Anda di halaman 1dari 6

SISTEM AGRlBlSNIS LADA DAN STRATEGI

PENGEMBANGANNYA
J.T. Yuhono

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111

ABSTRAK
Lada (Piper nigrum L.) merupakan komoditas ekspor potensial di Indonesia. Pada tahun 2005 produksi lada
Indonesia menduduki urutan kedua dunia setelah Vietnam. Lada menyumbang devisa negara terbesar keempat untuk
komoditas perkebunan setelah minyak sawit, karet, dan kopi. Lada Indonesia masih mempunyai kekuatan dan
peluang untuk dikembangkan, karena lahan yang sesuai untuk lada cukup luas, biaya produksi lebih rendah dibanding
negara pesaing, tersedianya teknologi budi daya lada yang efisien, serta adanya peluang melakukan diversifikasi
produk apabila harga lada jatuh. Namun, kenyataan di lapang menunjukkan, sistem agribisnis lada menghadapi
berbagai kendala, kelemahan dan ancaman. Pada subsistem bagian hulu, harga sarana produksi cukup tinggi serta
prasarana jalan di daerah pengembangan belum baik. Pada subsistem produksi (on farm), teknologi produksi yang
diterapkan petani masih konvensional dengan pola tanam sebagian besar monokultur. Sedangkan pada subsistem
hilir, pengolahan produk belum higienis, dan adanya ancaman dari negara pesaing. Pada subsistem pendukung,
kendalanya adalah peran kelembagaan di tingkat petani sampai tingkat pemasaran belum berpihak kepada petani.
Tulisan ini bertujuan untuk mencari strategi pengembangan sistem agribisnis lada. Dengan pendekatan analisis
SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats) diperoleh alternatif strategi pengembangan sistem
agribisnis lada melalui beberapa kebijakan, yaitu: 1) mengembangkan lada melalui perluasan areal pada daerah yang
sesuai dengan menggunakan teknologi rekomendasi, 2) mempertinggi daya saing lada melalui peningkatan
produktivitas dan mutu hasil serta diversifikasi produk, dan 3) meningkatkan peran kelembagaan petani sampai
dengan kelembagaan pasar dalam dan luar negeri.
Kata kunci: Lada, agribisnis, strategi, pengembangan

ABSTRACT
Pepper agribusiness system and its development strategy

Pepper (Piper nigrum L.) is a potential export commodity from Indonesia. In 2005, the production ranked the
second in the world after Vietnam. The commodity contributes the fourth biggest income from the estate crops
after oil palm, rubber, and coffee. Indonesia still has an opportunity and potential to develop pepper since there
are many of land suitable for pepper growing. Moreover, the cost of production is relatively low since the efficient
technology of pepper cultivation is available, and when the price is getting down there is still a manner to apply
diversification of products. However, the facts showed that the pepper agribusiness system faces many constraints,
weaknesses and threats. In the upper sector of the system, input prices are high and infrastructures in the pepper
area are poor. At the farmers level, the conventional method of pepper cultivation is still used which results in the
low production of pepper, and most of farmers still apply monoculture system of pepper cultivation. At the
downstream sector of the system, the processing is not yet hygienic, and there are competitive threats from other
pepper producing countries. Furthermore, the supporting system in the pepper agribusiness, such as the institutions
at farmers level up to the marketing system are not yet at the farmers side. This paper reviewed strategies to
develop pepper agribusiness system in Indonesia. Through the SWOT analysis approach (strengths, weaknesses,
opportunities, and threats), three alternative strategies are proposed, which are: 1) developing pepper on suitable
areas and applying the recommended method of pepper cultivation, 2) increasing production and improving
quality of pepper and applying diversification to gain competitive advantages, and 3) increasing the roles of the
institutions involved in the pepper agribusiness, both at farmers level up to marketing system.
Keywords: Piper nigrum L., agribusiness, strategy, development

L ada merupakan komoditas andalan


ekspor tradisional bagi Indonesia,
merupakan produk tertua dan terpenting
si lada Indonesia mencapai 94.371 ton
(Direktorat Jenderal Bina Produksi
Perkebunan 2006) atau menduduki urutan
Lada Indonesia 2004; International Pepper
Community 2004). Luas areal dan produksi
lada selama tahun 20002005 cenderung
yang diperdagangkan di dunia (Wahid dan kedua dunia setelah Vietnam dengan meningkat, yaitu dari 150.531 ha pada
Suparman 1986). Pada tahun 2004, produk- produksi 105.000 ton (Asosiasi Eksportir tahun 2000 menjadi 211.729 ha pada tahun

