Anda di halaman 1dari 174

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengujian kemurnian benih merupakan aspek yang sangat harus di pelajari

sebagai pemulia tanaman hal ini yang menentukan kualitas benih. Baik atau

tidaknya benih juga ditentukan seberapa bersih atau murninya benih tersebut.

Sebagai mahasiswa pertanian pengetahuan akan kemurnian benih menjadi sangat

penting sebagai upaya untuk malkukan perbaikan kualitas benih.

Benih sendiri merupakan awal dari suatu kehidupan tanaman. Benih juga

akan menentukan kehidupan tanaman selanjutnya. Teknologi benih adalah suatu

ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai cara-cara untuk dapat

memperbaiki sifat-sifat genetik dan fisik benih yang mencangkup kegiatan-

kegiatan seperti pengembangan varietas, penilaian dan pelepasan varietas,

produksi benih, pengolahan penyimpanan, pengujian dan sertifikasi benih.

Pengujian benih untuk mendapatkan benih bermutu tinggi diperlukan karena

walaupun pertumbuhan dari suatu tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan,

namun pada umumnya benih bermutu tinggi akan memberikan hasil produksi

lebih tinggi dibandingkan dengan benih bermutu rendah. Oleh sebab itu usaha

pengembangan dan pengadaan benih bermutu tinggi sangat penting dan harus

sampai tepat pada waktu yang dibutuhkan. Selain itu pemakaian benih bermutu

tinggi adalah cara yang paling mudah diantara sekian banyak teknik-teknik untuk

meningkatkan hasil tanaman.

1
B. Tujuan

Mahasiswa mampu membedakan benih murni, biji tanaman lain, kotoran

benih dan menghitung presentase kemurnian benih.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

Benih adalah biji tanaman yang digunakan untuk tujuan penanaman.

Sehingga masalah teknologi benih berada dalam ruang lingkup agronomi.

Agronomi sendiri diartikan sebagai suatu gugus ilmu pertanian yang mempelajari

pengelolaan lapang produksi dengan segenap unsure alam (iklim, tanah, air),

tanaman, hewan dan manusia untuk mencapai produksi tanaman secara maksimal

(Kartasapoetra, 2006).

Benih murni adalah benih yang sesuai dengan pernyataan pengirim atau

secara dominan ditemukan di dalam contoh benih termasuk benih-benih varietas

lain dalam jenis tanaman tersebut. Kemurnian benih adalah merupakan persentase

berdasarkan berat benih murni yang terdapat dalam suatu contoh benih. Tujuan

utama dari analisa kemurnian benih adalah untuk menentukan komposisi

berdasarkan berat dari contoh benih yang dapat diuji atau dengan kata lain

komposisi dari kelompok benih dan untuk mengidentifikasi dari berbagai species

benih dan partikel-partikel lain yang terdapat dalam suatu benih (Tortora, 1987).

Kemurnian benih adalah tingkatan kebersihan benih dari materi-materi non

benih serasah, atau benih varietas lain yang tidak diharapkan. Biasanya kemurnian

benih dinyatakan dalam persentase (%). Pengujian kemurnian benih adalah

pengujian yang dilakukan dengan memisahkan tiga komponen benih murni, benih

tanaman lain, dan kotoran benih yang selanjutnya dihitung presentase dari ketiga

komponen benih tersebut. Tujuan analisis kemurnian adalah untuk menentukan

3
komposisi benih murni, benih lain dan kotoran dari contoh benih yang mewakili

lot benih. (Heddy, 2000).

Kemurnian benih merupakan persentase berdasarkan berat benih murni yang

terdapat dalam suatu contoh benih (Sutopo, 1984). Menurut Kamil (1986),

pengujian kemurnian benih adalah pengujian yang dilakukan dengan memisahkan

tiga komponen benih murni, benih tanaman lain, dan kotoran benih yang

selanjutnya dihitung presentase dari ketiga komponen benih tersebut. Komposisi

berdasarkan berat dari contoh benih yang dapat diuji atau dengan kata lain

komposisi dari kelompok benih dan untuk mengidentifikasi dari berbagai species

benih dan partikel-partikel lain yang terdapat dalam suatu benih.

Benih spesies lain, komponen ini mencakup semua benih dari tanaman

pertanian yang ikut tercampur dalam contoh dan tidak dimaksudkan untuk diuji.

Bahan lain atau kotoran, termasuk semua pecahan benih yang tidak memenuhi

persyaratan baik dari komponen benih murni, benih spesies lain maupun benih

gulma, partikel-partikel tanah, pasir, sekam, jerami dan bagian-bagian tanaman

seperti ranting dan daun (Sutopo, 1984).

Uji kemurnian benih sebaiknya merupakan uji yang pertama kali dilakukan.

Benih murni yang diperoleh itu baru kemudian dipakai untuk uji yang lain, yaitu

presentase kadar air dan viabilitas benih. Hal ini dilakukan karena nilai yang ingin

diperoleh adalah nilai dari benih murni, bukan dari benih campuran (Kuswanto,

1997).

Faktor-faktor genetik adalah benih yang berasal dari varietas-varietas yang

memiliki genotipe yang baik seperti hasil produksi tinggi, tahan terhadap hama

4
dan penyakit, responsif terhadap kondisi pertumbuhan yang lebih baik, atau tahan

terhadap cekaman abiotik. Faktor fisik adalah benih bermutu tinggi dengan

kemurnian yang tinggi, daya kecambah yang tinggi, bebasa dari kotoran dan benih

rerumputan serat bebas dari hama dan penyakit, serta kadar air benih yang rendah

(Kamil, 1986).

5
III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu meja pemurnian, pinset,

petridish, dan timbangan listrik. Sedangkan bahan yang digunakan pada

praktikum ini yaitu benih padi (20 gram).

B. Prosedur Kerja

Prosedur kerja praktikum ini adalah:

1. Diambil contoh kerja dari benih yang ada denganjalan pengurangan dengan

memakai pembagi benih sehingga diperoleh berat benih yang diinginkan dan

timbang.
2. Sediakan alat-alat yang akan dipergunakan
3. Periksalah contoh kerja sedikit demi sedikit diatas meja pemurnian dengan

teliti (ingat waktu identifikasi biji) dan dipisahkan ke dalam komponen-

komponen: benih murni, bijitanaman/ varietas lain, biji gulma dan kotoran

benih
4. Hitunglah persentase berat komponen-komponen tersebut terhadap berat

contoh benih. Persentase benih murni adalah (100% jumlah persentase

komponen-komponen)
5. Tabel yang tersedia diisi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

6
A. Hasil

Tabel 1. perhitungan kemurnian benih


Bobot Komponen Presentase
Komoditas
BM VG KB BM VG KB
Padi 3,96 - 31,24 1,39 0 11
Jagung 2,48 18,17 9,38 0,74 5,45 2,81
Kedelai 12,42 4,19 5,76 2,77 0,937 1,2

1. BT padi= 3,96+31,24= 35,2


2. BT jagung= 2,48+18,17+9,38= 30,03
3. BT kedelai=12,42+4,19+5,76= 22,37

A. % Benih Murni Padi= x 100%


= x 100%
= 1,39%

% Benih Murni Jagung= x 100%


= x 100%
= 0,74%

% Benih Murni Kedelai= x 100%


= x 100%
= 2,77%

B. % Varietas Lain Padi=x 100%


= x 100%
= 0%

% Varietas Lain Jagung=x 100%


= x 100%
= 5,45%

% Varietas Lain Kedelai=x 100%


= x 100%
= 0,937%

C. % Kotoran Benih Padi = x 100%


= x 100%

7
= 11%

% Kotoran Benih Jagung = x 100%


= x 100%
= 2,81%

% Kotoran Benih Kedelai = x 100%


= x 100%
= 1,28%

Kesimpulan : Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan benih murni padi sebesar

1,39%, benih murni jagung 0,74%, dan benih murni kedelai 2,77%. Varietas lain

padi sebesar 0, jagung sebesar 5,45%, kedelai 0,937. Kotoran benih padi sebesar

11%, jagung 2,81%, dan kedelai 1.28%.

B. Pembahasan

Pengujian benih merupakan metode untuk menentukan nilai pertanaman

dilapangan. Oleh karena itu, komponen-komponen mutu benih yang menunjukan

korelasi dengan nilai pertanaman benih di lapang harusdievaluasi dalam

pengujian. Dalam pengujian benih mengacu dari ISTA, dan beberapa penyesuaian

telah diambil untuk mempertimbangkan kebutuhan khusus (ukuran, struktur, pola

perkecambahan) jenis-jenis yang dibahas di dalam petunjuk ini (Harjadi, 1979).

8
Uji kemurnian benih sebaiknya merupakan uji yang pertama kali dilakukan. Benih

murni yang diperoleh itu baru kemudian dipakai untuk uji yang lain, yaitu

presentase kadar air dan viabilitas benih. Hal ini dilakukan karena nilai yang ingin

diperoleh adalah nilai dari benih murni, bukan dari benih campuran (Kuswanto,

1997).

Tahapan kemurnian benih antara lain analisis kemurnian, setiap benih

diidentifikasi satu persatu secara visual menggunakan purity desk bedasarkan

penampakan morfologi. Setelah dilakukan analisis kemudian dilakukan

penimbangan dengan menggunakan timbangan pada setiap komponen tersebut,

yaitu benih tanaman lain/ varietas lain dan kotoran benih dipisahkan dimana

kotoran benih yang dipisah yaitu kotoran fisis halus dan kasar, dimana berat dari

benih varietas lain yang ditimbang, sedangkan berat kotoran fisis yang berupa

batu, pasir dan lainnya juga ditimbang , dan kotoran kasarnya ditimbang pula.

Kemudian dihitung presentase tiap tiap benih.

Kemurnian benih merupakan persentase berdasarkan berat benih murni yang

terdapat dalam suatu contoh benih (Sutopo, 1984). ). Menurut Kamil (1986),

pengujian kemurnian benih adalah pengujian yang dilakukan dengan memisahkan

tiga komponen benih murni, benih tanaman lain, dan kotoran benih yang

selanjutnya dihitung presentase dari ketiga komponen benih tersebut. Pengujian

kemurnian benih adalah pengujian yang dilakukan dengan memisahkan tiga

komponen benih murni, benih tanaman lain, dan kotoran benih yang selanjutnya

dihitung presentase dari ketiga komponen benih tersebut. Tujuan analisis

9
kemurnian adalah untuk menentukan komposisi benih murni, benih lain dan

kotoran dari contoh benih yang mewakili lot benih (Hidayat, 1995).

Roguing, adalah kegiatan mengidentifikasi dan menghilangkan tanaman

yang menyimpang. Tujuan roguing adalah untuk mempertahankan kemurnian dan

mutu genetik suatu varietas. Karakteristik varietas dapat digunakan untuk

mengenali dan mengidentifikasi tipe simpang. Produsen benih atau

pelaksana roguing harus mengenali karakteristik varietas dengan baik, termasuk

faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap karakter tersebut (Litbang, 2014).

Untuk analisis kemurnian benih, maka contoh uji dipisahkan menjadi 3

komponen sebagai berikut (Qamara,1990) :

1. Benih murni, adalah segala macam biji-bijian yang merupakan jenis/spesies

yang sedang diuji. Yang termasuk benih murni diantaranya adalah :


a. Benih masak utuh
b. Benih yang berukuran kecil, mengkerut, tidak masak
c. Benih yang telah berkecambah sebelum diuji
d. Pecahan/ potongan benih yang berukuran lebih dari separuh benih yang

sesungguhnya, asalkan dapat dipastikan bahwa pecahan benih tersebut

termasuk kedalam spesies yang dimaksud


e. Biji yang terserang penyakit dan bentuknya masih dapat dikenali

Contoh : benih jagung

2. Benih varian lain, adalah jenis/ spesies lain yang ikut tercampur dalam

contoh dan tidak dimaksudkan untuk diuji. Contoh: benih padi diantara benih

jagung
3. Kotoran benih, adalah benih dan bagian dari benih yang ikut terbawa dalam

contoh. Yang termasuk kedalam kotoran benih adalah:


a. Benih dan bagian benih
b. Benih tanpa kulit benih
c. Benih yang terlihat bukan benih sejati

10
d. Bijihampa tanpa lembaga pecahan benih 0,5 ukuran normal
e. Cangkang benih
f. Kulit benih
g. Sekam, pasir, partikel tanah, jerami, ranting, daun, tangkai, dll.

Sertifikasi Benih adalah suatu proses pemberian sertifikasi atas cara

perbanyakan, produksi dan penyaluran benih sesuai dengan peraturan yang telah

ditetapkan oleh Departemen Pertanian untuk dapat diedarkan. Tujuannya adalah

untuk memelihara dan menyediakan benih serta bahan perbanyakan tanaman

bermutu tinggi dari varietas berdaya hasil tinggi bagi masyarakat sehingga dapat

ditanam dan didistribusikan dengan identitas genetik yang terjamin. Hubungan

nya dengan Pengujian Kemurnian Benih yaitu pada kegiatan Sertifikasi benih

salah satu tahapan nya dalam pencapaian produksi benih yaitu Uji Kemurnian

Benih , maka jika Benih tidak dilakukan Uji Kemrunian maka Benih tersebut

tidak dinyatakan benih yang siap untuk di label dan di segel sehingga mampu di

produksi benih tersebut. (BPSBPTH, 2015) .

Pengertian benih murni termasuk semua varietas dari species yang

dinyatakan berdasarkan penemuan dengan uji laboratorium. Kategori benih murni

dari suatu spesies adalah benih masak dan utuh, benih yang berukuran kecil,

mengerut tidak masak, benih yang telah berkecambah sebelum diuji dan pcahan

benih yang ukurannya lebih besar dari separuh benih yang sesungguhnya, asalkan

dapat dipastikan bahwa pecahan benih itu termasuk ke dalam species yang

dimaksud (Justice, 1990). Beda antara hasil ulangan pertama dan kedua tidak

boleh lebih tinggi ataulebih rendah dari 5%. Setiap komponen ditimbang lalu

ditotal, dimana berat total seharusnya dengan berat mula-mula keseluruhan contoh

uji untuk kemurnian tetapi bisa kurang. Persentase dari setiap komponen

11
didapatkan dari berat masing-masing komponen dibagi berat total kali 100%.

Hasilnya ditulis dalam dua desimal atau duaangka di belakang koma.

(Kartasapoetra, 2006).

Benih tanaman lain, komponen ini mencakup semua benih dari tanaman

yang ikut tercampur dalam contoh dan tidak dimaksudkan untuk diuji.

Bahan lain atau kotoran, termasuk semua pecahan benih yang tidak memenuhi

persyaratan baik dari komponen benih murni, benih species lain maupun benih

gulma, partikel-partikel tanah, pasir, sekam, jerami dan bagian-bagian tanaman

seperti ranting dan daun (Sutopo, 1984).

ISTA merupakan asosiasi perbenihan independen dan bebas dari tekanan

dengan misi untuk mengembangkan, mengadopsi dan menerbitkan prosedur

standar untuk pengambilan contoh, pengujian benih serta untuk mempromosikan

penerapan prosedur tersebut pada evaluasi benih dalam perdagangan nasional dan

internasional. Pengujian benih itu sangat penting, terujinya benih berarti

terhindarnya petani dari berbagai kerugian yang dapat timbul dalam pelaksanaan

usaha taninya. Selain itu, benih yang baik atau unggul ditunjang dengan kultur

teknik yang mantap, agar dapat meningkatkan berbagai produk pertanian. Benih

sebagai komoditi perdagangan dan sebagai unsur baku mempunyai peranan

penting dalam produksi pertanian. Dengan pengujian yang dilaksanakan itu perlu

mendapat penstandaran, selain memudahkan distributor dan para pemburu dalam

penyediaan permintaan, juga menjamin ketepatan/kebenaran persyaratannya. Hal

ini untuk mencegah para pemburu benih dari segala resiko sehubungan dengan

kepemilikan dan pemakaian benih-benih tertentu. Penstandaran yang dilakukan di

12
laboratorium harus diterima oleh laboratorium lain. Dengan demikian, produsen-

produsen benih harus mengakui dan memperhatikan standar benih tersebut dalam

usaha-usahanya. Sehingga apa yang dimaksudkan dengan benih B yang

berkualitas unggul yang diproduksi suatu produsen akan memenuhi persyaratan

standar benih B yang ditetapkan oleh laboratorium. Dengan demikian, maka

standar atau pembakuan itu merupakan patokan-patokan yang tidak boleh

menyimpang atau dikesampingkan oleh produsen (Kartasapoetra, 2006).

Metode pengujian kemurnian benih yang dilakukan pada saat praktikum di

laboratorium adalah dengan memisahkan contoh kerja (Jagung) dengan

komponen-komponen seperti benih murni, biji tanaman lain, dan kotoran benih di

atas meja pemurnian. Setelah itu ditimbang semua komponen dan dihitung

persentasenya. Cara ini memiliki banyak kelemahan karena seperti kita ketahui

kemampuan indera setiap orang berbedabeda sehingga tingkat ketelitiannya

sangat kecil dan akurasi data yang didapatkan kurang. Hal tersebut sudah

mengacu pada ISTA (2006), dimana contoh kerja untuk kemurnian benih

umumnya setara denga 2500 butir benih. Komponen benih dibagi menjadi 3

bagian yaitu benih murni, benih lain, dan kotoran benih, setiap komponen

ditimbang dan dilakukan perhitungan kemurnian benih. ISTA memperkenalkan

metode pengujian kemurnian benih dengan :

ISTA mengenalkan cara baru untuk pengujian kemurnian benih dengan Ergo

Vision System. Pengoperasian Ergo Vision System dengan prosedur sebagai

berikut:

13
1. Sampel diletakkan pada corong penampung sampel. Corong dan wadah

pemeriksaan memiliki ukuran yang berbeda dan dapat disesuaikan untuk

mengakomkodasi ukuran benih yang berbeda. Benih lalu mengalir dari

corong ke baki pengantar.


2. Baki pengantar memindahkan benih ke wadah pemeriksaan dimana benih

akan diperiksa. Kecepatan aliran benih dapat diatur sesuai keinginan analis

dengan mengatur getaran wadah pemeriksaan. Benih pemeriksaan dirancang

untuk mengacak campuran benih secara seragam.


3. Benih diperiksa dengan mikroskop berkualitas tinggi atau kamera video.

Perbesaran dapat diatur sesuai keinginan, tergantung apa jenis dan ukuran

benih/kontaminannya.
4. Kejernihan gambar dapat ditingkatkan dengan serat optik atau pencahayaan

LED yang mengarah langsung ke tempat pengamatan.


5. Aliran benih dapat dihentikan sewaktu-waktu untuk mengamati lebih detail

atau untuk memisahkan kontaminan dari sampel.


6. Benih yang sudah diperiksa secara otomatis akan masuk ke dalam wadah

penyimpanan di depan alat


Hasil praktikumkan mendapatkan data yang dijadian acuan hasil praktikum

sebagai berikut perlakuan yang dilakukan dengan cara memisahkan benih padi

murni dengan kotoran benih yang lain dengan penyinaran lampu untuk lebih

memudahkan serta di upayakan agar menghasilkan tingkat kebersihan benih.

Benih padi murni sebesar 1,39%, benih murni jagung 0,74%, dan benih murni

kedelai 2,77%. Varietas lain padi sebesar 0, jagung sebesar 5,45%, kedelai 0,937.

Kotoran benih padi sebesar 11%, jagung 2,81%, dan kedelai 1.28%.

14
V. PENUTUP
A. Kesimpulan

Benih murni mutlak dipelajari untuk medapatkan hasil benih yang optimal,

pemisahan dari kotoran benih dibutuhkan untuk mendapatkan kualitas benih yang

baik.

B. Saran

Pada saat melakukan pemisahan benih dari kotoran dapat dilakukan lebihi

teliti agar hasil kemurnian benih yang baik dapat tercapai

15
DAFTAR PUSTAKA

Ance Gunarsih Kartasapoetra. 2006. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap


Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara, Jakarta.

[Badan Litbangtan]. 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2010.


Rencana Strategis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010-
2014. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Kementerian Pertanian.

Harjadi, srisetyadi. 1979. Pengantar Agronomi. Jakarta: PT.

Hidayat, E.B., 1995, Anatomi Tumbuhan Berbiji, Institut Teknologi Bandung,


Bandung.

Heddy, S., 2000. Hormon Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

justice, Oren L dan Bass, Louis N. 1990. Prinsip dan Praktek Penyimpanan
Benih. Jakarta: Rajawali Press

Kamil, J. 1986. Teknologi Benih. Angkasa Raya. Padang

Kuswanto, H., 1997. Analisis Benih. ANDI, Yogyakarta.

Mugnisjah, Wahyu Qamara. 1990. Pengantar Produksi Benih. Rajawali. Jakarta.

Sutopo, Lita. 1984. Teknologi Biji. Jakarta: Penerbit CV. Rajawali. 245 hlm.

Tortora, G. Berdell, S., Funke, I. dan Christine, C.C. 2001. Microbiology, an


Introduction. Benjamin. New York.

16
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Praktikum untuk melakukan pengujian kadar air benih sangat penting

dilakukan. Air yang terkandung dalam benih merupakan salah satu komponen

yang dapat menunjang atau menghambat benih untuk dapat berkembang menjadi

kecambah secara optimal. Pengamatan tentang kadar air benih sangat penting bagi

mahsaiswa yang akan melakukan pemuliaan tanaman sebagai upaya untuk

memperbaiki kualitas benih.

Sperti yang sudah di singgung diatas kadar air benih merupakan salah satu

kopmponen yang sangat vital untuk di perhatikan. Untuk dapat menciptakan benih

yang baik di perlukan pengamatan mengenai kadar air yang optimal yang dapat

menunjang kebutuhan benih untuk dapat melakukan proses perkecambahan.

Pengetahuan dan pengamatan mengenai kadar air benih sering kali di anggap

remeh yang membuat upaya perbaikan kualitas benih berjalan tidak seimbang. Hal

ini mutlak dilakukan pendalaman dalam mengamati kadar air yang baik bagi

benih untuk terciptanya kualitas benih yang lebi baik lagi.

Pengujian kadar air benih dilakukan untuk mengetahui kadar air dalam biji

atau benih untuk menentukan waktu panen yang tepat dan penyimpanan benih.

Benih yang bermutu sangat diinginkan para petani, baik sebagai komoditas

17
perdagangan maupun bahan tanam untuk produksi pertanian. Kualitas benih dapat

dilihat dari beberapa variabel atau nilai, salah satunya adalah kadar air benih.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menguji kadar air benih dengan

memanfaatkan berbagai cara dan alat pengukur.

18
II. TINJAUAN PUSTAKA

Kadar air benih merupakan salah satu komponen yang harus diketahui baik

untuk tujuan pengolahan, maupun penyimpanan benih. Telah diketahui bahwa

kadar air memiliki dampak besar terhadap benih selama penyimpanan.

Menyimpan benih ortodok pada kadar air tinggi berisiko cepat mundurnya benih

selama dalam penyimpanan. Kadar air benih merupakan salah satu komponen

yang dinilai oleh BPSB dalam sertifikasi benih sehingga uji ini merupakan satu

pengujian rutin para analisis benih di laboratorium benih. (Amira 2010).

Makin tinggi kandungan air benih makin tidak tahan benih tersebut untuk

disimpan lama. Untuk setiap kenaikan 1 % dari kandungan air benih maka umur

benih akan menjadi setengahnya. Hukum ini berlaku untuk kandungan air benih

antara 5 dan 14 %. Karena dibawah 5 % kecepatan menuanya umur benih dapat

meningkat disebabkan oleh autoksidasilipid di dalam benih. Sedangkan diatas 14

% akan terdapat cendawan gudang yang merusak kapasitas perkecambahan benih

(Hong dan Ellis ,2005).

Kadar air benih adalah hilangnya berat air ketika benih dikeringkan, dan

dinyatakan sebagai persentase dari berat awal contoh benih. Metode pengukuran

kadar air yang diterapkan dirancang untuk mengurangi oksidasi, dekomposisi atau

hilangnya zat yang mudah menguap bersamaan dengan pengurangan kelembapan

sebanyak mungkin. Ada dua metode penetapan kadar air yang dapat dilakukan,

yaitu metode langsung dan tidak langsung. Metode yang paling umum digunakan

untuk pengukuran kadar air adalah metode langsung. Pada metode langsung kadar

19
air benih dihitung secara langsung dari berkurangnya berat benih akibat hilangnya

air dalam benih, dengan cara menggunakan oven suhu konstan (ISTA, 2010).

Benih berukuran besar atau benih berkulit keras harus digiling atau dipotong

lebih kecil sebelum penimbangan dan pengeringan. Kalau tidak, kulit benih akan

menahan penguapan air dari benih. Air akan tetap berada di dalam benih setelah

pengeringan sehingga kadar air benih hasil pengujian menjadi terlalu rendah.

Berat contoh kerja setelah digiling atau dipotong sekurang-kurangnya per ulangan

5 - 10 gram (Darori 2007).

Metode pengukuran kadar air benih secara langsung, kadar air benih

dihitung secara langsung dari berkurangnya berat benih akibat hilangnya air

dalam benih dan ini yang sering disebut dengan metode oven, sedangkan

pengukuran kadar air secara tidak langsung kadar air di ukur tanpa mengeluarkan

air dari benih, tetapi dengan menggunakan hambatan listrik dalam benih yang

kemudian dikorelasikan dengan kadar air biaanya dengan menggunakan alat yang

bernama Steinlete Moisture Tester (Hasanah,2006).

Di dalam batas tertentu, makin rendah kadar air benih makin lama daya

hidup benih tersebut. Kadar air optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar

benih adalah antara 6% - 8%. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan

benih berkecambah sebelum ditanam. Sedang dalam penyimpanan menyebabkan

naiknya aktifitas pernafasan yang dapat berakibat terkuras habisnya bahan

cadangan makanan dalam benih. Selain itu merangsang perkembangan cendawan

patogen di dalam tempat penyimpanan. Tetapi perlu diingat bahwa kadar air yang

telalu rendah akan menyebabkan kerusakan pada embrio (Mugnisjah, 1990).

20
Kadar air benih dapat dilakukan dengan memakai cara sebagai berikut:

1. Bermacam-macam alat pengukur kadar air biji otomatis (seed moisture tester)

atau setengah otomatis, seperti Universal Moisture Tester, Burrow Moisture

Recorder, Burrows Model 700, Digital Moisture Computer, dan lain-lain.


2. Metode Tungku (oven method)

Dengan cara ini, contoh biji (biji basah) yang baru dipanen, dikeringkan di

dalam tungku (oven) listrik pada suhu 1050 1100 C selama 24 jam secara

terus menerus. Setelah biji tadi didinginkan di dalam eksikator, kemudian

ditimbang lagi (didapat berat kering). Kadar air biji dihitung menurut rumus:

BeratBasah BeratKering
KadarAirBiji X 100%
BeratBasah
Ini disebut

KA berdasarkan berat basah (Wet Weight Basis), biasa dipakai pada industri

(biji, daging, dan lain-lain).

BeratBasah BeratKering
KadarAirBiji X 100%
BeratKering
Ini disebut KA

berdasarkan berat kering (Dry Weight Basis), biasa dipakai untuk penelitian

ilmiah (scientific research) (Kamil, 1979).

21
III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu benih padi (20 g) dan

Jagung (20 g), sedangkan alat yang digunakan yaitu oven, timbangan, dan

Moisture tester.

