Anda di halaman 1dari 37

Bagian Ilmu Kedokteran Desember 2015

Keluarga dan Komunitas


Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo

LAPORAN KUNJUNGAN RUMAH PASIEN


DIARE AKUT

Oleh:
Andi Muh Hidayat, S.Ked
K1A1 10 002

Pembimbing:
dr.Hj Syamsiah Pawennai, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA DAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2015
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Andi Muh Hidayat, S.Ked (K1 A2 10 002)
Judul Laporan : Laporan Kunjungan Rumah Kasus Diare Akut

Telah menyelesaikan tugas laporan dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran,
Universitas Halu Oleo.

Kendari, Desember 2015

Mengetahui:

Penulis, Pembimbing,

Andi Muh Hidayat, S.Ked dr. Hj. Syamsiah Pawennai, M.Kes

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diare merupakan keluhan yang sering ditemukan pada dewasa. Diperkirakan
pada orang dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau gastroenteritis akut
sebanyak 99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, diperkirakan 8.000.000 pasien berobat
ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di rumah sakit tiap tahun (1,5%
merupakan pasien dewasa) yang disebabkan karena diare atau gastroenteritis. Masih di
USA, keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang
praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare
akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang
berobat ke rumah sakit (Hendarwanto, 1996). Frekuensi kejadian diare pada negara-
negara berkembang termasuk Indonesia lebih banyak 2-3 kali dibandingkan negara
maju. (Sudoyo,2009)
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2001, diare
menduduki peringkat pertama penyebab kematian anak dengan persentase sebesar 35%
atau sekitar 4 miliar kasus diare akut/tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun
(Soewondo ES, 2002). Di Indonesia sendiri dapat ditemukan sekitar 60 juta penderita
diare setiap tahunnya dimana 70-80% dari penderitanya adalah anak dibawah lima
tahun dengan masih tingginya angka kesakitan yang dilaporkan, yaitu 23,35 per 1000
penduduk pada tahun 1998 meningkat menjadi 26,13 per 1000 penduduk pada tahun
1999. (Profil Kesehatan Indonesia, 2002)
Pada tahun 2008 dilaporkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare di 15
provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 8.443 orang, jumlah kematian sebanyak 209
orang atau Case Fatality Rate (CFR) sebanyak 2,48%. Hal tersebut utamanya
disebabkan oleh rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi yang buruk dan perilaku
hidup tidak bersih. (Profil Kesehatan Indonesia, 2008)
Berdasarkan data sepuluh penyakit terbanyak di Puskesmas Abeli sepanjang
tahun 2012, kasus diare menduduki peringkat kedelapan dengan jumlah pasien
sebanyak 1203 kasus, diikuti kecelakaan rudapaksa sebanyak 628 kasus. Sedangkan
data jumlah pasien rawat inap di Puskesmas Abeli sepanjang tahun 2011, kasus diare

3
menduduki peringkat pertama jumlah pasien rawat inap sebanyak 181 kasus, diikuti
tifoid 171 kasus, lalu kasus demam tanpa sebab yang jelas yaitu 96 kasus. Berikut ini,
tabel yang menunjukkan jumlah kasus rawat inap selama 1 tahun di Puskesmas Abeli

Tabel 1.1. Sepuluh Penyakit Terbanyak 2013 (Semua Umur)


No Sepuluh Penyakit Terbanyak 2013 Jumlah
1. ISPA 8159
2. Penyakit otot dan jaringan sendi 5408
3. Gastritis 3959
4. Demam sebab lain 3203
5. Penyakit Kulit Infeksi 2246
6. Hipertensi 2120
7. Asma 2107
8. Diare 1907
9. Bronkitis 1933
10. Kecelakaan dan Rudapaksa 1242
Sumber: Data rekapan P2M puskesmas Abeli

Tabel 1.2. Sepuluh Penyakit Terbanyak 2014 (rawat inap)


No Sepuluh Penyakit Terbanyak 2014 Jumlah
1. Diare 181
2. Tifoid 171
3. Demam karena sebab 96
4. Gastritis 67
5. Disentri 61
6. ISK 41
7. Pneumonia 40
8. Hipertensi 37
9. Asma 36
10. TB paru 20
Sumber: Data rekapan P2M puskesmas Abeli

Tabel 1.3. Sepuluh Penyakit Terbanyak 2014 (Semua Umur)


No Sepuluh Penyakit Terbanyak 2014 Jumlah
1. ISPA 5435
2. Penyakit otot dan jaringan sendi 3823
3. Gastritis 2787
4. Demam sebab lain 2155
5. Kecelakaan dan Rudapaksa 1774

4
6. Hipertensi 1642
7. Penyakit Kulit Infeksi 1432
8. Diare 1279
9. Asma 978
10. Penyakit Lain 910
Sumber : Data rekapan P2M Puskesmas Abeli

Tabel 1.4. Sepuluh Penyakit Terbanyak 2015 (Semua Umur)


No Sepuluh Penyakit Terbanyak 2015 Jumlah
1. ISPA 7589
2. Gastritis 3170
3. Penyakit otot dan jaringan sendi 3027
4. Hipertensi 2521
5. Penyakit Kulit Infeksi 1794
6. Asma 1673
7. Demam sebab lain 1494
8. Penyakit Kulit Alergi 1227
9. Diare 1203
10. Kecelakaan rudapaksa 628
Sumber: Data rekapan UGD puskesmas Abeli

Berdasarkan data di atas, jumlah penderita diare tahun 2015 menurun


dibandingkan tahun 2014 dan 2013 dari 1903, menjadi 1279 terakhir 1203. Data ini
didapat dari semua angka kejadian diare yang diolah menjadi sepuluh peringkat
tertinggi penyakit di puskesmas Abeli. Data ini dikumpulkan dari semua pustu, puskel,
balai pengobatan, UGD, rawat inap, dan polindes tanpa memperhatikan usia apakah
masuk dalam kategori dewasa atau anak-anak. Penurunan angka yang didapat dianalisis
dari faktor lingkungan, perilaku, dan fasilitas kesehatan yang didapat. Lingkungan
tempat tinggal sudah mulai diperhatkan, walaupun tidak semua dapat mengaplikasikan
kesehatan lingkungan secara menyeluruh. Fasilitas kesehatan juga sudah dapat
memberikan oralit dan zinc yang menunjang angka penyembuhan diare. Untuk perilaku,
data pencapaian PHBS dari target 58% didapat 33,17% dimana hal ini masih belum
optimal. Akan tetapi, penurunan ini akan tetap diusahakan setiap tahunnya.
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab kematian
secara total, penyakit berbasis lingkungan menyumbangkan sekitar 33% atau sepertiga
dari total kematian seluruh kelompok umur. Hal ini dapat disebabkan oleh

