Disusun oleh
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................6
1.2 Perumusan masalah ....................................................................................6
1.3 Tujuan .........................................................................................................7
1.4 Batasan Masalah .........................................................................................7
BAB II DASAR TEORI ...........................................................................................8
2.1 Struktur Bangunan Pelindung Pantai dan Bangunan Pantai .11
2.1.1 Breakwater ..........................................................................................11
2.1.2 Groin ...................................................................................................11
2.1.3 Dermaga ..12
2.1.4 Revertment ..........................................................................................12
2.1.5 Seawall ................................................................................................12
2.1.6 Bulkhead .12
2.2 Hidrooceanografi .......................................................................................12
2.2.1 Angin .................................................................................................12
2.2.2 Fetch ..................................................................................................15
2.2.3 Pasang Surut ......................................................................................16
2.2.4 Refraksi Gelombang ..19
2.2.5 Difraksi Gelombang ...20
2.2.6 Pendangkalan Gelombang .22
2.3 Dasar Perencanaan Gelombang .................................................................23
2.4 Perencanaan Dimensi Dermaga ................................................................24
2.4.1 Perencanaan Elevasi Dermaga ...........................................................24
2.4.2 Penentuan Panjang Dermaga ..............................................................24
2.4.3 Lebar Dermaga ...................................................................................24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...25
BAB IV ANALISA KONDISI LINGKUNGAN ...................................................27
DAFTAR PUSTAKA 55
LAMPIRAN ..........................................................................................................56
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmatn-Nya, kami dapat menyelesaikan Tugas Rancang Struktur Pantai
(TRB I) ini dengan sebaik mungkin. Kami menyampaikan ucapan terima kasih atas
bimbingan dan bantuan baik berupa materi maupun doa baik secara langsung maupun
tidak langsung kepada :
1. Dosen pembimbing TRB I kami, Bapak Dr. Ir. Wahyudi Citro Siswoyo, yang
selalu meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu lebih ke kami dan teman-
teman satu bimbingan, serta motivasi-motivasi yang diberikannya selama
pengerjaan tugas ini.
2. Orang tua kami yang selalu mendoakan kami.
3. Teman-teman satu bimbingan kami yang selalu saling membantu dalam
pengerjaan tugas ini.
4. Seluruh angkatan 2014 yang telah berjuang bersama-sama untuk kelancaran
tugas ini.
5. Pihak-pihak lain yang secara langsung atau tidak, membantu dalam
menyelesaikan tugas ini.
Dalam menyelesaikan Tugas Rancang Besar I ini, kami memohon maaf jika terdapat
beberapa kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu, kritik dan saran sangat kami
harapkan untuk memperbaiki kedepannya.
Harapan kami, semoga Tugas Rancang Besar I ini dapat berguna baik bagi kami
maupun pihak-pihak lain.
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari Tugas Rancang Besar I ini adalah :
1. Mahasiswa mampu mengolah data oceanografi dari lapangan untuk peramalan
gelombang, arus, dan angin, yang akan berpengaruh langsung pada bangunan.
2. Mahasiswa mampu menentukan lokasi yang tepat untuk dibangunnya sebuah
struktur pantai dengan memperhitungkan segala pengaruh yang terjadi.
3. Mahasiswa diharapkan mampu membangun sebuah struktur pantai.
4. Mahasiwa mampu menganalisa pengaruh bangunan struktur pantai yang
dibangun terhadap kondisi lingkungan sekitar yang akan terjadi.
BAB II
DASAR TEORI
Masalah yang ada di pantai adalah erosi yang menimbulkan kerugian sangat
besar dengan rusaknya kawasan pemukiman dan fasilitas-fasilitas di daerah tersebut.
Untuk menanggulangi erosi pantai langkah pertama yang harus di lakukan adalah
mencari penyebab terjadinya erosi.
