Anda di halaman 1dari 26

Akuntansi Keperilakuan

Aspek Keperilakuan Pada Pengambilan Keputusan Dan


Para Pengambil Keputusan

Oleh:

Kelompok 7

Desak Made Dwi Januari (1506305026)


I Made Suma Arta (1506305025)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Udayana
2017

1
8.1 Proses Pengambilan Keputusan
8.1.1 Definisi
Pengambilan keputusan telah disamakan dengan proses memikirkan, mengelola, dan
memecahkan masalah. Oleh karena itu, ada beberapa definisi yang masing-masing digunakan
untuk tujuan tertentu. Dalam organisasi, pengambilan keputusan biasanya didefinisikan
sebagai proses memilih di antara berbagai alternatif tindakan yang berdampak pada masa
depan. Proses pengambilan keputusan dapat dijabarkan dalam langkah-langkah yang
berurutan, yaitu:
1) Pengenalan dan pendefinisian atas suatu masalah atau suatu peluang.
Langkah ini dapat berupa suatu respons terhadap suatu kejadian yang
problematic, suatu ancaman, atau suatu peluang.
Untuk mengenali dan mendefi-nisikan masalah atau peluang, para pengambil
keputusan memerlukan informasi lingkungan, keuangan, dan operasi. Informasi

mengenai kondisi lingkungan eksternal mungkin mengungkapkan adanya peluang


produk atau pasar baru atau malahan ancaman terhadap status quo. Informasi keuangan
atau operasional dapat memperingatkan manajemen terhadap masalah yang memerlukan
tindakan segera. Pendidikan, pengalaman, watak, karakter, dan factor-faktor
keperilakuan lainnya dari para pengambil keputusan dapat menentukan apakah masalah
tersebut akan dianggap penting, menjanjikan peluang, atau menginisiasikan proses
pengambilan keputusan. Beberapa manajer lebih menyukai status quo dan hanya
bereaksi tehadap kejadian utama yang tidak diantisipasi. Lainnya terdorong, bahkan oleh
diskrepansi minor dan tidak akan berhenti sampai solusi yang memuaskan ditemukan
dan diterapkan.
2) Pencarian atas tindakan alternatif dan kuantifikasi atas konsekuensinya.
Ketika definisi atas suatu masalah atau peluang telah selesai, pencarian tindakan
alternative dan kuantifikasi atas konsekuensinya dimulai. Dalam tahap ini, sebanyak
mungkin alternatif yang praktis diidentifikasikan dan dievaluasi. Pencarian tersebutt
sering kali dimulai dengan melihat masalah serupa yang terjadi di masa lalu dan tindakan
yang dipilih pada waktu itu. Jika tindakan yang dipilih berhasil, maka kemungkinan
tindakan tersebut akan diulangi. Jika tidak, pencarian akan alternative tambahan akan

diperluas.
Fitur-fitur yang dapat dikuantifika-sikan akan berupa estimasi keuangan atas
biaya dan manfaat yang berkaitan dengan setiap alternatif. Estimasi ini akan disaring dan
diperiksa kembali jika alternative tersebut dianggap mungkin dan layak memperoleh

1
perhatian lebih lanjut. Kuantifikasi non-keuangan akan diterjemahkan kedalam
pendapatan dan beban jika mungkin. Tidak semua fitur dari suatu alternative dapat
dikuantifikasi. Dalam kasus ini, manfaat dan pengorbanan yang relevan dibuat daftarnya.
3) Pemilihan alternatif yang optimal atau memuaskan.
Tahap yang paling penting dalam proses pengambilan keputusan adalah memilih
satu dari beberapa alternatif. Walaupun tahap ini tampaknya rasional, tetapi keputusan
akhir sering kali didasarkan pada pertimbangan politik dan psikologis daripada fakta-
fakta ekonomi.
Manajer yang membuat pilihan final mungkin saja menghadapi beberapa
alternative yang mungkin, masing-masing memiliki kelebihan tertentu dibandingkan
dengan yang lain dalam hal criteria keputusan yang dipilih. Manajer juga menyadari
akan manfaat dan biaya politis dari setiap alternative.
4) Penerapan dan tindak lanjut.

Kesuksesan atau kegagalan dari keputusan akhir bergantung pada efisi-ensi dari
penerapannya. Penerapan tersebut hanya berhasil jika orang-orang yang menguasai
sumber-sumber daya organisasi (misalnya uang, orang, dan informasi) benar-benar
berkomitmen untuk melaksanakannya. Situasi yang ideal akan terwujud jika sumber
kekuatan itu dikuasai oleh pendukung dari keputusan yang diambil. Untuk menjamin
efisiensi penerapannya, umpan balik secara periodik dan koreksi segera atas segala
kesalahan yang terjadi mutlak diperlukan.

8.1.2 Motif Kesadaran


Motif kesadaran sangat penting dalam proses pengambilan keputusan karena merupakan
sumber dari proses berfikir. Dua faktor penting dari motif kesadaran dalam konteks
pengambilan keputusan, yaitu :
1) Keinginan akan kestabilan atau kepastian.
Keinginan akan kestabilan menegaskan adanya kemampuan untuk
memprediksikan. Hal ini akan memenuhi keinginan individu untuk membangun bagian-
bagian konsep yang sesuai satu sama lain secara konsisten. Motif ini mengaktifkan, baik
pikiran sadar maupun bawah sadar untuk menghindari ketidakstabilan, ketidakjelasan,

atau ketidakpastian informasi.


2) Keinginan akan kompleksitas dan keragaman.
Motif kompleksitas menimbulkan keinginan akan suatu stimulus dan eksplorasi
serta mengaktifkan pikiran sadar dan bawah sadar untuk mencari data baru dari ingatan

2
atau lingkungan, kemudian menyeimbangkannya dan mengaturnya dengan motif. Dua
faktor penting dari proses pengambilan keputusan adalah kompleksitas dan prediksinya
(pasti atau tidak pasti).
Saat mempertimbangkan kemampuan untuk memprediksi, dapat dibuat jarak
antara keputusan yang deprogram dengan yang tidak deprogram. Keputusan yang
diprogram adalah keputusan yang aturan-aturannya dapat dikembangkan dan digunakan,
sedangkan keputusan yang tidak diprogram biasanya berhubungan dengan situasi dimana
ketidakpastian sudah menjadi ciri khasnya. Aturan-aturan dan criteria dari keputusan
yang tidak deprogram bersifat tidak definitive, tetapi dapat muncul secara tiba-tiba ketika
kebutuhan akan itu muncul. Dalam keadaan keputusan tidak diprogram atau direncanakan
dengan baik, individu hanya dapat mencoba-coba atau mengira-ngira.
Dengan menggunakan dimensi-dimensi kompleksitas dan kemampuan untuk
membuat prediksi, para ahli psikologi telah mengembangkan empat jenis model

keputusan:
1. Model keputusan yang diprogram secara sederhana.
2. Model keputusan yang tidak diprogram secara sederhana.
3. Model keputusan yang diprogram secara kompleks.
4. Model keputusan yang tidak diprogram diprogram secara kompleks.
Model keputusan yang deprogram secara sederhana ditandai dengan aturan-aturan
prediksi yang tidak kompleks, yang ditetapkan oleh orang lain yang bukan si pengambil
keputusan. Model tersebut dilengkapi dengan aturan yang jelas dan mengutamakan
prioritas. Pencarian informasi difokuskan pada data-data yang relevan dari pengalaman
lalu. Data tersebut digunakan sebagai contoh dari alternative tindakan yang pernah
digunakan dengan berhasil. Alternatif yang memuaskan, ketika pertama kali ditemukan,
biasanya langsung dipilih. Alternative-alternatif tersebut dinilai berdasarkan criteria-
kriteria yang sederhana dengan risiko yang minimum, yang penerapannya dilakukan
secara individu.
Pada model keputusan yang tidak diprogram secra sederhana, apapun akan terlihat
baik pada saat itu bagi si pengambil keputusan yang langsung memilih alternative
tersebut. Masalah dan peluang selalu dilihat ketika terjadi atau hanya berdasarkan intuisi

saja. Urgensi dipandang sebagai suatu prioritas. Informasi bersumber dari prasangka
melalui keyakinan-keyakinan umum. Dalam konteks organisasi, informasi juga dapat
berasal dari sistem informasi manajemen dengan akuntansi yang menjadi komponen

