RPB DKI Jakarta Final PDF
RPB DKI Jakarta Final PDF
PENDAHULUAN ....................................................................................................................3
1.1. LATAR BELAKANG ...........................................................................................................3
1.2. TUJUAN ..........................................................................................................................5
1.3. RUANG LINGKUP .............................................................................................................5
1.4. SASARAN ........................................................................................................................5
1.5. KEDUDUKAN DOKUMEN .................................................................................................5
1.6. LANDASAN HUKUM ........................................................................................................6
1.7. PENGERTIAN ...................................................................................................................8
1.8. SISTEMATIKA PENULISAN .............................................................................................. 11
P E N U T U P ......................................................................................................................... 173
Provinsi DKI Jakarta merupakan Ibu Kota Republik Indonesia yang memiliki
permasalahan kebencanaan yang komplek. Dengan luas 661,52 km2, 40% atau
24.000 hektar merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata di bawah
permukaan air laut. DKI Jakarta juga merupakan pertemuan sungai dari bagian
Selatan dengan kemiringan dan curah hujan tinggi. Terdapat 13 sungai yang
melewati dan bermuara ke Teluk Jakarta. Secara alamiah, kondisi ini memposisikan
wilayah DKI Jakarta memiliki kerawanan yang tinggi terhadap banjir.
Selain ancaman bencana banjir, DKI Jakarta juga memiliki ancaman bencana
lain berupa cuaca ekstrim, gelombang ekstrim, gempa bumi, tanah longsor maupun
ancaman bencana non alam dan sosial seperti konflik sosial, kegagalan teknologi,
epidemi dan wabah penyakit, kebakaran gedung dan pemukiman
Dampak perubahan iklim yang saat ini ada, secara signifikan mempengaruhi
tingkat risiko bencana. Karena selain mempengaruhi variabel ancaman bencana,
khususnya hidrometeorologis dan biologis, juga mempengaruhi kerentanan dan
kapasitas yang ada. Hasil kajian Economy and Environment Program For Southeast
Asia (EEPSEA) menyebutkan bahwa DKI Jakarta merupakan daerah yang paling
1BAPPENAS, Perkiraan kerusakan dan kerugian paska bencana banjir awal februari 2007 di wilayah
JABODETABEK, 2007, hal. vii
1. Menjadi bagian dari Rencana Induk Pembangunan Daerah secara terpadu dan
terkoordinasi, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang ada,
sehingga dapat menjadi landasan untuk upaya penanggulangan bencana di
Propinsi DKI Jakarta.
2. Meningkatkan kinerja antar lembaga dan instansi penanggulangan bencana di
Propinsi DKI Jakarta menuju profesionalisme dengan pencapaian yang terukur
dan terarah.
3. Membangun dasar yang kuat untuk kemitraan penyelenggaraan penanggulangan
bencana.
4. Melindungi masyarakat di wilayah Propinsi DKI Jakarta dari ancaman bencana
1.4. SASARAN
Sasaran dari RPB Propinsi DKI Jakarta adalah sebagai pedoman bagi
pemerintah, baik Propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota (setiap Satuan Kerja
Perangkat Daerah dan Unit Pelaksana Teknis), swasta dan pemangku kepentingan
lainnya dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di Propinsi DKI Jakarta.
RPB Provinsi DKI Jakarta juga merupakan dasar mensinergiskan penanggulangan
bencana dengan provinsi lain yang memiliki hubungan ekologis maupun prediksi
dampak bagi wilayah DKI Jakarta.
RPB Provinsi DKI Jakarta ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
beberapa rencana nasional maupun provinsi.
Untuk memahami RPB Propinsi DKI Jakarta ini, maka disajikan pengertian-
pengertian kata dan kelompok kata sebagai berikut:
Bab 1. Pendahuluan
Bab 7. Penutupan
Provinsi DKI Jakarta merupakan daerah khusus Ibu Kota Negara Republik
Indonesia. Provinsi DKI Jakarta memiliki kekhususan hak, kewajiban, dan tanggung
jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan
perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional. Otonomi
Provinsi DKI Jakarta diletakkan pada tingkat provinsi sehingga kabupaten dan kota
di DKI Jakarta berbentuk adminitratif. Wilayah administrasi propinsi DKI Jakarta
terbagi menjadi 5 wilayah kota administrasi dan 1 kabupaten adminitratif, yaitu Kota
Administratif Jakarta Selatan, Kota Administratif Jakarta Pusat, Kota Administratif
Jakarta Timur, Kota Administratif Jakarta Barat, Kota Administratif Jakarta Utara,
dan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu.
Sebelah Utara
Propinsi DKI
Jakarta terbentang
pantai dari Barat
sampai ke Timur
sepanjang 35 km
yang menjadi
tempat
bermuaranya
sungai dan kanal.
Sementara di
sebelah Selatan
dan Timur
berbatasan dengan
wilayah administrasi
Provinsi Jawa Barat, Gambar 3. Aliran sungai yang melewati Propinsi DKI
sebelah Barat Jakarta
dengan wilayah
Provinsi Banten sedangkan di sebelah Utara berbatasan dengan Laut
Jawa. Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7
meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6012 Lintang Selatan dan
106048 Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta terdiri dari daratan
seluas 662 km2 dan lautan seluas 6.998 km2 dengan 110 pulau di
Kepulauan Seribu. Terdapat pula 13 sungai yang melewati DKI Jakarta
yang semuanya bermuara ke Teluk Jakarta; Mockervart, Angke,
Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Baru Barat, Ciliwung, Baru Timur, Cipinang,
Sunter, Buaran, Jati Kramat, dan Sungai Cakung3.
2.1.2. Iklim
Provinsi DKI Jakarta pada umumnya beriklim panas dan kering atau
beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar 32,7C - 34,5C
pada siang hari, dan suhu udara minimum berkisar 23,8C - 25,4C pada
malam hari. Terletak di bagian barat Indonesia, Jakarta mengalami puncak
musim penghujan pada bulan Januari dan Februari dengan rata-rata curah
hujan 350 milimeter (mm) dengan suhu rata-rata 270C 4 . Curah hujan di
wilayah Jakarta pada umumnya bertipe monsunal dengan satu puncak
pada bulan November hingga Maret (NDJFM) yang dipengaruhi oleh
monsun barat laut yang basah dan satu palung pada bulan Mei hingga
September (MJJAS) yang dipengaruhi oleh monsun tenggara yang kering,
sehingga dapat dibedakan dengan jelas antara musim kemarau dan musim
hujan5.
3Badan Pusat Statistik. (2010). Jakarta dalam angka: 2010. Jakarta Badan Pusat Statistik
4ibid.
5
Aldrian, E., Susanto, R. D. Identification of Three Dominant Rainfall Region WithinIndonesian And Their
Relationship to Surface Temperature. 2003 Int. J. Climatol, 23,1435-1452.
2.1.4. Demografi
Kota Jakarta berada dalam daerah kota delta (delta city) sehingga pengaruh
utama tantangan dan kendala daerah delta melalui pengelolaan tata air, analisa
resiko bencana, dan perbaikan ekosistem, harus menjadi perhatian utama dalam
penataan ruang. Sebagaimana kota-kota besar lain di dunia DKI Jakarta
menghadapi tantangan global, khususnya pemanasan global (global warming) dan
perubahan iklim(climate change) yang membutuhkan aksi baik aksi adaptasi
maupun aksi mitigasi yang perlu dituangkan dalam penataan ruang.
6Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta 2010 2030 (Proses Perda)
Kawasan Lindung
Kawasan lindung merupakan wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber
daya alam dan sumber daya buatan.
Dengan fungsi lindungnya maka kawasan ini ditetapkan untuk dapat
mencegah kerusakan alam dan mengakibatkan bencana baik yang
diakibatkan oleh alam ataupun dari kesalahan manusia.
Fungsi perlindungan :
a. Perlindungan terhadap kemungkinan kerusakan bentang alam
kawasan dan penurunan daya dukung kawasan.
b. Perlindungan terhadap perubahan garis pantai akibat perubahan
hidrooseanografis.
c. Perlindungan kualitas dan kuantitas airtanah dangkal dan airtanah
dalam.
d. Perlindungan kelestarian flora dan fauna.
e. Perlindungan kelestarian kawasan.
Sempadan Sungai
Lokasi dan penyebaran :
Sempadan sungai menempati bagian tepian di sepanjang sungai,
baik yang merupakan daerah perumahan, tepi sungai yang belum
dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya. Dengan adanya kawasan
lindung di sempadan sungai menjadikan pemanfaatan sempadan
sungai terkendali.