B. Prosedur Kerja

A. Metode praktek
1. Siapkan dan cek alat moisture tester, serta contoh benih yang akan diuji
2. Benih yang akan diuji diambil dari benih lama dan benih baru
3. Setelah alat siap ambil beberapa biji dengan pinset kemudian masukan ke

dalam lubang-lubang pengujian pada alat tersebut


4. Putar sekrup penghancur benih sampai benar-benar hancur
5. Pilih menu uji sesuai dengan benih yang diuji dengan menekan tombol

pilihan biji yang diuji dan baca hasil pengujian pada display alat tersebut
6. Bandingkan hasil uji kadar air dengan kadar air standar masing-masing benih

disimpulkan.
B. Metode dasar
1. Timbang Berat Awal benih sebanyak 20gr
2. Masukkan dalam kantong lalu oven selama 2x24 jam
3. Setelah 2x24 jam ditimbang lagi berat Akhirnya
KA = Berat awal Berat akhir
%KA =
4. Bandingkan hasil uji kadar air dengan kadar air standar masing-masing benih

dan simpulkan.

22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 2. Metode Tidak Langsung (Oven)


Benih Tanaman Bobot Awal Bobot Akhir % Kadar Air
Padi 20,08% 19,19% 4,43%
Jagung 20% 17,9% 10,5%
Kedelai 20% 17,26% 13,7%
Kacang tanah 20,04% 18,38% 8,28%

Perhitungan % Kadar Air = x 100%


% KA Padi = x 100% = 4,43%
% KA Jagung = x 100% = 10,5%
% KA Kedelai = x 100% = 13,7%
% KA Kacang Tanah= x 100% = 8,28%
A. Tabel 3. Metode Langsung (Moisture Test)
Benih Ulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Rata-

gan rata
1 22,3 22,2 22,1 22 21,8 21,8 21,6 21,6 21,5 21,8
Padi 2 22,7 22,6 22,4 22,3 22,1 22 21,9 21,8 21,8 22,1

Basah 3 23,1 22,8 22,5 22,3 22,2 22,1 22 21,8 21,8 22


4 24,9 24,5 24,2 24,1 24 24 23,9 23,5 23,4 24
Rata-rata 22,525
1 14 14 14 14 14 13,9 13,9 13,9 13,9 13,9
2 13,5 13,4 13,4 13,4 13,4 13,3 13,3 13,3 13,3 13,3
Kacang
3 14 14 14 14 14 13,9 13,9 13,9 13,9 13,8
4 13,5 13,5 13,4 13,4 13,4 13,4 13,4 13,4 13,4 13,4
Rata-rata 13,6
Padi 1 16 16,1 16,1 16,1 16,1 16,1 16,3 16,2 16,1 16,1
2 14,2 14,3 14,3 14,4 14,5 14,5 14,6 14,6 14,7 14,4

23
Kering 3 13,5 13,5 13,6 13,6 13,7 13,7 13,6 13,7 13,7 13,6
4 13,4 13,5 13,9 13,5 13,6 13,6 13,6 13,6 13,6 13,5
Rata-rata 14,4
1 12,1 12,1 12,1 12,1 12,1 12,1 12,1 12,1 12,1 12,1
2 13 13 13 12,9 12,9 12,9 12,9 12,9 12,9 12,9
Jagung
3 12,4 12,4 12,4 12,4 12,4 12,4 12,4 12,4 12,4 12,4
4 11,6 11,6 11,6 11,6 11,6 11,6 11,6 11,6 11,6 11,6
Rata-rata 12,25
1 13,2 13,2 13,2 13,2 13,2 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1
2 14,2 14,2 14,1 14,1 14,1 14,1 14 14 14 14
Kedelai
3 15,3 15,2 15,1 15,1 15 15 14,9 14,9 14,9 15
4 15,3 15,2 15,2 15,2 15,2 15,2 15,2 15,1 15,1 15,1
Rata-rata 14,3

Kesimpulan: Berdasarkan pengujian diperoleh rata-rata padi basah sebesar

22,525, rata-rata kacang tanah sebesar 13,6, rata-rata padi kering

sebesar 14,4, rata-rata jagung sebesar 12,25, dan rata-rata

kedelai sebesar 14,3.

24
B. Pembahasan

Kandungan air dari suatu bahan pangan perlu diketahui terutama untuk

menentukan persentase zat-zat gizi secara keseluruhan. Jumlah kadar air yang

terdapat di dalam suatu bahan pagan sangat berpengaruh atas seluruh susunan

persentase zat-zat gizi secara keseluruhan. Dengan diketahuinya kandungan air

dari suatu bahan pangan, maka dapat diketahui berat kering dari bahan tersebut

yang biasanya konstan (Winarno, 1990).

Kadar air benih merupakan salah satu komponen yang harus diketahui baik

untuk tujuan pengolahan, maupun penyimpanan benih. Telah diketahui bahwa

kadar air memiliki dampak besar terhadap benih selama penyimpanan.

Menyimpan benih ortodok pada kadar air tinggi beresiko cepat mundurnya benih

selama dalam penyimpanan. Kadar air benih merupakan salah satu komponen

yang dinilai oleh BPSB dalam sertifikasi benih sehingga uji ini merupakan satu

pengujian rutin para analisis benih di laboratorium benih (Amira, 2010).

Kadar air benih ialah berat air yang dikandung dan yang kemudian hilang

karena pemanasan sesuai dengan aturan yang ditetapkan, yang dinyatakan dalam

persentase terhadap berat awal contoh benih (Bass, 1953). Kadar air benih adalah

25
hilangnya berat air ketika benih dikeringkan, dan dinyatakan sebagai persentase

dari berat awal contoh benih. Metode pengukuran kadar air yang diterapkan

dirancang untuk mengurangi oksidasi, dekomposisi atau hilangnya zat yang

mudah menguap bersamaan dengan pengurangan kelembapan sebanyak mungkin

(ISTA, 2010). Kadar air adalah hilangnya berat ketika benih dikeringkan sesuai

dengan teknik atau metode tertentu. Kadar air benih merupakan salah satu

komponen yang harus diketahui baik untuk tujuan pengamatan maupun

penyimpanan benih (Mugnisjah, 1990).

Kadar air benih adalah jumlah air yang terkandung dalam benih. Tinggi

rendahnya kandungan air dalam benih memegang peranan yang sangat penting

dan berpengaruh terhadap viabilitas benih. Oleh karena itu pengujian terhadap

kadar air benih perlu dilakukan agar benih memiliki kadar air terstandar

berdasarkan kebutuhannya (Sutopo, 2006).

Secara teknik, metode oven langsung dibagi menjadi dua yaitu, metode oven

temperatur rendah dan metode oven temperatur tinggi. Metode oven temperatur

rendah menggunakan suhu (103 + 2)C dengan periode pengeringan selama 17

1 jam. Periode pengeringan dimulai pada saat oven menunjukkan temperatur yang

diinginkan. Setelah pengeringan, contoh bahan beserta cawannya disimpan dalam

desikator selama 30-45 menit untuk menyesuaikan suhu media yang digunakan

dengan suhu lingkungan disekitarnya. Setelah itu bahan ditimbang beserta

wadahnya. Selama penimbangan, kelembaban dalam ruang laboratorium harus

kurang dari 70% (AOAC, 1970). Selanjutnya metode oven temperatur tinggi.

Cara kerja metode ini sama dengan metode temperatur rendah, hanya saja

26
temperatur yang digunakan pada suhu 130-133C dan waktu yang digunakan

relatif lebih rendah (Crampton, 1959).

Munurut Murniyati dan Sunarman (2000), pada dasarnya, cara cara

pengeringam atau pengurangan kadar air dapat dibagi menjadi dua golongan

sebagai berikut:

a. Pengeringan Alami (natural drying)

b. Pengeringan Buatan (artificial drying) atau Pengeringan Mekanis (mechanical

drying).

Kondisi iklim yang kering dan panas sangat kondusif untuk menghasilkan

benih yang berkulit keras (hardseed). Hubungan antara dormansi benih dan mutu

benih terkair dengan mutu daya simpan benih. Benih dorman akibat kekerasan

kulit benih secara umum diyakini memiliki daya simpan yang lebih panjang

dibandingkan benih yang tidak memiliki sifat kulit benih keras. Namun demikian

nilai positif dormansi benih ini menuntut penanganan yang tepat saat benih harus

dikecambahkan karena dibutuhkan teknik pematahan dormansi yang tepat pula.

Kadar air dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya

simpan dari pangan tersebut. Kadar air dalam suatu bahan pangan sangat

berpengaruh pada mutu produk pangan tersebut. Semakin banyak kadar air yang

terkandung, umur simpannya semakin sebentar, karena kalau suatu bahan banyak

mengandung kadar air, maka sangat memungkinkan adanya mikroba yang

tumbuh. Oleh karena itu kita harus mengetahui kandungan air dalam suatu bahan

agar dapat memprekdisikan umur simpannya (Christian, 1980).

27
Metode yang digunakan untuk menguji kadar air ini juga harus diperhatikan.

Ada dua metode dalam pengujian kadar air benih, yaitu Konvensional

( Menggunakan Oven ) dan Automatic (Menggunakan Balance Moisture Tester,

Ohaus MB 45, Higromer). Dalam penentuan uji kadar air digunakan 2 metode

oven, yaitu metode temperatur rendah 1032C dan metode temperatur tinggi 130

- 133C. Kedua metode tersebut dapat digunakan dalam penentuan kadar air

(Bonner, 1995). Pada metode pengukuran kadar air benih secara langsung, kadar

air benih dihitung secara langsung dari berkurangnya berat benih akibat hilangnya

air dalam benih dan ini yang sering disebut dengan metode oven. Sedangkan

pengukuran kadar air secara tidak langsung kadar air di ukur tanpa mengeluarkan

air dari benih, tetapi dengan menggunakan hambatan listrik dalam benih yang

kemudian dikorelasikan dengan kadar air biaanya dengan menggunakan alat yang

bernama Steinlete Moisture Tester (Tim Teknologi Benih Jurusan BDP, 2012).

Menurut Hasanah (2006) Manfaat dari pengujian kadar air benih adalah

untuk mengetahui seberapa besar kandungan air yang terkandung di dalam benih

tersebut. Dengan pengujian ini tentu tidak lepas dari kualitas perkecambahan,

viabilitas, dan vigor benih saat perkecambahan. Karena sebelum proses imbibisi

air ke dalam benih sebelum perkecambahan benih ditentukan terlebih dahulu oleh

kandungan awal air yang ada di dalam benih tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air benih yaitu:

1. Tipe benih

Secara teknologi dikenal benih yang bersifat ortodoks dan rekalsitran.Benih

ortodoks tidak mati walaupun dikeringkan sampai kadar air yang relatif sangat

28
rendah dengan cara pengeringan cepat dan juga tidak mati kalau benih itu

disimpan dalam keadaan suhu yang relatif rendah.Benih yang bersifat rekalsitran,

akan mati kalau kadar airnya diturunkan sebelum mencapai kering dan tidak tahan

di tempat yang bersuhu rendah (Sutarno,1997).

2. Ukuran benih

Menurut Priestley (1986), ukuran biji berpengaruh terhadap keseragaman

pertumbuhan tanaman dan daya simpan benih. Pada beberapa spesies, biji-biji

yang lebih kecil dalam suatu lot benih dari varietas yang sama mempunyai masa

hidup yang lebih pendek.

3. Penyimpanan

Masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih semakin kompleks

sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Penyimpanan benih yang berkadar

air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan (Harrington, 1972).

Alat untuk mengukur kadar air pada benih menurut Hani (2012) adalah

menggunakan moisture meter.

Gambar 1. Moisture meter

Keterangan: (1) layar

29
(2) pemutar untuk menekan benih

(3) alat penampung benih (di bawah alat penekan)

(4) tombol pengontrol (power, select, measurement, average)

Sifat : portable.

Fungsi : menguji kadar air benih.

Sumber energi : elemen kering (batu baterai).

Prinsip kerja : beberapa butir benih diletakkan pada tempat penampung benih,

dimasukkan dalam laci di sisi kana alat (di bawah alat penekan).

Secara perlahan kita memutar alat penekan sampai pemutarnya

berhenti sudah tidak dapat diputar kembali. Tombol power kita

tekan, kita pilih benih yang akan kita ukur dengan menekan

tombol select dan memilih jenis benihnya. Setelah itu kita tekan

tombol measurement sebanyak tiga kali (kita mengambil

reratanya agar lebih akurat). Setelah tombol measurement ditekan

tiga kali, kita menekan tombol average untuk mengetahui

reratanya. Setelah ditunggu beberapa saat, nilai kadar air akan

tertera pada layar.

Deskripsi alat : berbentuk persegi panjang, banyak terdapat tombol-tombol,

terdapat sejenis alat pemutar pada permukaannya, terdapat layar

dan penampung benih.

Kelebihan dan kekurangan: kelebihannya yaitu benih yang dibutuhkan hanya

beberapa saja, jadi menghemat benih. Dengan alat ini kita dapat

mengetahui rerata kadar air benih, diharapkan dapat lebih valid.

30
Selain itu kita juga dapat mengetahui temperature benih.

Kekurangannya sama seperti pada tipe Kett, karena keterbatasan

jenis benih, hanya dapat digunakan untuk pengujian jenis-jenis

benih yang tertera pada pilihan jenis benih pada layar

Selain menggunakan moisture tester, pengukuran kadar air menurut Hani (2012)

dapat menggunakan oven, Ohaus MB 45 ataupun higrometer.

Menurut Menurut Winarno (1990), Ortodoks adalah benih yang pada masak

panen / fisiologi memiliki kandungan kadar air yang relatif rendah. Biji kelompok

ortodoks dicirikan oleh sifatnya yang bisa dikeringkan tanpa menglami kerusakan.

Benih orthodoks tahan terhadap pengeringan dan suhu penyimpanan yang

rendah, yaitu pada suhu 0 5o C dengan kadar air benih 57%. Dalam kondisi

penyimpanan yang optimal, benih yang orthodox akan mampu disimpan sampai

beberapa tahun. Pada saat masak, kadar air benih pada kebanyakan benih

orthodox sekitar 610%. benih yang bersifat Ortodoks antara lain adalah benih

tanaman Acacia mangium Wild (Pokok Akasia), Dalbergia latifolia Roxb

(Sonobrit),Eucalyptus urophylla S.T (Ampupu), Eucalyptus deglupta Blume

(Leda), Gmelina arborea Linn (gmelina), Paraserianthes falcataria Folsberg

(sengon), Pinus mercusii dan Santalum album (Kayu Cendana).

Sedangkan benih rekalsitran memiliki cicri ciri berukuran besar, permukaan

halus bentuk lonjong, berwarna coklat, kadar air tinggi. lebih lanjut ciri ciri fisik

dan fisiologi benih rekalsintran menurut Schmidt (2000), benih rekalsitran

didefinisikan sebagai benih yang tidak tahan terhadap pengeringan dan suhu

penyimpanan yang rendah, kecuali untuk beberapa species temperate recalsitrant.

31
Tingkat toleransinya tergantung dari species masing-masing, umtuk benih species

dari daerah tropik kadar air benih yang dianjurkan untuk penyimpanan adalah 20

35% dan suhu penyimpanan 12 15o C. Kebanyakan benih recalsitran hanya

mampu disimpan beberapa hari sampai dengan beberapa bulan. Benih recalsitrant

pada waktu masak, kadar air benih sekitar 30 70%. Benih recalsitrant banyak

ditemukan pada species dari zona iklim tropis basah, hutan hujan tropis, dan hutan

mangrove, beberapa ditemukan pada zona temperate dan sedikit ditemukan pada

zona panas. Beberapa contoh benih ini adalah Agathis lorantifolia Salisb

(Dammar), Diosypros celebicaBack (eboni), Hevea brasiliensis Aublet (Kayu

Getah), Macadamia hildenbrandii Steen (makadame) dan juga jenis Shore

compressa, Shorea.

Praktikum pengujian kadar air benih menggunakan dua metode yaitu

menggunakan metode langsung dan metode metode tidak langsung hal ini di

dapatkan hasil yang relative berbeda yaitu kadar air pada benih padi yang semula

20,08% setelah melakukan perlakuan tidak langsung dengan melakukan

pengovenan kadar air menjadi 19,08% setelah dilakukan penghitungan hasil yang

di dapatkan yaitu penurunan kadar air benih sebesar 4,43%. Hasil percobaan

kedua pada kadar air jagung yang semula 20% setelah melakukan perlakuan tidak

langsung dengan melakukan pengovenan kadar air menjadi 17,9% setelah

dilakukan penghitungan hasil yang di dapatkan yaitu penurunan kadar air benih

sebesar 10,5%. Hasil percobaan ketiga pada kadar air kedelai yang semula 20 %

setelah melakukan perlakuan tidak langsung dengan melakukan pengovenan kadar

air menjadi 17,26% setelah dilakukan penghitungan hasil yang di dapatkan yaitu

32
penurunan kadar air benih sebesar 13,7%. Hasil percobaan keempat pada kadar air

jagung yang semula 20,4% setelah melakukan perlakuan tidak langsung dengan

melakukan pengovenan kadar air menjadi 18,38% setelah dilakukan penghitungan

hasil yang di dapatkan yaitu penurunan kadar air benih sebesar 8,28%.

Pada percobaan yang dilakukan dengan metode yang berbeda yaitu menggunakan

metode langsung mendapatkan hasil Berdasarkan pengujian diperoleh rata-rata

padi basah sebesar 22,525, rata-rata kacang tanah sebesar 13,6, rata-rata padi

kering sebesar 14,4, rata-rata jagung sebesar 12,25, dan rata-rata kedelai sebesar

14,3.

V. PENUTUP

33
A. Kesimpulan

Pengujian kadar air benih pada setiap metode menunjukan hasil yang

berbeda hal ini di karenakan pengguaan perlakuan yang berbeda pula.

B. Saran

Akan lebih baik apabila pada saat praktikum dilakukan lebih teliti karena

pada praktikum ini menggunakan perhitingan agar menghasilkan data yang

akurat.

34
DAFTAR PUSTAKA

Christian JHB. 1980. Reduced water activity. 7990. In J.H. Silliker, R.P. Elliot,
A.C. Baird-Parker, F.L. Brian, J.H.B. Christian, D.S. Clark, J.C.Olson Jr.,
and T.A. Roberts (Eds.). Microbial Ecology of Foods. New York:
Academic Press.

Crampton, EW. 1959. Fundamental of Nutrition. USA: Freeman and Company.

Hasanah, M dan D Rusmin 2006. Teknologi Pengelolaan Benih Beberapa


Tanaman Obat Di Indonesia. Balai Penelitian Pangan dan Obat. Jurnal
Litbang Pertanian. Volume 25 (2) : 68 73. Bogor.

Heuver M 2006. Introduction to Seed Testing . IAC Wageningen. The


Netherlands.

Hong, T.D., R.H. Ellis, B. Ngoctam, and V.T. Le Tam.Effect of Desiccation on


Seed Germiantion, Cracking, Fungi Infection and Survival in Storage of
Sterculiafoetida . Seed Science and Technology 33(3):705-712.

Hong T D and R H Ellis 2005. A protocol to determine seed storage behaviour


IPGRI Technical Bulletin No1. Dept. of Agric. The University of Reading,
UK.

ISTA. 2010. International Rules for Seed Testing. ISTA. Switzerland

Kuswanto H 2007. Analisis Benih. Kanisius. Yogyakarta

Mugnisjah, W. Q. 1990. Pengantar Produksi Benih. Rajawali Press. Jakarta.

Murniyati, Ir. A. S, Ir. Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan


Ikan. Yogyakarta: Kanisius

Prasetyo 2004. Evaluasi Mutu Benih Beberapa Genotipe Padi Selama


Penyimpanan. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vol 20 (No.3).
Halaman 17 23.

Priestley. 1986. Seed Stratification. University of Saskatchewan. England.

Sutarno dkk,1997. Pengenalan Pemberdayaan Pohon Hutan,Prosea Indonesia-


Prosea Network Office,Pusat Diklat Pegawai & SDM Kehutanan, Bogor
1997

Sutopo L 2006. Teknologi Benih. Rajawali Pers. Jakarta

35
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Praktikum mengenai pematahan dormansi sangat bermanfaat guna

mengamati dan mengupayakan agar benih apt tetap tumbuh dengan sempurna.

Praktikum ini dilatarbelakangi akan kualitas benih yang semakin buruk dan sangat

tidak bai apabila dibiarkan berlarut mengingat kebutuha akan benih berkualitas di

Indonesia sangat tinggi.

Sebagai mahasiswa pertanian pengetahuan akan upaya pemecahana

dormansi sangat mutlak di ketahui. Dormansi merupakan cikal bakal gagalnya

suatu pemuliaan karena dormansi akan menyerang ketika benih sangat dini. Benih

yang merupakan salah satu cikal bakal bagi pemulia tanaman untuk dapat

melakukan modifikasi ini harus sangat di perhatikan.

Dormansi merupakan kondisi dimana benih tidak dapat berkecambah.

Kondisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman. Benih yang

mengalami dormansi akan menunda pertumbuhan, akibatnya tanaman tidak

tumbuh serempak.

Dormansi dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain yaitu

impermiabilitas kulit biji terhadap air atau gas ataupun resistensi mekanis kulit

biji terhadap pertumbuhan embrio, embrio yang rudimenter, after ripening,

dormansi sekunder dan bahan-bahan penghambat perkecambahan. Benih yang

mengalami dormansi ini dapat distimuluskan untuk berkecambah dengan suatu

perlakuan mekanis, fisis, maupun kimia.

36
Dormansi dapat dipatahkan melalui berbagai cara. Pengamplasan

merupakan cara yang paling umum yang biasa dilakukan. Biji akan bekecambah

setelah mengalami masa dorman yang disebabkan berbagai faktor internal, seperti

embrio masih berbentuk rudimentatau belum masak (dari segi fisiologis), kulit biji

yang tahan atau impermeable atau adanya penghambat tumbuh. Selain

pengamplasan ada beberapa cara lain seperti memasukkan benih ke dalam botol

yang disumbat dan secara periodik mengguncang-guncangnya, stratifikasi

terhadap benih dengan suhu rendah ataupun suhu tinggi, perubahan suhu, dan zat

kimia.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah :

1. Mempercepat perkecambahan biji dengan metode skarifikasi benih


2. Menunjukkan kekerasan biji-biji yang ada pada daerah tropika dan bagaimana

cara skarifikasi dijalankan.

37
38
II. TINJAUAN PUSTAKA

Kualitas benih ditentukan antara lain oleh tingkat kemasakan biji yang

dalam proses perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah. Benih

yang berasal dari yang masih muda, kualitasnya akan jelek karena benih akan

menjadi tipis, ringan, dan keriput, serta apabila dikeringkan daya hidupnya sangat

rendah. Dalam hal itu, kemungkinan embrio blum berkembang sempurna dan

cadangan makanan dalam endosperma belum lengkap (Santosa, 2004).

Biji akan berkecambah setelah mengalami masa dorman yang disebabkan

berbagai faktor internal, seperti embrio masih berbentuk rudiment atau belum

masak (dari segi fisiologis), kulit biji yang tahan (impermeabel), atau adanya

penghambat tumbuh. Kekerasan kulit biji merupakan hambatan fisik terhadap

perkembangan embrio sehingga menyebabkan embrio kurang mampu menyerap

air dan oksigen serta karbon dioksida tidak dapat keluar secara baik yang

berakibat proses respirasi tidak sempurna. Berbagai cara untuk memperpendek

dormansi dapat dilakukan dengan meretakkan kulit biji, perendaman dalam zat

kimia seperti kalium nitrat pada konsentrasi tertentu atau dengan pemanasan

(Harjadi, 2002).

Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak

dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji.

Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda

perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk

melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun

39
pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan

kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan

dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi

digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi

digunakan untuk mengatasi dormansi embryo. Tipe dormansi biji antara lain:

1. Dormansi fisik : yang menyebabkan pembatasan structural terhadap

perkedcambahan. seperti kulit biji ynag keras dan kedap sehingga menjadi

penghalang mekanisme terhadap masuknya air dan gas pada beberapa jenis

tanaman.
2. Dormansi fisiologis : dapat disebabkan oleh bebrapa mekanisme, umumnya

dapat disebabkan oleh pengatur tumbuh baik penghambat atau perangsang

tumbuh, dapat juga oleh factor-faktor dalam sepert immaturity atau

ketidaksamaan embrio dan sebab-sebab fisiologis lainnya (Salisbury, 1995).

Dormansi benih dapat dibedakan atas beberapa tipe dan kadang-kadang satu

jenis benih memiliki lebih dari satu tipe dormansi. Willan (1985) membedakan

dormansi ke dalam dormansi embrio, dormansi kulit benih dan dormansi

kombinasi keduanya. Dormansi dapat dipatahkan dengan perlakuan pendahuluan

untuk mengaktifkan kembali benih yang dorman. Ada berbagai cara perlakuan

pendahuluan yang dapat diklasifikasikan yaitu pengurangan ketebalan kulit atau

skarifikasi, perendaman dalam air, perlakuan dengan zat kimia, penyimpanan

benih dalam kondisi lembab dengan suhu dingin dan hangat atau disebut

stratifikasi dan berbagai perlakuan lain (Kartiko, 1986).

Menurut Kartasapoetra (2003), dormansi dapat diatasi dengan perlakuan-

perlakuan dengan pemarutan atau penggoresan (skarifikasi), yaitu dengan cara

40
menghaluskan kulit benih agar dapat dilalui air dan udara ; melemaskan kulit

benih dari sifat kerasnya ; memasukkan benih ke dalam botol yang disumbat dan

secara periodik mengguncang-guncangnya ; stratifikasi terhadap benih dengan

suhu rendah ataupun suhu tinggi ; perubahan suhu ; dan zat kimia. Sedangkan

menurut, pematahan dormansi dapat diganti dengan zat kimia seperti KNO3,

thiorea dan asam giberalin. Pada kenyataannya, 24 pada organ secara visual

disebut dormansi, sesungguhnya masih berlangsung perubahanperubahan

biokimia dan struktur mikroskopiknya.

41
III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah benih albasia

(20 benih), benih melinjo, bemih kolang kaling, benih cabai, air panas, cawan

petri, pasir, polibag dan amplas.