Cara menanggulangi erosi di pantai (abrasi) adalah membangun bangunan
pelindung pantai, bangunan tersebut digunakan untuk melindungi pantai dari serangan
gelombang dan arus, menurut B.Triatmodjo (1999) terdapat beberapa cara dalam
melindungi pantai, yaitu:
1. Memperkuat/melindungi pantai agar mampu menahan serangan gelombang,
2. Mengubah laju transport sediment sepanjang pantai,
3. Mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai,
4. Reklamasi dengan menambah suplai sediment ke pantai atau dengan cara lain.
Menurut Stuktur Pelindung Pantai (Pratikto,1999) erosi pantai dapat terjadi oleh
berbagai sebab, secara umum sebab erosi tersebut dapat dikelompokan menjadi dua hal,
yaitu sebab alami dan sebab buatan (disebabkan oleh manusia) :
2.1.2 Groin
Groin adalah suatu bangunan pelindung pantai yang direncanakan untuk
menangkap transportasi sedimen sejajar pantai dan dibangun tegak lurus pantai. Groin
dapat memberikan atau memperlebar pantai dengan menahan sedimen sejajar pantai
(littoral drift) atau dapat menstabilkan dan mengendalikan erosi pada daerah garis pantai
dengan mengurangi kecepatan hilangnya sedimen pantai. Oleh karena itu groin sangat
efektif jika erosi pantai yang terjadi disebabkan oleh akibat transportasi sedimen sejajar
pantai yang terganggu dengan material pantai berupa pasir.
2.1.3 Dermaga
Dermaga adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan pada kedua sisi
muara sungai yang berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh sedimen pantai.
Pada penggunaan muara sungai sebagai alur pelayaran, pengendapan di muara dapat
mengganggu lalu lintas kapal. Untuk keperluan tersebut jetti harus panjang sampai
ujungnya berada di luar gelombang pecah. Dengan jetti panjang transport sedimen
sepanjang pantai dapat tertahan dan pada alur pelayaran kondisi gelombang tidak pecah
sehingga memungkinkan kapal masuk ke muara sungai.
2.1.4 Revertment
Revertment biasa di sebut slope protection adalah merupakan bangunan
pelindung tebing pantai terhadap gelombang yang relatif kecil, misalnya pada kolam
pelabuhan, bendungan ataupun pantai dengan gelombang kecil. Ada dua tipe revertment
yaitu permiable revertment dan impermiable revertment (Pratikto,1996).
2.2 HIDROOCEANOGRAFI
2.2.1 Angin
U = 2,16 Us 7/9
Dengan :
U : kecepatan angin terkoreksi (knot)
Us : kecepatan angin yang diukur oleh kapal (knot)
RT = Koreksi akibat perbedaan temperatur antara udara dan air (Gb. 1.1)
RL = Koreksi terhadap pencatatan angin yang dilakukan di darat (Gb.1.2 )
(U10)L = Kecepatan angin pada ketinggian 10 m di atas tanah (land).
Untuk menggunakan grafik yang ada pada buku Shore Protection Manual
(1984), kecepatan angin tersebut masih harus dirubah ke faktor tegangan angin U A
(wind-stress factor) yang dapat dihitung dengan rumus berikut (Yuwono, 1992) :
UA = 0,71 U 1,23
Dengan :
U = kecepatan angin dalam m/det.
lama hembus tD pada Grafik SPM, 1984 . Selain dengan cara grafik, Hs dan Ts juga
dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut :
Hs = 5.112 x 10-4 x UA x F
Ts = 6.25 x 0.01 (UAF)1/3
Dengan :
UA : Wind Stress
F : Panjang Fetch (m)
2.2.2 Fetch
Dalam tinjauan pembangkitan gelombang dilaut, fetch dibatasi oleh bentuk
daratan yang mengelilingi laut. Didaerah pembentukan gelombang, gelombang tidak
hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai
sudut terhadap arah angin. Fetch rerata efektif diberikan oleh persamaan berikut
(Triatmodjo, 1999) :
i cos i
F eff =
cos i
Dengan :
F eff = Fetch effektif
Xi = Panjang fetch
dibumi. Meskipun massa dibulan jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan
terhadap bumi lebih besar daripada pengaruh gaya tarik matahari.
Pengetahuan pasang surut sangat penting di dalam perencanaan pelabuhan.
Elevasi muka air tertinggi (pasang) dan terendah (surut) sangat penting untuk
merencanakan baengunan-bangunan pelabuhan. Sebagai contoh, elevasi puncak
bangunan pemecah gelombang, dermaga, dsb. Ditentukan oleh elevasi muka air pasang,
sementara kedalaman alur pelayaran/pelabuhan ditentukan oleh muka air surut. Tinggi
pasang surut adalah jarak vertikal antara air tertinggi (puncak air pasang) dan air
terendah (lembah air surut) yang berurutan. Periode pasang surut adalah waktu yang
diperlukan dari posisi muka air pada muka air rerata ke posisi yang sama berikutnya.