3
utamanya. Alternative pertama yang dipilih harus mampu menyesuaikan diri dengan
tujuan laba jangka pendek yang diinginkan dengan mengabaikan risiko yang ada.
Keputusan-keputusan yang deprogram secara kompleks melibatkan
perencanaan yang begitu rinci. Masalah dan peluang diantisipasi dengan skala prioritas
yang begitu hati-hati. Pencarian informasi dilakukan secara ekstensif dan sering kali
menerapkan pengambilan sampel secara statistic atau dengan alat-alat pencari dan
kuantifikasi lainnya.
Model keputusan yang tidak diprogram secara kompleks memiliki ciri khas, yaitu
partisipasi yang terus menerus dari semua orang yang terlibat untuk memaksimalkan
perolehan informasi dan koordinasi. Tujuan direncanakan oleh semua pihak dan
lingkungan secara aktif dinilai untuk mencari masalah atau peluang. Kriteria-kriteria baru
dikembangkan untuk segala jenis situasi baru yang muncul.
8.1.3 Jenis-Jenis dari Model Proses

Motif-motif yang berada dibelakang sebuah keputusan bersifat kompleks. Tiga


model utama dalam pengambilan keputusan berusaha untuk mengidentifikasikan motif
dari seorang pengambil keputusan dalam suatu organisasi. Model-model tersebut adalah
model ekonomi, model social, dan model kepuasan Simon.
1) Model Ekonomi.
Model tradisional mengasumsikan bahwa seluruh kegiatan dan keputusan manusia
adalah rasional sempurna dan bahwa dalam suatu organisasi, terdapat konsistensi
antara beragam motif dan tujuan. Diasumsikan bahwa semua alternatif yang mungkin
diketahui dan bahwa probabilitas yang terkait dengan alternative-alternatif tersebut
dapat dihitung dengan pasti. Keputusan tidak bergantung pada preferensi pribadi,
melainkan didikte oleh tujuan organisasi yang konsisten.
2) Model Sosial.
Model ini mengasumsikan bahwa manusia pada dasarnya adalah irasional dan
keputu-san yang dihasilkan terutama didasarkan pada interaksi sosial. Terasa bahwa
tekanan dan harapan rekan kerja merupakan kekuatan utama yang memotivasi.
3) Model Kepuasan Simon.
Model ini adalah model yang lebih berguna dan praktis. Model ini didasarkan

pada konsep Simon tentang manusia administrasi, di mana manusia dipandang


sebagai rasional karena mereka mempunyai kemampuan untuk berpikir, mengolah
informasi, membuat pilihan, dan belajar. Akan tetapi, ada batasan dari rasionalitas
mereka. Manusia dibatasi oleh kemampuan mereka untuk memproses informasi

4
secara berurutan. Mereka tidak pernah memiliki informasi penuh dan memiliki
kemampuan yang terbatas untuk mengevaluasi data dalam jumlah besar. Dengan
demikian, sikap manusia dalam kondisi ini adalah perilaku yang berusaha untuk
memuaskan dan bukan untuk melakukan optimalisasi. Orang menganggap suatu
masalah telah selesai ketika solusi yang layak dan dapat diterima diteumakn.

8.2 Cara Pengambilan Keputusan dalam Organisasi


Bila pengambil keputusan berhadapan dengan suatu masalah sederhana yang
memiliki beberapa jalur tindakan alternative, dan bila biaya untuk mencari dan mengevaluasi
alternative itu rendah, maka model rasional memberikan penjelasan yang cukup cermat
tentang proses keputusan. Tetapi, situasi tersebut merupakan perkecualian. Kebanyakan
keputusan dalam dunia nyata tidak mengikuti model rasional. Berikut merupakan tinjauan
atas suatu bukti penting yang akan memberikan penjelasan yang lebih akurat tentang

bagaimana sebenarnya kebanyakan keputusan dalam organisasi diambil.


1) Rasional Terbatas
Salah satu aspek yang menarik dari konsep rasional terbatas adalah membuat
urutan pertimbangan beberapa alternatif. Pengurutan alternative sangat penting dalam
menentukan alternative yang dipilih. Jika pengambilan keputusan sedang melakukan
optimasi, maka semua alternative dicantumkan dlam hierarki utama preferensi.
Karena semua alternatif akan dipertimbangkan, maka urutan dengan mana alternative-
alternatif terssebut dievaluasi tidak akan relevan. Akan tetapi, tidak demikian halnya
dengan kasus yang solusinya dianggap cukup memuaskan. Dengan mengasumsikan
bahwa suatu masalah mempunyai lebih dari satu solusi potensial, pilihan yang cukup
memuaskan akan menjadi pilihan pertama yang dapat diterima dengan baik oleh
pengambil keputusan.
2) Intuisi
Para pakar tidak mengasumsikan bahwa pengambilan keputusan intuitif
merupakan sesuatu yang tidak rasional atau tidak efektif. Terdapat pengakuan yang
semakin berkembang bahwa analisis rasional terlalu ditekankan dan bahwa, dalam
kasus-kasus tertentu, mengandalkan pada intuisi dapat memperbaiki pengambilan

keputusan. Pengambilan keputusan intuitif kemungkinan dapat diambil dalam


kondisi:
a) Bila ada ketidakpastian dalam tingkat yang tinggi
b) Bila hanya sedikit preseden untuk diikuti

5
c) Bila variable-variabel dapat diramalkan secara ilmiah
d) Bila fakta terbatas
e) Bila fakta tidak dengan jelas menunjukkan jalan yang diikuti
f) Bila data analitis guna berguna
g) Bila terdapat beberapa penyelesaian alternative yang masuk akal untuk dipilih,
dengan argument yang baik untuk masing-masing alternative
h) Bila waktu terbatas da nada tekanan untuk segera mengambil keputusan yang
tepat
3) Identifikasi Masalah
Masalah-masalah yang tampak cenderung memiliki kemungkinan terpilih
yang lebih tinggi dengan masalah-masalah yang penting. Pernyataan ini didasarkan
setidaknya pada dua alas an. Pertama, mudah untuk mengenali masalah-masalah yang
tampak (visible). Kedua, perlu diingat bahwa semua orang menaruh perhatian yang

besar terhadap pengambilan keputusan dalam organisasi. Para pengambil keputusan


ingin tampil kompeten dan mnguasai masalah. Hal ini memotivasi mereka untuk
memusatkan perhatian pada masalah yang tampak bagi orang lain. Jangan sekali-kali
mengabaikan kepentingan pribadi dari si pengambil keputusan. Jika pengambil
keputusan menghadapi suatu konflik antara memilih suatu masalah yang penting bagi
organisasi dan masalah yang penting bagi diirnya, kepentingan pribadilah yang
cenderung menang. Hal ni juga berkaitan dengan masalah visibilitas.
4) Membuat Pilihan
Untuk menghindari informasi yang terlalu padat, para pengambil keputusan
mengandalkan heuristic atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan keputusan.
Terdapat 2 kategori dari heuristic yaitu ketersediaan dan keterwakilan. Masing-
masing kategori menciptakan bias dalam penilaian. Bias lain yang sering ada pada
para pengambil keputusan adalah kecenderungan untuk mengangkat komitmen ke
jalur tindakan yang gagal.
8.2.1 Perbedaan Individual: Gaya Pengambilan Keputusan
Riset tentang gaya pengambilan keputusan telah mengidentifikasi 4
pendekatan individual yang berbeda terhadap pengambilan keputusan. Model ini

dirancang untuk digunakan para manager dan mengaspirasi para manager, tetapi
kerangka kerja umumnya dapat digunakan pada pengambilan keputusan individual
saja. Pondasi dasar yang menjadi modal adalah pengakuan bahwa orang-orang itu
berbeda sepanjang dua dimensi. Pertama adalah cara mereka berpikir. Ada orang yang

6
memang logis dan rasional. Mereka mengolah informasi secara srial. Sebaliknya, ada
orang yang intuitif dan kreatif. Mereka memahami segala sesuatu secara keseluruhan.
Perlu dicatat bahwa perbedaan-perbedaan ini melampaui batas-batas menusiawi
umumnya sebagaimana digambarkan sehubungan dengan rasionalitas terbatas.
Dimensi lain ialah toleransi pribadi terhadap ambiguitas. Ada orang yang mempunyai
kebutuhan yang tinggi untuk menstruktur informasi dengan cara yang meminimalkan
ambiguitas, sementara yang lain mampu memproses banyak pemikiran pada saat yang
sama.
8.2.2 Keterbatasan Organisasi
Organisasi itu sendiri merupakan penghambat bagi para pengambil keputusan.
Contohnya para manager membentuk keputusan untuk mencerminkan system
penilaian kinerja dan pemberian imbalan, untuk mematuhi peraturan-peraturan
formal, dan untuk memenuhi batas waktu yang ditetapkan organisasi. Keputusan-

keputusan yang lalu juga merupakan preseden yang memaksa diambilnya keputusan
saat ini.

