PENDAHULUAN
1
2
Penentuan posisi pada survei batimetri dapat menggunakan prinsip optik yaitu
dapat menggunakan teodolit dengan cara melakukan pemotongan ke muka ataupun
pemotongan kebelakang, dimana berkas cahaya pada garis bidik instrumen
menggantikan garis-garis pengamatan. Penggunaan metode optik ini menuntut target
yang di bidik harus terlihat oleh pengamat. Faktor-faktor dominan yang dapat
mempengaruhi kemampuan pengamat untuk melihat target adalah kelengkungan
bumi dan refraksi, sehingga umumnya instrumen optik memiliki keterbatasan
jangkauan pandang. Berdasarkan hal tersebut maka metode ini hanya dapat
digunakan untuk daerah yang sempit pada permukaan bumi yang dapat dinggap
bidang datar. Metode penentuan posisi yang lain yaitu dengan memanfaatkan
6
Lajur perum utama adalah lajur perum yang direncanakan sedemikian rupa
sehingga seluruh daerah survei dapat tercakup dan dapat tergambarkan dasar
perairannya (Soeprapto, 2001). Ketentuan untuk pembuatan lajur perum utama telah
diatur pada IHO (International Hydrography Organization) dalam IHO Standards Of
Hydrographic Surveys. Standardisasi terbaru yang telah diterbitkan oleh IHO adalah
IHO SP-44 tahun 2008 seperti yang terlampir pada tabel 1.1.
Tabel 1.1. Standar kerapatan data, deteksi fitur bawah laut dan lajur
maksimum
Orde Spesial 1a 1b 2
Cara penentuan lajur utama menurut IHO SP-44 tahun 2008 dapat dilihat pada
Gambar 1.1.
Lajur perum silang adalah lajur perum yang dibuat memotong lajur perum
utama. Tujuan pembuatan lajur perum silang adalah mendeteksi ada tidaknya
kesalahan hasil pengukuran baik posisi horizontal maupun kedalaman pada sistem
lajur utama. Cara penentuan lajur perum silang yaitu lajur perum silang harus
memotong lajur perum utama dengan sudut lebih besar dari 45o diusahan mendekati
tegak lurus. Pada umumnya jarak antara lajur perum silang tidak lebih dari 10 kali
jarak antara lajur perum utama (Anonim, 2010).
Cara penentuan lajur perum silang menurut IHO SP-44 tahun 2008 dapat dilihat pada
Gambar 1.2.
12
Barcheck terbuat dari lempeng logam berbentuk lingkaran atau segi empat yang
digantungkan pada tali atau rantai berskala dan diletakkan dibawah transducer. Tali
atau rantai berskala digunakan sebagai pembanding hasil ukuran dengan hasil yang
terbaca oleh alat perum gema. Pembandingan pengukuran kedalaman dilakukan
untuk setiap perubahan kedalaman, mulai dari 0 meter hingga kedalaman maksimum
yang akan diperum dengan interval 1 meter (Poerbandono, dkk., 2005). Agar mudah
dinaik-turunkan dalam air, maka dibuatkan beberapa lubang pada lempeng logam
tersebut untuk mengurangi tekanan air pada saat dinaikkan/diturunkan. Fungsi
lempeng logam ini adalah sebagai reflektor gelombang yang dipancarkan transducer.