76 Jurnal Litbang Pertanian, 26(2), 2007


2005, dan produksi dari 69.087 ton pada tani mulai dari pengolahan lahan hingga tahun 1998, harga lada putih mencapai
tahun 2000 menjadi 99.139 ton pada tahun panen, sedangkan subsistem agribisnis Rp60.000/kg padahal tahun 19951996
2005 (Direktorat Jenderal Bina Produksi bagian hilir mencakup penyimpanan, hanya Rp15.000/kg. Harga lada hitam pada
Perkebunan 2006). Namun, ekspor cende- pengolahan, distribusi atau pemasaran, tahun 1998 mencapai Rp35.000/kg, di-
rung menurun rata-rata 9,60%/tahun dan pembakuan mutu. bandingkan tahun 19951996 yang hanya
(Direktorat Jenderal Bina Produksi Per- Pada setiap subsistem agribisnis Rp10.000/kg (Direktorat Jenderal Bina
kebunan 2006). tersebut terdapat berbagai permasalahan, Produksi Perkebunan 2002). Peningkatan
Total ekspor lada dari negara-negara antara lain pengadaan sarana produksi harga ini terutama dipicu oleh kenaikan
produsen pada tahun 2004 mencapai belum efisien, bibit unggul dan pupuk sulit nilai tukar dolar terhadap rupiah. Pada
230.625 ton. Dari total ekspor tersebut, diperoleh dan keberadaannya tidak tepat tahun 2001, harga lada cenderung me-
Indonesia mengekspor 45.760 ton atau waktu, teknologi budi daya masih kon- nurun. Pada tahun 2002, harga lada putih
sekitar 19,80%. Dilihat dari volume ekspor, vensional, teknologi pengolahan kurang di tingkat petani berkisar antara Rp15.000
masih terbuka peluang yang besar bagi higienis, serta peran kelembagaan tani dan Rp20.000/kg, dan harga lada hitam
Indonesia untuk meningkatkan ekspor pemasaran kurang mendukung. Berdasar- Rp10.000Rp12.000/kg. Penurunan harga
lada. Devisa negara dari ekspor lada se- kan kekuatan, peluang, kelemahan serta lada dalam negeri tersebut merupakan
kitar US$49,566 juta (International Pepper ancaman pada sistem agribisnis lada, refleksi dari turunnya harga lada di pasar
Community 2005). Selain sebagai sumber dibutuhkan strategi untuk mengatasi ber- internasional, yaitu untuk lada putih turun
devisa, usaha tani lada juga merupakan bagai kendala tersebut. Melalui pendekat- dari Sin $1.183,74 menjadi Sin $863,70/100
penyedia lapangan kerja dan sumber an analisis Strengths, Weaknesses, kg dan untuk lada hitam dari Sin $362,50
bahan baku industri dalam negeri (Kemala Opportunities, dan Threats (SWOT) menjadi Sin $270/100 kg (Direktorat
1996) dengan melibatkan sekitar 312.619 diharapkan diperoleh alternatif dan strategi Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2002;
kepala keluarga petani (Direktorat Jenderal pengembangan sistem agribisnis lada. 2003).
Bina Produksi Perkebunan 2006). Tulisan ini bertujuan untuk mendapatkan
Di pasar internasional, lada Indone- strategi yang cocok dalam pengembangan
sia mempunyai kekuatan dan daya jual sistem agribisnis lada. PERMASALAHAN
tersendiri karena cita rasanya yang khas.
Lada Indonesia dikenal dengan nama Subsistem Bagian Hulu
Muntok white pepper untuk lada putih ARTI EKONOMI LADA
dan Lampong black pepper untuk lada Di sentra-sentra produksi lada, seperti
hitam (Yuhono 2005). Lada memiliki peran penting dalam per- Lampung, Bangka-Belitung, dan Kali-
Sebagian besar (99%) pertanaman ekonomian nasional, yaitu sebagai sumber mantan, petani lada masih mengalami