5
ketidakmampuan dan ketidaktahuan masyarakat dalam memelihara kesehatan
lingkungan. Masalah kesehatan lingkungan misalnya pembuangan kotoran (tinja),
pembuangan sampah, pembuangan air limbah, penyediaan air bersih berpengaruh
terhadap kesehatan terutama tingginya penyakit infeksi saluran pencernaan khususnya
penyakit diare. Faktor lingkungan yang berupa penyediaan air bersih dan jamban
keluarga yang tidak memenuhi syarat kesehatan secara perilaku manusia akan
mempermudah terjadinya penularan penyakit. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa
suatu komunitas yang memiliki penyediaan air bersih, melakukan pola hidup bersih, dan
memiliki sarana sanitasi maka derajat kesehatannya akan meningkat pula.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit ini diantaranya
tingkat pengetahuan, sikap, perilaku, kualitas air yang dikonsumsi serta fasilitas sanitasi
yang memenuhi syarat khususnya buang air besar, berbagai upaya telah dilakukan untuk
menurunkan angka kejadian diare dengan usaha pencegahan dan pemberantasan seperti
kaporitasi, penyuluhan serta PHBS melalui sumber daya masyarakat namun upaya itu
belum dapat menghasilkan yang optimal. (Depkes RI, 2000)

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Diare

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari
200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air
besar encer lebih dari tiga kali perhari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa
disertai lendir dan darah.
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut
World Gastroenterology Organisation global guideline 2005, diare akut didefinisikan
sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal,
berlangsung kurang dari 14 hari. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari
15 hari.
Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi. Sedangkan diare non infeksi bila
tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus tersebut. Diare organik adalah bila
ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal atau toksikologik. Diare
fungsional bila tidak dapat ditemukan penyebab organik (Sudoyo,2009).

B. Epidemiologi Penyakit Diare

Di Indonesia pada tahun 70 sampai 80-an, prevalensi penyakit diare sekitar 200-
400 per 1000 penduduk per tahun. Angka Case Fatality Rate (CFR) menurun dari tahun
ke tahun, pada tahun 1975 CFR sebesar 40-50%, tahun 1980-an CFR sebesar 24%.
Berdasarkan hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT), tahun 1986 CFR sebesar
15%, tahun 1990 CFR sebesar 12%, dan diharapkan pada tahun 1999 akan menurun
menjadi 9%. Angka kesakitan dan kematian akibat diare mengalami penurunan dari
tahun ke tahun. (Widoyono, 2008).

7
Tabel 2.1 Angka Kesakitan dan Kematian Akibat Diare (Semua Umur) Tahun 1990-
1999
Angka kesakitan per 1000
Tahun CFR (%)
penduduk
1990 29,79 0,024
1991 25,64 0,027
1992 25,41 0,017
1993 28,77 0,015
1994 26,64 0,019
1995 24,26 0,021
1996 23,57 0,019
1997 26,20 0,012
1998 25,30 0,009
1999 26,13 0,006
Sumber: Widoyono, 2008
Tabel 2.1 menggambarkan penurunan angka kesakitan diare dari 29,79 per 1000
penduduk pada tahun 1990 mencapai angka terendah 23,57 per 1000 penduduk pada
tahun 1996, tetapi meningkat lagi menjadi 26,13 per 1000 penduduk pada tahun 1999.
Demikian pula dengan angka kematian, terjadi penurunan dari 0,024% pada tahun 1990
menjadi 0,006% pada tahun 1999. Angka ini relatif lebih rendah dibandingkan angka
hasil SKRT karena sistem pencatatan dan pelaporan yang masih lemah. (Widoyono,
2008)
Masih seringnya terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) diare
menyebabkan pemberantasannya menjadi suatu hal yang sangat penting. Di Indonesia,
KLB diare masih terus terjadi hampir di setiap musim sepanjang tahun. Data KLB diare
dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 2.2 Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare di Indonesia Tahun 1996-2000
Tahun Penderita Meninggal CFR (%)
1996 6139 161 2,62
1997 17890 184 1,08
1998 11818 275 2,33
1999 5159 76 1,47
2000 5680 109 1,92
Sumber: Widoyono 2008
KLB diare menyerang hampir semua propinsi di Indonesia. Angka kematian
yang jauh lebih tinggi daripada kejadian kasus diare biasa membuat perhatian para ahli
kesehatan masyarakat tercurah pada penanggulangan KLB diare secara tepat.
(Widoyono, 2008)

8
Berdasarkan data yang didapatkan dari Puskesmas Abeli, pada tahun 2011 diare
merupakan penyakit dengan urutan kedelapan dari sepuluh penyakit terbanyak.
Tabel 2.3 Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Abeli Tahun 2015
No Nama Penyakit (semua umur) Jumlah
1. ISPA 7589
2. Gastritis 3170
3. Penyakit otot dan jaringan sendi 3027
4. Hipertensi 2521
5. Penyakit Kulit Infeksi 1794
6. Asma 1673
7. Demam sebab lain 1494
8. Penyakit Kulit Alergi 1227
9. Diare 1203
10. Kecelakaan rudapaksa 628
Sumber: Data rekapan UGD puskesmas Abeli

C. Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan: 1. Lama waktu diare: akut atao kronik,
2. Mekanisme patofisiologi: osmotik atau sekretorik dll, 3. Berat ringan diare: kecil atau
besar, 4. Penyebab infeksi atau tidak: infeksi atau non-infeksi dan 5. Penyebab organik
atau tidak: organik atau fungsional. (Sudoyo,2009)

D. Etiologi dan Faktor Risiko


Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit,
virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain. (Sudoyo,2009)
Faktor-faktor penyebab diare :
1. Faktor Infeksi
Infeksi merupakan penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri, virus maupun
parasit. Penyebab lain timbulnya diare akut adalah toksin dan obat, nutrisi enteral
yang diikuti puasa yang lama, kemoterapi,impaksi fekal (overflow diarrhea) atau
berbagai kondisi lain. Dari penelitian pada tahun1993-1994 terhadap 123 pasien
dewasa yang menderita diare akut, penyebab terbanyak hasil infeksi bakteri E.coli
(38.29%), V.cholerae Ogawa (18.29%), Aeromonas. Sp (14.29%) (Mansjoer,2001).