Fungsi perlindungan :
a. Perlindungan terhadap kerusakan morfologi sungai dan alirannya
akibat erosi, sedimentasi dan banjir.
b. Perlindungan kualitas dan kuantitas air sungai dari pencemaran
limbah industri atau limbah rumah tangga.
c. Perlindungan ekosistem air sungai.
d. Perlindungan flora atau fauna sungai yang khas, langka, atau
hampir punah.
e. Pengaturan dan penataan sempadan sungai untuk penggunaan
budidaya.
Objek yang dilindungi :
a. Wilayah di sepanjang tepi sungai, kualitas, dan kuantitas air
sungai.
b. Pengarahan dan pembatasan budidaya di sepanjang tepi sungai.
c. Pengarahan pemanfaatan sumberdaya yang terdapat di
sepanjang sungai dan sempadan sungai.
Hutan Lindung
Lokasi dan penyebaran :
Hutan lindung di Provinsi DKI Jakarta, berada di wilayah Jakarta
Utara tepatnya di Kawasan Hutan Lindung Kapuk.
Sedangkan untuk di Kepulauan Seribu Kawasan Lindung dibagi
menjadi 3, yaitu:
a. Kawasan Hijau Lindung 1 meliputi Zona Inti I (Gosong Rengat)
dan Zona Inti II (Pulau Peteloran Barat, Pulau Peteloran Timur,
Pulau Penjaliran Barat, Gosong Buton, Gosong Peteloran dan
Pulau Penjaliran Timur) dan Zona inti III (pulau Belanda dan Pulau
Kayu Angin Bira) Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
b. Kawasan Hijau Lindung II meliputi perairan laut dan pesisir serta
pulau-pulau dalam Zona Penyangga Taman Nasional Laut
Kepulauan Seribu yang berfungsi sebagai penyangga Kawasan
Hijau Lindung I.
c. Kawasan Terbuka Hijau Lindung III terdiri dari Pulau Rambut yang
berfungsi sebagai Suaka Margasatwa dan Pulau Bokor yang
berfungsi sebagai Cagar Alam.
Fungsi perlindungan :
a. Perlindungan fungsi hidrologis tanah, yang menjamin tersedianya
airtanah dan air permukaan serta unsur-unsur hara tanah.
b. Perlindungan terhadap iklim, baik dalam skala makro maupun
mikro.
c. Perlindungan terhadap flora dan fauna.
d. Perlindungan ekosistem mangrove, terumbu karaqng dan padang
lamun.
e. Perlindungan terhadap erosi pantai.
f. Perlindungan ekosistem bagian dasar perairan dan ekosistem
tumbuhan bakau.
Fungsi perlindungan :
Sedimentasi
Lokasi dan penyebaran :
Kawasan berpotensi sedimentasi terletak di 13 muara Sungai di
sepanjang pantai utara Jakarta.
Fungsi perlindungan :
a. Perlindungan terhadap peningkatan kecepatan sedimentasi.
b. Perlindungan terhadap kemungkinan banjir.
c. Perlindungan daerah permukiman, pelabuhan, dan kawasan
budidaya lainnya.
d. Perlindungan ekosistem muara sungai yang khas, langka, atau
hampir punah.
6. Kawasan Budidaya
Wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas
dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia,
dan sumber daya buatan.
Dari Tabel 1 dan Gambar 4 dapat dilihat bahwa bencana yang paling
sering terjadi di Indonesia dari tahun 1815-2011 adalah banjir 3990 kejadian
(39%), angin puting beliung 1771 kejadian (17%), tanah longsor 1600
Dari tabel diatas maka dapat diuraikan diatas maka dapat diuraikan kejadian
bencana yang pernah terjadi di Propinsi DKI Jakarta yaitu:
2.3.2.1 Banjir
Luapan air sungai karena aliran air dari hulu yang melebihi
kapasitas sungai;
Tidak memadainya fungsi saluran drainase serta semakin
berkurangnya daerah resapan untuk Jakarta;
Sulitnya pemeliharaan sungai karena sebagian bantaran
sungai telah digunakan sebagai permukiman;
Pola pengelolaan sampah yang buruk dan kurangnya
kesadaran masyarakat dalam kebersihan lingkungan;
Kerusakan lingkungan daerah tangkapan air di bagian hulu
sungai akibat pemanfaatan yang kurang terkendali. Sehingga
wilayah kota Jakarta daratan rawan terhadap banjir;
Belum optimalnya koordinasi lintas sektor dalam pengelolaan
air (water management);
Curah hujan tinggi;
Naiknya permukaan air laut dan sungai yang dipengaruhi oleh
pemanasan global;
Kondisi geografis 40% wilayah DKI Jakarta lebih rendah dari
permukaan laut.
7BAPPENAS. (2007). Laporan perkiraan kerusakan dan kerugian pasca bencana banjir awal Februari 2007
di wilayah JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi).
120
100
Houses
80
Bangunan Public
60
Industry
40 Motor vehicle
20 Others
0
Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Pulau
Selatan Timur Pusat Barat Utara Seribu
8Beritajakarta.com, 2010
1. Wabah Malaria
Batasan KLB malaria adalah meningkatkan jumlah kesakitan
baru dua kali atau lebih dibandingkan bulan yang sama dalam
tahun lalu atau satu bulan sebelumnya pada tahun yang
sama di suatu wilayah, disertai adanya kematian karena
gejala malaria atau keresahan pada masyarakat.
2. Demam Berdarah
Diantara penyakit yang ditularkan oleh vektor (demam
berdarah, filariasis, malaria), demam berdarah merupakan
penyakit dengan prevalensi tertinggi (1,2%) di DKI Jakarta.
Jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2009 sebanyak 22.816
penderita dengan angka kesakitan sebesar 247 per-100 ribu
penduduk (yang dilaporkan).
0.14%
10%
Jakarta Timur
23%
Jakarta Selatan
24%
Jakarta Pusat
11% 32% Jakarta Utara
Jakarta Barat
Kep. Seribu
3. HIV/AIDS
Terjadinya KLB HIV/AIDS, pada dasarnya disebabkan oleh:
tingginya penyalahgunaan obat bius, merajalelanya praktek
pelacuran, praktek homoseksualitas, dan perilaku bebas lain
yang kurang aman, rendahnya penggunaan kondom,
penggunaan jarum suntik yang tidak steril, donor darah yang
tidak melalui uji saring atau diskrining bebas HIV, mobilitas
penduduk terutama dari desa ke kota, lemahnya pelayanan
kesehatan (pendidikan kesehatan dan konseling).
4. Campak
Campak merupakan salah satu dari lima penyakit penyebab
utama kematian anak didunia yang meningkat sepanjang
tahun. Campak merupakan penyakit menular yang sering
menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan pada saat ini
campak masih dalam taraf reduksi berdasarkan kesepakatan
global sidang WHO.
9 Indeks Potensi Kerawanan Sosial (IPKS) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2011
10 Masyarakat di Johar Baru mengidentifikasi bahwa konflik social (tawuran) cenderung terjadi pada
waktu-waktu tertentu seperti bulan Ramadhan, saat liburan sekolah dan Tahun Baru. Pada waktu-
waktu tersebut kesempatan terjadinya tawuran lebih besar dikarenakan banyaknya waktu luang dan
kesempatan berkumpulnya massa (pemuda/pelajar/warga) lebih besar dibandingkan waktu-waktu
lain.
1) Kebakaran;
2) Kegagalan/kesalahan design;
3) Kesalahan prosedur pengoperasian pabrik/teknologi;
4) Kerusakan komponen;
5) Kebocoran reaktor nuklir;
6) Kecelakaan transportasi;
7) Sabotase atau kebakaran akibat kerusuhan;
8) Jebolnya bendungan; dan
9) Dampak ikutan dari bencana alam (gempa bumi, banjir, dan
sebagainya).