Periode pasang surut bisa 12 jam 25 menit atau 24 jam 50 menit, yang tergantung pada
tipe pasang surut. Periode pada muka air naik disebut pasang, sedang pada saat sir turun
disebut surut. Variasi muka air menimbulkan arus yang disebut dengan arus pasang
surut, yang mengangkut massa air dalam jumlah sangat besar. Arus pasang terjadi pada
waktu periode pasang dan arus surut terjadi pada periode air surut. Titik balik (slack)
adalah saat dimana arus berbalik antara arus pasang dan arus surut. Titik balik ini bisa
terjadi pada saat muka air tertinggi dan muka air terendah. Pada saat tersebut kecepatan
arus adalah nol.
Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di sutau daerah dalam satu
hari dapat terjadi satu kali pasang surut. Secara umum pasang surut di berbagai daerah
dapat dibedakan empat tipe, yaitu pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian
ganda (semidiurnal tide) dan dua jenis campuran.
Mengingat elevasi di laut selalu berubah satiap saat, maka diperlukan suatu
elevasi yang ditetapkan berdasar data pasang surut, yang dapat digunakan sebagai
pedoman dalam perencanaan pelabuhan. Beberapa elevasi tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Muka air tinggi (high water level,HWL), muka air tertinggi yang dicapai pada
saat air pasang dalam satu siklus pasang surut.
2. Muka air rendah (low water level,LWL), kedudukan air terendah yang dicapai
pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut.
3. Muka air tinggi rerata (mean high water level, MHWL), adalah rerata dari muka
air tinggi selama periode 19 tahun.
4. Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata dari muka
air rendah selama periode 19 tahun.
5. Muka air laut rerata (mean sea level, MSL), adalah muka air rerata antara muka
air tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai
referansi untuk elevasi di daratan.
6. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL), adalah air tertinggi
pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
7. Muka air rendah terendah (lowest low water level, LLWL), adalah air terendah
pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
8. Higher high water level, adalah air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu hari,
seperti dalam pasang surut tipe campuran.
9. Lower low water level, adalah air terendah dari dua air rendah dalam satu hari.
Pada umumnya tipe pasang surut di perairan ditentukan dengan
menggunakan rumus Formzahl, yang berbentuk :
K1 O1
F
M 2 S2
Dimana nilai Formzahl,
F = 0.00 0.25 ; pasut bertipe ganda (semi diurnal)
F = 0.26 1.50 ; pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol (mixed,
mainly semi diurnal)
F = 1.51 3.00 ; pasut bertipe campuran dengan tipe tunggal yang menonjol (mixed,
mainly diurnal)
F > 3.00 ; pasut bertipe ( diurnal)
O1 = unsur pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan
K1 = unsur pasut tunggal yang disebabkan oleh gaya tarik matahari
M2 = unsur pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan
S2 = unsur pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik matahari
A(t) = Amplitudo
So = Tinggi muka laut rata-rata (MSL)
An = Amplitudo komponen harmonis pasang surut.
Gn = Phase komponen pasang surut
n = konstanta yang diperoleh dari hasil perhitungan astronomis
t = waktu
Bench
mark
elevasi datum
Duduk Tengah
Gambar 2.3 Macam permukaan air laut yang digunakan sebagai datum referensi
DL = MSL - Zo
4. Pasut Tertinggi Rata-rata
Datum pasang surut lainnya yang biasa dipakai untuk keperluan hidrografi
adalah air tertinggi rata-rata (mean higher high water), biasa disebut sebagai
datum elevasi, yang didefinisikan menurut persamaan :
MHWL = Zo + (M2 + S2 )
HHWL = Zo + (M2 + S2 ) + (O1 + K1 )
5. Pasang Terendah Rata-rata
MLWL = Zo - (M2 + S2 )
LLWL = Zo - (M2 + S2 )- (O1 + K1 )
6. HAT (Tinggi Pasang surut)
HAT = Zo + A i
Orthogonal
Gelombang
L o
b
x
L
b
x
Apabila ditinjau gelombang di laut dalam dan di suatu titik yang ditinjau, maka :
C
sin sin o
Co
bo b
dimana x
cos o cos
bo cos o
KR =
b cos
Maka tinggi gelombang pada kedalaman Ho adalah
H = Ks . Kr . H o
Ks = Koefisien Shoaling
Kr = Koefisien Refraksi
Ho = Tinggi gelombang di laut dalam
Arah Gelombang
L
Rintangan
r
A
titik yang terletak di daerah terlindung dan tinggi gelombang datang (r/L) disebut
koefisien difraksi KD.