9
Diare oleh sebab infeksi Diare oleh sebab non-infeksi

1. Bakteri 1.Defek Anatomi


Shigela, Salmonella, E.colli, Vibrio Short Bowel Syndrome
cholera, Staphylococcus aureus, Penyakit Hirchsprung
Campilobacter aeromonas 2. Malabsorbsi
2. Virus Defisiensi disakaridase
Rotavirus, Norwalk, Norwalk like Cholestasis
agent, Adenovirus 3.Alergi
3. Parasit Alergi susu sapi
Protozoa : Entamoeba histolytica, 4.Keracunan makanan
Giardia lamblia, Balantidium coli, Logam berat
Cacing : Ascaris, Trichiuris trichiura Mushroom
Jamur : Candida 5.Vitamin C terlalu tinggi
6. fruktosa berlebih

2. Faktor Umur
3. Faktor Status Gizi
4. Faktor Lingkungan sanitasi dasar, sarana air bersih, limbah dan sampah, serta
jamban keluarga
5. Faktor Susunan Makan yang mempengaruhi angka kejadian diare adalah adanya
antigen, osmolaritas terhadap cairan, malabsorpsi, dan mekanik.
Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak
langsung melalui lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger).
Faktor risiko terjadinya diare adalah:
1. Faktor perilaku

2. Faktor lingkungan
Faktor perilaku antara lain:
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan Makanan
Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman

b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare


karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu

c. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum memberi


ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB anak

10
d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis
Faktor lingkungan antara lain:
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan Mandi Cuci
Kakus (MCK)

b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk


Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita yang
dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang gizi/malnutrisi
terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak
(Depkes RI, 2011).

Gambar 2.1 Peta konsep etiologi diare dari segi IKM

Menurut Mansjoer (2001), diare akibat infeksi ditularkan secara fekal oral. Hal
ini disebabkan makanan atau minuman yang masuk terkontaminasi tinja ditambah
ekskresi yang buruk, makanan yang tidak matang bahkan disajikan tanpa dimasak.
Penularannya adalah melalui transmisi orang ke orang melalui aerosolisasi, tangan yang
terkontaminasi (Clostridium difficile), atau melalui aktifitas seksual.
Faktor penyebab yang mempengaruhi patogenesis antara lain penetrasi yang
merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi
cairan di usus serta daya lekat kuman. Kuman tersebut membentuk koloni yang dapat
menginduksi diare. Patogenesis diare yang disebabkan karena infeksi bakteri terbagi
dua, yaitu :

11
1. Bakteri noninvasif (enterotoksigenik)
Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada usus halus namun tidak merusak
mukosa. Bakteri yang termasuk golongan ini adalah V. cholera, Enterotoksigenik
E.coli, C.perfingers, S.aureus, dan vibrio-nonaglutinabel. Secara klinis, diare berupa
cairan dan meninggalkan dubur seara deras dan banyak. Keadaan seperti ini disebut
diare sekretorik isotonik voluminal.
2. Bakteri enteroinvasif
Diare yang menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi dan
bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lender dan darah. Bakteri
yang termasuk golongan ini adalah enteroinvasive E.coli, S.paratyphi B,S.
typhimurium, S.enteriditis, S. choleraesuis, Shigela, Yersinia dan C.perfingers Tipe
C (Sudoyo,2009).
Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan
bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme berikut
ini:
1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila
seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari
sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada
saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak
tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air
dari tempat penyimpanan.
2. Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau bakteri
dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian
binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke
orang yang yang memakannya.
3. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko diare adalah:
a. Pada usia 4 bulan bayi sudah tidak diberi ASI ekslusif lagi. (ASI ekslusif adalah
pemberian ASI saja sewaktu bayi berusia 0-4 bulan). Hal ini akan meningkatkan
risiko kesakitan dan kematian karena diare, karena ASI banyak mengandung zat-
zat kekebalan terhadap infeksi.

12
b. Memberikan susu formula dalam botol kepada bayi. Pemakaian botol akan
meningkatkan risiko pencemaran kuman, dan susu akan terkontaminasi oleh
kuman dari botol. Kuman akan cepat berkembang bila susu tidak segera diminum.
c. Menyimpan makanan pada suhu kamar. Kondisi tersebut akan menyebabkan
permukaan makanan mengalami kontak dengan peralatan makanan yang
merupakan media yang sangat baik bagi perkembangan mikroba.
d. Tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan, atau sesudah buang air besar
(BAB) akan memungkinkan kontaminasi langsung (Widoyono, 2008).

E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
1)Anamnesis
Keluhan diare biasanya berlangsung kurang dari 15 hari. Pasien dengan diare
akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen, demam
dan tinja yang sering, bisa air, malabsortif, atau berdarah tergantung bakteri patogen
yang spesifik. Pasien yang memakan toksin atau pasien yang mengalami infeksi
toksigenik secara khas mengalami nausea dan muntah sebagai gejala prominen
bersamaan dengan diare air tetapi jarang mengalami demam. Muntah yang mulai
beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan
karena toksin yang dihasilkan.
2)Pemeriksaan Fisik
Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam
menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare. Status volume dinilai
dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi, temperatur
tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal yang
penting. Adanya kualitas bunyi usus dan adanya atau tidak adanya distensi abdomen
dan nyeri tekan merupakan clue bagi penentuan etiologi.
3)Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare
berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tersebut antara lain pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin,

13
hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum, ureum, dan kreatinin,
pemeriksaan tinja dan pemeriksaan Enzym-linked immunosorbent assay (ELISA)
mendeteksi giardiasis dan test serologic amebiasis dan foto x-ray abdomen.
(Sudoyo,2009)

