Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


ORIF ( OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION)

Disusun Oleh :

SYAMSUL HUDA
P1403110

PROGRAM PROFESI NERS

STIKES WIYATA HUSADA SAMARINDA

TAHUN AJAR 2014 / 2015


LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
ORIF ( OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION)

A. Pengertian
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu bentuk pembedahan
dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur.
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu
tindakan pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah /
fraktur sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya
melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM)
untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan
tulang yang solid terjadi.
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) Merupakan tindakan pembedahan
dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins,
screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah

B. Tujuan tindakan operasi


Tujuan dari operasi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar
tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra
Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe
fraktur tranvers.
Imobilisasi sampai tahap remodeling
Melihat secara langsung area fraktur
mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak
mengalami pergeseran.
C. Indikasi
Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
Fraktur Kominutif
Fraktur Pelvis
Fraktur terbuka
Trauma vaskuler
Fraktur shaft humeri bilateral
Floating elbow injury
Fraktur patologis
Reduksi tertutup yang sukar dipertahankan
Trauma multiple
Fraktur terbuka derajatI II

D. Kontra indikasi
1. Pasien dengan penurunan kesadaran
2. Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
3. Pasien yang mengalami kelemahan (malaise)

E. Komplikasi
Pada kasus ini jarang sekali terjadi komplikasi karena incisi relatif kecil dan
fiksasi cenderung aman. Komplikasi akn terjadi bila ada penyakit penyerta dan
gangguan pada proses penyambungan tulang.

F. Pengkajian keperawatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus fraktur, klien
biasanya merasa takut akan mengalami kecacatan pada dirinya. Oleh karena
itu, klien harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu juga, dilakukan pengkajian yang
meliputi kebiasaan hidup klien, seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolism kalsium, pengonsumsian alcohol yang dapat
mengganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olah raga
atau tidak.
2. Pola nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus mengknsumsi nutrisi
melebihi kebutuhan sehari harinya, seperti kalsium, zat besi, protein,
vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
3. Pola eliminasi. Urine dikaji frekwensi, kepekatan, warna, bau, dan
jumlahnya. Feses dikaji frekuensi, konsistensi, warna dan bau. Pada kedua
pola ini juga dikaji adanya kesulitan atau tidak.
4. Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur biasanya merasa nyeri,
geraknya terbatas, sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. Pengkajian juga dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur.
5. Pola aktifitas. Hal yang perlu dikaji adalah bentuk aktifitas klien terutama
pekerjaan klien, karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya fraktur.
6. Pola hubungan dan peran. Klien akan mengalami kehilangan peran dalam
keluarga dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
7. Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul adalah ketakutan akan
kecacatan akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktifitas secara optimal, dan gangguan citra diri.
8. Pola sensori dan kognitif. Pada klien fraktur, daya rabanya berkurang
terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain dan
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga timbul rasa nyeri
akibat fraktur.
9. Pola reproduksi seksual. Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta
merasa nyeri. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk
jumlah anak dan lama perkawinan.
10. Pola penanggulangan stress. Timbul rasa cemas akan keadaan dirinya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien dapat tidak efektif.
11. Pola tata nilai dan keyakinan. Klien fraktur tidak dapat melakukan ibadah
dengan baik, hal ini disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien.
a. Pemeriksaan Fisik
1) Gambaran Umum
Keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien.
Kesadaran klien : compos mentis, gelisah, apatis, sopor, coma, yang
bergantung pada keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat, dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi
maupun bentuk.
Secara Sistemik, dari kepala sampai kaki. Harus memperhitungkan
keadaan proksimal serta bagian distal klien, terutama mengenai status
neurovaskuler.

2) Keadaan Lokal.
a) Look (Inspeksi). Perhatikan apa yang akan dilihat, antara lain :
Sikatriks (jaringan parut, baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi)
Fistula
Warna kemerahan atau kebiruan(livid) atau hiperpigmentasi
Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal)
Posisi dan bentuk ekstremitas(deformitas)
Posisi jalan (gait,waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi). Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi klien
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi).
Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit.
Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
edema terutama di sekitar persendian.
Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal)
Tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang.
c) Move (pergerakan terutama rentang gerak).
Pemeriksaan dengan menggerakan ekstremitas, kemudian mencatat
apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan. Pergerakan yang dilihat
adalah pergerakan aktif dan pasif.