11 Tempo.co.id, 2004
12 Kompas.com, 2009
Arah gerakan Selalu menjauhi lintang Indonesia, Tergantung arah gerakan awan
dan tidak mungkin melintasi Cumulunimbus (Cb).
kepulauan di Indonesia
Proses terjadinya Perbedaan tekanan dalam skala Hanya dari awan Cb bukan dari
yang luas pergerakan awan Cb
Deteksi 3 hari sebelumnya Terdeksi 0.5 1 jam
sebelumnya
Waktu terjadinya Tidak tentu, bias siang, malam Lebih sering terjadi pada siang
maupun pagi hari atau sore hari, malam hari
sangat jarang
Kecepatan Angin Minimum 35 knots (63 Km/jam), 30 40 atau 50 knots, durasi
bisa lebih dari 90 knots sangat singkat
Lamanya 1 3 hari 3 menit, maksimum 5 menit
Sifat Kerusakan yang sangat hebat Hanya atap rumah dan tiang
atau pohon yang tinggi, rimbun
dan rapuh yang tumbang
Luas daerah yang 200 km 5 10 km
rusak
Sumber: www.dibi.bnpb.go.id
Sumber: www.dibi.bnpb.go.id
3.1. PENDAHULUAN
Dalam Undang-undang No. 24 tahun 2007 Bencana (Disaster) didefinisikan
sebagai: suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis (UU No. 24 / 2007).
Semakin tinggi nilai ancaman dan nilai kerentanan maka risiko terjadinya
bencana semakin tinggi. Untuk mengurangi risiko bencana perlu melakukan
peningkatan nilai kerentanan (vulnerability) menjadi kapasitas (capacity) dengan
melakukan penguatan kapasitas di dalam masyarakat dalam mengelola lingkungan,
mengenal ancaman, mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan oleh faktor-faktor
yang mengakibatkan terjadinya bencana.
Kajian risiko bencana menjadi landasan untuk memilih strategi yang dinilai
mampu mengurangi risiko bencana. Kajian risiko bencana ini harus mampu menjadi
dasar yang memadai bagi daerah untuk menyusun kebijakan penanggulangan
bencana. Ditingkat masyarakat hasil pengkajian diharapkan dapat dijadikan dasar
yang kuat dalam perencanaan upaya pengurangan risiko bencana. Untuk
mendapatkan nilai risiko bencana tergantung dari besarnya ancaman dan
kerentanan yang berinteraksi. Interaksi ancaman, kerentanan dan faktor - faktor luar
menjadi dasar untuk melakukan pengkajian risiko bencana terhadap suatu daerah.
Seluruh data-data yang ada di Bab 3 ini diperoleh dari hasil pengkajian risiko
bencana yang dimuat dalam Dokumen Kajian Risiko Bencana Propinsi DKI Jakarta
Tahun 2011. Kajian risiko bencana dilakukan dengan melakukan identifikasi,
klasifikasi dan evaluasi risiko melalui beberapa langkah, yaitu:
1. Pengkajian Ancaman
2. Pengkajian Kerentanan
3. Pengkajian Kapasitas
dimana:
R: Disaster Risk
V
RH*
V: Vulnerability:kerugian yang diharapkan (dampak)
didaerah tertentu dalam sebuah kasus bencana
tertentu terjadi dengan intensitas tertentu.
C Perhitungan variable ini biasanya didefinisikan
sebagai pajanan (penduduk, aset, dll) dikalikan
sensitivitas untuk intensitas spesifik bencana
Gambar 9 Kaitan antara pemetaan risiko bencana dan tingkat risiko bencana
13Badan koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB), Pengenalan Karakteristik Bencana
Epidemi Wabah
RENDAH Penyakit, Gempa
Bumi.
INDEKS ANCAMAN
SEDANG Ket
RENDAH
TINGKAT ANCAMAN
RENDAH
Ket
TINGKAT ANCAMAN
RENDAH
TINGKAT KERUGIAN
SEDANG
Ket
Epidemi dan Wabah
Penyakit, Gempa Rendah
Bumi, Konflik Sosial, Sedang
Kegagalan Teknologi, Tinggi
TINGGI Kebakaran Gedung
dan Permukiman,
Cuaca Ekstrim,
Banjir, Gelombang
Ekstrim dan Abrasi
Tabel 7 Tingkat risiko multi bencana di Propinsi DKI Jakarta
Tata ruang kota yang tidak konsisten dengan rencana dan lemahnya
penegakan hukum, menyebabkan banjir sulit dikendalikan. Wilayah Selatan
Jakarta merupakan wilayah yang ditetapkan sebagai daerah resapan air.
Namun ketentuan tersebut kerap dilanggar dengan terus dibangunnya
perumahan serta pusat-pusat bisnis baru. Beberapa wilayah yang
diperuntukkan untuk pemukiman tidak sedikit beralih fungsi menjadi tempat
komersial.
2005
1992
Gambar 12. Sumber kebakaran di DKI Jakarta Tahun 2008 s/d 2012.
800
600
400
200
0
Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012
300
200
100
0
Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012
Potensi risiko KLB dapat mengancam siapa saja baik orang dewasa
maupun anak-anak karena menurunnya kualitas kehidupan baik secara
ekonomi, sosial dan lingkungan masyarakat. Potensi risiko terhadap
pemerintah adalah menurunnya sumber daya manusia, menurunnya kinerja
dan pelayanan administrasi pemerintahan. Dari sisi anggaran, kebijakan
subsidi untuk pengobatan penyakit (kuratif) memerlukan anggaran yang
lebih besar jika dibandingkan dengan anggaran yang diperlukan untuk
pencegahan (preventif) penyakit melalui promosi kesehatan.
Selain itu, penyakit campak juga cukup berisiko untuk terjadi KLB di
DKI Jakarta. Penyakit campak (atau yang cukup dikenal dengan istilah
rubela, campak 9 hari, atau measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat
menular atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu kisaran 4 hari
pertama sejak munculnya ruam, yang ditandai dengan demam, batuk,
16 Ibid..
Selain itu di wilayah DKI Jakarta terdapat 392 wilayah RW kumuh dengan
jumlah penduduk yang tinggal di wilayah kumuh tersebut sebesar 1.036.254
jiwa dengan kepadatan penduduk wilayah kumuh 576 orang/Ha. Kriteria
RW kumuh ini meliputi kepadatan penduduk, tata letak bangunan,
konstruksi bangunan tempat tinggal, ventilasi perumahan, kepadatan
bangunan, keadaan jalan, drainase/saluran air, pemakaian air bersih,
pembuangan limbah manusia dan pengolahan sampah. Sebagian besar
pemukiman kumuh di Jakarta berlokasi di sekitar bantaran kali dan pasar
tradisional. Bila melihat dari lokasi kumuh (RW kumuh) maka wilayah kota
Jakarta Utara dan Jakarta Barat memiliki wilayah RW kumuh terbanyak (96
RW kumuh, 92 RW kumuh)/Ha. Namun wilayah kumuh yang memiliki
kepadatan penduduk tertinggi justru berada di wilayah Jakarta Pusat
dengan kepadatan penduduk di wilayah kumuh sebesar 1.173 orang/Ha17.
Selain itu beberapa kapasitas yang dimiliki oleh DKI Jakarta terkait dengan
bencana konflik social:
a. Di wilayah DKI Jakarta sudah terbentuk forum-forum daerah yang
berkaitan dengan pengelolaan konflik social seperti Forum Kerukunan
Umat Beragama (FKUB), Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat
(FKDM), Pokja Kamtibnas. Untuk wilayah Jakarta sendiri forum-forum
kerukunan umat beragama telah ada di tingkat provinsi (1 FKUB) dan 6
FKUB di tingkat kota/kabupaten. Sementara untuk forum-forum
kewaspadaan dini masyarakat telah ada hingga tingkat kelurahan di ke-
6 wilayah kota/kabupaten. Namun peran dan fungsi dari forum-forum
tersebut perlu dioptimalisasi untuk lebih profaktif menjadi bagian dari
penanggulangan konflik social. Sementara Pokja Kamtibnas dibentuk
dengan inisiasi dari Polda DKI dan berada di tingkat RT/RW yang
bersama dengan forum mandiri inisiatif warga lainnya memiliki peran
langsung dan cukup besar dalam penanggulangan konflik social yang
terjadi di masyarakat.
b. Pemerintah DKI Jakarta memiliki anggaran khusus terkait dengan
konflik social yang dialokasikan di badan kesbangpol (DPA 2012: 47 M;
0,21%). Anggaran ini berkaitan dengan program pencegahan konflik,
peningkatan kerukunan umat beragama.
c. Upaya kajian kerawanan bencana social (konflik social dan aksi terror)
pemetaan konflik social (termasuk actor, titik rawan konflik dll) di
Jakarta yang dilakukan Badan Kesbangpol dan kajian lain yang
dilakukan oleh kalangan akademis maupun LSM/NGO.
d. Wilayah DKI Jakarta sudah memiliki Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) dengan jejaring koodinasi hingga tingkat kecamatan
walaupun jejaring dengan FKUB, FKDM sebagai forum yang dibentuk
berkaitan dengan potensi konflik social belum berjalan.
e. Pemerintah DKI telah memiliki beberapa program penanggulangan
kemiskinan dan perbaikan kawasan kumuh seperti program
pembangunan kampung MHT, PPMK (Program Pemberdayaan
Masyarakat Kelurahan), dana bergulir Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Kelurahan (PEMK).