Data pengukuran barcheck yang diperoleh digunakan untuk mencari hubungan
antara kedalaman sebenarnya dengan kedalaman hasil ukuran menggunakan
echosounder dalam bentuk persamaan linear. Persamaan linear yang dibentuk dapat
dilihat pada rumus I.1 (Anonim,2002) :
dc = [[ ( bari bari+1 ) ( reci - reci+1) ] . (do reci ) ] + bari......................( I.1 )
Keterangan:
dc : kedalaman sebenarnya
do : kedalaman hasil observasi
bari : kedalaman barcheck pada check point i
bari+1 : kedalaman barcheck pada check point i+1
reci : kedalaman bacaan alat pada barcheck point i
reci+1 : kedalaman bacaan alat pada barcheck point i+1
i,i+1 : urutan point kalibrasi kedalaman dan reci < do < reci+1
Pada perairan dalam koreksi dengan barcheck tidak dianjurkan karena
pengaruh arus bawah permukaan dan ombak di permukaan mengakibatkan rantai
barcheck melengkung sehingga ukuran data bacheck yang didapat tidak sesuai
dengan yang sebenarnya. Oleh karena itu untuk menganalisis kecepatan gelombang
suara dengan menggunakan sifat fisik air laut dengan rumus (I.2) yang diturunkan
oleh Wood sebagai berikut (Adil dan Windupranata, 1998) :
V = 1410 + 4.21 T 0.037 D2 + 1.14 S + 0.018......(I.2)
Keterangan :
V : kecepatan suara pada temeperatur (T), salinitas (S) dan
kedalaman (D)
14
Sistem echosounder biasanya terdiri dari atas catu daya, seperangkat perekam
data, transducer (pemancar) dan hidrofon (penerima). Prinsip kerja dari sistem ini
adalah transducer memancarkan gelombang akustik dengan frekuensi tertentu
menuju ke dasar perairan secara tegak lurus, kemudian gelombang tersebut
dipantulkan kembali dan diterima oleh hidrofon. Umumnya semakin rendah
frekuensinya, kedalaman perairan yang dicapai juga semakin tinggi. Data yang
diperoleh dari proses itu adalah selang waktu gelombang mulai dipancarkan dan
gelombang kembali diterima, sehingga diperoleh data kedalaman yang dicatat alat
perekam yang merupakan fungsi dari selang waktu. Sebagaimana yang diuraikan
pada rumus (I.3) (Poerbandono, dkk., 2005) :
Dasar hitungan yang digunakan untuk menentukan kedalaman laut ialah
sebagai berikut (Poerbandono, dkk., 2005) :
1 1
d= . ...................................................................( I.3 )
2 2
Keterangan :
d : kedalaman laut yang terukur pada saat pengukuran,
15
Antena GPS
PERMUKAAN AIR
Draft
transducer
Kedalaman terkoreksi
Kadalaman
hasil pengukuran
Koreksi
DASAR AIR Barcheck
Berdasarkan teknik pemasangan alat echosounder pada gambar I.3 maka hal
tersebut menunjukkan bahwa perlu adanya draft transducer pada data pemeruman
selain koreksi pasang surut dan barcheck. Koreksi ini diperlukan karena posisi
transducer terletak bukan di permukaan air, melainkan tergantung di bawah
permukaan air. Untuk itu kedalaman dari permukaan air perlu ditambah beberapa cm
sesuai dengan jarak transducer di bawah permukaan air sampai permukaan air.
Cara penentuan nilai koreksi draft transducer dilakukan dengan cara
pengukuran jarak antara bagian bawah transducer tegak lurus terhadap permukaan
16
air di atasnya pada saat kapal dalam keadaan berhenti terapung. Pengukuran koreksi
draft transducer sebaiknya dilakukan di daerah perairan yang tenang serta diukur
beberapa kali untuk mendapatkan harga rata-ratanya.
S3 (X3,Y3,Z3) S2 (X2,Y2,Z2)
S4 (X4,Y4,Z4) S1 (X1,Y1,Z1)
Ionosfer
P3 P2
Troposfer P4 P1
PERMUKAAN AIR
DARATAN
Penentuan posisi secara absolut merupakan metode yang paling mendasar dari
GPS (Abidin, 2000). Metode ini hanya diperlukan satu buah receiver GPS.
Penentuan posisi secara absolut menggunakan data pseudorange yang berisi 4
parameter yang harus ditentukan yaitu parameter koordinat (X,Y,Z) dan parameter
kesalahan jam receiver GPS. Berdasarkan alasan tersebut, maka diperlukan minimal
4 buah satelit yangh harus ditangkap oleh receiver (Abidin, 2000). Tetapi metode
absolut sebenarnya belumlah cukup teliti dalam penentuan posisi karena hanya
mengeliminasi kesalahan karena bias jam satelit saja , melainkan masih dihinggapi
bias lain seperti bias karena troposfer, ionosfer, multipath dan bias karena epoch.
Berdasarkan alasan tersebut, maka penentuan posisi secara differential sangatlah
diperlukan. Penentuan posisi secara differential dapat dilihat pada Gambar I.5.
S3 (X3,Y3,Z3) S2 (X2,Y2,Z2)
S4 (X4,Y4,Z4) S1 (X1,Y1,Z1)
Ionosfer
P4B P1B
B (XB,YB,ZB)
A (XA,YA,ZA)
PERMUKAAN AIR
DARATAN
pengamat (titik B). Stasiun acuan adalah yang telah diketahui koordinatnya
sedangkan stasiun pengamat adalah stasiun yang akan ditentukan posisinya dengan
DGPS. Standardisasi yang dijadikan acuan terbaru dalam penentuan posisi telah
diterbitkan oleh IHO yaitu IHO SP-44 tahun 2008, seperti yang terlampir pada tabel
I.2.