8.3 Asumsi Keperilakuan dalam Pengambilan Keputusan Organisasi


Pada bagian ini di bahas mengenai asumsi-asumsi keperilakuan yang mendasari
proses pengambilan keputusan perusahaan. Pertama, akan dibahas mengenai perusahaan
sebagai suatu unit pengambilan keputusan dan kemudian mengenai orang-orang atau
kelompok-kelompok di dalamnya yang bertindak sebagai pengambilan keputusan dan pencari
solusi.

8.3.1 Perusahaan sebagai Unit Pengambilan Keputusan


Suatu perusahaan dapat dianggap sebagai unit pengambilan keputusan yang serupa
dalam banyak hal dengan seorang individu. Masalah keputusan yang dihadapi suatu
perusahaan begitu banyak dan kompleks. Masalah tersebut sering kali melibatkan lebih dari
satu departemen atas aktivitas. Keputusan yang rutin atau berulang muncul secara regular,
sedangkan keputusan lain biasanya bersifat unik dan tidak berulang.
Untuk mengatasi kelebihan beban dalam pengambilan keputusan, organisasi

mengembangkan prosedur operasi standar yang formal atau tidak formal untuk masalah-
masalah yang berulang. Prosedur operasi standar ini menjadi aturan pengambilan keputusan
untuk keputusan-keputusan rutin dalam bidang-bidang, seperti manajemen persediaan,
perhitungan biaya, penetapan harga, dan pemrosesan pesanan. Keputusan dibuat berdasarkan

7
aturan pengambilan keputusan yang telah ditentukan sebelumnya, yang disebut dengan
keputusan yang deprogram.
Cyber dan March menggambarkan empat konsep dasar relasional sebagai inti dari
pengambilan keputusan bisnis:
1) Resolusi Semu dari Konflik.
Suatu organisasi adalah koalisi dari individu-individu dengan tujuan yang berbeda
yang sering kali menimbulkan konflik. Karena pengambilan keputusan melibatkan
pemilihan atas satu alternative yang sesuai dengan tujuan dan harapan secara
keseluruhan, maka diperlukan suatu prosedur untuk menyelesaikan konflik tujuan.
Teori keputusan klasik mengasumsikan bahwa konflik dapat diselesai-kan dengan
menggunakan rasionalitas local, aturan-aturan pengambilan keputusan yang dapat
diterima, dan perhatian secara berurutan pada tujuan. Rasionalitas local dicapai
dengan membagi masalah pengambilan keputusan itu ke dalam sub-sub masalah dan

dengan menyerahkannya kepada sub-sub organisasi untuk diselesaikan. Dengan


demikian, masalah yang kompleks dan saling berhubungan diperkecil, sehingga
menjadi sejumlah masalah yang sederhana.
2) Penghindaran Ketidakpastian.
Cyber dan March (1963) menemukan bahwa para pengambil keputu-san
dalam organisasi sering kali menggunakan strategi yang kurang rumit ketika
berhadapan dengan risiko dan ketidakpastian. Schiff dan Lewin (1974)
menambahkan slackorganisasi ke alat-alat yang digunakan untuk menghindari
ketidakpastian.
3) Pencarian Masalah.
Menurut Cybert dan March pencarian masalah didefinisikan sebagai proses
menemukan suatu solusi atas suatu masalah tertentu atau sebagai suatu cara untuk
bereaksi terhadap suatu peluang.
4) Pembelajaran organisasional.
Walaupun organisasi tidak mengalami proses pembelajaran seperti yang
dialami oleh individu, organisasi memperlihatkan perilaku adaptif dari karyawannya.
8.3.2 Manusia - Para Pengambil Keputusan Organisasional

Penting untuk diingat bahwa manusia, dan bukannya organisasi, yang mengenali dan
mendefinisikan masalah atau peluang dan yang mencari tindakan alternatif. Manusialah yang
memilih kriteria pengam-bilan keputusan, memilih alternatif yang optimal, dan
menerapkanya.

8
Lingkungan organisasi dimana manusia digunakan bergantung pada jenis dari
masalah pengambilan keputusan atau peluang yang dihadapi. Masalah pengambilan
keputusan berkisar dari yang sederhana sampai yang rumit. Masalah dianggap rumit jika
tidak didefinisikan dengan baik dan tidak terstruktur atau jika proses pencarian untuk suatu
solusi itu sendiri kompleks. Manusia bergantung pada jenis-jenis pengambilan keputusan
terhadap satu masalah atau peluang yang ditemui. Masalah-masalah keputusan bervariasi,
dari yang sederhana hingga yang kompleks.
Masalah sederhana yang ditemukan sehari-hari kemungkinan besar akan diselesaikan
oleh seorang individu, yang melali posisinya, memiliki pelatihan dan keahlian khusus dalam
bidang masalah tersebut. Untuk keputusan yang berulang dan rutin, organisasi kemungkinan
besar akan menggunakan aturan-aturan pengambilan keputusan atau prosedur operasi standar
yang telah ditentukan sebelumnya.

8.3.3 Kekuatan dan Kelemahan Individu sebagai Pengambil Keputusan


Manusia merupakan makhluk yang rasional karena mereka memiliki kapasitas untuk
berpikir, memilih, dan belajar. Tetapi rasionalitas manusia adalah sangat terbatas karena
mereka hampir tidak pernah memperoleh informasi yang penuh dan hanya mampu
memproses informasi yang tersedia secara berurutan. Batasan pengambilan keputusan secara
rasional dari individu bervariasi menurut:
a. Lingkup pengetahuan yang tersedia dalam kaitannya dengan seluruh alternative yang
mungkin dan konsekuensinya
b. Gaya kognitif mereka (misalnya kemampuan untuk berpikir secara kritis dan analitis,

ketergantungan pada orang lain, kemampuan asosiatif, dan sebagainya), dengan


asumsi bahwa tidak ada satu pun gaya kognitif yang unggul karena dalam situasi
masalah tertentu, lebih dari satu pendekatan dapat mengarah pada hasil yang
diinginkan.
c. Struktur nilai mereka yang berubah
d. Tendensi mereka yang lebih cenderung untuk memuaskan daripada untuk melakukan
optimalisasi.
8.3.4 Peran Kelompok sebagai Pembuat Keputusan dan Pemecah Masalah

Komite menyatukan orang-orang dengan karakteristik yang heterogen. Dalam situasi


pengambilan keputusan, komite semacam itu menawarkan keunggulan dari keragaman dalam
pengalaman, pengetahuan, dan keahlian serta luasnya ide dan dukungan yang
menguntungkan. Pembagian pengetahuan, ide, dan keahlian dapat menghasilkan dialog yang

9
lebih baik, pemahaman akan masalah, dan tindakan alternative yang lebih kreatif. Meskipun
terdapt fakta bahwa komite lebih banyak mengalami konflik dan lebih lamban dibandingkan
dengan individu, komite memiliki kinerja yang baik. Kelompok dianggap sebagai faktor yang
menyebabkan ide-ide diinvestigasi dengan lebih teliti dan meningkatnya kemungkinan bahwa
keputusan tersebut akan dapat diterapkan dengan efektif. Kemam-puan kelompok untuk
menganalisis masalah, mendefinisikan, dan menilai alternatif secara kritis, serta untuk
mencapai keputusan yang valid bisa diperlemah oleh dua fenomena perilaku, yaitu: fenomena
pemikiran kelompok, dan fenomena pergeseran yang berisiko (dampak diskusi kelompok).

