Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manajemen keperawaan adalah proses mengelola sumber daya


manusia keperawatan dari top manager, middle manager, sampai lower
manajer untuk melakanakan pelayanan keperawatan melalui pelaksanaan
asuhan keperawtan kepada pasen, keluarga, serta kelompok masyarakat oleh
staff perawat.

Menurut James, A. V Stoner, dan Charles Wanker, konflik merupakan


ketidaksesuaian konflik antara dua anggota atau lebih yang timbul kareana
fakta bahwa mereka harus membagi dalam mendapatkan sumber daya yang
langka atau aktifitas pekerjaan atau karena fakta bahwa mereka memiliki
status- status, tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau persepsi ang berbeda.

Managemen konflik dipandang perlu dilakukan untuk membantu


suatu oraganisasi ataupun perseorangan dalam hal ini mahasiswa keperawatan
untuk menyelesaikan konflik-konflik yang dapat terjadi dalam keperawatan
profesional.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendapat


gambaran dan pengetahuan tentang :

1. Pengertian konflik
2. Penjelaskan proses konflik
3. Penjelasan strategi penyelesaian konflik

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konflik

Menurut James, A. V Stoner, dan Charles Wanker, konflik merupakan


ketidaksesuaian konflik antara dua anggota atau lebih yang timbul karena
fakta bahwa mereka harus membagi dalam mendapatkan sumber daya yang
langka atau aktifitas pekerjaan atau karena fakta bahwa mereka memiliki
status- status, tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau persepsi ang berbeda. (1)

Konflik dapat terjadi karena manusia memiliki sifat dominasi,


kepengaruhan, keteguhan hati dan kepatuhan (Bachtiar, 2004). Menurut
Marquis & Huston (2010) ada 3 kategori konflik yang utama yaitu
intrapersonal, interpersonal dan interkelompok. Gregorc (2009)
mengatakan konflik yang sering terjadi di rumah sakit yaitu konflik
interpersonal antara perawat dan dokter, hal ini disebabkan karena beban
kerja mereka dan kepala ruangan memiliki pengetahuan kurang tentang
manajemen konflik dan kurang memahami peran dalam memecahkan
masalah interpersonal. Penanganan konflik yang tidak baik akan
mempengaruhi asuhan keperawatan pada pasien karena semangat kerja dari
perawat akan menurun (Al-Hamdan et al., 2011). (2)

B. Proses konflik
1. konflik laten

Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal


yang biasa dan tidak dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.
(3)

Tahapan konflik yang terjadi terus-menerus (laten) dalam suatu


organisasi. Misalnya, kondisi tentang keterbatasan staf dan perubahan
yang cepat. Kondisi tersebut memicu pada ketikstabilan organisasi dan

2
kualitas produksi, meskipun konflik yang ada kadang tidak Nampak
secara nyata atau tidak pernah terjadi.(4)

2. Felt konflik

Konflik yang terjadi karena adanya sesuatu yang dirasakan


sebagai anacaman, ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini
disebut juga sebagai konflik affectiveness. Hal ini penting bagi
seseorang untuk menerima konflik dan tidak merasakan konflik tersebut
sebagai suatu masalah/ancaman terhadap keberadaannya. (4)

3. Konflik yang nampak/ sengaja dimunculkan

Konflik yang sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya.


Tindakan yang dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat, atau
mencari penyelesaian konflik. Setiap orang secara tidak sadar belajar
menggunakan kompetisi, kekuatan, dan agresivitas dalam menyelesaikan
konflik. Sementara itu, penyelesaian konflik dalam suatu organisasi
memerlukan upaya dan strategi sehingga dapat mencapai tujuan
organisasi.(4)

4. Resolusi konflik

Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara


memuaskan semua orang yang terlibat di dalamnya denganprinsip win-
win solution. (4)

5. Konflik aftermath

Konflik aftermath merupakan konflik yang terjadi akibat dari


tidak terselesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi
masalah besar jika tidak segera diatasi atau dikurangi bisa menjadi
penyebab dari konflik yang utama. (4)

6. Konflik yang mendahului (antecedent condition)

3
Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang
belum mengganggu dirinya, kelompok atau organisasi secara
keseluruhan, seperti timbulnhya tujuan dan nilai yang berbeda, perbedaan
peran dan sebagainya. (3)
7. Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior)

Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta


akibat yang ditimbulkannya; individu, kelompok atau organisasi
cenderung melakukan berbagai mekanisme pertahanan dari melalui
perilaku. (3)

8. Penyelesaian atau tekanan konflik

Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap
suatu konflik, yaitu penyelesaian konflik dengan berbagai strategi atau
sebaliknya malah ditekan. (3)

9. Akibat penyelesaian konflik

Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang


tepat maka dapat memberikan kepuasan dan dampak positif bagi semua
pihak. Sebaliknya bila tidak, maka bisa berdampak negative terhadap
kedua belah pihak sehingga mempengaruhi produktivitas kerja. (3)

C. Strategi Penyelesaian Konflik

Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi 6, yakni (1)


kompromi atau negosiasi; (2) kompetisi; (3) akomodasi; (4) smoothing; (5)
menghindar; dan (6) kolaborasi.

1. Kompromi atau Negosiasi


Suatu strategi penyelesaian konflik di mana yang terlibat saling
menyadari dan sepakat pada keinginan bersama. Penyelesaian strategi ini
sering diartikan sebagai lose-lose situation. Kedua unsur yang terlibat
menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat. Di dalam manajemen

4
keperawatan, strategi ini sering digunakan oleh middle dan top manajer
keperawatan.
2. Kompetisi
Strategi ini dapat diartikan sebagai win-lose penyelesaian
konflik. Penyelesaian ini menekankan bahwa hanya ada satu orang atau
kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat
negatif dari strategi ini adalah kemarahan, putus asa dan keinginan untuk
perbaikan di masa yang mendatang.
3. Akomodasi
Istilah lain yang sering digunakan adalah cooperative. Konflik
ini berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini, seseorang berusaha
mengakomodasi permasalahan, dan memberi kesempatan pada orang lain
untuk menang. Masalah utama pada strategi ini sebenarnya tidak
terselesaikan. Strategi ini biasanya digunakan dalam politik untuk
merebut kekuasaan dengan berbagai konsekuensinya.
4. Smoothing
Tehnik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara
mengurangi komponen emosional dalam konflik. Pada strategi ini,
individu yang teribat dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan
daripada perbedaan dengan penuh kesadaran dan introspeksi diri. Strategi
ini bisa diterapkan pada konflik yang ringan, tetapi untuk konflik yang
besar misalnya persaingan pelayanan/ hasil produksi, tidak dapat
dipergunakan.
5. Menghidar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari
tentang masalah yang dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau
tidak menyelesaikan masalah. Strategi ini biasanya dipilih bila
ketidaksepakatan membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih
besar dari pada menghindar, atau perlu orang ketiga dalam
menyelesaikannya, atau jika masalah dapat terselesaikan dengan
sendirinya.
6. Kolaborasi
Strategi ini merupakan straegi win-win solution. Dalam
kolaborasi, kedua unsur yang terlibat menentukan tujuan bersama yang

5
bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena keduanya menyakini
akan tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan, masing-masing
menyakininya. Strategi kolaborasi tidak akan bisa berjalan bila kompetisi
insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak
mempunyai kemampuan dala menyelesaikan masalah, dan tidak adanya
kepercayaan dari kedua kelompok/seseorang (Bowditch and Buono,
1994). (4)

Adapun metode pemecahan konflik menurut M Faiz Satrianegara

1. Accomodation ( akomodasi)
Sikap mengikuti pihak lain dan meratakan perbedaan-perbedaan agar
konflik lebih cepat selesai demi memperhatikan kerjasama.
2. Pressing ( menekan)
Sikap tidak memiliki kecenderungan pada salah satu pihak. Dengan
strategi ini seseorang dapat mempengaruhi pendapat atau sikap orang lain
3. Avoidance (menghindar)
Sikap menghindar terlebih dahulu dan kemudian masalah yang timbul
diselesaikan dengan efektif pada saat setelah pihak yang terlibat menjadi
tenang. Konflik yang terjadi tidak memiliki kekuatan secara sosial,
ekonomi, dan emosional.
4. Konfrontasi
Pihak yang berkonflik menyatatukan pandangan mereka masing-masing
secara langsung kepada pihak lain
5. Konsensus
Pihak yang berkonflik bertemu untuk menemukan solusi
6. Penetapan tujuan-tujan super ordinat
Jika tujuan tingkat yang lebih tinggi disetujui semua pihak juga mencakup
tujuan yang lebih rendah dari pihak yang bertentangan, tidak hanya
menyelesaikan konflik, tetapi juga membantu memperkuat kerjasama
kelompok. (1)

