Anda di halaman 1dari 10

Agama, Pengalaman Spiritual dan Prilaku Prososial:

Tinjauan Autobiografi Muhammad Yunus


Oleh
Madha Adi Ivantri
16/407879/PMU/09070

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan keterkaitan agama, pengalaman spiritualitas dan
prilaku prososial dalam pengentasan kemiskinan dari seorang tokoh perdamaian yakni
Muhammad Yunus. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan
studi kepustakaan. Data-data utama diperoleh dari buku autobiografi Muhammad Yunus yang
berjudul Bank Kaum Miskin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agama dan pengalaman
spiritual, masing-masing berkontribusi dalam pengaruhnya pada prilaku prososial
Muhammad Yunus.

Keyword: Agama, Pengalaman Spiritual, Prilaku Prososial, Muhammad Yunus

1. Pendahuluan
Agama dengan eksistensinya membuat orang melakukan aktivitas yang harus
bersesuaian dengan apa yang diajarkannya, baik tuntunan itu berat ataupun ringan (Sonhaji,
dkk. 2014). Sehingga, menjadi keniscayaan bahwa agama berkontribusi pada prilaku
pemeluknya dari tingkat individu, kelompok, sampai masyarakat. Telah banyak bukti yang
menunjukkan bahwa keyakinan agama mempengaruhi berbagai macam bentuk perilaku
(Iannaccone, 1998). Beberapa penelitian terakhir mengungkapkan hubungan antara
keyakinan agama (religiusitas), spiritualitas, dan prilaku prososial (Einolf, 2013; Musick dan
Wilson, 2008; Saroglou 2006). Penelitian-penelitian tersebut menempatkan religiusitas,
spiritualitas, dan prilaku prososial di tingkat masyarakat sebagai objeknya, sementara objek
penelitian di tingkat individu belum banyak dilakukan.
Penelitian ini berusaha menemukan hubungan pengalaman spiritulitas dan prilaku
prososial pada tingkat individu secara khusus. Individu yang menjadi objek penelitian ini
adalah Muhammad Yunus seorang tokoh peraih Nobel Perdamaian tahun 2006. Diketahui
bahwa sosok Muhammad Yunus sangat perhatian dengan kondisi masyarakat di
lingungannya. Kemiskinan yang dialami masyarakat Bangladesh menggerakan Yunus untuk
turun langsung mengatasi masalah sosial tersebut. Melalui pendekatan kredit mikro, Yunus
1
dianggap sukses dalam pengentasan kemiskinan di negaranya. Bahkan model pendekatan
kredit mikro telah dicontoh oleh 250 lembaga di 100 negara.
Pengentasan kemiskinan yang dilakukan Yunus merupakan bagian dari prilaku
prososial atau prilaku untuk membantu sesama. Selain faktor ajaran agama, alasan seseorang
untuk membantu sesama dan dorongan rasa empati disebabkan oleh pengalaman spiritual
yang telah dilaluinya. Jika seseorang merasakan ada hubungan spiritual atau rasa kesatuan
dengan orang lain, maka orang itu cenderung terpengaruh secara emosional oleh penderitaan
orang lain dan termotivasi untuk membantunya (Einolf, 2013).
Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang diangkat penelitian ini
tertuang dalam pertanyaan berikut: Bagaimana keterkaitan agama, pengalaman spiritual dan
prilaku prososial dalam pengentasan kemiskinan yang dilakukan Muhammad Yunus?