8.3.5 Kesatuan Kelompok


Kesatuan kelompok didefinisikan sebagai tingkat dimana anggota-anggota kelompok
tertarik satu sama lain dan memiliki tujuan kelompok yang sama. Kelompok dengan tingkat
kesatuan yang kuat pada umumnya lebih efektif dalam situasi pengambilan keputusan
dibandingkan dengan kelompok dimana terdapat banyak konflik internal dan kurangnya
semangat kerja sama di antara para anggotanya. Tingkat kesatuan kelompok dipengaruhi oleh
jumlah waktu yang dihabiskan bersama oleh para anggota kelompok, tingkat kesulitan dari
penerimaan anggota baru ke dalam kelompok, ukuran kelompok, ancaman eksternal yang
mungkin, dan sejarah keberhasilan dan kegagalan di masa lalu. Semakin besar kesempatan
bagi para anggota kelompok untuk bertemu dan berinteraksi satu sama lain, maka lebih besar
juga kesempatan bagi anggota untuk menemukan minat yang sama dan menjadi tertarik satu
sama lain. Semakin sulit untuk diterima menjadi anggota kelompok tersebut, maka semakin
para anggotanya akan menghargai keanggotaan yang mereka miliki. Perasaan kami adalah

orang yang terpilih, menciptakan ikatan yang kuat di antara mereka. Pada umumnya,
kesatuan kelompok akan menurun ketika ukuran kelompok meningkat karena interaksi
antaranggota dalam kelompok yang lebih besar menjadi lebih sulit dan ketaatan terhadap
tujaun bersama kelompok menjadi semakin tidak mungkin. Juga terdapat bahaya terjadinya
formasi klik (kelompok di dalam kelompok), yang terutama setia kepada tujuan dari klik
tersebut dan bukan kepada tujuan bersama kelompok.
Faktor lainnya yang juga mempengaruhi kesatuan kelompok secara mengun-tungkan
adalah riwayat dari kelompok itu. Sejarah pengambilan keputusan yang sukses menyatukan

para anggota (semangat kelompok) dan meningkatkan kesatuan, sementara kegagalan


memiliki dampak yang buruk. Kesatuan suatu kelompok juga akan meningkat ketika
kelompok tersebut diserang oleh sumber eksternal seperti atasan mereka atau kelompok lain.
Ancaman semacam itu, bahkan dapat menyatukan kelompok-kelompok yang berantakan jika

10
anggotanya memandang bahwa tujuan bersama mereka dalam bahaya. Akan tetapi, reaksi
terhadap ancaman tidaklah bersifat universal.
Menurut Alvin Zander (1979) jika anggota kelompok memandang bahwa kelompok
mereka mungkin tidak dapat menghadapi serangan dengan baik, maka kelompok tersebut
akan menjadi kurang penting sebagai sumber rasa aman, dan kesatuan tidak selalu akan
meningkat. Selain itu, jika para anggota yakin bahwa serangan ditujukan pada kelompok
hanya karena kelompok tersebut ada dan ancaman itu akan berhenti jika kelompok trsebut
diabaikan atau tercerai-berai, maka kemungkinan besar akan terdapat penurunan dalam
tingkat kesatuan.

8.3.6 Pengambilan Keputusan dengan Konsensus vs Aturan Mayoritas


Topik lainnya yang controversial adalah apakah keputusan itu sebaiknya didasarkan
pada consensus atau aturan mayoritas. Konsensus dalam konteks pengambilan keputusan
didefinisikan oleh Holder (1972) sebagai kesepakatan semua anggota kelompok dalam
pilihan keputusan. Dalam kebanyakan situasi, konsensus hanya bisa dicapai setelah
pertimbangan yang matang serta evaluasi yang kritis atas lebih atau kurangnya. Selain
mengimplikasikan akurasi, consensus juga dianggap mendorong individu utnuk membagi
pengetahuan dan keahlian mereka dengan lebih bebas dan menginspirasikan mereka untuk
mengominukasikan seluruh informasi yang relevan. Beberapa orang mengklaim bahwa hal
tersebut memotivasi anggota kelompok untuk melakukan yang terbaik dalam tahap
implementasi guna memastikan pencapaian tujuan kelompok tersebut.
Pengambilan keputusan dengan konsensus membutuhkan lebih banyak waktu

dibandingkan dengan penambilan keputusan dengan pengaturan mayoritas. Oleh karena itu,
consensus adalah kurang sesuai untuk diterapkan jika waktu adalah kritis. Walaupun
consensus memiliki keunggulan yang terbukti, pengambilan keputusan dengan aturan
mayoritas (dengan pandangan yang berlawanan dan pembenarannya dinyatakan secara
tertulis) harus disubstitusikan dan diterima pada banyak situasi pengambilan keputusan
sebagai satu-satunya alternative yang mungkin.

8.3.7 Kontroversi yang Disebabkan oleh Hubungan Atasan Bawahan


Ketika kelompok pengambilan keputusan terdiri atas atasan dan bawahan, kontroversi tidak
bisa dihindarkan. Atasan mempunyai akses terhadap informasi yang berbeda, sehingga
memiliki pendapat yang berbeda pula dibandingkan dengan bawahannya. Kualitas dari
pilihan keputusan akan sangat bergantung bagaimana atasan menangani kontroversi tersebut.

11
Terdapat kontroversi dalam situasi pengambilan keputusan tidak terlalu berpengaruh buruk
terhadap berfungsinya kelompok. Kontroversi cukup sehat dan ketika ditangani dengan
bijaksana dan konstruktif oleh atasan, dapat mengarah pada pengambilan keputusan yang
lebih baik.
Menurut Vroom dan Yetton (1973), atasan sebagai pemimpin memiliki
pilihan-pilihan keperilakuan sebagai berikut:
a. Menyelesaikan masalah atau mengambil keputusan sendiri dengan menggunakan
informasi yang tersedia pada saat itu.
b. Memperoleh informasi yang diperlukan dari bawahan, kemudian menggunakannya
untuk memutuskan suatu solusi bagi masalah tersebut. Atasan tersebut dapat saja
memberitahu atau tidak memberitahu bawahannya untuk masalah yang mana
informasi tersebut dikumpulkan. Peran yang dimainkan oleh bawahan adalah untuk
menyediakan informaasi yang diperlukan; bawahan tidak diikutseertakan dalam

menghasilkan atau mengevaluasi solusi alternatif.


c. Menceritakan masalah tersebut dengan bawahan yang relevan secara pribadi,
memperoleh ide-ide dan saran-saran mereka tanpa mengumpulkan mereka sebagai
satu kelompok. Kemudian, buatlah keputusan yang dapat saja dipengaruhi atau tidak
dipengaruhi oleh ide bawahan tersebut.
d. Menceritakan masalah tersebut kepada bawahannya sebagai suatu kelompok,
memperoleh ide-ide dan saran-saran mereka. Kemudian, buatlah keputusan yang
dapat saja dipengaruhi atau tidak dipengaruhi ole hide bawahan tersebut.
e. Menceritakan masalah tersebut kepada bawahan sebagai suatu kelompok,
mendiskusikan kelebihan dan kekurangan yang ada serta mencoba untuk mencapai
suatu kesepakatan (baik dengan consensus atau aturan mayoritas) atas suatu solusi.
8.3.8 Pengaruh Dasar Kekuasaan
Dalam situasi pengambilan keputusan, seseorang mampu memengaruhi hasil
keputusan karena we-wenang atau kekuasaan yang diberikan oleh organisasi.
Elemen kekuasaan yang paling sering disebutkan adalah kekuasaan posisi, kekuasaan
keahlian, kekuasaan sumber daya, atau kekuasaan politik. Seseorang dapat memiliki lebih
dari satu elemen kekuasaan dan menggunakannya pada tingkatan yang berbedaa dalam

situasi pengambilan keputusan tertentu.


Kekuasaan posisi ada ketika pengaruh seseorang itu merupakan hasil dari posisi orang
tersebut dalam organisasi, wewenang yang diberikan, serta tugas, tanggung jawab, dan fungsi
yang terkandung di dalamnya. Walaupun wewenang untuk mengambil keputusn umumnya

12
dianggap sebagai dasar kekuasaan yang paling sah dan umum yang digunakan untuk
memengaruhi keputusan, hal itu tidak dapat secara otomatis disetarakan dengan
kepemimpinan yang efektif. Dalam masalah-masalah yang kompleks secara teknis maupun
organisasi, kualitas kepribadian serta keahlian dan bukannya kekuasaan posisi yang
mendorong kepemimpinan yang efektif.
Pengaruh kekuasaan posisi dirasakan di setiap situasi pengambilan keputusan.
Intensitasnya berbanding terbalik dengan ketidakpastian teknis dan lingkungan. Semakin
rendah ketidakpastiannya, semakin tinggi pengaruhnya demikian juga sebaliknya.
Kekuasaan keahlian memengaruhi keputusan ketika hasil dari keputusan itu merupkan
hasil dari pengetahuan seseorang mengenai situasi yang sedang diinvestigasi, keterampilan
atau keahlian teknis khusus, pengalaman dalam menangani situasi yangs erupa, dan penilaian
ahli yang didemonstrasikan. Komponen lain yang sering kali disebut adalah kekuasaan
informasi, yang merupakan factor penentu dalam berurusan dengan risiko dan ketidakpastian

dalam tindakan yang diusulkan.


