Paul PDF
Paul PDF
Di susun Oleh
Paul Sumarsono
I.110532
BAB 1
PENDAHULUAN
Gempa bumi yang melanda Negara Indonesia, menyebabkan kerugian jiwa dan
harta benda yang sangat besar, misalnya banyaknya bangunan yang mengalami
keruntuhan sehingga memakan banyak korban. Hal ini disebabkabkan karena
pada saat gempa terjadi, gedung akan mengalami simpangan horizontal ( drift )
dan apabila simpangan horizontal ini melebihi syarat aman yang telah dietapkan
oleh peraturan yang ada maka gedung akan megalami keruntuhan. Dengan
melihat kondisi yang demikian bagaimana cara kita untuk mendapatkan suatu
struktur yang mampu menahan gempa, untuk mengantisipasi hal tersebut ada
beberapa cara untuk mendapatkan struktur yang mampu menahan gempa
diantaranya :
a) Dengan memperbesar profil balok maupun kolomnya.
b) Penambahan bresing ( bracing ) pada struktur bangunan.
c) Penambahan dinding geser ( shear wall ) pada struktur bangunan.
d) Dengan penggunanan metode komposit.
yang kiranya mendukung suatu struktur tersebut tercapai situasi dan kondisi yang
aman.
Rumusan masalah yang dapat diambil dari uraian diatas adalah bagaimana
perubahan simpangan horizontal ( drift ) setelah balok dari struktur portal
tersebut dikomposit.
Batasan masalah diharapkan agar penelitian ini tidak terlalu meluas dan lebih
terarah adalah :
Penelitian ini hanya membahas mengenai perubahan simpangan horizontal (drift).
BAB 2
DASAR TEORI
Struktur bangunan hanya dirancang untuk kondisi beban biasa, maka bangunan
hanya kuat untuk menerima kondisi itu saja. Struktur itu sering kali rapuh
terhadap kondisi yang tidak terantisipasi. Gedung-gedung yang pada umumnya
yang memiliki struktur yang mampu memikul penghuni dan beban-beban
lingkungannya yang normal, misalnya, tidak dapat begitu saja diangkat pada
sudutnya dan dipindahkan melalui udara. Gedung itu akan segera berantakan
karena strukturnya tidak dirancang untuk memikul beban yang tidak biasa itu.
Daniel L. Schodek (1999)
Struktur komposit merupakan gabungan dua macam atau lebih komponen yang
berbeda, digabungkan menjadi satu komponen. Salah satu usaha yang dapat
dilakukan untuk memperkuat penggunaan bahan bangunan, yaitu dengan cara
menggabungkan baja dan beton dalam satu kesatuan struktur komposit.
Balok komposit baja beton adalah suatu unsur kombinasi yang efisien dengan
memanfaatkan kekuatan regangan baja dan kekuatan tekan di dalam beton secara
efektif. Manfaat yang penting adalah interaksi komposit bertindak sebagai
penguatan slab, memberikan suatu kerja yang kombinasi, menyimpan 30%
material, dan manfaat yang paling utama dari pertimbangan praktis adalah
kemudahan dan kontruksi cepat. (G. Mohan Ganesh, 2006)
Menurut Yuanqing Wang (2008) hal yang perlu diperhatikan adalah suatu
penilaian dari kelenturan kekakuan dan pembengkokan kapasitas balok komposit
ramping merupakan hal yang rumit, sebab pengaruh dari banyak faktor yang harus
diperhitungkan. Faktor-faktor yang meliputi dari dimensi bagian variabel,
pengembangan dari retak dan karakteristik non linier dari beton.
Aksi komposit terjadi bila dua bahan structural penumpu beban seperti pelat beton
dan balok baja dihubungkan dengan penghubung geser secara menyeluruh dan
mengalami defleksi sebagai kesatuan. Sejauh aksi komposit itu terjadi tergantung
pada provisi-provisi kapasitas geser yang dibuat untuk menjamin terjadinya
regangan linier tunggal dari bagian atas pelat beton sampai ke bawah penampang
bajanya. ( Charles G Salmon, john E Johnson,1991 )
32
BETON
BETON
B A JA
B A JA
( a ) B a lo k N o n - K o m p o s i t y a n g ( b ) B a lo k K o m p o s i t y a n g
M e n g a l a m i D e f le k s i M e n g a l a m i D e f le k s i
Terlihat jelas pada Gambar 2.1a, balok non komposit yang mengalami defleksi
dimana bila friksi di antara slab dan balok diabaikan, balok dan slabnya masing-
masing memikul sebagian beban secara terpisah. Bila slabnya mengalami
deformasi karena beban vertikal, permukaan bawahnya berada dalam keadaan
tarik dan mengalami perpanjangan, sedangkan permukaan atas dari balok bajanya
tertekan dan mengalami perpendekan. Dengan demikian akan terjadi
diskontinuitas pada bidang kontaknya. Karena gesekan diabaikan, hanya gaya-
gaya internal vertikal saja yang bekerja diantara slab dan balok. Sedangkan pada
Gambar 2.1b, bila suatu sistem bekerja secara komposit, tidak terjadi gelincir
relatif diantara slab dan balok. Gaya-gaya horizontal ( geser ) terjadi dan bekerja
pada permukaan bawah slab tersebut sehingga menekan dan membuatnya menjadi
lebih pendek, sementara gaya-gaya tersebut juga bekerja pada permukaan atas
balok dan membuatnya lebih panjang.