Sementara itu kapasitas yang masih kurang atau belum dimiliki oleh DKI
Jakarta untuk penanggulangan konflik sosial:
a. Dokumen kebijakan dan regulasi terkait Penanggulangan Bencana
khususnya untuk bencana konflik sosial seperti analisis resiko, peta
rawan konflik, SOP penanggulangan konflik sosial, rencana kontigensi.
b. Kajian-kajian terkait konflik sosial dan penanggulangannya masih belum
cukup komprehensif dikarenakan system data dan informasi
kebencanaan khusiusnya bencana sosial belum optimal dan terpadu.
c. Tata ruang yang dimiliki oleh Jakarta belum mengintegrasikan
penanggulangan bencana kedalamnya. Misalkan penataan ruang
terkait dengan komposisi etnis, agama dan kelas ekonomi,
pembangunan-pembangunan dalam ruang Jakarta yang kurang
melakukan kajian resiko konflik sosial.
d. Pendidikan masyarakat akan bencana konflik masih minim dilakukan
seperti kampanye public, sosialisasi maupun bentuk pendidikan
masyarakat lainnya.
DKI Jakarta yang memiliki fungsi selain sebagai ibu kota provinsi sekaligus
ibu kota negara sangat terpengaruh kondisi social masyarakatnya dengan
situasi poleksosbudhankam di tingkat nasional maupun internasional. Hal
ini ditunjukkan dengan berbagai kejadian konflik social yang dipengaruhi
oleh perubahan kondisi di skala nasional dan juga internsional.
Berdasarkan kajian-kajian kerentanan dan kapasitas diatas maka bisa
dikatakan bahwa wilayah DKI Jakarta memiliki tingkat resiko bencana
konflik social yang cukup tinggi.
18IPCC. (2012). Managing the risks of extreme events and disasters to advance climate change adapation In C. B.
Field, V. Barros, T. F. Stocker, Q. Dahe, D. J. Dokken, K. L. Ebi, M. D. Mastrandrea, K. J. Mach, G.-K. Plattner, S. K. Allen,
M. Tignor & P. M. Midgley (Eds.), A Special Report of Working Groups I and II of the Intergovernmental Panel on
Climate Change (pp. 582). Cambridge, UK, and New York, USA.
Selain itu, kenaikan paras muka air laut dapat mempercepat erosi
wilayah pesisir, memicu intrusi air laut ke air tanah, dan merusak lahan
rawa pesisir serta menenggelamkan pulau-pulau kecil. Kenaikan tinggi
muka air laut antara 8 hingga 30 centimeter akan berdampak parah pada
Kota Jakarta yang rentan terhadap banjir dan limpasan badai. Di Ibukota
masalah ini diperparah dengan turunnya permukaan tanah akibat pendirian
bangunan bertingkat dan pengurasan air tanah secara berlebihan.
Selain karena proses alami seperti angin dan arus dan gelombang,
aktivitas manusia juga menjadi penyebab penting erosi pantai. Kebanyakan
erosi pantai yang diakibatkan oleh aktivitas manusia adalah pembukaan
hutan pesisir dan reklamasi pantai untuk kepentingan pemukiman, industri
dan pembangunan infrastruktur yang mengurangi fungsi perlindungan
terhadap pantai. Salah satu degradasi sumberdaya alam pesisir Teluk
Jakarta yang cukup menonjol adalah degradasi hutan mangrove sebagai
akibat pembukaan lahan/konversi hutan atau reklamasi pantai menjadi
kawasan pemukiman, pertambakan dan industri19.
19
Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta 2009 Halaman I 158 Kondisi
Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya
Bahan tayang dampak reklamasi pantai terhadap ekosistem teluk jakarta, Alan F. Koropitan,
20
Hal lain, bagi daerah pesisir dan kepulauan, meski upaya seperti
pembangunan tanggul telah dilaksanakan untuk menghadang banjir dari air
laut pasang tetapi ketika turun hujan. Namun pasca hujan air menggenangi
daerah tersebut. Solusinnya adalah meninggikan daerah pemukiman
dengan memperhatikan kenaikan muka air laut tertinggi dan memprediksi
kenaikkannya beberapa tahun kedepan dan juga penurunan muka tanah.
Penataan pemukiman di kawasan rentan menjadi hal krusial.
Pada hari Minggu, tanggal 6 November 2011 jam 17:45 WIB angin
puting beliung juga menerjang sedikitnya 12 rumah di RT. 014/07
22Pernyataan Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, dalam jumpa
pers 'Evaluasi Penanggulangan Bencana Tahun 2012' di Gedung BNPB, Jalan Juanda No 36, Jakarta
Pusat, Kamis (20/12/2012), http://news.detik.com/read/2012/12/20/123424/2123367/10/puting-
beliung-terjang-indonesia-259-kali-selama-2012?9922022, diakses pada tanggal 25 Desember 2012
jam 17.23.
23 Tyribun news, atap Bandara Soekarno Hatta beterbangan digerus angin puting beliung.
Http://jakarta.tribunnews.com/2010/12/28/atap-bandara-soekarno-hatta-beterbangan-
digerus-puting-beliung, diaskes pada tanggal 24 desember 2012 jam 20: 47.
Namun dari sekian kejadian cuaca buruk yang dialami warga, hanya
bencana tahun 2012 yang terkekspos. Realitanya, sekitar 4 atau 3 tahun
sekali angin puting beliung dan angin kencang selalu terjadi dan
menyebabkan dampak yang sama. Tidak hanya kerugian harta dan jiwa.
Kejadian ekstrem di Kepulauan Seribu meninggalkan trauma mendalam
bagi anak usia sekolah.
24 Kompas.com, 2009
Hingga saat ini sistem peringatan dini puting beliung belum ada di
Indonesia. Sehingga informasi dini potensi terjadinya bencana puting
beliung sangat terbatas untuk disampaikan ke masyarakat 26. Hingga kini
belum ditemukan teknologi modern untuk mendeteksi detil lokasi dan waktu
kejadian angin puting beliung. Menurut Edvin Aldrian, Kepala Pusat
Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) pada Senin (10/12), sulitnya memprediksi angin puting
beliung karena skala dan waktu kejadian amat cepat.
25Analis iklim BMKG 2012 melengkapi kajian kerentanan di wilayah DKI Jakarta.
26 Ibid...Pernyataan Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho...
K = A2/f;
Tabel 10: Tingkat ketahanan DKI Jakarta berdasarkan Kerangka Kerja Hyogo
Begitu juga hasil agregat dari 6 wilayah DKI Jakarta, secara keseluruhan
faktor prioritas semua nilai indeks prioritasnya 1 dan dengan nilai indeks ketahanan
sudah pasti 1 maka dapat dikatakan bahwa setiap faktor prioritas sangat kurang
perlu ditingkatkan dengan memberikan kebijakan prioritas yang tepat, untuk lebih
jelasnya hasil agregat tingkat ketahanan kapasitas provinsi dapat dilihat dibawah ini:
1. Regulasi
Regulasi yang menjadi dasar pelaksanaan penanggulangan bencana di
Propinsi DKI Jakarta adalah:
4.3. KELEMBAGAAN
Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, lembaga utama yang khusus menangani
penanggulangan bencana di tingkat Propinsi adalah Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD). BPBD merupakan Satuan Perangkat Kerja Daerah
Propinsi DKI Jakarta yang dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta Nomor 26 Tahun 2011. SKPD ini bertugas untuk merumuskan dan
menetapkan kebijakan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup
pencegahan dan mitigasi bencana, kesiapsiagaan, penanganan darurat, rehabilitasi
serta rekonstruksi secara adil dan setara, serta melakukan pengkoordinasian
pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan
menyeluruh.
Cakupan dari ketiga strategi ini akan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini.
Kinerja Pusdalops PB Propinsi akan terlihat pada saat operasi darurat dan
pemulihan bencana. Pemerintah daerah diharapkan dapat menjamin
terlaksananya mekanisme evaluasi terhadap prosedur yang dijalankan oleh
Pusdalops. Hal ini dilakukan untuk melihat efektivitas operasi darurat bencana
dan pemulihan bencana yang telah dilakukan.