F. Penatalaksanaan Diare
1)Rehidrasi
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang
adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan
rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat
minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang
membahayakan jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium
klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter
air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah
disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada,
cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan sendok teh garam,
sendok teh baking soda, dan 2 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1
cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan
tersebut sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intra
vena diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus
diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi
harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan
urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi
oral sesegera mungkin. (Khalid, 2004)
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar
dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara :
BJ plasma, dengan memakai rumus :
Kebutuhan cairan = BJ Plasma 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml
0,001
Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB

14
- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor (tabel 1)
Tabel 1. Skor Daldiyono
- rasa haus/muntah (1)
- Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg (1)
- Tekanan darah sistolik < 60 mmHg (2)
- Frekwensi Nadi> 120 x/menit (1)
- kesadaran apatis (1)
- Kesadaran somnolen, sopor atau koma (2)
- Frekwensi nafas > 30 x/menit (1)
- Facies cholerica (2)
-Voxcholerica (2)
- Turgor kulit menurun (1)
- Washers womans hand (1)
- Ekstremitas dingin (1)
-Sianosis (2)
- Umur 50-60 tahun (-1)
- Umur> 60 tahun (-2)
Kebutuhan cairan = Skor X 10% X KgBB X 1 liter
15
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral
(sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama 3 disertai syok
diberikan cairan per intravena. (Sudoyo,2009)
2)Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.
Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi
seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan
kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada
pelancong, dan pasien immunocompromised. Obat pilihan yaitu kuinolon (missal
siprofloksasin 500 mg 2 x/hari selama 5-7 hari). Obat ini baik terhadap bakteri pathogen
invasif termasuk Campylobacter, Shigella, Salmonella, Yersinia, dan Aeromonas

15
species. Sebagai alternatif yaitu kotrimoksazol. Metronidazol 250 mg 3 x/hari selama 7
hari diberikan bagi yang dicurigai giardiasis. (Sudoyo,2009)
3)Obat Antidiare
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala:
a. Yang paling efektif yaitu derivat opioid misal loperamide, difenoksilat-atropin dan
tinktur opium.
b. Obat yang mengeraskan tinja: atapulgite 4 x 2 tab/hari, smectite 3 x 1 saset diberikan
tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti.
c. Obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrasec 3 x 1 tab/hari (Sudoyo,2009)
4)Diet
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien
dianjurkan justru minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan
mudah dicerna seperti pisang, nasi, kripik dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena
adanya defisiensi laktase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri.
Minuman berkafein dan alkohol harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas
dan sekresi usus. (Sudoyo,2009)

G. Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi terjadinya Diare


1)Sumber air minum
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh manusia sebagian
besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat badan terdiri dari air,
untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air
sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Di
Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-
60 liter per hari. Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah
kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum dan masak air harus
mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi
manusia (Notoatmodjo, 2003).
Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah
pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare
ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke
dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-

16
jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar
(Depkes RI, 2000). Abdullah (1987) menyimpulkan bahwa penduduk disuatu daerah
yang tidak menggunakan air bersih, akan memiliki kecenderungan menderita penyakit
diare. Hal ini sejalan dengan penelitian Munir (1983) yang menyatakan bahwa
penyediaan air bersih dapat menurunkan risiko diare. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa keluarga yang memanfaatkan air bersih dari sumber yang memenuhi syarat
kesehatan angka kejadian diarenya lebih sedikit bila dibandingkan dengan keluarga
yang memanfaatkan air dari sumber yang tidak memenuhi syarat kesehatan (Kusnindar,
1994).
Menurut Depkes RI (2000), hal - hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan
air bersih adalah:
1. Mengambil air dari sumber air yang bersih.
2. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta
menggunakan gayung khusus untuk mengambil air.
3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak, dan
sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum dengan sumber pengotoran
seperti septiktank, tempat pembuangan sampah dan air limbah harus lebih dari 10
meter.
4. Mengunakan air yang direbus.
5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup.

2)Jenis tempat pembuangan tinja


Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.
Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran
penyakit tertentu yang penulurannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Menurut
Notoatmodjo (2003), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan
adalah :
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya,
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya,
3. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya,
4. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat lalat bertelur atau
perkembangbiakan vektor penyakit lainnya,

17
5. Tidak menimbulkan bau,
6. Pembuatannya murah, dan
7. Mudah digunakan dan dipelihara.

3)Pembuangan sampah
Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang
berasal dari rumah tangga atau hasil proses industri. Jenis-jenis sampah antara lain,
yakni sampah anorganik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk,
misalnya: logam/besi, pecahan gelas, plastik. Sampah organik, adalah sampah yang
pada umumnya dapat membusuk, misalnya : sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan.
Cara pengolahan sampah antara lain sebagai berikut: (Notoatmodjo, 2003).
1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah.
Pengumpulan sampah diperlukan tempat sampah yang terbuat dari bahan yang
mudah dibersihkan, tidak mudah rusak, harus tertutup rapat, ditempatkan di luar
rumah. Pengangkutan dilakukan oleh dinas pengelola sampah ke tempat pembuangan
akhir (TPA)
2. Pemusnahan dan pengelolaan sampah
Dilakukan dengan berbagai cara yakni, ditanam (Landfill), dibakar (Inceneration),
dijadikan pupuk (Composting)

4)Perumahan
Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan higiene
dan sanitasi lingkungan. Adapun syarat-syarat rumah yang sehat ditinjau dari ventilasi,
cahaya, luas bangunan rumah, Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat sebagai berikut :
(Notoatmodjo, 2003).
1. Ventilasi
Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut
tetap segar dan untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama
bakteri patogen.. Luas ventilasi kurang lebih 15-20 % dari luas lantai rumah
2. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, kurangnya cahaya yang masuk
ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga

18
merupakan media atau tempat baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit.
Penerangan yang cukup baik siang maupun malam 100-200 lux.
3. Luas bangunan rumah
Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3 m2 untuk
tiap orang. Jika luas bangunan tidak sebanding dengan jumlah penghuni maka
menyebabkan kurangnya konsumsi O2, sehingga jika salah satu penghuni menderita
penyakit infeksi maka akan mempermudah penularan kepada anggota keluarga lain.
4. Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat
Rumah yang sehat harus memiliki fasilitas seperti penyediaan air bersih yang cukup,
pembuangan tinja, pembuangan sampah, pembuangan air limbah, fasilitas dapur,
ruang berkumpul keluarga, gudang, kandang ternak