Pada Gambar 2.2, terlihat bahwa untuk kasus ini terdapat dua sumbu netral, satu
pada pusat grafitasi slab dan lainya pada pusat grafitasi balok . Gelincir horizontal
yang terjadi karena bagian bawah slab dalam tarik dan bagian atas balok dalam
tekan juga terlihat. Selanjutnya marilah kita lihat kasus dimana hanya terdapat
33
interaksi parsial saja. Sumbu netral slab lebih dekat ke balok, dan sumbu netral
balok lebih dekat ke slab. Karena interaksi parsial, sekarang gelincir horizontal
telah berkurang.
g e lin c ir g e lin c ir
M ( S la b ) M ( S la b )
N .A C' N .A
S la b S la b
e'
N .A
N .A T' B a lo k
B a lo k
M ( B a lo k ) M ( B a lo k )
( a ) T a n p a In te ra k s i ( b ) In te ra k s i P a rs ia l
C"
B a lo k T id a k T e rja d i
N .A G e lin c ir
T"
( c ) In te ra k s i L e n g k a p
Akibat dari interaksi parsial adalah terjadinya sebagian gaya tekan dan gaya tarik
maksimum C dan T, masing-masing pada slab beton dan balok baja. Kemudian,
momen ketahanan penampang tersebut akan mengalami pertambahan sebesar Te
atau Ce.
Bila terjadi interaksi lengkap ( dikenal sebagai aksi komposit penuh ) di antara
slab dan balok , tidak akan terjadi gelincir dan diagram regangan. Dalam kondisi
sedemikian, terjadilah sumbu netral tunggal yang terletak di bawah sumbu netral
slab dan diatas sumbu netral balok. Selain itu, gaya-gaya tekan tarik C dan T
lebih besar dari pada C dan T yang ada pada interaksi parsial
34
Konsep lebar efektif bermanfaat dalam desain bila kekuatan harus ditentukan
untuk suatu elemen yang terkena distribusi tegangan tak seragam. Mengacu pada
(Gambar 2.3), slab beton suatu penampang komposit dianggap mempunyai lebar
tak terbatas. Intensitas tegangan serat ekstrem fc' maksimum di atas balok baja
dan berkurang sedikit demi sedikit secara nonlinier dengan bertambahnya jarak
dari balok penyangganya. Gaya tekan total yang dipikul oleh sistem ekuivalennya
harus sama dengan yang dipikul oleh sistem yang sesungguhnya.
b ' = le b a r e k u iv a le n u n tu k
te g a n g a n s e ra g a m d a n
g a y a te k a n y a n g s a m a
s e b a g a i d is tr ib u s i te g a n g a n
a k tu a l
be b' T e g a n g a n te k a n s e ra t
e k s tr e m a k tu a l F c u n tu k
fle n s d e n g a n le b a r ta k -
h in g g a
b'
bt ts
Gambar 2.3. Distribusi tegangan ekuivalen dan aktual di sepanjang lebar flens.
ts
bo bo b1
Gambar 2.4. Dimensi-dimensi yang menentukan lebar efektif bE pada balok baja
beton komposit.
35
bE
2) Lebar baja ekuivalen = (2.4)
n
Dimana : n = rasio modular
bE = lebar efektif, in
3) Rasio Modular ( n )
Es
n= (2.5)
Ec
Dimana :
Ac = luas tampang komposit, in2.
beff = lebar efektif, in
hc = tinggi slab beton, in.
As = luas baja profil, in2
Di mana :
d1 = jarak dari garis netral baja ke PNA, in
d = tinggi profil baja, in
hc = tinggi slab beton, in
xe = letak garis netral, in
3
1 beff . xe
I= . + Is + As . (d1 )
2
( 2.10 )
n 3
Di mana :
I = inersia komposit, in4
n = rasio modular
beff = lebar efektif, in
xe = letak garis netral, in
Is = inersia baja, in4
As = luas profil baja, in2
d1 = jarak dari garis netral baja ke PNA, in
b. Gaya Angin
Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang disebabkan oleh terjadinya selisih tekanan udara. Daniel L.
Schodek (1999) menjelaskan, struktur yang berada pada lintasan angin akan
menyebabkan angin berbelok atau dapat berhenti. Hal ini mengakibatkan
energi kinetik angin berubah bentuk menjadi energi potensial berupa tekanan
atau hisapan pada struktur. Besar tekanan atau hisapan yang diakibatkan oleh
angin bergantung pada banyak faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi
adalah kecepatan angin.
a. Beban Mati
Beban mati merupakan beban yang berasal dari berat sendiri semua bagian
dari gedung yang bersifat tetap, termasuk dinding dan sekat pemisah, kolom,
balok, lantai, atap, penyelesaian, mesin dan peralatan yamg merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari gedung, yang nilai seluruhnya adalah sedemikian
rupa sehingga probabilitas untuk dilampauinya dalam kurun waktu tertentu
terbatas pada suatu persentase tertentu. Pada umumnya probabilitas beban
tersebut untuk dilampaui adalah dalam kurun waktu umur gedung 50 tahun
dan ditetapkan dalam standar-standar pembebanan strktur gedung, dapat
dianggap sebagai beban mati nominal ( SNI-1726-2002 ).
39
b. Beban Hidup
Beban hidup nominal yang bekerja pada struktur gedung merupakan beban
yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan gedung tersebut, baik akibat
beban yang berasal dari orang maupun dari barang yang dipindahkan atau
mesin dan peralatan serta komponen yang tidak merupakan bagian yang tetap
dari gedung, yang nilai seluruhnya adalah rupa. Pada umumnya probabilitas
beban tersebut untuk dilampaui adalah dalam kurun waktu umur gedung 50
tahun dan ditetapkan sebesar 10%. Namun demikian, beban hidup rencana
yang biasa ditetapkan dalam standar pembebanan struktur gedung, dapat
dianggap sebagai beban hidup nominal ( SNI-1726-2002).
Standar ini menentukan pengaruh Gempa Rencana yang harus ditinjau dalam
perencanaan struktur gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara
umum. Akibat pengaruh Gempa Rencana, struktur gedung secara keseluruhan
harus masih berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan.
