Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KETEKNIKAN PANGAN II

EKSTRUSI HASIL PERIKANAN

Oleh:
Bernadette Maureen S.
NRP: 6103008100

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

2010
PENDAHULUAN
Dewasa ini banyak produk makanan yang diolah menggunakan prinsip ekstrusi.
Prinsip ekstrusi telah diterapkan dalam industri makanan sejak tahun 1930an untuk
pembuatan pasta, dan tahun-tahun berikutnya diterapkan pada industri kembang gula, roti dan
kue, terutama pada proses frosting kue (Linko, et. al. dalam Jowitt, 1982).
Produk yang dihasilkan melalui proses ekstrusi memiliki mutu yang tinggi karena
menggunakan suhu tinggi dengan waktu yang pendek sehingga mikroba mati tapi kerusakan
gizi kecil (Smith, 1981 dalam Hermanianto, 2000). Makanan yang diolah dengan
proses HTST menghasilkan produk dengan nutrisi dan karakteristik yang
lebih baik dibandingkan dengan pengolahan menggunakan proses
pemanasan konvensional. Suhu tinggi akan meningkatan kerusakan enzim
dan mikroorganisme dibandingkan dengan tingkat kerusakan yang dialami
oleh nutrisi dan faktor-faktor kualitas sehingga produk yang dihasilkan
memiliki nutrisi yang lebih baik. Selain itu, teknologi ekstrusi memungkinkan untuk
dilakukannya proses pengolahan seperti mencampur, menggiling, memasak, mendinginkan,
mengeringkan dan mencetak dalam satu rangkaian proses.
Smith (1974) dalam Ang et. al.,(1984) menyatakan bahwa ekstrusi
adalah proses yang memiliki potensi yang besar dalam memproduksi
makanan suplemen yang cocok untuk memperkaya gizi melalui produk
makanan. Keuntungan proses ini diantaranya ialah:
a. Bagian pati dari bahan yang diolah dan tersedia dengan luas
tergelatinisasi penuh sehingga mudah untuk dicerna.
b. Bahan-bahan seperti protein, vitamin, mineral dll bersama karbohidrat
tersebar merata di seluruh campuran bahan.
c. Meminimalisasi kehilangan gizi bahan dan penuruunan kualitas protein.
d. Tekstur dan bentuk bahan mentah yang keras, tidak berbentuk, dan
tidak menarik berubah menjadi produk akhir dengan tekstur dan
bentuk sesuai dengan yang kita inginkan.
e. Produk ekstrusi yang dikemas dengan benar mempunyai daya simpan
yang baik tanpa harus disimpan pada suhu rendah.
f. Energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan per ton bahan lebih
rendah dibandingkan dengan proses pemasakan dalam bentuk lainnya.
g. Biaya operasional rendah, membutuhkan lebih sedikit tenaga kerja,
luas lahan kecil.
h. Jalur-jalur proses pada ekstruder mudah sekali untuk dibongkar-pasang.
i. Proses ekstrusi bebas polusi dan bahan mentah dimanfaatkan
seluruhnya tanpa adanya limbah yang tidak diinginkan atau zat-zat
yang berbahaya bagi lingkungan.
Produk-produk ekstrusi dari hasil perikanan masih sangat sedikit
sekali diteliti dan dipelajari pengaruh-pengaruhnya. Padahal hasil
perikanan memiliki kandungan protein dan asam lemak tidak jenuh yang
tinggi. Hal ini didukung pula dengan komoditi perikanan di Indonesia yang
sangat melimpah baik jenis maupun jumlah tangkapan ikannya. Tentu saja
hal ini sangat berpotensi untuk menghasilkan produk ekstrusi berkualitas
tinggi karena proses ekstrusi dapat tetap menjaga kualitas protein dan
kandungan gizi yang terdapat dalam hasil perikanan tersebut (Ang et.al.,
1984).