B. Prosedur Kerja

1. Skarifikasi dengan air panas


a. Alat dan bahan yang akan digunakan dipersiapkan
b. Skarifikasi dengan air panas selama 10 menit kemudian dicuci pada air

mengalir.
c. Ditanam 10 biji dari perlakuan untuk dikecambahkan pada media polibag dan

10 biji tanpa perlakuan sebagai kontrol.


d. Pencacatan yang berkecambah dilakukan setiap hari selama 7 hari.
e. Persentase benih yang berkecambah normal dicatat.
2. Pengaruh skarifikasi terhadap perkecambahan biji
a. Bahan dan alat yang akan digunakan dipersiapkan.
b. Dibersihkan 6 buah benih melinjo kemudian 2 buah dikupas kulitnya, 2 buah

diamplas atau digosok bagian kulit bijinya menggunakan amplas masing-

masing pada bagian samping, atas dan bawah dan 2 buah yang lain tidak

diamplas sebagai kontrol.


c. Benih melinjo yang telah diberi perlakuan tersebut ditanam dalam polibag

dan diamati pertumbuhannya setiap hari selama 2 minggu setiap hari.


d. Persentase benih yang berkecambah normal dicatat

42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

A. Tabel 1. Pengataman
Perlakuan hari ke-
No perlakuan
2 4 6 8 10 12
1 Air (Albasia)
a. Panas 0 0 5 0 0 0
b. Dingin 0 0 6 1 0 0
c. Kontrol 0 0 4 0 0 0
2 Fisik (Melinjo)
a. Kupas 0 0 0 0 0 0
b. Amplas 0 0 0 0 0 0
c. Kontrol 0 0 0 0 0 0
Fisik (Kolang-kaling)
a. Amplas 0 0 0 0 0 0
b. Kontrol 0 0 0 0 0 0
3 ZPT (Tomat)
a. Perlakuan 0 0 8 0 0 0
b. Kontrol 0 0 10 0 0 0
ZPT (Cabai)
a. Perlakuan 0 0 6 0 0 0
b. Kontrol 0 0 9 1 0 0

Perhitungan :
% Perkecambahan = x 100%
1. Albasia
a. Panas
% Perkecambahan= x100%= 50 %
b. Dingin
% Perkecambahan= x100%= 70 %

43
c. Kontrol
% Perkecambahan= x100%= 40 %
2. Fisik (Melinjo)
a. Kupas
% Perkecambahan= x100%= 0 %
b. Amplas
% Perkecambahan= x100%= 0 %
c. Kontrol
% Perkecambahan= x100%= 0 %
Fisik (Kolang-kaling)
a. Amplas
% Perkecambahan= x100%= 0 %
b. Kontrol
% Perkecambahan= x100%= 0 %
3. ZPT (Tomat)
a. Perlakuan
% Perkecambahan= x100%= 80 %
b. Kontrol
% Perkecambahan= x100%= 100 %
ZPT (Cabai)
a. Perlakuan
% Perkecambahan= x100%= 60 %
b. Kontrol
% Perkecambahan= x100%= 100 %

Kesimpulan: Benih albasia yang ditanam dengan perlakuan perendaman air

panas memiliki persentase perkecambahan 50 %, benih albasia

yang ditanam dengan perlakuan perendaman air dingin memiliki

persentase perkecambahan 70 %, sedangkan perlakuan kontrol

memiliki persentase perkecambahan 40%. Artinya perlakuan

perendaman air dingin pada benih albasia lebih efektif dalam

pemecahan dormansi. Benih melinjo yang ditanam dengan

perlakuan kontrol, diamplas, dan dikupas memiliki persentase

perkecambahan sebesar 0%. Artinya benih melinjo tidak terjadi

pemecahan dormansi. Benih kolang-kaling yang ditanam dengan

perlakuan kontrol dan amplas memiliki persentase

44
perkecambahan sebesar 0%. Artinya benih kolang-kaling tidak

terjadi pemecahan dormansi. Benih tomat yang ditanam dengan

perlakuan kontrol memiliki persentase perkecambahan 100 %,

sedangkan benih tomat yang ditanam dengan perlakuan

pemberian ZPT memiliki persentase perkecambahan 80 %.

Artinya perlakuan kontrol pada benih tomat lebih efektif dalam

pemecahan dormansi. Benih cabai yang ditanam dengan

perlakuan kontrol memiliki persentase perkecambahan 100 %,

sedangkan benih cabai yang ditanam dengan perlakuan

pemberian ZPT memiliki persentase perkecambahan 60 %.

Artinya perlakuan kontrol pada benih cabai lebih efektif dalam

pemecahan dormansi.

B. Pembahasan

Menurut Tamin (2007) dormansi benih merupakan ketidakmampuan benih

hidup untuk berkecambah pada suatu kisaran keadaan luas yang dianggap

menguntungkan untuk benih tersebut. Dormansi dapat disebabkan karena tidak

mampunya benih secara total untuk berkecambah atau hanya karena

45
bertambahnya kebutuhan yang khusus untuk perkecambahannya. Dormansi benih

dapat disebabkan keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis embrio, atau

kombinasi dari keduanya. Dormansi adalah suatu keadaan pertumbuhan yang

tertunda atau keadaan istirahat, merupakan kondisi yang berlangsung selama suatu

periode yang tidak terbatas walaupun berada dalam keadaan yang menguntungkan

untuk perkecambahan. Biji yang dorman adalah biji yang gagal berkecambah,

apabila diletakkan pada suatu lingkungan yang mendukung perkecambahan

anggota populasi biji yang lain, yang tidak dorman (Gardner, 1991).

Dormansi digambarkan sebagai peristiwa benih yang berkecambah, tidak

akan berkecambah walaupun faktor lingkungan mendukung untuk terjadinya

perkecambahan. Istilah dormansi mempunyai aplikasi yang luas dalam fisiologi

tanaman yang mengacu pada ketidak adaan pertumbuhan di dalam bagian

tanaman yang dipengaruhi faktor dalam dan luar. Dormansi pada biji merupakan

salah satu penyebab gagalnya perkecambahan walaupun biji dapat menyerap air

dan berada dalam temperatur dan tingkat oksigen yang baik (Edmon et al., 1957).

Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari

benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan

lingkungannya, baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi.

Sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari

kemusnahan alam. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari

kulit biji ataupun keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua

kedaan tersebut. Sebagai contoh kulit biji yang impermeabel terhadap air dan gas

sering dijumpai pada benih-benih dari famili Leguminosae (Sutopo, 2010).

46
Dormansi didefinisikan sebagai keadaan dari biji dimana tidak memperbolehkan

terjadinya perkecambahan, walaupun kondisi untuk berkecambah sudah terpenuhi

(Tempertur, air dan O2). Dormansi secar efektif menunda proses perkecambahan

(Jann dan Amen dalam Khan, 1934).

Dormansi merupakan kondisi ketika benih tidak tumbuh meskipun diberi

perlakuan media yang optimum. Dormansi dapat berupa dormansi fisik dan

fisiologis. Dormansi fisik berupa kondisi fisik benih yang menyebabkan

terhambatnya proses perkecambahan seperti tebalnya kulit benih. Doemansi

fisiologis terjadi karena terhambatnya proses metabolisme benih seperti peristiwa

embrio rudimenter, after ripening, dan keseimbangan hormonal (Bradbeer, 1989).

Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak

berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap

telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga dapat dikatakan

dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viabel)

namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik

untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai

(Schmidt 2002).

Adapun proses perkecambahan diawali dengan berubahnya struktur embrio

biji menjadi tumbuhan kecil di dalam biji yaitu terlihat daun kecil, calon batang,

dan calon akar. Dua faktor yang mempengaruhi perkecambahan yaitu faktor

internal (dari dalam) dan faktor eksternal (dari luar atau lingkungan). Faktor

internal meliputi tingkat kemasakan biji, ukuran biji, absorbansi (daya serap biji

terhadap air), dan ada tidaknya zat penghambat. Sedangkan faktor

47
eksternal meliputi suhu, oksigen, dan air. Setelah biji menyerap air (imbibisi), biji

membesar sehingga kulit biji pecah. Secara umum, proses perkecambahan terjadi

secara kimiawi. Dengan masuknya air ke dalam biji, enzim akan bekerja dengan

aktif. Jika embrio terkena air, embrio menjadi aktif dan melepaskan hormon

giberelin. Hormon ini memacu aleuron untuk membuat (mensintesis) dan

mengeluarkan enzim. Enzim yang dikeluarkan antara lain: enzim damilase,

maltase, dan enzim pemecah protein.

Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal

pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat

terjadinya perkecambahan biji yang seragam (Schmidt, 2002). Perlakuan

skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi biji, sedangkan skarifikasi

adalah salah satu upaya perlakuan pada benih yang ditujukan untuk mematahkan

dormansi. Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan dengan cara fisik,

mekanis dan khemis (Zono, 2009). Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan

konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air

dengan mudah (Esmaeili, 2009).

Amilase merubah amilum (pati) menjadi maltosa. Maltosa dihidrolisis oleh

maltase menjadi glukosa. Metabolisme glukosa menghasilkan energi dan atau

senyawa-senyawa untuk menyusun struktur tubuh tumbuhan. Pembentukan energi

ini membutuhkan oksigen. Oleh sebab itu, proses perkecambahan membutuhkan

oksigen. Protein yang ada dipecah menjadi asam amino yang berfungsi menyusun

struktur sel dan enzim-enzim baru. Enzim-enzim di dalam biji dapat bekerja

dengan baik pada suhu tertentu, sedangkan suhu yang tinggi dapat merusak

48
enzim. Cahaya pada proses perkecambahan dapat memengaruhi hormon auksin.

Hormon ini rusak atau terurai jika terkena intensitas cahaya yang tinggi. Dengan

demikian, pertumbuhan kecambah akan ke arah datangnya cahaya.

Ada beberapa tipe dormansi, yaitu dormansi Fisik dan dormansi Fisiologis.

1. Dormansi Fisik

Pada tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas struktural terhadap

perkecambahan adalah kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi

penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas pada berbagai jenis

tanaman. Yang termasuk dormansi fisik adalah:

a. Impermeabilitas kulit biji terhadap air


Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini disebut benih keras

contohnya seperti pada famili Leguminoceae, disini pengambilan air

terhalang kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel

berupa palisade yang berdinding tebal, terutama dipermukaan paling luar

dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin. Di alam selain pergantian

suhu tinggi dan rendah dapat menyebabkan benih retak akibat

pengembangan dan pengkerutan, juga kegiatan dari bakteri dan

cendawan dapat membantu memperpendek masa dormansi benih.


b. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap berada dalam keadaan

dorman disebabkan kulit biji yang cukup kuat untuk menghalangi

pertumbuhan embrio. Jika kulit ini dihilangkan maka embrio akan

tumbuh dengan segera. Tipe dormansi ini juga umumnya dijumpai pada

beberapa genera tropis seperti Pterocarpus, Terminalia,Eucalyptus,

dll ( Doran, 1997). Pada tipe dormansi ini juga didapati tipe kulit biji

49
yang biasa dilalui oleh air dan oksigen, tetapi perkembangan embrio

terhalang oleh kekuatan mekanis dari kulit biji tersebut. Hambatan

mekanis terhadap pertumbuhan embrio dapat diatasi dengan dua cara

mengekstrasi benih dari pericarp atau kulit biji.


c. Adanya zat penghambat
Sejumlah jenis mengandung zat-zat penghambat dalam buah atau benih

yang mencegah perkecambahan. Zat penghambat yang paling sering

dijumpai ditemukan dalam daging buah. Untuk itu benih tersebut harus

diekstrasi dan dicuci untuk menghilangkan zat-zat penghambat.


2. Dormansi fisiologis (embrio)

Penyebabnya adalah embrio yang belum sempurna pertumbuhannya atau

belum matang. Benih-benih demikian memerlukan jangka waktu tertentu agar

dapat berkecambah (penyimpanan). Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda

dari kurun waktu beberapa hari sampai beberapa tahun tergantung jenis benih.

Benih-benih ini biasanya ditempatkan pada kondisi temperatur dan kelembaban

tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk sempurna dan

dapat berkecambah.

Menurut Sutopo (2000) dormansi dikelompokan menjadi 2 tipe berdasarkan

mekanisme dormansi di dalam biji, yaitu :

a. Dormansi fisik

Dormansi fisik disebabkan oleh pembatasan struktural terhadap

perkecambahan biji, seperti kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi

penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas-gas ke dalam biji. Dengan

kata lain, dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji

itu sendiri. Penyebab dormansi fisik antara lain, impermeabilitas kulit biji

50
terhadap air, resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, dan

permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas.

b. Dormansi fisiologis

Dormansi fisiologis disebabkan oleh sejumlah mekanisme dan pada

umumnya oleh zat pengatur tumbuh, baik itu penghambat maupun

perangsang. Penyebab dormansi fisiologis antara lain, embrio yang

belum matang, jangka waktu penyimpanan dan keberadaan cahaya.

Ada beberapa tipe dormansi, yaitu dormansi Fisik dan dormansi Fisiologis.

1. Dormansi Fisik

Pada tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas struktural terhadap

perkecambahan adalah kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi

penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas pada berbagai jenis

tanaman. Yang termasuk dormansi fisik adalah:

a. Impermeabilitas kulit biji terhadap air

Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini disebut benih keras

contohnya seperti pada famili Leguminoceae, disini pengambilan air

terhalang kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel

berupa palisade yang berdinding tebal, terutama dipermukaan paling luar

dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin. Di alam selain pergantian

suhu tinggi dan rendah dapat menyebabkan benih retak akibat

pengembangan dan pengkerutan, juga kegiatan dari bakteri dan

cendawan dapat membantu memperpendek masa dormansi benih.

b. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio

51
Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap berada dalam keadaan

dorman disebabkan kulit biji yang cukup kuat untuk menghalangi

pertumbuhan embrio. Jika kulit ini dihilangkan maka embrio akan

tumbuh dengan segera. Tipe dormansi ini juga umumnya dijumpai pada

beberapa genera tropis seperti Pterocarpus, Terminalia,Eucalyptus,

dll ( Doran, 1997). Pada tipe dormansi ini juga didapati tipe kulit biji

yang biasa dilalui oleh air dan oksigen, tetapi perkembangan embrio

terhalang oleh kekuatan mekanis dari kulit biji tersebut. Hambatan

mekanis terhadap pertumbuhan embrio dapat diatasi dengan dua cara

mengekstrasi benih dari pericarp atau kulit biji.

c. Adanya zat penghambat

Sejumlah jenis mengandung zat-zat penghambat dalam buah atau benih

yang mencegah perkecambahan. Zat penghambat yang paling sering

dijumpai ditemukan dalam daging buah. Untuk itu benih tersebut harus

diekstrasi dan dicuci untuk menghilangkan zat-zat penghambat.

dormansi fisiologis adalah :

1) Immaturity Embrio

Pada dormansi ini perkembangan embrionya tidak secepat jaringan

sekelilingnya sehingga perkecambahan benih-benih yang demikian perlu

ditunda. Sebaiknya benih ditempatkan pada tempe-ratur dan kelembapan

tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrionya terbentuk

secara sempurna dan mampu berkecambah.

2) After ripening

52
Benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu jangkauan waktu

simpan tertentu agar dapat berkecambah, atau dika-takan membutuhkan

jangka waktu "After Ripening". After Ripening diartikan sebagai setiap

perubahan pada kondisi fisiologis benih selama penyimpanan yang

mengubah benih menjadi mampu berkecambah. Jangka waktu

penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari sampai dengan

beberapa tahun, tergantung dari jenis benihnya.

3) Dormansi Sekunder

Dormansi sekunder disini adalah benih-benih yang pada keadaan

normal maupun berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu

keadaan yang tidak menguntungkan selama beberapa waktu dapat

menjadi kehilangan kemampuannya untuk berkecambah. Kadang-kadang

dormansi sekunder ditimbulkan bila benih diberi semua kondisi yang

dibutuhkan untuk berkecambah kecuali satu. Misalnya kegagalan

memberikan cahaya pada benih yang membutuhkan cahaya. Diduga

dormansi sekunder tersebut disebabkan oleh perubahan fisik yang terjadi

pada kulit biji yang diakibatkan oleh pengeringan yang berlebihan

sehingga pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi lebih terbatas.

4) Dormansi yang disebabkan oleh hambatan metabolis pada embrio.

Dormansi ini dapat disebabkan oleh hadirnya zat penghambat

perkecambahan dalam embrio. Zat-zat penghambat perkecambahan yang

diketahui terdapat pada tanaman antara lain : Ammonia, Abcisic acid,

53
Benzoic acid, Ethylene, Alkaloid, Alkaloids Lactone (Counamin) dll

(Esmaeili, 2009).

Keuntungannya benih yang dorman adalah dapat mencegah agar tidak

berkecambah selama penyimpanan. Sesungguhya benih-benih yang tidak dorman

seperti benih rekalsitran sagat sulit untuk ditangani, karena perkecambahan dapat

terjadi selama pengangkutan atau penyimpanan sementara. Di suatu sisi, apabila

dormansi sangat kompleks dan benih membutuhkan perlakuan awal yang khusus,

kegagalan untuk mengatasai masalah ini dapat bersifat kegagalan perkecambahan.

Berbagai teknik untuk mematahkan dormansi fisik antara lain sebagai

berikut:

1. Mekanisme perlakuan (skarifikasi)

Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara

penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan

pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif

untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani secara manual,

dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya

semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah

radikel tidak rusak (Schmidt, 2002).

Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada benih

legum, lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan proses pelunakan

menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada

saat yang sama embrio menyerap air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh

permukaan kulit biji, tetapi daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus

54
dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan

pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan.

2. Air panas

Air panas mematahkan dormansi fisik pada leguminosae melalui tegangan

yang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling

efektif bila benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih

baik untuk mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling

lama, panas yang diteruskan kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan

kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan

terhadap suhu berfariasi tiap jenis. Umumnya benih kering yang masak atau

kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat dalam air

mendidih (Schimidt, 2002)

3. Perlakuan kimia

Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk

memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar

kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan

asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji

menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah. Larutan asam untuk

perlakuan ini adalah asam sulfat pekat (H2SO4) asam ini menyebabkan

kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada legum maupun non

legume (Coppeland,2001). Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih yang

mudah sekali menjadi permeable, karena asam akan merusak embrio.

Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2 hal, yaitu:

55
a) kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi
b) larutan asam tidak mengenai embrio.
4. Perlakuan temperature

Pemberian suhu rendah selama waktu tertentu (berbeda untuk setiap jenis

tanaman) dapat menghilangkan penghambatan pertumbuhan. Temperatur

tinggi hanya radikelnya, diikuti temperature rendah untuk epikotilnya.

Perbedaan tidak boleh lebih dari 10-20oC (Coppeland, 2001).

5. Perlakuan cahaya

Jumlah cahaya, intensitas, panjang hari juga dapat memepengaruhi laju

perkecambahan. Selain meningkatkan % perkecambahan, juga dapat

meningkatkan laju perkecambahan.(Coppeland, 2001).

Media tumbuh dan substrat yang digunakan untuk menanam benih dormansi

sangat berpengaruh terhadap proses fisiologis dan morfologi benihdorman

tersebut. Substrat tertentu dengan konsentrasi yang ditentukan dapat membuat

benih lepas dari masa dormansi sebagai contoh dalam beberapa penelitian

penggunaan substrat campuran auksin NAA dapat memicu pertumbuhan benih.

Menurut Kuswanto (1996) Pertumbuhan dan perkembangan suatu kecambah biji

akan selalu berbeda-beda tergantung media tanam yang dipakai dan unsur-unsur

yang terdapat dalam media tanam tersebut. Media tanam merupakan media/tempat

dimana tanaman/biji dapat tumbuh dan berkembang didalamnya, contohnya

seperti tanah, sekam dan jenis lainnya.

Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara

penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan

pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif

56
untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani secara manual,

dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya

semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah

radikel tidak rusak (Schmidt, 2002).

Yang terkandung dalam daging buah Kelapa ini sekitar 90% merupakan

asam lemak jenuh dan 105 asam lemak tak jenuh. Meskipun mengandung asam

lemak jenuh, namun minyak Kelapa memiliki rantai karbon sedang sehingga

mudah dicerna oleh tubuh. Asam lemak rantai sedang lebih baik dibandingkan

asam lemak rantai panjang karena bisa langsung dicerna dalam usus tanpa adanya

proses hidrolisis dan enzimatis. Sedangkan minyak yang memiliki rantai karbon

yang panjang harus melalui beberapa tahapan dulu untuk diproses di dalam

pencernaan manusia sebelum akhirnya dapat diserap dinding usus lewat beberapa

proses yang panjang. Asam lemak rantai sedang juga tidak diubah menjadi lemak

atau kolestrol, serta tidak memengaruhi kolesterol darah. Dan terkait dengan

manfaatnya, asam lemak rantai sedang ini berkemampuan secara spesifik sebagai

anti-fungsi, anti-protozoa, anti-bakteri, dan juga anti-virus.

Tak hanya minyak dan dagingnya saja yang memiliki banyak manfaat,

namun air Kelapa juga disinyalir mengandung banyak zat gizi. Kalau selama ini

pemanfaatan air Kelapa hanya terbatas pada mengolahnya menjadi nata de coco,

maka dengan kandungannya yang padat gizi, air Kelapa bisa dikembangkan lebih

dari itu. Menurut hasil analisis, dalam air Kelapa tua mengandung sekitar 91%

mineral, 0,3% protein, 0,15% lemak, 7,3% karbohidrat dan 1,06% abu. Air Kelapa

juga mengandung vitamin C 2,7 mg/ 100 ml. Sedangkan kandungan mineral air

57
Kelapa terdiri atas kalium, natrium, kalsium, magnesium, tembaga, besi, dan

lainnya.

Makanya dengan banyak kandungan zat gizi tersebut menjadikan air Kelapa

sangat kaya khasiat seperti untuk mengobati penyakit usus, penyakit kolera,

muntah-muntah, cacar, campak, dan juga penyakit kulit lainya. Air Kelapa juga

memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi minuman isotonik karena di dalam

airnya memiliki kandungan mineral dan gula yang sempurna sehingga memiliki

keseimbangan elektrolit. Dengan banyak kandungan zat gizi baik di dalam daging,

minyak maupun air Kelapa, buah ini berpotensi untuk dikembangkan menjadi

produk untuk kesehatan tubuh.

Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan

penyerapan air oleh benih. Air panas mematahkan dormansi fisik pada

leguminosae melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan

macrosclereids. Metode ini paling efektif bila benih direndam dengan air panas.

Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada embrio karena

bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan kedalam embrio sehingga

dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak benih dengan kulit

tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap jenis tergantung pada jenis biji

itu sendiri. Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal

toleran terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih (Esmaeili, 2009).

Beberapa bahan alami ternyata mengandung ZPT dan bisa dimanfaatkan

untuk merangsang pertumbuhan maupun perkembangbiakan tanaman. Penelitian

tetang ZPT alami umumnya dilakukan untuk kultur jaringan, namun saya yakin

58
bisa juga digunakan secara langsung untuk tanaman. Golongan ZPT dari sebagian

bahan alami tersebut sudah diketahui, namun beberapa diantaranya belum

diketahui. Beberapa bahan alami yang mengandung ZPT alami adalah:

1. Air Kelapa

Air kelapa mengandung hormon/ZPT Sitokinin, mineral dan senyawa organik

lain, seperti 1,3 dipheniluea, zaetin, zeatin glukosida dan zeatin ribosida.

2. Ekstrak Tauge

Ekstrak tauge memiliki respon yang mirip dengan air kelapa. Ekstrak tauge

juga banyak dimanfaatkan pada perbanyakan tanaman secara kultur jaringan.

3. Ekstrak Tomat

Ekatrak tomat ternyata tidak hanya baik untuk kesehatan manusia, ternyata

juga baik untuk pertumbuhan tanaman. Ekstrak tomat pada penelitian in

vitro/kultur jaringan memberikan respon tanaman yang baik.

4. Cuka Kayu/wood vinegar/asap cair

Cuka kayu dibuat dengan cara mengkondensasi asap hasil pembakaran kayu

secara tidak langsung. Asap yang mencair ini disebut juga cuka kayu/wood

vinegar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cuka kayu memiliki sifat

antibiotik dan hormonal. Aplikasi cuka kayu menunjukkan respon yang

positif untuk tanaman. Cuka kayu juga bisa digunakan sebagai pestisida

nabati.

5. Rebung Bambu

Rebung bambu mengandung hormon giberlin. Jenis bambu yang banyak

mengandung giberlin adalah jenis bambu tali.

59
Pematahan dormansi biji pinang dengan dilakukan perendaman benih

pinang sirih dalam air, Asam sulfat (HzSO+) pekat, Kalium Nitrat (l3{O:) 0,2 yo,

Gibberelin (GA3) 1000 ppm dan pengikisan. Dari hasil penelitian didapatkan

bahwa perlakuan fisika dan kimia dapat mematahkan dormansi benih Pinang Sirih

kecuali perendaman benih dengan H2SO4 pekat. Perlakuan pengikisan dapat

mematahkan dormansi benih pinang sirih pada minggu ke tiga setelah tanam,

sedangkan perlakuan perendaman benih dengan air, KNO3 0,2 % dan GA3 1000

ppm dapat mematahkan dormansi benih pinang sirih pada minggu ke empat

setelah tanam. Pada minggu ke tujuh setelah tanam, persentase daya kecambah

baik untuk keempat perlakuan. Semua perlakuan mempunyai pengaruh yang sama

terhadap kemunculan radikula dan plumula pertama serta panjang akar dan batang

kecambah (Yanti, 2008).

Dari hasil praktikum yang dilakukan pada praktikum ini dari perendaman

menggunakan air panas dan air dingin pada jenis biji albasia memberikan hasil

positif dengan tingkat prosentase sebesar 70% hal ini disebabkan karena pengaruh

air dingin lebih efektif untuk memecah atau menghentikan laju dormansi, hal ini

di tunjukan dengan hasil perhitungan yang menunjukan prosentase hasil

perlecambahan yang lebih besar pada perlakuan yang di lakukan menggunakan air

dingin pada jenis biji albasia yang di praktikumkan sedangkan pada percobaan

lain menggunakan air panas dan control memiliki prosentase lebih rendah yaitu

50% dan 40%.

Pada percobaan drkua pada biji melinjo dengan perlakuan pengamplasan

pada kulit luar biji melinjo menunjukan korelasi negative dengan tidak adanya biji

60
yang dapat berkecambah dengan prosentase 0%. Perlakuan ini terjadi pula pada

biji kolang kaling. Ini menunjukan tidak adanya kerja perlakuanyang dapat

menunjukan hasil positif.

Pada percobaan ketiga yang dilakukan pada biji tomat yang dilakukan

dengan perlakuan control serta penambahan ZPT justru memberikan hasil lebih

aik ketika biji tomat di perlakukan sebagai control dengan prosentase sebanyak

100% sedangkan pada biji yang di berikan penambahan ZPT hanya memberikan

hasi sebesar 80%. Hal ini juga terjadi pada benih cabai yang di perlakukan sama

dengan menunjukan hasil lebih baik ketika di perlakukan sebagai control sebesar

100% sedangkan pada saat di lakukanpenambahan ZPT hanya memberikan hasil

sebsar 60%.

61
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum ini adalah kegiatan perlakuan untuk memecah

dormansi memberikan hasil relative berbeda bahkan benih yang di berikan ZPT

menunjukan tingkat tumbuhlebih rendah dibandingkan dengan biji yang hanya di

perlakukan sebagai kontrol

B. Saran

Saran dari praktikum ini adalah praktikan harusnya lebih teliti dalam

melakukan praktikum agar hasil yang didapat dapat lebih akurat.

62
DAFTAR PUSTAKA

Copeland LO, Mc.Donald MB. 2001. Principles of Seed Science and Technology 4thed.
London (UK): Kluwer Academic Publishers.

Edmond, J. B., T. L. Senn, and F. S. Andrew. 1957. Fundamentals of Holticulture. McGraw-


Hill Book Company, New York.

Esmaeili, Mohammad, 2009, Ecology of seed dormancy and germination of Carex divisa
Huds.: Effects of stratification, temperature and salinity, International Journal of
Plant Production, New York.

Santoso. 2004. Perkecambahan dan pertumbuhan palem Jepang (Actinophloeus


mochorturii) akibat perendaman dalam lumpur. Jurnal Natur Indonesia 6: 99-100.

Gardner, F. P. ; R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta:


UI Press

Harjadi, Sri Setyati. 2002. Pengantar Agronomi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih. Rineka Cipta, Jakarta.

Kartiko, H.D.P. (1986). Pengaruh Beberapa Cara Ekstraksi dan Perlakuan


Pendahuluanterhadap Daya Berkecambah Benih Rotan Manau (Calamus manna
MIQ).(Laporan Uji Coba No. 5). Bogor : Balai Teknologi Perbenihan.

Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: ITB.

Sutopo, Lita, 2004. Teknologi Benih . Jakarta. Divisi Buku Perguruan Tinggi PT
RajaGrafindo Persada.