Gempa Rencana ditetapkan mempunyai perioda ulang 500 tahun, agar
probabilitas terjadinya terbatas pada 10 % selama umur gedung 50 tahun. Untuk
berbagai kategori gedung, bergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan
struktur gedung selama umur gedung dan umur gedung tersebut yang diharapkan,
pengaruh Gempa Rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu Faktor
Keutamaan I menurut persamaan :
I = I1. I2 (2.11)
75% ukuran terbesar denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya. Dalam
hal ini, struktur rumah atap yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat tidak
perlu dianggap menyebabkan adanya loncatan bidang muka.
6) Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan, tanpa
adanya tingkat lunak. Yang dimaksud dengan tingkat lunak adalah suatu
tingkat, di mana kekakuan lateralnya adalah kurang dari 70% kekakuan lateral
tingkat di atasnya atau kurang dari 80% kekakuan lateral rata-rata 3 tingkat di
atasnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kekakuan lateral suatu tingkat
adalah gaya geser yang bila bekerja di tingkat itu menyebabkan satu satuan
simpangan antar-tingkat.
7) Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan, artinya
setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150% berat lantai
tingkat di atasnya atau di bawahnya. Berat atap atau rumah atap tidak perlu
memenuhi ketentuan ini.
8) Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem penahan
beban lateral yang menerus, tanpa perpindahan titik beratnya, kecuali bila
perpindahan tersebut tidak lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah
perpindahan tersebut.
9) Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa lubang
atau bukaan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat. Kalaupun
ada lantai tingkat dengan lubang atau bukaan seperti itu, jumlahnya tidak
boleh lebih dari 20% jumlah lantai tingkat seluruhnya. Untuk struktur gedung
beraturan, pengaruh Gempa Rencana dapat ditinjau sebagai pengaruh beban
gempa statik ekuivalen, sehingga menurut standar ini analisisnya dapat
dilakukan berdasarkan analisis statik ekuivalen.
ulang 500 tahun, yang nilai rata-ratanya untuk setiap gempa ditetapkan dalam
Gambar 2.5, serta respon spektrum gempa rencana pada Gambar 2.6
Gambar 2.5 Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar
dengan perioda ulang 500 tahun ( Sumber : SNI-1726-2002 hal.21 )
0.42
0.60 C= (Tanah sedang)
T
0.30
C= (Tanah keras)
T
C
0.34
0.28
0.24
Untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu
getar alami fundamental T1 dari struktur gedung harus dibatasi, bergantung pada
koefisien untuk Wilayah Gempa tempat struktur gedung berada dan jumlah
tingkatnya, n, menurut Persamaan dibawah ini.
T1 < n ( 2.15 )
Dimana koefesian ditetapkan menurut tabel dibawah ini .
Wilayah Gempa
1 0,20
2 0,19
3 0,18
4 0,17
5 0,16
6 0,15
Sumber : SNI-1726-2001 Hal 27
Tabel 2.2 Koefisien yang membatasi waktu getar alami Fundamental struktur
44
Apabila kategori gedung memiliki Faktor Keutamaan I menurut Tabel 2.2 dan
strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah
pembebanan Gempa Rencana memiliki faktor reduksi gempa R menurut Tabel 2.4
dan waktu getar alami fundamental T1, maka beban geser dasar nominal statik
ekuivalen V yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung menurut Persamaan
dibawah ini
C1 x I
V= Wt ( 2.16 )
R
di mana C1 adalah nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum
Respons Gempa Rencana menurut Gambar 2.6 untuk waktu getar alami
fundamental T1, sedangkan Wt adalah berat total gedung, termasuk beban hidup
yang sesuai.
Beban geser dasar nominal V menurut Persamaan 2.16 harus dibagikan sepanjang
tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal static ekuivalen Fi
yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut Persamaan
Wj x Z j
Fi = n
( 2.17 )
W Z
i =1
i i
di mana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai, Zi
dalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral, sedangkan n
adalah nomor lantai tingkat paling atas.
Apabila rasio antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah
pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0.1 V harus dianggap
sebagai beban horisontal terpusat yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat
paling atas, sedangkan 0.9 V sisanya harus dibagikan sepanjang tinggi struktur
gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen
45
Tabel 2.3 Klasifikasi sistem struktur, sistem pemikul beban gempa, factor
modifikasi respons, R, dan factor kuat cadang struktur, O
DISKRIPSI SISTEM
SISTEM STRUKTUR PEMIKUL BEBAN R O
GEMPA
1. Sistem Dinding Penumpu [Sistem struktur
1. Dinding penumpu dengan
yang tidak memiliki rangka ruang pemikul
rangka baja ringan dan bresing
beban gravitasi secara lengkap. Dinding 2,8 2,2
baja tarik
penumpu atau sistem bresing memikul
hamper semua beban gravitasi. Beban
lateral dipikul dinding geser atau rangka 2. Rangka bresing di mana
bresing.] bresing memikul beban
4,4 2,2
gravitasi
Waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan dalam arah masing
masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh dalam Persamaan
n
W d
2
i i
i =1
T1 = 6,3 n
( 2.18 )
g Fi d i
i =1
di mana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai, Zi
adalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral, di adalah
simpangan horisontal lantai ke-I dinyatakan dalam mm dan g adalah percepatan
grafitasi yang ditetapkan sebesar 9810mm/dt2
yang telah dibagi faktor skala. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan
struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar-tingkat yang dihitung dari
0,03
simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui kali tinggi tingkat yang
R
bersangkutan atau 30 mm, bergantung yang mana yang nilainya terkecil.
Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan
antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana dalam
kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi
kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan
korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar-gedung atau
antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah (delatasi).
Simpangan dan simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan
struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu
faktor pengali sebagai berikut :
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Denah gedung terdiri dari 8 bentang balok arah x dengan panjang bentang
masing-masing 5 m dan 3 bentang arah y dengan panjang bentang 8 m, 4 m, 8 m.
Arah pembebanan gempa pada struktur portal bidang yang ditinjau adalah searah
dengan sumbu y. Denah gedung dan arah pembebanan gempa selengkapnya
seperti dalam gambar 3.1.
