Oleh :
Irfan B. Pramono dan Rahardyan Nugroho Adi2
2
2
Peneliti Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Jl. A. Yani PO Box 295 Pabelan.
Telepon/Fax.: (+62 271) 716709/716959
Email: bpt.kpdas@gmail.com; ibpramono@yahoo.com; d11lb@yahoo.com
ABSTRAK
Jumlah air di bumi adalah tetap dan terbatas, hanya sejumlah 42,7 ribu km3 yang menjadi
sumber utama penghidupan dan kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Dengan jumlah
air tawar yang jumlahnya sangat terbatas tersebut maka penggunaannya harus
dilakukan secara bijak. Di pulau Batam Kepulauan Riau, ketersediaan air kawasan saat ini
mulai menjadi masalah dan diperkirakan 3 tahun yang akan datang akan menglami
defisit air karena ketersediaan tidak seimbang dengan kebutuhan airnya. Seiring dengan
pertambahan penduduk yang cepat menyebabkan kebutuhan air di pulau Batam
menjadi meningkat pula. Sumber air untuk memenuhi kebutuhan air di pulau Batam
diperoleh dari beberapa dam buatan yang membendung beberapa sungai yang ada di
pulau Batam. Salah satu sungai yang dibendung adalah sungai Duriangkang. Namun
demikian sungai Duriangkang ini belum mempunyai pencatatan data secara kontinyu
sehingga diperlukan pemodelan neraca air untuk menganalisis ketersediaan air di DAS
Duriangkang
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui neraca air dan ketersediaan air DAS
Duriangkang. Metode yang digunakan adalah analisis neraca air yang dikembangkan
oleh Thornthwaite Mather. Metode ini mendasarkan pada data masukan berupa curah
hujan bulanan dan temperature bulanan. Luaran dari metode ini adalah berupa limpasan
bulanan. Kemudian proses yang terjadi di dalam DAS didekati dengan tingkat
evapotranspirasi dan kemampuan tanah menahan air.
Hasil perhitungan neraca air di DAS Duriangkang dengan menggunakan data hujan
bulanan dan temperatur bulanan mulai tahun 2001 sampai dengan 2011 menunjukkan
bahwa fluktuasi limpasan bulanan di DAS Duriangkang berkisar antara 361,56 mm
sampai dengan 1.353,91 mm. Fluktuasi hasil air tahunan di DAS Duriangkang cukup besar
yang disebabkan karena penggunaan lahan yang ada di DAS Duriangkang yang mampu
menyimpan air hujan melalui proses infiltrasi. Rata-rata fluktuasi hasil air selama 11 tahun
(2001 2011) terakhir berkisar dari 30,13 sampai dengan 112,83 mm. Untuk mengatasi
permasalahan fluktuasi hasil air yang cukup besar tersebut maka pembuatan bendung
merupakan suatu keharusan sehingga air sungai tidak langsung terbuang ke laut tetapi
dapat tertampung terlebih dahulu pada dam sehngga ketersediaan air kawasan tetap
terjaga.
Kata Kunci : Neraca air, DAS Duriangkang, Pulau Batam
1
Disampaikan dalam Seminar Nasional Pengelolaan DAS Terpadu untuk
Kesejahteraan Masyarakat diselenggarakan oleh BPTKPDAS dan Fakultas
Pertanian UNIBRAW di Malang, pada tanggal 30 September 2014.
576
I. PENDAHULUAN
577
waduk atau dam terbesar di Kota Batam yang memerlukan upaya
pelestarian. Namun demikian sungai Duriangkang ini belum
mempunyai pencatatan data secara kontinyu sehingga diperlukan
pemodelan neraca air untuk menganalisis ketersediaan air di DAS
Duriangkang
III. METODOLOGI
578
1. Temperatur
Untuk mengetahui temperatur di wilayah kajian, nilai
temperaturnya dapat dihitung dengan metode ekstrapolasi data
temperature dari stasiun klimatologi terdekat. Syarat untuk dapat
melakukan ekstrapolasi adalah elevasi antara kedua tempat ini
sudah diketahui. Ekstrapolasi dilakukan dengan menggunakan
persamaan Mock (1973) yaitu :
Tx = 0,006 ( E Ex ) + T
Dalam hal ini :
Tx = suhu udara hasil ekstrapolasi E = elevasi pada stasiun
iklim
Ex = elevasi daerah yang diektrapolasi T = suhu udara terukur
pada stasiun iklim
2. Perhitungan Indeks Panas
Indeks panas 1 tahun merupakan jumlah nilai indeks panas
bulanan (i). Untuk menghitung nilai indeks panas bulanan (i)
dilakukan dengan menggunakan persamaan :
I = (T/5)1,514
T = temperatur bulanan
Setelah indeks panas bulanan (Januari Desember) diperoleh
kemudian dijumlahkan, hasilnya merupakan indeks panas tahunan
( I ).