Suwarno FC, Santana DB. 2009. Efisiensi beberapa substrat dalam pengujian viabilitas
benih berukuran besar dan kecil. J.Agron.Indonesia. 37(3): 249-255.

Tamin, R. P. 2007. Teknik perkecambahan benih jati (Tectona grandis Linn. F.). Jurnal
Agronomi. Vol 1 : Halaman 7-14

Willan RL. 1985. A Guide to Forest Seed Handling. FAO, Rome.

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

63
Praktikum perkecambahan pada lingkungan suboptimal sangat bermanfaat.

Mengingat lingkung pada media tanam yang di budidayakan mengandung

beberapa kandungan yang tidak semuanya optimal dan mampu menunjang

kebutuhan tanaman. Hal ini menjadi perhatian khusus mengenai upaya untuk

memberikan kebutuhan baik media maupun upaya perbaikan lingkungan lain agar

kondisi optimal pertumbuhan tanaman dapat tercapai.

Kandungan garam yang cukup tinggi pada suatu media akan menghambat

perkecambahan benih. Hal tersebut berkaitan dengan penyerapan air yang sangat

dibutuhkan dalam perkecambahan. Tanpa adanya air maka perkecambahan tidak

dapat berlangsung karena air merupakan pelarut dan pereaksi. Secara ideal semua

benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila di tanam pada

kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat dan kuat serta

berproduksi tinggi dengan kualitas baik. Vigor benih dicerminkan oleh dua

informasi tentang viabilitas benih, masing-masing kekuatan tumbuh dan daya

simpan benih. Kedua nilai fisiologis ini menempatkan benih pada kemungkinan

kemampuan untuk tumbuh menjadi tanaman normal meskipun keadaan biofisik

lapangan produksi sub-optimum atau sesudah benih melampaui suatu periode

simpan yang lama.

Kondisi lingkungan pada kenyatanya tidak semua memiliki kondisi yang

baik. Beberapa tempat tumbuh benih mengalami kondisi yang tidak optimal,

kekurangan atau kelebihan suatu faktor tumbuh, seperti tanah salin. Tanah yang

mengandung kandungan garam tinggi akan menyebabkan pertumbuhan kecambah

64
menjadi terganggu bahkan dapat menjadikan benih tidak berkecambah atau benih

mati dan busuk. Tanah salin menyebabkan proses-proses yang seharusnya terjadi

pada perkecambahan benih terhalang sehingga benih tidak berkecambah.

B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh garam pada medium

terhadap perkecambahan dan serapan air oleh benih.

65
II. TINJAUAN PUSTAKA

Lahan suboptimal yang luas hamparannya adalah agroekosistem yaitu

berupa lahan kering masam, dengan kendala utama miskin hara, masam, dan

kurang air, lahan kering pada wilayah iklim kering, dengan kesulitan utamanya

adalah menyediakan air yang cukup untuk budidaya tanaman; selain itu sering

juga tanahnya berbatu dengan lapisan topsoil yang tipis lahan rawa pasang surut,

dengan masalah utama kesulitan dalam mengatur tata airnya, keberadaan lapisan

pirit, lapisan gambut tebal, dan intrusi air laut, dan lahan rawa lebak, dengan

kendala kesulitan dalam memprediksi dan mengatur tinggi genangan dan

kemasaman tanah (Haryono, 2013).

Benih yang baik untuk ditanam ialah benih yang memiliki daya kecambah

tinggi. Daya berkecambah suatu benih dapat diartikan sebagai mekar dan

berkembangnya bagianbagian penting dari suatu embrio suatu benih yang

menunjukkan kemampuannya untuk tumbuh secara normal pada lingkungan yang

sesuai. Dengan demikian pengujian daya kecambah benih ialah pengujian akan

sejumlah benih, berupa persentase dari jumlah benih tersebut yang dapat atau

mampu berkecambah pada jangka waktu yang telah ditentukan (Danuarti 2005).

Garam-garam atau Na+ yang dapat dipertukarkan akan mempengaruhi sifat-

sifat tanah jika terdapat dalam keadaan yang berlebihan dalam tanah. Kekurangan

unsur Na+ dan Cl- dapat menekan pertumbuhan dan mengurangi produksi.

Peningkatan konsentrasi garam terlarut di dalam tanah akan meningkatkan

tekanan osmotik sehingga menghambat penyerapan air dan unsur-unsur hara yang

66
berlangsung melalui proses osmosis. Jumlah air yang masuk ke dalam akar akan

berkurang sehingga mengakibatkan menipisnya jumlah persediaan air dalam

tanaman. (Sutopo, 1984)

Dalam proses fisiologi tanaman, Na+ dan Cl- diduga mempengaruhi

pengikatan air oleh tanaman sehingga menyebabkan tanaman tahan terhadap

kekeringan. Sedangkan Cl- diperlukan pada reaksi fotosintetik yang berkaitan

dengan produksi oksigen. Sementara penyerapan Na+ oleh partikel-partikel tanah

akan mengakibatkan pembengkakan dan penutupan pori-pori tanah yang

memperburuk pertukaran gas, serta dispersi material koloid tanah. (Kuswanto,

1997). Benih merupakan simbol dari suatu permulaan sebagai inti dari kehidupan

di alam semesta yang berguna untuk menyambung kehidupan dari suatu tanaman.

benih merupakan biji tanaman yang digunakan untuk menanam. Benih dituntut

untuk bermutu tinggi sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman yang

berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang maju (Sadjad, 1999).

Kualitas benih merupakan salah satu kriteria dalam perkecambahan benih.

Benih yang berkecambah merupakan salah satu tanda dari benih yang telah

mengalami proses penuaan. Perkecambahan adalah munculnya plumula dan

radikula pada embrio dari suatu benih. Plumula dan radikula diharapkan dapat

menghasilkan kecambah yang normal, jika faktor lingkungan mendukung

(Kuswanto, 1997). Perkecambahn dapat terjadi apabila kandungan air dalam biji

semakin tinggi karena masuknya air ke dalam biji melalui proses imbibisi. Proses

imbibisi yang telah optimal menyebabkan perkecambahan pada biji (Hartono,

2010).

67
Kondisi optimum pertumbuhan benih biasanya hanya terdapat pada ruang

lingkup yang sempit, seperti pada laboratorium, sementara pada kondisi yang

sebenarnya atau pada kondisi lapang jarang didapati berada pada keadaan yang

optimum, melainkan pada keadaan sub optimum. Keadaan sub optimum yang

tidak menguntungkan di lapangan dapat menambah segi kelemahan benih dan

mengakibatkan turunnya persentase perkecambahan serta lemahnya pertumbuhan

(Sadjad, 1999). Keadaan lingkungan di lapangan sangat penting dalam

menentukan kekuatan tumbuh benih. Keadaan yang sub optimal akan

menunjukkan kekuatan tumbuh benih (Harjadi, 1979).

68
III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu petridish, pinset, dan gunting.

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah benih padi, garam NaCl,

aquadest, dan kertas merang.

B. Prosedur Kerja

1. Larutan garam disiapkan dengan konsentrasi 0 ppm, 2500 ppm, dan 5000

ppm.
2. Petridish disiapkan dan diberi alas kertas merang sebanyak 3 rangkap.
3. 20 benih padi dikecambahkan pada masing-masing petridish dengan 3

perlakuan tersebut.
4. Pengamatan :
a. Benih disemprot secara merata dan jangan sampai tergenang.
b. Perkecambahan diamati setiap 2 hari sekali selama 8 hari.
c. Persentase perkecambahan dihitung dan dibandingkan untuk setiap

perlakuan.

69
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 2. Data Perkecambahan Padi pada Lingkungan Suboptimal


Pengamatan hari ke-
Perlakuan
2 4 6 8 10
0 ppm 0 8 12 0 0
2500 ppm 0 4 3 5 4
5000 ppm 0 0 0 0 3

A. 0 ppm
Persentase berkecambah normal = x 100% = 100%
B. 2500 ppm
Persentase berkecambah normal = x 100% = 80%
C. 5000 ppm
Persentase berkecambah normal = x 100% = 15%

Kesimpulan: Persentase perkecambahan konsentrasi 0 ppm, 2500 ppm,

5000 ppm, masing-masing berurut-urut: 100%, 80%, 15%.

B. Pembahasan

70
Keasaman tanah ditentukan oleh kadar atau kepekatan ion hidrogen di

dalarn tanah tersebut. Bila kepekatan ion hidrogen di dalam tanah terlalu tinggi

maka tanah akan bereaksi asam. Sebaliknya, bila kepekatan ion hidrogen terIalu

rendah maka tanah akan bereaksi basa. Pada kondisi ini kadar kation OH- lebih

tinggi dari ion H+. Tanah masam adalah tanah dengan pH rendah karena

kandungan H+ yang tinggi. Pada tanah masam lahan kering banyak ditemukan ion

Al3+ yang bersifat masam karena dengan air ion tersebut dapat menghasilkan H+.

Dalarn keadaan tertentu, yaitu apabila tercapai kejenuhan ion Al3+ tertentu,

terdapat juga ion Al-hidroksida ,dengan demikian dapat menimbulkan variasi

kemasaman tanah (Yulianti, 2007).

Lahan salin atau pantai adalah lahan pasang surut yang terkena pengaruh

intrusi air laut atau payau yang tanahnya dapat termasuk dalam katagori lahan

potensial, lahan sulfat masam, atau gambut. Lahan salin mendapatkan intrusi air

laut lebih dari 3 bulan dalam setahun dan kandungan Na dalam larutan tanah

antara 8-15% (Noor, 1996). Istilah salin digunakan untuk menggambarkan tanah

yang kaya kadar garamnya di dalam larutan tanah yang sangat tinggi. Persentase

Na pada koloid tanah salin di bawah 15% dan pH-nya di bawah 8,5. Sifat fisik

tanah salin cukup baik karena memiliki kandungan Ca yang cukup (Novizan,

2002).

Lahan salin di Indonesia relatif luas terutama di pantai utara. Di Kab

Lamongan dan Tuban saja diperkirakan mencapai 192 hektar. Sembari mencari

lokasi untuk penelitian, dua peneliti Balitkabi menyusur lahan salin di Lamongan

dan Tuban. Keduanya mendapati bahwa meski lahannya bermasalah, petani tetap

71
berjuang menanam padi dan palawija. Hasilnya pun minim. Namun karena itu

lahan yang mereka punya maka perjuangan mereka pun memerlukan bantuan

teknologi untuk meningkatkan produktivitas lahannya. tantangannya adalah

teknologi produksi untuk lahan salin (BALITKABI, 2015).

Kondisi salin dapat mempengaruhi penyerapan air dan hara tanaman.

Salinitas berpengaruh terhadap penurunan persentase perkecambahan, berat segar

dan kering tunas dan akar, serta menghambat penyerapan berbagai nutrisi pada

benih, dan dapat menunda pertumbuhan awal, menurunkan rata-rata dan

meningkatkan ketidakseragaman pada perkecambahan, mengurangi tanaman yang

tumbuh dan hasil panen. Kadar garam yang tinggi dapat menaikkan tekanan

osmosis. Hal ini dapat mengurangi kesanggupan benih mengabsorbsi air dan

secara tidak langsung akan menghambat perkecambahan benih, karena benih tidak

memperoleh kadar air yang cukup. Jika konsentrasi suatu larutan di sekitar biji

tinggi dapat menyebabkan tidak atau kurang meresapnya air ke dalam biji

sehingga mengakibatkan benih tidak berkecambah (Bybordi, 2009).

Lahan suboptimal yang luas hamparannya adalah agroekosistem yaitu

berupa lahan kering masam, dengan kendala utama miskin hara, masam, dan

kurang air, lahan kering pada wilayah iklim kering, dengan kesulitan utamanya

adalah menyediakan air yang cukup untuk budidaya tanaman; selain itu sering

juga tanahnya berbatu dengan lapisan topsoil yang tipis lahan rawa pasang surut,

dengan masalah utama kesulitan dalam mengatur tata airnya, keberadaan lapisan

pirit, lapisan gambut tebal, dan intrusi air laut, dan lahan rawa lebak, dengan

kendala kesulitan dalam memprediksi dan mengatur tinggi genangan dan

72
kemasaman tanah (Haryono, 2013). Salah satu kondisi lingkungan yang kurang

menguntungkan adalah adanya tanah salin. Tanah salin merupakan tanah yang

mempunyai kandungan garam NaCl yang cukup tinggi. Tanah dengan kandungan

garam yang tinggi dibedakan dalam tanah salin, tanah sodik dan tanah salin-sodik.

Kandungan garam yang tinggi dapat berpengaruh pada penyerapan air yang

dilakukan oleh biji. Bila tanah terlalu Salin dan NaCl yang diserap terlalu banyak

maka akan menghambat proses metabolisme dalam benih. Konsentrasi NaCl yang

terlalu pekat maka akan menyebabkan cairan dalam benih akan keluar sehingga

dapat merusak benih sehingga benih tidak dapat berkecambah dengan baik.

(Sadjad, 1999).

Tanah Marginal dapat terbentuk secara alami dan antropogenik (ulah

manusia). Secara alami (pengaruh lingkungan) yang disebabkan proses

pembentukan tanah terhambat atau tanah yang terbentuk tidak sesuai untuk

pertumbuhan tanaman. Misalnya, bahan induk yang keras dan asam, kekurangan

air, suhu yang dingin/membeku, tergenang dan akumulasi bahan gambut, fraksi

tanah yang dihasilkan didominasi oleh pasir, pengaruh salinisasi/penggaraman

(Subagyo, 2000).

Respon tanaman secara fisiologis dan morfologis akibat adanya salinitas,

yaitu tergganggunya pertumbuhan, produktivitas tanaman dan fungsi-fungsi

fisiologis tanaman secara normal, terutama pada jenis-jenis tanaman pertanian.

Salinitas tanah menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang

menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein, serta

penambahan biomass tanaman. Tanaman yang mengalami stres garam umumnya

73
tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tetapi dalam bentuk

pertumbuhan tanaman yang tertekan dan perubahan secara perlahan. Menurut

Hardjowigeno (2005) dijelaskan bahwa garam-garaman mempengaruhi

pertumbuhan tanaman umumnya melalui :

a. Keracunan yang disebabkan penyerapan unsur penyusun garam yang

berlebihan.
b. Penurunan penyerapan air.
c. Penurunan dalam penyerapan unsur-unsur hara yang penting bagi tanaman.

Pengaruh salinitas tanah tergantung pada tingkatan pertumbuhan tanaman,

biasanya pada tingkatan bibit sangat peka terhadap salinitas. Salinitas tanah dapat

menghambat perkecambahan benih, pertumbuhan yang tidak teratur pada tanaman

pertanian seperti kacang-kacangan dan bawang, adanya kadar garam yang tinggi

pada tanah juga menyebabkan penurunan jumlah daun, pertumbuhan tinggi

tanaman dan rasio pertumbuhan panjang sel (Tahir, 2009).

Menurut Bybordi (2009) cara pembuatan larutan garam 0ppm hanya

dilarutkan dengan aquades sedangkan cara pembuatan larutan garam 2500 ppm

adalah dengan menyiapkan 2,5 gram garam, kemudian dilarutkan dengan aquades

dengan cara diaduk. Sedangkan untuk membuat larutan garam 5000 ppm

disiapkan 5 gram garam yang dilarutkan dengan aquades dan diaduk. Kadar

garam yang tinggi dapat menaikkan tekanan osmosis. Hal tersebut dapat

mengurangi kesanggupan mengabsorbsi air dan secara tidak langsung akan

menghambat perkecambahan benih, karena benih tidak memperoleh kadar air

yang cukup.

74
Menurut Sipayung (2003) secara garis besar respon benih tanaman terhadap

salinitas dapat dilihat dalam dua bentuk adaptasi yaitu dengan mekanisme

morfologi dan mekanisme fisiologi:

1. Mekanisme morfologi

Bentuk adaptasi morfologi dan anatomi yang dapat diturunkan dan bersifat

unik dapat ditemukan pada jenis halofita yang mengalami evolusi melalui seleksi

alam pada kawasan huta pantai dan rawa-rawa asin. Salinitas menyebabkan

perubahan struktur yang memperbaiki keseimbangan air tanaman sehingga

potensial air dalam tanaman dapat mempertahankan turgor dan seluruh proses

bikimia untuk pertumbuhan dan aktivitas yang normal. Perubahan struktur

meliputi ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas

daun, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin pada permukaan

daun, serta lignifikasi akar yang lebih awal. Ukuran daun yang lebih kecil sangat

penting untuk mempertahankan turgor, sedangkan lignifikasi akar diperlukan

untuk penyesuaian osmose yang sangat penting untuk untuk memelihara turgor

yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dan fungsi metabolisme yang

normal.

Adaptasi struktural ini kondisi air akan berkurang dan mungkin akan

menurunkan kehilangan air pada transpirasi. Pertumbuhan akar pada lingkungan

salin umumnya kurang terpengaruh dibandingkan dengan pertumbuhan daun

(pucuk) atau buah. Hal ini diduga karena akibat perbaikan keseimbangan dengan

mempertahankan kemampuan menyerap air. Pertumbuhan tanman yang cepat juga

merupakan mekanisme untuk mengencerkan garam. Dalam hal ini bila garam

75
dikeluarkan oleh akar, maka bahan organik yang tidak mempunyai efek racun

akan tertimbun dalam jaringan, dan ini berguna untuk mempertahankan

keseimbangan osmotik dengan larutan tanah (Salisbury dan Ross, 1995).

2. Mekanisme Fisiologi

Bentuk adaptasi dengan mekanisme fisiologi terdapat dalam beberapa

bentuk sebagai berikut :

a. Osmoregulasi

Tanaman yang toleran terhadap salinitas dapat melakukan penyesuaian

dengan menurunkan potensial osmosis tanpa kehilangan turgor. Untuk

memperoleh air dari tanah sekitarnya potensial air dalam cairan xilem harus

sangat diturunkan oleh tegangan. Pada beberapa halofita mampu menjaga

potensial osmotik terus menjadi lebih negatif selama musim pertumbuhan sejalan

dengan penyerapan garam. Pada halofita lainnya memiliki kemampuan mengatur

penimbunan garam (Na+ dan Cl) pada kondisi cekaman salinitas, misalnya

tanaman bakau yang mampu mengeluarkan 100% garam (Salisbury and Ross,

1995).

b. Kompartementasi dan Sekresi Garam

Tanaman halofita biasanya dapat toleran terhadap garam karena mempunyai

kemampuan mengatur konsentrasi garam dalam sitoplasma melalui transpor

membran dan kompartementasi. Garam disimpan dalam vakuola, diakumulasi

dalam organel-organel atau dieksresi ke luar tanaman. Pengeluaran garam pada

permukaan daun akan membantu mempertahankan konsentrasi garam yang

konstan dalam jaringan tanaman (Salisbury and Ross, 1995). Ada pula tanaman

76
halofita yang mampu mengeluarkan garam dari kelenjar garam pada permukaan

daun dan menyerap air secara higroskopis dari atmosfir (Salisbury and Ross,

1995).

c. Integritas Membran

Membran semi permeable berfungsi menghalangi difusi bebas garam ke

dalam sel tanaman, dan memberi kesempatan untuk berlangsungnya penyerapan

aktif atas unsur-unsur hara essensial. Membran lainnya mengatur transpor ion dan

solute lainnya dari sitoplasma dan vakuola atau organel-organel sel lainnya

termasuk mitokondria dan kloroplas. Plasmolemma yang berhadapan langsung

dengan tanah merupakan membran yang pertama kali menderita akibat pengaruh

salinitas. Dengan demikian maka ketahanan relatif membran ini menjadi unsur

penting lainnya dalam toleransi terhadap garam (Sipayung, 2003).

Hasil praktikum ini menunjunkan pada percobaan yang dilakukan dengan

menggunakan benih jagung yang di rendam pada masing masing larutan NaCl

pada konsentrasi PPm yang berbeda menunjukan pada setiap peninkgkatan

kepekatan larutan NaCl justru memberikan hasil yang menurun. Konsentrasi air

yang rendah di luar biji (konsentrasi larutan di luar biji dinaikkan), yaitu dengan

menambahkan sejumlah NaCl ke dalam larutan maka air akan berkurang atau

sama sekali tidak akan masuk ke dalam biji. Jadi bertambah kecil konsentrasi air

(bertambah tinggi konsentrasi larutan) di luar biji, bertambah sedikit pula air yang

masuk ke dalam biji yang direndamkan ke dalam larutan tadi (Kamil, 1982).

Hal tersebut berhubungan dengan tekanan difusi air, semakin besar

perbedaan tekanan difusi antara cairan di dalam dan di luar biji akan

77
meningkatkan penyerapan air. Pada tanah salin, penyerapan air lebih lambat

karena tekanan difusi air pada tanah tersebut menjadi rendah akibat dari

penurunan dari konsentarsi air. Besarnya air yang masuk ke dalam biji dapat

menyebabkan perkecambahan kurang sempurna, karena tidak terjadi rehydration

di dalam biji. Bila konsentrasi cairan di luar biji lebih tinggi dari konsentrasi air

dalam biji dapat mentebabkan air di dalam biji akan tertarik keluar sehingga

terjadiplasmolisis (Kamil,1982).

78
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsentrasi NaCl yang diberikan pada setiap perlakuan menunjukan bahwa

semakin meningkatnya kepekatan konsentrasi justru memberikan penurunan pada

prosentase hasil.

B. Saran

Pada saat melakukan praktikum alangkah baiknya apabila pengamatan

dilakukan lebih teliti agar hasil perhitungan tepat sehingga pada saat pembuatan

laporan dapat lebih baik.

79
DAFTAR PUSTAKA

Haryono. 2014. Kebijakan Kementerian Pertanian dalam Mengembangkan


SistemPembangunan Pertanian yang Inklusif untuk Memajukan Petani
Lahan Sub Optimal.Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014.
Palembang 26-27 September2014.

H.Sarwono Hardjowigeno dan M.Lutfi Rayes.,2005.Tanah Sawah. Bayu


MediaPublishing. Malang

Kamil, Jurnalis. 1982. Teknologi Benih 1. Penerbit Angkasa. Bandung.

novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. PT.Agromedia Pustaka: Depok.

Sadjad, Sjamsoeoed. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih. Grasindo. Jakarta.

Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid3. Penerbit ITB.
Bandung.

Sipayung, R. 2003. Stress Garam dan Mekanisme Toleransi Tanaman.

Tahir, Hikmal. 2009. Arti Penting Kalibrasi pada Proses Pengukuran Analitik:
Aplikasi pada Penggunaan pH Meter dan Spektrofotometer Uv-vis. Gajah
Mada University Press.

I. PENDAHULUAN

80
A. Latar Belakang
Praktikum pengujian daya perkecamhan beih dan indeks vigor

perkecambahan di latar belakangi keadaan pertanian di indonesia yang saat ini

sangat membutuhkan inovasi terhadap kegiatan pertanian guna menunjang

kegiatan budidaya pertanian kedepan. Kegiatan inovasi tersebut harus dimuali

dengan upaya pengadaan benih yang berkualitas bagi calon tanaman yang akan di

budidayakan. karena mutu dan kualitas tanaman yang di budiayakan sangat

bergantung pada kualitas benih yang kan ditanam.


Pengujian pada vigor benih yang akan di budidaya merupakan faktor yang

sangat penting guna mengetahui seberapa besar kemungkinan benih yag akan di

tanam dapat hidup. Hal ini mendasari perlunya pengamatan yang dilakukan

mahasiswa pertanian yang menjadi cikal bakal inovator dunia pertanian

kedepanya. Pengamatan dilakukan tidak hanya secara fisiologis melainkan

melalui beberapa percobaan perlakuan yang dapat di lakukan ketika melakukan

praktikum baik pada media tanam maupun pada perlakuan lain yang dapat

dilakukan untuk mengetahui seberapa besar indeks vigor benih tersebut. Analisis

vigor benih ternyata dapat kita kembangkan terus. Betapa besarnya variasi kondisi

lapang, dan betapa besarnya jumlah spesies yang benihnya harus dianalisis, vigor

benih itu dibagaikan gatra yang tidak bakal habis untuk dikaji. Analisis vigor

benih memerlukan banyak inovasi orang-orang benih karena viabilitas absolut

diperlukan untuk selalu diinformasikan kepada konsumen benih.


Hakikatnya pengujian viabilitas benih mencakup pengujian daya

berkecambah atau daya tumbuh dan pengujian vigor benih. Perbedaan antara daya

berkecambah dengan vigor benih adalah bila informasi daya berkecambah

ditentukan oleh kecambah yang tumbuh normal pada lingkungan yang optimum,

81
sedangkan vigor ditentukan oleh kecambah yang tumbuh normal pada lingkungan

yang suboptimum atau bibit yang tumbuh di lapang. Pengujian ini sangat penting

mengingat kebutuhan pasar akan hasil pertanian sangat tiggi. Hal ini sangat

penting dilakukan guna menunjang kebutuhan masyarakat dengan menjadikan

hasil budidaya yang dapat dioptimalkan.

B. Tujuan
Praktikum pengujian daya perkecambahan benih dan indeks vigor

perkecambahan bertujuan untuk menguji daya berkecambah berbagai jenis

tanaman, mengidentifikasi kecambah/bibit normal dan abnormal, dan

membiasakan dengan kosep indeks matematis vigor benih.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Vigor benih dalam hitungan viabilitas absolute merupakan indikasi viabilitas

benih yang menunjukkan benih kuat tumbuh di lapang dalam kondisi yang

suboptimum. Tolok ukur kecepatan tumbuh mengindikasikan vigor kekuatan

tumbuh karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang

yang suboptimum. Kecepatan tumbuh benih diukur dengan jumlah tambahan

perkecambahan setiap hari (Sadjad, 1993).


Perubahan katabolik terus berlangsung sejalan dengan semakin tuanya benih

dan kemampuan benih untuk berkecambah juga menurun. Penurunan daya

kecambah yang terukur, tidak segera terjadi setelah kemasakan tercapai. Pada

kondisi penyimpanan yang menguntungkan, awal kemunduran mungkin terjadi

82
beberapa bulan atau beberapa tahun, tergantung pada kondisi penyimpanan,

macam benih, serta kondisi penyimpanan sebelumnya. Perkecambahan benih

merupakan salah satu kriteria yang berkaitan dengan kualitas benih dan di pihak

lain perkecambahan benih juga merupakan salah satu tanda dari benih yang telah

mengalami proses penuaan (Kuswanto, 1997).


Kehilangan vigor dapat dianggap sebagai suatu tahap perantara dari

kehidupan benihnya, yaitu yang terjadi antara awal dan akhir proses kemunduran.

Kemunduran vigor sangat sulit untuk diukur. Metode yang dapat digunakan untuk

mengukur vigor adalah metode yang berdasarkan pengukuran yang berhubungan

dengan daya kecambah (Justice dan Louis, 1990).

Kelangsungan daya hidup benih ditunjukan oleh persentase benih yang

akan menyelesaikan perkecambahan, kecepatan perkecambahan dan vigor akhir

yanga menyelesaikan perkecambahannya. Proses perkecambahan suatu benih,

memerlukan kondisi lingkungan yang baik, viabilitas benih yang tinggi dan pada

beberapa jenis tanaman tergantung pada upaya pemecahan dormansinya. Vigor

benih dapat menjadi informasi penting untuk mengetahui kemampuan tumbuh

normal dalam kondisi optimal dan sub optimal (Shankar, 2006).


Pengujian viabilitas benih meliputi metode uji secara langsung dan tidak

langsung. Dalam metode uji secara langsung kita dapat mengetahui dan menilai

struktur-struktur penting kecambah secara langsung. Sedangkan metode uji secara

tidak langsung dapat diketahui mutu hidup benih yang ditunjukkan melalui gejala

metabolisme (Suresha et al., 2007).