Salah satu fokus kemitraan dalam forum yang dibentuk adalah optimalisasi
peran dunia usaha dalam pengurangan risiko bencana ditingkat lokal. Kemitraan
dunia usaha dalam penanggulangan becana diharapkan mampu mengurangi
kerentanan sektor ekonomi masyarakat rentan.
4. PenangananBencana
Penanganan Bencana merupakan kebijakan yang perlu diambil saat masa
krisis, masa darurat dan masa pemulihan dilaksanakan. Penanganan bencana
dilaksanakan untuk menyelamatkan korban bencana sekaligus melakukan
normalisasi secepatnya kehidupan dan perikehidupan korban bencana. Untuk
menjamin capaian dari kebijakan ini, maka program difokuskan kepada tanggap
darurat bencana serta rehabilitasi dan rekonstruksi.
1. Instansi Pemerintah
c. Walikota/Bupati
Penyusunan rencana kerja dan anggaran untuk penanggulangan bencana
di wilayah Kota/Kabupaten Admnistrasi;
Mengkoordinasikan dan Mengendalikan Sudin, Satpol, Kantor, UPT
Badan/Dinas, Kecamatan Dan Kelurahan serta Lintas Terkait dalam
kesiapsiagaan antisipasi bencana, meliputi:
Pemetaanrawanbencanadiwilayahkotaadministrasi;
Mitigasi di daerah rawan bencana, menyusun rencana kontinjensi
penanggulangan bencana;
Geladi posko dan geladi lapang penanggulangan bencanaberbasis
masyarakat di sekitar lokasi rawan bencana;
Penyiapan dan penentuan lokasi pengungsian, pos pelayanan kesehatan,
pos bantuan sosial, dan pos pelayanan telekomunikasidi lokasi rawan
bencana, alur evakuasi korban/pengungsi;
menyiapkan sarana dan petugas telekomunikasi, berkoordinasi dengan
PT. Telkom dan perusahaan telekomunikasi lainnya.
Melakukan peninjauan ke lapangan untuk memastikan lokasi pengungsian,
pos pelayanan kesehatan, tempat MCK, pos bantuan sosial, dan pos
pelayanan telekomunikasi dan sarana komunikasi lain yang diperlukan;
dan
Memberikan arahan teknis bagi regu yang akan beroperasi di lokasi
kejadian bencana;
i. Dinas Kesehatan
Penyusunan rencana kerja dan anggaran untuk penanggulangan bencana;
Membuat peta geomedik berdasarkan peta rawan bencana yang
dikeluarkan oleh BPBD;
Membuat rencana kontinjensi bidang kesehatan;
Membuat Sistem Rujukan dari lokasi bencana ke Rumah Sakit dan
antarRumah Sakit dan Inventarisasi Sumber Daya Kesehatan Pemerintah
dan Swasta termasuk LSM (RS, PKM, AGD);
Menyelenggarakan pelatihan, gladi posko dan gladi lapang bidang
kesehatan;
Mengoptimalkan fungsi Pusat Pengendalian Operasional Dukungan
Kesehatan (Pusdaldukes) dan Sistim Pelayanan Gawat Darurat Terpadu
(SPGDT) 119 siaga 1 x 24 jam selama 7 hari;
Melengkapi sarana/fasilitas yang diperlukan termasuk mengembangkan
sistem komunikasi dan informasi;
Menyiapkan tenda, alat-alat kesehatan, obat-obatan, transfusi darah dan
sarana kesehatan lainnya;
Menyiapkan tenaga psikiater untuk menanggulangi korban bencana yang
mengalami gangguan psikologis;
Menyiapkan tenaga medis dan jadwal tenaga medis sesuai dengan jumlah
korban bencana pada suatu pos pengungsian;
Mempersiapkan Rumah Sakit rujukan apabila terdapat korban bencana
yang memerlukan perawatan intensif;
Menyiapkan ambulan dan tenaga pengemudi serta tandu; dan bersama-
sama dengan Kepala Suku Dinas membuat rencana kegiatan upaya
pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan penanganan bencana.
j. Dinas Sosial
Penyusunan rencana kerja dan anggaran untuk penanggulangan bencana;
Membuat jadwal piket siaga bencana;
Melakukan inventarisasi lokasi rawan bencana;
Mempersiapkan stock bantuan/buffer stock, sandang, pangan dan
prasarana di tingkat provinsi dan kota/kabupaten;
Menyiapkan kelengkapan dapur umum, perlengkapan makan minum dan
petugas Taruna Siaga Bencana (Tagana) untuk mengoperasikan dapur
umum;
Menyiapkan tenda pengungsian, kebutuhan dasar pengungsi;
Menyiapkan petugas dan jadwal petugas sesuai dengan jumlah korban
bencana pada suatu pos pengungsian; dan
Menyiapkan petugas pendampingan mental, spiritual, dan psikologis
kepada para korban bencana khusus anak-anak korban bencana.
k. Dinas Pendidikan
Penyusunan rencana kerja dan anggaran untuk penanggulangan bencana;
Melakukan pemetaan gedung sekolah yang rawan terkena bencana;
Menginstruksikan kepada kepala sekolah di lokasi rawan banjir untuk
membuat jadwal piket siaga bencana;
Melakukan simulasi penanggulangan banjir di masing2 sekolah rawan
terkena bencana;
l. Dinas Kebersihan
Penyusunan rencana kerja dan anggaran untuk penanggulangan bencana;
Melakukan penyuluhan kepada masyarakat melalui media cetak maupun
elektronik dan pemasangan spanduk himbauan di beberapa titik/lokasi
rawan bencana;
Menyiapkan dan mengatur tugas serta jadwal petugas kebersihan pada
piket Provinsi, Kota/kab dan Pos Pengungsian;
Menyiapkan kendaraan operasional kebersihan dan MCK mobile serta
pengemudinya;
Menyiapkan tempat pembuangan sampah dan peralatan kebersihan
lainnya yang diperlukan; dan
Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait tentang program kali
bersih.
n. Dinas Perhubungan
Penyusunan rencana kerja dan anggaran untuk penanggulangan bencana;
Melakukan pemetaan jalan, dan terminal rawan terkena bencana dan jalur
alternatif yang digunakan;
Membuat jadwal piket siaga bencana;
Mempersiapkan jalur lalulintas kendaraan untuk pendistribusian bantuan
logisitik dan evakuasi korban bencana;
Menyiapkan petunjuk/rambu-rambu lalu lintas di lokasi rawan bencana;
Menyiapkan kendaraan truk dan kendaraan angkut cadangan; dan
Menyiapkan petugas pemberi petunjuk jalur lalu lintas dan pengatur lalu
lintas.
3. Potensi masyarakat
a. Masyarakat; Sebagai pelaku awal penanggulangan bencana sekaligus korban
bencana masyarakat harus mampu menolong dirinya sendiri sebelum
datangnya bantuan. Masyarakat juga diharuskan sedapat mungkin mencegah
berkembangnya bencana ke skala yang lebih besar.
b. Pelaku sektor swasta; Dengan kemampuan yang dimiliki, baik pendanaan,
logistik maupun peralatan, pelaku sektor swasta diharapkan untuk secepatnya
membantu masyarakat menanggulangi bencana yang terjadi.
c. Lembaga Non-Pemerintah; Lembaga-lembaga Non Pemerintah pada
dasarnya memiliki fleksibilitas dan kemampuan yang memadai dalam upaya
penanggulangan bencana. Dengan koordinasi yang baik lembaga Non
Pemerintah akan dapat memberikan kontribusi dalam upaya penanggulangan
bencana mulai dari tahap sebelum, pada saat dan pasca bencana.
d. Akademisi/Perguruan Tinggi; Dengan kemampuan akademis yang dimiliki
pihak akademis diharapkan dapat melakukan penelitian-penelitian
kebencanaan serta rekomendasi-rekomendasi penanggulangan bencana.
e. Media; Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini publik.