Kekuasaan informasi dapat dipandang, baik sebagai bagian dari kekuasaan keahlian
maupun sebagai elemen dari kekuasaan sumber daya, karna karyawan tingkat bawah dapat
dan sering kali mengendalikan dan memanipulasi informasi yang digunakan oleh para pakar
dalam pengambilan keputusan mereka.
Kekuasaan sumber daya ada ketika seseorang mengendalikan sumber-sumber dya
organisasi atau sumber-sumber daya yang diperlukan untuk menerapkan suatu keputusan dan
menggunakannya sebagai alat untuk memengaruhi hasil keputusan. Sumber-sumber daya
dalam konteks ini adalah uang, manusia, dan informasi. Pengendalian atas sumber-sumber itu
dapat dilakukan pada berbagai tingkatan hierarki dan biasanya didistribusikan di antara
individu-individu yang slaing bergantung satu sama lain dalam menerapkan suatu keputusan.
Saling ketergantungan ini mungkin merupakan alas an atas rendahnya pengaruh kekuasaan
sumber daya. Seorang dengan kekuasaan sumber daya hanya akan memiliki pengaruh yang
besar jika mereka menguasai sumber-sumber daya langka. Mereka biasanya lebih
berpengaruh pada tahap penerapan dibandingkan pada tahap proses pengambilan keputusan.
Kekuasaan politik dapat digambarkan sebagai keunggulan kepemimpinan pribadi
seseorang dan keterampilannya dalam membujuk, melakukan negosiasi, membentuk koalisi,

dan berbagai strategi politik lainnya. Pengaruh paling jelas terlihat pada situasi pengambilan
keputusan yang kompleks dan tidak pasti dimana terdapat ambiguitas mengenai pilihan-
pilihan keputuan dari para partisipan. Hal tersebut juga ada ketika keputusan akhir harus
diambil antara dua alternative yang sama-sama layak.

13
8.3.9 Dampak dari Tekanan Waktu
Salah satu alas an yang sering kali dikemukakan untuk kinerja yang buruk adalah
tekanan waktu. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika seseorang harus berjuang untuk
memastikan bagaimana individu, kelompok, dan organisasi merespons tekanan waktu dan
bagaimana hal itu memengaruhi akurasi dan efisiensi dari keputusan. Penemuan
eksperimental dapat dikelompokkan ke dalam dampak tekanan waktu terhadap proses dan
efisiensi kelompok.
Tekanan waktu menyebabkan para anggota kelompok menjadi lebih sering setuju guna
mencapai konsensus kelompok; lebih kurang menuntut dan lebih bersifat mendamaikan
dalam situasi tawar-menawar; lebih membatasi partisipasi dalam proses pengambilan
keputusan hanya pada relatif sedikit anggota; dan lebih menyukai aturan mayoritas. Tekanan
waktu juga mendorong perilaku pengambilan keputusan yang otokratis. Kelompok yang
mencoba untuk menyatukan pendapat-pendapat yang berlawanan akan memperoleh

pengembalian bersama yang lebih rendah dalam situasi tekanan waktu dibandingkan dengan
kelompok yang bebas dari tekanan waktu. Insenberg (1981) mengatakan bahwa tekanan
waktu berdampak pada akurasi, tetapi tidak pada efisiensi dari penggambilan keputusan. Juga
diamati bahwa terdapat kesenjangan yang semakin meningkat dalam frekuensi komunikasi
antara anggota yang paling komunikatif dengan anggota yang paling tidak komunikatif.
Dengan kata lain, dalam situasi tekanan waktu, anggota kelompok yang dominan akan
mengambil alih.

8.4 Pengambilan Keputusan oleh Pendatang Baru vs oleh Pakar


Proses pengambilan keputusan lebih lanjut lagi dipengaruhi oleh tingkat pengalaman
sebelummnya dari individu individu yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Studi baru
baru ini yang dilakukan oleh Bouwman (1984) mengungkapkan sejumlah perbedaan yang
menarik dalam strategi dan pendekatan yang digunakan serta data spesifik yang dipilih oleh
para pakar dan pendatang baru ketika mengambil keputusan berdasarkan informasi akuntansi
atau informasi keuangan lainnya.
Studi tersebut menggunakan analisis protocol dan hanya melibatkan lima orang
mahasiswa pasca sarjana ( kelompok pendatang baru ) dan tiga orang akuntan public

(kelompok pakar). Studi tersebut juga berurusan dengan tugas pengambil keputusan yang
sederhana. Bahkan dengan keterbatasan keterbatasan ini,studi tersebut menghasilkan
penemuan yang sangat menarik untuk diterima secara luas.

14
Walaupun kedua kelompok tersebut menggunakan proses evaluasi yang sama,
perbedaan besar muncul pada pendekatan pendekatan khusus mereka. Studi atas sikap
pengambilan keputusan secara keseluruhan menunjukkan bahwa pendatang baru
menumpulkan data tanpa melakukan diskriminasi dan menunggu untuk melihat apa yang
terjadi. Sebaliknya, para pakar mengumpulkan data secara diskriminantif guna
meninaklanjuti observasi tertentu; mereka secara teratur meringkas data tersebut dan
memformulasikan hipotesis. Meskipun lebis kompleks, pendekatan mereka kurang memiliki
karakter pengulangan sebagaimana terdapat dalam pendekatan kelompok pendatang baru.
Untuk menggambarkan perbedaan dalam penggunaan data, peneliti membagi tugas
analisis keuangan tersebut dalam tiga komponen: 1) pengujian informasi. 2) integrasi
pengamatan dan penemuan, dan 3) pertimbangan. Komponen komponen itu tidak terjadi
dalam urutan yang statis, tetapi dapat dilaksanakan secara simultan atau dalam urutan
manapun.

1) Pengujian Informasi
Pegujian didefinisikan sebagai kegiatan menganalisis informasi yang disajikan dan
menyeleksi untuk dipertimbangkan lebih lanjut, hanya informasi yang terlihat sangat relevan
dengan tugas keputusan itu yang harus dilaksanakan.
Studi itu menunjukkan bahwa baik pakar maupun para pendatang baru
menerjemahkan informasi keuangan ke dalam istilah istilah kualitatif dan mengguanakan
metode metode yang serupa (misalnya perhitungan rasio, pengembangan tren, dan laporan
arus). Yang berbeda adalah bauran dari metoda yang digunakan. Para pakar lebih banyak
mengandalkan aturan aturan yang diperoleh berdasarkan pengalaman dibandingkan dengan
para pendatang baru dan mereka menguji data lebih dari banyak tahun. Analisis mereka
dipandu oleh suatu perasaan terhadap perusahaan, yang menyediakan bagi mereka suatu
kerangka kerja untuk menyusun daftar pernyataan yang terstuktur sebagai panduan untuk
pencarian data secara diskriminantif.
2) Integrasi Pengamatan dan Temuan
Pada konteks ini, integrasi melibatkan pengelompokan atas pengamatan, baik
berdasarkan hubungan sebab akibat maupun berdasarkan komponen fungsional dari
perusahaan. Ketika pengintegrasian dan temuan, para pendatang baru menghubungkan

pengamatan dan temuan yang menjelaskan satu sama lain dan mengabaikan yang tidak.
Sebaliknya para pakar menempatkan penekanan khusus pada kontrakdiksi yang potensial
dalam pengamatan dan temuan sebagai alat untuk mendeteksi masalah yang mendasarinya.
3) Pertimbangan

15
Pertimbangan yang digunakan disepanjang proses pengamblan keputussan tampak
lebih jelas dalam formasi hipotesis, pengembangan petunjuk dalam formulasi keputusan
akhir, dan dalam penyusunan riangkasan temuan. Para pendatang baru tampaknya
menyertakan pertimbangan dengan memutuskan kapan waktu yang tapat untuk memilih
mana dari fakta yang diamati yang merupakan masalah utama. Bagi para ahli, pertimbangan
adalah suatu usaha untuk mengembangkan dalam pikiran mereka suatu gambaran dari apa
yang sebernarnya terjadi. Mereka mencapai hal ini melalui penggunaan yang sistematis dari
tehnik tehnik yang menghasilkan jalan pintas tanpa pengorbanan urutan logis dalam analisis
mereka. Para pakar tidak menyimpan catatan atas setiap temuan individual, tetapi
meringkasnya ke dalam kelompok kelompok yang berhubungan dan menformulasikannya
hipotesis yang akan diuji. Mereka menggunakan daftar dari masalah masalah umum yang
ditemukan di masa lalu sebagai titik refrensi dalam mengenali masalah sekarang dan dalam
mengembangkan solusi.