HA = KD . HP
Dimana :
HA = Tinggi gelombang setelah mengenai rintangan (Breakwater)
KD = Koefisien difraksi ( didapat dari table yang diberikan oleh weigel )
HP = Tinggi gelombang pada saat mengenai rintangan (Breakwater)
Atau
n o Lo
Ks = (Bambang Triatmojo)
n.L
Dimana harga no = 0,5 (di dalam laut), n, Lo, L di dapat pada tabel L-1.
Dermaga adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan pada kedua sisi
muara sungai yang berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh sedimen pantai
dan pengendalian banjir. (CERC, SPM Vol 1, 1984). Panjang dermaga sangat tergantung
pada jenis pantai dimana dermaga akan dibangun. Pada penggunaaan muara sungai
sebagi alur pelayaran, pengendapan di muara sungai dapat mengganggu lalu lintas
kapal. Untuk keperluan tersebut dermaga harus panjang sampai ujungnya berada di luar
gelombang pecah. Untuk daerah yang sering terkena banjir, ujung dermaga berada di
antara muka air surut dan gelombang pecah, namun ada juga ujung dermaga yang
berada pada muka air surut.
Dimana :
B= lebar puncak
n = jumlah butir batu (nminimum = 3)
kA= koefisien lapis
W= berat butir batu pelindung
r = berat jenis batu pelindung
BAB III
METODOLOGI
Dalam Perancangan bangunan pelindung pantai hal hal yang menjadi suatu
pertimbangan adalah :
1. Jenis bangunan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan analisa kondisi lingkungan.
Hal ini dipengaruhi oleh pola arus, gelombang, dan kondisi lainnya.
2. Peletakan bangunan disesuaikan dengan kriteria penempatan yang benar sesuai
dengan arah gelombang dominan. Untuk mempermudah langkah kita dalam
melakukan perencanaan bangunan laut pada TRB I ini diperlukan suatu metodologi
sebagai berikut :
Studi literatur
Studi dan pengumpulan literatur sebagai bahan-bahan acuan dan sumber teori-teori
yang diperlukan dalam perencanaan bangunan pelindung pantai.
Kegiatan persiapan
Kegiatan persiapan ini adalah berupa pengumpulan data hidroocenografi yang
meliputi :
Data Angin;
Data Pasang Surut;
Peta Batimetri;
Data Tanah.
Peramalan gelombang, proses ini meliputi perhitungan :
Pembuatan windrose;
Fetch efektif;
Koreksi angin dan wave design;
Periode ulang;
Refraksi dan shoaling;
Gelombang pecah;
Difraksi;
3. Analisis dimensi bangunan, merupakan proses perancangan bangunan yang meliputi
perhitungan :
Tinggi bangunan;
Lebar bangunan;
Jenis dan jumlah bagian penyusun bangunan;