5)Air limbah
Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri
dan pada umumnya mengandung bahan atau zat yang membahayakan. Sesuai dengan
zat yang terkandung di dalam air limbah, maka limbah yang tidak diolah terlebih dahulu
akan menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain
limbah sebagai media penyebaran berbagai penyakit terutama kolera, diare, typus,
media berkembangbiaknya mikroorganisme patogen, tempat berkembangbiaknya
nyamuk, menimbulkan bau yang tidak enak serta pemandangan yang tidak sedap,
sebagai sumber pencemaran air permukaan tanah dan lingkungan hidup lainnya,
mengurangi produktivitas manusia, karena bekerja tidak nyaman (Notoatmodjo, 2003).
Usaha untuk mencegah atau mengurangi akibat buruk tersebut diperlukan
kondisi, persyaratan dan upaya sehingga air limbah tersebut tidak mengkontaminasi
sumber air minum, tidak mencemari permukaan tanah, tidak mencemari air mandi, air
sungai, tidak dihinggapi serangga, tikus dan tidak menjadi tempat berkembangbiaknya
bibit penyakit dan vektor, tidak terbuka kena udara luar sehingga baunya tidak
mengganggu (Notoatmodjo, 2003).

H. Pencegahan
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat
dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan

19
setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia
harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran
manusia. (Khalid,2004)
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan
perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau
air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan
tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air,
harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau
atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air. (Khalid,2004)
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih
(air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan
yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran.
Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi
dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum
jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan
terkena kotoran ternak. (Khalid,2004)

20
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Kelamin : Laki-laki
Usia : 24 tahun
Alamat : Kelurahan Lapulu, Kecamatan Abeli
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Tanggal pemeriksaan : 22 Desember 2015

B. Anamnesis
Keluhan Utama:
BAB Encer
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluhkan BAB Encer sejak 1 hari sebelum ke puskesmas. BAB
Encer 3 kali dalam 1 hari, mulai sejak malam dengan konsistensi cair, ampas
(-), warna kekuningan, lendir (+), darah (-). Pasien sempat meminum diapet,
akan tetapi keluhan tidak membaik. Keluhan demam atau menggigil disangkal
pasien. Perut terasa mules, mual (+), muntah (-). Pasien mengeluhkan badan
terasa lemas. Nafsu makan pasien menurun sejak menderita BAB Encer. BAK
sejak kemarin sebanyak 1x, dengan kualitas dan kuantitas seperti biasa.
Beberapa hari sebelumnya pasien sempat makan durian, alpukat, dan buah naga
yang dibawa oleh keponakannya.
Pasien juga mengeluhkan batuk kering sejak 1 minggu disertai suara parau.
Tenggorokan terasa gatal, nyeri tenggorokan disangkal pasien.
Riwayat Sosial dan Lingkungan:
o Pasien tinggal tinggal sendiri di kontrakannya.
o Rumah tinggal pasien terdiri dari 1 kamar tidur, 1 ruang tamu sekaligus
sebagai ruang keluarga, 1 dapur, 1 WC. Luas rumah pasien 9x11 meter,

21
rumah pasien memiliki pekarangan yang cukup luas, jarak rumah pasien
dengan rumah tetangga saling berdekatan. Sinar matahari dapat masuk
dengan baik ke dalam rumah pasien, namun tidak sampai ke kamar pasien.
Terdapat cukup jendela dan ventilasi pada ruang keluarga sehingga sinar
matahari yang masuk cukup. Pada kamar pasien gelap dan sering ditutupi
oleh korden dan tidak terdapat ventilasi. Lantai rumah terbuat dari tegel,
dinding rumah berupa tembok namun didalam pembatas kamar masih
menggunakan kayu, atap rumah terbuat dari seng yang telah berlubang pada
beberapa bagiannya.
o Sumber air minum berasal dari air sumur, air minum selalu direbus. Sumur
tersebut merupakan sumur galian yang dalam hingga permukaan airnya
sekitar 5 meter. Letak sumur berdekatan dengan rumah pasien. Letak sumur
dan kamar mandi berdekatan. Kamar mandi menggunakan bak sebagai
penampung air, jamban, dan ember di dalamnya. Lantai kamar mandi terbuat
dari tegel, begitu juga dinding bak terbuat dari semen dilapisi keramik pada
bagian dalamnya. Tembok kamar mandi terbuat dari semen plester.
o Untuk mencuci piring dan alat dapur biasanya digunakan air sumur tersebut.
o Pasien belum memiliki pendapatan tetap dan hanya menunggu kiriman dari
orang tuanya setiap bulan.

22
Genogram Keluarga

Gambar 3.Genogram keluarga pasien


Keterangan :

: perempuan
: Laki-laki
: Penderita

Riwayat penyakit dahulu:


Menurut pengakuan pasien, pernah mengalami BAB Encer sebelumnya. Sekitar
1,5 bulan yang lalu, pasien mengalami muntaber (disentri) selama 2 hari. Pasien
mengalami muntah, BAB sering bolak balik kamar mandi dengan frekuensi
sekitar >5 kali terutama saat malam hari. Menurut pasien saat itu pasien sering
memakan buah rambutan, manggis, durian, alpukat, dan nangka. Pasien
menyangkal mengonsumsi air yang tidak direbus.
Riwayat penyakit keluarga dan lingkungan:
Anggota keluarga yang tinggal serumah tidak ada yang memiliki keluhan seperti
pasien karena pasien tinggal sendiri, dan tetangga yang sering mengambil air
dirumah pasien juga kemarin sempat berobat ke puskesmas karena keluhan yang
sama dengan pasien.
Riwayat pengobatan:
Pasien sebelumnya tidak pernah memeriksakan diri ke tempat pelayanan
kesehatan lainnya dan untuk keluhannya, pasien hanya mengonsumsi diapet,
akan tetapi keluhan tidak membaik.
Riwayat alergi
- Makanan : tidak ada
- Obat : tidak ada