8.5 Peran Kepribadian dan Gaya Kognitif dalam Pengambilan Keputusan


Perbedaan psikologis individu dapat dibagi menjadi dua kategori: kepribadian dan
gaya kognitif. Kepribadian mengacu pada sifat atau keyakinan individu, sementara gaya
kognitif mengacu pada cara atau metode seseorang menerima, menyimpan, memproses serta
meneruskan informasi. Individu individu dengan jenis kepribadian yang sama dapat
memiliki gaya kognitif yang berbeda dan menggunakan metode yang sama sekali berbeda
ketika menerima, menyimpan dan memproses informasi. Melalui hal yang sama, individu
individu dengan sikap dan keyakinan yang sangat berbeda dapat menunjukkan gaya kognitif
yang sama. Dalam suatu situasi pengambilan keputusan, kepribadian dan gaya kognitif saling
berinteraksi dan mempengaruhi dampak dari informasi akuntansi.
Pada bab ini, pembahasan mengenai interaksi dan dampak yang memodifikasai dari
kepribadian dan gaya kognitif dibatasi pada dampak dari toleransi terhadapa ambiguitas (
variable pribadi ) dan kebebasan wilayah (gaya kognitif).
Toleransi terhadap ambiguitas mengukur tingkat sampai mana individu merasa
terancam oleh ambiguitas dalam situasai pengambilan keputusan dan bagaimana ambiguitas
mempengaruhi keyakinan mereka dalam keputusan keputusan tersebut. Beberapa penulis

merasa bahwa orang yang tidak toleran terhadap ambiguitas deiperkirakan akan kurang
yakin dengan keputusan mereka. Mereka akan mencari lebih informasi dalam situasia yang
ambigu dibandingkan rekan kerja mereka yang toleran. Penulis yang lain menyarankan
bahwa intoleransi dapat mengurangi persepsi mereka mengenai ketidak pastian, sehingga

16
menyebabkan mereka mengaibaikan ketidakpastian. Oleh karena itu, mereka dapat
menunjukkan keyakinan yang lebih besar dan mencari lebih sedikit informasi dibandingkan
dengan individu yang toleran.
Kebebasan Wilayah adalah kemampuan seorang individu untuk sampai pada persepsi
yang benar dengan mengabaikan konteks-konteks yang mengintervensi. Ketergantungan
wilayah adalah ketidakmampuan sesorang untuk mengesampingkan informasi yang tidak
relevan dan menyesatkan ketika berusaha untuk membentuk suatu pendapat. Individu
individu yang mengalami keteergantungan wilayah bersikap lebih menerima dibandingkan
dengan ondividu individu yang mengalami kebebasan wilayah terhadap informasi dan
situasi masalah yang ambigu akan tetapi, ketika mereka telah mencapai suatu keputusan,
mereka akan lebih yakin dalam penialaian mereka dibandikan dengan rekannya yang
mengalamai kebebasan wilayah. Kesimpulan yang diperoleh sejauh ini menyerankan bahwa
ketergantungan wilayah dapat dengan sendirinya menjadi dimensi yang berguna dalam

memprediksikan prilaku dalam situasi penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan


dan dapat memungkinkan seseorang untuk menyentuh dimensi tertentu dari perbedaan
kognitif individual yang sensitive terhadap informasi akuntansi.
Dalam kaitannya dengan dampak interaksi dari toleransiterhadap ambiguitas dan
ketergantungan wilayah ditemukan bahwa individu individu yang mengalami
ketergantungan wilayah yakin dalam pilihan keputusan mereka dibandingkan dengan
individu yang mengalami kebebasan wilayah, tanpa mempedulikan tingkat toleransi mereka
terhadap ambiguitas. Akan tetapi, perbedaannya lebih terlihat bagi individu dengan toleransi
rendah dibandingkan dengan mereka yang memiliki torelansi tinggi.

8.6 Peran Informasi Akuntansi dalam Pengambilan Keputusan


Untuk meningkatkan relevansi informasi akuntansi, para akuntan semakin tertarik
untuk memahami peranan yang dimainkan oleh akuntansi dalam proses pengambilan
keputusan dari seluruh organisasi.
Secara definisi, keputusan manajemen memengaruhi kejadian atau tindakan masa
depan. Keputusan tesebut dapat memengaruhi hanya satu peristiwa masa depan atau
memengaruhi semua kejadian atau tindakan setelah keputusan itu dbuat. Tidak ada kejadian

atau tindakan yang dapat diubah oleh suat keputusan ketika kejadian atau tindakan tersebut
telah selesai. Informasi akuntansi yang memfokuskan pada peristiwa peristiwa di masa lalu
tidak dengan sendirinya dapat mengubah kejadian atau dampaknya kecuali jika hal itu
dilakaukan melalui proses pengambilan keputusan denganmana kejadian masa depan berserta

17
konsekuensinya ditentukan. Karena pengambilan keputusan dan informasi mengenai hasil
kinerja akuntansi berfokus pada periode waktu yang berbeda, keduanya hanya dihubungkan
oleh fakta bahwa proses pengambulan keputusan menggunakan data akuntansi tertentu yang
dimodifikasi selain informasi nonkeuangan. Oleh karena itu, pertanyaan pentingnya adalah,
kapan informasi akuntansi relevan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan?.
Menurut Hopwood, informasi akuntansi dapat menyediakan beberapa stimuli yang
mengenali dan mendefinisikan masalah (dan peluang), mengisolasi tindakan alternative, dan
menjelaskan konsekuensinya dan memainkan peran dan analisis dalam analisis serta
penilaian alternative.

8.6.1 Data Akutansi Sebagai Stimuli dalam Penggenalan Masalah


Akuntansi dapat berfungsi sebagai stimuli dalam pengenalan masalah melalui
pelaporan deviasi kinerja actual dari sasaran standar atau anggaran atau melalui pemberian
informasi kepada manajer bahawa mereka gagal untuk mencapai target output atau laba yang
ditentukan sebelumnya. Penurunan dalam rasio perputaran persediaan akan mengarahkan
perhatian manjemen terhadap tingkat persediaan dan penjualan. Melemahnya rasio penagihan
piutang dapat menunjukkan kekurangan dalam prosedur pemberian kredit dan/ atau
penagihan piutang. Rasio akuntansi periodic, laporan kinerja, dan data akuntansi lainnya yang
mengarahkan perhatian sebenarnya merangsang solusi yang bergantung pada sejumlah factor.
Pertama, hal tersebut akan bergantung pada seberapa cepat kondisi lingkungn internal dan
eksternal memungkinkan suatu stimuli. Misalnya saja, seorang pengusaha retail memiliki
flaksibilitas yang cukup besar untuk bereaksi terhadap kondisi yang berubah dalam

permintaan dan biaya. Iya dapat menurunkan harga atas sebagian atau seluruh persediaan
tersebut melakukan obral. Iya dapat menggunakan iklan iklan khusus untuk meningkatkan
penjualan. Sebaliknnya, perusahaan manufaktur akan menemukan bahwa waktu reaksinya
dibatasi oleh factor factor, seperti kapasitas yang tersedia, komitmen terhadap fasilitas
operasi tertentu, dan/ atau ukuran produksi manajer manufaktur mampu segera bereaksi
terhadap deviasi dari anggaran atau standar, tetapi reaksi mereka terhadap peningkatan
pemesanan kembali, perubahan ukuran produksi, dan perubahan permintaan untuk suatu
produk atau lini produk tertentu akan tertunda. Penudaan ini terjadi karena perusahaan telah

berkomitmen pada suatu kapasitas tertentu,fasilitas manufaktur tententu, dan produk


pelengkap tertentu. Perubahan dalam komponen manapun akan membutuhkan pemikiran
kembali yang fundamental mengenai komitnem investasi jangka panjang.