Untuk itu peran media sangat penting dalam hal membangun ketahanan
masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan dan ketepatan dalam
memberikan informasi kebencanaan berupa peringatan dini, kejadian
bencana serta upaya penanggulangannya, serta pendidikan kebencanaan
kepada masyarakat.
f. Lembaga Internasional: Pada dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan
dari lembaga internasional, baik pada saat pra bencana, saat tanggap darurat
maupun pasca bencana. Ketentuan mengenai hal ini diatur melalui peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4.6. PENDANAAN
Mekanisme pengajuan anggaran kegiatan kebencanaan di SKPD mengikuti
ketentuan sebagaimana dicantumkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah, dengan prosedur sebagai berikut:
1. Pra-Bencana
Pada saat pra-bencana, ketentuan mengenai penganggaran
mengacu kepada PP 22/2008 Bab III Bagian Kedua Pasal 11 s/d Pasal
14. Mekanisme pengajuan anggaran kegiatan penanggulangan bencana
oleh SKPD melalui APBD mengikuti mekanisme sebagaimana dijelaskan
pada Butir D.1. Sedangkan untuk instansi vertikal mengikuti prosedur
sebagaimana dijelaskan pada Butir D.3.
3. Pasca Bencana
Ketentuan mengenai pendanaan pada saat Pasca Bencana
diatur dalam PP 22/2008 Bab III Bagian Keempat Pasal 19 s/d Pasal 23.
Pemilihan strategi pada tahap pra bencana sub kelas terdapat potensi bencana
dilakukan untuk memberi perlindungan fisik kepada masyarakat apabila terjadi potensi
bencana. Tindakan pada tahapan ini merupakan langkah kesiapsiagaan seluruh jajaran
aparat pemerintah dimana potensi bencana sudah dapat terdeteksi. Tindakan ini dilakukan
untuk meminimalisir jatuhnya korban jiwa maupun kerugian harta benda milik masyarakat
yang berada di wilayah rawan bencana. Selain itu tindakan ini juga akan memudahkan
upaya tanggap darurat apabila bencana itu terjadi sehingga peran semua pihak dapat
berjalan efektif berdasarkan sistem yang telah dirancang dan disepakati bersama.
Dalam tahap pra bencana sub kelas situasi tidak terjadi bencana, strategi(pilihan
tindakan) perlu difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang memberikan penguatan kapasitas
sumber daya manusia dan membangun/meningkatkan kualitas hard infrastructucture
penanggulangan bencana. Kegiatan penguatan kapasitas ditujukan agar pemerintah
maupun masyarakat mampu mengenali dan mengetahui potensi risiko bencana yang ada
di sekitar wilayahnya serta menguasai tindakan-tindakan yang diperlukan apabila terjadi
tanggap darurat bencana. Oleh karenanya, tindakan yang dirancang harus melibatkan
seluruh SKPD dan instansi vertikal pemerintah, serta TNI/POLRI agar di dalam keadaan
darurat bencana masing-masing memahami peran dan tanggung jawab yang dapat
dilakukan secara cepat dan tepat sebagaimana yang telah direncanakan pada situasi
noromal atau tidak terjadi potensi bencana. Selain itu tindakan yang harus dilakukan
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta adalah menyusun kebijakan maupun regulasi yang
mendukung kegiatan penanggulangan bencana yang akan dijalankan oleh segenap
satuan kerja perangkat daerah di tingkat Propinsi DKI Jakarta.
Pada tahap pasca bencana, strategi atau pilihan tindakan mencakup rehabilitasi
dan rekonstruksi. Rehabilitasi adalah upaya untuk mengembalikan kondisi daerah yang
terkena bencana ke kondisi normal, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat
berjalan kembali. Sedangkan rekonstruksi merupakan tahap membangun kembali sarana
dan prasarana yang rusak akibat bencana, yang bila memungkinkan dilakukan dengan
lebih baik. Oleh sebab itu rekonstruksi harus dilakukan melalui perencanaan yang disertai
pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait.
Detail fokus, program dan kegiatan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Penguatan Kajian kebijakan yang Inventarisasi kebijakan-kebijakan BPBD, Dinas Kominfomas, Satpol PP, Dinas Sosial,
kebijakan terkait berkaitan dengan bencana yang berkaitan dengan Dinas Kesehatan, Dinas Damkar dan PB, Dinas
dengan penanggulangan bencana Perhubungan , Dinas Pertamanan dan Pemakaman,
Penanggulangan Dinas Perindustrian dan Energi, Dinas Kebersihan,
Bencana (PB) Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pemuda dan
Olahraga, Dinas Pendidikan, Biro Tata Pemerintahan,
Biro Ortala, Biro Hukum
Pengarusutamaan pengurangan BPBD, Dinas Kominfomas, Satpol PP, Dinas Sosial,
risiko bencana dalam setiap Dinas Kesehatan, Dinas Damkar dan PB, Dinas
kebijakan yang dikeluarkan oleh Perhubungan , Dinas Pertamanan dan Pemakaman,
Pemerintah Daerah Dinas Perindustrian dan Energi, Dinas Kebersihan,
Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pemuda dan
Olahraga, Dinas Pendidikan, Biro Tata Pemerintahan,
Biro Ortala, Biro Hukum
Memperkuat peraturan Review RPB Provinsi DKI Jakarta PANGDAM JAYA , PANGARMABAR PANGOPS AU,
tentang sistem dan per dua tahun KAPOLDA METRO JAYA, Kanwilkemenag, Bappeda,
kerangka kerja bersama Bakesbangpol, BPBD, Dinas Kominfomas, Satpol PP,
untuk penyelenggaraan Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Damkar dan
penanggulangan bencana PB, Dinas Perhubungan , Dinas Pertamanan dan
(PB) Pemakaman, Dinas Perindustrian dan Energi, Dinas
Kebersihan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pemuda
dan Olahraga, Dinas Pendidikan, Walikota/Bupati,
Biro Tata Pemerintahan, Biro Dikmental, Para Camat,
Para Lurah, Universitas/Akademisi, Kantor SAR
Jakarta, PDAM, PLN, ORARI / RAPI, LSM, Ormas,
Asosiasi Usaha/Profesi, Organda, PMI Jakarta, RSUD
Penyelarasan Kajian kebijakan terkait Inventarisasi kebijakan-kebijakan BPBD, Bappeda, BKSP Jabodetabekjur
kebijakan terkait penanggulangan bencana yang terkait penanggulangan
dengan lintas hierarki, sektor, dan bencana lintas hierarki, sector, dan
Penanggulangan batas wilayah administrasi. batas wilayah administrasi.