A B C D E F G H I
8m
2
20 m
4m
VOID VOID
4
8m
Y
6
X 5m 5m 5m 5m 5m 5m 5m 5m
40 m
Keterangan :
: Kolom : Balok Induk : Balok Anak
Struktur portal baja mempunyai 8 tingkat (story) termasuk atap dengan tinggi
antar tingkat 4,5 m dengan jarak antar kolom 8 m; 4 m dan 8 m. Model struktur
selengkapnya seperti dalam gambar 3.2.
8 x 4,5 m
1 3 4 6
8m 4m 8m
20 m
Model struktur portal bidang dengan balok baja hampir sama dengan model
struktur portal bidang sebelum menggunakan balok komposit, hanya pada struktur
portal bidang ini balok yang sebelumnya hanya menggunakan baja profil
kemudian dirubah menjadi balok komposit. Model struktur selengkapnya seperti
dalam gambar 3.3.
50
8 x 4,5 m
Komposit Komposit Komposit
1 3 4 6
8m 4m 8m
20 m
Model struktur direncanakan pada zona wilayah gempa Indonesia 4 dengan jenis
tanah sedang
3.1.5. Analisis
Untuk mewujudkan uraian diatas maka langkah analisis yang hendak dilakukan
adalah sebagai berikut :
Secara garis besar tahapan analisis perencanaan disajikan dalam bentuk diagram
alir pada gambar 3.4.
Mulai
Perhitungan Pembebanan :
1. Beban Gravitasi (beban mati dan beban hidup)
2. Beban Gempa dan Beban Angin
Memperbesar
profil
Analisis Struktur dengan bantuan SAP 2000 Versi 8.0
A
53
Perhitungan Dimensi balok komposit, sesuai dengan peraturan AISC-LRFD dan SNI
03-1729-2002
Selesai
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada tahap analisis ini, model struktur gedung 2 dimensi diberi beban gravitasi
(beban mati dan beban hidup) dan beban lateral ( beban gempa dan beban angin).
Selanjutnya model struktur gedung tersebut dihitung dengan menggunakan
program SAP 2000 Version 8.0 dan untuk struktur gedung yang sudah memakai
balok komposit menggunakan program GRASP Version 1.0. Hasil analisis yang
didapatkan dari program SAP 2000 Version 8.0 dan GRASP Version 1.0
perubahan kapasitas. Hasil analisis tersebut digunakan dalam perancangan
struktur serta untuk menarik kesimpulan apakah model struktur gedung aman atau
tidak.
1
8m
3
20 m
4m
VOID VOID
4
8m
Y
6
X 5m 5m 5m 5m 5m 5m 5m 5m
40 m
KET :
BALOK INDUK : A, B, C, D, E, F, G, H, I
BALOK ANAK : 1, 2, 3, 4, 5, 6
Untuk mengubah beban trapesium dari pelat menjadi beban merata pada bagian
balok, maka beban pelat harus diubah menjadi beban equivalent yang besarnya
dapat ditentukan sebagai berikut :
2m
2m
Leq
1 m
5m 5m
(5m + 1m )
q = Luas trapesium 2x .2m = Leq total . 5 m
2
12 = Leq total . 5 m
Leq total = 2,4 m = 7,874 ft
- Beban Mati ( qD )
- Berat pelat = 0,12 m x 2400 kg/m3 = 288 kg/m2
- Spesi = 0,02 m x 2100 kg/m3 = 42 kg/m2
- Berat pasir = 0,02 m x 1600 kg/m3 = 32 kg/m2
- Berat keramik = 0,01 m x 1700kg/m3 = 17
2
kg/m
- Berat plafond + penggantung = 11 kg/m2 + 7 kg/m2 = 18 kg/m2
- Berat instalasi listrik & air = 25 kg/m2 = 25 kg/m2
+ qd
= 422 kg/m2
= 0,0864 kip/ft2
56
4) Beban berfaktor ( qU )
qU = 1,2 qD + 1,6 qL
= ( 1,2 x 0,6725 kip/ft ) + ( 1,6 x 0,40866 kip/ft )
= 1,460856 kip/ft
1 , 4 6 0 8 5 6 k ip / f t
1 6 ,4 0 4 2 ft
3 2 , 7 5 9 4 k ip / f t 3 2 , 7 5 9 4 k ip / f t
M1 M2
M m a x = 1 6 , 3 7 9 7 k ip / f t
Di dapatkan :
Lb = 16,4042 ft
Fy = 36 ksi
Dari tabel LRFD 4 - 20 untuk profil W 10x33 :
Lr = 19,7 ft b Mr = 105 kip ft
Lp = 6,9 ft b Mp = 146 kip ft
Ma = RA . . L . q ( . L )2 M1
= 4,0938 kip.ft
Mb = RA . . L . q ( . L )2 M1
= 16,378 kip-ft
Mc = Ma
(12,5 x16,3797)
= 2,5
(2,5 x16,3797) + (3 x 4,0938) + (4 x16,378) + (3 x 4,0398)
= 1,56 2,5 .Ok ( Dipakai Cb = 1,56 )
Jadi Lp < Lb < Lr
6,9 ft < 16,4042 ft < 19,7 ft, maka dari LRFD hal 4 -10 didapat rumus :
Lb - Lp
Mn = Cb. [Mp (Mp-Mr). ] Mp
Lr - Lp
16,4042 - 6,9
= 1,56. [146 (146 - 105). ] 146 kip ft
19,7 - 6,9
= 180,268 kip ft > 146 kip ft