18
Tingkat stimulus juga bergantung pada kapabilitas manajemen (para pengambil
keputusan) untuk mengelola serta menggunakan informasi akuntansi dan pada prefensi
pribadi mereka untuk informasi kualitatif dan kuantitatif. Manajer yang cenderung untuk
mengikuti perasaan mereka ( dan bukannya menggunakan dokumen dokumentasi kuantitatif
ketik mengamati gejala gejala defisiansi ) jarang sekali menggunakan informasi akuntasi.
Sementara, manajer yang cenderung kuantitatif kemungkinan besar akan memandang
informasi akuntansi sebagai alat pengarah perhatian yang penting. Tingkat penggunaaan yang
bermaanfaat akan sangat bervarasi. Analisis rasio dan penggunaan yang berarti dari laporan
kinerja atau data komparatif lainnya memerlukan keterampilan dan pemahaman khusus
mengenai prinsip prinsip dan pendekatan akuntansi. Ketika digunakan secara salah,
informasi tersebut akan mengarah pada kesimpulan dan pemahaman yang salah dengan
kosenkuensi yang mahal terhadap masalah yang dihadapi. Agar dapat berfungsi sebagi
stimuli dalam pengenalan dan penyelesaiaan masalah, data akuntansi yang mengarahkan

perhatian tersebut harus disertai dengan latar belakan pendidikan dan keahlian khusus dari
manajer tersebut. Perubahan apapun dalam alat dan pendekatan pengarah perhatian harus
diikuti dengan pendidikan yang hati hati dari para pengguna mengenai manfaat dan
kekurangan yang mungkin.
Hal yang sama pentingnya adalah perusahaan dan tingkat desentralisasinya. Di
perusahaan kecil, manajer (pemilik) tidak hanya mengambil keputusan, tetapi juga
menerapkannya. Dalam kebanyakan kasus, observarsi ditempat dan institusi akan
menyediakan stimuli yang lebih kuat dibandingkan dengan data akauntasni periodic. Dalam
perusahaan yang besar dan tersentralisasi dimana perencanaan, pengendalian, dan evaluasi
kinerja dilakukan dari kantor korporat atau sentral, informasi akuntansi akan menjadi
stimulus yang kuat karena merupakan satu satunya alat pengarah perhatian yang tersedia.
Pada organisasi yang sangat terdesentralisasi, dampak stimuli sangat bergantung pada system
evaluasi kinerja yang digunakan. Jika kepatuhan terhadap standar dan anggaran, demikian
pula dengan pencapaian tingkat pengembalian dipandang oleh manajer sebagai kriteria
kinerja yang paling penting, maka data akuntansi periodic akan selalu diawasi dengan hati
hati dan akan mendorong reaksi segera.
Ketika informasi akuntansi digunakan sebagai alat pengenalan masalah, informasi

tersebut juga digunakan sebagai dasar untuk menentukan konsekuensi yang dapat
dikuantifikasi atas tindakan alternative yang pertimbangkan lebih lanjut.

8.6.2 Dampak Data Akuntansi dalam Pilihan Keputusan

19
Tidak semua manajer mengguakan data akuntansi untuk menganalisis profitabilitas
relative. Bobot yang diberikan kepada informasi akuntansi dalam pilihan akhir
sanganbervariasi. Hal itu bergantung pada sampai sejauh mana hal itu dipandang mengurangi
ketidak pastian yang mengelilingi proses pengambilan keputusan. Data penjualan dan biaya
masa lalu, miasalnya akan digunakan sebagai pendekatan pertama terhadap permintaan masa
depanuntuk produk produk yang dijual masa lalu. Untuk produk produk yang baru akan
ditambahkan, manajer tidak dapat bergantung pada informasi akuntansi, tetapi kemungkinan
besar akan mencari informasi eksternal, seperti pengalaman pesaing dengan produk yang
serupa atau kemungkinan menciptakan permintaan pelanggan untuk produk produk yang
benar benar baru. Jika produk baru itu melibatkan metoda produksi yang sama atau serupa
dengan produk yang sudah ada, maka data akuntansi yang dimodifikasi akan berguna. Jika
karateristik produksi sangat bervariasi, maka informasi akuntansi internal hanya memiliki
sedikit kegunaan. Jika tingkat ketidakpastian sangat tinggi dan informasi nonakuntansi dan

informasi eksternal adalah langka dan mahal, maka perusahaan harus menggunakan
informasi akauntansi sebagai pengganti, hanya karena informs tersebut tersedia dan
menyediakan suatu alat untuk menurunkan ketidakpastian.
Dua elemen lainnya yang mempengaruhi keyakinan yang diberikan pada informasi
akuntansi adalah permintaan dan persaingan. Perusahaan yang menghadapi sedikit persaingan
dan memiliki permintaan yang tidak elastis akan lebih banyak bergantung pada data biaya
yang disediakan oleh system akuntansinya ketika membuat keputusan mengenai penentuan
harga dan lini produk dibandingkan dengan perusahaan yang beroperasi dalam pasar yang
kompetitif. Bobot yang diberikan pada informasi akuntansi dalam pilihan akhir juga
bergantung pada tingkat akurasi yang diberikan manajemen kepada data akuntansi. Telah
ditemukan bahwa semakin penting kebutuhan akan suatu keputusan, maka semakin besar
pendekatan yang diberikan pada data akuntansi yang langsung tersedia. Informasi akuntansi
juga mamainkan peran yang lebih penting dalam keputusan jangka pendek dibandingkan
dalam keputusan yang melibatkan konsekuensi jangka panjang karena informasi akuntansi
hanya mencerminkan biaya dan pendapatan yang berkaitan dengan operasi sekarang. Lebih
lanjut lagi, para pengambil keputusan kelihatnnya lebih memili informasi eksternal ketika
informasi tersebut langsung tersedia dan tidak begitu mahal dibandingkan dengan data

akuntansi yang dikembangkan secara internal. Factor lain yang mengurangi dampak
informasi akuntansi adalah ketidakmampuannya untuk mengukur biaya
kesempatan(opportunity cost). Akuntansi melaporkan biaya masa lalu, sementara biaya
kesempatan adalah pengorbana. Paling tidak, data akuntansi dapat menyediaakan titik awal

20
untuk mengestimasikan biaya kesempatan. Oleh karena itu, tidak mengherankkan bahwa
dalam situasi dimana biaya kesempatan sangat penting, informasi akuntansi akan memainkan
peran minor dalam pilihan keputusan akhir.

8.6.3 Hipotesis Keprilakuan dari Dampak Data Akuntansi

Selama lebih dari dua decade lalu, para peneliti telah membuat hipotesis mengenai
kondosi informasi akuntansi memengaruhi penggambilan keputusan.
Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, informasi akuntansi adalah salah satu
input dalam model pengambilan keputusan. Input tersebut dapat bersifat keuangan, non
keuangan, atau bahkan tidak dapat dikuantifikasi. Hal ini bergantung pada pengambilan
keputusan untuk memutuskan apakah input tertentu relevan atau tidak. Hanya jika
pengambilan keputusan memandang informasi akuntansi sebagai informasi yang relevan
untuk jenis keputusan yang akan diambil, maka informasi tersebut akan memengaruhi hasil
keputusan.
Apakah pengambil keputusan menganggap informasi akuntansi relevan bergantung
pada persepsi mereka tehadap akuntansi. Para pengambil keputusan dapat menyadari bahwa
aura otentisitas akuntansi tidak berdasar dan bahwa akuntansi, paling tidak, adalah proses
dengan mana dampak dari kejadian ekonomi dilaporkan seakurat mungkin, tetapi tanpa
kepura puraan akan kesempurnaan. Mereka memandang akuntansi sebagai ukuran yang
tidak sempurna dengan kemungkinan besar bahwa nilai yang sesungguhnya akan berbeda
dengn nilai yang dilaporkan, karena kesalahan dan inakurasi dalam proses pengukuran dan
pelaporan tidak dapat dihindari. Dalam bebrapa kasus, pernyataan ini dapat memengaruhi

bobot yang diberikan kepada informasi akuntansi sebagai pilihan input. Akan tetapi, jika
informasi akuntansi menjadi tujuan yang ingin dicapai, maka perbedaan dalam persepsi
menjadi tidak relevan lagi. Informasi akuntansi menjadi tujuan ketika penghargaan atau
sanksi dikaikat dengan hasilnya. Misalnya, jika seorang manajer berharap untuk
dipromosikan jika ia dapat mengurangi biaya, maka menajer tersebut akan melihat informasi
akuntansi sebagai dasar untuk menetukan apakah ia telah berhasil atau tidak. Hal yang sama
berlaku ketika manajemen diberikan penghargaan oleh pemegang saham dalam bentuk
kenaikan gaji atau bonus berdasarkan pertumbuhan laba yang dilaporkan. Laporan yang

menghasilkan penghargaan ini dapat menjadi tujuan jangka pendek dari para pengambil
keputusan dan menjadi lebih penting dibandinkan dengan laba jangka panjang dari
pertumbuhan yang sehat yang sebenarnnya dimaksudkan untuk dihargai oleh pemegang
saham.

