Banyak orang berpendapat bahwa sebenarnya fear of crime itu sangat perseptual, tergantung
bagaimana individu yang bersangkutan mengukur kerentanan dirinya untuk menjadi korban
kejahatan. Setiap orang mempunyai saat-saat rawan dalam kehidupannya dan pelaku tidak
boleh melakukan kejahatan hanya karena adanya saat-saat rawan tersebut.
Penjelasan
1. Fear of Crime James Garofalo (1981) mendefinisikan fear of crime, atau rasa takut akan
kejahatan, sebagai suatu reaksi emosional yang ditandai dengan adanya perasaan
terancam bahaya dan kecemasan terutama dalam hubungannya dengan bahaya secara
fisik. Lebih jelasnya, Garofalo mengemukakan bahwa fear of crime erat kaitannya
dengan adanya perasaan terancam bahaya secara fisik yang diperoleh dari
lingkungannya. Hal ini diperoleh dari lingkungan yang berhubungan dengan aspek
kejahatan bagi seseorang. Perasaan terancam bahaya ini oleh Garofalo kemudian dibagi
menjadi dua, yaitu (Garofalo, 1981, hal. 844):
a. Ketakutan aktual, yaitu adanya perasaan takut bahwa ancaman kejahatan memang
nyata, dan ketika semakin sering mereka menemukan diri mereka berada dalam situasi
yang menakutkan secara nyata.
b. Ketakutan antisipatif, yaitu adanya perasaan takut akan mengalami kejahatan, dimana
seseorang berada dalam suasana yang sama dengan peristiwa kejahatan yang pernah
dialaminya, baik sebagai korban maupun sebagai saksi.
Hal serupa diungkapkan Cordner (2010), bahwa fear of crime telah menjadi hal yang
dapat mempengaruhi seseorang dari semua lapisan masyarakat pada setiap tahap
kehidupan mereka. Hal ini dikarenakan fear of crime berbeda dari kejahatan yang
sebenarnya cenderung terkonsentrasi pada area khusus. Sebagai gambaran ilustrasi: (a)
Orang tua yang merasa gugup ketika berjalan pulang; (b) Orang tua yang merasa cemas
tentang anak mereka yang keluar ke jalan untuk sekedar untuk membeli permen; atau (c)
Penjaga toko yang khawatir setiap kali pelanggan memasuki toko mereka
Disamping itu menurut UU No.23 Tahun 2002 eksploitasi anak bisa dikelompokkan
menjadi 3, yaitu: eksploitasi fisik, sosial, dan seksual.
a. Eksploitasi Fisik
b. Eksploitasi Sosial
c. Eksploitasi Seksual
Eksploitasi seksual adalah keterliban anak dalam kegiatan seksual yang tidak
dipahaminya. Eksploitasi seksual dapat berupa perlakuan tidak senonoh dari orang lain,
kegiatan yang menjurus pada pornografi, perkataan-perkataan porno, membuat anak
malu, menelanjangi anak, prostitusi anak, menggunakan anak untuk produk pornografi
dan melibatkan anak dalam bisnis prostitusi.
Perdagangan anak untuk tujuan prostitusi dengan menjadikannya sebagai pekerja seks
dalam bisnis pelacuran sangat jelas merupakan eksploitasi anak. Sesuai dengan definisi yang
sudah dijelaskan diatas. Menjadikan anak sebagai pekerja seks tidak hanya eksploitasi
seksual saja tetapi secara fisik dan seksual juga dieksploitasi.