lada diusahakan dalam bentuk perkebunan devisa, penyedia lapangan kerja, bahan hambatan dalam memperoleh sarana
rakyat dengan pengelolaan yang tradisio- baku industri, dan konsumsi langsung. produksi yang dibutuhkan. Pupuk urea,
nal, antara lain penggunaan pupuk dan Devisa dari lada menempati urutan ke- SP-36, KCl, dolomit, dan pestisida
obat-obatan terbatas atau tidak sesuai empat setelah minyak sawit, karet, dan (insektisida dan fungisida) pada umumnya
anjuran, penggunaan bibit asalan, dan kopi, dengan nilai ekspor US$221.089 juta hanya tersedia di ibu kota kabupaten yang
pengelolaan hasil tidak higienis. Akibat- (Direktorat Jenderal Bina Produksi Per- jaraknya jauh dari lokasi perkebunan lada.
nya, produksi dan produktivitas yang kebunan 2002). Lada merupakan bahan Kondisi infrastruktur juga kurang baik
dicapai rendah, rata-rata 468 kg/ha (Direk- baku industri makanan siap saji, obat- sehingga sarana produksi sering kali
torat Jenderal Bina Produksi Perkebunan obatan, kosmetik, dan lainnya. Di beberapa belum ada pada saat dibutuhkan yaitu
2006). Biji yang dihasilkan juga tidak negara industri parfum yang sudah maju pada musim hujan. Akibatnya harga sarana
bernas dan berukuran kecil. seperti Perancis, ketergantungan pada lada produksi menjadi mahal dan produktivitas
Sistem agibisnis lada mencakup sangat besar. Lada digunakan pada ber- tanaman rendah.
berbagai kegiatan, meliputi subsistem bagai makanan tradisional maupun masak- Pedagang sarana produksi pada
pengadaan dan penyaluran sarana pro- an Eropa sebagai penyedap (Winarno umumnya tidak mempunyai latar belakang
duksi, subsistem produksi, subsistem tata 2001). Lada juga berperan sebagai peng- pertanian, sehingga mereka tidak dapat
niaga produk atau produk olahannya, gerak perekonomian di sentra-sentra memberikan informasi tentang pengguna-
serta subsistem pelayanan pendukung produksi. Di Kecamatan Bukit Kemuning, an sarana produksi dengan benar, juga
seperti pemerintah, perbankan, dan Kabupaten Lampung Utara, diperkirakan informasi mengenai jenis-jenis komoditas
lembaga pemasaran (Davis dan Goldberg 33% sumber pendapatan sektor pertanian yang dibutuhkan pasar. Pada umumnya
1957; Drillon, Jr. 1971; Lowney dan berasal dari lada (Mahmud et al. 2003). lembaga-lembaga yang terkait dalam
Erickson 1987 dalam Bunasor 1990). Konsumsi lada di Indonesia rata-rata pengadaan sarana produksi di pedesaan,
Secara sederhana, Saragih (2001) me- mencapai 60 g/kapita/tahun (Direktorat seperti kelompok tani (tergabung dalam
nyebutnya sebagai subsistem agribisnis Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2002). Asosiasi Petani Lada Indonesia/APLI),
bagian hulu, on farm, dan hilir. Subsistem Bila jumlah penduduk Indonesia sekitar Koperasi Unit Desa (KUD), Lembaga
agribisnis lada bagian hulu mencakup 220 juta, maka dalam setahun dibutuhkan Sosial Desa (LSD) dan lainnya, masih
beberapa kegiatan, antara lain pengadaan 13.200 ton lada atau 19,60% dari produksi kurang berperan. Terbatasnya modal,
bibit, pupuk, pestisida, zat pengatur nasional. informasi, bimbingan, dan akses atau
tumbuh, dan alat mesin pertanian. Sub- Harga lada dalam negeri selama kemudahan menjadi kendala utama dalam
sistem on farm merupakan kegiatan usaha tahun 19902000 meningkat tajam. Pada pengadaan sarana produksi.