Dalam suatu tim mutu pelayanan kesehatan yang berinteraksi satu


sama lain, kemungkinan terjadinya konflik tidak bisa dihindari. Konflik yang
terjadi jangan dibiarkan berlarut-larut, tetapi harus diselesaikan secara

6
terbuka. Beberapa langkah penyelesaian konflik menurut Richard Y. Chang
(1999) dijelaskan berikut ini

Langkah 1 : Mengakui adanya konflik

Langkah ini adalah langkah pertama dalam penyelesaian konflik yang


terjadi. Tim mutu yang dinamis akan membahas konflik secara dini sehingga
tidak merupakan penghalang bagi keberhasilan suatu tim mutu yang dinamis

Langkah 2 : Mengidentifikasi konflik yang sebpenarnya

Langkah ini sepertinya sama dengan identifikasi masalah dalam kajian


mutu pelayanan kesehatan. Kegiatan ini membutuhkan keahlian khusus,
karena terjadinya konflik dapat timbul dari berbagai akar penyebab masalah
termasuk masalah emosi.

Langkah 3 : Mendengar semua sudut pandang

Pada langkah ketiga ini diperlukan kegiatan sumbang saran. Dengan


demikian, libatkan mereka yang terlibat konflik untuk mengungkapkan
pendapatnya. Hindari pendapat benar dan salah. Bahas mengenai dampak
konflik terhadap tim serta kinerja tim. Jangan berbicara perasaan atau unsur
pribadi, tetapi fokuskan pada fakta dan perilaku. Temukan mana yang terbaik
dan hindari mencari-cari kesalahan orang lain.

Langkah 4 : Bersama-sama mengkaji cara untuk menyelesaikan konflik

Pada langkah keempat ini, sangat diharapkan adanya diskusi terbuka


dengan demikian akan bisa memperluas informasi dan alternatif pemecahan
masalah, serta bisa mengarahkan pada rasa percaya dan hubungan yang sehat
diantara yang terlibat. Dalam tim mutu yang ada, tidak semua anggota
kelompok menyukai satu sama lain, tetapi yang utama adalah mampu bekerja
sama secara efektif.

Langkah 5 : Mendapatkan kesepakatan dan tanggung jawab untuk


menemukan solusi

7
Pada langkah ini, upaya yang dilakukan adalah mendorong mereka
yang sedang mengalami konflik untuk bekerja sama memecahkan masalah
secara baik. Buatlah seluruh anggota tim mutu yang adasenang terhadap
solusi yang diupayakan. Oleh karena itu, solusi harus diusahakan secara
bersama-sama. Salah satu cara yang disarankan agar orang lain mau
menerima saran yang diajukan adalah memposisikan diri pada peran orang
lain. Upayakan masing-masing anggota tim mempresentasikan pandangan
orang lain.

Langkah 6 : Menjadwalkan sesi tindak lanjut untuk mengkaji solusi (re-


solusi)

Langkah terakhir ini adalah mengkaji kembali solusi yang sudah


dilaksanakan (re-solusi) yang sangat diperlukan untuk mengetahui tingkat
kefektifan solusi yang sudah diberikan. Dengan demikian, pemberian
tanggung jawab untuk melaksanakan komitmen sangat dihargai oleh anggota
tim.

Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa konflik adalah hal yang
tidak bisa diletakkan dan mungkin saja terjadi dalam suatu tim kerja. Akan
tetapi, konflik yang terjadi harus diarahkan ke hal-hal yang sifatnya
konstruktif bukan destruktif. Konflik yang dikelola secara konstruktif akan
merangsang anggota tim lebih kreatif, sehingga akan menghasilkan kinerja
tim yang lebih baik. (5)

Nurhidayah dalam bukunya manajemen keperawatan menyebutkan beberapa


strategi mengatasi konflik, yaitu:
1. Strategi mengatasi konflik dalam diri individu (Intraindividual Conflict)
Untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling
tidak tujuh strategi yaitu:
a. Menciptakan kontak dan membina hubungan
b. Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
c. Menumbuhkan kemampuan/kekuatan diri sendiri
d. Menentukan tujuan
e. Mencari beberapa alternative
f. Memilih alternative

8
g. Merencanakan pelaksanaan jalan keluar
2. Strategi mengatasi konflik antar pribadi (Interpersonal Conflict)
Untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling
tidak tiga strategi:
a. Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama
kalah. Biasanya individu atau kelompok yang bertikai mengambil
jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang
terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok
ketiga sebagai penengah. Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa
diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan
mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk campur
tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas
kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam campur tangan pihak
ketiga yaitu:
1) Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur dimana pihak ketiga
mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga
bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan
penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.
2) Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh mediator untuk menyelesaikan
konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena
seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung
terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang
diberikan tidak mengikat.
b. Strategi Menegah-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy),
menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami
kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik
dengan win-lose strategi dapat melalui:
1) Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau
lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan
tugas (task independent).

9
2) Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan
tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari
terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam
batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
3) Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah
posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi factual
yang relevan dengan konflik, Karen adanya rintangan komunikasi
(communication barriers).
4) Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan
formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap
otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual
traits)
5) Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan
pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang
dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik
yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber
(competition for resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang
berkepentingan.
c. Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan
segala pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi
komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang
terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai,
menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk
mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian
konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak
yang terlibat dalam konflik, bukan hanaya sekedar memojokkan
orang.
Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi
dan industry, tetapi ada 2 cara didalam strategi ini dapat dipergunakan
sebagai alternative pemecahan konflik interpersonal yaitu:

10
1) Pemecahan masalah terpadu (integrative problema solving) usaha
untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-
kebutuhan kedua belah pihak.
2) Konsultasi proses antar pihak (inter-party process consultation)
dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani
oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai
kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau
menghakimi salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat
konflik.
3. Strategi mengatasi konflik organisasi (organizational conflict)
Ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk mengantisipasi terjadinya
konflik organisasi diantaranya adalah:
a. Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)
Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi
secara vertical dan utnuk mengahadapi konflik vertical model ini,
manajer cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical
structure) dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena
pimpinan berupaya mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang
dilakukan oleh bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah
konflik seperti ini biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari
peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi bawahannya.
Pendekatan birokratis (bureaucratic approach) dalam organisasi
bertujuan mengantisipasi konflik vertical (hirarkie) didekati dengan
cara menggunakan hirarki structural (structural hierarchical).
b. Pendekatan intervensi otoriter dalam konflik lateral (authoritative
intervention in lateral conflict)
Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri
oleh pihak-pihak yang terlibat konflik. Kemudian jika konflik tersebut
ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstrktif, biasanya manajer
langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.
c. Pendekatan system (system approach)
Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-
masalah kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada
kesulitan-kesulitan dalam control, maka pendekatan system (system

11
approach) adalah menkoordinasikan masalah-masalah konflik yang
muncul. Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan
horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam
suatu organisasi.
d. Reorganisasi structural (structural reorganization)
Cara pendekatan dapat melalui mengubah system untuk melihat
kemungkinan terjadinya reorganisasi structural guna meluruskan
perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah
pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal
untuk mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya
saling ketergantungan tugas (task interdependence) dalam mencapai
kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi
menjadi kabur. (3)

Beberapa ahli seperti Megginson, Mosley dan Pietri (1986) maupun


Owens (1991) menawarkan dua strategi manajemen konflik yang akhir-akhir
ini berkembang cukup prospektif dan dapat diterima, mereka sepakat bahwa
manajemen konflik dapat ditinjau dari dua dimensi, yaitu: (1)
Kebekerjasamaan atau cooperativeness, dan (2) kegigihan atau assertiveness.
Cooperativeness adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan minat pihak
lain, sedangkan assertiveness adalah keinginan untuk memenuhi keinginan
dan niat diri sendiri.

