Anda di halaman 1dari 36

PERCOBAAN 8

SISTEM KARDIOVASKULAR
I. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian tekanan darah dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
2. Menjelaskan fenomena pengaturan aliran darah.
3. Menjelaskan karakterisik darah dan manfaat penentuan parameter-
parameter hematologi.

II. Alat dan Bahan


2.1. Alat
Mikroskop
Spignomanometer
Pipa kapiler hematokrit
Stetoskop
Sentrifuga hematokrit
Lanset darah
(mikrosentrifuga)
Hemositometer
Alat pengukur hematokrit
Tabung reaksi
Kertas Tallquist
Kaca objek pipet pengencer
Pipet sahli
sel darah merah
Tusuk gigi
Pipet pengencer sel darah
Stopwatch
putih
Tali

2.2. Bahan
Kapas Asam Asetat
Alkohol 10% Gentian violet
Nacl Serum anti A
Natrium sitrat Serum anti B
III. Prosedur Percobaan
3.1. Pengukuran Tekanan Darah

Tekanan darah dapat ditentukan dengan cara palpatori atau auskultasi.


3.1.1. Cara Palpatori
Sekrup pentil pada tutup bola karet yang dipegang dengan tangan
kanan ditutup. Dengan menggunakan ibu jari tangan kiri, nadi diraba pada
pergelangan tangan yang akan diukur tekanannya. Berangsur angsur, ban
dikembangkan dengan memompa bola karet. Kemudian perhatika tekanan
pada saat denyut jantung menghilang. Lalu nilai tekanan dinaikkan lagi
10mmHg di atas tekanan tadi. Kemudian turunkan tekanan berangsur
angsur dengan perlahan membuka sekrup pentil. Tekanan manometer di
saat munculnya kembali denyut nadi untuk pertama kali adalah tekanan
sistolik yang diukur.

3.1.2. Cara Auskultasi


Ban diikatkan pada lengan atas dan bel stetoskop pada percabangan
arteri bronchial menjadi arteri ulnaris dan arteri radialis. Kemudian
tekanan dalam ban dinaikkan sehingga aliran darah dalam arteri radialis
dan arteri ulnaris dihambat. Lalu tekanan diturunkan berangsur angsur
dengan membukan sekrup pentil. Dicatat tekanan saat bunyi terdengar
untuk pertama kalinya yang merupakan tekanan sistolik. Kemudian
tekanan dalam ban diturunkan terus sampai pada suatu saat bunyi tidak
terdengar lagi. Dicatat tekanan saat bunyi menghilang yang merupakan
tekanan diastolik.

3.2. Hyperemia
3.2.1. Hyperemia pasif/kreatif
Seutas benang diikatkan di atas sendi kedua pada sebuah jari
tangan dan dibiarkan beberapa menit. Diamati peristiwa yang terjadi yaitu
perubahan warna, perubahan ukuran dan perubahan suhu.
3.2.2. Hyperemia aktif/fungsional
Sebuah jari direndam dalam air panas (dengan suhu tertinggi yang
dapat ditahan) dan dibiarkan beberapa menit. Diamati peristiwa yang
terjadi yaitu perubahan warna, perubahan ukuran dan perubahan suhu.

3.3. Darah
3.3.1. Anatomi
i. Cara memperoleh darah segar untuk pemeriksaan
Jari manis atau kelingking dibersihkan dengan kapas yang dibasahi
dengan alkohol 70% dan dibiarkan alkohol menguap. Darah diambil
dengan cara lanset steril ditusukkan ke ujung jari yang telah dibersihkan.
Sebaiknya darah mengalir dengan sendirinya tanpa ditekan dan tidak
menggunakan tetes pertama.

ii. Cara pengisian pipet


Pipet dipegang dekat pada ujungnya. Kemudian ujung pipet
tersebut ditempatkan pada tetesan darah segar sehingga darah masuk
sebanyak 0,5 tanda. Lalu pipet diisi dengan cairan pengencer (pipet dalam
keadaan horizontal) sebanyak yang ditentukan. Jangan sampai terbentuk
gelembung udara di dalam pipet. Lalu ujung pipet ditutup dengan jari
kemudian dikocok selama 2 menit. 2 tetes larutan encer ini diteteskan pada
hemositometer. Kemudian hemositometer ditutup dengan kaca penutup.
Setelah menit, jumlah sel darah dihitung di bawah mikroskop

