Anda di halaman 1dari 6

1 | G e n d e r d a l a m R e p r o d u k s i BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Di Indonesia, banyak


perempuan yang tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki laki dalam menjaga
kesehatan mereka. Kondisi ini terjadi terutama karena adanya perlakuan tidak adil dan tidak setara
antara mereka (ketidakadilan dan keetidaksetaraan gender) dalam pelayanan kesehatan. Selain itu
program program kesehatan belum sepenuhnya mempertimbangkan adanya isu tersebut. Saat ini
tenaga kesehatan kita makin sadar tentang pentingnya mempertimbangkan isu gender dalam
pemberian pelayanan kesehatan. Terutama untuk mengurangi kemungkinan terjadinya ketidakadilan
dan ketidaksetaraan peran dan tanggung jawab dalam lingkungan tempat mereka bekerja. Namun
memahami ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender, tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Setidaknya ada tiga faktor utama mengapa pemahaman gender masih dirasakan kurang dikalangan
tenaga kesehatan: 1. Konsep gender merupakan sesuatu yang baru 2. Tidak tahu apa yang harus
dilakukan 3. Bagaimana melakukannya Isu kesetaraan gender telah menjadi pembicaraan di berbagai
negara sejak tahun 1979 dengan diselenggarakannya Konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa dengan
tema the Convention on the Elimination of all forms of Discrimination Against Women (CEDAW) yang
membahas tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Hasil konferensi
tersebut menjadi acuan dalam memperjuangkan hak asasi perempuan (HAP). Konferensi ini kemudian
diratifikasi kembali oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1984 menjadi Undang Undang Nomor 7
Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Wanita. Selanjutnya pada tahun 1995 diselenggarakan kembali Konferensi Perempuan
Sedunia yang dirumuskan dalam Beijing Platfform for Action yang menyebutkan bahwa perempuan dan
kesehatan sebagaai salah satu dari 12 bidang kritis yang 2 | G e n d e r d a l a m R e p r o d u k s i
dikemukakan dalam rencana aksi. Konferensi ini mengikat semua negara peserta termasuk Indonesia
untuk mengimplementasikan Gender Mainstreaming atau Pengurus utamaan Gender di negara masing
masing. Komitmen ini kemudian dituangkan dalam GBHN Tahun 1999 yang dijabarkan pada Program
Pembangunan Nasional Lima Tahun (Propenas 2000 - 2004). Deklarasi Beijing bertujuan untuk
meningkatkan kesetaraan gender, yang berkaitan erat dengan upaya penyetaraan martabat dan hak
bagi laki-laki dan perempuan . Hasil kesepakatannya adalah deklarasi dan kerangka Aksi Beijing yang
menetapkan 12 bidang kritis yang dianggap penting untuk ,meningkatkan persamaan hak perempuan
dan laki-laki . Bidang kritis tersebut adalah : 1. Perempuan dan kemiskinan ; 2. Pendidikan dan pelatihan
bagi perempuan ; 3. Perempuan dan kesehatan 4. Kekerasan terhadap perempuan 5. Perempuan dan
konflik bersenjata 6. Perempuan dan ekonomi 7. Perempuan dan pengambilan keputusan 8. Lembaga
mekanisme bagi kemajuan perempuan 9. Hak asasi perempuan 10. Perempuan dan media 11.