Jurnal Litbang Pertanian, 26(2), 2007 77


Bibit lada biasanya diperoleh dari injak. Butir-butir lada yang jatuh di- IPC meliputi Brasil, India, Indonesia, Ma-
kebun sendiri atau dari petani lain se- tampung lalu dimasukkan ke dalam karung laysia, dan Sri Lanka, sedangkan Vietnam,
hingga belum terjamin keunggulannya. goni, dan disimpan (diperam) di tempat Cina, Thailand, Madagaskar, Cambodia,
Kualitas bibit beragam, bergantung pada yang gelap dan kering selama semalam. dan Ekuador sebagai produsen lada belum
cara pemeliharaan kebun. Di sentra Selanjutnya butir-butir lada dijemur di tergabung dalam IPC. Oleh karena itu, IPC
produksi lada, belum ada kebun khusus lantai jemur yang terbuat dari semen atau belum berhasil mengatur pasokan lada
yang menyediakan bahan tanaman unggul di tepi jalan beraspal dengan beralaskan dari negara-negara produsen. Negara
untuk bibit, baik yang dikelola Balai tikar, karung goni atau lembaran plastik. bukan anggota IPC bebas melakukan
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Setelah kering, kadar air 12%, lada politik dagangnya di pasar internasional.
maupun Dinas Perkebunan (Sugiatno dimasukkan ke dalam karung goni dan siap Perkembangan ekspor lada dari
2003). dipasarkan (Risfaheri dan Hidayat 1993). negara-negara penghasil lada selama
Dengan perlakuan seperti itu, kualitas tahun 20022004 disajikan pada Tabel 1.
produk belum terjamin. Dari tabel tersebut, Vietnam sebagai
Subsistem Produksi (On-Farm) Di Bangka-Belitung, Kalimantan produsen lada bukan anggota IPC bebas
Barat dan Kalimantan Timur, lada diolah menjual lada dengan volume dan harga
Budi daya lada di sentra produksi masih menjadi lada putih. Tandan buah lada hasil berapa pun. Namun, bagi Indonesia se-
konvensional dan menggunakan input panen dimasukkan ke dalam karung lalu bagai anggota IPC, volume dan harga jual
terbatas. Pola penanamannya secara dibawa ke kolam perendaman khusus atau lada mengikuti kesepakatan yang telah
monokultur (Dhalimi et al. 1996) sehingga ke tepi sungai dengan air yang mengalir ditetapkan bersama.
apabila harga lada turun drastis, tidak ada secara perlahan. Perendaman dilakukan
tanaman lain sebagai penyumbang pen- selama 45 hari. Buah yang telah direndam
dapatan. Hanya sebagian kecil petani di lalu dimasukkan ke dalam keranjang
Lampung yang menanam lada dengan bambu atau karung dan diinjak-injak agar ANALISIS DAN STRATEGI
dicampur tanaman lain, seperti pisang, butir-butir lada terlepas dari tandan dan PENGEMBANGAN SISTEM
durian, kopi, dan palawija. kulit buahnya. Butir-butir lada (tanpa kulit)
AGRIBISNIS LADA
Lubang tanam hanya dibuat semata yang sudah bersih selanjutnya dijemur di
cangkul, tidak sesuai dengan anjuran lantai jemur dari semen atau di tepi jalan
Strategi merupakan suatu alat untuk men-
yaitu 60 cm x 60 cm x 60 cm. Tanaman beraspal beralaskan tikar, plastik atau
capai tujuan. Penentuan alternatif strategi
jarang dipupuk, hanya petani yang kondisi karung. Mutu produk masih rendah dan
dalam pengembangan sistem agribisnis
ekonominya baik dan saat harga lada baik dikhawatirkan tercemar mikroorganisme.