Kualitas benih digolongkan menjadi tiga macam, yaitu kualitas genetik,

fisiologis, dan kualitas fisik. Pengujian viabilitas dilakukan untuk mengetahui

kualitas fisiologis yang berkaitan dengan kemampuan benih untuk berkecambah.

83
Index matematis terhadap perkecambahan dapat mudah untuk menggambarkan

kualitas benih yang dapat diterima oleh seluruh konsumen (Al-Karaki, 2002).
Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari

perubahan-perubahanmorfologi, fisiologi dan biokimia. Daya kecambah biji erat

hubungannya dengan pemasakan biji, dalamkehidupan seari-hari sering

dibayangkan bahwa perkecambahan biji adalah suatu peristiwa atau proses

padabiji yang terjadi sesudah panen atau biji berkecambah setelah biji tersebut

masak. Akan tetapi biji bisaberkecambah jauh sebelum tercapai kemasakan

fisiologis atau sebelum tercapai berat kering maksimum.Daya kecambah

( viability akan menimgkat dengan bertambah tuanya biji dan mencapai

pertambahan ukuran germinasinya), tetapi sesudah itu akan menurun dengan

kecapatan yang sesuai dengan keadaan lapangan.$akin jelek keadaan lapangan

maka makin cepat turunnya viability.


Biji merupakan suatu organisasi yang teratur rapi, mempunyai persediaan

bahan makanan yangcukup untuk melindungi serta memperpanjang

kehidupannya. &alaupun banyak hal yang terdapat pada biji,tetapi baik mengenai

jumlah, bentuk maupun strukturnya, mempunyai satu fungsi dan tujuan yang

samayaitu menjamin kelansungan hidupnya(Shankar, 2006).


Pengertian benih dalam ilmu tumbuhan botani ialah biji yang berasal dari

ovule. Dan ada yang mendefinisikan benih yaitu dengan dimana terdapat fase

generatif dari siklus kehidupan tumbuhan yang dipakai untuk memperbanyak

dirinya secara generatif. .Proses perkecambahan benih merupakan kompleks dari

perubahan-perubahan morfologi, fisiologidan biokimia. Dan yang menjadi faktor-

faktornya ialah tingkat kemasakan benih, ukuran benih,dormansai,dan

penghambat perkecambahan. benih dapat berkecambah apabila dalam keadaan

84
sehat atauterbebas dari pathogen yang berupa bakteri , virus, kotoran dll atau

dengan kata lain benih tersebut dalamkondisi optimum. informasi tetang daya

kecambah benih itu sendiri yang ditentukan di 0aboratorium adalahkondisi yang

optimum karena keadaan yang suboptimum dapat mengakibatkan turunnya

persentaseperkecambahan serta lemahnya pertumbuhan selanjutnya. 1ecara ideal,

semua benih harus memilikikekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga apabila

ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akantetap tumbuh sehat dan

kuat serta dapat berproduksi tinggi dengan kualitas baik, diaman vigor

benihdicerminkan oleh dua informasi tetang viabilitas. $asing-masing berisi

tentang kekuatan tumbuh dan daya simpan. Kedua nilai fisiologis ini

menempatkan benih pada kemungkinan kemampuannya untuk tumbuuhmenjadi

tanaman normal meskipun keadaan biofisik lapangan produksi suboptimum

sesudah benih melampaui suatu periode simpan yang lama (Sutopo, 1997)
Vigor dipisahkan antara vigor genetik dan vigor fisiologi. Vigor genetik

adalah vigor benih dari galur genetik yang berbeda-beda sedang vigor fisiologi

adalah vigor yang dapat dibedakan dalam galur genetikyang sama. Vigor fisiologi

dapat dilihat antara lain dari indikasi tumbuh akar dari plumula atau

koleptilnya,ketahanan terhadap serangan penyakit dan warna kotiledon dalam

efeknya terhadap tetrazolium test.(Kartasapoetra,2003).


Pada hakekatnya vigor benih harus relevan dengan tingkat produksi,

artinya dari benih yangbervigor tinggi akan dapat dicapai tingkat produksi yang

tinggi. Vigor benih yang tinggi dicirikan antara laintahan disimpan lama, tahan

terhadap serangan hama penyakit, cepat dan merata tumbuhnya serta

mampumenghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam

85
keadaan lingkungan tumbuh yangsub optimal. Pada umumnya uji vigor benih

hanya sampai pada tahapan bibit. Karena terlalu sulit dan mahaluntuk mengamati

seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh karena itu digunakan kaidah korelasi misal

denganmengukur kecepatan berkecambah sebagai parameter vigor, karena

diketahui ada korelasi antara kecepatan berkecambah dengan tinggi rendahnya

produksi tanaman. 8endahnya vigor pada benih dapat disebabkan oleh beberapa

hal antara lain faktor genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis dan

mikrobia(Lita Sutopo,1995)

III. METODE PRAKTIKUM


A. Bahan dan Alat

Alat yang digunakan adalah kertas merang, label, plastik bening, sprayer,

ember dan petridis. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah benih padi

dan benih jagung.

B. Prosedur Kerja

86
Pengujuan Daya Perkecambahan Dengan Kertas Gulung

1. Kertas direndam air sampai seluruh bagiannya basah, kemudian di press

dengan alat pengepres kertas hingga air tidak mengalir lagi.


2. Satu lembar plastik dihamparkan lalu letakan tiga lembar kertas merang

diatasnya.
3. Sebanyak 20 benih jagung diletakan zigzag diatas kertas merang, ditutup

dengan 2-3 lembar kertas merang, lipat bagian bawak dan digulung,

Ditulis tanggal tanam, tanggal panen benih, nama kelompok, rombonngan

pada label yang ditempelkan di gulungan kertas.


4. Pengamatan dilakukan 2 (dua) kali yaitu perhitungan pertama 5 hari

setelah tanam dan perhitungan ke dua 10 hari dan penyiraman dilakukan

setiap hari dengan menyemprot kertas dengan akuades agar tetap lembab.
5. Pengamatan dengan menghitung benih normal, abnormal, biji keras, biji

segar, dan biji mati, kemudian membuat persentasenya.

Pengujian Indeks Vigor dan Coefecient vigor dengan rumus

1. Benih-benih dikecambahkan didalam petridis dengan media kertas merang

sebanyak 20 butir.
2. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 10 hari , dihitung benih yang

berkecambah
3. Indeks vigor dan coefecient vigor dihitung.

87
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil

Tabel 7. Pengujian Daya Perkecambahan dengan Kertas Gulung


Benih Perkecambahan Perkecambahan Tidak

normal abnormal berkecambah


Jagung 18 2 -

Perhitungan =x 100%

Perkecambahan : x 100% = 90%

Kesimpulan : Peraentase perkecambahan benih jagung dengan metode kertas

gulung sebesar 90%.

Tabel 8. Pengujian Daya Perkecambahan dengan Indeks Vigor


Benih Pengamatan ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

88
Padi 0 0 0 4 2 0 4 0 3 0
Indeks vigor : = 2,27

Coefocient vigor : = 16,04

Kesimpulan : Koefisian vigor pada pengujian benih padi sebesar 16,04.

B. Pembahasan

Viabilitas adalah kemampuan benih atau daya hidup benih untuk tumbuh

secara normal pada kondisi optimum. Berdasarkan pada kondisi lingkungan

pengujian viabilitas benih dapat dikelompokkan ke dalam viabilitas benih dalam

kondisi lingkungan sesuai (favourable) dan viabilitas benih dalam kondisi

lingkungan tidak sesuai (unfavourable). Pengujian viabilitas benih dalam kondisi

lingkungan tidak sesuai termasuk kedalam pengujian vigor benih. Perlakuan

dengan kondisi lingkungan sesuai sebelum benih dikecambahkan tergolong

untukmenduga parameter vigor daya simpan benih, sedangkan jika kondisi

lingkungan tidak sesuai diberikan selama pengecambahan benih maka tergolong

dalam pengujian untuk menduga parameter viabilitas tumbuh benih (Bagod

Sudjadi, 2006).

Secara umum vigor diartikan sebagai kemampuan benih untuktumbuh

normal pada keadaan lingkungan yang sub optimal. Vigor dipisahkan antara vigor

genetik dan vigor fisiologi. Vigor genetik adalah vigor benih dari galur genetik

89
yang berbeda-beda, sedang vigor fisiologi adalah vigor yang dapat dibedakan

dalam galur genetik yangsama. Vigor fisiologi dapat dilihat antara lain dari

indikasi tumbuh akar dari plumula atau koleptilnya, ketahanan terhadap serangan

penyakit dan warna kotiledon dalam efeknya terhadap Tetrazolium Test. Informasi

tentang daya kecambah benih yang ditentukan di laboratorium adalah pada

kondisi yang optimum. Padahal kondisi lapang yang sebenarnya jarang didapati

berada pada keadaan yang optimum. Keadaan sub optimum yang tidak

menguntungkan di lapangan dapatmenambah segi kelemahan benih dan

mengakibatkan turunnya persentase perkecambahan serta lemahnya pertumbuhan

selanjutnya. Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang

tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragamakan

tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik (Bagod

Sudjadi, 2006).

Vigor benih di cerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas, masing-

masing kekuatan tumbuh dan daya simpan benih. Kedua nilai fisioogi ini

menempatkan benih pada kemungkinan kemampuannya untuk tumbuh menjadi

tanaman normal meskipun keadaan biofisik lapangan produksi sub optimum atau

sesudah benih melampui suatu periode simpan yang lama.Tanaman dengan

tingkat vigor yang tinggi mungkin dapat dilihat dari performansi fenotipis

kecambah atau bibitnya, yang selanjutnya mungkin dapat berfungsi sebagai

landasan pokok untuk ketahananya terhadap berbagai unsur musibah yang

menimpa. Vigor benih untuk kekuatan tumbuh dalam suasana kering dapat

merupakan landasan bagi kemampuannya tanaman tersebut untuk tumbuh

90
bersaing dengan tumbuhan pengganggu atau pun tanaman lainnya dalam pola

tanam multipa. Vigor benih untuk tumbuh secara spontan merupakan landasan

bagi kemampuan tanaman mengabsorpsi sarana produksi secara maksimal

sebelum panen. Juga dalam memanfaatkan unsur sinar matahari khususnya selama

periode pengisian dan pemasakan biji. Pada hakekatnya vigor benih harus relevan

dengan tingkat produksi, artinya dari benih yang bervigor tinggi akan dapat

dicapai tingkat produksi yang tinggi. Vigor benih yang tinggi dicirikan antara lain

tahan disimpan lama, tahan terhadap serangan hama penyakit, cepat dan merata

tumbuhnya serta mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan

berproduksi baik dalam keadaan lingkungan tumbuh yang suboptimal (Bagod

Sudjadi, 2006).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih dalam

penyimpanan dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar.

1. Faktor Dalam

a. Jenis dan sifat benih

Sangat penting untuk diketahui apakah benih tersebut berasal dari benih

tanaman daerah tropis, sedang atau dingin yang bersifat hydrophyt,

mesophyt atau makrobiotik dll. Semua keterangan tentang jenis dan sifat

benih ini sangat penting untuk dapat mempertahankan viabilitas benih

selama penyimpanan pun hatus ditentukan sesuai dengan jenis dan sifat

benih yang akandisimpan.

b. Viabilitas awal dari benih

91
Untuk mendapatkan benih yang baik sebelum disimpan maka biji harus

benar-benar masak di pohon dan sudah mencapai kematangan fisiologis.

Benih yang disimpan harus bertitik tolak dari viabilitas awal yang

semaksimum mungkin untuk dapat mencapai waktu simpan yang lama.

Karena selama masa penyimpanan yang terjadi hanyalah kemunduran

dari viabilitas awal tersebut, yang mana tidak dapat dihentikan lajunya.

Pemilihan benih serta penyimpanan yang baik merupakan cara untuk

mengurangi kemunduran tersebut, sehingga laju kemunduran viabilitas

benih dapat diatasi sekecil mungkin.

c. Kandungan air benih

Benih yang akan disimpan sebaiknya memiliki kandungan air yang

optimal, yaitu kandungan air tertentu dimana benih tersebut dapat

disimpan lama tanpa mengalami penurunan viabilitas benih. Benih

pada saat panen biasanya memiliki kandungan air benih sekitar 16-

20 %, untuk dapat mempertahankan viabilitas maksimumnya maka

kandungan air tersebut harus diturunkan terlebih dahulu sebelum

disimpan. Kandungan air benih benih kira-kira 4-5% dari berat kering

sebelum disimpan pada tempat penyimpanan tertutup adalah efektif

untuk memperpanjang viabilitasnya, terutama pada temperatur

laboratorium.

2. Faktor Luar

a. Temperatur

92
Temperatur yang terlalu tinggi pada saat penyimpanan dapat

membahayakan dan mengakibatkan kerusakan pada benih. Karena

saat memperbesar terjadinya penguapan zat cair dalam benih akan

kehilangan daya imbibisi dan kemampuan untuk berkecambah.

Protoplasma dalam embrio akan mati akibaat keringnya sebagian

atau seluruh benih. Temperatur optimum untuk penyimpanan benih

jangka panjang terletak antara 0-32oF (-18-0oC). Antara kandungan

air benih dan temperatur terdapat hubungan yang sangat erat dan

timbal balik. Jika salah satu tinggi maka yang lain harus rendah.

b. Kelembaban

Kelembaban lingkungan selama penyimpanan juga sanngat

mempengaruhi viabilitas benih. Sifat biji yang higroskopis

menyebabkan selalu mengadakan kesetimbangan dengan udara di

sekitarnya. Kandungan air yang tinggi dalam benih dengan

kelembaban udara yang rendah dapat menyebabkan penguapan air

dari dalam benih dan mempertinggi kelembaban udara disekitar

benih. Sebaliknya bila kandungan air dalam benih rendah sedangkan

kelembaban udara disekitar benih tinggi akan mengakibatkan

terjadinya penyerapan air oleh benih dan penurunan kelembaban

udara disekitar benih sampai tercapai tekakan yang seimbang. Bagi

kebanyakan benih kelembaban nisbi antara 50-60% temperatur

antara 32-50oF (0-10oF) adalah cukup baik untuk mempertahankan

93
viabilitas benih paling tidak untuk jangka waktupenyimpanan selama

setahun.

c. Gas disekitar benih

Adanya gas disekitar dapat mempertahankan viabilitas benih,

misalnya gas CO2 yang akan mengurangi O2 sehingga respirasi

benih dapat dihambat atau menggantikan O2 dengan gas nitrogen.

d. Mikroorganisme

Kegiatan mikroorganisme yang tergolong dalam hama dan penyakit

gudang dapat mempengaruhi viabilitas benih yang disimpan. Bakteri

Pseudomonas glycinea dan Pseudomona tabacci merupakan bakteri

yang dapat menyerang benih kedele di gudang penyimpanan. Selain

cendawan dan bakteri, virus juga dapat menyerang benih kedele

didalam gudang penyimpanan, misalnya virus Bean common mosaic

dan tobacco ring-spot. Sedangkan yang merupakan hama dalam

gudang penyimpanan benih adalah tikus, burung dan insekta (cotton,

1941). Jenis-jenis insekta yang termasuk hama perusak benih dalam

simpanan anta lain calandra sp, Corcyra cephalonica, Ephestia

cautella, Rhizoperha dominica F. Diantara hama gudang yang

menyerang kedele yaitu Tribolium sp, Tricoderma sp. Serangga-

serangga tersebut menyebabkan kerusakan fisik terhadap benih

menjadi berlubang, keropos atau hancur menjadi butiran

kecil/tepung. Kerusakan fisik ini akan memudahkanserangan bakteri

atau cendawan terhadap benih

94
Kecambah normal merupakan kecambah yang menunjukan potensi untuk

berkembang lebih lanjut hingga menjadi tanaman normal. Sedangkan kecambah

tidak normal atau abnormal tidak menunjukan adanya potensi untuk berkembang

lebih lanjut (Stefan, 2013). Kecambah abnormal adalah kecambah yang tidak

memperlihatkan potensi untuk berkembang menjadi kecambah normal. Dibawah

ini digolongkan ke dalam kecambah abnormal Kecambah rusak: kecambah yang

struktur pentingnya hilang atau rusak berat. Kecambah cacat atau tidak seimbang:

kecambah dengan pertumbuhan lemah atau kecambah yang struktur pentingnya

cacat atau tidak proporsional. Dan Kecambah lambat kecambah yang pada akhir

pengujian belum mencapai ukuran normal. Jika dibandingkan dengan

pertumbuhan kecambah benih normal kecambah pada benih abnormal ukurannya

lebih kecil. Benih mati merupakan jenis benih yang gagal dalam melakukan upaya

perkecambahan yang mengakibatkan kodisi biji busuk sebelum berkecambah atau

tidak tumbuh setelah jangka waktu pengujian yang ditentukan, tetapi bukan dalam

keadan dorman. (Sutopo, 1993).

Metode pengujian daya kecambah benih terdapat beberapa metode

diantaranya : Metode uji daya kecambah secara langsung dengan subtrat kertas

merang, metode uji daya kecambah subtrat antar kertas, metode uji daya

kecambah dengan subtrat kertas digulung,metode uji daya kecambah dengan

subtrat pasir, tanah.

Menurut Kartasapoetra (2003) terdapat 2 macam metode pengujian daya

berkecambah dan kekuatan tumbuh, yaitu :

1. Pengujian secara langsung

95
Cara pengujian langsung baik dilakukan untuk benih yang cepat

berkecambah. Pada benih yang sulit berkecambah benih harus melalui

perlakuan lebih dulu dan membutuhkan waktu pengujian yang lebih lama.

Pada pengujian secara langsung terdapat beberapa metode yang dapat

digunakan yaitu diantaranya :

a. UKDp (Uji Kertas Di Gulung dalam Plastik), pada metode ini diuji

dengan cara menanam benih di antara lembar substrat lalu digulung


b. UAK (Uji Antar Kertas), Metode UAK digunakan untuk benih yang

tidak peka terhadap cahaya. Pada metode ini benih ditanam di

antara substrat, kemudian substrat dilipat.


c. UDK (Uji Di atasKertas) dan UDKm (Uji Di atas Kertas diMiringkan)

dengan metode UDK dan UDKm dimaksudkan menguji benih di atas

lembar substrat. Metode ini sangat baik digunakan untuk benih yang

membutuhkan cahaya bagi perkecambahannya.


d. UKDdp (Uji Kertas Digulung didirikan dalam plastik), Metode ini

menggunakan lapisan plastik diluarnya yang berfungsi mencegah

tembusnya substrat kertas oleh akar.

Selain cara-cara tersebut diatas pengujian juga dapat dilakukan di media

pasir. cara pengujian daya kecambah dan kekuatan tumbuh suatu benih pada

media pasir yaitu sebagai berikut :

a. Campur benih yang akan diuji dengan baik dan ambil segenggam benih

kemudian rendam dengan air dingin selama satu hari.


b. Hitung 100 butir benih untuk diuji (bisa digunakan 50, 40, 20 butir

benih tergantung ukuran benih yang akan diuji).


c. Tabur benih tersebut ke bak kecambah yang berisi pasir.

96
Setelah beberapa hari (5-7 hari) buka bak tabur dan amati jumlah biji yang

berkecambah (misalkan ada 85 benih yang berkecambah). Kemudian menghitung

daya kecambahnya.

Perbedaan secara mendasar antara ukdp dan ukddp adalah apabila ukdp

hasil gulungan tidak didirikan sedangkan ukddp setelah di gulung maka akan

didirikan secara vertical sehingga tanaman tumbuh tegak. Hal ini di dukung oleh

Kartasapoetra (2003), yang menyatakan bahwa UKDp (Uji Kertas Digulung

dalam plastik), Pada metode ini benih diuji dengan cara menanam benih di antara

lembar substrat lalu digulung sedangkan UKDdp (Uji Kertas Digulung didirikan

dalam plastik), Metode ini menggunakan lapisan plastik diluarnya yang berfungsi

mencegah tembusnya substrat kertas oleh akar. Sedangkan perbedaanantara

pengujian menggunaan sustrat kertas dan pasir sudah jelas bahwa biasanya benih

yang digunakan pada substrat kertas ukuran benihnya yang relative besar

sedangkan untuk benih yang digunakan untuk pengujian melalui substrat pasir

relative kecil.

Berdasarkan data pengamatan diketahui bahwa terdapat benih yang mati dan

juga abnormal hal ini dikarenakan terjadinya penurunan viabilitas dan vigor

benih, penurunan ini disebsbkan karena kandungan secara fisiologis benih sudah

mengalami kemunduran sehingga pada saat benih berkecambah akan mengalami

ketidak normalan bahkan mati. Untuk benih yang mati kemungkinan benih yang

digunakan embrio sudah tidak mampu berkecambah bahkan embriobenih sudah

mengalami kematian.

97
V. PENUTUP
A. Kesimpulan

Setelah melaksanakan praktikum dapat di simpulkan bahwa Koefisian vigor

pada pengujian benih padi sebesar 16,04, yang menunjukan bahwa perlakuan

dengan berbagai penggantian media dan perlakuan menunjukan hasil positif.

B. Saran

Pada saat praktikum sebaiknya mendengarkan arahan dari asisten agar

hasil prakikum dapat maksimal serta hasil pembuatan laporan dapat tepat sasaran.

98
DAFTAR PUSTAKA

Al-Karaki. G.N. 2002. Seed size and water potential effects on water uptake,
germination and growth oflentil.
Justice, O.L., dan Louis, N.B. 1990. Prinsip Dan Praktek Penyimpanan Benih.
Rajawali, Jakarta. 446 hal.
Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih. Rineka Cipta, Jakarta.
Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Andi, Yogjakarta.
Sadjad S. 1993. Dari Benih kepada Benih. Gramedia Widiasarana Indonesia,
Jakarta.
Shankar, U. 2006. Seed size as a predictor of germination success and early
Suresha, N.L., H.C. Balachandra, H. Shivanna, 2007. Effect of seed size on
germination Journal of Agronomy Crop Science. 181(4) :237-242.
Sutopo L.1995.Teknologi Benih. Rajawali. Jakarta.Suradinata, Tatang. 1993.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Malang: Fakultas Pertanian UNBRAW
Tjitrasam, 1983. Botani Umum I. Angkasa: Bandung.

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

99
Pertumbuhan dan perkembangan pada pertumbuhan biji dimulai dengan

perkecambahan. Perkecambahan adalah munculnya plantula (tanaman kecil dari

biji). Embrio yang merupakan calon individu baru terdapat di dalam biji. Jika

suatu biji tanaman ditempatkan pada lingkungan yang menunjang dan

memadai,biji tersebut akan berkecambah.

Benih sering disamaartikan dengan biji, namun terdapat perbedaan yang mendasar

antara kedua istilah tersebut, yakni fungsinya. Benih berfungsi sebagai alat

perbanyakan generatif, sedangkan biji berfungsi sebagai bahan makanan. Benih

adalah suatu bagian dari tanaman yang merupakan cikal bakal suatu tumbuhan

baru yang memiliki cirri attau sifat seperti induknya. Benih memiliki beragam

jenis, baik bentuk, ukuran, maupun struktur bagiannya. Benih seharusnya memilki

kualitas yang baik agar tanaman baru yang didapat merupakan tanaman yang

sehat.

Teknologi benih adalah suatu ilmu pengetahuan mengenai cara-cara untuk dapat

memperbaiki sifat- sifat genetic dan fisik dari benih yang mencakup kegiatan

seperti pengembangan varietas, penilaian dan pelepasan varietas, produksi benih,

pengolahan, penyimpanan, serta sertifikasi benih. Benih memiliki tipe

perkecambahan yang berbeda-beda. Terdapat dua tipe perkecambahan yaitu

epigeal dan hipogeal. Pada tanaman dikotil kebanyakan memiliki tipe

perkecambahan epigeal sedangkan tanaman monokotil mempunyai tipe

perkecambahan hipogeal.

B. Tujuan

100
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui tipe-tipe perkecambahan dan daya

vigor tanaman.

101
II. TINJAUAN PUSTAKA
Biji tanaman hutan daerah tropis umumnya bersifat rekalsitran atau

intermediate, sehingga apabila disimpan secara konvensional, viabilitasnya akan

cepat menurun. Penyimpanan benih dalam nitrogen cair (kriopreservasi)

merupakan suatu solusi untuk menyimpan benih rekalsitran dan intermediate.

Benih dapat disimpan dalam bentuk biji utuh atau embrionya saja tergantung dari

ukurannya. Beberapa jenis benih tanaman penghasil kayu seperti Swietenia

macrophylla (mahoni) dan Tectona grandis (jati) telah berhasil dikriopreservasi

dalam bentuk benih utuh dengan viabilitas masing-masing 63% dan 90%.

Pengamatan terhadap mutu benih padi gogo yang digunakan petani menunjukkan

hanya 50% yang mempunyai mutu yang baik (daya berkecambah > 80% dan

vigor > 70%). Sampel benih padi gogo tersebut telah terinfeksi oleh tiga jenis

cendawan gudang dengan tingkat infeksi 2,5-20% dan tujuh cendawan terbawa

benih. Mutu benih (daya berkecambah dan vigor benih) bervariasi antarvarietas

dan antar sumber benih, namun pengaruh interaksi antara varietas dan sumber

benih tidak nyata. Daya berkecambah benih hasil panen MH 2004/05 di lahan

kering berkisar antara 88- 93%. Daya berkecambah tertinggi diperoleh dari

varietas Limboto dan Gajah Mungkur. Daya berkecambah terendah ditunjukkan

oleh varietas Hawara. Benih hasil panen musim kemarau di lahan sawah (MK,

lahan sawah) mempunyai daya berkecambah yang lebih tinggi daripada benih

hasil panen MH 2004/05, berkisar antara 93-97% (Wahyuni,2008).


Sebelum diedarkan di pasaran, benih harus disertifikasi untuk menjamin

kualitas benih yang baik. Setelah penangkaran atau produsen benih mengajukan

102
permohonan pengambilan contoh benih, petugas pengawas benih akan datang

untuk mengambil contoh benih. Contoh benih tersebut diambil secara acak dari

plot benih, sesuai dengan ketentuan (Pitojo, 2006).


Contoh benih adalah wakil dari kelompok benih yang akan diuji di

laboratorium, untuk keperluan sertifikasi. Contoh ini diambil dari setiap kelompok

benih yang telah selesai diproses. Pengambilan contoh dilakukan oleh pengawas

benih atas permintaan dari penangkar atau produsen benih. Produksi kelompok

benih bawang merah yang berbentuk biji tidak boleh lebih dari 0,5 ton dan

kelompok benih bawang merah yang berupa umbi tidak boleh lebih dari 20 ton.

Wadah tempat benih dan pengaturan letak kelompok benih di gudang harus

dilakukan sedemikian rupa sehingga memudahkan petugas untuk mengambil

contoh benih. Contoh benih yang berbentuk umbi paling sedikit sebanyak 1.000 g

dari setiap kelompok benih dan contoh benih yang berbentuk biji paling sedikit

sebanyak 75 g dari setiap kelompok benih (Pitojo,2003).


Dalam pemenuhan benih jagung pulut petani menggunakan benih yang

berasal dari hasil tanaman sebelumnya, dari tetangga atau dibeli dari pasar.