Perempuan dan lingkungan 12. Anak perempuan Departemen Kesehatan RI bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan bidang kritis Perempuan dan Kesehatan. Dalam rangka mewujudkan komitmen
tersebut , pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan
gender Dalam Pembangunan nasional . dalam kebijakan tersebut dinyatakan bahwa seluruh
departemen maupun lembaga Pemerintah Non Departemen dan pemerintah Provinsidan
kabupaten/Kota harus melaksanakan pengarusutamaan gender dalam perencanaan , pemantauuan
evalusai dari seluruh kebijakan dan program pembangunan. 3 | G e n d e r d a l a m R e p r o d u k s i
Dengan dikeluarkan Instruksi Presiden tersebut , maka dapat dikatakan bahwa kebijakan tersebut dapat
dijadikan dasar hukum bagi pengarus-utamaan gender (PUG) dalam penyelanggaraan pembangunan
nasional. Untuk dapat lebih memahami tentang gender , kita harus memahami bahwa ada perbedaan
anatar laki-laki dan perempuan , dapat dilihat dari sisi : sruktur fisik , organ reproduksi , cara berpikir ,
dan way of problem solving . Dan harus disadari bahwa struktur dan otak perempuan dan laki-laki itu
berbeda. Saat ini fokus utama pelayanan kesehatan masih menekankan aspek medis dan kurang sekali
memperhatikan isu-isu sosial . Padahal perbedaan sosial antara laki-laki dan perempuan merupakan
penyebab utama mencuatnya kesenjangan antara mereka , sehingga pada akhirnya mempengaruhi
derajat kesehatan masyrakat pada umumnya. Dari uraian di ataslah, maka kami mengangkat tema
gender dalam kesehatan reproduksi untuk kami bahas dalam makalah ini. B. Rumusan Masalah 1. Apa
yang dimaksud dengan gender dan kesehatan reproduksi? 2. Bagaimanakah keterkaitan antara gender
dan kesehatan reproduksi? 3. Bagaimanakah peran gender dalam kesehatan reproduksi di Indonesia? C.
Tujuan 1. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai gender dan kesehatan reproduksi 2. Untuk
mengetahui keterkaitan antara gender dan kesehatan reproduksi 3. Untuk mengenal isu-isu gender yang
terkait dengan kesehatan reproduksi di Indonesia. 4 | G e n d e r d a l a m R e p r o d u k s i BAB II
PEMBAHASAN A. Pengertian Gender Gender adalah suatu konsep budaya yang berupaya untuk
membuat perbedaan antara laki laki dan perempuan dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan
karakteristik emosional. Gender adalah peran dan kedudukan seseorang yang dikonstruksikan oleh
budaya karena seseorang lahir sebagai perempuan atau lahir sebagai laki-laki. Sudah menjadi
pemahaman bahwa laki-laki itu akan menjadi kepala keluarga, pencari nafkah, menjadi orang yang
menentukan bagi perempuan. Seseorang yang lahir sebagai perempuan, akan menjadi ibu rumah
tangga, sebagai istri, sebagai orang yang dilindungi, orang yang lemah, irasional, dan emosional.
Meskipun di hampir setiap budaya, ibu adalah sebuah peran yang sangat dihormati. Perhatian akan
kesehatan perempuan kurang. Masih ada kebiasaan tradisional yang merugikan kesehatan perempuan
secara umum, maupun kesehatan reproduksinya. Ketidaksetaraan dalam aspek pendidikan, pekerjaan,
pengambilan keputusan, dan sumber daya merupakan pelanggaran pasal 48, 49, ayat (1 dan 2) UU
No.39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Seperti telah dikemukakan, isu gender mulai dibahas pada ICPD
1994, dan kemudian dilanjutkan pada Konferensi Perempuan Sedunia ke IV di Beijing pada tahun 1995
dan ICPD+5 (1999) pada forum The Haque. B. Pengertian Kesehatan Reproduksi Reproduksi adalah suatu
proses biologis di mana individu organisme baru diproduksi. Reproduksi adalah cara dasar
mempertahankan diri yang dilakukan oleh semua bentuk kehidupan; setiap individu organisme ada
sebagai hasil dari suatu proses reproduksi oleh pendahulunya. Cara reproduksi secara umum dibagi
menjadi dua jenis: seksual dan aseksual. Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik,
mental, dan sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit dan kelemahan, dalam segala hal 5
| G e n d e r d a l a m R e p r o d u k s i yang berhubungan dengan reproduksi dan fungsi serta proses-
prosesnya (ICDP. Cairo, 1994). Sedangkan menurut WHO, Kesehatan reproduksi adalah keadaan
kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan
dalam segala aspek yang berhungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Adapun
kesehatan reproduksi secara sederhana dapat kita lihat dari hal sebagai berikut: 1. Organ Reproduksi
Organ reproduksi laki-laki maupun perempuan harus bebas dari berbagai macam penyakit serta dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. 2. Hubungan Seks. Dalam melakukan hubungan seks harus terbebas
dari rasa tidak nyaman, rasa takut akan hamil, dan tertular berbagai jenis penyakit kelamin. 3.