5. Lay out, proses ini adalah berupa penempatan bangunan yang direncanakan.
6. Penyusunan laporan.
MULAI
STUDI LITERATUR
PENGUMPULAN DATA
ANALISA DATA
Pengolahan data
LAY-OUT
PERENCANAAN DETAIL
STRUKTUR
Hasi
l
Gambar struktur
KESIMPULAN
SELESAI
BAB IV
ANALISA KONDISI LINGKUNGAN
Secara administrasi lokasi daerah studi adalah pantai Kenjeran yang terletak pada
daerah administrasi sebagai berikut :
Kota : Tegal
Provinsi : Jawa Tengah
Dengan batas astronomi sebagai berikut :
LINTANG : 652'9.84"S Selatan
BUJUR : 1098'24.72" Timur
Gambar 4.1 Lokasi Pantai di Kota Tegal dilihat dengan Google Earth
Data angin yang dipergunakan dalam peramalan gelombang selama 4 tahun yakni
tahun 2006, tahun 2007, tahun 2008 dan tahun 2009 untuk wilayah Tegal. Penggunaan
data angin tahunan diperlukan untuk mengekstimasi pembangkitan gelombang di lokasi
dimana struktur perlindungan pantai akan dibangun. Data tersebut dapat diperoleh dari
pengukuran langsung di atas permukaan laut atau pengukuran di darat di dekat lokasi
pengukuran. Data angin tersebut di sajikan seperti dalam tabel dibawah ini (lengkapnya
pada lampiran) :
Tabel 4.1 Prosentase Kejadian Data Angin Oktober 2006 September 2009
Station Tegal
Period Okt 2006 - Sep 2009
Data Blowing To
Windspeed (knots)
Directions
No 9 - 12 -
(degrees) 0 - 3 3 - 6 6 - 9 Total
12 15
1 North 11078 532 14 0 0 11624
2 North-East 997 552 13 0 0 1562
3 East 903 1452 711 199 19 3284
4 South-East 400 177 57 7 0 641
5 South 309 37 0 0 0 346
6 South-West 518 227 2 0 0 747
7 West 1439 1843 259 0 0 3541
8 North-West 2313 2188 56 1 0 4558
Sub-Total 17957 7008 1112 207 19 26303
Calms 0
Missing/Incomplete 1
Total 26304
44.19 % of the wind at Brebes Regency happened to blow to the North direction
52 % of the wind that blow to the North West direction have the speed in
the range of 0 - 3 knots.
Dari data prosentase kejadian angin tersebut, dapat dibuat wind rose diagram
untuk menentukan arah datang angin dominan pada lokasi tersebut (lengkapnya pada
lampiran). Wind rose mempermudah kita dalam membaca data angin. Dari hasil wind
rose dalam kurun waktu 4 tahun menunjukkan bahwa arah angin dominan ke tenggara
berasal dari barat laut.
NORTH
45,1%
DATA PERIOD:
36,1%
Start Date: 01/10/2006 - 00.00
End Date: 30/09/2009 - 23.00
27,1%
TOTAL COUNT: CALM WINDS:
COMPANY NAME:
WEST EAST
MODELER:
WIND SPEED
(Knots)
1. Mengukur panjang jari-jari fetch berdasarkan gambar peta lokasi yang ada dan
menghitung panjang segmen fetch (Xi dalam km).
2. Menghitung besarnya fetch effektif
Di dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch di batasi oleh bentuk
daratan yang mengelilingi laut. Di daerah pembentukan gelombang tidak hanya
dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut
terhadap arah angin. Hasil perhitungan panjang fetch effektif dalam berbagai arah dapat
dilihat dalam tabel berikut ini
xi.Cos
Feff =
Cos
Tabel 4.3 Perhitungan fetch efektif angin dari arah Barat Laut, 2006-2009
FETCH CALCULATION
Where
= Angles relative to dominant wind direction
Xm = Length at map (cm)
Xi = Length (km)
Cos
No. Angle (0) Xm (map)(cm) Xi (real)(km) XiCos()
()
1 42 0.743 16.00 492.381 365.910
2 36 0.809 15.80 486.226 393.365
3 30 0.866 15.00 461.607 399.764
4 24 0.914 13.70 421.601 385.152
5 18 0.951 13.50 415.446 395.113
6 12 0.978 16.50 507.768 496.672
7 6 0.995 18.10 557.006 553.955
8 0 1.000 16.80 517.000 517.000
9 6 0.995 13.80 424.679 422.352
