Askep Autis
Askep Autis
AUTISME
NUSDIN
07500111115
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )
PROFESI NERS
NUSDIN
07500111115
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )
PROFESI NERS
BAB I
KONSEP KEPERAWATAN
1. DEFINISI
Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan kegagalan untuk
mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan,
perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif.(Sacharin, R, M, 1996: 305).
Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak dengan
realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala. (Sacharin, R, M, 1996 :
305). Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan non
verbal, aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi sebelum usia 30
bulan.(Behrman, 1999: 120). Menurut Isaac, A (2005) autisme merupakan gangguan
perkembangan pervasive dengan masalah awal tiga area perkembangan utama yaitu
perilaku, interaksi sosial dan komunikasi. Gangguan ini dicirikan dengan gangguan yang
nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas.
Autisme adalah kelainan yang mempunyai dampak besar terhadap kehidupan penderita,
keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kadang keadaan ini membuat kebingungan dan
sangat menyakitkan hati orang tua penderita. Definisi Autisme adalah kelainan
neuropsikiatrik yang menyebabkan kurangnya kemampuan berinteraksi sosial dan
komunikasi, minat yang terbatas, perilaku tidak wajar dan adanya gerakan stereotipik,
dimana kelainan ini muncul sebelum anak berusia 3 tahun (Teramihardja, J, 2007). Suatu
gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara klinis ditandai oleh adanya
3 gejala utama berupa : kualitas yang kurang dalam kemampuan interaksi sosial dan
emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat
yang terbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan
(stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman
sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun.
2. ETIOLOGI
Sepuluh tahun yang lalu penyebab autisme belum banyak diketahui dan hanya
terbatas pada faktor psikologis saja. Tetapi sekarang ini penelitian mengenai autisme
semakin maju dan menunjukkan bahwa autisme mempunyai penyebab neurobiologist
yang sangat kompleks. Gangguasn neurobiologist ini dapat disebabkan oleh interaksi
faktor genetik dan lingkungan seperti pengaruh negatif selama masa perkembangan otak.
Banyak faktor yang menyebabkan pengaruh negatif selama masa perkembangan otak,
antara lain; penyakit infeksi yang mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunan
logam berat dan zat kimia lain baik selama masa dalam kandungan maupun setelah
dilahirkan, gangguan imunologis, gangguan absorpsi protein tertentu akibat kelainan di
usus (Suriviana, 2005).
3. PATOFISIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan
impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf
terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput
bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama
lain lewat sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada
trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson,
dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak
lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya
struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui
sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan
sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan
dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian
otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan
sinaps. Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf. Pada pemeriksaan darah bayi-bayi
yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh
berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor,
neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang
merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel
saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain
growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi
selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses mengingat,
serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat,
kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan
mengeksplorasi lingkungan. Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak
besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman
menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar
yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping
depan otak besar yang berperan dalam proses memori). Penelitian pada monyet dengan
merusak hipokampus dan amigdala mengakibatkan bayi monyet berusia dua bulan
menunjukkan perilaku pasif-agresif. Mereka tidak memulai kontak sosial, tetapi tidak
menolaknya. Namun, pada usia enam bulan perilaku berubah. Mereka menolak
pendekatan sosial monyet lain, menarik diri, mulai menunjukkan gerakan stereotipik dan
hiperaktivitas mirip penyandang autisme. Selain itu, mereka memperlihatkan gangguan
kognitif.
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan
oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid,
asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain
alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu
pada masa kehamilan, radiasi, serta ko kain.
4. MANIFESTASI KLINISl
Keterlambatan atau fungsi abnormal pada ketrampilan berikut, muncul sebelum umur 3
tahun.