G. Persiapan dan prosedur di ruang operasi


Inform concent
Surat persetujuan kepada pasien dan keluarga mengenai pemeriksaan
sebelum operasi, alasan, tujuan, keuntungan, kerugian tindakan operasi
Diit
Pasien dipuasakan selama 8 jam sebelum operasi
Persiapan kebersihan kulit
Untuk membebaskan daerah operasi dari mikroorganisme, persiapan yang
dilakukan adalah pencukuran rambut pada daerah perut , daerah sekitar anus
dan alat reproduksi.
Terapi pharmacologic
Narkotik dihindari karena dapat menghilangkan tanda dan gejala, antibiotik
untuk menanggulangi infeksi
Pengecekan status
Mengecek status pasien sudah tepat dilakukan operasi orif, dengan
menyesuaikan diagnosanya. Apabila sudah tepat diagnosanya maka segera
diantar ke ruang operasi untuk dilakukan operasi
Persiapan alat dan ruangan
o Alat tidak steril : Lampu operasi, Cuter unit, Meja operasi, Suction,
Hepafik, Gunting
o Alat Steril : Duk besar 3, Baju operasi 4, Selang suction steril, Selang
cuter Steril,side 2/0, palain 2/0,berbagai macam ukuran jarum

H. Tehnik pembedahan dan alat

1) Persiapan:
a. Alat-alat disiapkan
b. Pasien dipindahkan dari brancard ke meja operasi
c. Klien dipasang bedside monitor
d. Instrumentator dan operator mencuci tangan secara steril lalu
mengenakan jas operasi dan sarung tangan.
2) Pelaksanaan operasi
a. Klien diintubasi dengan ET sebelumnya dilakukan general anestesi
b. Klin diposisikan telentang dengan kepala sedikit ekstensi
c. Dalam stadium anastesi dilakukan disinfektan menggunakan
betadine,kemudian diblilas menggunakan alkohol 70 %
d. Dipasang linen (doek steril), difiksasi dengan doek klem, selanjutnya
ditutup/dipasang doek lubang besar(mempersempit area yang akan
dioperasi).
e. Melakukan insisi dengan pisau bedah 10 cm,secara horizontal dari
lapisan kulit,lemak, otot.
f. Melakukan pemegangan tulang menggunakan reduction,kemudian
memposisikannya pada posisi semula,kemudian memasang plate pada
tlang sambil memegang dengan retractor dan melakukan pengeburan,
memasang plate dan screw sebanyak 7 dengan obeng.
g. Control perdarahan perdarahan disuction atau dep dengan kassa,dan
memakai cuter.
h. Memposisikan tulang dengan keadaan semula,mengukur panjang plate
dan screw
i. Kemudian tulang di bor dan diukur kedalaman bor dengan alat penduga
j. Memasang plate dan screw pada tulang yang telag dibor
k. Mencuci dengan NaCl, dan memastikan tidak ada lagi perdarahan.
l. Melakukan hecting dengan polisorb 2-0, pada sevi menggunakan safil 2-
0 dan pada bagian kulit menggunakan byosin 4-0
m. Menutup luka dengan sufra tulle, kasa dan diplester.
n. Daerah area operasi dibersihkan dengan Nacl 0,9%, dan handuk basah.
o. Operasi selesai, mengobservasi A, B, C, ET dilepaskan
p. Klien dipindahkan ke brancard dan pindahkan keruang recovery.

boar :1 satu set perlengkapan ET : 1 set.


redaction : 2 gunting jaringan :2
retractor : 2 gunting benang :1
lastpat :2 pingset sirurgis :2
arteri klem panjang :2 pingset anatomis : 2
arteri klem kecil/pendek : 2/2 mangkok(kom) :2
nakulder : 1 quret :1
duk klem : 1 jarum traumatik maupun atraumatik :
kobra :2 1
kassa kecil : 20 couter :1
duk steril :3 suction :1
plate :1 benang : polysorb 2-0, biopsin 4-
screw :6 0
penduga :1 penduga : 1

I. Diagnosa preoperatif
Diagnosa :
- Nyeri akut berhubungan denganagen cidera fisik (farktur)
- Cemas berhubungan dengan proses operasi
No Dignosa NOC NIC
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Kaji nyeri klien
b.d agen keperawatan selama 3 x 24 (P,Q,R,S,T)
cidera fisik jam, diharapkan nyeri pasien Ajarkan tehnik
dapat berkurang dengan nonfarmakologi
kriteria hasil : /tehnik
Skala nyeri berkurang relaksasi(tarik nafas
menjadi 4 dalam)
Klien mampu Kolaborasi dengan
mengontrol nyeri dokter pemberian
dengan tehnik analgetik
nonfarmakologi Tingkatkan istirahat
TTV dalam batas
2 Cemas normal
berhubungan Kaji faktor penyebab
dengan kecemasan pasien.
kurangnya Setelah dilakukan tindakan Berikan dukungan
informasi keperawatan selama 1 x 30 kepada pasien.
(prosedur menit, diharapkan cemas Jelaskan prosedur
operasi) pasien dapat teratasi dengan operasi
kriteria hasil : Observasi reaksi
Kontak mata baik nonverbal pasien.
Pasien terlihat tenang Temani pasien dan
Pasien tidak gelisah dengarkan keluhan
TD normal pasien
Pasien dapat Tunjukkan sikap
mengungkapkan empati kepada pasien
keluhannya