2. Tinjauan Literatur
2.1. Perbedaan Agama dan Spiritualitas
Agama dan Spiritualitas memiliki makna yang berbeda. Zinnbauer, Pargament, & Scott
(1999) berpendapat bahwa agama sebagian besar terkait dengan organisasi formal, sementara
spiritualitas lebih sering dikaitkan dengan kedekatan dengan Tuhan dan perasaan saling
berhubungan dengan dunia dan makhluk hidup. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Enblem
(1992) bahwa agama merupakan sistem keyakinan dan pemujaan yang terorganisir dan
dipraktikan oleh manusia, sementara spiritualitas merupakan prinsip kehidupan pribadi yang
menjiwai kualitas transenden dalam hubungannya dengan Tuhan. Berdasarkan dua pendapat
tersebut agama lebih berfokus pada kelompok dan organisasi tertentu, sementara spiritualitas
lebih umum, dan bahkan mungkin lebih banyak lagi daripada satu pendekatan religius.
Sebagai catatan bagi peneliti, penggunaan pendekatan agama tertentu tidak relevan lagi jika
objek kajiannya memiliki latar belakang agama beragam.
2.2. Agama dan Prilaku Prososial
Hubungan agama dan prilaku prososial telah menarik banyak minat peneliti. Hasil dari
berbagai survey dengan waktu dan tempat yang berbeda menunjukkan bahwa orang yang
memiliki tingkat keyakinan agama (religius) lebih aktif dalam kegiatan sukarelawan dan
komunitas (lihat penelitian: Lam, 2002; Loveland, et. al, 2005; dan Park dan Smith, 2000).
Setiap agama-agama besar memiliki bentuk anjuran pada pemeluknya agar tidak
mementingkan diri sendiri dan memberikan nilai-nilai untuk membantu sesama (Ellison,
1992). Anjuran ini biasanya diutamakan untuk mendahulukan komunitas agamanya daripada
diluar komunitas keagamaannya. Berkembangnya kajian ini, mendorong para peneliti
2
menemukan ukuran lain dengan memperhatikan kehadiran seseorang dalam tempat ibadah
sebagai prediktor kunci. Hal ini dimaksudkan tempat ibadah merupakan sarana sosialisasi dan
diharapkan orang yang datang ke tempat ibadah akan mendapat pelajaran tentang
sukarelawan (Musick, Wilson, dan Bynum, 2000). Berdasarkan ulasan tersebut, terdapat dua
faktor yang menunjukkan hubungan agama dan prilaku prososial. Pertama adanya anjuran
masing-masing agama besar untuk membantu sesama dan kedua adalah kedatangan pemeluk
agama ditempat ibadah memungkinkan mereka belajar, bersosialisasi dan memiliki
kesempatan terlibat dalam kegiatan sukarelawan.
2.3. Pengalaman Spiritualitas dan Prilaku Prososial
Einolf, (2013) telah mengungkapkan bahwa pengalaman spiritual memiliki keterkaitan
dengan prilaku prososial seseorang. Dalam penelitian Einolf, (2013) pengalaman spiritual
diukur menggunakan Daily Spiritual Experiences Scale (DSES). DSES merupakan
rancangan ukuran terdiri dari 16 item yang diusulkan oleh Underwood dan Teresi (2002).
Item-item penyusun ukuran tersebut mencoba untuk mengungkap pengalaman biasa sehari-
hari dari keyakinan atau perilaku tertentu. Meskipun ukuran ini dikembangkan untuk
masyarakat Amerika Serikat yang didominasi Judeo-Christian (Yahudi-Kresten), ukuran ini
dimaksudkan dapat digunakan melampaui batas-batas agama tertentu. Menurut Underwood
dan Teresi, pengalaman batin dari perasaan dan kesadaran spiritual merupakan bagian
integral dari kehidupan religius dan spiritual sehari-hari kebanyakan individu. Jadi, dengan
mengetahui pengalaman batin dapat diungkap seberapa tingkat riligius dan spiritualitas
seseorang tanpa memandang latar belakang agama. Bahkan menurut penelitian-penelitan
sebelumya, penggunaan DSES sangat membantu dalam memprediksi prilaku prososial di
antara orang-orang yang menganggap diri mereka spiritualis namun tidak religius secara
konvensional atau ateis. Berikut ini item-item DSES untuk mengetahui pengalaman
spiritualitas seseorang.
Tabel 1. Item-Item Penyusun Daily Spiritual Experiences Scale (DSES)
Short Item Wording Item Penjelasan
Koneksi 1. Saya merasakan kehadiran Koneksi ini menjelaskan
Tuhan hubungan dengan illahi atau
2. Saya merasakan adanya transenden yang merupakan
hubungan dalam seluruh bagian penting dalam
hidup sepiritulitas manusia