TUJUAN
Melalui penulisan makalah ini diharapkan pengetahuan tentang prinsip ekstrusi dapat
semakin berkembang sehingga ditemukan produk-produk pangan baru yang dibuat melalui
proses ekstrusi, khususnya berbahan dasar hasil perikanan dengan harga terjangkau dan
bergizi tinggi. Apalagi konsumen makanan ringan ekstrudat ini umumnya anak-anak usia
sekolah yang masih dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat memerlukan
protein dalam jumlah cukup. Sehingga diharapkan kebutuhan protein ini dapat terpenuhi
melalui makanan ringan ekstrudat yang berbahan dasar hasil perikanan ini.

RANGKUMAN
Ekstrusi adalah proses dimana bahan dipaksakan oleh sistem ulir untuk mengalir
dalam ruangan sempit sehingga mengalami pencampuran dan pemasakan sekaligus. Sumber
panas utama berasal dari konversi energi mekanik (gesekan) akibat gesekan antar bahan dan
gesekan antara bahan dengan ulir. Kerja ulir juga menghasilkan akumulasi tekanan dalam
sistem barel ekstruder dan bahan dipaksa keluar melalui lubang (die) kecil lalu kembali ke
tekanan normal (atmosfer) secara seketika ketika produk melewati die (Hariyadi,2000).
Komponen yang banyak berpengaruh pada pengembangan ekstrudat ini adalah pati,
protein, dan lemak. Selama proses, granula pati membengkak dan kehilangan kekompakan
ikatan yaitu sebagian dari amilosa berdifusi keluar karena pengaruh panas (Janssen, 1993 dan
Wang, et al., 1993). Gelatinisasi pati pada proses ekstrusi disebabkan oleh suhu, tekanan, dan
gesekan. Tingkat gelatinisasi akan semakin tinggi dengan sedikitnya kadar air serta waktu
dan suhu yang semakin tinggi (Smith, 1981).
Fungsi ekstrusi bagi protein adalah untuk mendenaturasi dan memberi tekstur. Suhu
dan tekanan yanng tinggi dapat memecah ikatan intramolekul pada protein sehingga terjadi
denaturasi sehingga menyebabkan turunnnya kelarutan, hilangnya aktivitas biologis,
peningkatan viskositas, dan lebih mudah dicerna oleh enzim proteolitik (Fennema, 1985).
Lemak dan minyak yang ada pada produk hasil ekstrusi akan mempengaruhi tekstur,
rasa, dan flavor produk (Harper, 1981). Jika jumlah amilosa dalam pati tinggi, maka akan
terbentuk asam lemak dan pati pada produk sehingga menghambat pengembangan produk.
Lemak akan membentuk suatu lapisan pada bagian luar granula pati sekaligus menghambat
penetrasi air ke dalam granula sehingga tingkat gelatinisasi menjadi rendah (Collison, 1968
dalam Polina, 1995).
Proses ekstrusi dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan berbagai nutrisi lain
yang ada pada bahan, misalnya saja vitamin larut air seperti tiamin, dan vitamin larut lemak
seperti vitamin A dan E (Johnson, 1993). Tapi keuntungannya adalah terjadi pula perusakan
anti nutrisi dan racun dimana sel mikroba dan spora rusak secara cepat pada suhu yang
dicapai pada proses tersebut. Efisiensi sterilisasi tergantung kombinasi suhu dan waktu yang
digunakan pada proses (Harper, 1981 dalam Wang, et al., 1993 dan Johnson, 1993).
Turunnya suhu dan tekanan setelah produk keluar dari alat menyebabkan air dalam
produk menguap. Uap air terperangkap dalam lapisan film yang terbentuk dari proses
gelatinisasi dan denaturasi bahan, sehingga terjadi pengembangan dan pembentukkan rongga
(pori-pori). Ekstrudat yang dihasilkan memiliki sifat mengapung dan renyah karena adanya
dinding-dinding gelembung yang tipis dan rapuh.