J. Diagnosa inta operasi


Diagnosa :
- Bersihan jalan napas tidak efektif b/d produksi mucus
- Gangguan pertukaran gas b/d efek anastesi ( spasme broncus )
- Resiko infeksi b/d prosedur invasif (pembedahan)
No Diagnosa NOC NIC
Bersihan Setelah dilakukan tindakan Lakukan suction
jalan napas keperawatan selama 2x24 jam Berikan terapi O2
tidak efektif jalan napas pasien Atur posisi pasien
b/d obstruksi efektif,dengan kriteria : ekstensikan kepala
jalan napas: Pasien dapat bernapas pasien 30 derajat
produksi dengan mudah dari kaki/ miringkan
mucus Tidak ada suara napas pasien
tambahan/suara napas Ajarkan batuk
bersih efektif
RR dalam rentang
normal
Tidak ada secret

Ganguan Setelah dilakukan tindakan Buka jalan napas


pertukaran keperawatan selama 2x24 jam dengan manuver
gas b/d efek tidak terjadi ganguan chin lift atau jaw
anastesi ( pertukaran gas, dengan trust
spasme kriteria : Pasang mayo
broncus) Tidak ada sianosis Lakukan suction
Kesadaran pada mayo
composmentis Posisikan pasien
Suara napas bersih untuk
TTV dalam rentang memaksimalkan
normal ventilasi
Sputum dapat keluar Monitor RR
dengan mudah (kedalaman, irama,
Saturasi o2 dalam frekuansi, suara
rentang normal napas)

Resiko Setelah di lakukan tindakan Monitor TTV


infeksi b/d keperawatan selama 3 x 24 Monitor tanda-tanda
prosedur jam resiko infeksi dapat infeksi.
invasif: teratasi, dengan criteria hasil : pertahankan teknik
pembedahan TTV dalam rentang aseptic selama proses
normal pembedahan.
Tidak ada tanda-tanda Lakukan pencucian
infeksi tangan sebelum dan
Luka bersih sedudah bertemu
Perdarahan < 500 ml pasien.
Observasi pelaksanaan
pembedahan dengan
menggunakan teknik
steril.
Monitor keadaan luka
Tutup rapat luka dengan
jahitan yang rapi.
Jaga luka agar tidak
terkontaminasi dari
lingkungan

K. Diagnosa post operasi


Diagnosa
- Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan Obstruksi jalan
napas : Produksi mucus
- Resiko cidera (Injury) berhubungan dengan Efek anastesi
No Diagnosa NOC NIC
1 Bersihan Setelah dilakukan tindakan Lakukan suction
jalan napas keperawatan selama 2x24 jam Berikan terapi O2
tidak jalan napas pasien Atur posisi pasien
efektif b/d efektif,dengan kriteria : ekstensikan kepala
obstruksi Pasien dapat bernapas pasien 30 derajat
jalan napas: dengan mudah dari kaki/ miringkan
produksi Tidak ada suara napas pasien
mucus tambahan/suara napas Ajarkan batuk
bersih efektif
RR dalam rentang
normal
Tidak ada secret

2 Resiko Setelah dilakukan tindakan Sediakan lingkungan


cidera keperawatan selama 3 x 24 jm yang aman bagi pasien
berhubunga resiko cidera dapat teratasi Temani pasien agar
n dengan dengan kriteria hasil : tidak jatuh
Factor Pasang side rail tempat
kimia (Efek Tidak ada lagi efek dari tidur
anastesi). obat anastesi Anjurkan keluarga
Pasien mengungkapkan untuk menemani pasien
rasa nyaman. nanti saat di bangsal
Kesadaran composmentis Mengontrol lingkungan
dari kebisingan.
Daftar pustaka

Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume
3. Jakarta : EGC
M.A Henderson. 2000. Ilmu Bedah untuk Perawat. Yogyakarta : Yayasan
Essentia Medica

Mansjoer, A. Dkk . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta:


Media Aesculopius

Lukman, & Ningsih, N. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan


Gangguan Sistem Muskuloskletal. Jakarta : Salemba Medika

North American Nursing Diagnosis Association. 2001. Nursing Diagnosis :


Definition and Classification 2009-2011. NANDA International. Philadelphia.
Amin H,2012. Aplikasi asuhan keperawatan nerdasarkan NANDA NOC NIC.
Yogyakarta: Media hardy

Anda mungkin juga menyukai