Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Standar Praktik Kebidanan.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Standar Praktik Kebidanan ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 1
Daftar isi 2
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Tujuan Penulisan 3
1.3 Manfaat Penulisan 3
BAB II Tinjauan Teori
2.1 Definisi Bidan 4
2.2 Definisi Standar 4
2.3 Definisi Standar Praktek Kebidanan 4
2.4 Standar Praktek Kebidanan
1. Standar I (Metode Asuhan) 4
2. Standar II (Pengkajian) 4
3. Standar III (Diagnosa Kebidanan) 5
4. Standar IV (Rencana Asuhan) 5
5. Standar V (Tindakan) 5
6. Standar VI (Pertisipasi Klien) 6
7. Standar VII (Pengawasan) 6
8. Standar VIII (Evaluasi) 6
9. Standar IX (Dokumentasi) 7
BAB III Penutupan
3.1 Kesimpulan 8
3.2 Saran 8
Daftar Pustaka 9
Bab I
2
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Clinicial Practice Guidline (1990) Standar adalah keadaan ideal atau tingkat
pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai bataspenerimaan minimal..
Menurut Rowland dan Rowland (1983) Standar adalah spesifikasi dari fungsi atau tujuan
yang harus dipenuhi oleh suatu srana pelayanan kesehatan agar pemakai jasa pelayanan dapat
memeperoleh keuntungan yang maksimal dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Dalam profesi kebidanan, standar praktik kebidanan merupakan suatu acuan atau
pedoman bagi seorang bidan dalam melakukan sebuah tindakan. Namun, seringkali kita
temukan bidan yang tidak memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar praktik
kebidanan yang telah ditetapkan. Hal ini menimbulkan penurunan kualitas suatu pelayanan
yang diberikan oleh bidan. Oleh sebab itu penulis membahas mengenai standar praktik
kebidanan, sehngga calon calon tenaga bidan yang akan datang dapat bekerja sesuai dengan
standar praktik kebidanan.
Hasil penulisan makalah ini bisa dijadikan sebagai masukan yang dapat digunakan
untuk evaluasi dan sebagai tindak lanjut dalam praktik kebidanan sehingga pelayanan
yang diberikan oleh bidan sesuai dengan standar praktik yang ditetapkan.
Hasil penulisan makalah ini dapat dijadikan acuan untuk pengembangan keilmuan
dimasa yang akan datang terutama pada pelayanan kebidanan.
Penulisan makalah yang dilakukan diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman dalam praktik kebidanan yang diberikan serta dapat mengaplikasikan
ilmu yang didapat selama mengikuti perkuliah
Bab II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Bidan
Bidan adalah profesi yang diakui di seluruh dunia dalam membantu kelahiran
seseorang. Seperti yang disebutkan di atas bahwa Pengertian bidan secara internasional telah
diatur dan diakui oleh Internasional Confederation of Midwives ( ICM ) pada tahun 1972 dan
Internasional Federation of International Gynaecologist and Obstetritian ( FIGO ) pada tahun
1973, WHO dan badan lainnya. Kemudian Pada tahun 1990, dalam pertemuan dewan
Internasional yang digelar di kota Kobe, ICM menyempurnakan definisi Bidan yang
kemudian disahkan oleh FIGO ( Federation of International Gynecologist Obstetrition ) pada
tahun 1991 serta WHO tahun 1992.
Ikatan Bidan Indonesia (IBI) mendefinisikan bahwa bidan Indonesia adalah :
"seorang perempuan yang sudah lulus dari pendidikan Bidan yang diakui oleh pemerintah
dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia ( NKRI ) serta memiliki
kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi
untuk menjalankan praktik kebidanan."
International Confederation Of Midwives mendefinisikan bahwa bidan Indonesia
adalah Seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di
negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar
(register) dan atau memiliki ijin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik kebidanan."
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization,
mendefinisikan bahwa bidan Indonesia adalah "Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti
program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut,
serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi)
untuk melakukan praktik bidan."