Jadi dipakai b Mn = b Mp = 146 kip ft
Mn = 0,9 x 146 = 131,40 kip-ft
Mn > Mu = 131,40 kip-ft > 35,5926 kip-ft
Mu 13,93208
<1 = = 0,10602 < 1 Profil bisa menahan momen
fMn 131,40
7,960 65
<
2 x0,435 36
9,1494 < 10,83 ( Penampang kompak )
b. Tekuk Badan
d 640
tw Fy
9,73 640
0,290 36
33,5514 106,6 ( Penampang kompak )
c. Tekuk Sayap
59
d 65
2tf Fy
9,73 65
2 x0,435 36
11,1839 10,83 ( Penampang kompak )
7,625 418
<
0,290 36
29,293 < 69,6
Vn = 0,6 . Fy . d . tw
= 0,6 . 36 . 9,73 . 0,290
= 60,948 kip
Vn = 0,9 . 60,948
= 54,8532 kip
Vu = . qu . L
= .1,460856 . 16,4042 = 11,5531 kip
Vn = 54,85 kip > Vu = 11,5531 kip
Vu 11,5531
<1 = < 1 = 0,2106 < 1 ( Profil aman terhadap geser )
fVn 54,85
L 16,4042
maks = = = 0,0911 ft
180 180
w.L4
= .( LRFD hal. 4 195 dimana w = qu = 1,5872 kip/ft )
384.E.Ix
(1,460856).(16,4042) 4
= = 0,000000207 ft
(384).(29000).(170)
= 0,000000207 ft < maks = 0,0911 ft ( Profil aman terhadap defleksi )
60
8m
2
20 m
4m
VOID VOID
8m
5
Y
6
KET :
BALOK INDUK : A, B, C, D, E, F, G, H, I
BALOK ANAK : 1, 2, 3, 4, 5, 6
4m
Leq
4m
4m
61
+ 36.00 m
P P P P P P
+ 31.50 m
P P P P P P
+ 27.00 m
P P P P P P
+ 22.50 m
P P P P P P
+ 18.00 m
P P P P P P
+ 13.50 m
P P P P P P
+ 9.00 m
P P P P P P
+ 4.50 m
+ 0.00 m
1 3 4 6
8m 4m 8m
20 m
a. Beban Mati ( qD )
Berat pelat lantai = ( 1,00 m x 4 ) 0,12 m x 2400 kg/m3 = 1152
kg/m
Spesi = ( 1,00 m x 4 ) 0,02 m x 2100 kg/m3 = 168
kg/m
Berat pasir = ( 1,00 m x 4 ) 0,02 m x 1600 kg/m3 = 128
kg/m
Berat keramik = ( 1,00 m x 4 ) 0,01 m x 1700 kg/m3 = 68
kg/m
Berat plafond & penggantung = ( 1,00 m x 4 ) x 22,2 kg/m2 = 88,8 kg/m
Berat instalasi listrik & air = ( 1,00 m x 4 ) x 25 kg/m2 = 100 kg/m+
qD
=1704,8kg/m
=
1,1457kip/ft
b. Beban Hidup ( qL )
Beban hidup untuk perkantoran = 250 kg/m2
qL = ( 1,00 m x 4 ) 250 kg/m2 = 1000 kg/m
= 0,6721kip/ft
c. Beban berfaktor ( qU )
qU3 = 1,2 qD + 1,6 qL
= ( 1,2 . 1,1457 ) + ( 1,6 . 0,6721 ) = 2,4502
kip/ft
2.2 Elemen 3 - 4
a. Beban Mati ( qD )
Berat pelat lantai = ( 1,00 m x 2 ) 0,12 m x 2400 kg/m3 =576 kg/m
Spesi = ( 1,00 m x 2 ) 0,02 m x 2100 kg/m3 = 84 kg/m
Berat pasir = ( 1,00 m x 2 ) 0,02 m x 1600 kg/m3 = 64
kg/m
64
3. Beban Angin
P P P P P P
q3 q4 q3
+ 36.00 m
P P P P P P
q1 q2 q1
+ 31.50 m
P P P P P P
q1 q2 q1
+ 27.00 m
P P P P P P
q1 q2 q1
+ 22.50 m
P P P P P P
q1 q2 q1
+ 18.00 m
W
P P P P P P
q1 q2 q1
+ 13.50 m
P P P P P P
q1 q2 q1
+ 9.00 m
P P P P P P
65
P P P P P P
q3 q4 q3
+ 36.00 m
W8=10,1714 kip
P P P P P P
q1 q2 q1
+ 31.50 m
W7=8,9000 kip
P P P P P P
q1 q2 q1
+ 27.00 m
W6=7,6286 kip
P P P P P P
q1 q2 q1
+ 22.50 m
W5=6,3572 kip
P P P P P P
q1 q2 q1
+ 18.00 m
e8
W4=5,0857 kip
e7
P P P P P P
q1 q2 q1
+ 13.50 m
e6
W3=3,8143 kip
e5
P P P P P P
q1 q2 q1
+ 9.00 m
e4
W2=2,5428 kip
e3
P P P P P P
q1 q2 q1
67
W1 .Z 1
Fi = .V ( SNI-1726-2002 hal. 27 )
SW1 .Z 1
Dimana : Fi = beban gempa horisontal
W1 = bagian beban dalam tingkat ke-i
Z1 = ketinggian sampai tingkat ke-i
P P P P P P
+ 36.00 m
F8
K8 P P K8 P K8 P P K8 P
+ 31.50 m
F7
K7 P P K7 P K7 P P K7 P
+ 27.00 m
F6
K6 P P K6 P K6 P P K6 P
+ 22.50 m
F5
K5 P P K5 P K5 P P K5 P
+ 18.00 m
F4
K4 P P K4 P K4 P P K4 P
+ 13.50 m
F3
K3 P P K3 P K3 P P K3 P
+ 9.00 m
F2
K2 P P K2 P K2 P P K2 P
+ 4.50 m
F1
K1 K1 K1 K1
+ 0.00 m
1 3 4 6
8m 4m 8m
20 m
Wt = Wt1 + Wt2
70
= 610892,34 + 44512,5 kg
= 655.404,855 kg
Dari analisa beban geser nominal statik ( V ), tinggi gedung perlantai ( Zi ), serta
berat lantai ke-i, maka nilai beban gempa nominal statik ekuivalen dapat diperoleh
sebagai berikut :
WixZ i
Fi = xV
WixZ i
45716,19 * 36
= * 47602,588
12598507,80
= 13,35 kip
Perhitungan beban gempa statik ekuivalen disajikan dalam Tabel 4.1 sebagai
berikut..