3. Perhitungan Evapotranspirasi Potensial Sebelum Terkoreksi
Pada tahap ini adalah menentukan nilai evapotranspirasi potensial
sebelum terkoreksi dengan menggunakan tabel 4, bagian II dan
Tabel 5 dari Thornthwaite-Mather Dasar untuk menentukan nilai
ini adalah rata-rata temperatur bulanan dan nilai indeks panas.
Untuk temperatur diatas 26,5 C nilai evapotranspirasi potensial
sebelum terkoreksinya dicari pada tabel 5, sedangkan untuk
temperatur di bawah 26,5 C diperoleh dari table 4 bagian II.
Dalam perhitungan nilai evapotranspirasi potensial sebelum
terkoreksi ini jika rata-rata temperaturnya dibawah 0 C maka nilai
evapotranspirasi potensial sebelum terkoreksinya adalah sama
dengan 0.
4. Perhitungan Evapotranspirasi Potensial Terkoreksi
Nilai evapotranspirasi potensial terkoreksi diperoleh dengan
mengalikan faktor koreksi dengan nilai evapotranspirasi sebelum
terkoreksi. Faktor koreksi ditentukan berdasarkan letak lintang
579
wilayah kajian. Nilai faktor koreksi diperoleh dari tabel 6 atau 7
dari Thornthwaite-Mather.
5. Hujan ( P )
Perhitungan rata-rata hujan bulanan wilayah kajian dilakukan
dengan menggunakan metode poligon Thiessen. Data curah hujan
dikumpulkan dari beberapa stasiun hujan terdekat di sekitar
wilayah kajian. Perhitungan hujan dilakukan dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
580
nilai P PE negatif yang terakhir. Perhitungan nilai APWL ini
bersifat komulatif.
8. Perhitungan Cadangan Lengas Tanah (ST)
Terdapat dua cara perhitungan cadangan lengas tanah (ST)
pertama adalah berdasarkan nilai air tersedia, kedalaman zona
perakaran, dan luas penggunaan lahan yang ada di lokasi
kajian.Nilai air tersedia diperoleh dari hasil analisis sampel tanah
(parameter pF 2,54 dan pF 4,2). Kedalaman zone perakaran
diperoleh dari survei lapang dan luas penggunaan lahan dari
analisis peta penggunan lahan. Untuk APWL yang bernilai positif
nilai cadangan lengas tanah dihitung berdasarkan :
581
13. Perhitungan Limpasan (Runoff)
Perhitungan nilai limpasan merupakan langkah terakhir
perhitungan neraca air metode Thornthwaite Mather. Nilai
limpasan diperoleh berdasarkan nilai surplus air yang besarnya
diasumsikan berkisar 50 % dari nilai surplus yang tersedia untuk
menjadi limpasan setiap bulannya dan akan dialirkan pada bulan
berikutnya. Total jumlah limpasan dalam satu tahun adalah
merupakan nilai predikasi ketersediaan air di wilayah kajian.
Hasil akhir dari hasil perhitungan neraca air tersebut adalah berupa
total prediksi limpasan selama satu tahun di lokasi kajian yang identik
dengan prediksi ketersediaan air lokasi kajian.