(Nowjee, 2004)
Ekstruder memiliki banyak jenis ukuran, bentuk, dan metode pengoperasian. Ada
ekstruder yang dioperasikan secara hidrolik dimana piston berperan untuk mendorong adonan
melalui die yang terletak pada ujung ekstruder. Terdapat pula ekstruder tipe roda, dimana
bahan didorong keluar atas hasil kerja dua roda yang saling berputar. Yang banyak dikenal
saat ini ialah ekstruder tipe ulir (screw) dimana putaran ulir akan memompa bahan keluar
melalui die. Ekstruder mendorong bahan/adonan dengan cara memompanya melalui sebuah
lubang dengan bentuk tertentu. Ekstruder mampu melakukan proses pencampuran dengan
baik sehingga bahan homogen dan terdispersi dengan baik (Frame, 1994).
Ekstruder tipe ulir dikelompokkan berdasarkan berapa banyak
energi mekanis yang dihasilkan. Ekstruder dengan energi mekanis rendah
dirancang untuk mencegah proses pemasakan adonan bahan. Ekstruder
dengan energi mekanis tinggi dirancang untuk memberikan energi yang
besar agar dapat diubah menjadi panas untuk mematangkan adonan
(Frame, 1994).
Ekstruder yang biasa tersedia di pasaran adalah ekstruder ulir tunggal (single screw
extruder/SSE) dan ekstruder ulir ganda (twin screw extruder/TSE). Model TSE lebih sering
dipilih karena kemampuannya dalam mengatur daya tekan mekanis dan daya giling efektif
pada adonan di dalam selubung mesin ekstruder (barrel) sehingga lebih mudah dalam
diversifikasi jenis-jenis makanan (Baianu, 1992).
Perbedaan Ekstruder ulir tunggal Ekstruder ulir ganda
Mekanisme penggerakan Friksi antara logam dan bahan Penggerakkan bahan ke arah
bahan makanan positif (die)
Panas yang dipindahkan
Penyedia energi utama Panas gerakan ulir
pada barrel
Kapasitas (Throughput Tergantung pada kandungan
Tidak tergantung apapun
kg/hour) air, lemak dan tekanan
Perkiraan energi yang
900 1500 kJ kg-1 400 600 kJ kg-1
digunakan/kg produk
Distribusi panas Perbedaan temperaturnya besar Perbedaan temperatur kecil
Biaya keseluruhan Rendah Tinggi
Kandungan air min 10% 8%
Kandungan air maks 30% 95%
Sumber : van Zuilichem, et. al. dalam Jowitt 1982
Ekstruder ulir ganda dikembangkan untuk mengatasi beberapa
keterbatasan dari SSE. TSE memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan SSE. Sebagian besar produk olahan yang dapat
dihasilkan oleh SSE dapat pula dihasilkan oleh TSE, tetapi tidak
sebaliknya. TSE dapat mengolah produk pada kelembaban yang lebih
tinggi dan mengolah bahan kering pada berbagai macam ukuran partikel.
TSE juga dapat mengolah bahan-bahan dengan kandungan lemak dan
gula yang lebih tinggi.
Proses pengolahan ekstrusi dibagi menjadi tiga tahap yaitu pra ekstrusi, ekstrusi dan
tahap setelah ekstrusi (post-extrusion). Tahap pra ekstrusi biasanya melibatkan dua langkah
utama yaitu:
1. Pencampuran (Blending) dari berbagai komponen bahan yang akan diekstrusi sesuai
dengan formulasi. Ukuran bahan yang akan dicampur harus diperhatikan.
2. Penambahan air (Moisturizing) yang berkisar antara 4-8%. Hal ini bergantung pada faktor
seperti tingkat kelembaban bahan dan tekstur produk akhir yang diinginkan. Penyebaran
kelembaban harus merata pada campuran adonan. Jika tidak, kondisi ekstrusi sukar
diprediksi sehingga produk yang dihasilkan tidak konsisten. Mesin yang umum
digunakan pada tahap pra ekstrusi adalah mixer dan moisturiser.