umumnya dilakukan dengan cara meng-
melakukan pemupukan (Zaubin et al. identifikasi faktor kekuatan dan kelemahan
2001). Namun, bila harga pupuk tinggi, internal serta peluang dan ancaman eks-
petani tidak melakukan pemupukan. Subsistem Pelayanan ternal. Alat analisis yang cocok untuk
Akibatnya tanaman kurang sehat dan Pendukung merumuskan strategi dari berbagai faktor
terserang penyakit busuk pangkal batang yang diidentifikasi tersebut adalah analisis
(BPB) dan penyakit kuning yang dapat Peran kelembagaan di tingkat petani masih SWOT (Rangkuti 2000). Analisis SWOT
menimbulkan kerugian sekitar 1015% sangat terbatas. Di tingkat desa dan ke- didasarkan pada logika yang dapat me-
setiap tahun (Manohara dan Kasim 1996). camatan, peran kelompok tani, koperasi, maksimalkan kekuatan (strengths) dan
Di Bangka-Belitung, budi daya lada sudah APLI, dan LSD dalam agribisnis lada masih peluang (opportunities), dan secara ber-
lebih baik. Penggunaan pupuk disesuai- lemah. Hal ini dapat dilihat dari terbatasnya samaan dapat meminimalkan kelemahan
kan dengan harga lada; jika harga baik, penyediaan sarana produksi di tingkat (weaknesses) dan ancaman (threats).
tanaman dipupuk sesuai anjuran (Zaubin desa dan kecamatan. Peran kelembagaan Implementasi strategi pengembangan
et al. 2001). Pada umumnya petani belum pada umumnya hanya terbatas dalam sistem agribisnis lada berdasarkan analisis
dapat membedakan gejala serangan memperjuangkan harga lada yang layak, SWOT diuraikan berikut ini.
penyakit kuning dengan penyakit BPB yaitu lebih dari Rp20.000/kg untuk lada
(Manohara et al. 1997). Produktivitas rata- putih dan lebih dari Rp18.000/kg untuk
rata rendah, hanya 507,52 kg/ha. lada hitam. Perhatian terhadap subsistem
Kekuatan
agribisnis lainnya masih kurang. Demikian Beberapa hal yang menjadi kekuatan dalam
pula dengan Asosiasi Eksportir Lada agribisnis lada adalah:
Subsistem Hilir Indonesia (AELI), yang kegiatannya 1. Tersedianya lahan yang sangat luas
hanya terfokus pada perdagangan lada di untuk ditanami lada, baik lahan yang
Cara pengolahan lada hitam masih se- tingkat petani, tetapi masih kurang dalam sesuai maupun sangat sesuai (Wahid
derhana dan tidak higienis. Di Lampung, penyediaan sarana produksi dan pe- dan Las 1985).
lada diolah menjadi lada hitam. Tandan nyebaran informasi. 2. Tersedianya berbagai paket teknologi,
buah lada segar dimasukkan ke dalam Di pasar internasional, lembaga pe- mulai dari teknologi pembibitan, budi
karung lalu dibawa ke tempat perontokan. masaran yang berperan dalam mengatur daya sampai dengan teknologi pasca-
Perontokan dilakukan dengan cara meng- pasokan lada dari negara-negara anggota panen. Berbagai teknologi tersebut
hamparkan tandan buah lada di atas adalah International Pepper Community telah disosialisasikan kepada petani.
anyaman bambu yang berlubang-lubang (IPC). Namun, belum semua negara peng- 3. Biaya produksi atau biaya usaha tani
dan ditempatkan agak tinggi, lalu diinjak- hasil lada tergabung dalam IPC. Anggota lada Indonesia lebih rendah dibanding