Berdasarkan dua dimensi itu ditawarkan beberapa strategi untuk


mengelola konflik yang efektif, yaitu; (1) kompetisi; (2) kolaborasi; (3)
kompromi; (4) penghindaran; dan (5) penyesuaian. Secara tradisional Winardi
(1994) menyatakan konflik dapat dihadapi dengan cara bersikap acuh,
menekan atau menyelesaikannya. Sikap acuh berarti tidak ada upaya
langsung untuk menghadapi konflik yang telah termanifestasi, dalam keadaan
demikian konflik dibiarkan berkembang menjadi sebuah kekuatan konstruktif
atau sebuah kekuatan destruktif. Menekan sebuah konflik yang terjadi
menyebabkan menurunnya dampak konflik yang negatif, tetapi tidak
berusaha mengatasi, maupun meniadakan pokok-pokok penyebab timbulnya

12
konflik tersebut. Sedangkan penyelesaian konflik terjadi apabila latar
belakang terjadinya konflik diabaikan dan tidak diantisipasinya kondisi-
kondisi yang antagonis sebagai penyebab kembali munculnya konflik di masa
yang akan datang.

Hendricks (1992) menawarkan lima gaya dalam menyelesaikan


konflik, yaitu; (1) mempersatukan (integrating) dengan gaya ini mendorong
tumbuhnya berfikir kreatif, karena masing-masing individu dapat
mensintesakan informasi dan perspektif yang berbeda; (2) kerelaan untuk
membantu (obliging), maksudnya dengan menaikkan status pihak lain
sehingga pihak lain merasa rela mengalah dan gaya ini bila digunakan dengan
efektif akan melanggengkan hubungan antar individu, (3) mendominasi
(dominating) gaya ini tekanannya pada diri sendiri, dimana kewajiban bisa
diabaikan oleh keinginan pribadi, gaya ini sering diasosiasikan dengan istilah
gertakan; (4) menghindari (avoiding) adalah gaya menghindari dari persoalan,
dan (5) kompromis (compromising).

Sedangkan Dunnete (1976) memberikan lima strategi untuk mengatasi


konflik dalam lima kemungkinan yaitu ; (1) jika kerja sama rendah dan
kepuasan diri sendiri tinggi, maka gunakan pemaksaan (forcing) atau
competing, (2) jika kerja sama rendah dan kepuasan diri sendiri rendah, maka
gunakan penghindaran (avoiding), (3) jika kersama dan kepuasan diri sendiri
cukup (seimbang), maka gunakan kompromi (compromising), (4) jika kerja
sama tinggi dan kepuasan diri sendiri tinggi, maka gunakanlah kolaboratif
(collaborating), dan (5) jika kerjasama tinggi dan kepuasan diri sendiri
rendah, maka gunakan penghalusan (smoothing).

13
Forcing (pemaksaan) menyangkut penggunaan kekerasan ancaman,
dan taktik-taktik penekanan yang membuat lawan melakukan seperti yang
dikehendaki. Pemaksaan hanya cocok dalam situasi-situasi tertentu untuk
melaksanakan perubahan-perubahan penting dan mendesak. Pemaksaan dapat
mengakibatkan bentuk-bentuk perlawanan terbuka dan tersembunyi
(sabotase).

Avoiding (penghindaran) berarti menjauh dari lawan konflik.


Penghindaran hanya cocok bagi individu atau kelompok yang tidak
tergantung pada lawan individu atau kelompok konflik yang tidak
mempunyai kebutuhan lanjut untuk berhubungan dengan lawan konflik.
Compromising (pengkompromian) berarti tawar menawar untuk melakukan
kompromi untuk mendapatkan kesepakatan. Tujuan masing-masing pihak
adalah untuk mendapatkan kesepakatan terbaik yang saling menguntungkan.
Pengkompromian akan berhasil bila kedua belah pihak saling menghargai dan
saling percaya.

Collaborating berarti kedua pihak yang berkonflik masih saling


mempertahankan keuntungan terbesar bagi dirinya atau kelompoknya saja.
Smoothing (penghalusan) atau conciliation berarti tindakan mendamaikan
yang berusaha untuk memperbaiki hubungan dan menghindarkan rasa
permusuhan terbuka tanpa memecahkan dasar ketidaksepakatan itu.
Conciliation berbentuk mengambil muka (menjilat) dan pengakuan.