Karakteristik dan morfologi darah

i. Pengukuran sel darah merah


Diambil darah segar dengan cara seperti percobaan sebelumnya dan
diencerkan 200x dengan cairan pengencer sel darah merah yaitu natrium sitrat
2,5% lalu dikocok dan diteteskan 2 tetes pada hemositometer. Dihitung
jumlah sel darah merah yang menyentuh batas atau berada di atas batas,
hanya dihitung pada sisi yang saling tegak lurus dengan kotak yang
bersangkutan. Dimana faktor perhitungan untuk menghitung sel darah merah
adalah 10.000. Jadi untuk memperoleh nilai sel darah merah per 3 darah,
dikalikan jumlah sel darah merah yang diperoleh dari hasil perhitungan
dengan 10.000. Faktor perhitungan ini diperoleh dari hasil perhitungan antara
kamar hitung pada hemositometer dengan faktor pengenceran.

ii. Pengukuran sel darah putih


Darah segar diambil seperti percobaan yang sebelumnya kemudian
diencerkan 20x dengan cairan pengencer yaitu larutan Turk dimana larutan
Turk terdiri dari: Asam asetat glasial 1ml
Larutan gentian violet 1% (dalam air) 1ml
Akuades ad 100ml kemudian dikocok. Diteteskan 2 tetes pada hemositometer
lalu dihitung jumlah sel darah putih. Dihitung juga jumlah neutrofil, eosinofil,
basofil, limfosit dan monosit serta persentasenya terhadap sel darah putih
total. Sel darah putih yang dihitung adalah yang terdapat pada 4 kotak besar
pada kedua sudut hemositometer. Sel darah putih yang berada pada batas,
dihitung dari dua sisi yang saling tegak lurus dari kotak yang bersangkutan.
Faktor perhitungan untuk menghitung sel darah putih adalah 50. Jadi untuk
memperoleh nilai sel darah putih per 3 darah, dikalikan sel darah putih
yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan 50. Faktor perhitungan ini
diperoleh dari hasil perhitungan antara volume kamar hitung pada
hemositometer dengan faktor pengenceran.

iii. Hematokrit
Darah segar diambil dengan cara seperti percobaan sebelumnya.
Pipa kapiler hematokrit ditempatkan pada tetes tersebut. Kapiler hematokrit
diisi minimal sampai dengan 2/3 penuh. Kemudian pipa kapiler yang telah
terisi darah tersebut ditutup dengan lilin. Kemudian pipa pipa kapiler
diletakkan pada chamber mikrosentrifuga sedemikian rupa sehingga posisinya
seimbang (jika jumlah pipa kapiler yang disentrifuga tidak memungkinkan
untuk membuat posisi yang seimbang, dapat ditambahkan pipa kapiler
kosong sebagai penyeimbang). Lalu chamber ditutup dengan tutup sentrifuga
dan sentrifuga dilakukan pada kecepatan tinggi selama 4 menit. Nilai
hematokrit ditentukan dengan cara:
Mengukur perbandingan tinggi antara darah (sel darah dan plasma) dengan
sel darah.

(%) 100%

Atau dapat pula dengan menggunakan alat pengukur hematokrit.
Diamati pula: warna plasma, di bagian mana terdapat sel darah dan
dibandingkan nilai hematokrit dari laki laki dan perempuan.

3.3.2. Fisiologi
3.3.2.1. Penentuan Hb
a. Metode Tallquist
Satu tetes darah diambil dengan menggunakan kertas Tallquist.
Persentase Hb ditentukan dengan membandingkan warna yang diperoleh
dengan warna pada kertas pembanding.

b. Metode Sahli
Tabung Sahli diisi dengan HCl 0,1 N sampai dengan setinggi 10%
dari tinggi skala maksimal kemudian dimasukkan darah sebanyak 20
mikroliter. Lalu diaduk dengan menggunakan pengaduk yang tersedia.
Kemudian diencerkan dengan HCl sampai warna campuran sama dengan
warna standar pada alat. Pembacaan dilakukan pada penerangan yang
wajar dan tidak di depan jendela. Angka yang dibaca pada skala langsung
menunjukkan kadar Hb darah. Lalu dibandingkan hasil yang diperoleh
dari kedua metode tersebut.
3.3.2.2. Waktu Pendarahan
Ujung jari dilukai dengan lanset steril lalu dicatat waktu saat
timbulnya tetes darah pertama. Darah yang keluar diserap dengan
menggunakan tisu. Kemudian dicatat waktu saat darah berhenti mengalir
(tidak ada lagi bercak darah pada tisu). Selisih waktu antara saat
timbulnya tetes darah pertama dengan saat darah berhenti mengalir
adalah waktu pendarahan.

3.3.2.3. Waktu Koagulasi


Ujung jari dilukai dengan lanset steril dan darah yang keluar
dari ujung jari diisikan pada sebuah kapiler. Pada interval waktu menit,
sebagian dari pipa kapiler dipatahkan sampai teramati terjadinya benang
halus fibrin pada bagian yang dipatahkan. Waktu koagulasi (waktu
pembekuan darah) adalah selisih waktu antara saat timbulnya tetes darah
dari luka, sampai terbentuknya benang fibrin. Dicatat hasil yang
diperoleh dari seluruh relawan.