78 Jurnal Litbang Pertanian, 26(2), 2007


Tabel 1. Ekspor negara penghasil lada (ton) selama tahun 20022004.

2002 2003 2004


Negara
Lada hitam Lada putih Jumlah Lada hitam Lada putih Jumlah Lada hitam Lada putih Jumlah
Anggota IPC
Brazil 35.531 2.000 37.531 35.730 2.000 37.730 35.000 5.000 40.000
India 24.675 239 24.914 17.475 312 17.787 24.500 300 24.800
Indonesia 21.020 42.190 63.210 32.500 20.000 52.500 21.000 11.000 32.000
Malaysia 20.453 2.189 22.642 14.696 4.652 19.348 13.400 3.500 16.900
Nonanggota IPC
Vietnam 78.155 - 78.155 70.100 4.500 74.600 77.500 7.500 85.000

Sumber: International Pepper Community (2004).

negara pesaing, dan masih mempunyai sehingga masih terbuka peluang untuk 2. Memfungsikan dan menumbuhkem-
keunggulan komparatif dan kompetitif. meningkatkan pangsa ekspor. bangkan kelembagaan-kelembagaan
4. Terbukanya peluang untuk melakukan 3. Luas areal dan produksi lada Indonesia yang berpihak kepada petani, mulai
diversifikasi produk (lada putih, lada selama tahun 20002005 cenderung dari tingkat petani sampai tingkat
hitam, lada hijau, lada bubuk dan meningkat. eksportir
minyak oleoresin lada), apabila produk 4. Peran lada sebagai penghasil devisa
utama harganya jatuh. negara dari subsektor perkebunan Strategi S-T (strength and
menduduki peringkat keempat setelah threat)
minyak sawit, karet, dan kopi. 1. Memprioritaskan pengembangan lada
Kelemahan
pada wilayah-wilayah yang sesuai dan
Beberapa kelemahan dalam agribisnis lada Ancaman potensial dengan teknologi anjuran
adalah: untuk mencapai produktivitas optimal.
Ancaman dalam agribisnis lada adalah
1. Produktivitas rata-rata nasional masih 2. Mendukung peluang diversifikasi
munculnya pesaing baru yaitu Vietnam
rendah, sekitar 823 kg/ha (Direktorat produk untuk memperoleh nilai
dengan produksi dan ekspor lada yang
Jenderal Bina Produksi Perkebunan tambah.
menduduki peringkat pertama dunia.
2006), karena belum semua petani
menggunakan bibit dan teknologi budi Strategi W-T (weakness and
daya anjuran. Alternatif Strategi
2. Proses pengolahan produk kurang
threat)
1. Berkoordinasi dengan pihak-pihak
higienis. Strategi S-O (strength and terkait, seperti Dinas Perkebunan dan
3. Peran kelembagaan tani (APLI, KUD, opportunity) Dinas Perindustrian untuk lebih meng-
kelompok tani) masih lemah, serta 1. Mengembangkan areal tanam lada ke giatkan sosialisasi penggunaan tekno-
peran kelembagaan pemasaran (pe- daerah-daerah yang sesuai dengan logi rekomendasi agar produktivitas
dagang, eksportir yang terhimpun menggunakan paket teknologi reko- lada dapat ditingkatkan.
dalam AELI) belum berpihak kepada mendasi, dengan pertimbangan masih 2. Melaksanakan sosialisasi sistem mana-
petani. mempunyai keunggulan komparatif jemen mutu lada agar lada Indonesia
4. Tingginya harga sarana produksi dan kompetitif serta sebagai penyum- lebih diminati oleh pembeli di luar
(pupuk, pestisida) dan kurangnya pra- bang devisa negara terbesar keempat negeri.
sarana jalan, sehingga harga sarana subsektor perkebunan.
produksi menjadi tinggi dan harga jual 2. Meningkatkan peluang pasar lada
produk kurang bersaing. terutama pasar ekspor, karena pangsa ALTERNATIF KEBIJAKAN
ekspor lada Indonesia masih rendah
Peluang (19,80%) dan posisi produksi lada Pembangunan sistem agribisnis merupa-
Peluang pasar lada Indonesia saat ini Indonesia menduduki peringkat dua kan salah satu landasan dalam pengem-
masih cukup cerah karena: dunia. bangan ekonomi Indonesia. Pembangun-
1. Produksi lada Indonesia tahun 2003 an pertanian yang di dalamnya mencakup
2005 menduduki urutan kedua setelah Strategi W-O (weakness and pengembangan sistem agribisnis, mulai
Vietnam, sehingga mempunyai posisi opportunity) dari subsistem agribisnis hulu sampai hilir
tawar (bargaining position) cukup 1. Mengoptimalkan dan memanfaatkan serta subsistem penunjang, harus saling
kuat. sarana dan prasarana serta teknologi terkait. Kelemahan pada subsistem
2. Pangsa ekspor lada Indonesia ter- anjuran untuk meningkatkan produk- agribisnis hulu, seperti benih dan sarana
hadap dunia masih rendah (19,80%), tivitas dan mutu. produksi, akan berdampak terhadap