Kehamilan Seorang ibu hamil harus terbebas dari komplikasi kehamilan yang serius dan janin yang
dikandungnya harus dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di dalam rahim ibu. 4. Persalinan
Seorang ibu harus bersalin dengan normal dan terbebas dari komplikasi persalinan yang serius selama
dan setelah persalinan. Baik laki laki maupun perempuan mempunyai hak hak reproduksi, namun
karen aperbedaan gender maka banyak hal yang telah merugikan perempuan, sehingga perempuan
lebih sulit memperoleh hak hak reproduksinya dibandingkan laki laki. Agar hak hak reproduksi
perempuan terpenuhi, perlu ada hubungan yang 6 | G e n d e r d a l a m R e p r o d u k s i setara dengan
laki laki dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hubungan seks dan reproduksi. Hak
reproduksi adalah hak asasi yang telah diakui dalam hukum internasional dan dokumen asasi
internasional untuk meningkatkan sikap saling menghormati secara setara dalam hubungan perempuan
dan laki laki. Adapun hak hak reproduksi sebagai berikut: a. Hak Reproduksi (HAM Internasional) 1)
Hak dasar pasangan dan individu untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab atas jumlah
dan jarak kelahiran, mendapatkan informasi serta cara cara untuk melaksanakan hal tersebut. 2) Hak
untuk mencapai standar tertinggi. b. Hak hak Reproduksi 1) Hak mendapatkan informasi dan
pendidikan kesehatan reproduksi 2) Hak mendapatkan pelayanan kesehatan seksual dan kesehatan
reproduksi yang berkualitas. 3) Hak untuk bebas membuat keputusan tentang hal yang berkaitan
dengan kesehatan rperoduksi tanpa paksaan diskriminasi serta kekerasan. 4) Hak kebebasan dan
tanggung jawab dalam menentukan jumlah dan jarak waktu memiliki anak. 5) Hak untuk hidup (hak
untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan dan proses melahirkan). 6) Hak atas kebebasan dan
keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksi. 7) Hak untuk bebas dari penganiayaan dan
perlakuan buruk termasuk perlindungan dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan dan pelecehan seksual
8) Hak mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmuu pengetahuan yang terkait dengan kesehatan
reproduksi. 9) Hak atas kerahasiaan pribadi dengan kehidupan reproduksinya. 10)Hak membangun dan
merencanakan keluarga. 7 | G e n d e r d a l a m R e p r o d u k s i 11)Hak kebebasan berkumpul dan
berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. 12)Hak untuk bebas dari
segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan keluarga dan kehidupan reproduksi. C. Keterkaitan Antara
Gender dengan Kesehatan Reproduksi Pendekatan gender dalam kesehatan mengenali bahwa faktor
sosial budaya,serta hubungan kekuasaan antar laki-laki dan perempuan, merupakan faktor penting yang
berperan dalam mendukung atau mengancam kesehatan seseorang. Hal ini dinyatakan dengan jelas
oleh WHO dalam koferensi perempuan sedunia ke IV di Bejing pada tahun 1995. 1. Jenis
Kelamin,Gender,dan Kesehatan Pola kesehatan dan penyakit pada laki-laki dan perempuan
menunjukkan perbedaan yang nyata. Perempuan sebagai kelompok cenderung mempunyai angka
harapan hidup yang lebih panjang daripada laki-laki, yang secara umum dianggap sebagai faktor