Tahap kedua yaitu proses ekstrusi. Mesin yang digunakan ialah berbagai jenis ekstruder
dan aksesoris sesuai kebutuhan. Produknya disebut ekstrudat dan dapat berupa produk akhir
ekstrusi ataupun juga produk yang harus diolah lagi lebih lanjut.
Tahap terakhir adalah proses setelah sektrusi (post extrusion). Mesin yang tersedia ialah
mesin pengering, flavouring, pemanggang, pelapis, dan pendingin yang semuanya
disesuaikan dengan kebutuhan pengolah. Mesin-mesin tersebut dapat berfungsi sendiri
terpisah dari ekstruder, ataupun dipasangkan pada ekstruder. Bila dibutuhkan, produk
ekstrusi dapat dikeringkan lebih lanjut untuk mendapatkan kadar air yang
dikehendaki.
Ekstrusi umumnya dilakukan pada tingkat kelembaban yang rendah
hingga sedang. Tapi terdapat pula pengolahan ekstrusi yang dilakukan
pada kelembaban tinggi yang dikenal dengan wet extrusion. Ekstrusi
basah sebaiknya menggunakan ekstruder ulir ganda karena
kemampuannya untuk menggerakkan bahan cukup efisien. Ekstruder
dapat digunakan sebagai bioreaktor untuk hidrolisis pati, dan panas yang
dihasilkan oleh pengolahan dapat menstabilkan enzim-enzim yang
merugikan proses pengolahan. Ekstrusi dengan kadar air tinggi
membutuhkan torsi mesin dan energi yang berbeda dengan ekstrusi biasa
dan menghasilkan sifat-sifat reologis produk akhir yang berbeda pula.
Ekstrusi basah ini digunakan pada pengolahan protein nabati dan hewani
berbiaya rendah dengan tujuan untuk menghasilkan produk makanan
bergizi dengan rasa, flavor dan tekstur yang menyerupai daging (Hulya,
1999). Proses pengolahan dengan ekstrusi basah telah menghasilkan dua
produk pangan yaitu Texturized Vegetable Protein (TVP) dan Texturized
Whey Protein (TWP).
TVP merupakan ekstrusi pada kelembaban tinggi yang dapat
mengubah protein nabati dan hewani menjadi makanan dengan serat
yang mirip daging dengan kandungan lemak yang lebih rendah dan
kandungan protein yang lebih tinggi dari daging biasa (Hudaya, 1999).
Sedangkan TWP dapat mengubah daging yang kandungan lemaknya
tinggi menjadi daging yang rendah lemak dan kaya akan protein. Ekstrusi
ini merupakan campuran yang terdiri 80% konsentrat protein whey dan
20% pati jagung yang dilanjutkan dengan proses pengeringan yang
mengubah protein whey menjadi partikel-partikel yang menyerupai
sebongkah kecil daging (Berry, 2000).
Untuk menghasilkan produk akhir yang berbeda jenisnya diperlukan
tipe ekstruder yang berbeda pula. Prinsip ekstrusi untuk hasil perikanan
menggunakan ekstruder dengan proses HTST. Air ditambahkan seminimal
mungkin, lalu dicetak melalui die kemudian dipotong. Bahan mentah yang
digunakan dapat berupa tepung halus maupun bubuk yang ukurannya
lebih besar. Untuk memperkuat rasa dan memperpanjang umur simpan,
produk yang telah mengembang dikeringkan lalu bila diperlukan dapat
diberi perasa tambahan, difortifikasi dengan vitamin, diberi bubuk-bubuk
bumbu atau dilapisi dengan minyak, coklat dan gula (Coperion, 2007).