Kondisi ini memungkinkan terjadinya pencampuran benih yang menyebabkan

benih menjadi tidak murni lagi. Keunggulan va-rietas dapat dinikmati konsumen

bila benih yang ditanam bermutu (asli, murni, vigor, bersih dan sehat). Seleksi

yang dilakukan adalah:


a. me-ngeliminasi tipe-tipe tanaman yang menyim-pang dari tipe rata-rata

dan yang berpenyakit berdasarkan hasil pengamatan secara visual


b. pada perkembangan vegetatif di lakukan roging tipe tanaman yang

menyimpang dari rata-rata genotipe yang dapat dilihat dari

103
perkembangan akar dan batang, figmentasi, bentuk daun, tanaman yang

berpenyakit dan sebagainya.


c. setelah fase pembungaan dila-kukan rouging selama periode pengisian

biji dimaksudkan untuk membersihkan tanaman dari tipe yang

menyimpang terutama reaksi-nya terhadap hama dan penyakit,


d. Sebelum panen yang merupakan fase akhir dari kegia-tan rouging

dilakukan untuk mengeliminasi tanaman yang berpenyakit dan yang

mem-perlihatkan karakteristlk menyimpang dari tipe rata-rata vegetatif

dan reproduksi (Rouf,Dkk.,2010).


Benih yang baik berasal dari blok penanaman yang seragam, berdaya hasil

tinggi, dan mencirikan varietas yang khas, sera memiliki daya kecambah minimal

80%. Akan lebih baik lagi kalau benih berasal dari hibridisasi, baik persilangan

tunggal atau ganda, pada keturunan F1 dari galur murni atau varietas unggul.

Setelah benih dipilih, pisahkan atau buang kotoran yang terikut, seperti kerikil,

sisa-sisa kulit buah, dan sebagainya. Pilih biji yang bernas, dan buang yang kisut

atau kosong. Langkah berikutnya adalah menguji daya kecambah benih dari biji

yang sudah diseleksi tersebut. Apabila daya kecambahnya kurang dari 80%,

berarti benih tersebut termasuk kurang bagus. Sebaiknya, cari benih yang daya

kecambahnya diatas 80% (Widodo dan Sumarah, 2007).


Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari

perubahan-perubahanmorfologi, fisologi, dan biokimia. Tahap pertama suatu

perkecambahan benih dimulai denganproses penyerapan air oleh benih,

melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahapkedua dimulai dengan

kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasibenih tahap

ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti

104
karbohidrat,lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan

ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimililasi dari

bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerahmeristematik untuk menghasilkan

energi baru. Kegiatan pembentukan komponen danpertumbuhan sel baru. Tahap

kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui prosespembelahan,

pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh. Sementara

penyerapanair oleh benih terjadi pada tahap pertama biasanya berlangsung sampai

jaringan mempunyaikandungan air 40 60 % (atau 67 150 % atas dasar berat

kering). Dan akan meningkat lagipada saat munculnya radikula sampai jaringan

penyimpanan dan kecambah yang sedang tumbuhmempunyai kandunga air 70 -

90 % (Sutopo, 2004)
Metabolisme sel-sel mulai setelah menyerap air yang meliputi reaksi-

rekasi perombakan yangbiasa disebut katabolisme dan sintesa komponen-

komponen untuk pertumbuhan disebutanabolisme. Proses metabolisme ini akan

berlangsung terus dan merupakan pendukung daripertumbuhan kecambah sampai

tanaman dewasa.Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses perkecambahan

yaitu faktor dalam danfaktor luar. Faktor dalam meliputi : tingkat kemasakan

benih, ukuran benih, dormansi, danpenghambat perkecambahan. Sedangkan

faktor luar meliputi : air, temperatur, oksigen, cahayadan medium.


Tipe perkecambhan pada tanaman dikotilini yaitu tipe perkecambahan

epigeal. Menurut Sutopo (2002) tipe perkecambahan epigeal adalah dimana

munculnya radikel diikuti denganmemanjangnya hipokotil secara keseluruhan dan

membawa serta kotiledon dan plumulake ataspermukaan tanah. Sedangkan tipe

hipogeal dimana munculnya radikel diikuti denganpemanjangan plumula,

105
hipokotil tidak memanjang ke atas permukaan tanah sedangkan kotiledon tetap

berada di dalam kulit biji di bawah permukaan tanah. Proses perkecambahan

benihmerupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi,

fisologi, danbiokimia.

106
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kertas label, polibag dan pasir.

Bahan yang digunakan antara lain benih jagung (20 benih) dan kedelai (20 benih).

B. Prosedur Kerja

Prosedur kerja praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Sampel benih jagung dan kedelai diambil, masing-masing benih

dikecambahkan sebanyak 20 biji, dengan media pasir.


2. Setiap hari ke 1, 3, 5, 7, 9 diamati dengan cara benih yang ditanam dicabut.
3. Bentuknya diamati atau diidentifikasi dan digambar (deskripsikan bagiannya)

serta bandingkan perkecambahan antar kedua benih.

107
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil

Tabel . Pengamatan Tipe Perkecambahan


Waktu Gambar Foto Keterangan
Jumat, 1. Jagung 1. Jagung 1. Gambar a dan b,

2/06/ 2. benih telah


a.
berimbibisi namun
2017
b. belum

berkecambah

Kedelai sehingga bentuk

benih mengembang
a.
dan terlihat lebih
b.
besar serta

warnanya lebih

kuning.
2. Gambar a dan b,

benih telah

berimbibisi namun

belum

berkecambah,

sehingga bentuk

benih mengembang

dan terlihat lebih

besar serta

108
2. Kedelai berwarna kuning

pucat.
Minggu, 1. Jagung 1. Jagung 1. Gambar a dan b,

4/06/ benih jagung telah


a
. berkecambah dan
2017 b.
muncul 1) Plumula
2. Kedelai
dan 2) Radikula.
2. Gambar a dan b,
a
. benih kedelai

b. mengkerut dan

terlihat lebih kecil

serta berwarna

kuning kecoklatan.

2. Kedela

109
Selasa, 1. Jagung 1. Jagung 1. Gambar a dan b,
a
6/06/ 2.. benih jagung telah

tumbuh akar dan


2017
daun serta warna

benih kuning.
2. Gambar a dan b,
Kedelai

110
benih kedelai
a
. menjadi berwarna
b.

coklat dan lebih

mengkerut.

111
b.

2. Kedela

112
113
Kamis, 1. Jagung 1. Jagung 1. Gambar a dan b,

8/06/ 2.
b. benih jagung telah
a.
memiliki akar dan
2017
daun yang lebih

panjang.
2. Gambar a dan b,
Kedelai
benih kedelai

a. menjadi sedikit
b.
membusuk dan

berwarna coklat.

2. Kedela

114
115
Sabtu, 1. Jagung 1. Jagung 1. Gambar a dan b,
a.
10/06/ b. benih jagung telah

b. memiliki akar dan


2017
b. daun lebih panjang

b. dari sebelumnya.

Daun hijau dan akar

2. Kedelai sudah banyak

a. berkembang.
2. Gambar a dan b,

b. benih kedelai

menjadi busuk dan

berwarna coklat

kehitaman.

116
117
Kesimpulan: Tanaman kedelai merupakan tanaman yang memiliki tipe

perkecambahan epigeal, sedangkan tanaman jagung merupakan tanaman dengan

tipe perkecambahan yaitu hipogeal.

B. Pembahasan
Pertumbuhan awal tumbuhan berbiji dimulai dari biji. Biji mengandung

potensi yang dibutuhkan untuk tumbuh menjadi individu baru, misalnya embrio,

cadangan makanan, dan calon daun/calon akar. Sebutir biji mengandung satu

embrio. Embrio terdiri atas radikula (yang akan tumbuh menjadi akar) dan

plumula (yang akan tumbuh menjadi kecambah). Cadangan makanan bagi embrio

tersimpan dalam kotiledon yang didalamnya terkandung pati, protein dan

beberapa jenis enzim. Kotiledon dikelilingi oleh bahan yang kuat, disebut testa.

Testa berfungsi sebagai pelindung kotiledon untuk mencegah kerusakan embrio

dan masuknya bakteri atau jamur ke dalam biji. Testa memiliki sebuah lubang

118
kecil, disebut mikropil. Di dekat mikropil terdapat hilum yang menggabungkan

kulit kotiledon (Sudjadi, 2006).


Proses penyerapan cairan pada biji (imbibisi) terjadi melalui mikropil. Air yang

masuk ke dalam kotiledon menyebabkan volumenya bertambah, akibatnya

kotiledon membengkak. Pembengkakan tersebut pada akhirnya menyebabkan

pecahnya testa ( Sudjadi, 2006).


Perkecambahan memerlukan suhu yang tepat untuk aktivasi enzim.

Perkecambahan tidak dapat berlangsung pada suhu yang tinggi, karena suhu yang

tinggi dapat merusak enzim. Pertumbuhan umumnya berlangsung baik dalam

keadaan gelap. Perkecambahan memerlukan hormon auksin dan hormon ini

mudah mengalami kerusakan pada intensitas cahaya yang tinggi. Karena itu di

tempat gelap kecambah tumbuh lebih panjang daripada di tempat terang (Mayer

dan Mayber, 1975).


Telah dikemukakan bahwa biji hanya akan berkecambah jika mendapat syarat-

syarat yang diperlukan, yaitu air, udara, cahaya, dan panas. Jika syarat-syarat itu

tidak terpenuhi, biji tinggal biji, tumbuhan baru yang ada didalamnya (lembaga),

berada dalam keadaan tidur (latent). Dalam keadaan ini lembaga tetap hidup

kadang-kadang sampai bertahun-tahun tanpa kehilangan daya tumbuhnya, artinya

jika kemudian memperoleh syarat-syarat yang diperlukan untuk

perkecambahannya juga lalu dapat berkecambah (Tjitrosoepomo, 1985).


Vigor benih dalam hitungan viabilitas absolute merupakan indikasi viabilitas

benih yang menunjukkan benih kuat tumbuh di lapang dalam kondisi yang

suboptimum. Tolok ukur kecepatan tumbuh mengindikasikan vigor kekuatan

tumbuh karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang

119
yang suboptimum. Kecepatan tumbuh benih diukur dengan jumlah tambahan

perkecambahan setiap hari (Sadjad, 1993).


Perubahan katabolik terus berlangsung sejalan dengan semakin tuanya benih

dan kemampuan benih untuk berkecambah juga menurun. Penurunan daya

kecambah yang terukur, tidak segera terjadi setelah kemasakan tercapai. Pada

kondisi penyimpanan yang menguntungkan, awal kemunduran mungkin terjadi

beberapa bulan atau beberapa tahun, tergantung pada kondisi penyimpanan,

macam benih, serta kondisi penyimpanan sebelumnya. Perkecambahan benih

merupakan salah satu kriteria yang berkaitan dengan kualitas benih dan di pihak

lain perkecambahan benih juga merupakan salah satu tanda dari benih yang telah

mengalami proses penuaan (Kuswanto, 1997).


Kehilangan vigor dapat dianggap sebagai suatu tahap perantara dari kehidupan

benihnya, yaitu yang terjadi antara awal dan akhir proses kemunduran.

Kemunduran vigor sangat sulit untuk diukur. Metode yang dapat digunakan untuk

mengukur vigor adalah metode yang berdasarkan pengukuran yang berhubungan

dengan daya kecambah (Justice dan Louis, 1990).


Kelangsungan daya hidup benih ditunjukan oleh persentase benih yang akan

menyelesaikan perkecambahan, kecepatan perkecambahan dan vigor akhir yanga

menyelesaikan perkecambahannya. Proses perkecambahan suatu benih,

memerlukan kondisi lingkungan yang baik, viabilitas benih yang tinggi dan pada

beberapa jenis tanaman tergantung pada upaya pemecahan dormansinya. Vigor

benih dapat menjadi informasi penting untuk mengetahui kemampuan tumbuh

normal dalam kondisi optimal dan sub optimal (Shankar, 2006).


Yang dimaksud dengan benih ialah biji tanaman yang dipergunakan untuk

keperluan dan pengembangan usaha tani, memiliki fungsi agronomis atau

120
merupakan komponen agronomi.Sebagai komponen agronomi masalah benih ini

lebih berorientasi pada penerapan norma-norma ilmiah, jadi lebih bersifat

teknologis (Kartasapoetra, 1986).


Biji merupakan suatu struktur kompleks, yang terdiri dari embrio atau lembaga,

kulit biji dan persediaan makanan cadangan.Dalam biji banyak tumbuhan,

makanan disimpan di dalam lembaga biji itu sendiri, pada tumbuhan lain,

makanan disimpan dalam jaringan di sekililingnya. Cerita lengkap mengenai biji

harus menerangkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam stamen dan pistil,

proses penyerbukan, perkembangan embrio, pembentukan kulit biji dan

perkembangan penyediaan cadangan makanan yang digunakan oleh tumbuhan

muda ketika biji berkecambah (Yuniarsih, 1996).


Bibit merupakan benih yang telah berkecambah Pembibitan/pesemaian menurut

Sunaryono & Rismunandar, 1984 ialah menabur atau menyebartumbuhkan atau

menanam biji/benih pada suatu tempat khusus yang memenuhi persyaratan-

persyaratan untuk tumbuhnya biji atau benih hingga diperoleh perkecambahan

atau pertunasan (bibit) yang cepat dan baik


tumbuhnya. kegiatan menanam benih atau bibit ini bersifat sementara di lokasi

pembibitan, di mana tanaman muda (semai) ini dipelihara sampai saat

dipindahkan ke lapangan.
Tujuan pembibitan adalah untuk menyiapkan benih yang berbentuk biji hingga

menjadi bibit atau tanaman muda yang siap ditanam di lahan.


erkecambahan adalah munculnya plantula (tanaman kecil) dari dalam biji yang

merupakan hasil pertumbuhan dan perkembangan embrio. Pada perkembangan

embrio saat berkecambah, bagian plumula tumbuh dan berkembang menjadi

batang, sedangkan radikula menjadi akar. Menurut Kamil., (1982) perkecambahan

merupakan pengaktifan kembali aktivitas pertumbuhan embryonic axis didalam

121
biji yang terhenti untuk kemudian membentuk bibit. Berdasarkan letak kotiledon

pada saat perkecambahan dikenal dua tipe perkecambahan yaitu hypogeal dan

epigeal.
Perkecambahan epigeal. Tipe perkecambahan epigeal ditandai dengan hipokotil

yang tumbuh memanjang sehingga plumula dan kotiledon terangkat ke atas

(permukaan tanah). Kotiledon dapat melakukan fotosintesis selama daun belum

terbentuk. Contoh tumbuhan ini adalah kacang hijau, kedelai, bunga matahari dan

kacang tanah. Organ pertama yang muncul ketika biji berkecambah adalah

radikula. Radikula ini kemudian akan tumbuh menembus permukaan tanah. Untuk

tanaman dikotil yang dirangsang dengan cahaya, ruas batang hipokotil akan

tumbuh lurus ke permukaan tanah mengangkat kotiledon dan epikotil. Epikotil

akan memunculkan daun pertama kemudian kotiledon akan rontok ketika

cadangan makanan di dalamnya telah habis digunakan oleh embrio (Campbell et

al., 2000: 365).

Perkecambahan hipogeal. Perkecambahan hipogeal ditandai dengan

epikotil tumbuh memanjang kemudian plumula tumbuh ke permukaan tanah

menembus kulit biji. Kotiledon tetap berada di dalam tanah. Contoh tumbuhan

122
yang mengalami perkecambahan ini adalah kacang ercis, kacang kapri, jagung,

dan rumput-rumputan embrio (Campbell et al., 2000: 366).


Berikut merupakan bagian bagian serta morfologi biji :

a. Sayap

(Ala) :

Merupakan pelebaran dari kulit luar sehingga membentuk sayap.


b. Bulu (Coma) : Merupakan penonjolan sel-sel kulit luar biji yang berupa

rambut-rambut halus.
c. Salut Biji (Arillus) : Merupakan pertumbuhan dari tali pusar.
d. Salut Biji Semu (Arillodium) : Merupakan pertumbuhan di sekitar liang

bakal biji (Microphyle).


e. Pusar Biji (Hilus) : Merupakan berkas perlekatan dengan tali pusar.
f. Liang Biji (Microphyle) : Liang kecil berkas masuknya buluh serbuk sari

kedalam bakal biji pada peristiwa pembuahan. Tepi liang ini sering tumbuh

menjadi badan berwarna keputih-putihan dan lunak yang disebut karankula.


g. Berkas-Berkas Pembuluh Pengangkutan (Chalaza) : Merupakan tempat

pertemuan antara intergumen dengan nukleus.


h. Tulang Biji (Raphe) : Terusan tali pusar pada biji. Biasanya terdapat pada

biji yang berasal dari bakal biji.


Pada biji-biji tertentu ada lapisan luar yang menjadi berlendir apabila

terkena air. Lendir merupakan bagian berpektin pada lapisan dinding selnya yang

akan mengembung bila terkena air dan akan memperlihatkan tekstur bergaris

garis. Lamela tengah tidak cukup elastik untuk menampung pembengkakan

sehingga menjadi robek dan lapisan dinding luar yang berkutin tertutup kutikula,

terangkat dan pecah pecah. Dibawah epidermis terdapat 1 atau 2 lapisan sel.

123
Dibawah lapisan sel sel tersebut ada lapisan sel sel sklerenkim memanjang

yang bernoktah. Sklerenkim ini letaknya sejajar tegak lurus terhadap sel sel

parenkim. Sel parenkim ini mengandung banyak pati yang diserap oleh jaringan

lain selama perkembangan biji itu (Soerodikoesomo, 1994).


Faktor- faktor yang mempengaruhi perkecambahan diantaranya :
1. Faktor Internal
Faktor internal atau faktor dalam merupakan faktor yang mempengaruhi

perkecambahan dari dalam biji itu sendiri. Beberapa di antaranya terkait

erat dengan tingkat kemasakan fisiologis, ukuran, dormansi, dan

penghambat (inhibitor).
a. Tingkat kemasakan benih
Tingkat kemasakan benih merupakan faktor internal yang sangat

berpengaruh terhadap perkecambahan. Biji yang belum masak secara

fisiologis umumnya tidak memiliki daya hidup (vigor) dan daya kecambah

(viabilitas) yang baik. Hal ini terjadi karena biji masih belum memiliki

cukup cadangan makanan selain juga karena embrionya yang belum

terbentuk secara sempurna.


b. Berat dan ukuran benih
Faktor yang mempengaruhi perkecambahan selanjutnya ialah berat

dan ukuran benih. Benih dengan berat dan ukuran yang besar umumnya

memiliki cadangan makanan yang banyak dalam kotiledonnya. Cadangan

makanan ini digunakan embrio sebagai energi untuk perkecambahan. Oleh

karena it, kecepatan pertumbuhan kecambah dipengaruhi oleh faktor ini.


c. Dormansi
Dormansi adalah kondisi fisiologis dimana benih tetap hidup tapi

tidak mengalami perkecambahan. Benih dalam keadaan dormansi tidak

dapat berkecambah meski lingkungan di sekitarnya sudah dikatakan

menunjang bagi perkecambahan.

124
d. Inhibitor
Perkecambahan biji juga sangat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya

inhibitor di dalam maupun di permukaan biji. Inhibitor ini dapat berupa

inhibitor fisik dan kimia. Inhibitor fisik misalnya berpa cangkang yang

keras sehingga menghalangi proses inhibisi air respirasi ke dalam embrio

sedangkan inhibitor kimia misalnya karena larutan bernilai osmotik tinggi

di sekitar permukaan biji.


Faktor Eksternal
Faktor ekternal atau faktor luar merupakan faktor yang mempengaruhi

perkecambahan dari lingkungan luar sekitar biji itu sendiri. Beberapa dari faktor

ini di antaranya terkait erat dengan ketersediaan air, suhu, oksigen, cahaya, dan

kondisi media.
1. Air

Ketersediaan air di lingkungan sekitar benih memegang peranan penting

dalam menghilangkan inhibitor perkecambahan. Air juga berfungsi dalam

penguraian karbohidrat dalam kotiledon biji untuk dapat digunakan bagi

pertumbuhan embrio. Karena peranan penting ini, sebelum mengecambahkan

benih para petani umumnya akan merendam benih dalam air dalam waktu

tertentu.
2. Suhu
Suhu juga merupakan faktor yang mempengaruhi perkecambahan biji. Suhu

mempengaruhi kecepatan perkecambahan. Pada kisaran 26-35 derajat Celcius,

perkecambahan benih umumnya berjalan dengan sempurna.


3. Oksigen
Oksigen yang diserap benih melalui respirasi akan mendorong terjadinya

perkecambahan secara cepat. Perkecambahan benih terjadi bila kandungan

oksigen di udara >29%. Untuk benih yang sedang dalam masa dorman,

125
penambahan oksigen ke dalam benih hingga 80% dapat membuat dormansi benih

terpatahkan sehingga benih mulai mengalami perkecambahan.


4. Cahaya
Kebutuhan cahaya untuk perkecambahan sangat bervariasi tergantung jenis

benih itu sendiri. Ada benih yang butuh cahaya untuk berkecambah, ada benih

yang berkecambah dengan cepat jika cahaya tercukupi, ada benih yang terhambat

perkecambahannya jika ada cahaya, dan ada pula benih yang hanya dapat

berkecambah pada kondisi gelap tanpa cahaya.


5. Media
Media juga merupakan faktor yang mempengaruhi perkecambahan. Benih

umumnya dapat tumbuh sempurna pada media dengan sifak fisik yang baik.

Media gembur yang bebas penyakit dan kelembabannya terjaga akan membuat

benih berkecambah dengan baik. Biji yang telah masak dan siap untuk

berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai

untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses

perkecambahannya.Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan

dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi

embryo (Lakitan, 2007).


Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal

pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat

terjadinya perkecambahan biji yang seragam.Beberapa jenis biji tanaman

memerlukan masa istirahat sesudah panen. After ripening period ini menunjukkan

adanya perubahan biokimia dan fisiologis dalam biji yang lambat sebelum tumbuh

menjadi tanaman Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan secara fisis, dan

mekanis, maupun kimia Hartmann (1997) mengklasifikasikan dormansi atas dasar

penyebab dan metode yang dibutuhkan untuk mematahkannya (Lakitan, 2007).

126
Rangkaian proses-proses fisiologis yang berlangsung pada perkecambahan

adalah (1) penyerapan air secara imbibisi dan osmose, (2) pencernaan atau

pemecahan senyawa menjadi bermolekul lebih kecil, sederhana, larut dalam air

dan dapat diangkut, (3) pengangkutan hasil pencernaan, (4) asimilasi atau

penyusunan kembali senyawa hasil pencernaan, (5) pernafasan atau respirasi yang

merupakan perombakan cadangan makanan, dan (6) pertumbuhan pada titik-titik

tumbuh (Kamil, 1992).


Proses-proses perkecambahan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan faktor-

faktor lingkungan seperti air, O2, cahaya dan suhu. Air berperan dalam

melunakkan kulit biji, memfasilitasi masuknya O2, dan alat transportasi makanan.

Cahaya merupakan sumber energi pada perkecambahan yang dapat

mempengaruhi perangsangan dan percepatan proses pertumbuhan kecambah.

Suhu berperan pada tingkat kecukupan oksigen dalam perkecambahan. Pada suhu

tinggi, O2 tidak mencukupi untuk perkecambahan ketika suhu diturunkan,

O2 menjadi tercukupi. O2 dibutuhkan pada proses oksidasi untuk membentuk

energi perkecambahan. Udara di alam yang mengandung 20% O2 sudah

membantu perkecambahan karena proses perkecambahan hanya butuh 0,3%

O2 (Kamil, 1992).
Hasol praktikum yang di lakukan dengan melakukan pengamatan terhadap

tipe benih jagung dan kedelai denga menggunakan perlakuan media berupa pasir

di ketahui bahwa pertumbuhan kedua biji tersebut berbeda satu sama lain, biji

tanaman jagung cenderung tumbuh pada permukaan pasir sedangkan biji tanaman

kedelai tumbuh di dalam pasir. Hal tersebut mendandakan tipe perkecambahan

127
kedua biji berbeda antara biji tanaman jagung yang hypogael dan biji tanaman

kedelai yang epigael.

128
V. PENUTUP
A. Kesimpulan

Setelah melaksanakan praktikum dapat di simpulkan bahwa tipe perkecambahan

kedua biji berbeda satu sama lain yaitu jagung memiliki tipe perkecambahan

hypogael, dan biji kedelai memiliki tipe perkecambahan epigael.

B. Saran

Pada saat praktikum sebaiknya mendengarkan arahan dari asisten agar

hasil prakikum dapat maksimal serta hasil pembuatan laporan dapat tepat sasaran.

129
DAFTAR PUSTAKA

justice, Oren L dan Bass, Louis N. 1990. Prinsip dan Praktek Penyimpanan
Benih. Jakarta: Rajawali Press

Kamil, J. 1986. Teknologi Benih. Angkasa Raya. Padang

Kuswanto, H., 1997. Analisis Benih. ANDI, Yogyakarta.

Lakitan, Benyamin, 2007, Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan, Raja Grafindo


Persada, Jakarta.

Pitojo,S. 2003. Penangkaran Benih Bawang Merah. Yogyakarta: Kanisius

Pitojo,S. 2006. Benih Kacang Panjang. Yogyakarta: Kanisius

Rouf,A.A. Dkk. 2010. Pengkajian Pemurnian Benih Jagung Pulut di Provinsi


Gorontalo. Prosiding Pekan Serelia Nasional

Shankar, U. 2006. Seed size as a predictor of germination success and early

Sudjadi. B. 2006. Biologi dan sains. Yudhistira, Jakarta.

Sutopo, Lita, 2004. Teknologi Benih . Jakarta. Divisi Buku Perguruan Tinggi PT
RajaGrafindo Persada.

Tjitrosoepomo, Gembong. 1984. Morfologi Tumbuhan.Yogyakarta: Gajah Mada


University Press.

130
Wahyuni,S. 2008. Hasil Padi Gogo dari Dua Sumber Benih yang Berbeda.
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 27(3)

Widodo,W dan S. Sumarah. 2007. Seri Budi Daya Jarak Kepyar. Yogyakarta:
Kanisius

Yuniarsih, 1996. Kedelai. Kanisius: Yogyakarta.

131
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beberapa hal yang melatar belakangi dilakukanya praktikum imbibisi pada

perkecambahan benih adalah minimnya pengetahuan pengetahuan akan kebutuhan

mendasar benih yang sangat berpengaruh besar terhadap kelangsungan benih

tersebut. Seperti halnya manusia yang membutuhkan air untuk melangsungkan

hidup, hal tersebut juga terjadi pada benih tanaman. Tidak hanya dibutuhkan pada

saat benih ulai berkecambah melainkan selama hidup tanaman tersebut sangat

membutuhkan air untuk melangsungkan hidupnya.

Peroses imbibisi merupakan peroses dimana benih tanaman minum

(mencari dan menyerap air) untuk melangsungkan tumbuh kembangnya. Hal ini

mendasari dilakukanya praktikum ini untuk memberikan pemahaman kebutuhan

benih terhadap air yang menjadi kebutuhan pokok tanaman untuk bisa tetap hidup

termasuk pula hambatan yang di dapatkan benih tanaman ketika melakukan

peroses imbibisi.

Peroses imbibisi pada setiap benih juga harus di perhatikan, termasuk pula

hambatan yang di hadapai masing-masing benih ketika akan melakukan imbibisi

juga berbeda pada setiap jenih benih tersebut. Perhatian khusus perlu di pelajari

untuk memecahkan masalah tersebut agar persoalan kebutuhan air untuk benih

dapat teratasi.