biologis. Namun dalam kehidupannya perempuan lebih banyak mengalami kesakitan dan tekanan
daripada laki-laki. Walaupun faktor yang melatar-belakanginya berbeda-beda pada berbagai kelompok
sosial, hal tersebut menggambarkan bahwa dalam menjalani kehidupannya perempuan kurang sehat
dibandingkan laki-laki. Penjelasan terhadap paradoks ini berakar pada hubungan yang kompleks antara
faktor biologis jenis kelamin dan sosial (gender) yang berpengaruh terhadap kesehatan. Sejumlah
penelitian menunjukkan bahwa berbagai penyakit menyerang laki-laki dan perempuan pada usia yang
berbeda,misalnya penyakit kardiovaskuler ditemukan pada usia yang lebih tua pada perempuan
dibandingkan laki-laki. Beberapa penyakit, misalnya animea, gangguan makakn dan gangguan pada otot
serta tulang lebih banyak ditemukan pada perempuan daripada laki-laki. Berbagai penyakit atau
gangguan hanya menyerang perempuan, misalnya gangguan yang berkaitan dengan kehamilan dan
kanker serviks, sementara itu hanya laki-laki yang terkena kanker prostat. Kapasitas perempuan untuk
hamil dan melahirkan menunjukkan bahwa mereka memerlukan pelayanan kesehatan reproduksi yang
berbeda, baik dalam keadaan sakit maupun sehat.Perempuan memerlukan kemampuan untuk
mengendalikan fertilitas dan melahirkan dengan selamat, sehingga akses terhadap pelayanan 8 | G e n d
e r d a l a m R e p r o d u k s i kesehatan reproduksi yang berkualitas sepanjang siklus hidupnya sangat
menentukan kesejahteraan dirinya. Kombinasi antara faktor jenis kelamin dan peran gender dalam
kehidupan sosial, ekonomi dan budaya seseorang dapat meningkatkan resiko terhadap terjadinya
beberapa penyakit, sementara di sisi lain memberikan perlindungan terhadap penyakit lainnya.
Perbedaan yang timbul dapat berupa keadaan sebagai berikut : a. Perjalanan penyakit pada laki-laki dan
perempuan . b. Sikap laki-laki dan perempuan dalam menghadapi suatu penyakit. c. Sikap masyarakat
terhadap laki-laki dan perempuan yang sakit. d. Sikap laki-laki dan perempuan terhadap pengobatan dan
akses pelayanan kesehatan. e. Sikap petugas kesehatan dalam memperlakukan laki-laki dan perempuan.
Sebagai contoh, respon tetrhadap epidemi HIV/AIDS dimulai dengan pemberian fokus pada kelompok
resiko tinggi,termasuk pekerja seks komersial. Lakilaki dianjurkan untuk menjauhi pekerja seks komersial
atau memakai kondom. Secara bertahap, fokus beralih pada perilaku resiko tinggi, yang kemudian
menekankan pentingnya laki-laki menggunakan kondom. Hal ini menghindari isu gender dalam
hubungan seksual, karena perempuan tidak menggunakan kondom tetapi bernegosiasi untuk
penggunaanya oleh laki-laki. Dimensi gender tersebut tidak dibahas, sampai pada saat jumlah ibu rumah
tangga biasa yang tertular penyakit menjadi banyak. Dewasa ini, kerapuhan perempuan untuk tertular
HIV/AIDS dianggap sebagai akibat dari ketidaktahuan dan kurangnya akses terhadap informasi.
Ketergantungan ekonomi dan hubungan seksual yang dialkukan atas dasar pemaksaan. Tejadinya tindak
kekerasan pada umumnya berkaitan dengan gender. Secara umum pelaku kekerasan biasanya laki-laki,
yang merefleksikan keinginan untuk menunjukkan maskulinitas, dominasi, serta memaksakan kekuasaan
dan kendalinya terhadap perempuan, seperti terlihat pada kekerasan dalam rumah tangga (domestik).