PROF. DR. IDA BAGUS GDE MANUABA mendefinisikan bahwa bidan Indonesia adalah
"Bidan merupakan mata rantai yang sangat penting karena kedudukannya sebagai ujung
4
tombak dalam upaya meningkatkan sumber daya menusia melalui kemampuannya untuk
melakukan pengawasan, pertolongan, dan pengawasan neonatus dan pada persalinan ibu
postpartum"
2.2 Definisi Standar
Menurut Clinical Practice Guideline (1990) Standar adalah keadaan ideal atau tingkat
pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal.
Menurut Donabedian (1980) Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan
yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan. Menurut Rowland and
Rowland (1983) Standar adalah spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh
suatu sarana pelayanan kesehatan agar pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh keuntungan
yang maksimal dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
2.3 Definisi Standar Praktek Kebidanan (SPK)
Standar Praktek Kebidanan (SPK) adalah rumusan tentang penampilan atau nilai
diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan yaitu
standar pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab profesi bidan dalam sistem
pelayanan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka
mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 2001: 53).
Standar adalah ukuran atau parameter yang digunakan sebagai dasar untuk menilai
tingkat kualitas yang telah disepakati dan mampu dicapai dengan ukuran yang telah
ditetapkan. Penentuan standar profesi selalu berkaitan erat dengan situasi dan kondisi dari
tempat standar profesi itu berlaku. Sebagai tenaga kesehatan yang profesional maka bidan
dalam melakukan tugasnya wajib memenuhi standar profesi sesuai dengan apa yang
dinyatakan dalam UU No. 23/92 Tentang Kesehatan, bahwa tenaga kesehatan dalam
melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak
pasien.
Sesuai Pasal 53 UU No. 23/92 menetapkan sebagai berikut : Standar profesi adalah
pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik.
Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien seperti dokter, bidan, dan perawat dalam
melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien. Standar praktik kebidanan dibuat dan
disusun oleh organisasi profesi bidan ( PP IBI) berdasarkan kompetensi inti bidan, dimana
kompetensi ini lahir sebagai bukti bahwa bidan telah menguasai pengetahuan, keterampilan,
dan sikap minimal yang harus dimiliki bidan sebagai hasil belajar dalam pendidikan.
Karena latar belakang pendidikan kebidanan sangat bervariasi maka organisasi profesi
IBI membuat standar praktik bidan berdasarkan kompetensi inti sehingga dengan adanya
5
standar praktik kebidanan, bidan mempunyai suatu ukuran yang sama untuk semua bidan
dalam melaksanakan tugasnya walaupun latar belakang pendidikannya berbeda-beda.
Maka Standar praktik kebidanan adalah pelayanan kebidanan yang diberikan oleh
bidan yang telah terdaftar dan memperoleh surat izin praktik bidan (SIPB) dan dari
pemerintah (DIKES setempat) untuk melaksanakan praktik pelayanan kebidanan secara
mandiri, tetapi standar praktik mengacu kepada kopetensi inti (Care Competency)
1. Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai keadaan klien secara
keseluruhan
Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan pegumpulan informasi yang akurat dan lengkap dari semua
sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara
:
1.Anamnesa
Biodata
Riwayat Menstruasi
Riwayat Kesehatan
Riwayat Kehamilan, Persalinan & Nifas
Biopsikospiritual Pengetahuan Klien
2.Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital
3.Pemeriksaan Khusus
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Perkusi
4.Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Catatan terbaru dan sebelumnya
Bila klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam
manajemen kolaborasi bidan akan melakukan konsultasi Pada langkah pertama ini
dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi
klien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap.. Pada keadaan tertentu dapat
terjadi langkah pertama akan overlap dengan langkah 5 dan 6 (atau menjadi bagian dari
6
langkah-langkah tersebut) karena data yang diperlukan diambil dari hasil pemeriksaan
laboratorium atau pemeriksaan diagnostik yang lain. Kadang-kadang bidan perlu memulai
manajemen dari langkah 4 untuk mendapatkan data dasar awal yang perlu disampaikan
kepada dokter
Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat
didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penenganan. Masalah sering
berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami oleh wanita yang diidentifikasi oleh bidan
sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa.