23
4. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan umum : Sakit Ringan
Kesadaran/ GCS : compos mentis/ E4V5M6
2. Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 104 x/menit, regular, isi tegangan cukup
Respirasi : 20 x/ menit
Suhu : 36,2 0C
Pemeriksaan fisik umum
1. Kepala-leher
Kepala : simetris, deformitas (-)
Mata : anemis -/-, ikterus -/-, mata cekung -/-
Wajah : sianosis (-), flushing (-)
Telinga : deformitas (-)
Hidung : deformitas (-)
Mulut : sianosis bibir (-), stomatitis (-), mukosa bibir basah
Leher : pembesaran KGB (-), Tekanan vena jugularis : meninggi (-)
2. Toraks-kardiovaskuler
Inspeksi : kelainan bentuk (-), Tarikan sela iga (retraksi subcostal) (-), simetris
Auskultasi : Jantung: S1 S2 tunggal, teratur, Murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler +/+, ronki-/-, Wheezing : -/-
3. Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : peristaltik (+) meningkat
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, turgor normal, nyeri tekan (+) pada epigastrium, hepar dan lien
tidak teraba.
4. Uro-genital
Tidak dievaluasi
5. Anal-perianal
Tidak dievaluasi

24
6. Ekstermitas atas-aksilla
Edema (-)/(-), akral hangat (+)/(+), pembesaran KGB aksila (-)/(-)
7. Ekstremitas bawah
Edema (-)/(-), akral hangat (+)/(+)

5. Pemeriksaan Penunjang
(-)
6. Diagnosis:
Diare akut tanpa dehidrasi
7. Rencana Tindak Lanjut
1. Pendekatan terapeutik untuk masalah yang dihadapi pasien
Oralit
2. Tujuan terapi
Meringankan gejala dan mengeradikasi bakteri
Edukasi : Menjaga kebersihan makanan, mengurangi kebiasaan makan dan
minum di luar rumah yang kebersihannya diragukan dan membiasakan
mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan menjaga kebersihan kuku.
Kebiasaan BAB di kali dikurangi karena akan mengotori kali dan
mempermudah terjadinya diare.
Edukasi kepada keluarga atau orang yang kontak dengan pasien diberikan
penjelasan mengenai rute tranmisi, gejala-gejala, dan cuci tangan yang
efektif, terutama sekali setelah BAB dan BAK, dan sebelum menyiapkan
makanan atau makan.

25
1 Pemeriksaanpenunjang yang diperlukan, ditulis dengan lengkap .
1. Laboratorium (darah rutin, elektrolit)
2. Apusan tinja

2 Alasan mengapa diperlukan pemeriksaan penunjang tersebut, ditulis


dengan lengkap

1. Tes laboratorium diperlukan untuk mengetahui kadar hemoglobin dan


untuk mengetahui apakah terjadi leukositosis serta untuk melihat
keseimbangan elektrolit pasien.
2. Apusan tinja diperlukan untuk mengetahui causa yang menyebabkan
pasien menderita diare
3 Hasil laboratorium, atau prakiraan hasil laboratorium, ditulis dengan
lengkap
-
4 Diagnosis kerja (cantumkan kode penyakit menurut ICPC 2)
- Diare Akut Tanpa Dehidrasi
5 Diagnosis Banding (cantumkan kode penyakit menurut ICPC 2)
- Diare akut et causa virus
6 Penyelesaian masalah yang dihadapi pasien, ditulis dengan lengkap

Pada pasien ini penyelesaian masalah yang dilakukan adalah melakukan


pengobatan di puskesmas dan meminum obat secara rutin, makanan tetap
dilanjutkan.
7 Kapan menurut anda pasien ini perlu dirujuk, ditulis dengan lengkap

Pasien perlu di rujuk apabila protokol diare telah dilaksanakan namun tidak ada
perbaikan gejala (diare persisten)
8 Penjelasan yang anda sampaikan pada pasien dan keluarganya tentang
penyakit yang di derita. Ditulis dengan lengkap.
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam.
Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran
tinja >10 g/kg/24 jam

26
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi
diare akut dibagi atas empat penyebab:

1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,


Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas

2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus

3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,


Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis

4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,


imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.

Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau
tidak langsung melalui lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger).

Faktor risiko terjadinya diare adalah:


1. Faktor perilaku

2. Faktor lingkungan

Faktor perilaku antara lain:

a. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum makan,


setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB anak

b. Penyimpanan makanan yang tidak higienis

Faktor lingkungan antara lain:

a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan Mandi


Cuci Kakus (MCK)

b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk

Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita yang
dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang

27
gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit
imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak.
9 Penjelasan yang anda sampaikan tentang peranan pasien dan keluarganya
dalam proses penyembuhan penyakit yang diderita, ditulis dengan
lengkap.
-
10 Penyuluhan yang anda lakukan pada pasien dan keluarganya.
1. Definisi Diare
2. Etiologi
3. Penanganan pertama pada anak diare dan tanda-tanda dehidrasi
4. Komplikasi yang ditimbulkan bila tidak diobati
5. Pemberian makan
11 Upaya pencegahan yang anda sampaikan pada keluarganya (primordial
prevention, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan
tertier)
1. Primordial prevention
- Pendidikan kesehatan, penyuluhan
- Gizi yang cukup sesuai pekembangan
- Penyediaan perumahan yang sehat
- Genetika
- Pemeriksaan kesehatan berkala
- Kebersihan perorangan
- Sanitasi lingkungan
2. Pencegahan primer
- Upaya promotif, penyuluhan tentang diare, perlunya menjaga
kebersihan diri dan lingkungan sebagai upaya pencegahan
- Upaya preventif, melakukan cuci tangan rutin (pakai sabun) sebelum
makan, setelah buang air.
3. Pencegahan sekunder
- Segera memeriksakan pasien ke dokter saat terjadi diare
- Memberikan oralit sebagai penanganan awal
- Minum obat secara rutin