Umumnya formulasi bahan untuk makanan ringan yang mengembang
mengandung pati tinggi agar tahap pengembangan berlangsung
maksimal. Formulasi dengan kandungan pati di bawah 60% akan
mengurangi kemampuan pengembangan produk akhir dan menghasilkan
makanan ringan dengan tekstur yang lebih padat dan kaku. Jika
kandungan pati dalam formulasi di atas 60%, produk akhir akan
mengembang lebih baik dan menghasilkan produk yang ringan dan
tekstur yang lebih lembut (Berry, 2000).
Prosedur ekstrusi hasil perikanan juga memanfaatkan prinsip-prinsip
dasar ekstrusi. Ikan yang telah berbentuk adonan bersama dengan
campuran lain dimasukkan ke dalam ekstruder yang sekurang-kurangnya
harus memiliki dua bagian. Bagian yang pertama suhunya dijaga agar
tetap di bawah suhu aktifasi enzim lalu bagian berikutnya suhu dijaga
agar cukup untuk menginaktifkan enzim dalam campuran adonan
tersebut. Inaktifasi enzim diperlukan karena berpengaruh dalam
memperpanjang umur simpan bahan dan menghambat terjadinya flavor
yang menyimpang (Linko et. al., 1982). Ekstruder yang digunakan
sebaiknya tipe twin screw dan suhu yang digunakan untuk inaktifasi
enzim antara 100o -110o C tergantung jenis ikan dan jenis produk akhir
yang dihasilkan. Secara singkat prosedurnya ialah sebagai berikut:
1. Ikan disiangi, dipisahkan kepala, jeroan dan tulangnya, dipotong,
dicincang atau digiling tergantung kebutuhan. Ikan dicampur dengan
bahan yang mengandung pati atau protein pada suhu dingin 4 o-10oC
sehingga dapat menyerap kelembaban daging ikan, mengikat adonan,
dan meningkatkan viskositas membentuk adonan pasta kental.
Pengurangan kandungan air adonan dapat dilakukan sebelum, selama,
dan setelah ekstrusi dengan.
2. Adonan dimasukkan ke dalam barrel memanjang yang didalamnya
bahan dialirkan oleh ulir untuk dicampur, dipanaskan dan dipotong.
Komposisi bahan, jumlah bahan yang dimasukkan, kecepatan ulir,
penggilingan dan kebutuhan energi panas dan kinetik bahan diatur
untuk menghasilkan produk dengan tekstur dan kandungan gizi yang
dikehendaki. Ulir-ulir pada ekstruder menyebabkan proses pengolahan
HTST pada campuran bahan sehingga menginaktifkan protease dengan
denaturasi.
Aktivitas air yang meningkat akan meningkatkan denaturasi enzim.
Dengan adanya kelebihan kandungan air, enzim lebih sensitif pada
perubahan suhu dibandingkan dengan mikroorganisme dan mudah
diinaktivasikan. Kandungan air daging ikan yang tinggi (66-81%)
memudahkan proses inaktivasi protease oleh proses HTST dengan Twin
Screw Ekstruder.
3. Adonan yang terdiri dari ikan dan bahan yang mengandung pati atau
protein dipanaskan dalam ekstruder hingga mencapai suhu barrel yang
sangat tinggi (200o-300oC) pada waktu yang sangat singkat (1 hingga
sekitar 2 menit). Bagian ekstruder yang digunakan harus merupakan
zona reaksi utama dimana proses HTST berlangsung.
Suhu adonan daging ikan pada bagian sebelum zona reaksi utama
diatur agar terjadi kenaikan secara bertahap sehingga tidak mencapai
suhu optimum aktivasi enzim protease. Jika tidak, hal ini
mengakibatkan rusaknya struktur otot ikan pada bagian yang terkecil
sekalipun. Pada bagian ini suhu diatur agar lebih rendah dari suhu
aktivasi enzim protease pada daging ikan dan bertahap lebih tinggi
hingga mendekati suhu aktivasi enzim. Dengan pengaturan seperti ini
proses HTST pada zona reaksi utama akan berlangsung lebih efektif
karena semakin berkurangnya waktu untuk mencapai dan melebihi
suhu aktivasi enzim (5-20 detik).