Sebagai contoh :
Diperoleh diagnosa kemungkinan wanita hamil
Masalah : wanita tsb tidak menginginkan kehamilannya
Contoh lain :
Wanita hamil Trimester III Merasa takut terhadap persalinan dan melahirkan yang sudah
tidak dapat ditunda lagi
Perasaan takut tidak termasuk dalam kategori standart nomenklatur diagnosa kebidanan
tetapi tentu akan menciptakan suatu masalah yang membutuhkan pengkajian lebih lanjut
dan memerlukan suatu perencanaan untuk mengurangi rasa takut.
Masalah
Adalah hal-hal berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian
atau yang menyertai
Contoh perumusan masalah :
Masalah Dasar
Wanita tidak menginginkan kehamilan Wanita mengatakan belum ingin hamil
Ibu hamil trimester III merasa takut Ibu mengatakan takut menghadapi persalinan
Kebutuhan
7
Adalah hal-hal yang dibutuhkan klien dan belum teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah
yang didapatkan dengan melakukan analisa data Contoh kebutuhan :
Kebutuhan Dasar Ibu menyenangi Binatang Kebutuhan :
Penyuluhan bahaya binatang terhadap kehamilan
Pemeriksaan TORCH Ibu mengatakan sekeluarga menyayangi binatang
8
dengan kondisi klien. Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan
memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lainnya
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/atau untuk dikonsultasikan
atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Jadi
manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga
selama wanita tersebut bersama bidan, terus-menerus, misalnya pada waktu wanita tersebut dalam
persalinan.
Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan
situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu
atau anak (misalnya perdarahan kala III atau perdarahan segera setelah lahir, distosia bahu, atau
nilai APGAR yang rendah). Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukkan satu situasi yang
memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari seorang dokter,
misalnya prolaps tali pusat. Situasi lainnya bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan
konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.
Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari pre-eklampsia, kelainan panggul, adanya
penyakit jantung, diabetes atau masalah medik yang serius, bidan perlu melakukan konsultasi atau
kolaborasi dengan dokter.
Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan konsultasi atau kolaborasi
dengan dokter atau tim kesehatan lainnya seperti pekerja sosial, ahli gizi, atau seorang ahli
perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien
untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen
asuhan klien.
9
berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua
belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena
klien merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah
ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan
rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum
melaksanakannya.
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan yang menyeluruh ini harus rasional dan
benar-benar valid berdasarkan pengethuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan
asumsi tentang apa yang akan atau tidak akan dilakukan klien. Rasional berarti tidak
berdasarkan asumsi, tetapi sesuai dengan keadaan klien dan pengetahuan teori yang benar
dan memadai atau berdasarkan suatu data dasar yang lengkap, dan bisa dianggap valid
sehingga menghasilkan asuhan klien yang lengkap dan tidak berbahaya.
Langkah 7 : Evaluasi
Pada langkah terakhir ini dilakukan Evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan, apakah sudah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan. Ada kemunginan bahwa
rencana tersebut telah efektif sedang sebagian belum efektif
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaiman atelah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap
efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaanya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana
tersebut telah efektif sedang sebagian belum efektif.
Mengingat bahwa proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum, maka perlu mengulang
10
kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk
mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada
rencana asuhan tersebut.
S=
Subyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan dataklien melalui
anamnesa
sebagai langkah 1 Varney.
O=
Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil lab dan tes diagnosis lain
yang dirumuskan dalamdata fokus untuk mendukung
assessment sebagai langkah 1varney.
A=
Assessment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa daninterpretasi data subjektif dan objektif dalam
suatu identifikasi: 1.Diagnosa/masalah 2. Antisipasi diagnosa / masalah potensial
Perlunya tindakan segera oleh Bidan atau Dokter, konsultasiatau kolaborasi atau rujukan sebagai
langkah 2, 3 dan 4 varney.
