Latar Belakang
Surabaya merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia yang memiliki iklim tropis
seperti kota besar di Indonesia pada umumnya di mana hanya ada dua musim dalam setahun
yaitu musim hujan dan kemarau. Curah hujan di Surabaya rata-rata 165,3 mm. Curah hujan
tertinggi di atas 200 mm terjadi pada kurun Januari hingga Maret dan November hingga
Desember. Suhu udara rata-rata di Surabaya berkisar antara 23,6 C hingga 33,8 C
(BMKG, 2016). hal ini dapat memicu terjadinya banjir di Surabaya. Sebagai salah satu kota
besar di Indonesia, Surabaya menjadi pusat perdagangan, perekonomian, budaya, dan
pendidikan di lingkup Jawa Timur. Salah satu sektor Pendidikan di Surabaya yaitu ITS
Surabaya. Akan tetapi akhir-akhir ini ITS sendiri di beberapa titik terjadi banjir ataupun
genangan-genangan di beberapa tempat dikarenakan curah hujan yang intens belakangan
hari ini. Banjir sendiri dalam pengertian umum adalah debit aliran air sungai dalam jumlah
yang tinggi, atau debit aliran air di sungai secara relatif lebih besar dari kondisi normal
akibat hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu terjadi secara terus menerus,
sehingga air tersebut tidak dapat ditampung oleh alur sungai yang ada, maka air melimpah
keluar dan menggenangi daerah sekitarnya (Peraturan Dirjen RLPS No.04 thn 2009).
Terjadinya bencana banjir juga disebabkan oleh rendahnya kemampuan infiltrasi tanah,
sehingga menyebabkan tanah tidak mampu lagi menyerap air. Banjir dapat terjadi akibat
naiknya permukaan air lantaran curah hujan yang diatas normal, perubahan suhu,
tanggul/bendungan yang bobol, pencairan salju yang cepat, terhambatnya aliran air di
tempat lain (Ligal, 2008). Menurut Kodoatie dan Sugiyanto (2002), faktor penyebab
terjadinya banjir dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu banjir alami dan banjir
oleh tindakan manusia. Banjir akibat alami dipengaruhi oleh curah hujan, fisiografi, erosi
dan sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase dan pengaruh air pasang. Sedangkan
banjir akibat aktivitas manusia disebabkan karena ulah manusia yang menyebabkan
perubahan-perubahan lingkungan seperti : perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS),
kawasan pemukiman di sekitar bantaran, rusaknya drainase lahan, kerusakan bangunan
pengendali banjir, rusaknya hutan (vegetasi alami), dan perencanaan sistim pengendali
banjir yang tidak tepat. Oleh karena itu perlu adanya pembuatan biopori di beberapa titik
genangan di lingkup ITS dan jalan-jalan yang biasanya tergenang oleh banjir agar
menggunakan teknologi saat ini yaitu beton berpori disamping dapat menyerap air dengan
cepat air dapat terserap langsung ke dalam tanah yang tidak menyebabkan kerusakan
sumber air bawah tanah.
1.3.Manfaat Penulisan
Karya tulis ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain :
1. Kontribusi keilmuan
1.4.Gagasan
1.4.1. Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan
Kurangnya rencana pembangunan yang matang dapat menimbulkan masalah untuk
kedepannya. Seperti yang ada di daerah sekitar FTK sampai ke perpustakaan terdapat lahan
yang dibiarakan saja tanpa di beri drainase dan kurangnya selokan untuk proses aliran air
sehingga timbul genangan air yang tinggi yang menutupi badan jalan di sekitar tempat
tersebut setelah beberapa jam di guyur hujan deras. Disamping itu tanah-tanah yang
dibangun paving diatasnya menjadi faktor berikutnya yang menyebabkan tanah kurang
optimal menyerap air menambah keadaan tempat tersebut menjadi semakin buruk.
Sehingga wajar timbul beberapa masalah karena masalah genangan air akibat tidak adanya
drainase. Berikut adalah hasil observasi atas masalah timbulnya genangan air akibat tidak
adanya drainase.