Bencana (PB) Membangun kesepahaman BPBD, Bapeda, BKSP Jabodetabekjur
bersama (MoU) dalam
penanggulangan bencana dengan
provinsi Jawa Barat dan Banten
Mengintegrasikan Rencana BKSP, Dinas Tata Ruang, Bapeda
Penanggulangan Bencana
Provinsi ke dalam RTRW DKI
Jakarta 2030
28Terkait dengan bencana konflik social maka forum ini memasukkan FKUB, FKDM, Kominda, Pokja Kamtibas maupun forum mandiri yang dibentuk
atas inisiatif masyarakat seperti Forum Anti Tawuran
Mitigasi konflik sosial Penataan ulang kawasan rawan Mereview peta rawan konflik secara berkala Dinas TR, Bakesbangpol,
konflik Jakarta Polri, Dinsos, FKUB, Kanwil
Kemenag, BPBD, Biro
Dikmental
Fasilitasi komunikasi antara Dialog bersama secara rutin Bakesbangpol, Polri, Dinsos,
kelompok yang rawan konflik FKUB, Kanwil Kemenag,
BPBD, Biro Dikmental
Membentuk forum komunikasi antar kelompok Bakesbangpol, Polri, Dinsos,
FKUB, Kanwil Kemenag,
BPBD, Biro Dikmental
Program pengurangan Pembatasan arus urbanisasi Dinas kependudukan, Satpol
urbanisasi Jakarta PP
Pemberian prioritas dan kemudahan akses Dinas PU, Dinkes, Dinas
dan fasilitas bagi non pendatang (penduduk Pendidikan, Disduk
asli)
Penguatan pusat kegiatan Pembentukan dan penguatan pusat-pusat BPMPKB, Dispora, PKK,
masyarakat kegiatan masyarakat di tingkat kelurahan Walikota/Bupati, Camat,
hingga RT/RW Lurah
Kesiapsiagaan konflik Deteksi dini dan respon Dini Pemberdayaan forum-forum dalam system Bakesbangpol, Polri, Dinsos,
sosial kasus potensi konflik di deteksi dini konflik sosial Forum Komunikasi FKUB, Kanwil Kemenag,
masyarakat Umat Beragama (FKUB) dan Forum BPBD, Biro Dikmental, Biro
Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) di Tapem, Walikota/Bupati,
Jakarta hingga tingkat RT/RW Camat, Lurah
Membangun system infokom deteksi dini Bakesbangpol, Polri, Dinsos,
konflik social FKUB, Kanwil Kemenag,
BPBD, Biro Dikmental,
Diskominfomas,
Walikota/Bupati, Camat,
Lurah
Melakukan pertemuan rutin forum-forum Bakesbangpol, Polri, Dinsos,
dalam system deteksi dini konflik social FKUB, Kanwil Kemenag,
(tahunan/kwartal/bulanan) di berbagai BPBD, Biro Dikmental,
tingkatan Diskominfomas,
Walikota/Bupati, Camat,
Lurah
Penanganan darurat Penghentian dan peredaan Penghentian kekerasan fisik; TNI, Polri, Gubernur,
konflik konflik Bakesbangpol, FKUB, Satpol
PP, Walikota, Camat, Lurah,
BPBD
Penetapan Status KeadaanKonflik TNI, Polri, Gubernur,
Walikota, Camat, Lurah,
BPBD
Streriliasasi (pengamanan) lokasi terjadinya TNI, Polri, Satpol PP
konflik
Perlindungan dan pengamanan sarana dan TNI, Polri, Satpol PP
prasarana vital
Respon tanggap darurat pasca Melakukan Pengkajian terhadap Kebutuhan Bakesbangpol, Polri, Dinsos,
konflik Dasar diperlukan pada Saat Konflik terjadi FKUB, Kanwil Kemenag,
BPBD, Biro Dikmental,
Diskominfomas,
Walikota/Bupati, Camat,
Lurah, Dinkes
Melakukan Pencarian, Penyelamatan, dan TNI/Polri, SatpolPP, BPBD,
Evakuasi para Korban di Daerah Rawan SAR, Dinas Damkar & PB
Konflik
Pengadaan dan pemenuhan Kebutuhan BPBD, Dinas Kesehatan,
Dasar/LogistikDarurat Bencana (Makanan, Dinas Sosial, Dinas
Minuman, Obat-Obatan, tempat tinggal dll) Kebersihan, PDAM, PMI,
bagi korban konflik dan juga pengungsi
termasuk kelompok rentan (perempuan,
anak-anak, difable, lansia) bekerjasama
dengan produsen kebutuhan tersebut
Melakukan pengamanan dan perlindungan Dinas Sosial, BPBD, TNI,
(rasa aman) bagi korban konflik dan Polri, Satpol PP,
pengungsi Bakesbangpol
Pelayanan kesehatan darurat bagi korban Dinkes, PMI
konflik dan pengungsi
Pembangunan/Perbaikan Kembali Prasarana Dinas P2B, DPU, Dinas
dan Sarana yang Kritis Setelah Kejadian Perumahan & GP
Bencana
Penyelamatan harta benda korban konflik dan BPBD, TNI, Polri, Satpol PP
juga pengungsi
Mengelola mobilitas pengungsi/orang/barang Dinas Sosial, BPBD, TNI,
/jasa dari dan lokasi konflik/pengungsian Polri, Satpol PP, PMI,
Dishub, BPKD
Pemulihan paska bencana Pengkajian Kerusakan dan Penghitungan Jumlah Kerusakan dan Dinas P2B, DPU, Dinas
konflik Kerugian Kerugian setelah Kejadian Bencana Perumahan & GP, BPBD
Melakukan Perbaikan Sarana Publik dan Dinas P2B, DPU, Dinas
Rekonstruksi Rumah Warga Korban Bencana Perumahan & GP
Melakukan layanan kesehatan darurat dan Dinkes, PMI
layanan kesehatan dasar bagi korban konflik
Melakukan aktivitas pemulihan psikososial Dinkes, PMI
bagi korban konflik
Pemenuhan kebutuhan khusus untuk Dinkes, Camat, Lurah
kelompok rentan di pengungsian
Rehabilitasi dan Pemulihan Penegakan hukum pada pihakyang terbukti Polri, Kejaksaan, Satpol PP
pasca konflik berlaku anarkis/kerusuhan, melakukan
tindakan provokasi pemicu konflik dan
melakukan berbuat criminal lainnya
Proses perdamaian dan reintegrasi pihak TNI, Polri, FKUB, Camat,
yang berkonflik Bakesbangpol, Biro
Dikmental, Kanwil Kemenag,
Lurah, Toga/Tomas
Perbaikan pasar dan kawasan perdagangan Dinas Perumahan & GP, PD
yang rusak akibat konflik Pasar Jaya
Perbaikan layanan kesehatan masyarakat Dinas Perumahan & GP,
yang rusak akibat konflik Dinkes
Perbaikan bangunan sekolah yang rusak Dinas Perumahan & GP,
akibat konflik Disdik, Kanwil Kemenag, Biro
Dikmental
Menghidupkan kembali aktivitas social di Dinas Sosial, Camat, Lurah,
masyarakat FKUB
Respon dan pemulihan Pemenuhan kebutuhan dasar Kejelasan tentang status bencana DPU, Dishub, Dinsos, Dinkes,
sesuai dengan standar minimum Kejelasan ruang lingkup dan pembagian Camat, Lurah, PMI, BMKG,
penangan bencana dan upaya kewenangan antar SKPD DKP
pemulihan pasca bencana Penyediaan dana darurat (on call) dan
pemulihan yang mudah diakses dan
dikelola secara akuntabel
Penyediaan dan distribusi kebutuhan
dasar sesuai dengan standar minimum
Pembangunan kembali Blue print pembangunan kembali Penyusunan rencana rehabilitasi dan DPU, Dinas Perumahan & GP,
paska bencana dengan dengan prinsip build back rekonstruksi paska bencana BPBD, DTR, BPN, Walikota
prinsip build back better better Penyiapan kebijakan rehab-rekon
Pembangunan fisik dan non fisik Penyediaan dan pengelolaan dana rehab- DPU, Dinas Perumahan & GP,
paska bencana rekon BPBD, DTR, BPN, Walikota,
Implementasi fisik dan non fisik Bappeda, BPKD
Pembangunan fisik dan non fisik Penyediaan dan pengelolaan dana rehab- DPGP, P2B, Dishub, DPU,
paska bencana rekon Bappeda, BPKD, BPBD
Implementasi fisik dan non fisik
Penguatan komunitas Seminar publik belajar dari pengalaman BPBD, Walikota/Bupati
bencana
Selain berguna untuk memperbaiki pengelolaan program di masa yang akan datang,
evaluasi juga menjamin adanya tanggung-gugat (akuntabilitas) dan membantu
meningkatkan efisiensi serta efektivitas pengalokasian sumber daya dan anggaran. Di
samping membandingkan antara target dan pencapaian indikator kinerja yang telah
ditetapkan dalam RPB Propinsi DKI Jakarta, evaluasi juga dapat dilakukan dengan
mengkaji dampak yang ditimbulkan melalui pelaksanaan RPB Propinsi DKI Jakarta.
Kedua cara ini dapat saling mendukung dalam memberikan informasi yang bermanfaat
untuk kepentingan perencanaan dan pengendalian pelaksanaan RPB Propinsi DKI
Jakarta.
Indikator sebagai perangkat monitoring atas fokus dan program dapat dilihat dalam tabel
berikut:
29Terkait dengan bencana konflik social maka forum ini memasukkan FKUB, FKDM, Kominda, Pokja
Kamtibas maupun forum mandiri yang dibentuk atas inisiatif masyarakat seperti Forum Anti
Tawuran
1. Banjir
Fokus Program Indikator
Pencegahan Banjir Penataan Daerah Aliran Sungai Terwujudnya semilyar titik biophori,
sejuta sumur resapan, dan sejuta
pohon di DAS Ciliwung.
Tertatanya kembali pemuliman di
sempadan kali dengan konsep
Kampung Tumbuh
Manajemen pengolahan sampah meningkatnya cakupan
terpadu pengangkutan sampah
Meningkatnya upaya pengurangan
sampah di setiap tingkatan
masyarakat.
Terbentuknya sistem pengolahan
sampah berbasis masyarakat di
tingkat kelurahan (misal: Bank
Sampah)
Bertambahnya armada
pengangkutan sampah yang
menjangkau wilayah padat
Terlaksanakannya publik hingga
penegakan hukum untuk
perubahan perilaku masyarakat
agar lebih sadar dan peduli
terhadap kebersihan lingkungan
Peningkatan kapasitas daerah Bertambahnya Ruang Terbuka
tangkapan air dan pengolahan Hijau
wilayah hulu Terbangunnya waduk, situ.