P=
Planning
Merencankan menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan, tindakan dan evaluasi
11
b. Format manajemen kebidanan terdiri dari : format pengumpulan data, rencana format
pengawasan resume dan tindak lanjut catatan kegiatan dan evaluasi.
2. Standar II : Pengkajian
engumpulan data tentang status kesehatan kilen dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat
dan dianalisis. Pada masing masing metode baik Varney maupun SOAP mempunyai langkah langkah yang berbeda.
Pada metode Varney, pengumpulan data ini dinamakan Pengumpulan data dasar. Pada langkah awal
ini dikumpulkan semua informasi data yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan
dengan klien untuk memperoleh data dilakukan dengan cara anamnesis, dan pemeriksaan fisik.
Pada metode SOAP, pengumpulan data ini dinamakan S yaitu : Subjek
Menggambarkan pendokumentasia hanya pengumpulan data klien melalui anamnesis.
Tanda gejala subjektif yang diperoleh dari hasil bertanya dari pasien, suami atau keluarga (identitas umum, keluhan riwayat
menaeche, riwayat perkawinan, riwayat kehamilan, riwayat persalinan, riwayat KB, penyakit, riwayat penyakit keluarga,
riwayat penyakitt keturunan, riwayat psikososial, pola hidup.
Catatn ini berhubungan dengan masalah sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya
dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang berhubungan dengan diagnose. Pada orang yang bisu, dibagian data
dibelakang S diberi tanda O atau X ini menandakan orang itu bisu. Data subjektif menguatkan diagnose yang akan
dibuat.
Pengumpulan data tentang status kesehatan kilen dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Definisi Operasional :
a. Ada format pengumpulan data
b. Pengumpulan data dilakukan secara sistematis terfokus yang meliputi data :
Demografi identitas klien
Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat kesehatan reproduksi
Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi
Analisis data
c. Data dikumpulkan dari :
Klien/pasien, keluarga dan sumber lain
12
Tenaga kesehatan
Individu dalam lingkungan terdekat
d. Data diperoleh dengan cara :
Wawancara
Observasi
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
3.Standar III : Diagnosa kebidanan
engumpulan data tentang status kesehatan kilen dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat
dan dianalisis. Pada masing masing metode baik Varney maupun SOAP mempunyai langkah langkah yang berbeda.
Pada metode Varney, pengumpulan data ini dinamakan Pengumpulan data dasar. Pada langkah awal
ini dikumpulkan semua informasi data yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan
dengan klien untuk memperoleh data dilakukan dengan cara anamnesis, dan pemeriksaan fisik.
Pada metode SOAP, pengumpulan data ini dinamakan S yaitu : Subjek
Menggambarkan pendokumentasia hanya pengumpulan data klien melalui anamnesis.
Tanda gejala subjektif yang diperoleh dari hasil bertanya dari pasien, suami atau keluarga (identitas umum, keluhan riwayat
menaeche, riwayat perkawinan, riwayat kehamilan, riwayat persalinan, riwayat KB, penyakit, riwayat penyakit keluarga,
riwayat penyakitt keturunan, riwayat psikososial, pola hidup.
Catatn ini berhubungan dengan masalah sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya
dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang berhubungan dengan diagnose. Pada orang yang bisu, dibagian data
dibelakang S diberi tanda O atau X ini menandakan orang itu bisu. Data subjektif menguatkan diagnose yang akan
dibuat.
13
b. Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas, sistematis mengarah pada asuhan
kebidanan yang diperlukan oleh klien
4. Standar IV : Rencana asuhan
Rencana Asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan. Pada metode Varney rencana asuhan
dinamakan Mengidentifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera
Mencerminkan sifat kesinambungan proses penatalaksanaan yang tidak hanya dilakukan
selama perawatan primer atau kunjungan prenatal periodik, tetapi juga saat bidan melakukan
perawatan berkelanjutan bagi wanita tersebut. Data baru yang diperoleh terus dikaji dan kemudian
dievaluasi. Beberapa mengindikasikan sebuah situasi kegawatdaruratan yang mengharuskan bidan
mengambil tindakan secara cepat untuk mempertahankan nyawa ibu dan bayinya. (Suryani, 2008; h.