Karena itu kekerasan terhadap perempuan sering disebut sebagai kekerasan berbasis gender. 9 | G e
n d e r d a l a m R e p r o d u k s i 2. Pengaruh Gender Terhadap Kesehatan Reproduksi Laki-Laki
Sehubungan dengan peran gender, laki-laki tidak terlalu tertarik untuk mempelajari kesehatan seksual
dan reproduksinya. Sehingga pengetahuan mereka cenderung terbatas. Hal ini menyebabkan laki-laki
kurang berminat mencari informasi dan pengobatan terhadap penyakit, misalnya : Infeksi Menular
Seksual (IMS). 3. Pengaruh Gender Terhadap Kesehatan Reproduksi Perempuan Menikah pada usia bagi
perempuan berdampak negtif terhadap kesehatannya. Namun menikah di usia muda kebanyakan
bukanlah keputusan mereka, melainkan karena ketidakberdayaannya (isu gender). Di beberapa tempat
di Indonesia, kawin muda dianggap sebagai takdir yang tak bisa ditolak. Perempuan tidak berdaya untuk
memutuskan kawin dan dengan siapa mereka akan menikah. Keputusan pada umumnya ada di tangan
laki-laki; ayah ataupun keluarga laki-laki lainnya. Salah satu kasus yang terkait dengan masalah gender
yaitu : Seorang gadis umur 17 tahun, mengalami perdarahan. Setelah dirawat di sebuah rumah sakit
selama dua jam, dia meninggal dunia. Gadis tersebut merupakan korban aborsi yang dilakukan oleh
seorang dukun. Usaha lain sebelum melakukan aborsi adalah minum jamu peluntur, pil kina, dan pil
lainnya yang dibeli di apotek. Kemudian dia datang ke seorang dokter kandungan. Dokter menolak
melakukan aborsi karena terikat sumpah dan hukum yang mengkriminalisasi aborsi. Si gadis minta
tolong dukun paraji untuk menggugurkannya. Rupa-rupanya tidak berhasil, malah terjadi perdarahan. Ia
masih sempat menyembunyikan ini semua kepada kedua orang tuanya, selama 4 hari berdiam di kamar
dengan alasan sedang datang bulan. Ia tidak berani bercerita pada siapa-siapa apalagi pada ibu dan
bapaknya. Cerita itu berakhir dengan amat tragis, gadis itu tidak tertolong. Kasus tersebut
menggambarkan ketidakberdayaan si gadis. Ia memilih mekanisme defensif dan menganggapnya
sebagai permasalahan dirinya sendiri. Ia menyembunyikan keadaannya karena malu dan merasa
bersalah. Masyarakat akan menyalahkan karena dia tidak mengikuti apa yang disebut moral atau aturan
sehingga ia memilih mati meskipun tidak sengaja. 10 | G e n d e r d a l a m R e p r o d u k s i Aborsi
merupakan dilema bagi perempuan, apa pun latar belakang penyebab kehamilannya dan apa pun status
ekonominya. Untuk menuntut hak reproduksinya dia harus mendapat dukungan seperti bantuan dari
komunitasnya atau dukungan emosional dan tanggung jawab bersama dari orang yang paling dekat
(pacarnya). Dalam konteks ini, maka jelas bahwa persoalan hak reproduksi pada akhirnya adalah
persoalan relasi antara laki-laki yang berbasis gender serta masyarakat dan negara sebagai perumus,
penentu, dan penjaga nilai bagi realisasi hak reproduksi perempuan. Pada contoh kasus tersebut
merupakan bentuk kekerasan yang berbasis gender yang memiliki alasan bermacam-macam seperti
politik, keyakinan, agama, dan ideologi gender. Salah satu sumber kekerasan yang diyakini penyebab
pada kasus tersebut adalah kekerasan dari laki-laki terhadap perempuan adalah ideologi gender,
misalnya perempuan dikenal lemah lembut, emosional, cantik, dan keibuan. Sementara laki-laki
dianggap lebih kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Bentuk kekerasan ini merupakan dilanggarnya hak
reproduksi akibat perbedaan gender. Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui
proses yang sangat panjang. Perbedaan ini dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksikan
secara sosial dan budaya. Pada akhirnya perbedaan ini dianggap sebagai ketentuan Tuhan yang tidak
bisa diubah dan dianggap sebagai perempuan. Kekerasan rumah tangga dalam berbagai bentuk sering
terus berlangsung meskipun perempuan tersebut sedang mengandung. Konsekuensi paling merugikan
bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan adalah dampak terhadap kondisi kesehatan mentalnya.