1. Interaksi sosial.
2. Bahasa yang digunakan sebagai komunikasi sosial.
3. Bermain simbolik atau imajinatif.
1. Gangguan kualitatif interaksi sosial, muncul paling sedikit 2 dari gejala berikut :
1. Gangguan yang jelas dalam perilaku non verbal (perilaku yang
dilakukan tanpa bicara) misalnya kontak mata, ekspresi wajah, posisi
tubuh dan mimik untuk mengatur interaksi sosial.
2. Tidak bermain dengan teman seumurnya, dengan cara yang sesuai.
3. Tidak berbagi kesenangan, minat atau kemampuan mencapai sesuatu hal
dengan orang lain.
4. Kurangnya interaksi sosial timbal balik.
2. Gangguan kualitatif komunikasi, paling sedikit satu dari gejala berikut :
1. Keterlambatan atau belum dapat mengucapkan kata-kata berbicara, tanpa
disertai usaha kompensasi dengan cara lain.
2. Bila dapat berbicara, terlihat gangguan kesanggupan memulai atau
mempertahankan komunikasi dengan orang lain.
3. Penggunaan bahasa yang stereotipik dan berulang, atau bahasa yang tidak
dapat dimengerti.
4. Tidak adanya cara bermain yang bervariasi dan spontan, atau bermain
menirukan secara sosial yang sesuai dengan umur perkembangannya.
3. Pola perilaku, minat dan aktivitas yang terbatas, berulang dan tidak berubah
(stereotipik), yang ditunjukkan dengan adanya 2 dari gejala berikut :
1. Minat yang terbatas, stereotipik dan meneetap dan abnormal dalam
intensitas dan fokus.
2. Keterikatan pada ritual yang spesifik tetapi tidak fungsional secara kaku
dan tidak fleksibel.
3. Gerakan motorik yang stereotipik dan berulang, misalnya flapping tangan
dan jari, gerakan tubuh yang kompleks.
4. Preokupasi terhadap bagian dari benda.
5. PENATALAKSANAAN MEDIS
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin 5-
hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di sel-sel saraf.
Sekitar 30-50 persen penyandang autis mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah.
Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan stabil
dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada penyandang autis. Terapi
psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan gangguan autistik,
tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti hiperaktivitas, penarikan diri,
stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas dan gangguan tidur.
Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani hidup
sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri dan
berprestasi
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
Pengkajian data focus pada anak dengan gangguan perkembangan pervasive menurut
Isaac, A (2005) dan Townsend, M.C (1998) antara lain:
Menurut Townsend, M.C (1998) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada
pasien/anak dengan gangguan perkembangan pervasive autisme antara lain:
4. Deprivasi ibu
5. Deprivasi ibu
4. Deprivasi ibu
2. Tugas-tugas tidak terselesaikan dari rasa percaya versus rasa tidak percaya
3. Deprivasi ibu
Menurut Townsend, M.C (1998) perencanaan dan rasionalisasi untuk mengatasi masalah
keperawatan pada anak dengan gangguan perkembangan pervasife autisme antara lain:
2. Pasien memulai interaksi antara diri dan perawat apabila merasa cemas
Intervensi
Jamin keselamatan anak dengan memberi rasa aman, lingkungan yang kondusif
untuk mencegah perilaku merusak diri.
Intervensi
o Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti oleh orang lain
o Pesan-pesan nonverbal pasien sesuai dengan pengungkapan verbal
o Pasien memulai berinteraksi verbal dan non verbal dengan orang lain
Intervensi
Tujuan: Pasien akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan bagian-bagian
tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang ditentukan untuk mengenali fisik dan
emosi diri terpisah dari orang lain saat pulang dengan kriteria hasil:
Intervensi:
Carpenito, Lynda Juall. (1997). Diagnosa Keperawatan : buku saku. edisi 6. Jakarata : EGC
Price. (1995). Patofisiologi: Proses-proses Penyakit Edisi: 4, Editor peter Anugrah Buku
II.Jakarta: EGC
Wilkinson, M, Judith; (1997) .Buku saku diagnosis keperawatan dengan NIC dan NOC . Edisi 7
.Jakarta : EGC.