Tabel 4.1. Distribusi Beban Gempa F1
Lantai Zi Wi ZixWi V Fi Fi
ke- (m) ( kg ) ( kg . m) ( kg ) (kg) (kip)
Lantai 8 36.00 44512.50 1602450.00 47602.588 6054.75 13.35
Lantai 7 31.50 87270.30 2749014.45 47602.588 10386.96 22.90
Lantai 6 27.00 87270.30 2356298.10 47602.588 8903.11 19.63
Lantai 5 22.50 87270.30 1963581.75 47602.588 7419.26 16.36
Lantai 4 18.00 87270.30 1570865.40 47602.588 5935.41 13.09
Lantai 3 13.50 87270.30 1178149.05 47602.588 4451.55 9.81
Lantai 2 9.00 87270.30 785432.70 47602.588 2967.70 6.54
Lantai 1 4.50 87270.30 392716.35 47602.588 1483.85 3.27
12598507.80
a. Simpangan
Syarat besarnya simpangan horizontal lantai (0,015-0,02).h (LRFD hal6-334)
Dipakai 0,02
Syarat simpangan :
< 0,02 x h
< 0,02 x 36
72
< 0,720 m
h = tinggi gedung
Tabel 4.2. Simpangan Horisontal Lantai Sebelum Dikomposit
Simpangan Syarat
Gedung Simpangan
Lantai Keterangan
() ( < 0,02 x h)
(m) (m)
8 0,40469 0,720 Memenuhi
7 0,38702 0,630 Memenuhi
6 0,35538 0,540 Memenuhi
5 0,30992 0,450 Memenuhi
4 0,25285 0,360 Memenuhi
3 0,18683 0,270 Memenuhi
2 0,11521 0,180 Memenuhi
1 0,04463 0,090 Memenuhi
b. Simpangan Perlantai
Simpangan perlantai (m)
Syarat simpangan perlantai
m < 0,02 x h
m < 0,02 x 4,5
m < 0,09 m
h = tinggi tiap lantai
m = 8 7
= 0,40469 0,38702
= 0,01767 m
Hasil perhitungan simpangan perlantai dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai
berikut :
Tabel 4.3. Simpangan Horisontal Perlantai Sebelum Dikomposit
73
Simpangan Syarat
perlantai Simpangan Perlantai
Lantai Keterangan
(m ) (m < 0,09 m)
(m) (m)
8 0,01767 0,09 Memenuhi
7 0,03164 0,09 Memenuhi
6 0,04546 0,09 Memenuhi
5 0,05707 0,09 Memenuhi
4 0,06602 0,09 Memenuhi
3 0,07162 0,09 Memenuhi
2 0,07058 0,09 Memenuhi
1 0,04463 0,09 Memenuhi
Kontrol struktur gedung menngunakan kinerja batas layan dan kinerja batas
ultimit berdasrkan SNI 03-1726-2002. Persyaratan kinerja batas layan struktur
gedung, dalam segala hal simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan
0,03
horisontal struktur gedung, tidak boleh melampaui tinggi tingkat yang
R
bersangkutan atau 30 mm, bergantung yang mana yang nilainya terkecil, maka:
0,03
dm < H
R
0,03
dm < 4,5 = 0,03 m
4,5
Diambil m < 0,03 m
Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit gedung, dalam segala hal
simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan horisontal struktur (m x )
tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan, maka:
74
m < 0,02 H
m 0,7 R < 0,02 H
m 0,7 4,5 < 0,02 4,5
3,15 m < 0,09 m
Tabel 4.4. Kontrol simpangan perlantai (m) terhadap kontrol kinerja batas layan
sebelum dikomposit
Keterangan
Kontrol
Kontrol kinerja Keterangan Kontrol
kinerja
Batas Layan Kontrol kinerja kinerja
Lantai m 3,15 m Batas Ultimit
(m < 0,03 m) Batas Layan Batas Ultimit
(3,15m<0,09m)
75
A B C D E F G H I
8m
2
20 m
4m
VOID VOID
8m
5
Y
6
X 5m 5m 5m 5m 5m 5m 5m 5m
40 m
KET :
BALOK INDUK : A, B, C, D, E, F, G, H, I
BALOK ANAK : 1, 2, 3, 4, 5, 6
76
77
a. Lebar Efektif
Sesuai dengan gambar denah lantai, di ambil nilai beff sebagai berikut,
l bo
8 2
8 5
8 2
1 2,5
Jadi besairnya nilai beff 1 m = 40 in
Dimana : l = bentang balok
bo = jarak antar balok
b. Tampang Komposit
Analisis balok komposit di tunjukkan pada Gambar 4.13
beff 40 in
hc 4,7224 in
d 18,47 in
tw 0,495 in
tf 0,810 in
bf 7,635 in
= 1451,5 5
= 3904,244 ksi
78
n 3
1 40 x 4,486 3
I= + 1170 + 20,8 . (9,4734) = 3198,9244 in4
2
.