10 12 0.978 12.40 381.595 373.256
11 18 0.951 12.60 387.750 368.772
12 24 0.914 13.60 418.524 382.341
13 30 0.866 14.10 433.911 375.778
14 36 0.809 16.00 492.381 398.345
15 42 0.743 14.60 449.298 333.893
Cos() 13.511 XiCos() 6161.667
Effective Fetch
= = 456.051 km
(Feff)
Feff = 456050.99 m
Tabel 4.4 Perhitungan Tinggi Gelombang 2006-2009 Angin dari arah Barat
Laut
UL UL UW F H0 T0
No. RL UA
(knots) (m/s) (m/s) (m) (m) (s)
1 3 1.5433 1.852 2.858 2.584 456051 0.892 6.589
2 6 3.0867 1.618 4.994 5.133 456051 1.772 8.283
3 9 4.6300 1.460 6.760 7.449 456051 2.571 9.377
4 12 6.1733 1.336 8.248 9.513 456051 3.284 10.174
5 15 7.7167 1.245 9.607 11.478 456051 3.962 10.831
Calculate the root mean square wave parameter using Eq. 3-33a and 3-33b
Keterangan:
Hrms = 0.490 m
Hs = 0.693 m
H avg = 1.205 m
Dengan konsep statistik maka dilakukan perkiraan tinggi gelombang hingga pada
siklus 50 tahunan. Maksud yang ingin dicapai ialah untuk memperkirakan kemungkinan
paling kritis dari perancangan yang dilakukan utamanya pada kemampuan struktur
untuk meredam gelombang. Dengan menggunakan metode Gumbell dilakukan
perhitungan sebagai berikut :
Prediksi gelombang dengan periode ulang berdasarkan distribusi Gumbell dalam CERC
NT = 3 data K= 3 years
N= 3 data L= 1
1 = 0.64
2 = 9
k = 0.93
c = 0
= 1.33
Hr = Hsm(Avg) = = 0.5011
= - 0.8131
= 1.3170
SIGNIFICANT
RETURN PERIOD
HEIGHT
(years) (meter)
2 yearly 2.6350
5 yearly 3.0289
10 yearly 3.2897
15 yearly 3.4368
20 yearly 3.5398
25 yearly 3.6192
50 yearly 3.8636
75 yearly 4.0057
100 yearly 4.1063
150 yearly 4.2477
Karena Bangunan Pantai Panarukan di Situbondo dibuat untuk 50 tahun, maka tinggi
gelombang signifikan untuk 50 tahun yaitu :
Direction = North
Degree = 0
Wave Height = 3.8636
(meter)
Period = 1.5591
(second)
Untuk selanjutnya maka dasar dari tinggi gelombang adalah tinggi gelombang
periode ulangan 50 tahunan dengan tinggi m, dimana tinggi gelombang ini mewakili
tinggi gelombang laut dalam.
Tabel 4.7 Konstanta Pasang Surut (Dari data tahun 2009 dari DISHIDROS)
M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4 Z0
A (m) 0.5967 0.2925 0.1655 0.0519 0.4402 0.2627 0.1509 0.0039 0.0016 0.0025
Dari hasil pengamatan ketinggian air berkenaan dengan pasut yang diprediksi
didapatkan tipe pasang surut untuk daerah Situbondo, Madura dengan menggunakan
rumus Formzahl didapat nilai Formzahl Number sebesar 0.79 maka dapat diketahui tipe
pasang surut campuran cenderung diurnal.
F = ( K1 + O1 ) / ( M2 + S2 )
Dari rumus Formzahl diatas maka dapat diketahui tipe pasang surut daerah Kenjeran
Z0 = 0.0025 m
MLWL = Z0-(M2+S2)
= -1.2972 m
MSL = Z0
= 0.0025 m
LLWL = Z0-(M2+S2)-(O1+K1)
= -1.7925 m
MHWL = Z0 + (M2+S2)
= 1.3021 m
HWL = Z0 + Ai
= Z0 +(M2 + S2 + N2 + P1 + O1 + K1)
= 1.7975 m
LWL = Z0 - Ai
= Z0 -(M2 + S2 + N2 + P1 + O1 + K1)
= -1.7975 m
Keterangan :
HWL (High Water Level) : Muka air tertinggi yang dicapai pada saat air pasang
dalam 1 siklus pasut.
LWL (low water Level) : Kedudukan muka air terendah yang dicapai pada saat air
surut dalam 1 siklus pasut.
MHWL (Mean High Water Level) : Rerata dari muka air tinggi
MLWL (Mean Low Water Level) : Rerata dari muka air rendah
MSL (Mean Sea Level) : Muka air rerata antara muka air tinggi dan muka
air rendah rerata.
HHWL (Highest High Water Level) : Air tertinggi pada saat pasut purnama atau bulan
mati.
LLWL (Lowest Low Water Level) : Air terendah pada saat pasut purnama atau bulan
mati.