Jurnal Litbang Pertanian, 26(2), 2007 79


produksi; kelemahan di sektor hilir wajar serta dalam jumlah, jenis dan bagai fasilitator dalam penjualan lada
menyebabkan ketidakmampuan untuk waktu yang tepat. Diperlukan ke- sangat diperlukan.
memperoleh nilai tambah dan produk mudahan, koordinasi dan kontrol yang 5. Perdagangan lada di pasar internasio-
rentan terhadap fluktuasi harga (Saragih baik agar semua instansi yang terkait nal hendaknya dikendalikan. Semua
2001). Oleh karena itu, strategi pem- dapat berperan secara nyata, termasuk negara-negara penghasil lada di-
bangunan agribisnis lada harus didasarkan penyediaan informasi tentang kebu- upayakan bergabung dalam IPC, agar
pada sistem mekanisme pasar terkendali. tuhan pasar. perdagangan di pasar internasional
Pemerintah berperan sebagai pengawas 2. Teknologi budi daya anjuran (meng- dapat terkendali melalui penetapan
agar setiap pelaku agribisnis lada dapat gunakan tegakan hidup), yaitu budi harga ekspor terendah.
berperan optimal dengan meniadakan daya lada yang efisien, ramah ling- 6. Perlu sikap yang tegas dari IPC ter-
distorsi-distorsi yang muncul. kungan dan berkelanjutan, perlu di- hadap negara-negara penghasil lada
Melihat kondisi agribisnis lada sosialisasikan melalui buku petunjuk bukan anggota IPC yang mengacau-
Indonesia serta masalah-masalah yang praktis, radio, televisi, penyuluhan kan perdagangan lada di tingkat inter-
dihadapi maka strategi untuk memper- disertai dengan kebun percontohan nasional, misalnya tidak diperkenan-
baikinya adalah dengan melakukan (visitor plot) untuk mempercepat kan mengikuti kegiatan yang diseleng-
reorientasi usaha tani lada, penerapan transfer teknologi. Integrasi usaha tani garakan oleh IPC serta menutup akses
teknologi anjuran, peningkatan efisiensi lada dengan tanaman semusim dan informasi tentang perladaan.
dan daya saing, serta integrasi setiap ternak (termasuk hijauan pakan ternak) 7. AELI perlu menjajaki kemungkinan
subsistem agrbisnis lada. perlu didorong untuk mengurangi ekspor lada ke negara-negara konsu-
Alternatif strategi atau kebijakan risiko ketidakpastian pendapatan. men baru seperti Afrika Selatan, Arab
pengembangan sistem agribisnis lada 3. Teknologi pengolahan hasil yang di- Saudi, Mesir, dan Yunani.
meliputi: anjurkan perlu segera diterapkan
1. Mengembangkan lada melalui per- disertai diversifikasi produk-produk
luasan areal pada lahan yang sesuai setengah jadi dan produk siap pakai KESIMPULAN
dengan menggunakan teknologi untuk meraih nilai tambah. Pengolahan
rekomendasi. lada hitam dan lada putih harus higienis Agar Indonesia masih merupakan salah
2. Mempertinggi daya saing lada melalui agar mampu bersaing di pasar bebas. satu negara penghasil utama lada, strategi-
peningkatan produktivitas, mutu hasil, Pelatihan-pelatihan untuk meningkat- nya adalah mengembangkan lada pada
dan diversifikasi produk. kan keterampilan dan informasi pasar lahan yang sesuai, serta menerapkan
3. Meningkatkan peran kelembagaan dibutuhkan agar produk yang dihasil- teknologi rekomendasi dan efisiensi biaya
mulai dari kelembagaan di tingkat kan tidak mengalami permasalahan produksi. Daya saing lada Indonesia di
petani sampai kelembagaan pemasaran dalam pemasaran (Zaubin 2003). pasar internasional dapat ditingkatkan
hasil agar berpihak kepada petani. 4. Perlu ada kesamaan visi dari lembaga- melalui peningkatan produktivitas, mutu
Untuk membenahi sistem agribisnis lembaga yang terlibat dalam agribisnis hasil dan diversifikasi produk bila produk
lada, disarankan beberapa hal sebagai lada sehingga ada keterkaitan antara utama harganya jatuh. Peran kelembagaan
berikut: lembaga-lembaga di sektor hulu de- mulai dari kelembagaan di tingkat petani
1. Sarana produksi yang dibutuhkan ngan di sektor hilir. Kerja sama yang (KUD, APLI, kelompok tani) sampai
hendaknya tersedia sedekat mungkin sinergis antara petani (APLI) dengan dengan kelembagaan pemasaran (AELI,
dengan petani, dengan harga yang pengusaha (AELI) dan Pemda se- IPC) perlu pula ditingkatkan.