7,42 3
Dapat di lihat pada Gambar 4.14 maka jenis komposit PNA pada slab.
beff = 40 in
d1 9,4734in
Profil baja W 18 x 71
tf 0,810 in
bf 7,635 in
1
IC = b.h 3
12
1
IC = (40).(4,7244) 3
12
= 351,4946 in 4
I C = I C + Ac.xe 2
I C = 351,4946 + (209,776).(4,486) 2
= 4573,0679 Kip in 2
80
I S = I S + As.d1
2
I S = 1170 + (20,8).(9,4734) 2
I S = 3036,7023 in 2
EI = E S .I S + E C .I C
EI = (29000).(3036,7023) + (3094,244).(4573,0679)
EI = 102.214.554,6 kip - in 2
W 18 x 97
W 18 x 97
W 18 x 97
W 18 x 97
4 ,5 m
EI EI EI
W 18 x 97
W 18 x 97
W 18 x 97
W 18 x 97
4 ,5 m
EI EI EI
W 18 x 97
W 18 x 97
W 18 x 97
W 18 x 97
4 ,5 m
EI EI EI
W 18 x 97
W 18 x 97
W 18 x 97
W 18 x 97
4 ,5 m
EI EI EI
36 m
W 18 x 97
W 18 x 97
W 18 x 97
W 18 x 97
4 ,5 m
EI EI EI
W 18 x 97
W 18 x 97
W 18 x 97
W 18 x 97
4 ,5 m
EI EI EI
W 18 x 97
W 18 x 97
W 18 x 97
W 18 x 97
4 ,5 m
EI EI EI
W 18 x 97
W 18 x 97
W 18 x 97
W 18 x 97
4 ,5 m
8 m 4 m 8 m
20 m
WixZ i
Fi = xV
WixZ i
45716,19 * 36
= * 47602,588
12598507,80
= 13,35 kip
Perhitungan beban gempa statik ekuivalen disajikan dalam tabel 4.5 sebagai
berikut.
Tabel 4.5. Distribusi Beban Gempa F1
Lantai Zi Wi ZixWi V Fi Fi
ke- (m) ( kg ) ( kg . m) ( kg ) (kg) (kip)
Lantai 8 36.00 44512.50 1602450.00 47602.588 6054.75 13.35
Lantai 7 31.50 87270.30 2749014.45 47602.588 10386.96 22.90
Lantai 6 27.00 87270.30 2356298.10 47602.588 8903.11 19.63
Lantai 5 22.50 87270.30 1963581.75 47602.588 7419.26 16.36
Lantai 4 18.00 87270.30 1570865.40 47602.588 5935.41 13.09
Lantai 3 13.50 87270.30 1178149.05 47602.588 4451.55 9.81
Lantai 2 9.00 87270.30 785432.70 47602.588 2967.70 6.54
Lantai 1 4.50 87270.30 392716.35 47602.588 1483.85 3.27
12598507.80
a. Simpangan
Syarat besarnya simpangan horizontal perlantai (0,015-0,02).h (LRFD hal6-334)
Dipakai 0,02
Syarat simpangan :
< 0,02 x h
< 0,02 x 36
< 0,720 m
h = tinggi gedung
83
b. Simpangan Perlantai
Simpangan perlantai (m)
Syarat simpangan perlantai
m < 0,02 x h
m < 0,02 x 4,5
m < 0,09 m
h = tinggi tiap lantai
m = 8 7
= 0,20593 0,19734
= 0,00859 m
Hasil perhitungan simpangan perlantai dapat dilihat pada Tabel 4.7 sebagai
berikut :
84
Kontrol struktur gedung menngunakan kinerja batas layan dan kinerja batas
ultimit berdasrkan SNI 03-1726-2002. Persyaratan kinerja batas layan struktur
gedung, dalam segala hal simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan
0,03
horisontal struktur gedung, tidak boleh melampaui tinggi tingkat yang
R
bersangkutan atau 30 mm, bergantung yang mana yang nilainya terkecil, maka:
0,03
dm < H
R
0,03
dm < 4,5 = 0,03 m
4,5
Diambil m < 0,03 m
Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit gedung, dalam segala hal
simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan horisontal struktur (m x )
tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan, maka:
85
m < 0,02 H
m 0,7 R < 0,02 H
m 0,7 4,5 < 0,02 4,5
3,15 m < 0,09 m
Kontrol simpangan horisontal perlantai
a. Kinerja batas layan
m8 < 0,03 m
0,00859 < 0,03 m
b. Kinerja batas ultimit
3,15 m< 0,09 m
3,15 (m8) < 0,09 m
3,15 (0,00859) < 0,09 m
0,02705 m < 0,09 m
Kontrol kinerja batas layan dan ultimit selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
4.8.sebagai berikut.
Tabel 4.8. Kontrol simpangan perlantai (m) terhadap kontrol kinerja batas layan
setelah dikomposit
Keterangan
Kontrol
Kontrol kinerja Keterangan Kontrol
kinerja
Batas Layan Kontrol kinerja kinerja
Lantai m 3,15 m Batas Ultimit
(m < 0,03 m) Batas Layan Batas Ultimit
(3,15m<0,09m)
4.5 Pembahasan
Dari analisis simpangan lantai pada balok sebelum dan sesudah di komposit,
didapatkan hasil :
8 non komposit = 0,40469 m
8 komposit = 0,20593 m
Sehingga perubahan persentase simpangan lantai dapat dihitung dengan
persamaan berikut :
D 8 non komposit - D 8 komposit
% perubahan simpangan lantai = x100%
D 8 non komposit
0,40469 - 0,20593
= x100%
0,40469
= 49,11 %
Untuk lebih jelasnya perubahan simpangan lantai sebelum dan sesudah
dikomposit dapat dilihat pada Grafik 4.1. berikut ini.
0.45
Simpangan Lantai (m)
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Lantai
Terlihat dari grafik bahwa yang berwarna biru adalah simpangan lantai sebelum
dikomposit, sedangkan yang berwarna hitam adalah simpangan lantai sesudah
dikomposit, menunjukkan bahwa adanya perubahan simpangan lantai sebelum
dan sesudah dikomposit . Adanya aksi komposit akan memberikan penurunan
simpangan lantai rata-rata 49,11 %.
Dari analisis simpangan perlantai pada balok sebelum dan sesudah dikomposit
didapat kan hasil :
m 8 non komposit = 0,01767 m
m 8 komposit = 0,00859 m
Sehingga perubahan persentase simpangan perlantai dapat dihitung dengan
persamaan berikut :
d m 8 non komposit - d m 8 komposit
% perubahan simpangan perlantai = x100%
d m 8 non komposit
0,01767 - 0,00859
= x100%
0,01767
= 51,38 %
Untuk lebih jelasnya perubahan simpangan perlantai sebelum dan sesudah
dikomposit dapat dilihat pada Grafik 4.2. berikut ini.