14
Conciliation cocok bila kesepakatan itu sudah tidak relevan lagi dalam
hubungan kerja sama. (6)

Negosiasi

Strategi penyelesaian konflik yang lain selain ke enam strategi


penyelesaian konflik adalah negosiasi. Negosiasi pada umumnya sama
dengan kolaborasi. Pada organisasi, negosiasi juga diartikan sebagai suatu
pendekatan yang kompetitif (Marquis dan Huston, 1998). Negosiasi sering
dirancang sebagai suatu pendekatan kompromi jika digunakan sebagai
strategi menyelesaikan konflik. Selama negosiasi berlangsung, berbagai
pihak yang terlibat menyerah dan lebih menekankan waktu
mengakomodasi perbedaan-perbedaan antara keduannya.

Smeltzer (1991) mengidentifikasi dua tipe dasar negosiasi yakni :


1) Kooperatif (setiap orang menang); dan 2) Kompetitif (hanya satu orang
yang menang). Satu hal yang penting dalam negosiasi adalah bahwa ada
salah satu pihak menghendaki adanya perubahan hubungan yang
berlangsung dengan meningkatkan hubungan yang lebih baik. Jika kedua
pihak menghendaki adanya suatu perubahan, maka hal ini merupakan cara
kooperatif yang baik. Jika hanya salah satu pihak yang menghendaki,
namun akan muncul adanya suatu persaingan.

Meskipun dalam negosiasi ada unsur yang menang dan kalah


antara kedua belah pihak, namun sebagai negotiator, penting untuk :

1. Memaksimalkan kemenangan kedua pihak untuk mencapai tujuan


bersama.
2. Meminimalkan kekalahan, dan bagi yang kalah tetap dapat mengikuti
tujuan bersama.
3. Membuat kedua belah pihak merasa puas terhadap hasil negosiasi.

1. Sebelum Negosiasi

15
Tiga kriteria yang harus dipenuhi sebelum manajer setuju untuk
memulai proses negosiasi : 1) Masalah harus dapat dinegosiasikan; 2)
Negotiator harus tertarik terhadap take and give selama proses
negosiasi; dan 3) Mereka harus saling percaya (Smeltzer, 1991). Langkah-
langkah yang harus dilakukan sebelum melaksanakan negosiasi adalah :

a. Mengumpulkan informasi tentang masalah sebanyak mungkin. Karena


pengetahuan adalah kekuatan, semakin banyak informasi yang didapat
maka semakin kemungkinan untuk menawarkan negosiasi.
b. Dimana manajer harus memulai. Karena tuhas manajer adalah
melakukan kompromi, maka mereka harus memiliki tujuan yang
utama. Tujuan tersebut sebagai masukan dari tingkat bawah.
c. Memilih alternatif yang terbaik terhadap sarana dan prasarana.
Efesiensi dan efektifitas penggunaan waktu, anggaran, dan pegawai
yang terlibat perlu juga diperhatikan oleh manajer
d. Mempunyai agenda yang disembunyikan. Suatu agenda negosiasi
yang akan ditawarkan jika alternatif negosiasi tidak dapat disepakati.
2. Selama Negosiasi

Ada beberapa strategi dan cara yang perlu dilaksanakan dalam


menciptakan kondisi yang persuasif, asertif, dan komunikasi terbuka :

a. Pilih fakta-fakta yang rasional dan berdasarkan hasil penelitian.


b. Dengarkan dengan seksama, dan perhatiakn respon non verbal yang
nampak.
c. Berpikirlah positif dan selalu terbuka untuk menerima semua alternatif
informasi yang disampaikan.
d. Upayakan untuk memahami pandangan apa yang disampaikan lawan
bicara Anda. Konsentrasi dan perhatikan, tidak hanya memberikan
persetujuan.
e. Selalu diskusikan tentang konflik yang terjadi. Hindarkan masalah-
masalah pribadi pada saat negosiasi.
f. Hindari menyalahkan orang lain atas konflik yang terjadi.
g. Jujur
h. Usahakan bersikap bahwa Anda memerlukan penyelesaian yang
terbaik.

