.
Svehla, G. 1985. Vogel I : Buku Teks Analisis Anorganik Kuanlitatif Makro dan
Semimikro Edisi V. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka.
Widodo, D.S dan Lusiana, R.A. 2010. Kimia Analisis Kuantitatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

12

Anda mungkin juga menyukai