Grafik Pe rubahan Simpangan Pe rlantai Se be lum dan
Se sudah Dikomposit
Simpangan Perlantai (m)
0.1
0.09
0.08
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Lantai
s im pangan perlantai (m ) s es udah dikom pos it
s im pangan perlantai (m )s ebelum dikom pos it
s yarat s im pangan perlantai m aks im um
Terlihat dari grafik bahwa yang berwarna hitam adalah simpangan perlantai
sebelum dikomposit, terlihat jelas bahwa memenuhi syarat simpangan perlantai
maksimum. Sedangkan yang berwarna hijau adalah simpangan perlantai sesudah
dikomposit, menunjukkan bahwa masih juga memenuhi syarat simpangan
perlantai maksimum. Ini berarti simpangan perlantai sebelum dan sesudah
dikomposit sangan aman terhadap syarat simpangan perlantai maksimum.
Perubahan penurunan simpangan perlantai rata-rata 51,38 %.
Dari analisis kontrol simpangan perlantai terhadap kinerja batas layan sebelum
dan sesudah dikomposit diperoleh hasil :
m7 non komposit = 0,03164 m
m7 komposit = 0,01591 m
Sehingga perubahan persentase kontrol simpangan perlantai terhadap kinerja
batas layan dapat dihitung dengan persamaan berikut :
% kontrol perubahan simpangan perlantai tehadap kinerja batas layan sebelum
dan sesudah dikomposit adalah :
0,03164 - 0,01591
x100% = 49,71 %
0,03164
Untuk lebih jelasnya kontrol perubahan simpangan perlantai sebelum dan sesudah
dikomposit terhadap kontrol kinerja batas layan dapat dilihat pada Grafik 4.3.
berikut ini
89
0.08
Simpangan Perlantai (m)
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Lantai
Terlihat dari grafik bahwa yang berwarna pink adalah simpangan perlantai
sebelum dikomposit, terlihat bahwa yang berwarna pink tidak memenuhi
persyaratan kinerja batas layan. Sedangkan yang berwarna orange adalah
simpangan perlantai sesudah dikomposit, terlihat bahwa memenuhi persyaratan
kinerja batas layan, namun masih ada yang tidak memenuhi kinerja batas layan
yaitu pada lantai 2,3 dan lantai 4. Perubahan penurunan kontrol simpangan
perlantai terhadap kinerja batas layan sebelum dan sesudah dikomposit pada lantai
rata-rata 49,71%.
Dari analisis kontrol simpangan perlantai terhadap kinerja batas ultimit sebelum
dan sesudah dikomposit diperoleh hasil :
3,15m7 non komposit = 0,03164 m
3,15m7 komposit = 0,09966 m
90
0,17977 - 0,08892
x100% = 50,53 %
0,17977
Untuk lebih jelasnya kontrol perubahan simpangan perlantai sebelum dan
sesudah dikomposit terhadap kinerja batas ultimit dapat dilihat pada Grafik 4.4.
berikut ini.
0.25
Simpangan Perlantai (m)
0.2
0.15
0.1
0.05
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Lantai
simpangan perlantai sebelum dikomposit
simpangan perlantai sesudah dikomposit
kontrol kinerja batas ultimit maksimum
Terlihat dari grafik bahwa yang berwarna hitam adalah simpangan perlantai
sebelum dikomposit, terlihat bahwa untuk lantai 1 sampai dengan lantai 7 tidak
memenuhi syarat kinerja batas ultimit. Sedangkan yang berwarna abu-abu adalah
simpangan perlantai sesudah dikomposit menunjukkan bahwa untuk lantai 1,5,6
dan lantai 8 memenuhi syarat kinerja batas ultimit. Perubahan penurunan kontrol
simpangan perlantai terhadap kinerja batas ultimit sebelum dan sesudah
dikomposit rata-rata 50,53%.
9,021 - 8,120
x100% = 9,987 %
9,021
Untuk lebih jelasnya perubahan Pu non komposit dengan Pu komposit dapat dilihat pada
Grafik 4.5. berikut ini.
35.00
Gaya Axial (pu) kip
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
34 37 40 43 46 49 52 55
Frame
Terlihat dari grafik dimana yang berwarna biru adalah Pu non komposit sedangkan
yang berwarna merah adalah Pu komposit, akibat adanya aksi komposit gaya axial
(Pu) mengalami perubahan penurunan rata-rata 9,987 %.
129,79 - 114,93
x100% = 11,44 %
129,79
Untuk lebih jelasnya perubahan Vu non komposit dengan Vu komposit dapat dilihat pada
Grafik 4.6. berikut ini.
120
100
80
60
40
20
0
34 37 40 43 46 49 52 55
Frame
Terlihat dari grafi bahwa yang berwarna hitam adalah gaya geser (Vu) sebelum
dikomposit, sedangkan yang berwarna hijau adalah gaya geser (Vu) sesudah
dikomposit. Akibat adanya komposit gaya geser (Vu) mengalami perubahan
penurunan rata-rata 11,44 %
Berdasarkan hasil Momen Ultimit (Mu) sebelum dan sesudah komposit diperoleh:
Mu non komposit = 840,62 kip ft
Mu komposit = 756,58 kip ft
Sehingga perubahan persentase Mu non komposit dengan Mu komposit dapat dihitung
dengan persamaan :
% kontrol perubahan Mu non komposit dengan Mu komposit adalah :
Mu non komposit - Mu komposit
x100%
Mu non komposit
840,62 - 756,58
x100% = 9,997 %
840,62
Untuk lebih jelasnya perubahan Mu non komposit dengan Mu komposit dapat dilihat pada
Grafik 4.7. berikut ini.
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
34 37 40 43 46 49 52 55
Frame
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
66
95