582
Tabel 1. Jenis Penggunaan Lahan dan Luasannya di DAS Duriangkang
Je nis Penutupan Lahan Luas (ha) %
Badan jalan 11.5 5.2
Pemukiman jarang 46.9 21.3
Pemukiman padat 87.6 39.8
Semak belukar 20.7 9.4
Tanah terbuka 53.6 24.3
Total 220.3 100.0
Dari beberapa jenis penggunaan lahan yang ada di DAS Duriangkang,
sebagian besar luasan adalah berupa pemukiman. Sedangkan yang
tertutup vegetasi yang hanya berupa semak belukar hanya sebesar 20
Ha. Dengan kondisi demikian maka potensi lahan yang diduga mampu
menyimpan atau menginfiltrasi air hujan yang jatuh adalah hanya yang
berada di penggunaan lahan berupa semak belukar dengan luasan
sebesar 20 Ha saja sedangkan jenis penggunaan lahan yang lainnya
kecil kemungkinannya mampu meresapkan air ke dalam tanah tanpa
introduksi teknologi.
Selanjutnya perhitungan hasil air DAS Duriangkang dengan
pendekatan model Thornthwaite Mather dilakukan dengan
menggunakan data temperatur dan curah hujan bulanan mulai tahun
2001 2011. Rekapitulasi hasil perhitungan neraca air dan ketersediaan
air DAS Duriangkang disajikan pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Neraca Air dan Ketersediaan
Air DAS Duriangkang
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des JUMLAH Rata-rata
2001 145.18 72.59 36.29 74.91 97.51 48.76 41.56 41.46 20.52 113.44 87.03 155.75 935.01 77.92
2002 125.24 62.62 31.31 15.65 7.83 29.69 36.53 18.26 9.13 4.57 2.28 169.88 512.99 42.75
2003 331.62 165.81 83.02 41.51 20.75 10.38 5.19 2.59 40.59 93.98 62.80 167.64 1025.87 85.49
2004 279.30 139.65 85.94 42.97 66.04 33.02 56.19 28.10 14.05 7.02 3.51 10.00 765.79 63.82
2005 99.38 49.69 24.84 12.42 105.27 52.63 26.32 34.84 21.71 110.04 149.83 80.15 767.12 63.93
2006 366.58 183.29 91.64 68.08 34.10 76.83 38.59 20.98 10.49 5.24 2.62 384.55 1282.99 106.92
2007 288.86 144.43 72.21 36.10 33.61 45.08 55.22 57.29 66.44 95.90 100.76 235.12 1231.03 102.59
2008 48.94 34.70 126.97 63.25 31.62 15.81 57.58 45.47 69.53 91.95 74.28 97.88 757.99 63.17
2009 25.24 12.62 10.43 5.21 2.61 13.58 30.47 51.92 38.25 47.31 73.46 50.47 361.56 30.13
2010 16.17 8.09 26.66 43.60 30.86 38.71 53.53 26.77 74.18 46.77 64.69 32.35 462.37 38.53
2011 335.55 167.77 83.89 41.94 20.97 22.76 11.56 76.46 72.53 157.44 206.53 156.50 1353.91 112.83
583
mm/bulan dan pada tahun 2011 hasil airnya adalah sebesar 112,83
mm/bulan. Jika dibandingkan, perhitungan hasil air yang diperoleh
mulai tahun 2001 sampai dengan 2011 tersebut fluktuasi hasil air di DAS
Duriangkang cukup besar.
584
tersaji pada Tabel 2 nampak bahwa hasil air tahunan di DAS
Duriangkan hanya kecil. Hal ini jika dihubungkan dengan penggunaan
lahannya, memang hanya sebagian kecil saja penggunaan lahan yang
mampu menyimpan air hujan untuk diresapkan ke dalam tanah yaitu
pada penggunaan lahan berupa semak belukar yang luasannya hanya
sebesar 20 Ha saja sehingga menyebabkan hasil air DAS Duriangkang
sangat kecil jika dibandingkan dengan masukan curah hujan
tahunannya
585
Perbandingan Runoff Pengukuran Langsung dan
Perhitungan
400
300
Runoff
200
Runoff Hitung
100 Runoff Ukur
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan
V. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
586
Bruijnzeel, L.A., 1982. Hydrological and Biogeochemical aspects of Man-
made Forest in South-central Java. Indonesia. Nuffic Project
ITC/GUA/VU.
587