Potensial air pada benih juga merupakan aspek penting yang harus di

pelajari untuk dapat mengetahui peroses imbibisi pada setiap benih tanaman,

132
pengaruh potensial benih ketika kadar air terlalu rendah dan terlalu tinggi juga

harus di pelajari ketika melaksanakan praktikum agar pengetahuan mendalam

mengenai perosses imbibisi pada benih dapat di pahami dengan baik.

B. Tujuan

Praktikum imbibisi pada perkecambahan benih bertujuan untuk :

1. Mendefinisikan istilah imbibisi air dan arti penting imbibisi pada

perkecambahan benih.

2. Membahas perose-peroses yang berkaitan dengan imbibisi pada benih.

3. Membedakan komposisi dan permeabilitas benh antar spesies tanaman yang

bepengaruh terhadap tingkat imbibisi.

4. Mendemonstrasaikan pemahaman tentang potensial air pada perkecambahan

benih.

5. Menjelaskan bagaimana Soil water potensial persinggungan antar benih air

tanah (Seed-soil contact) dan hambatan hidrolik tanah (soil hydrolic

conductivitu) mempengaruhi imbibisi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

133
Imbibisi adalah penyerapan air (absorpsi) oleh benda-benda yang padat

(solid) atau agak padat (semi solid) karena benda-benda tersebut mempunyai zat

penyusun dari bahan yang berupa koloid. Ada banyak hal yang merupakan proses

penyerapan air yang terjadi pada makhluk hidup, misalnya penyerapan air dari

dalam tanah oleh akar tanaman. Namun, penyerapan yang dimaksudkan di sini

yaitu penyerapan air oleh biji kering. Hal ini banyak kita jumpai di kehidupan

kita sehari-hari yaitu pada proses pembibitan tanaman padi, pembuatan kecambah

tauge, biji kacang hijau terlebih dahulu direndam dengan air.

Pada peristiwa perendaman inilah terjadi proses imbibisi oleh kulit biji

tanaman tersebut. Tidak hanya itu, proses imbibisi juga memiliki kecepatan

penyerapan air yang berbeda-beda untuk setiap jenis biji tanaman. Mengingat

akan banyaknya hal yang berhubungan dengan proses imbibisi, maka diadakan

praktikum ini untuk mengetahui kecepatan imbibisi biji kering yang direndam.

Hal ini dimaksudkan guna menambah pemahaman kita tentang proses imbibisi

yang terjadi pada biji kering.

Imbibisi adalah absorbsi air oleh bahan-bahan koloid dan zat padat dalam

(bagian) tumbuhan. Masuknya air disertai membengkaknya bahan koloid dan

peningkatan berat tumbuhan. Imbibisi dapat menimbulkan kekuatan yang sangat

besar ( Said Haran, 1985 ).

Menurut ( Siti Sutarmi Tjitrosomo, 1985 ) imbibisi adalah absorpsi air oleh

bahan bahan koloid dan zat padat dalam bagian tumbuhan. Masuknya air sering

disertai dengan membengkaknya bahan koloid dan peningkatan berat tumbuhan.

134
Misalnya, biji akan menjadi lebih besar jika diletakkan dalam air atau tanah yang

lembab, dan hal ini dikatakan sebagai proses imbibisi. Pada imbibisi tidak ada

keterlibatan membran, seperti pada osmosis. Imbibisi terjadi karena permukaan

struktur struktur mikroskopis dalam sel tumbuhan seperti selulosa, butir pati,

protein, dan bahan lainnya menarik dan memegang molekul air dengan gaya tarik

antar molekul. Pada dasarnya imbibisi meliputi dua proses yang berjalan bersama

yaitu difusi dan osmosis. Pada umumnya air dan bahan yang larit di dalamnya,

masuk dan keluar sel, bukan sebagai aliran massa malainkan satu per satu molekul

setiap kali. Pergerakan netto dari satu tempat ke tempat lain akibat aktivitas

kinetik acak atau gerak termal dari molekul atau ion yang disebut difusi. Difusi

terjadi akibat pergerakan konsentrasi dari satu titik dengan titik lain ( Frank

Salisbury, 1995 ).

Difusi berbeda dengan osmosis. Osmosis terjadi karena adanya membran

yang bersifat permeable terhadap molekul air. Difusi dan osmosis merupakan

suatu proses perembesan air melalui selaput, sehingga terjadi keseimbangan

antara kepekatan cairan di sebelah menyebelah ( kedua bagian ) yang kedua

bagian dibatasi selaput tersebut. Perbedaan kepekatan sitoplasma suatu sel dengan

lingkungan dapat menyebabkan perubahan bentuk atau kerusakan sel.

Cara yang terbaik untuk menyatakan gejala difusi suatu zat yaitu dengan

menggunakan perbedaan nilai potensial kimia ( satuan energi per gram molekul )

zat tersebut antara dua daerah. Jika terdapat perbedaan nilai potensial kimia air di

antara dua daerah, air akan bergerak secara spontan asalkan tidak ada yang

menghalangi aliran air tersebut. Arah gerakan neto air tersebut dari daerah dengan

135
potensial kimia yang tinggi ke daerah yang potensial kimianya lebih rendah.

Gerakan neto air ini akan berlangsung terus sampai potensial kimia air pada kedua

daerah itu menjadi sama. Pada titik keseimbangan, gerakan neto air akan terhenti.

Istilah potensial kimia air ini biasanya dikenal dengan istilah potensial air ( Siti

Sutarmi Tjitrocomo,1985 ).

Imbibisi tidak ada keterlibatan membran, seperti pada osmosis. Imbibisi

terjadi karena permukaan struktur-struktur mikroskopik dalam sel tumbuhan

seperti selulosa, butir pati, protein dan bahan lainnya menarik dan memegang

molekul-molekul air dengan gaya tarik antar molekul. Dengan kata lain imbibisi

terjadi oleh potential matrik ( Siti Sutarmi Tjitrosomo, 1985 ).

Imbibisi adalah peristiwa masuknya air ke dalam suatu zat melalui pori-

pori.Air yang masuk ke dalam biji membuat biji mengalami perubahan, baik

bentuk, warna, tekstur, maupun berat biji. Proses imbibisi berguna untuk

mematahkan dormansi dan memicu perkecambahan biji

Imbibisi adalah penyerapan air (absorpsi) oleh benda-benda yang padat

(solid) atau agak padat (semi solid) karena benda-benda itu mempunyai zat

penyusun dari bahan yang berupa koloid (Suradinata, 1993).

Ada banyak hal yang merupakan proses penyerapan air yang terjadi pada

makhluk hidup, misalnya penyerapan air dari dalam tanah oleh akar tanaman.

Namun, penyerapan yang dimaksudkan di sini yaitu penyerapan air oleh biji

kering.

136
Banyak benda-benda kering atau benda setengah padat dapat menyerap air

(absorpsi) karena benda-benda tersebut mengandung materi koloid yang hidrofil.

Hidrofil artinya menarik air. Contoh pada tumbuhan misalnya biji yang kering

(Suradinata, 1993).

Penyerapan air dipengaruhi oleh faktor dalam (disebut pula faktor

tumbuhan) dan faktor luar atau faktor lingkungan (Soedirokoesoemo, 1993).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Imbibisi. Di dalam batas tertentu, makin

rendah kadar air benih makin lama daya hidup benih tersebut. Kadar air optimum

dalam penyimpanan bagi sebagian besar benih adalah antara 6% - 8%. Kadar air

yang terlalu tinggi dapat menyebabkan benih berkecambah sebelum ditanam.

Sedang dalam penyimpanan menyebabkan naiknya aktifitas pernapasan yang

dapat berakibat terkuras habisnya bahan cadangan makanan dalam benih. Selain

itu merangsang perkecambahan cendawan patogen di dalam tempat penyimpanan.

Tetapi perlu diingat bahwa kadar air yang terlalu rendah akan menyebabkan

kerusakan pada embrio. (Sutopo, 1995).

Semakin tinggi suatu konsentrasi larutan maka kemampuan biji untuk

menyerap suatu larutan akan semakin besar, sehingga air akan semakin cepat

bergerak kedalam biji dikarenakan konsentrasi potensial air larutan dalam biji

rendah dibandingkan dengan potensial air larutan tersebut sehingga berat biji

menjadi bertambah (Anwar, 2008)

Glycine max mengandung beberapa bahan aktif yang diduga dapat

menurunkan kadar kolesterol total dan rasio kolesterol LDL/HDL, antara lain

137
anthocyanin, isoflavon, niasin (vitamin B3), PUFA (Polyunsaturated Fatty Acid),

lesitin dan mineral. Glycine max kandungan asam amino glutamat,memiliki rasa

yang lebih gurih. Dalam lemak Glycine sp. mengandung anthocyanin yang

berfungsi sebagai antioksidan (Takahashi et al., 2005) dg Glycine max 0,45 0,02

mg/g. Di dalam protein Glycine sp. juga terkandung isoflavon (Harborne and

Mabry, 1982)

II. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah oven pengering ,timbangan analitik , cawan

petri plastik, alat tulis, dark germinator. Bahan yang digunakan dalam praktikum

ini adalah benih kacang tanah, benih jagung, benih kedelai, air destilasi, pasir,

Polyethylene Glycol (PEG).

138
B. Prosedur Kerja

Imbibisi pada benih hidup dan mati

1. Dua kelompok benh ditimbang dan hasil penimbangannya dicatat .


2. Kedua kelompok benih direndam dalam air destilasi selama satu jam.
3. Masing-masing ditimbang kembali dan hasil penimbangannya dicatat.
4. Ditentukan persentasi peningkatan bobot benih yang disebabkan oleh

tambahan air pada benih hidup dan benih mati.

Laju imbibisi dua tipe benih

1. Benih jagung, kedelai, dan kacang tanah disiapkan.


2. Kadar air benih diamati dan catat hasilnya.
3. Lima benih kacang tanah dan lima benih jagung dipilih atau diambil,

kemudian belah menjadi dua bagian sama besar.


4. Kedua kelompok benih secara terpisah ditimbang kemudian dicatat

hasilnya.
5. Kelompok benih tersebut dimasukan ke dalam cawan petri yang telah diisi

air destilasi hingga benih benar benar terendam.


6. Setelah 15 menit, ambil benih dan dikeringkan air yang menempel pada

biji kemudian ditimbang. Hasil penimbangannya dicatat. Setelah dicatat,

kedua kelompok benih dikembalikan ke dalam cawan petri kembali .


7. Ulangi langkah diatas sampai perendaman berlangsung selama 60 menit
8. Hasil pengamatan lalu dicatat.

Pengaruh kadar air media terhadap imbibisi air

1. Benih kacang tanah, kedelai, dan jagung disiapkan.


2. Dua cawan petri disipkan untuk masing-masing kategori benih (satu

cawan petri untuk potensi osmotik 0, dan satu lagi untuk potensi osmotik

-10).

139
3. Sebanyak 20 benih kacang tanah, kedelai, dan jagung masing-masing yang

telah diberi perlakuan PEG dan kontrol diletakan pada cawan petri (sesuai

perlakuan dan katergori).


4. Permukaan atas cawan petri ditutup agar laju evaporasi ditkan serendah

mungkin.
5. Semua cawan petri disimpan di dalam dark germinator pada suhu 25 0C

selama 7 hari.
6. Pada hari ke delapan, cawan petri diambil dan dibuka tutupnya, kemudian

hitung berapa banyak benih yang berkecambah pada masing-masing

kelompok benih.
7. Hasil perhitungan dicatat pada tabel acc dan hasilnya dibandingkan.

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

140
Tabel 5. Imbibisi pada Benih Hidup dan Mati
Perlakuan Bobot Awal Bobot Setelah Perendaman % Peningkatan Bobot
Benih Mati 2,09 2,47 18%
Benih Hidup 2,19 2,74 25%

Benih mati =

= x 100%

= 18,18%

Benih hidup =

= x 100%

= 25,11%

Kesimpulan: Jadi berdasarkan perhitungan didapatkan hasil bahwa % peningkatan dari

benih hidup lebih besar dibandingankan % peningkatan dari benih mati. % peningkatan

dari benih hidup adalah 25%, sedangkan benih mati adalah 18%.

Tabel 6. Laju Imbibisi Dua Tipe benih

Kadar Bobot Kering Bobot pada Pengamatan 15 menit


Spesies Bobot Awal
Air (A) 1 2 3 4

Kacang Tanah 2,29 14,6 1,96 2,54 2,70 2,71 2,81


Jgung 1,21 11,6 1,07 1,37 1,45 1,47 1,55

Kacang Jagung

141
%KA= x 100% %KA= x 100%

14,6% = x 100% 11,6% = x 100%

KA = x 100% KA = 0,41

= 0,33

Bobot kering awal kacang tanah = Bobot awal-KA

=2,29-0,33 = 1,96

Bobot kering awal jagung =Bobot-KA

= 1,21-0,14 = 1,07

15 Menit ke-1

Kacang

Rerata absorbsi =

= 0,13

Jagung

Rerata absorbs =

= 0,15

15 Menit ke-2

142
Kacang

Rerata absorbsi =

= 0,08

Jagung

Rerata absorbs =

= 0,07

15 Menit ke-3

Kacang

Rerata absorbsi =

= 0,005

Jagung

Rerata absorbs =

= = 0,018

15 Menit ke-4

Kacang

Rerata absorbsi =

= = 0,05

143
Jagung

Rerata absorbs =

= = 0,07

Kesimpulan: Laju imbibisi jagung (0,15) lebih besar dari pada kacang tanah

(0,13) pada 15 menit pertama. Laju imbibisi kacang tanah (0,08) lebih besar dari

pada jagung (0,07) pada 15 menit kedua. Laju imbibisi jagung (0,018) lebih besar

dari pada kacang tanah (0,005) pada 15 menit ketiga. Laju imbibisi jagung (0,07)

lebih besar dari pada kacang tanah (0,05) pada 15 menit keempat.

B. Pembahasan

Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama

kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya,

sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis

144
benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu (Sutopo,

2002). Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke

dalam benih hingga 80 sampai 90 persen dan umumnya dibutuhkan kadar air

benih sekitar 30 sampai 55 persen (Kamil, 1979). dan Benih mempunyai

kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia. Pada kondisi media yang terlalu

basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta

busuknya benih karena cendawan atau bakteri (Sutopo, 2002).

Menurut Kamil (1979), 70 persen berat protoplasma sel hidup terdiri dari

air dan fungsi air antara lain:

1. Untuk melembabkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau robek agar

terjadi pengembangan embrio dan endosperm.

2. Untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji.

3. Untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan berbagai

fungsinya.

4. Sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke

titik tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma baru.

Pada dasarnya proses imbibisi yang terjadi di dalam biji tumbuhan meliputi

dua proses yang berjalan bersama-sama yaitu proses difusi dan osmosis.

Dikatakan proses difusi karena air bergerak dari larutan yang lebih rendah

konsentrasinya di luar biji, masuk ke dalam zat di dalam biji yang mempunyai

konsentrasi lebih tinggi sedangkan proses osmosis tidak lain terjadi karena kulit

biji bersifat permeabel terhadap molekul-molekul, sehingga air dapat masuk ke

145
dalam biji melalui pori-pori yang ada di dalam kulit biji. Pada Imbibisi tidak ada

keterlibatan membran, seperti pada osmosis. Imbibisi terjadi karena permukaan

struktur-struktur mikroskopik dalam sel tumbuhan seperti selulosa, butir pati,

protein dan bahan lainnya menarik dan memegang molekul-molekul air dengan

gaya tarik antar molekul. Dengan kata lain imbibisi terjadi oleh potential matrik

(Tjitrosomo, 1985).

Pada proses imbibisi juga dipengaruhi oleh kadar atau konsentrasi larutan

sama seperti pada proses difusi dan osmosis. Beberapa faktor yang mempengaruhi

kecepatan penyerapan air oleh biji diantaranya adalah (Kamil, 1979 ). Ada

beberapa faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain: tingkat

kematangan benih, ketidaksempurnaan embrio, daya tembus air dan oksigen

terhadap kulit biji. Di samping faktor internal, faktor eksternal seperti suhu, air,

dan oksigen maupun cahaya juga mempengaruhi perkecambahan biji.

Perkecambahan tidak dapat terjadi jika benih tidak dapat menyerap air dari

lingkungan (Ardian, 2008).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan penyerapan air

oleh biji diantaranya adalah, ( Kamil, 1979 ) :

a. Konsentrasi air Bertambah besar perbedaan tekanan difusi antara cairan luar

dan dalam biji, bertambah cepat penyerapan air oleh biji.

b. Tekanan hidrostatik Masuknya air ke dalam biji menimbulkan tekanan

hidrostatik karena meningkatnya volume air pada membran biji. Tekanan

hidrostatik menyebabkan meningkatnya tekanan difusi air. Hal ini

146
menyebabkan naiknya kecepatan difusi ke luar dan menurunnya kecepatan

penyerapan air oleh biji. Kecepatan penyerapan air adalah berbanding

terbalik dengan jumlah air yang diserap terlebih dahulu oleh biji. Jadi

kecepatan penyerapan pada permulaan tinggi dan kemudian kian lambat

sejalan dengan naiknya tekanan hidrostatik sampai tercapai keseimbangan.

c. Daya intermolekular Daya ini merupakan tenaga listrik. Apabila tenaga ini

meningkat akan menyebabkan menurunnya tekanan difusi air dan juga

berarti turunnya kecepatan penyerapan air.

d. Luas permukaan biji yang kontak dengan air Kecepatan penyerapan air oleh

biji berbanding lurus dengan luas permukaan. Pada keadaan tertentu,

bagian khusus pada biji dapat menyerap air lebih cepat.

e. Suhu

Apabila air dipanaskan maka energi dipakai. Sebagian energi ini dipakai untuk

meningkatkan difusi air. Oleh sebab itu, apabila suhu ditingkatkan maka

kecepatan penyerapan juga naik sampai batas tertentu, di mana tiap 100C

suhu dinaikkan kecepatan penyerapan kira kira dua kali lipat pada waktu

permulaan.

f. Species

g. Varietas

h. Umur

i. Tingkat kemasakan

147
j. Komposisi kimia

Faktor dalam terdiri dari :

a. Kecepatan transpirasi : semakin cepat transpirasi makin cepat penyerapan.

b. Sistem perakaran : tumbuhan yang mempunyai system perakaran

berkembang baik, akan mampu mengadakan penyerapan lebih kuat karena

jumlah bulu akar semakin banyak.

c. Kecepatan metabolisme : karena penyerapan memerlukan energi, maka

semakin cepat metabolismem (terutama respirasi) akan

mempercepatpenyerapan. (Yusuf, 2009)

Faktor lingkungan terdiri dari:

a. Ketersediaan air tanah : tumbuhan dapat menyerap air bila air tersedia

antara kapasitas lapang dan konsentrasi layu tetap. Bila air melebihi

kapasitas lapang penyerapan terhambat karena akan berada dalam

lingkungan anaerob.

b. Konsentrasi air tanah : air tanah bukan air murni, tetapi larutan yang berisi

berbagai ion dan molekul. Semakin pekat larutan tanah semakin sulit

penyerapan.

c. Temperatur tanah : temperatur mempengaruhi kecepatan metabolism. Ada

temperatur optimum untuk metabolisme dan tentu saja ada temperatur

optimum untuk penyerapan.

148
d. Aerasi tanah: yang dimaksud dengan aerasi adalah pertukaran udara, yaitu

maksudnya oksigen dan lepasnya CO2 dari lingkungan. Aerasi

mempengaruhi proses respirasi aerob, kalau tidak baik akan menyebabkan

terjadinya kenaikan kadar CO2 yang selanjutnya menurunkan pH.

Penurunan pH ini berakibat terhadap permeabilitas membran sel. (Yusuf,

2009)

Penyerapan air dipengaruhi oleh faktor dalam (disebut pula faktor

tumbuhan) dan faktor luar atau faktor lingkungan (Soedirokoesoemo, 1993).

Menurut Soedirokoesoemo (1993), Faktor dalam terdiri dari:

a. Kecepatan transpirasi : semakin cepat transpirasi makin cepat penyerapan.

b. Sistem perakaran : tumbuhan yang mempunyai system perakaran

berkembang baik, akan mampu mengadakan penyerapan lebih kuat karena

jumlah bulu akar semakin banyak.

c. Kecepatan metabolisme : karena penyerapan memerlukan energi, maka

semakin cepat metabolismem (terutama respirasi) akan mempercepat

penyerapan.

Menurut Soedirokoesoemo (1993), factor lingkungan terdiri dari:

a. Ketersediaan air tanah : tumbuhan dapat menyerap air bila air tersedia

antara kapasitas lapang dan konsentrasi layu tetap. Bila air melebihi

kapasitas lapang penyerapan terhambat karena akan berada dalam

lingkungan anaerob.

149
b. Konsentrasi air tanah : air tanah bukan air murni, tetapi larutan yang berisi

berbagai ion dan molekul. Semakin pekat larutan tanah semakin sulit

penyerapan.

c. Temperatur tanah : temperatur mempengaruhi kecepatan metabolism. Ada

temperatur optimum untuk metabolisme dan tentu saja ada temperatur

optimum untuk penyerapan.

d. Aerasi tanah: yang dimaksud dengan aerasi adalah pertukaran udara, yaitu

maksudnya oksigen dan lepasnya CO2 dari lingkungan. Aerasi

mempengaruhi proses respirasi aerob, kalau tidak baik akan menyebabkan

terjadinya kenaikan kadar CO2 yang selanjutnya menurunkan pH.

Penurunan pH ini berakibat terhadap permeabilitas membran sel.

Imbibisi adalah absorbsi air oleh bahan-bahan koloid dan zat padat dalam

(bagian) tumbuhan. Masuknya air disertai membengkaknya bahan koloid dan

peningkatan berat tumbuhan. Imbibisi dapat menimbulkan kekuatan yang sangat

besar ( Said Haran, 1985 ).

Menurut ( Siti Sutarmi Tjitrosomo, 1985 ) imbibisi adalah absorpsi air oleh

bahan bahan koloid dan zat padat dalam bagian tumbuhan. Masuknya air sering

disertai dengan membengkaknya bahan koloid dan peningkatan berat tumbuhan.

Misalnya, biji akan menjadi lebih besar jika diletakkan dalam air atau tanah yang

lembab, dan hal ini dikatakan sebagai proses imbibisi. Pada imbibisi tidak ada

keterlibatan membran, seperti pada osmosis. Imbibisi terjadi karena permukaan

struktur struktur mikroskopis dalam sel tumbuhan seperti selulosa, butir pati,

150
protein, dan bahan lainnya menarik dan memegang molekul air dengan gaya tarik

antar molekul.

Pada dasarnya imbibisi meliputi dua proses yang berjalan bersama yaitu

difusi dan osmosis. Pada umumnya air dan bahan yang larit di dalamnya, masuk

dan keluar sel, bukan sebagai aliran massa malainkan satu per satu molekul setiap

kali. Pergerakan netto dari satu tempat ke tempat lain akibat aktivitas kinetik acak

atau gerak termal dari molekul atau ion yang disebut difusi. Difusi terjadi akibat

pergerakan konsentrasi dari satu titik dengan titik lain ( Frank Salisbury, 1995 ).

Difusi berbeda dengan osmosis. Osmosis terjadi karena adanya membran yang

bersifat permeable terhadap molekul air. Difusi dan osmosis merupakan suatu

proses perembesan air melalui selaput, sehingga terjadi keseimbangan antara

kepekatan cairan di sebelah menyebelah ( kedua bagian ) yang kedua bagian

dibatasi selaput tersebut. Perbedaan kepekatan sitoplasma suatu sel dengan

lingkungan dapat menyebabkan perubahan bentuk atau kerusakan sel.

Cara yang terbaik untuk menyatakan gejala difusi suatu zat yaitu dengan

menggunakan perbedaan nilai potensial kimia ( satuan energi per gram molekul )

zat tersebut antara dua daerah. Jika terdapat perbedaan nilai potensial kimia air di

antara dua daerah, air akan bergerak secara spontan asalkan tidak ada yang

menghalangi aliran air tersebut. Arah gerakan neto air tersebut dari daerah dengan

potensial kimia yang tinggi ke daerah yang potensial kimianya lebih rendah.

Gerakan neto air ini akan berlangsung terus sampai potensial kimia air pada kedua

daerah itu menjadi sama. Pada titik keseimbangan, gerakan neto air akan terhenti.

151
Istilah potensial kimia air ini biasanya dikenal dengan istilah potensial air ( Siti

Sutarmi Tjitrocomo,1985 ).

Kadar air setelah proses imbibisi merupakan suatu hal yang penting, karena

benih hanya akan berkecambah jika kadar air mencapai 50 60 %. Untuk

merangsang laju imbibisi seringkali dilakukan heat treatment, yaitu dengan

menjemur benih sebelum diimbibisikan ( Hendarto Kuswanto, 1996 ).

Air dalam proses imbibisi digunakan untuk melunakkan kulit biji dan

menyebabkan pengembangan embrio dan endosperm yang mengakibatkan

pecahnya kulit biji. Dinding sel yang kering hampir tidak permeabel untuk gas,

tetapi apabila dinding sel diimbibisi oleh air, maka gas akan masuk ke dalam sel

secara difusi. Apabila dinding sel kulit biji dan embrio menyerap air, maka suplai

oksigen meningkat kepada sel sel hidup sehingga memungkinkan lebih aktifnya

pernafasan. Sebaliknya CO2 yang dihasilkan oleh pernafasan tersebut lebih

mudah untuk berdifusi keluar.

Syarat agar terjadi imbibisi yaitu adanya perbedaan potensial air antara

benih dengan larutan, dimana potensial air kurang dari potensial larutan, ada tarik

menarik yang spesifik antara air dengan biji, benih memiliki partikel koloid yang

merupakan matriks yang bersifat hidrofil berupa protein, pati, selulosa, dan benih

kering memiliki potensial air sangat rendah. Hubungan antara (potensial air)

dengan komponen penyusun: = m + p. Volume air yang diserap + volume

biji mula-mula > volume biji setelah menyerap air, sebagian air telah digunakan

152
untuk menjalankan proses metabolism Proses metabolime: aktivasi enzim,

hidrolisis cadangan makanan, dan respirasi

Imbibisi merupakan penyerapan air akibat potensial air yang rendah pada biji

yang kering. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan

memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metabolic pada

embrio yang menyebabkan biji tersebut melanjutkan pertumbuhan (campbeel,

2002).

Polietilenglikol (PEG) merupakan polimer dari etilen oksida dan air,

mempunyai rumus umum HOCH2(CH20CH2),,CH20H, dibuat menjadi

bermacammacam panjang rantainya. Bahan ini terdapat dalam berbagai macam

berat molekul dan paling banyak digunakan adalah polietilenglikol 200, 400, 600,

1000, 1500, 1540, 3340, 4000, dan 6000. Pemberian nomor menunjukan berat

molekul ratarata dari masing-masing polimernya. Polietilenglikol yang

mempunyai berat-berat molekul rata-rata 200, 400 dan 600 berupa cairan bening

tidak berwarna dan yang mempunyaiberat molekul rata -rata diatas 1000 berupa

Jilin putih, padat, dan kepadatanya bellambah dengan bertambahnya beratmolekul

(Ansel, 1989).