3
Short Item Wording Item Penjelasan
Suka cita pada transenden 3. Selama ibadah, atau di saatItem ini ditujukan untuk
lain saat berhubungan mendeteksi momen
dengan Tuhan, saya transendensi-pribadi yang
merasakan sukacita yang bersifat spiritual / religius
membuat saya terhindar dengan tujuan untuk
dari masalah saya sehari-mengecualikan saat-saat
hari. 'zonasi keluar' tanpa sifat
religius atau spiritual.
Kekuatan dan Keyamanan 4. Saya merasakan kekuatan Item ini menunjukkan
dalam agama atau kekuatan yang
spiritualitas saya. memungkinkan orang untuk
5. Saya merasa nyaman dalam berani, melangkah keluar
diri saya agama atau dalam situasi sulit dan
spiritualitas melakukan apa yang
biasanya tidak akan mereka
lakukan dengan percaya diri.
Sedangkan kenyamanan
terkait dengan perasaan aman
dalam bahaya atau dalam
situasi rentan dan rasa aman
secara umum.
Kedamian 6. Saya merasa dalam Item ini menunjukkan
kedamaian batin atau perasaan kedamaian batin
harmoni.
Pertolongan Illahi 7. Saya meminta pertolongan Item ini menenjukkan
Tuhan di tengah aktivitas harapan pertolongan tuhan
sehari-hari dalam menjalani aktivitas
hidupnya
Panduan Illahi 8. Saya merasa dipandu oleh Item ini adalah salah satu
Tuhan di tengah aktivitas cara
sehari-hari mendapatkan apa yang
mungkin disebut "anugerah"
dalam tradisi Kristen, namun
dengan membiarkan
pengganti alternatif dari kata
"Tuhan" itu juga terbukti
dapat diakses oleh orang-
orang yang tidak percaya
kepada Tuhan.
Persepsi cinta Illahi 9. Saya merasakan kasih Item ini menunjukkan
Tuhan untuk saya, secara perasaan bagi orang religius
langsung. bahwa Tuhan mencintai
10. Saya merasakan kasih mereka secara langsung,
Tuhan bagi saya, melalui sementara untuk pertanyaan
orang lain kedua lebih sesuai dijawab
secara positif bagi mereka
yang tidak memiliki
kepercayaan agnostik atau
atheis.

4
Short Item Wording Item Penjelasan
Perasaan kagum 11. Saya secara spiritual Item ini untuk menangkap
tersentuh oleh keindahan rasa kagum, dan sebagai
ciptaan salah satu item yang relevan
secara universal di kalangan
religius dan non-religius