H'0 = H x Kr (m)
a = db / Hb (m) max
b = db / Hb (m) min
Cb = (g x db)0.5
Besar Wave set up di daerah gelombang pecah diberikan oleh rumus berikut ini :
2/3
0,536.Hb
Sb = 1/ 2
g T
Sw = DS Sb db = 1,28 Hb
Dimana :
.g
P1 = .. Hb2 .Cb. Sin b . Cos b
8
Tabel 4.8 Perhitungan Sedimentasi
Psb(ton
Pias Hb (m) Hb2 (m) db (m) Cb (m/s) b cos b sin b m/s)
1 2,2677 5,1426 2,93107 5,3623 28,53 0,8785 0,4777 14,5453
2 2,2677 5,1426 2,93139 5,3625 28,53 0,8785 0,4777 14,5465
3 2,2677 5,1424 2,93279 5,3638 26,02 0,8987 0,4386 13,6658
4 2,2677 5,1424 2,9312 5,3624 23,65 0,9160 0,4012 12,7370
5 2,2677 5,1424 2,92831 5,3597 22,20 0,9259 0,3779 12,1194
6 2,2677 5,1424 2,93068 5,3619 22,12 0,9264 0,3765 12,0876
7 2,2677 5,1424 2,92981 5,3611 22,20 0,9259 0,3779 12,1235
8 2,2677 5,14238 2,94892 5,3786 24,46 0,9102 0,4141 13,1041
9 2,2677 5,14238 2,94892 5,3786 20,52 0,9366 0,3505 11,4117
10 2,2677 5,14238 2,931 5,3622 20,47 0,9369 0,3497 11,3548
11 2,2677 5,14238 2,93103 5,3622 20,08 0,9392 0,3434 11,1779
12 2,2677 5,14238 2,93103 5,3622 20,08 0,9392 0,3434 11,1779
13 2,2677 5,14238 2,93107 5,3623 28,53 0,8785 0,4777 14,5447
14 2,2677 5,14238 2,93104 5,3622 21,65 0,9295 0,3689 11,8837
15 2,2677 5,14238 2,93104 5,3622 23,20 0,9191 0,3939 12,5496
16 2,2677 5,14238 2,93104 5,3622 23,20 0,9191 0,3939 12,5496
17 2,2677 5,14238 2,93104 5,3622 23,20 0,9191 0,3939 12,5496
18 2,2677 5,14238 2,93104 5,3622 23,20 0,9191 0,3939 12,5496
19 2,2677 5,14238 2,93105 5,3622 25,51 0,9025 0,4306 13,4701
20 2,2677 5,14238 2,93106 5,3622 26,27 0,8967 0,4426 13,7554
21 2,2677 5,14238 2,93106 5,3622 26,27 0,8967 0,4426 13,7554
22 2,2677 5,14238 2,93106 5,3622 27,03 0,8908 0,4544 14,0296
23 2,2677 5,14238 2,93107 5,3623 28,53 0,8785 0,4777 14,5447
24 2,2677 5,14238 2,93107 5,3623 28,53 0,8785 0,4777 14,5447
25 2,2677 5,14238 2,93109 5,3623 30,76 0,8593 0,5115 15,2325
26 2,2677 5,14238 2,93111 5,3623 32,95 0,8392 0,5438 15,8179
27 2,2677 5,14238 2,93114 5,3623 35,78 0,8113 0,5847 16,4402
28 2,2677 5,14238 2,93118 5,3624 37,84 0,7897 0,6135 16,7916
29 2,2677 5,14238 2,93118 5,3624 37,84 0,7897 0,6135 16,7916
30 2,2677 5,14238 2,93114 5,3623 35,78 0,8113 0,5847 16,4402
31 2,2677 5,14238 2,93112 5,3623 33,66 0,8323 0,5543 15,9902
32 2,2677 5,14238 2,93109 5,3623 31,49 0,8527 0,5224 15,4390
33 2,2677 5,14238 2,93109 5,3623 31,49 0,8527 0,5224 15,4390
34 2,2677 5,14238 2,93108 5,3623 29,28 0,8722 0,4891 14,7853
35 2,2677 5,14238 2,93107 5,3623 27,78 0,8847 0,4661 14,2928
36 2,2677 5,14238 2,93105 5,3622 26,52 0,8948 0,4465 13,8470
37 2,2677 5,14238 2,93104 5,3622 23,97 0,9137 0,4063 12,8670