Polietilenglikol 6000 adalah polietilenglikol H(O-CH2-CH2)nOH, harga n

diantara 158 dan 204. Pemberiaan: serbuk licin putih atau potongan putih kuning

gading; praktis tidak berbau dan berasa. Kelarutan mudah larut dalam air, dalam

etanol (95%) P dan dalamklorofom P, praktis tidak larut dalam eter P. Bobot

153
molekul rata -ratatidak kurang dari 7000 dan tidak lebih dari 9000. Khasiatnya

sebagaizat tambahan (Ansel, 1989)

Komposisi kimia benih berlainan untuk setiap benih, tetapi secara umum

digolongkan :

1. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan cadangan makanan utama benih, terutama pada

tanaman serealia speperti padi, jagung, gandum. Benih berkarbohidrat

akan tahan simpan. Karbohidrat yang terkandung dalam benih yaitu

amilosa dan amilopektin, yang merupakan zat penting selama

perkecambahan. Selain itu, beberapa benih tertentu mengandung

hemiselulosa

2. Protein

Protein merupakan cadangan makanan utama leguminosae (kedelai).

Berdasarkan keaktifan metabolisme, dikelompokkan atas protein yang

aktif secara metabolis ( globulin dan albumin) dan yang non aktif ( glutelin

dan prolamin). Berdasarkan kelarutannya protein pada benih digolongkan

menjadi :

Albumin : larut dalam air pada kondisi netral atau sedikit asam mudah

koagulasi karena panas. Contohnya leucosin (serealia), ricin

(padi), legumelin

154
Globulin : tidak larut dalam air, larut dalam larutan garam relatif lebih

sulit terkoagulasi karena panas. Contohnya vignin, glycinin

(kedelai), arachin (kc. tanah)

Glutelin :larut dalam air, larutan garam dan etilalkohol. Contohnya

glutenin Prolamin : larut dalam etilalkohol 70 -90% , tidak larut

dalam air. Contohnya gliadin (gandum, rye) dan zein (jagung)

3. Lemak

Lemak merupakan Cadangan makanan utama pada benih, misalnya kedelai,

kacang tanah, kapas, bunga matahari, wijen dan lain-lain. Benih dengan

kandungan lemak tinggi, daya simpan lebih rendah dibanding karbohidrat,

terutama asam lemak tidak jenuh yang tinggi. Asam lemak tak jenuh

dalam biji: oleat (1 ikatan ganda) dan linoleat (2 ikatan ganda), asam lemak

jenuh palmitat (n=14).

4. Senyawa Lainnya

a. Tanin: umumnya pada kulit benih, menghambat aktivitas enzim.

Contohnya benih cacao dan kacang2an


b. Alkaloid: senyawa komplek mengandung N. Contohnya cofein (kopi),

nicotin (tembakau), theobromin (cacao)


c. Glukosida: reaksi antara gula dengan senyawa non-gula, Kristal.

Contohnya saponin (biji tung), sangat beracun, amygdalin (almond,

plum)
d. Fitin: persediaan P utama dalam benih. Pada serealia fitin terdapat pada

lapisan aleuron, sumber P, Mg, dan K


e. Zat pengatur tumbuh

155
1) giberelin: berperan dalam proses perkecambahan
2) sitokinin: berperan dalam perkecambahan (pertumbuhan dan

diferensiasi sel)
3) etilen: menghambat atau mendorong perkecambahan
4) asam absisik: menyebabkan dormansi
f. Vitamin: tanaman swasembada vitamin
1) Thiamin: berperan dalam pembelahan sel (perkembangan akar)
2) Asam askorbat: berperan dalam proses respirasi benih

(perkecambahan)

dilihat dari nilai gizinya,jagung mempunyai kadar protein lebih tinggi

(9,5%) dibandingkan dengan beras(7,4%). Selain itu, kandungan mineral dan

vitamin antara beras dan jagung juga hampir sama. Keunggulan jagung dibanding

jenis serealia lainnya adalahwarna kuning pada jagung. Warna kuning pada jagung

dikarenakan kandungankarotenoid. Jagung kuning mengandung karotenoid

berkisar antara 6,4-11,3g/g, 22% diantaranya beta-karoten dan 51% xantofil.,

Pigmen xantofil yangutama adalah lutein dan zeaxanthin (Koswara, 2000). Beta-

karoten memilikiaktivitas provitamin A yang dapat memberikan perlindungan

terhadap kebutaankhususnya disebabkan oleh katarak dengan menjadi filter

terhadap sinar UV.Xanthofil memiliki fungsi meregulasi perkembangan sel dan

melindungi selnormal dari sel mutan pemicu penyebab kanker, menangkal radikal

bebas yangdapat merusak jaringan tubuh, systemimunitas tubuh terhadap

serangan infeksidengan meningkatkan komunikasi antar sel, dan mencegah

penyakit jantung(Abdelmadjid, 2008).

Imbibisi berfungsi sebagai laju perkecambahan pada benih. Jika benih tidak

dapat melakukan imbibisi maka laju perkecambahan benih akan terhambat. Salah

satu faktor yang dapat mempercepat laju perkecambahan benih adalah terjadinya

156
imbibisi pada benih, karena dengan adanya imbibisi laju metabolisme pada benih

akan berjalan dengan lancar. Biji yang kering atau biji yang mati masih dapat

melakukan imbibisi namun tidak dapat memperlancar laju metabolisme pada

benih, sehingga biji hanya akan menggelembung.

Imbibisi pada benih hidup terjadi penyerapan air secara normal yang

mengakibtkan biji dapat menumbuhkan awal dengan munculnya bagian tanaman

tahap ciri fisik benih secara lengkap dengan prosentase hidup tinggi. Pada benih

mati, upaya perlakuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan air benih tidak

dapat dimanfaatkan dengan baik oleh benih yang menyebabkan gagalnya fungsi

fisiologis benih sekalipun sudah di dukung ketersediaan air tanah yang memadai.

Perlakuan prosedur kerja pada imbibisi benih hidup dan benih mati

berfungsi untuk mengetahui seberapa bersar perbedaan laju imbibisi pada kedua

jenis benih tersebut, dengan pemanasan selama 24 jam. Berfungsi untuk

mengetahui peruahan bobot setelah melakukan pemanadan dengan

membandingkan dengan jenis benih lain yang tidak dilakukan perlakuan

pemanasan. Perlakuan pada perlakuan kedua yaitu melakukan pengamatan

terhadap penyerapan airpada dua jenis enih berbeda. Hal ini dilakukan dengn

melakukan perendaman dengan cairan berupa air yang sama dan inerval yang

sama, engaruh struktur kimia pada biji yang berbeda membuat perlakuan yang

sama namun menghasilkan hasil yang berbeda karena pengaruh perbedaan

struktur kimia pada biji yang berbeda. Perlakuan ketiga yang dilakukan dengan

melakukan rekayasa kedadaan lingkungan dengan penambahan cairan kimia agar

kondisi lingkungan rekayasa menyerupai kondisi asli pada lingkungan tersebut.

157
Hal ini dilakukan dengan menggunakan tiga perlakuan kadar kimia yang berbeda

dengan melihat pengaruh bahan campuran yang di tambahkan dengan menyimpan

biji tersebut selama satu minggu hal ini dilakukan agar maksimalnya peroses

imbibisi pada benih agar perbedaan terhadap masing-masing biji yang di lakukan

perlakuan tersebut dapat di amati dengan jelas.

Pada praktikum imbibisi pada perkecambahan benih di dapatkan hasil pada

percobaan pelakuan pertama bahwa, perlakuan dengan merendam antara benih

mati dan benih hidup dan dilakukan perbandingan mendapatkan hasil prosentase

peambahan bobot lebih besar pada benih hidup yaitu sebesar 25% sedangkan pada

benih mati di dapatkan data penambahan berat sebesar 18% perbedan prosentase

penambahan bobot tersebut dapat diakibatkan karena kemampua peyerapan air

yang berbeda karena kualitas benih yang berbeda pula. Pada percobaan kedua

dengan melakukan perlakuan dengan perendaman dengan melakukan pengmatan

pada interval waktu berkala secara bersaman antara kedua benih antara benih

kacang tanah dan benih jagung relatif sama hal tersebut dapat disimpulan bahwa

komposisi kimia antara benih jagung dan benih kacang tanah berbeda namun

kemampuan untuk menyerap dan melakukan imbibisi relatif sama.

158
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada praktikum imbibisi pada perkecambahan benih dapat di simpulkan

bahwa setiap benih memiliki kemampuan untuk melakukan imbibisi yang berbeda

dengan faktor pendukung dan penghambat yang berbeda pula.

B. Saran

Pengamatan pada tanaman yang dilakukan harus lebih teliti agar hasil

yang di dapatkan lebih baik.

159
DAFTAR PUSTAKA

Aak. 2001. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius.Yogyakarta.


Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerjemah : F. Ibrahim.
Edisi ke-4. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Ardian. 2008. Effect of heating treatment and heating time on the germination of
coffe (Coffe arabica). Akta Agrosia 11: 25 33.
Brody, T. 1994. Nutritional Biochemistry. Academic Press. San Diego., New
York., Boston., London., Sidney., Tokyo., Toronto. 73-84, 24-27.
Campbell, Neil A. 2002. Biologi Jilid 2. Erlangga : Jakarta
Harborne, J.B. Mabry, T.J. and Mabry, H. (eds). 1975, The flavanoids, Chapman
and Hall,London.
Kamil, J. 1986. Teknologi Benih. Angkasa Raya. Padang
Kuswanto, Hendarto. 1996. Dasar Dasar Teknologi, Produksi, dan Sertivikasi
Benih. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Mugnisjah W.Q, Setiawan A; Suwarto dan Santiwa C,1994. Panduan Praktikum
dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. PT Raja grafindo
Persada. Jakarta.
Salisbury, frank B & Cleon W Ross, 1995.Fisiologi Tumbuhan jilid 1.
Bandung:ITB.

160
Soedirokoesoemo, Wibisono. 1993. Materi Pokok Anatomi dan Fisiologi
Tumbuhan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Suradinata, Tatang. 1993. Petunjuk Praktikum Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Suradinata, Tatang. 1993. Petunjuk Praktikum Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sutopo L.1995.Teknologi Benih. Rajawali. Jakarta.Suradinata, Tatang. 1993.
Petunjuk Praktikum Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Takahashi, R. Ohmori, R. Kiyose, C. Momiyama, Y. Ohsuzu, F. Kondo, K. 2005.
Antioxidant activities of black and yellow soybeans againts Low Density
Lipoprotein oxidation. J. Agri Food Chem. 53: 4578 82.

Tjitrosoepomo, Gembong. 1984. Morfologi Tumbuhan.Yogyakarta: Gajah Mada


University Press.
Tjitrosomo, S. S. 1985. Botani Umum 2. Angkasa, Bandung.
Sutopo L 2006. Teknologi Benih. Rajawali Pers. Jakarta.

161
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Praktikum pengujian pengaruh factor cahaya terhadap perkecambahan benih sangat

penting. Mengingat cahaya merupakan komponen terpentung untuk makhluk hidp dapat

thidup. Cahaya matahari juga merupakan factor penting dalam tumbuhan yang digunakan

untuk menunjang perkembangan dan pertumbuhan secara baik dan optimal.

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang saling berhubungan. Ada

banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pekembangan tumbuhan. Faktor-

faktor tersebut dikelompokan menjadi 2, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal merupakan faktor yang meliputi faktor genetis (hereditas) dan factor fisiologis,

sedangkan faktor eksternal atau faktor lingkungan merupakan faktor yang berasal dari

luar tubuh tumbuhan tersebut yaitu dari lingkungan atau ekosistem. Salah satu faktor

eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan adalah cahaya.

Cahaya yang dibutuhkan tumbuhan tidak selalu sama pada setiap tanaman. Ada

jenis-jenis tumbuhan yang memerlukan cahaya penuh dan ada pula yang memerlukan

162
remang-remang untuk pertumbuhannya. Banyak sekali teori yang menjelaskan tentang

pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan tumbuhan. Namun teori tersebut belum

sepenuhnya dapat dipelajari jika kita belum mengetahui kebenarannya pada lingkungan

kita

B. Tujuan

Mahasiswa mampu membedakan benih murni, biji tanaman lain, kotoran

benih dan menghitung presentase kemurnian benih.

163
II. TINJAUAN PUSTAKA

Fotosintesis adalah proses pembentukan makanan (glukosa) pada tumbuhan

yang mengandung zat hara, air dan karbondioksida dengan bantuan sinar

matahari. Reaksi fotosintesis secara singkat berlangsung sebagai berikut: 6CO2 +

6H2OC6H12 O6 + 6O2. Fotosintesis berlangsung dalam kloroplas yang berisi

klorofil. Klorofil dibedakan atas klorofil a dengan rumus molekul yang berwarna

hijau tua dan klorofil b dengan rumus molekul yang berwarna hijau muda. (Jumin,

1994)

Laju fotosintesis berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh pada berbagai

daerah yang berbeda seperti gurun kering, puncak gunung, dan hutan hujan

tropika sangat berbeda. Kapasitas fotosintesis daun diartikan sebagai laju

fotosintesis per satuan luas daun pada keadaan cahaya jenuh, konsentrasi CO2 dan

O2 normal, suhu optimum dan kelembapan. (Frank dan Ross, 1992)

Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fotosintesis yakni

H2O, CO2, cahaya, hara, dan suhu. Diantara beberapa faktor tersebut yang paling

berpengaruh dalam proses fotosintesis adalah faktor cahaya. Cahaya sering

membatasi fotosintesis terlihat juga dengan menurunnya laju penambahan CO2

ketika tumbuhan terkena bayangan awan sebentar. (Thenawidjaja, 1990)

Cahaya merupakan sumber energi untuk fotosintesis. Energi cahaya yang

diserap oleh tumbuhan tergantung pada intensitas sumber cahaya, lama

penyinaran dan panjang gelombang cahaya. Pada batas-batas tertentu, semakin

tinggi intensitas cahaya matahari maka semakin banyak energi cahaya yang

164
diserap oleh klorofil, sehingga laju fotosintesis meningkat. Cahaya matahari

dengan intensitas terlalu tinggi akan menimbulkan kerusakan pada klorofil.

(Jumin, 1989).

Cahaya merupakan sumber energi bagi mikroalga untuk melakukan

fotosintesis, tetapi tidak semua spektrum cahaya dipergunakan oleh mikroalga

dalam proses fotosintesis. Penyinaran yang digunakan secara optimal oleh

mikroalga untuk proses fotosintesis adalah panjang gelombang yang berkisar

antara 400 nm 680 nm.(Daniyati et al , 2012)

Energi cahaya diubah menjadi energi kimia oleh pigmen fotosintesis yang

terdapat pada membran interna atau tilakoid. Pigmen fotosintesis yang utama ialah

klorofil dan karotenoid. Klorofil a dan b menunjukkan absorpsi yang sangat kuat

untuk panjang gelombang biru dan ungu, jingga dan merah (lembayung) dan

menunjukkan absorpsi yang sangat kurang untuk panjang gelombang hijau dan

kuning hijau. (Ai, Nio 2012)

Laju fotosintesis akan berjalan maksimum bila terdapat banyak cahaya.

Dalam percobaan terlihat bahwa eksplan (bahan tanam) yang ditumbuhkan dalam

intensitas cahaya yang tinggi daunnya berwarna lebih hijau daripada eksplan yang

ditumbuhkan dalam intensias cahaya yang rendah, selain itu daun eksplan yang

ditumbuhkan dalam intensitas cahaya tinggi lebih berat daripada daun eksplan

(bahan tanam) yang ditumbuhkan dalam intensitas cahaya rendah. (Pertamawati,

2010)

Pengaruh cahaya terhadap fotosintesis tanaman air dapat dilihat dari kadar

oksigen terlarut yang terditeksi sensor. Pada kondisi terang, laju fotosintesis lebih

165
besar dibandingkan pada kondisi gelap. Selain cahaya, faktor lain yang juga

mempengaruhi laju fotosintesis adalah jenis mineral yang terdapat dalam air

(akuades, minyak, air mineral) dan volume tanaman itu sendiri. Semakin besar

kadar mineral dan volume tanaman yang dimiliki, semakin besar meningkat pula

laju fotosintesisnya. (Yasin et al, 2011)

Untuk mengatur cahaya bagi fotosintesis tanaman perlu adanya pemberian

naungan. Perlakuan naungan, volume penyiraman yang berbeda dan interaksi

kedua faktor memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kecepatan

pembungaan rosella. Tanaman tanpa naungan yang berarti mendapat intensitas

cahaya tertinggi paling cepat berbunga diikuti naungan 55% dan yang paling lama

berbunga pada naungan 75%. (Astuti dan Darmanti, 2010)

$ahaya matahari adalah sumber energi utama bagi kehidupan

seluruhmakhluk hidup di dunia. bagi manusia hewan dan tumbuhan cahaya

mataharia komponen palinge penting dalam kehidupan. Selain itu bagi tumbuhan

khususnya yang berklorofil. Cahaya matahari sangat menentukan proses

fotosintesis. Fotosintesis adalah prosesdasar pada tumbuhan untuk menghasilkan

makanan. makanan yang dihasilkan akan menentukan ketersediaan energi untuk

pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan) kekurangan cahaya matahari akan

mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan meskipun kebutuhan ,ahaya

tergantung pada jenis tumbuhan. Selainitu kekurangan ,ahaya saat perkembangan

berlangsung akan menimbulkan gejala etiolasi dimana batang ke,ambah akan

tumbuh lebih ,epat namun lemah sehinggaujung batang akan melekuk dan

daunnya berukuran kecil tipis dan berwarna pucat tidak hijau. Semua ini terjadi

166
dikarenakan tidak adanya cahaya sehingga dapat memaksimalkan fungsi auksin

untuk penunjang sel - sel tumbuhan. Sebaliknya tumbuhan yang tumbuh ditempat

terang menyebabkan tumbuhan tumbuh lebih lambat dengan kondisi relatif

pendek daun berkembang lebih lebar lebih hijau tampak lebih segar dan batang

ke,ambah lebih kokoh. Sebagai salah satu sumber cahaya di bumi ini adalah

matahari. ertumbuhan merupakan proses kenaikan volume sel yang bersifat

Irreversibel (tidak kembali pada keadaan semula), terjadi karena adanya

pertambahan dan pembelahan sel secara mitosis dan pembesaran sel karena

adanya penambahan substansi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (dari dalam) meliputi gen

dan hormon, sedangkan faktor eksternal (dari luar) meliputi nutrisi, suhu, cahaya,

kelembaban. Pada proses pertumbuhan selau terjadi peningkatan volume dan

bobot tubuh peningkatan jumlah sel dan protoplasma. Untuk mengukur

pertumbuhan tanaman digunakan alat yang disebut busur tumbuh atau

auksanometer. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan bukan merupakan

besaran sehingga tidak dapat diukur. Perkembangan pada tumbuhan diawalai

sejak terjadi fertilisasi. Calon tumbuhan akan berubah bentuk dari sebuah telur

yang dibuahi menjadi zigot, embrio, dan akhirnya menjadi sebatang pohon yang

kokoh atau rumput yang mudah digoyangkan oleh angina. Nama lain proses

perkembangan adalah morfogenesis.

167
III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yaitu petridis. Bahan yang dibutuhkan yaitu benih

jagung (5 benih), benih kedelai (10 benih), dan larutan tetrazolium.

B. Prosedur Kerja

Prosedur kerja praktikum uji tetrazolium benih yaitu:

1. Benih yang sudah direndam air disiapkan.

2. Benih jagung dibelah ke arah vertikal di tengah-tengahnya, dan untuk benih

kedelai tidak perlu dibelah.

3. Setengah bagian belahan benih direndam di dalam larutan 0,5% tetrazolium

sedangkan sisanya dibuang.

4. Materi tersebut ditunggu selama 0,5-1 jam pada suhu 400C atau 1-2 jam pada

suhu kamar.

5. Selatah timbuh warna merah cerah, benih dikeluarkan dari larutan dan dicuci

dengan air.

6. Benih yang telah diwarnai ditempatkan di dalam petridis dalam keadaan

terendam dalam sedikit air lalu diamati.

168
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

B. Pembahasan

Tetrazolium test merupakan uji aktivitas enzim dehidrogenase padajaringan

biji, sehingga diketahui jaringan tersebut hidup atau mati pada embrio.Prinsip

dasar uji ini adalah reduksi chemikalia yang dipakai 3,3,5 Tripheniltetrazolium

chloride yang semula tidak berwarna menjadi formasan yang berwarna merah

Intensitas pewarnaan jaringan menunjukan viabilitas jaringantersebut.

Tempat/jaringan tertentu pada biji ternyata mati, dipastikan biji tersebuttidak

mampu berkecambah atau berkecambah tidak normal.Pengujian viabilitasbenih

dengan menggunakan metode pengecatan tetrazolium merupakan suatumetode

pengujian untuk mengetahui viabilizas benih secara cepat, karena benihbenihyang

diuji tidak perlu dikecambahkan yang akan memerlukan waktu lebihlama,

sehingga metode pengujian ini dapat juga disebut dengan Quick test(Vanilla et.al.,

2000).

Semua kekurangan-kekurangan uji perkecambahan secara langsungdapat

diatasi apabila viabilitas benih dapat diukur dengan suatu penduga biokimia di

aktivitas metabolisme benih. Di dalam suatu uji biokimia tanda terjadinya proses

reduksi dalam sel hidup dihasilkan oleh reduksi di suatuindikator. Garam

tetrazolium merupakan bahan yang tidak berwarna, didalam jaringan sel hi bahan

ini akan ikut serta dalam proses reduksi(Soejadi dan Sadiman 2007).

169
Pada pengujian secara biokimia akan terjadi proses reduksi pada jaringan

hidup. Proses reduksi ini menjadi ciri bahwa benih yang diuji tersebut hidup.

Bahan yang digunakan untuk pengujian adalah garam tetrazolium. Pada jaringan

hidup, jika benih mengimbibisi larutan ini maka terjadi proses reduksi. Dengan

adanya prosese dehidrogenase maka larutan 2,3,5 triphenyl tetrazolium chlorode

atau bromide akan berwarna merah sehingga jaringan yang hidup berwarna merah

stabil dan merupakan substan yang tidak terlarut oleh triphenyl formazan yang

dihasilkan oleh jaringan hidup. Jaringan yang hidup berwarna merah dan yang

akan mati tidak berwarna (Kuswanto, 2007).

Prinsip kerja uji Tetrazolium adalah berdasarkan perbedaan warna dari benih

setelah direndam dalam larutan Tetrazolium. Jaringan dalam benih itu hidup akan

menghasilkan suatu reaksi pada benih dengan menimbulkan warna merah.

Sedangkan jika tidak menimbulkan warna menunjukan bahwa benih sudah mati

( Chapman dan Lark, 2005).

Beberapa metode uji cepat yang biasa digunakan untuk menduga kualitas

benih adalah uji tetrazolium, uji hidrogen peroksida, uji belah, metode radiografi,

uji eksisi embrio, dan uji konduktivitas. Faktor yang mempengaruhi kesuaian jenis

terhadap metode tertentu adalah karakter, ukuran, tipe dormansi dan ketahanan

benih dalam kondisi tanpa kulit. Pengetahuan tentang karakter benih memberikan

petunjuk bagaimana benih tersebut ditangani agar tetap memiliki vigor optimum

hingga akan ditanam kembali, demikian juga dalam pengujian kualitasnya, yaitu

harus diuji dengan metode yang lebih cepat (TZ, uji belah dan kontras radiografi)

(Byrd, 1988).

170
Uji tetrazolium juga disebut uji biokhemis benih dan uji cepat viabilitas.

Disebut uji biokhemis karena uji tetrazolium mendeteksi adanya proses biokimia

yang berlangsung di dalam sel-sel benih khususnya sel-sel embrio. Disebut uji

cepat viabilitas karena indiksi yang diperoleh dari pengujian tetrazolium bukan

berupa perwujudan kecambah, melainkan pola-pola pewarnaan pada embrio,

sehingga waktu yang diperlukan untuk pengujian tetrazolium tidak sepanjang

waktu yang diperlukan untuk pengujian yang indikasinya berupa kecambah.

Kegunaan uji tetrazolium antara lain untuk mengetahui viabilitas benih yang

segera akan ditanam, viabilitas benih dorman, hidup atau matinya benih segar

tidak tumbuh dalam pengujian daya berkecambah benih (Vega, 2011).

Pembuatan larutan tetrazolium dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Larutan I : Larutkan 9,078 gram KH PO dalam aquades 1000 ml

2. Larutan II : Larutkan 11,876 gram Na HPO .2H O dalam aquades 1000 ml

3. Larutan Penyangga : Campurkan 400 ml Larutan I dengan 600 ml Larutan

II

4. Larutan Tetrazolium 1% : Masukkan 10 gram garam tetrazolium (2,3,5

triphenil tetrazolium chlorida) ke dalam 1000 ml Larutan Penyangga

5. Larutan Tetrazolium 0,5% : Masukkan 5 gram garam tetrazolium(2,3,5

triphenil tetrazolium chlorida) ke dalam 1000 ml Larutan Penyangga

6. Larutan Tetrazolium harus dihindarkan dari cahaya langsung, yaitu dengan

cara menempatkan larutan tersebut ke dalam gelas piala yangtelah dilapisi

aluminium foil. Pencampuran benih dengan larutan tersebutdilakukan

171
dalam kamar gelap. Selain itu, apabila tidak digunakan,larutan tersebut

disimpan dalam lemari es.

7. Khusus untuk pengujian benih Agathis loranthifolia, larutan tetrazolium

ditambah garam dapur sebanyak garam tetrazolium yang dimasukan, hal

ini bertujuan agar pola pewarnaan yang terbentuk lebih baik (Leadem,

1984).

172
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Kemurnian benih adalah merupakan persentase berdasarkan berat benih

murni yang terdapat dalam suatu contoh benih. Pengujian kemurnian benih

merupakan kegiatan-kegiatan untuk menelaah tentang kepositifan fisik

komponen-komponen benih termasuk pula persentase berat dari benih-benih

murni, benih tanaman lain atau benih varietas lain dan kotoran pada massa benih.

B. Saran

Sebaiknya saat praktikum berlangsung, asisten dalam memberikan arahan

lebih di perjelas agar tidak bingung. Peralatan juga harus disediakan dengan

cukup, agar tidak menghambat jalannya praktikum.

173
DAFTAR PUSTAKA

Jumin, Hasan, Basri.1994. Dasar dasar Agronomi. Raja Grafindo Persada,


Jakarta.

Frank dan Cleon W Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan.Bandung: ITB Bandung.

Thenawidjaja, Maggy. 1990. Dasar dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.

Daniyati R, yudoyono G, Rubiyanto A. 2012. Desain Closed Photobioreaktor


Chlorella Vulgaris Sebagai Mitigasi Emisi co2. Jurnal sains dan seni its
vol.1

Ai, Nio Song. 2012. Evolusi Fotosintesis Pada Tumbuhan. Jurnal Ilmiah Sains
12(1)

Pertamawati. 2010. Pengaruh fotosintesis terhadap Pertumbuhan tanaman


kentang(solanum tuberosum l.) Dalam lingkungan Fotoautotrof secara
invitro. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 12.

Yasin, A, et al. 2011. Pengaruh Intensitas Cahaya Dan Kandungan Mineral Pada
Berbagai Media Tumbuh Terhadap Laju Fotosintesis Tanaman Hias
Hidrofit Elodea (Elodea Canadensis). IPB Bogor.

Astuti, T dan Darmanti S. 2010. Produksi bunga rosella (hibiscus sabdariffa l.)
Yang diperlakukan dengan naungan dan volume Penyiraman air yang
berbeda .Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, 11 (1)

Soejadi, G, Sadiman,I. 2001. Identifikasi Tingkat Kemunduran Benih Kedelai


Melalui daya hantar listrik dan Viabilitas. AgrijurnalVIII(2): 38-49.

Kuswanto H 2007. Analisis Benih. Kanisius. Yogyakarta

Crampton, EW. 1959. Fundamental of Nutrition. USA: Freeman and Company.

174

Anda mungkin juga menyukai