16
i. Jangan langsung menyetujui solusi yang ditawarkan, tetapi berpikir,
dan mintalah waktu untuk menjawabnya.
j. Jika kedua belah pihak menjadi marah atau lelah selama negosiasi
berlangsung, istirahatlah sebentar.
k. Dengarkan dan tanyakan tentang pendapat yang belum begitu Anda
pahami.
l. Bersabarlah (Smeltzer, 1991)

Kunci Sukses Dalam Melakukan Negosiasi

Lakukan

1. Jelaskan tujuan negosiasi, bukan posisinya. Pastikan bahwa Anda


mengetahui keinginan orang lain
2. Perlakukan orang lain sebagai teman dalam penyelesaian masalah bukan
sebagai musuh. Hadapi masalah yang ada, buka orang lain.
3. Ingat, bahwa setiap orang mengharapkan penyelesaian yang dapat diterima
jika Anda dapat menyajikan sesuatu dengan baik dan menarik.
4. Dengarkan baik-baik apa yang dikatakan dan apa yang tidak. Perhatikan
gerakan tubunya.
5. Lakukan sesuatu yang sederhana, tidak berbelit-belit.
6. Antisipasi penolakan.
7. Tahu apa yang dapat Anda berikan
8. Tunjukkan beberapa alternatif pilihan.
9. Tunjukkan keterbukaan dan ketaatan jika orang lain sepakat terhadap
pendapat Anda.
10.Bersikaplah asertif, bukan agresif.
11.Hati-hati, Anda mempunyai suatu kekuasaan untuk memutuskan.
12.Pergunakan gerakan tubuh jika Anda menyetujui atau tidak terhadap suatu
pendapat.
13.Konsisten terhadap apa yang Anda anggap benar.
Hindari
1. Sikap yang tidak baik : sinis, kasar, dan menyepelekan.
2. Trik yang tidak baik : manipulasi.
3. Distorsi.
4. Tergesah-gesah dalam proses negosiasi.
5. Tidak berurutan
6. Membuat hanya satu pilihan
7. Memaksakan kehendak
8. Berusaha menekankan pada satu pendapat. (4)

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konflik dapat terjadi karena manusia memiliki sifat dominasi,


kepengaruhan, keteguhan hati dan kepatuhan. Menurut Marquis &
Huston (2010) ada 3 kategori konflik yang utama yaitu intrapersonal,
interpersonal dan interkelompok. Penanganan konflik yang tidak baik
akan mempengaruhi asuhan keperawatan pada pasien karena semangat
kerja dari perawat akan menurun.

Proses-proses konflik memiliki tahapan antara lain: konflik laten,


felt konflik, konflik yang nampak/sengaja dimunculkan, resolusi konflik,
dan konflik alternatif.

Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi 6, yaitu:

1. Kompromi atau negosiasi

2. Kompetisi

3. Akomodasi

4. Smoothing

18
5. Menghindar

6. Kolaborasi.

B. Saran
Dalam makalah ini menyajikan tentang manajemen konflik dalam
manajemen keperawatan. Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca
khususnya perawat dapat lebih mengerti dan memahaminya sehingga
dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya dalam asuhan keperawatan dan
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sebagai salah satu cara efektif dalam
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
Adapun isi dari makalah ini tidak menutup kemungkinan terdapat
kesalahan, karena itu diharapkan pembaca tetap mencari referensi lain
untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai asuhan keperawatan
hipersensitifitas itu sendiri.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Satria Negara, M.Faiz. 2009. Buku Ajar Organisasi dan Manajemen


Pelayanan Kesehatan Serta Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
2. Rostandi Purba, Juli. Achmad fathi. 2012. Jurnal Gaya Kepemimpinan dan
Manajemen Koflik Kepala Ruangan di Instalasi Rindu A RSUP H.
Adam Malik Medan
3. Nurhidayah. 2012. Manajemen Keperawatan. Makassar : Alauddin
University Press
4. M. Nurs, Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam
Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta : Salemba Medika
5. MS, Bustami MQIH. 2011. Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan
dan
Akseptabilitasnya. Padang :Penerbit Erlangga
6. Artikel Pengaruh Konflik Organisasi Terhadap Motivasi Kerja Perawat

20

Anda mungkin juga menyukai