Dampak ini terutama menonjol pada perempuan korban kekerasan seksual. Dalam tindak perkosaan,
misalnya, yang diserang memang tubuh perempuan. Namun, yang dihancurkan adalah seluruh jati diri
perempuan yaitu kesehatan fisik, mental psikologi, dan sosialnya. Kekerasan domestik biasanya
merupakan kejadian yang kronis dalam kehidupan rumah tangga seorang perempuan. Cedera fisik dapat
sembuh setelah diobati, tetapi cedera psikis mental (seperti insomnia, depresi, berbagai bentuk
psikosomatik sakit perut yang kronis sampai dengan keinginan bunuh diri) akan 11 | G e n d e r d a l a m
R e p r o d u k s i selalu dapat terbuka kembali setiap saat. Dampak psikologis yang paling sulit dipulihkan
adalah hilangnya kepercayaan kepada diri sendiri dan orang lain. Selain itu juga ada kecenderungan
masyarakat untuk selalu menyalahkan korbannya. Hal ini dipengaruhi oleh nilai masyarakat yang selalu
ingin tampak harmonis. Bahkan, walaupun kejadian dilaporkan, usaha untuk melindungi korban dan
menghukum para pelaku kekerasan sering mengalami kegagalan. Kondisi tersebut terjadi karena
kekerasan dalam rumah tangga, khususnya terhadap perempuan, tidak pernah dianggap sebagai
masalah pelanggaran hak asasi manusia. Padahal kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya
merupakan kejahatan terhadap individu dan masyarakat yang pelakunya seharusnya dapat dipidana,
tetapi sulit ditangani (pihak luar) karena dianggap sebagai urusan internal rumah tangga. 12 | G e n d e r
d a l a m R e p r o d u k s i BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Gender adalah suatu konsep budaya yang
berupaya untuk membuat perbedaan antara laki laki dan perempuan dalam hal peran, perilaku,
mentalitas dan karakteristik emosional. Adapun Reproduksi adalah suatu proses biologis di mana
individu organisme baru diproduksi. Reproduksi adalah cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan
oleh semua bentuk kehidupan; setiap individu organisme ada sebagai hasil dari suatu proses reproduksi
oleh pendahulunya. Cara reproduksi secara umum dibagi menjadi dua jenis: seksual dan aseksual.
Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh dan bukan
hanya tidak adanya penyakit dan kelemahan, dalam segala hal yang berhubungan dengan reproduksi
dan fungsi serta proses-prosesnya (ICDP. Cairo, 1994). Pendekatan gender dalam kesehatan mengenali
bahwa faktor sosial budaya,serta hubungan kekuasaan antar laki-laki dan perempuan, merupakan faktor
penting yang berperan dalam mendukung atau mengancam kesehatan seseorang. Hal ini dinyatakan
dengan jelas oleh WHO dalam koferensi perempuan sedunia ke IV di Bejing pada tahun 1995.
Sehubungan dengan peran gender, laki-laki tidak terlalu tertarik untuk mempelajari kesehatan seksual
dan reproduksinya. Sehingga pengetahuan mereka cenderung terbatas. Hal ini menyebabkan laki-laki
kurang berminat mencari informasi dan pengobatan terhadap penyakit, misalnya : Infeksi Menular
Seksual (IMS). B. SARAN Perlunya ada pemahaman lebih lanjut tentang keberadaan Gender serta
penempatannya. Perlunya sosialisasi tentang Gender dan Kesehatan Reproduksi terhadap masyarakat
umum yang belum tahu. Harusnya ada sanksi yang tegas atas kasus-kasus kekerasan rumah tangga
yang mengatasnamakan Gender.

Anda mungkin juga menyukai