Syukur dan apresiasi 12. Saya merasa bersyukur atas Item ini dibangun
berkat berdasarkan rasa syukur
sebagai ciri utama dalam
banyak tradisi keagamaan
dan dalam kehidupan
spiritual.
Kasih welas asih 13. Saya merasa tidak Item ini menunjukkan dua
mementingkan diri sendiri sikap yakni rasa belas kasih
terhadap orang lain. dan memaafkan orang lain,
14. Saya menerima orang lain sikap ini sebagai prediksi
bahkan ketika mereka prilaku alturis dan kerelaan
melakukan hal-hal yang membatu orang lain.
menurut saya salah
Persatuan dan kedekatan 15. Saya ingin lebih dekat Sepasang item ini
kepada Tuhan atau bersatu mengungkapkan frekuensi
dengan yang ilahi. pengalaman yang
16. Secara umum, seberapa menginginkan kedekatan
dekat anda merasa kepada dengan illahi.
Tuhan?
Sumber: Underwood, L. G. (2006)
Keenambelas item tersebut selanjutnya dilakukan skorng untuk melihat kontribusi
setiap item dalam DSES. Instruksi penilaian terperinci belum pernah diberikan sebelumnya
walaupun rekomendasi penilaian diberikan kepada individu-individu yang terlibat dalam
berbagai penelitian. Einolf, (2013) melakukan skoring dengan skala likert 1-4 dimana 1
menunjukkan tidak pernah sampai 4 menunjukkan sering.
Sementara itu, Einolf, (2013) juga menunjukkan item-item yang digunakan untuk
mengetahui prilaku prososial. Einolf, membagi prilaku prososial menjadi dua yakni prilaku
prososial formal dan prilaku prosoial informal. Prilaku prososial formal terdiri dari
kesukarelaan atas dasar agama dan dunia, memberikan bantuan atas dasar agama dan dunia.
Sedangkan prilaku prososial informal memberikan bantuan kepada keluarga dekat, teman,
teman jauh, orang lain dan memberikan dukungan kepada keluarga dekat, teman, teman jauh,
orang lain. Semakin sering seseorang terlibat dalam sukarelawan, memberikan bantuan dan
mendukung orang lain, berarti orang tersebut memiliki prilaku prososial yang baik.

5
3. Pembahasan Hubungan Agama, Pengalaman Spiritual dan Prilaku Prososial
Muhammad Yunus
Berbeda dengan penelitan sebelumnya yang menggunakan metode suvey dan
wawancara, penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dalam pengumpulan informasi
yang dibutuhkan. Melalui buku autobiografi yang berjudul Bank Kaum Miskin penelitian
ini mencoba menemukan hubungan antara agama, pengalaman spiritual dan prilaku
prososial Muhammad Yunus dalam pengentasan kemiskinan. Dalam mencari hubungan
tersebut, penulis mencocokan antara teori-teori yang ada dan informasi dari buku autobiografi
Bank Kaum Miskin. Ruang lingkup pembahasan terbatas pada sumber informasi yang
diperoleh dari buku sebagai sumber informasi, sehingga item-item sebagai prediktor kunci
dari agama, pengalaman spiritual dan prilaku prososial tidak bisa ditemukan secara maksimal
jika dibandingkan dengan dengan metode wawancara atau survey.
3.1. Muhammad Yunus
Muhammad Yunus lahir pada tahun 1940 di Chittagong, sebagai seorang anak ketiga
dari empat belas bersaudara, lima di antaranya meninggal ketika bayi. Mengalami pemisahan
Pakistan dari India semasa kecilnya dan aktif dalam perjuangan kemerdekaan Bangladesh
dari Pakistan ketika dewasa. Menerima beasiswa Fulbright untuk melanjutkan kuliah di
Vanderbilt University. Menjabat sebagai dekan Fakultas Ekonomi Chittagong University
pada 1972 dan mulai mendalami akar-akar kemiskinan masyarakat di desa Jobra. Merintis
konsep kredit mikro, yaitu pengembangan pinjaman skala kecil untuk usahawan miskin
sampai mendirikan Grameen Bank pada 1983. Ia terpilih sebagai penerima Penghargaan
Perdamaian Nobel (bersama dengan Grameen Bank) pada tahun 2006.
3.2. Agama dan Prilaku Prososial Muhammad Yunus
Yunus kecil berada dalam lingkungan keluarga muslim yang taat. Ayah Yunus
merupakan merupakan pengusaha yang memiliki bengkel perhiasan. Sebelum shalat Isya ia
menutup toko kemudian menuju masjid untuk shalat. Yunus menceritakan Ayahnya sebagai
berikut:
Ayah saya adalah seorang Muslim yang saleh sepanjang hayatnya. Beliau telah tiga
kali naik haji ke Mekah. .... Malahan, beliau membagi hidupnya untuk kerja, ibadah,
dan keluarga (hal. 7)