Setelah zona reaksi utama, terdapat zona pembentukan tekstur
(texturization). Adonan yang telah diinaktifasi dipanaskan hingga
mencapai 200o-300o C sehingga teksturnya menjadi berserat, kenyal,
dan mudah untuk dicetak. Adonan lalu keluar melalui die.
4. Produk dengan beragam tekstur dapat diperoleh dengan memasang
die ko-ekstrusi pada ekstruder sehingga memungkinkan produk yang
berasal dari ikan dilapisi oleh berbagai bahan seperti kentang, tepung,
dsb. Jika tidak, bagian barrel setelah zona reaksi utama dapat diganti
dengan bagian untuk mendinginkan adonan.
5. Setelah itu, adonan dipotong sesuai panjang yang diinginkan dengan
pemotong konvensional. Bahan-bahan tambahan seperti bumbu,
pewarna, nutrisi dan anti oksidan untuk memperbaiki flavor, warna, gizi
dan umur simpan dapat ditambahkan selama proses baik sebelum
memasuki ekstruder, di dalam atau setelah keluar dari ekstruder.
Peningkatan padatan ikan dalam bahan akan menurunkan tingkat
pengembangan, daya larut dalam air tetapi meningkatkan kepadatan
bahan.

KESIMPULAN
Komoditi hasil perikanan masi minim sekali pemanfaatannya dalam industri. Padahal
komoditi ini sebenarnya memiliki kesempatan untuk dimanfaatkan lebih jauh lagi dalam
industri pengolahan makanan. Salah satunya adalah diversifikasi menjadi
berbagai produk olahan makanan ekstrusi.
Prinsip ekstrusi dapat digunakan untuk menghasilkan produk pangan yang bernilai
gizi tinggi, terutama untuk menghasilkan makanan ringan dari hasil perikanan yang dapat
memenuhi kebutuhan protein konsumen, khususnya anak-anak yang sedang dalam masa
pertumbuhan karena kadar proteinnya yang tinggi.
Proses ekstrusi dapat dilakukan dengan menggunakan ekstruder yang sangat
bervariasi jenisnya. Tapi saat ini yang banyak digunakan adalah ekstruder tipe ulir
ganda (twin screw) untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang dimiliki
oleh pendahulunya yaitu ekstruder ulir tunggal.

DAFTAR PUSTAKA

Ang, H.G., W. L. Kwik, C.Y. Theng, K.K. Lim. 1984. High Protein Extruded
Snackfood. Asean Protein Project Occasional Paper No. 1. Singapore.
Baianu, I.C. 1992. Chapter 9: Basic Aspect of Food Extrusion dalam I.C.
Baianu. Physical Chemistry of Food Process: Principle, Techniques and
Application. Textbook, VNR Vol. 1. New York diambil dari
http://fs512.fshn.uiuc.edu/ch9-50k-vol1.htm, diakses pada hari Rabu 03
Maret 2010 pukul 13.27
Berry, Donna. 2000. New Food Solutions from Extrusion. Prepared Foods
Magazine, July 2000 Edition diambil dari
http://findarticles.com/p/articles/mi_m3289/is_7_169/ai_64781418, diakses
pada hari Rabu 03 Maret 2010 pukul 13.25
Coperion. 2004. Pre-gelatinized Flours and Starches, Breakfast Cereals
and Snacks, Greater free volume. Improved feed. Gentle handling of the
raw materials. Wide Range of Applications diambil dari
http://www.coperion.com/(432qlb45i2ksnl55wgokk155)/Default-L1-3-506-
913-915.aspx, diakses pada hari Rabu 03 Maret 2010 pukul 13.13
Fennema, O.R. 1985. Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc. New York
Frame, N.D. 1994. The Technology of Extrusion Cooking. Springer
Publisher,diambil dari http://books.google.com/books?