3.3.2.4. Penggolongan Darah


Disiapkan sebuah kaca objek dan diberi garis tengah dengan
lilis agar kedua bagian tidak berhubungan. Kemudian diberi tanda A dan
B pada sudut kiri dan kanan masing masing. Lalu diteteskan serum
anti-A pada bagian bertanda A dan diteteskan serum anti-B pada bagian
bertanda B. Kemudian diteteskan satu tetes darah pada bagian A (anti-A)
lalu campurkan kedua cairan dengan tusuk gigi dan diamati terjadinya
aglutinasi. Lalu diteteskan satu tetes darah pada bagian B (anti-B)
kemudian campurkan kedua cairan dengan tusuk gigi dan diamati
terjadinya aglutinasi. Kemudian ditentukan golongan darah sesuai tabel
golongan darah.
IV. Data Pengamatan
4.1. Pengukuran Tekanan Darah
4.1.1. Cara Palpatori
Tekanan Darah Tekanan Darah Laki -
Posisi
Perempuan (sistol) laki (sistol)
Duduk 90 mmHg 120 mmHg

4.1.2. Cara Auskultasi


Tekanan Darah
Tekanan Darah Laki -
Posisi / Aktivitas Perempuan
laki (sistol/diastol)
(sistol/diastol
Duduk 100/90 mmHg 120/80 mmHg
Berbaring 110/90 mmHg 110/75 mmHg
Kaki 90 tubuh 110/90 mmHg 95/60 mmHg
Berdiri 100/90 mmHg 90/60 mmHg
Kerja Otak 100/90 mmHg 100/70 mmHg
Gerak badan selama 1 menit 100/90 mmHg 120/80 mmHg

Tugas 9.1
1. Posisi tubuh mempengaruhi tekanan darah karena hubungan dengan efek
gravitasi. Pada kondisi berbaring, gaya gravitasi mempengaruhi tubuh secara
uniform. Pada posisi tegak, selain akibat kontraksi jantung, pembuluh darah
dibawah jantung mendapat beban tambahan akibat peredaran tinggi tingkat
jantung dan pembuluh. Karena peningkatan tekanan ini, darah mengumpul
dalam pembuluh. Pengumpul venosa di ekstremitas bawah sehingga isi
sekuncup berkurang. Selain itu cairan berkumpul dalam ruang interstisium
akibat peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler menyebabkan edema.
2. Perbedaan secara prinsip cara pengukuran tekanan darah dengan metode
palpatori dan metode auskultasi!
Metode palpatori adalah cara pemeriksaan dengan meraba, menyentuh atau
merasakan struktur dengan ujung ujung jari.
Metode auskultasi adalah pemeriksaan dilakukan dengan cara
mendengarkan suara suara alami dalam tubuh ( membutuhkan stetoskop )
4.2. Hyperemia
4.2.1. Hyperemia pasif/kreatif
Perubahan warna: Membiru
Perubahan ukuran: Membesar (bengkak)
Perubahan suhu: Mendingin

Gambar 4.1. Foto pengamatan Hyperemia pasif dengan tangan yang membiru.
Tugas 8.2

1. Hyperemia adalah keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan


(peningkatan jumlah darah) di dalam pembuluh darah pada daerah tertentu
(Pearce, 1992).
2. Berdasarkan hasil pengamatan, jenis hyperemia ini dikatakan hyperemia pasif
karena jumlah darah vena / aliran darah berkurang atau terjadi gangguan
pengosongan darah.
3. Peristiwa yang menyebabkan hyperemia pasif adalah penurunan jumlah darah
yang mengalir.
4.2.2. Hyperemia aktif/fungsional

Gambar 4.2. Foto pengamatan Hyperemia aktif yang dimasukkan air panas.

Tugas 8.3

1. Hyperemia aktif terjadi karena adanya dilatasi arteriol / kapiler yang bekerja
sebegai katup yang mengatur aliran ke dalam mikrosirkulasi lokal, akibatnya
terangsang saraf vasodilator atau kelumpuhan vasokonstriktornya.
2. Peristiwa yang menyebabkan hyperemia aktif adalah kenaikan jumlah darah.
3. Perbedaan gejala yang timbul antara kedua tipe hyperemia ini adalah
Hyperemia aktif
- Lebih banyak arteri karena pacuan saraf simpatis
- Pembuluh darah berdilatasi dulu baru plasma darah masuk
- Meningkatnya warna merah di bagian tubuh yang terkena.
Hyperemia pasif
- Akibat dari obstruksi darah vena/ peningkatan tekanan balik dari gagal
jantung kongesif (CHF).
- Plasma datang dulu baru pembuluh darah berdilatasi.
- Banyak di vena, darah banyak mengandung CO2, sehingga nampak
biru (sianosis).
4.3. Darah
4.3.1. Anatomi