Sistem ini mempunyai dua fungsi yaitu sebagai sistem irigasi (penyiraman rumput)
dan pemupukan, disamping sistem drainasenya yang sangat optimal. Dengan sistem ini
hampir seluruh air hujan dapat diserap dengan cepat, sehingga tidak sempat terjadi
genangan di lahan.
Pada sebuah lapangan dengan rumput alami dan drainase yang baik adalah unsur
penting dalam struktur konstruksinya. Lahan tergenang air dan menjadi kubangan
lumpur yang disebabkan lahan tidak dapat menyerap air hujan dan sistem drainasenya
yang kurang baik. Sehingga sampai saat ini sistem sel adalah sistem yang terbaik di
antara alternatif lain untuk mengantisipasi permasalahan tersebut.
Prinsip kerja sistem ini adalah mirip dengan fungsi waduk, yaitu menampung air
pada waktu hujan besar dan menggunakannya lagi bila diperlukan kembali pada musim
kering. Pada saat terjadi hujan, dengan adanya lapisan pasir dalam bak kedap air dan
sebagai dasar tumbuhnya rumput, air dapat terserap dengan cepat. Air hujan tidak
mengalir kesamping melainkan terserap ke bawah. Kondisi ini sangat menguntungkan,
karena akan didapat permukaan lapisan yang rata.
Bila dibandingkan dengan sistem lain, sistem ini jauh lebih baik. Karena beberapa
komponen yang diperlukan pada sistem lain dapat dihilangkan antara lain, instalasi dan
alat penyiraman pada sistem lain biasanya digunakan alat penyiram sprinkler, dan untuk
penyiraman dibutuhkan jumlah air yang banyak, sehingga dibutuhkan sebuah reservoir
besar dan sebuah sumur dalam (deep well) sebagai sumber air.
Hal ini yang bisa mengurangi biaya investasi pada sistem ini adalah dibutuhkannya
saluran keliling lahan jauh kecil dari alternatif lain. Karena sistem ini memungkinkan
sebagaian besar air terserap ke dalam lahan tanah di atas bak kedap air, sehingga hanya
sebagaian kecil saja mengalir ke sisi lahan.
Gambar 5. Drainase Sistem Sel yang Di Aplikasikan pada Lapangan Sepak Bola
Sumber: www.drainagefortheworld.com
1.5.Kesimpulan
Berdasarkan metode penelitian yang telah dilakukan, yaitu observasi dan wawancara
dapat disimpulkan bahwa :
Masalah yang ditimbulkan karena genangan air akibat tidak adanya drainase di kawasan
FTK-perpustakaan adalah munculnya banyak nyamuk di area tersebut dan mengganggu
estetika pemandangan.
Solusi yang tepat untuk mengatasi masalah genangan air di area FTK-Perpustakaan
akibat tidak adanya drainase yaitu dengan membangun Permeable Topmix, beton
berpori yang menyerap air dan sistem drainase sel (Cellsystem).
Daftar Pustaka
1. http://dibi.bnpb.go.id/profil-wilayah/35/jawa-timur
2. http://www.alatuji.com/article/detail/126/curah-hujan-tinggi-
indonesia#.WKKw0NxpkZ0
3. http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/12/beton-penyerap-air-bisa-jadi-solusi-
banjir
4. Suripin. 2004. Sistem Drainase yang Berkelanjutan. ANDI Offset :Yogyakarta.
5. Triatmodjo. Bambang 1999. Hidrolika II.Beta offset : Yogyakarta.
6. Sosrodarsono, Suyono. 1983. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita : Jakarta.
7. Hadihardaja, Joetata. Dkk. 1997. Rekayasa Pondasi I (konstruksi Penahan Tanah).
Gunadarma : Jakarta.
8. Miyake, Katsuhito. 2004. Consensus Building for Comprehensive Flood Loss
9. Prevention Measures. Water Resources Environment Technology Center (WEC) :
Tokyo, Japan.