DAFT AR PUST AKA


Asosiasi Eksportir Lada Indonesia. 2004. Indo- Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebun- Kemala, S. 1996. Prospek dan pengusahaan lada.
nesian Country Paper for the 35 th Pepper an, Jakarta. hlm. 1131. Monograf Tanaman Lada. Balai Penelitian
Exporters Meeting, Yogyakarta, Indonesia, Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. hlm.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan.
27 September 2004, International Pepper 1217.
2003. Statistik Perkebunan Indonesia. Lada.
Community, Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Per- Mahmud, Z., S. Kemala, S. Damanik, dan Y.
Bunasor. 1990. Jaringan Kerja Sama Antar kebunan, Jakarta. 28 hlm. Ferry. 2003. Profil komoditas lada. Pusat
Subsistem dalam Pengembangan Sistem Penelitian dan Pengembangan Perkebunan,
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan.
Agribisnis Hortikultura. Makalah pada Latih- Bogor. hlm. 222225.
2006. Statistik Perkebunan Indonesia. Lada.
an Metodologi dan Manajemen Penelitian
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebun- Manohara, D. dan R. Kasim. 1996. Penyakit
dan Pengembangan Pola Usaha Tani Horti-
an, Jakarta. 34 hlm. busuk pangkal batang dan pengendaliannya.
kultura. 20 hlm.
Monograf Tanaman Lada. Balai Penelitian
International Pepper Community. 2004. Report
Dhalimi, A., M. Syakir, dan A. Wahyudi. 1996. Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. hlm.
of 35 th Pepper Exporters Meeting, Yogya-
Pola tanam lada. Monograf Tanaman Lada. 115129.
karta, Indonesia, 27 September 2004, 4 pp.
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat,
IPC, Jakarta. Manohara, D., R. Noveriza, dan Sutrasman.
Bogor. hlm. 7679.
1997. Penelitian penyakit busuk pangkal
International Pepper Community. 2005. Pepper
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. batang tanaman lada dan pengendaliannya
Statistic Year Book 2002. IPC, Jakarta. p.
2002. Statistik Perkebunan Indonesia. Lada. secara hayati. Laporan Tahunan. Pusat
2134.

80 Jurnal Litbang Pertanian, 26(2), 2007


Penelitian dan Pengembangan Tanaman an Provinsi Lampung, Bandar Lampung. 10 Yuhono, J.T. 2005. Penentuan harga pokok pem-
Industri, Bogor. hlm. bibitan lada. Warta Penelitian dan Pengem-
bangan Tanaman Industri 10(1): 2931.
Rangkuti, F. 2000. Analisis SWOT. Teknik Wahid, P. dan I. Las. 1985. Peta kesesuaian lahan
Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia dan iklim tanaman lada. Balai Penelitian Zaubin, R., A. Wahyudi, dan J.T. Yuhono. 2001.
Pustaka Utama, Jakarta. 188 hlm. Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. 8 hlm. Profil usaha tani lada dan pengembangan-
nya. Prosiding Rempah Indonesia (MaRl),
Risfaheri and T. Hidayat. 1993. Effect of Wahid, P. dan U. Suparman. 1986. Teknik budi
Jakarta, 1314 September 2001. Kerja Sama
treatment prior to sun drying on black daya untuk meningkatkan produktivitas
MaRl dengan Pusat Penelitian Perkebunan.
pepper quality. Journal of Spices and tanaman lada. Edisi Khusus Penelitian
hlm. 159176.
Medicinal Crops II(I): 3640. Tanaman Rempah dan Obat II(1): 111.
Zaubin, R. 2003. Strategi pemeliharaan kebun
Saragih, B. 2001. Agribisnis. Paradigma Baru Winarno, F.G. 2001. Rempah-rempah dan
lada menghadapi fluktuasi harga. Warta
Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. industri pangan. Prosiding Simposium
Penelitian dan Pengembangan Pertanian
PT Loji Grafika Griya Sarana, Jakarta. 243 Rempah Indonesia (MaRl), Jakarta, 1314
25(6): 1417.
hlm. September 2001. Kerja Sama MaRl-Pusat
Penelitian Perkebunan. hlm. 1724.
Sugiatno, U. 2003. Pembinaan dan pengembang-
an lada di Provinsi Lampung. Dinas Perkebun-

Jurnal Litbang Pertanian, 26(2), 2007 81

Anda mungkin juga menyukai