Sementara ibunya diceritakan sebagai sosok yang dermawan dan paling kuat
mempengaruhi hidupnya.
Ibulah mungkin yang paling kuat mempengaruhi saya. Penuh rasa iba dan baik hati,
ibu selalu memberi uang pada setiap kerabat miskin yang mengunjungi kami dari desa
yang jauh (hal. 7)
6
Kedua orang tuanya sangat religius diceritakan oleh Yunus.
Ayah dan ibu saya, keduanya sangat religius, .... Ayah saya membayar zakat yang
diwajibkan dalam Al Quran. Sebagaimana diterapkan syariah, zakat pertama-tama ia
bagikan kepada keluarga yang membuthkan, kemudian pada tetangga yang miskin,
danterkhir orang miskin umumnya. (hal. 87)

Yunus sendiri ketika masa sekolah dasar, ia bersekolah di Lamar Bazar Bengali. Di
mana sekolah-sekolah di Bengali menanamkan nilai-nilai baik bagi anak-anak. Mereka tidak
hanya mendorong prestasi akademik tetapi juga mendorong cinta bangsa, pentingnya
spiritual, kekaguman pada seni, musik dan musik, serta menghargai pemerintah dan disiplin.
Selain itu, lingkungan tempat tinggal Yunus diceritakan sangat sangat religius.
Orang Bengali umumnya sangat sopan dan konservatif, dan di Distrik Chittagong
tempat saya dibesarkan bahkan lebih religius lagi (hal. 22)