Orde Spesial 1a 1b 2
Orde Spesial 1a 1b 2
Antena GPS
PALEM PASUT
PERMUKAAN AIR
Draft
transducer
Chart datum
Kedalaman Kadalaman
pada bidang hasil pengukuran Kedalaman
acuan terkoreksi
Koreksi
Barcheck
DASAR AIR
Pada gambar I.6 dapat terlihat bahwa untuk memperoleh angka kedalaman
yang terkoreksi ke bidang acuan (Chart Datum). Untuk membedakan dengan angka
ketinggian maka angka kedalaman harus bernilai negatif. Hal ini dikarenakan bahwa
angka ketinggian yang ada pada palem pasut merupakan angka ketinggian di atas
muka air laut, maka nilai ketinggian titik-titik pemeruman dapat diketahui dengan
mengacu pada rumus (I.6) dan (I.7) :
2 + ( )2 .........(I.8)
Keterangan :
a : kesalahan independen
b : faktor kesalahan kedalaman yang dependen
d : kedalaman rata-rata
(bxd) : kesalahan kedalaman yang dependen (jumlah semua kesalahan
kedalaman yang dependen).
Nilai a dan b dalam persamaan I.8 tersebut disesuaikan dengan orde survei
yang dilakukan seperti yang tercantum pada tabel I.3.
Tabel I.3. Standard ketelitian kedalaman
Orde Spesial 1a 1b 2
Konstanta a=0.025 m a=0,5 m a=0,5 m a=1,0 m
b=0,075 b=0,013 b=0,013 b=0,023
Uji ini dilakukan dengan mengansumsikan bahwa Hlu (kedalaman lajur utama)
nilainya sama dengan Hls (kedalaman lajur silang) yang saling berpotongan. Adapun
lebih lanjut disajikan pada persamaan (I.9) sampai dengan persamaan (I.13)
(Widjajanti, 2011) seperti berikut :
a. Hlu = Hls = H........(I.9)
b. U S = .........(I.10)
c. Mean error :
1
H= ( )..............(I.11)
d. Standard deviation :
30 2
=1()
Sh = ...............(I.12)
1
Keterangan :
Hlu : kedalaman lajur utama
Hls : kedalaman lajur silang
H : Nilai true value (beda kedalaman yang sebenarnya = 0)
Hi : Beda nilai kedalaman lajur utama dan lajur silang
Sh : Standar deviasi
: Selisih kedalaman
Uji kualitas ini dilanjutkan dengan menghitung nilai kesalahan data beda
kedalaman dengan tingkat kepercayaan 95% yang mengacu pada IHO SP-44 tahun
2008 yaitu sebesar 1,96x. Jika nilai kesalahan data beda kedalaman masih dalam
batas toleransi kedalaman yang diperoleh dengan rumus I.8, maka kualitas sampel
data kedalaman masuk dalam toleransi yang merujuk pada IHO SP-44 tahun 2008.
Sedangkan jika nilai kesalahan data beda kedalaman diluar batas toleransi
kedalaman, maka kualitas sampel data kedalaman tidak masuk dalam toleransi.
nilai to dari keseluruhan sampel data kedalaman. Adapun rumus untuk menghitung
nilai mean error, standard deviation, dan nilai to terdapat pada persamaan (I.11),
(I.12), dan (I.13) (Widjajanti, 2011).
Uji perbandingan data kedalaman ini menggunakan uji statisitik sampling kecil
dengan sampel berpasangan dengan menggunakan tabel T-student test. Berdasarkan
hasil to dapat diketahui apakah data kedalaman hasil pengukuran masuk dalam
toleransi atau tidak dengan tingkat kepercayaan 95% (1,96).
()
to = ...........(I.13)
/
Hipotesis :
a. Ho ; 1 = 2 atau 1 - 2 =
b. HI ; 1 2 atau 1 - 2
Sehingga :
a. Ho ditolak, jika to > +1,96 atau to < -1,96
b. Ho diterima, jika to -1,96 < to < +1,96
Keterangan :
H : Nilai true value (beda kedalaman = 0)
Hi : Beda nilai kedalaman hasil pengukuran ODOM dan Fish Finder
: Selisih kedalaman
I.8 Hipotesis