28
4. Pencegahan tersier
- Bila tidak ada perbaikan gejala setelah meminum obat, segera kontrol
kembali dan pemberian oralit, makanan tetap dilanjutkan
A. Kegiatan Yang Dilakukan Saat Kunjungan Rumah
Melakukan kunjungan rumah, memantau kondisi pasien, melakukan diagnosis
holistik, melakukan pengobatan dan tindakan holistik :
Perjalanan penyakit saat ini :
1 Pasien mengeluhkan BAB Encer sejak 1 hari sebelum ke puskesmas. BAB Encer 3 kali
dalam 1 hari, mulai sejak malam dengan konsistensi cair, ampas (-), warna kekuningan,
lendir (+), darah (-). Pasien sempat meminum diapet, akan tetapi keluhan tidak membaik.
Keluhan demam atau menggigil disangkal pasien. Perut terasa mules, mual (+), muntah (-
). Pasien mengeluhkan badan terasa lemas. Nafsu makan pasien menurun sejak menderita
BAB Encer. BAK sejak kemarin sebanyak 1x, dengan kualitas dan kuantitas seperti biasa.
Beberapa hari sebelumnya pasien sempat makan durian, alpukat, dan buah naga yang
dibawa oleh keponakannya.
Pasien juga mengeluhkan batuk kering sejak 1 minggu disertai suara parau. Tenggorokan
terasa gatal, nyeri tenggorokan disangkal pasien.
2 Riwayat penyakit keluarga :
Dalam keluarga yang menderita keluhan yang sama (-)

B. Diagnosis holistik

1 Aspek personal
Pasien berobat dengan harapan bisa sembuh dari penyakitnya. Keluarga
pasien berharap keluhan ini tidak memperberat dan menganggu kegiatan
pasien.
2 Aspek risiko internal
Faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan pasien saat ini yaitu:
lingkungan dan aktivitas tinggi .
3 Aspek psikososial keluarga
a. Hubungan penderita dengan anggota keluarga lainnya baik.
b. Hubungan pasien dengan tetangga juga baik.
c. Hubungan dengan tetangga atau orang sekitar juga baik

29
d. Faktor eksternal yang mempengaruhi kesehatan pasien : tidak ada
Keluarga yang mengingatkan pasien menhindari faktor pencetus misalnya
faktor lingkungan dan aktivitas fisik yang berat.

C. Diagnosis sosial, ekonomi,pencarian pelayanan kesehatan dan perilaku

1. Sosial
Adalah sikap dan perilaku keluarga Hubungan dengan keluarga dan masyarakat
selama ini dalam mempersiapkan sekitar sangat baik.
anggota keluarga untuk terjun ke
tengah masyarakat termasuk di
dalamnya pendidikan formal dan
informal untuk dapat mandiri.

2. Ekonomi Ibu pasien bekerja sebagai Pedagang dan


Adalah sikap dan perilaku keluarga ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta
selama ini dalam usaha pemenuhan dengan rata-rata penghasilan keluarga
kebutuhan primer, sekunder dan perbulan Rp 2.500.000,- sehingga
tertier. kebutuhan primer dan sekunder keluarga
dapat terpenuhi. Kakak pasien juga telah
menikah dan masih sering membantu
keuangan pasien.
3. Penggunaan pelayanan kesehatan Pasien dan keluarga apabila sakit maka
Perilaku keluarga apakah datang ke akan datang ke puskesmas untuk
posyandu, puskesmas dsb untuk mendapatkan pengobatan
preventif atau hanya kuratif, atau
kuratif ke pengobatan komplementer
dan alternatif, sebutkan jenisnya dan
keseringannya.
4. Perilaku yang tidak menunjang 1. Perilaku yang tidak menunjang
kesehatan. kesehatan pada keluarga ini adalah
Merokok, alkohol, begadang, narkoba, kurangnya menjaga kebersihan diri dan
dll lingkungan. Sangat jarang mencuci

30
tangan,
2. Pasien perokok aktif, sehingga
kemungkinan untuk terjadi infeksi
saluran pernapasan juga tinggi

D. Data sarana pelayanan kesehatan dan lingkungan kehidupan keluarga

Faktor Keterangan Kesimpulan tentang faktor


pelayanan kesehatan
Sarana pelayanan Puskesmas dan RS Memuaskan
kesehatan yang digunakan
oleh keluarga
Cara mencapai sarana Menggunakan kendaraan -
pelayanan kesehatan tsb roda 2
Tarif pelayanan kesehatan (sangat mahal, mahal, Terjangkau
yang dirasakan terjangkau, murah, gratis)
Kualitas pelayanan (sangat baik, baik, biasa, Baik
kesehatan yang dirasakan kurang baik, buruk)

E. Lingkungan tempat tinggal.

Karakteristik rumah dan lingkungan Kesimpulan tentang faktor


lingkungan tempat tinggal
Luas rumah : 36m2

Bertingkat / tidak tidak


Jumlah penghuni rumah : 1 orang
Kondisi halaman : Cukup baik
Lantai rumah dari : Lantai tehel putih
Dinding rumah dari : Tembok dan kayu
Kondisi dalam rumah : Cukup baik
Kepemilikan rumah : Kontrak
(milik sendiri, kontrak, menumpang.)
Daerah perumahan : Padat

31
(kumuh, padat, berjauhan, bersih, mewah,)

F. Intervensi pada keluarga

Hari / tanggal Intervensi Yang Dilakukan Dan Rencana Tindak Lanjut


Kunjungan Edukasi pada pasien tentang diare mulai dari penyebab, gejala
pertama, Senin klinis, dan manajemen penatalaksanaan dan pencegahan. Metode
/ 21 Desember edukasi yang diberikan berupa penyuluhan dan diskusi dengan
2015 pasien dan tetangga pasien
Tindak lanjut, Menyarankan kepada pasien untuk kembali memeriksakan diri
Minggu / 22 ke pelayanan kesehatan jika penyakitnya bertambah buruk atau
Desember 2015 tidak sembuh.
Menjaga sanitasi air bersih