Pembangunan Sumur Resapan Terbangunnya Sumur Resapan di
sesuai dengan Standar di Kantor Setiap Kantor Pemerintahan
Pemerintahan
Pembangunan Infrastuktur Terbangunnya Polder/Tanggul &
Pengendali Banjir Pengerukan Sungai
Mitigasi Banjir Upaya structural pengurangan Daerah Hulu: Terbangunnya
risiko banjir bendungan
Daerah Hilir:
Terbangunnya saluran air baru
Normalnya fungsi sungai
Terbangunnya sistem polder
Tertatanya pemukiman rawan
banjir
Terantisipasinya air pasang
Upaya non structural Terlaksanakannya Penegakan
pengurangan risiko banjir aturan tentang ekstraksi air tanah
untuk pengurangan laju penurunan
muka tanah
Tersusunnya dan penegakan
aturan mengenai wilayah
sempadan
4. Konflik Sosial
Fokus Program indikator
Pencegahan konflik Pengarusutamaan kearifan Terlaksanakannya Kajian tentang kearifan
sosial local resolusi konflik local masyarakat Jakarta terkait resolusi
konflik
Terlaksanakannya Sosialisasi kearifan local
Jakarta untuk penyelesaian konflik
Terintegrasikannya muatan pendidikan multi
kultural dan resolusi konflik dalam kurikulum
pendidikan Seni Kebudayaan Betawi
Terlaksanakannya Pelatihan bagi kader
masyarakat di hingga tingkat RT/RW
mengenai kearifan local
Perbaikan kualitas hidup Terlaksanakannya pemetaan kawasan
kawasan kumuh rawan konflik
Terlaksanakannya perencanaan tata ruang
partisipatif untuk kawasan kumuh
8. Gempa Bumi
Fokus Program Indikator
Mitigasi gempa bumi Mitigasi struktural Terlaksananya Pembangunan dan
perbaikan fasilitas pemerintah,
fasilitas publik dan lingkungan
Mitigasi non struktural Tersusunnya dan kampanye program
standar penyelamatan diri saat
terjadi gempa bumi
Terlaksananya Penetapan standar
bangunan gedung dan lingkungan
aman gempa baru
Terlaksananya Pengawasan atas
pelaksanaan tata ruang dan
bangunan aman gempa
Terpetakannya pemukiman dan
lingkungan rentan gempa
Terpetakannya data dasar
kegempaan (struktur mikro,
amplifikasi)
Tersusunnya Aturan Building Code
Terlaksananya Pelatihan Pengawas
Ketahanan Bangunan
Terlaksananya Pembuatan Poster
Panduan Rumah Aman Gempa Bumi
Kesiapsiagaan gempa bumi Peningkatanan kesadaran risiko Terlaksananya Sosialisasi, pelatihan
gempa dan kesiapsiagaan penyelamatan diri, gladi, simulasi
masyarakat gempa bumi
Terpublikasikannya Panduan
Standar Minimum Penyelamatan Diri
Saat Terjadi Bencana
Terlaksananya Pembangunan
Jaringan Informasi Kebencanaan
Terpusat dengan Memanfaatkan
Fasilitas Publik sebagai Interface
Penanganan darurat gempa Kajian Cepat Bencana Gempa Terlaksananya Pengkajian terhadap
bumi Bumi Kebutuhan apa Saja yang diperlukan
pada Saat Bencana
6.2 PELAPORAN
Pelaksanaan program dan kegiatan-kegiatan pengurangan risiko
bencana harus dilaporkan dalam sebuah laporan tertulis. Harapannya adalah
agar semua laporan mengenai penanggulangan bencana dapat terdokumentasi
dengan baik dan secara resmi dikeluarkan oleh BPBD. Laporan tersebut selain
berisi laporan kegiatan dan pencapaiannya juga berisi kajian atas
keberhasilan/kegagalan dari semua program dan kegiatan pengurangan risiko
yang telah dilaksanakan selama kurun waktu RPB. Laporan juga akan berisi
rekomendasi tindak lanjut bagi instansi/lembaga tertentu jika diperlukan
Dari riwayat dan pengalaman kerjanya, tercatat bahwa beberapa pos penting
menjadi tanggung jawabnya, antara lain sejak tahun 2001 sampai sekarang menjabat
sebagai Ketua Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteraan Yogyakarta dan sejak
tahun 1988 s/d sekarang juga sebagai Dosen Biasa di UPN Veteran Yogyakarta.
Tahun 2009 s/d sekarang sebagai Dosen Luar Biasa untuk Program Pascasarjana, di
Universitas Tarumanegara, Jakarta. Dari tahun 2005 s/d 2009 sebagai Konsultan di
United Nations Development Program (UNDP), Jakarta.
Disela-sela kesibukanya dalam bekerja, pria yang dikenal humoris ini juga aktif
dalam berorganisasi. Dari tahun 2009 s/d sekarang, sebagai Badan Pengurus di
Perkumpulan Penguatan Institusi dan Kapasitas Lokal (PIKUL), yang berbasis di NTT.
Dari tahun 2005 s/d sekarang menjabat sebagai Ketua Perkumpulan KAPPALA
Indonesia, yang berbasis di Yogyakarta,dengan fokus utama pengkajian pendampingan,
advokasi dan aksi partisipatif dalam pengelolaan lingkungan dan bencana berbasis
masyarakat.
Atas dedikasi pada keilmuannya, pria yang kerap di panggil profesor oleh para
mahasiswanya, banyak diundang oleh berbagai kalangan untuk menjadi narasumber
dalam berbagai kegiatan seperti lokakarya, seminar, pelatihan/workshop, dll. Tercatat
puluhan hasil karyanya dalam bentuk buku, jurnal maupun prospinding menjadi rujukan
banyak kalangan.
Untuk menunjang bidang yang ditanganinya, pria yang memiliki hoby membaca
ini, senantiasa terus belajar banyak hal. Lulusan Doktor (S-3) Ilmu Pemerintahan Unpad
ini, sebelumnya menjabat sebagai Camat di Kepulauan Seribu Utara.
DANANG SUSANTO
Pria kelahiran Solo, 03 Mei 1959, saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang
Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Provinsi DKI Jakarta.
FEBI DWIRAHMADI
Pria kelahiran Cirebon, 20 Februari 1981, dikenal sebagai pekerja keras, ulet dan
teliti dalam menangani setiap bidang yang dikerjakannya. Ia merupakan alumni Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Tahun Angkatan 1999. Dengan
mendapatkan dukungan dari International Post-Graduate Researh Scholarship, ia saat
ini sedang menyelesaikan program Ph.D dalam bidang Kebencanaan dan Adaptasi
Perubahan Iklim di School of Environment, Griffith University, Australia. Ia pun juga
meraih gelar Master of Science in Public Health (MSc.PH) dari universitas yang sama
dari dukungan Australian Leadership Award. Saat ini, ia juga aktif sebagai peneliti pada
Centre for Environment and Population Health (CEPH), Griffith University, Australia.
Dunia NGO bagi pria kelahiran, Yogyakarta 07 Agustus 1967 sudah tidak asing
lagi. Alumni S - 1 Jurusan Ekonomi, Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya, saat ini
bekerja sebagai Staff di MarcyCorps Indonesia, salah satu NGO bertaraf internasional,
yang konsen pada penguatan kapasitas masyarakat.
SURYANI AMIN
Saat ini menjabat sebagai Konsultan Adapatasi Iklim di World Bank. Wanita
kelahiran Ujung Pandang, 31 Agustus, dilingkungan keluarga dan rekan-rekanya dikenal
sebagai sosok yang ulet, gigih dan pekerja keras. Lulusan S-2 Sosiologi Lingkungan,
Universitas Indonesia (UI).
Tahun 2006 2007 sebagai Staff Monev di American Red Cross, Tahun 2008
2010, menjadi Konsultan dan Trainer Psikososial dan Pendampingan Anak, Tahun 2010
menjabat sebagai Konsultan Program Psikososial Anak Yayasan Pulih. Tahun 2011,
menjabat sebagai Konsultan Pengembangan ModulPsikososial Pusat Krisis Psikologi
UI.
SOFYAN
Lahir di Serang pada 03 Agustus 1970, pria yang akrab di sapa dengan
panggilan Eyang ini berlatar belakang pendidikan Magister Management Disaster
Management Universitas Tarumanegara, Jakarta. Banyak berkiprah di sejumlah
organisasi non-pemerintah (NGO) di Indonesia. Saat ini menjabat sebagai Disaster Risk
Reduction Specialist MercyCorps Indonesia.