99)
Merencanakan asuhan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyuluh ditentukan oleh langkah sebelumnya.
Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen kebudanan terhadap diiagnosa atau masalah yang telah
diidentifikasikan atau di antisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dilengkapi
(Suryani, 2008; h. 99).
Sedangkan pada metode SOAP ini disebut P : Planning yaitu perencanaan. Pada langkah
perencanaan, didokumentasikan perencanaan tindakan asuhan dan hasil evaluasi dari perencanaan
asuhan.
14
segera bisa juga berupa observasi/pemeriksaan. Beberapa data mungkin mengidentifikasikan situasi yang gawat
dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak (misalnya
menghentikan perdarahan kala III, atau mengatasi distosia bahu pada kala II). Pada tahap ini mungkin juga klien
memerlukan tindakan dari seorang dokter, misalnya terjadi prolaps tali pusat, sehingga perlu tindakan rujukan
dengan segera.
Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari pre-eklamsi, kelainan panggul, adanya penyakit jantung,
diabetes atau masalah medik yang serius, maka bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan
dokter. Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan
dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli gizi. Dalam hal ini bidan harus mampu mengevaluasi
kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang tepat dalam
penatalaksanaan asuhan klien.
Pada penjelasan diatas menunjukan bahwa dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah /
kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk
mengantisipasi diagnosa / masalah potensial pada step sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan
emergency / segera yang harus dirumuskan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Dalam rumusan ini tindakan
segera meliputi tindakan yang dilakukan secara mandiri kolaborasi atau rujukan.
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien dan
dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.
Definisi Operasional :
a. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi
b. Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan evaluasi
c. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien
d. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau
tugas kolaborasi
e. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode etik kebidanan etika kebidanan
serta mempertimbangkan hak klien aman dan nyaman
f. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia.
15
komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi klien adalah tetap
bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana bersama yang menyeluruh tersebut.
Penatalaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan
klien. Kaji ulang apakah semua rencana asuhan telah dilaksanakan.
Monitor / pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan
untuk mengetahui perkembangan klien.
Definisi Operasional :
a. Adanya format pengawasan klien
b. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus sitematis untuk mengetahui keadaan
perkembangan klien
c. Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat pada catatan yang telah disediakan
16
proses penatalaksanaan ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan maka perlu mengulang kembali
dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui pengkajian ulang (memeriksa kondisi klien). Proses avaluasi ini
dilaksanakan untuk menilai mengapa proses penatalaksanaan efektif/tidak efektif serta melakukan penyesuaian
pada rencana asuhan tersebut.
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindakan
kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.
Difinisi Operasional :
a. Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakan tindakan kebidanan kepada klien sesuai dengan
standar ukuran yang telah ditetapkan
b. Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang telah dirumuskan
c. Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan
9. Standar IX : Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang diberikan. Ada dua model
pendokumentasian, yaitu metode Varney dan metode SOAP.
Penatalaksanaan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metoda
untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan,
keterampilan dan rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus
pada klien (Varney, 1997).
Dokumentasi asuhan pada ibu hamil adalah keterangan tertulis dari seluruh proses asuhan yang diberikan kepada ibu hamil,
mulai dari pengkajian data subjektif dan objektif, rumusan diagnosis, rencana dan pelaksanaan tindakan serta hasil
evaluasinya (Mandriwati, 2008)
Definisi Operasional :
a. Dokumentasi dilaksanakan untuk disetiap langkah manajemen kebidanan
b. Dokumentasi dilaksanakan secara jujur sistimatis jelas dan ada yang bertanggung jawab
c. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan
1. UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10
antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan
kesanggupan hukum.
17
2. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan penjabaran dari UU No.
9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga
sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga
bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah,
termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan
dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah
dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan
langsung. UU ini boleh dikatakan sudah usang karena hanya mengkalasifikasikan tenaga
kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur
landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga
belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan perawat
ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena
harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.
3. UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat (3)
dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib menjalankan
wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja
pada pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai
pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan
terhadapnyaUU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam
mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut
sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen calon peserta wajib kerja, apa sangsinya bila
seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan lain-lain. Yang perlu diperhatikan bahwa dalam
UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan
akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih
jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.
4. SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979 Membedakan paramedis menjadi dua golongan
yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek
hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga
termasuk katagori tenaga keperawatan.
Klien sebagai penerima jasa kesehatan mempunyai hubungan timbal balik dengan
tenaga kesehatan yang dalam hal ini adalah pemberi jasa. Hubungan timbale balik ini
mempunyai dasar hokum yang merupakan peraturan pemerintah. Klien sebagai penerima jasa
kesehatan dan tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa sama-sama mempunyai hak dan
kewajiban
Bidan berhak mendapat perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya
Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap timgkat jenjang
pelayanan kesehatan
Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien dan keluarga yang bertentangan dengan
peraturan perundangan, dank ode etik profesi.
Bidan berhak atas privasi/kerahasiaan dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik
oleh pasien, keluarga maupun profesi lain.
Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun
pelatihan.
Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang
sesuai
b.Kewajiban bidan
Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hokum antara bidan
tersebut dengan rumah sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana ia bekerja.
Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan standar profesi dengan
menghormati hak-hak pasien.
Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai kemampuan
dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien.
Bidan wajib member kesempatan kepada pasien untuk didampingi suami atau keluarga.
Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah sesuai dengan
keyakinannya.
Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien.
Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang akan dilakukan serta
resiko yang mungkin dapat timbul.
Bidan wajib meminta persetujuan tertulis atas tindakan yang akan dilakukan
Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait secara timbal balik
dalam memberikan asuhan kebidanan.
Hubungan Standar Praktek Kebidanan Dengan Hukum dan Perundang-
undangan
Bidan merupakan suatu profesi yang selalu mempunyai ukuran atau standar
profesi.Standar profesi bidan yang terbaru adalah diatur dalam PERMENKES RI No.
HK.02.02/MENKES/149/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan.
1. Lingkup Praktek KebidananLingkup prakek kebidanan yang digunakan meliputi asuhan
mandiri/ otonomi pada anak-anak perem, remaja putri dan wanita desa sebelum, selama
kehamilan dan selanjutnya.
Hal ini berarti bidan memberikan pengawasan yang diperlukan asuhan serta nasehat bagi
wanita selama masa hamil, bersalin dan nifas.
1. Standar Praktek Kebidanan
Standar I : Metode asuhan.
Metode asuhan Meliputi :Pengumpulan data, penentuan diagnosa perencanan, pelaksanaan,
evaluasi dan dokumentasi.
Standar II : Pengkajian Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan.
Standar III : Diagnosa Kebidanan Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis
data yang telah dikumpulkan
21
Bab III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bidan yang merupakan salah satu profesi yang profesional tentunya memiliki syarat-
syarat dan standar dalam menjalankan tindakan profesinya, salah satunya adalah standar
praktek kebidanan yang terdiri dari sembilan standar yaitu, Standar I: Metode Asuhan,
Standar II: Pengkajian, Standar III: diagnosa kebidanan, Standar IV: Rencana Asuhan, Standar
V: Tindakan, Standar VI: Partisipasi Klien, Standar VII: Pengawasan, Standar VIII: Evaluasi,
& Standar IX: Dokumentasi.
3.2 Saran
Bagi para bidan maupun mahasiswi calon bidan, hendaknya memahami dan
melaksanakan pelayanan sesuai standar praktek kebidanan yang telah di tentukan dengan
tetap berpedoman pada hati nurani, Pancasila dan Undang-undang yang berlaku, agar
pelayanan ataupun praktek kebidanan dapat berjalan baik dan menghasilkan bidan yang
benar-benar professional.
22
DAFTAR PUSTAKA
http://aliciarischa.blogspot.co.id/2014/05/makalah-standar-praktik-bidan-beserta_24.html
Sofyan, Mustika. 2001. 50 Tahun Ikatan Bidan Indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat IBI
23
24