38 2,2677 5,14238 2,93104 5,3622 22,43 0,9244 0,3815 12,2217
39 2,2677 5,14238 2,93103 5,3622 20,87 0,9344 0,3562 11,5357
40 2,2677 5,14238 2,93103 5,3622 20,87 0,9344 0,3562 11,5357
41 2,2677 5,14238 2,93102 5,3622 16,93 0,9567 0,2912 9,6545
42 2,2677 5,14238 2,93102 5,3622 15,34 0,9644 0,2645 8,8414
43 2,2677 5,14238 2,93102 5,3622 13,74 0,9714 0,2375 7,9974
44 2,2677 5,14238 2,93101 5,3622 13,74 0,9714 0,2375 7,9974
Dimana :
Hd = Tinggi gelombang difraksi (m)
K = Koefisien Difraksi
Hb = Tinggi gelombang pecah (m)
Hs = Tinggi gelombang signifikan (m)
Dimana :
R = kemunduran garis pantai (m/year)
S = kenaikan muka air laut (m)
L = panjang profil pantai tiap pias (m)
B = ketinggian pantai (m)
H = closure depth (m)
Jadi, kemunduran garis pantai yang terjadi di Pantai Panarukan Madura adalah 0.0092
m/tahun.
BAB V
PERANCANGAN DERMAGA
Diameter Batuan
Dn50 = 0.775 m
o Bagian Kepala Underlayer
Dn50 = 0.360 m
o Bagian Lengan Armor
Dn50 = 0.763 m
o Bagian Lengan Underlayer
Dn50 = 0.354 m
Lebar puncak
o Bagian Kepala
B = 2.556 m
o Bagian Lengan
B = 2.517 m
t = 1.704 m
o Bagian Kepala Underlayer
tu = 0.791 m
o Bagian Lengan Armor
t = 1.678 m
o Bagian Lengan Underlayer
tu = 0.799 m
Lebar Kaki
o Bagian Kepala
B = 2.373 m
o Bagian Lengan
B = 2.336 m
Tebal Kaki
o Bagian Kepala
t = 1.582 m
o Bagian Lengan
t = 1.557 m
Panjang Breakwater
V = 3.2 m/s
L = 24.31 m/s
T = 7.59 detik
(diperoleh dari BMKG)
Lo = 888.87 m
P = 222.217 m
o Bagian Kepala
N = 54.79 buah
o Bagian Lengan
N = 56.51 buah
b = 541.35 m
Kedalaman alur
H = 17 m
Lebar Alur
Lebar alur = 2 Loa
= 560 m
r = 10 L
karena sudut belokan > 35
r = 1400 m
Kolam Pelabuhan
Untuk bobot 50000 ton, maka :
(Sumber : Perencanaan Pelabuhan Bambang Triadmojo)
o Kedalaman Kolam Pelabuhan
Kedalaman kolam pelabuhan = 15 m
o Jari-Jari Kolam
Jari-jari kolam = Loa + 6H
= 280 + 6 x 1.79
= 290.74 m
o Lebar Kolam Labuh
Lebar kolam labuh = 2 x jari-jari kolam
= 2 x 290.74
= 581.48 m
o Luas Kolam Putar
Ketenangan Pelabuhan
Tinggi gelombang kritis untuk bongkar muat
Untuk kapal besar = 0.7 1.5 m
= 1.5 m
Gudang Pelabuhan
Dermaga Tipe wharf
Lpp = (2 x Loa) + 65
= 265 m
c = 30 m
e = 15 m
a = 6m
d = 280 45
= 235 m
B = 235 x (121.6-12) / 235
= 109.6 m
BAB VI
METODE KONSTRUKSI dan BIAYA
BAB VII
KESIMPULAN
Dari analisa data yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa
untuk perencanaan Dermaga di daerah Kenjeran, Surabaya didapatkan :
DAFTAR PUSTAKA
Quinn, Alonzo Def.1972. Design and Construction of Port and Marine Structures.
New York : Mc Graw Hill Book Company
Wahyudi, H,(1997),Teknik Reklamasi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan ITS,Surabaya
LAMPIRAN