21
Tingkat pengaruh informasi akuntansi juga bervariasi berdasarkan jenis pengambil
keputusan. Bruns(1981) mengelompokan para pengambil keputusan kedalam tiga kelompok:
1. Para pembuat keputusan dalam perusahaan yang mengambil keputusan mengenai
operasi system dan akuntansi diguanakan untuk menyusun laporan ( manajemn
puncak ).
2. Para pembuat keputusan dalam perusahaan yang hanya dapat membuat keputusan
mengenai operasi saja ( manajer operasi ).
3. Mereka yang berada di luar perusahaan yang membuat keputusan mengenai
perusahaan tersebut yang dapat memengaruhi lingkungan dan operasinya, tetapi
yang tidak memiliki kendali langsung atas operasi perusahaan atau aktivitas
apapun yang dilakukannya.
Perbedaan antara manajemen puncak yang dapat memngaruhi informasi akuntansi
dan pengambil keputusan internal lainnya yang tidak dapat melakukan hal tersebut adalah

paling penting ketika informasi tersebut dipandang sebagia tujuan. Fungsi pengambilan
keputusan untuk manajemen puncak dapat mengharuskan dibuatnya pilihan penting antara
keputusan operasi dan keputusan untuk merubah metode dengan mana informasi akuntansi
disusun. Kebutuhan akan audit independen dan sertifikasi atas konsistensi dalam metode
yang digunkan dari periode keperiode agak mengurangi signifikansi dari kedua tingkatan
manajemen tersebut.
Suatu studi baru baru ini mengomfirmasikan pernyataan bahwa penggunaan
eksternal atas informasi akuntasi yang dilaporkan dapat memengaruhi pengambilan
keputusan manajerial internal.
Semakin manajemen memandang para pengambil keputusan eksternal mengunakan
informasi akuntansi keuangan dalam proses pengambilan keputusan mereka, semakin besar
informasi tersebut cenderung untuk memengaruhi proses penganbilan keputusan manajemen.
Bbruns merangkum beragam hipotesis yang disusunnya dalam model dampak sebagai
berikut:
1. Informasi akuntansi akan memengaruhi keputusan mengenai system akuntansi,
jika:
a. Informasi akuntansi relevan untuk keputusan itu,

b. Pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai tujuan, dan


c. Pengambil keputusan adalah anggota perusahaan yang mengendalikan seleksi
dan operasi dari system akuntansi.
2. Informasi akuntansi akan memengaruhi keputusan jika:

22
a. Informasi akuntansi itu relevan untuk keputusan tersebut,
b. Pengambil keputusan memandang akuntasi sebagai tujuan,
c. Pengambil keputusan adalah anggota perusahaan yang tidak dapat
mengendalikan seleksi dan operasi system akuntansi,
d. Pengambil keputusan adalah orang orang diluar perusahaan,
e. Pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai ukuran yang sempurna,
dan
f. Informasi non akuntansi tidak relevan untuk keputusan tersebut.
3. Informasi akuntansi mungkin memengaruhi keputusan jika:
a. Informasi akuntasi relevan untuk keputusan itu,
b. Pengambil keputusan memandang akuntasi sebagi ukuran yang sempurna,
c. Informasi non akntansi relevan untuk keputusan itu,
d. Pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai ukuran yang tidak

sempurna, dan
e. Informasi akuntansi tidak relvan untuk keputusan itu.
4. Informasi akuntansi tidak akan memengaruhi keputusan jika:
a. Informasi akuntansi tidak relevan untuk keputusan itu,
b. Informasi akuntansi relevan untuk keputusan itu,
c. Tatapi pengambil keputusan memandang informasi akuntansi sebagai ukuran
yang tidak sempurna,dan
d. Informasi non akuntansi relevan untuk keputusan itu.
8.6.4 Umpan Balik
Untuk memahami perubahan dalam metoda atau istilah akuntansi dan untuk
menyesuaikan aturan pengambilan keputusan sesuai dengan itu, maka pengambilan
keputusan harus menerima informasii mengenai perubahan tersebut atau memiliki umpan
balik tidak langsung mengenai perubahan tersebut. Penggunaan audit internal dan eksternal
untuk memeriksa setiap perubahan yang signifikan dalam metode atau terminology akuntansi
merupakan salah satu cara untuk menemukan bahwa system akuntansi berjalan secara
berbeda dengan apa yag seharusnya atau dimaksudnkan.
Untuk membayangkan suatu situasi dimana seorang pengambil keputusan sama sekali

tidak memiliki umpan balik apapun mengenai perubahan tersebut adalah mustahil. Jika
seseorang mengabaikan dampak jangka pendek yang mungkin akibat selang waktu antara
perubahan dan indikasinya, maka kecil kemungkinannya bahwa tidak terdapat umpan balik
sama sekali.

23
8.6.5 Fiksasi Fungsional
Hal ini merupakan fenomena keprilakuan yang mengimplikasikan ketidakmampuan di
pihak pengguna informasi akuntansi uantuk memahami apa yang tesirat dibalik label yang
diberikan kepada suatu angka. Ketika mereka menerima suatu istilah atau pendekatan
pengukuran akuntansi sebagai alat untuk mengelola proses pengambilan keputusan mereka,
maka perilaku mereka jarang sekali akan dipengaruhi oleh perubahan dalam metoda atau
terminology akuntansi yang digunakan. Jika output dari metoda akuntansi berbeda memiliki
nama yang sama (misalnya laba, biaya dan lain lain), orang yang tidak memahami
akuntansi akan cenderung untuk mengabaikan fakta bahwa metode altrnatif digunakan dalam
membuat output tersebut.
Contoh yang lebih spesifik adalah perusahaan konsultan yang merupakan praktik
standar untuk membebankan kepada klien 300% dari biaya langsung setiap proyek. Melaui
perubahan dalam system akuntansi biaya, total biayauntuk suatu proyek sekarang

memasukkan alokasi overhead tertentu yang jumlahnya 100% dari biaya langsung. Dalam
metoda perhitungan biaya yang baru, klien hanya akan dibebankan sebesar 150% dari biaya
total yang baru dari setiap proyek. Akan tetapi, selama audit operasional berikutnya
ditemukan bahwa manajer tetap menggunakan aturan lama karena mungkin mereka tidak
dapat melihat arti lain dari biaya ( fiksasi fungsional yang bersifat endogen ) atau karena
mereka takut penyilia mereka tidak mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan dan
mungkin menyalahkan mereka karena mereka tidak membebanka cukup banyak kepada klien
( fiksasi fungsional yang eksogen ).
Sebagai suatu atribut dari pengambilan keputusan, fiksasi fungsional bervariasi
tingkatnya dari sutuasi yang satu ke situasi yang lain, namun tidak pernah ada sama sekali.
Suatu studi baru baru ini melakukan investigasi atas respon dari individu dan kelompok
terhadap perubahan kosmetik yang sepenuhnya diungkapkan dalam metode penyusutan pada
keputusan penetapan harga produk. Ditemukan bahwa, baik individu maupun kelompok
gagal untuk menyesuaikan diri secara memadai terhadap perbedaan dalam metoda
penyusutan, tetapi bahwa kelompok menunjukkan tingkat fiksasi fungsional yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pengambilan keputusan individual.

24
Daftar Pustaka

Arfan Ikhsan Lubis. 2009. Akuntansi Keperilakuan Edisi.2. Jakarta: Salemba Empat

25

Anda mungkin juga menyukai