G. Upaya program 6 kesehatan dasar pada keluarga


1. Upaya promosi kesehatan dalam keluarga
Upaya promosi kesehatan yang diberikan pada keluarga tersebut yaitu:
Memberi penyuluhan tentang diare akut mulai dari pengertian, penyebab dan
faktor risiko, gejala-gejala, komplikasi, dan pencegahan dari diare akut.
2. Upaya kesehatan lingkungan keluarga
Dalam meningkatkan kesehatan lingkungan pada keluarga tersebut maka
disarankan untuk selalu mengguanakn air matang untuk membuat susu
formula pasien dan menjaga agar lantai rumah tetap bersih.
3. Upaya P2M dalam keluarga
-
4. Upaya perbaikan gizi dalam keluarga
Status gizi penderita ini masih dalam batas normal maka disarankan kepada
ibu pasien agar selalu memilih makanan yang sehat untuk dikonsumsi
keluarga.
5. Upaya KIA dan KB dalam keluarga
-
6. Upaya pengobatan dasar dalam keluarga

32
Dalam upaya pengobatan dasar maka pasien dianjurkan segera ke puskesmas
jika timbul keluhan atau memberikan oralit yang dapat mencegah terjadinya
dehidrasi pada pasien.
H. Data pola hidup keluarga
1. Pola kesehatan
a) Bila anggota keluarga sakit berobat ke puskesmas
b) Olah raga 2-3 kali seminggu
2. Pola kebiasaan sehari-hari
a) Pola makan dan makanan
Pasien makan 2-3x sehari
- Sarapan: jarang
- Makan siang: nasi putih, ikan, sayur, tempe, tahu
- Makan malam: ikan, nasi putih dan sayur
Penyediaan makanan : Goreng dan rebus (lebih sering merebus)
Air minum (air sumur yang dimasak)
b) Pola kebersihan
pasien: mandi 1-2x/ hari. Ganti baju dan pakaian dalam 1-2x/ hari.
Pasien jarang cuci tangan dengan sabun saat mau makan
Sering mencuci pakaian dua kali seminggu
Sumber air untuk mencuci dan mandi yaitu sumur gali
I. Identifikasi fungsi-fungsi keluarga
1. Fungsi biologis dan reproduksi
Dari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa saat ini semua
anggota keluarga dalam keadaan sehat kecuali pasien.
2. Fungsi psikologis
Saat ini penderita tinggal sendiri. Ayah bekerja sebagai Wiraswasta
(pedagang), Ibu sebagai Wiraswasta (pedagang). Hubungan antar anggota
keluarga baik. Semua masalah yang ada selalu dibicarakan dengan baik-baik
dan keputusan diambil berdasarkan hasil musyawarah atau kesepakatan
bersama

33
3. Fungsi pendidikan
Pendidikan terakhir ibu pasien SMA, Bapak SMA, dan keinginan
keluarga tersebut untuk menyekolahkan anaknya sangat tinggi.
4. Fungsi sosial
Penderita tinggal di kawasan yang penduduknya padat. Hubungan
dengan tetangga terjalin baik dan pergaulan umumnya berasal dari kalangan
menengah ke bawah.
5. Fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan
Sumber penghasilan dalam keluarga dari bapak yang bekerja sebagai
pedagang, kebutuhan keluarga selalu dipenuhi dengan semampunya.

34
KERANGKA KONSEP MASALAH PASIEN

PERILAKU

Pasien sering makan


buah yang beralkohol
LINGKUNGAN
dan lemak tinggi
seperti alpukat,
durian, rambutan, Pasien tinggal di
dan manggis daerah yang banyak
air dan dekat got
Pasien terkadang lupa dimana tetangga dan
mencuci tangan anak-anak disana
sebelum makan DIARE terkadang BAB dan
BAK di kali atau got
Perabotan yang dicuci tersebut
dari air sumur yang
kurang bersih, apalagi Musim Penghujan :
letak sumur dekat Lalat tumbuh dan
kamar mandi PELAYANAN menghinggapi
KESEHATAN makanan
Makanan di dalam Air kali keruh,
rumah tidak ditutup Kurangnya penyuluhan
mengenai alur penularan diare kotor, bercampur
sehingga mudah
dihinggapi lalat serta pentingnya PHBS sampah

Walaupun sudah
memiliki jamban,
pasien masih sering
BAB di kali

35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Diare merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah di Puskesmas Abeli
terlihat pada tahun 2015, diare menduduki peringkat kesembilan dari sepuluh
penyakit terbanyak di Puskesmas Abeli, dengan jumlah total penderita sebanyak
1051 orang.
2. Munculnya diare pada pasien ini disebabkan oleh perilaku hidup bersih dan sehat
yang berupa mencuci tangan, sarana air bersih dan matang, serta pengelolaan sampah
yang kurang sehingga masih perlu dibina.

B. Saran
1. Koordinasi antara bagian konseling dengan bagian pelayanan kesehatan agar lebih
ditingkatkan terutama dalam melakukan sosialisasi berupa penyuluhan yang
berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
2. Mendorong keluarga untuk mengoptimalkan fasilitas jamban keluarga.
3. Mencuci tangan serta makanan dengan air mengalir dan dengan sabun secara benar
agar kotoran yang menempel ikut terbuang bersama air.
4. Memakan makanan yang bergizi, tidak berlebihan dan buah-buahan yang bersih agar
terhindar dari diare.
5. Menganjurkan agar tidak terlalu banyak makan buah-buahan yang terlalu asam
karena iritatif terhadap lambung
6. Mendorong pasien untuk mengupayakan selalu tersedianya air masak di dalam
keluarganya.

36
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, R. I., 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta : Ditjen
PPM dan PL.
Depkes, R.I., 2001. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta : Ditjen PPM dan
PL.
Depkes, R.I., 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta : Ditjen PPM dan
PL.
Hendarwanto. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Khalid, Zein dkk. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Fakultas Kedokteran Divisi
Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera
Utara
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Notoatmodjo, S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Soewondo ES. 2002. Seri Penyakit Tropik Infeksi Perkembangan Terkini Dalam
Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi. Surabaya : Airlangga University
Press.
Sosroamidjojo, 1981, Diare dan Profil Lingkungan, Jakarta : Dian Rakyat.
Sudoyo, Aru W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta :
Interna Publishing.
Tim Penyusun, 2012, Profil Kesehatan Puskesmas Abeli Tahun 2012. Dinas Kesehatan
Kabupaten Lombok Barat
Tim Penyusun, 2012, Laporan Tahunan Puskesmas Abeli Tahun 2012. Dinas Kesehatan
Kabupaten Lombok Barat.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.

37

Anda mungkin juga menyukai