Seperti yang dijelaskan dalam teori bahwa ajaran agama dan kehadiran di tempat
ibadah dapat mempengaruhi prilaku prososial seseorang. Keluarga, sekolahan dan lingkungan
yang religius sangat dimungkinkan mempengaruhi prilaku prososial Yunus. Ajaran-ajaran
Islam secara umum dan kusus terkait menolong sesama pastinya didapatkan Yunus dari
keluarga, sekolahan dan lingkungan tempat tinggal di masa kecilnya. Terlebih praktik dalam
penerapan ajaran Islam untuk menolong sesama telah dicontohkan oleh sikap ibunya yang
dermawan dan ketaatan ayahnya membayar zakat (salah satu kewajiban seorang muslim).
Pendapat bahwa ajaran agama menganjurkan untuk menolong dalam lingkungan komunitas
agama tertentu tidak berlaku bagi Yunus. Yunus telah membantu masyarakat dari berbagai
latar belakang agama tidak hanya pada komunitas Islam sebagai agamanya tetapi juga
komunitas agama lain di Bangladesh. Sementara itu, terkait kedatangan ke tempat ibadah
yang mempengaruhi prilaku prososial karena keterbatasn informasi yang relevan..
3.3. Pengalaman Spiritual dan Prilaku Prososial Muhammad Yunus
Pengalaman spiritual pada penelitian ini mengacu pada ukuran Daily Spiritual
Experiences Scale (DSES). Mengikuti penelitan Einolf (2013), dari enam belas item DSES
penulis sederhanakan dalam lima kategori sebagai berikut: 1) Perasaan akan kedamaian atau
keharmonisan batin yang mendalam, 2) Perasaan tergerak oleh keindahan hidup, 3) Perasaan
hubungan yang kuat dengan semua kehidupan, 4) Rasa penghargaan yang dalam, dan 5)
Perasaan peduli dengan orang lain. Pengalaman spiritual Yunus berdasar lima kategori
bersifat subjektif penulis dangan dasar narasi yang diceritakan di buku. Berikut masing-
masing kategori pengalaman spiritual yang dialami Yunus:
1) Perasaan akan kedamaian atau keharmonisan batin yang mendalam
7
Suasana damai dan harmonis sebelum berdirinya Grameen Bank sangat jarang terlihat
dalam cerita Yunus. Bahkan suasanya berlawanan dengan kedamian acapkali terjadi baik
ketika ia masih anak-anak sampai ketika ia memutuskan kembali ke Chittagong sebagai
Dekan. Yunus merupakan anak ke tiga dari empat belas bersaudara, dan lima diantaranya
meninggal sewaktu kecil (hal. 9). Ia pernah merasakan dinding rumahnya di bom oleh
Jepang, sehingga harus pindah kerumah keluarganya (hal. 6). Ketika berumur 7 tahun, ia
berada dalam masa-masa Gerakan Kemerdekaan Pakistan dan kerusuhan antar dua
kelompok Islam dan Hindu (hal. 10-11). Ibunya sering marah-marah tanpa alasan yang
jelas (hal. 12). Ketika kembalinya dari AS ke Chittagong, Yunus dihadapkan pada
masalah kemiskinan dilingkungannya tempat mengajar. Ia marah dan merasa bersalah
setelah mengetahui kondisi orang miskin yang hanya mendapat imbalan kerja 2 sen
sehari (hal. 48).
2) Rasa penghargaan yang dalam
Rasa penghargaan yang dalam merupakan wujud syukur atas kenikmatan hidup yang
dirasakan. Yunus mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan atas rahmat, sehat dan
nikmat yang ia rasakan. Ungkapan ini disampaikan ketika acara Idul Fitri 1977, karena
ia dapat berkumpul dengan keluarga besarnya dan mengingat kebaikan-kebaikan yang
diberikan oleh keluarganya. (hal. 89)
3) Perasaan peduli dengan orang lain
Perasaan peduli dengan orang lain yang paling menonjol dalam cerita Yunus adalah
ketika ia memutuskan untuk kembali ke Bangladesh setelah perang kemerdekaan tahun
1971. Perang kemerdekaan tersebut mengakibatkan tiga juta orang meninggal, sepuluh
juta orang mengungsi, dan jutaan lainnya menjadi korban pemerkosaan. Perekonomian
Bangladesh waktu itu hancur dan jutaan warganya membutuhkan rehabilitasi.
Kepeduliaannya Yunus pada masyarakat Bangladesh tercermin dalam pernyataannya
berikut: Saya paham, saya harus pulang dan berpartisipasi dalam pembangunan bangsa.
Saya pikir inilah utang saya pada diri sendiri. (hal. 32)
Dari lima kategori DSES sebagai indikator pengalaman spiritual, penulis hanya
mengungkapkan tiga kategori, sementara dua kategori lainnya tidak dapat ditunjukkan karena
penulis tidak menemukan informasi yang relevan. Perasaan akan kedamaian atau
keharmonisan batin yang mendalam, rasa penghargaan yang dalam, dan rerasaan peduli
dengan orang lain, ketiga kategori ini baik secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi prilaku prososial Yunus.

8
Misalnya pada kategori pertama, ketika ia tahu orang miskin hanya mendapat imbalan
2 sen, ia memerintahkan mahasiswinya untuk mendata orang-orang dengan imbalan kecil
tersebut. Data dari mahasiswinya menunjukkan ada 42 orang miskin di Jobra dan
mebutuhkan pinjaman sebesar 856 taka (27 US$). Sampai akhirnya Yunus memberikan
pinjaman kepada mereka dari kantong pribadinya dengan jangka waktu pengembalian tidak
ditentukan. Dari sinilah awal berdirinya kredit mikro yang dibangun Yunus untuk membantu
orang-orang miskin. Sejalan dengan kategori pertama, kategori ketiga ini juga menjadi
pendorong Yunus untuk terlibat dalam pengentasan kemiskinan. Sementara pada kategori
kedua, menunjukkan adanya keterikatan dengan Tuhan dan kasih sayang Yunus pada
keluarganya.
Prilaku prososial Yunus tidak dapat dikategorikan prososial formal atau informal. Hal
ini disebabkan oleh luasnya cakupan bantuannya pada masyarakat miskin. Bantuan Yunus
dalam bentuk kredit mikro ini telah mendorong lebih dari setengah anggota yang bergabung
telah keluar dari garis kemiskinan. Sampai akhirnya model kridit mikro tersebut dicontoh
oleh berbagai lembaga di dunia dan semakin meluaslah kotribusi Yunus dalam pengentasan
kemiskinan.

4. Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa agama dan
pengalaman spiritual dari seorang Yunus saling menguatkan dalam pengaruhnya pada prilaku
prososial. Penelitian ini tentunya memiliki keterbatasan dari segi informasi, sehingga sisi-sisi
agama maupun pengalaman spritiualitas tokoh tidak dapat diungkap sesuai dengan item-item
dalam teori. Penelitian selanjutnya, kiranya dapat melengkapi item-item ukuran agama dan
pengalaman spiritual dari Muhammad Yunus dengan menambah sumber informasi baru baik
dari buku biografi, jurnal, dan rekaman pidato-pidato beliau.

Daftar Pustaka
Einolf, C. J. 2013. Daily Spiritual Experiences and Prosocial Behavior. Social Indicators
Research. Vol. 110, No. 1 hal. 71-87
Ellison, Christopher G. 1992. Are Religious People Nice People? Evidence from the National
Survey of Black Americans. Social Forces 71, hal. 41 1-30.
Enblem, J. D. 1992. Religion and spirituality defined according to current according to
current use in nursing literature. Journal of Professional Nursing, 8, hal. 41 47
9
Iannaccone, I. R. 1998. Introduction to the economics of religion. Journal of Economic
Literature. 36 (3), hal. 1465-1496
Lam, Pui- Yan. 2002. As the Flocks Gather: How Religion Affects Voluntary Association
Participation. Journal for the Scientific Study of Religion 41, hal. 405-422.
Loveland, Matthew T., David Sikkink, Daniel J. Myers, and Benjamin Radcliff. 2005.
Private Prayer Civic Involvement. Journal for the Scientific Study of Religion, 44,
hal. 1-14
Musick, Marc A., John Wilson, and William B. Bynum Jr. 2000. Race and Formal
Volunteering: The Differ- ential Effects of Class and Religion. Social Forces 78, hal.
1539-70.
Musick, M. A., & Wilson, J. (2008). Volunteers: A social profile. Indianapolis: Indiana
University Press.
Park, Jerry Z. and Christian Smith. 2000. To Whom Much Has Been Given...': Religious
Capital and Community Voluntarism among Churchgoing Protestants. Journal for the
Scientific Study of Religion 39, hal. 272-86.
Sonhaji, dkk. 2014. Karakteristik Studi Agama-Agama pada Abad Pertengahan (Studi
Perbandigan Naskah Ibnu Hazm, Imam Syahrastani, Imam Ghazali, Ibnu Taymiyah
dan Ibnu Qayyim). Lampung: Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian
dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) IAIN Raden lntan Lampung
Saroglou, V. (2006). Religion's role in prosocial behavior: Myth or reality? Psychology of
Religion Newsletter, 31 (2), hal. 1
Underwood, L. G. (2006). Ordinary spiritual experience: Qualitative research, interpretive
guidelines, and population distribution for the Daily Spiritual Experience Scale.
Archive for the Psychology of Religion/Archiv fr Religionspsychologie, 28, hal.
181-218
Underwood, L. G & Teresi, J. A. (2002). The Daily Spiritual Experience Scale:
Development, theoretical description, reliability, exploratory factor analysis, and
preliminary construct validity using health related data. Annals of Behavioral
Medicine, 24, hal. 22-33
Yunus, Muhammad & Alan Jolis. 2007. Bank Kaum Miskin (Terjemahan Bahasa Indonesia).
Depok: Marjin Kiri
Zinnbauer, B. J., Pargament, K. I., & Scott, A. B. 1999. The emerging meanings of
religiousness and spirituality: Problems and prospects. Journal of Personality, 67(6),
hal. 889 919.
10

Anda mungkin juga menyukai