hl=en&lr=&id=w6SrO7EI0gMC&oi=fnd&pg=PA1&dq=Frame+N.D,
+extrusion&ots=FtvBJ2bZ6g&sig=mtLojB_XzwYgO1gzyDJpGxr_P3w,
diakses pada hari Kamis 04 Maret 2010 pukul 15.28
Hariyadi. 2000. Produk Ekstrudat, Flakes dan Tepung Kedelai. Fakultas Teknologi
Pertanian. IPB. Bogor
Harper, J.M. 1981. Extrusion of Foods. Vol I and II. CRC Press, Inc. Florida
Hermiananto, J., Syarief, R. Dan Wulandari, Z. 2000. Analisis Sifat Fisikokimia Produk
Ekstrusi Hasil Samping Pengilingan Padi (Menir dan Bekatul). Buletin Teknologi dan
Industri Pangan. XI (1):5-10
Hudaya, Saripah. 1999. Modul Perkuliahan Teknologi Pengolahan Pangan.
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas
Padjadjaran. Jatinangor.
Hulya, Akdogan. 1999. High Moisture Food Extrusion. International Journal
of Food Science & Technology, Volume 34, June 1999, Blackwell Publishing
diambil dari
http://www.ingentaconnect.com/content/bsc/ijfst/1999/00000034/0000000
3/art00001, diakses pada hari Kamis 04 Maret 2010 pukul 16.03
Janssen, L.P.B.M. 1993. Influence of Process on Raw Material Properties. In Extrusion
Cooking. Encyclopaedia of Food Science, Food Technology and Nutrition. Edited by
Macrae, R., Robinson, R.K. and Sadler, M.J. Academic Press Ltd. London.
Johnson, I. 1993. Chemical and Nutritional Changes. In Extrusion Cooking.
Encyclopaedia of Food Science, Food Technology and Nutrition. Edited by Macrae, R.,
Robinson, R.K. and Sadler, M.J. Academic Press Ltd. London.
Linko, P., Y.Y.Linko, J. Olkku. 1982. Extrusion Cooking and Bioconversions dalam
Ronald Jowitt (edt.). Extrusion Cooking Technology. Elsevier Applied Science Publishers.
London.
Nowjee, C. Nitin. 2004. Extrusion of Starch. Article on Personal Website, Department of
Chemical Engineering, University of Cambridge. U.K. diambil dari
www.cheng.cam.ac.uk/research/groups/polymer/RMP/nitin/Extrusion.html, diakses pada
hari Kamis 04 Maret 2010 pukul 15.26
Polina. 1995. Studi Pembuatan Produk Ekstrusi dari Campuran Jagung, Sorghum, dan
Kacang Hijau. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Smith, O.B. 1981. Extrusion Cooking of Cereal and Fortified Foods. Makalah pada
Proceeding Extruder Technology. Eight ASEAN Workshop, 14-25 Januari 1980. Bangkok
van Zuilichem, D.J., W. Stolp, L.P.B.M Janssen. 1982. Engineering
Aspects of Single- and Twin-screw Extrusion-cooking of Biopolymers
dalam Ronald Jowitt (edt.). Extrusion Cooking Technology. Elsevier
Applied Science Publishers. London.
Wang, W.M., Klopfenstein, C.F. and Ponte, J.G.Jr. 1993. Effects on Twin Screw
Extrusion on the Physical Properties of Dietary Fiber and Other Components of Whole
Wheat and Wheat Bran on the Baking Quality of the Wheat Bran. Cereal Chemistry.
70(6):707-711
http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/padresources/KAJIAN
%20MENGENAI%20PRINSIP-PRINSIP%20DASAR%20TEKNOLOGI
%20EKSTRUSI.PDF
http://www.bsn.or.id/files/Publications/Jurnal/isi.pdf

Anda mungkin juga menyukai