Karakteristik dan morfologi darah

i. Pengukuran sel darah merah

Letak Jumlah Sel Darah Merah


Nilai sel darah merah per
Kiri Bawah 102
Kanan Bawah 88
mm3

Tengah 66 392 x 10.000 = 3.920.000

Kanan Atas 64 sel


Kir iAtas 72
Total 392

Tugas 8.4

1. Fungsi natrium sitrat 2,5% sebagai cairan pengencer sel darah merah.
2. Kisaran jumlah eritrosit dalam darah 4-6 juta sel
3. Perhitungan sel darah merah yang kami lakukan adalah 3.920.000, hal tersebut
menunjukkan bahwa jumlah eritrosit dalam darah yang kami lakukan kurang
dari jumlah normal eritrosit yaitu 4-6 juta. Jumlah sel darah merah di bawah
normal disebut anemia.

ii. Pengukuran sel darah putih


Letak Jumlah Sel Darah Putih
Kiri Bawah 50
Nilai sel darah putih per
Kanan Bawah 51
mm3
Tengah 68
290 x 50 = 14.500 sel
Kanan Atas 69
Kiri Atas 52
Total 290
Tugas 8.5

1. Fungsi asam asetat glasial untuk mengatur keasaman, sedangkan fungsi


pewarna gentian violet sebagai zat yang memberikan warna keunguan
2. Kisaran jumlah leukosit dalam darah 4.000-10.500
3. Perhitungan sel darah putih yang kami lakukan adalah 14.500, hal tersebut
menunjukkan bahwa jumlah eritrosit dalam darah yang kami lakukan lebih
dari jumlah normal eritrosit yaitu 4.000-10.500 leukosit/mL . Jumlah sel
darah putih di atas normal disebut leukositosis.

iii. Hematokrit

Sel darah: 3,1 cm


Plasma darah: 5,3 cm

Hematokrit (%) = x 100%
3,1
= 3,1+5,3 x 100% = 36,9%

Gambar 4.3. Foto pengamatan hematokrit setelah dimasukkan ke dalam chamber


mikrosentrifuga.

Tugas 8.6.

Tujuan pengukuran % hematokrit adalah untuk mengetahui konsentrasi


eritrosit dalam darah.
Nilai normal hematokrit disebut dengan %, Nilai hematokrit yang disepakati
normal pada laki laki dewasa sehat ialah 45% (antara 40-52%) sedangkan
untuk wanita dewasa adalah 41% (antara 35-41%).
Kondisi yang dapat diindikasi nilai hematokrit normal yaitu jika di atas:
dehidra dan di bawah: DBD, anemia, dan leukemia.

4.3.2. Fisiologi
4.3.2.1. Penentuan Hb
a. Metode Tallquist
Nilai Hb = 70

Gambar 4.4. Foto pengamatan hasil dengan kertas pembanding Tallquist.

b. Metode Sahli
Kadar Hb darah = 13%

Gambar 4.5. Foto pengamatan warna dan kadar Hb darah


Tugas 8.7.

Perbedaan metode pengukuran Hb:

Metode Tallquist: membandingkan warna yang diperoleh pada batas


pembanding.
Metode sahli: membaca angka pada skala kisaran normal jumlah Hb/100 mL.

Jika seseorang memiliki

Hb rendah: memiliki sedikit jumlah eritrosit. Contohnya adalah anemia,


talasemia, porfiria.
Hb tinggi: memiliki banyak jumlah eritrosit. Contohnya adalah polisemia.

4.3.2.2. Waktu Pendarahan

Waktu saat tetes darah pertama: 23,3 detik


Waktu saat darah berhenti mengalir: 81,5 detik
Selisih (waktu pendarahan): 58,2 detik

Tugas 8.8.
Nilai waktu pendarahan normal 15-120 detik
Mekanisme penghentian darah terdiri dari hemostasis primer dan sekunder.
Mekaniske penghentian pembuluh darah :
o Adhesi platelet : platelet menempel pada pembuluh darah yang rusak
o Reaksi pelepasan platelet : senyawa ADP, ATP, Ca2+ dan serotonin lepas
dan mengaktivasi platelet disebelahnya.
o Agregas platelet: berkumpulnya platelet-platelet hingga membentuk
sumbat platelet.
Daerah berhenti mengalir pada reaksi pembentukan sumbat platelet.
4.3.2.3. Waktu Koagulasi
Waktu koagulasi saat terdapat benang fibrin: 3,3 menit

Tugas 8.9

Nilai waktu koagulasi normal adalah ketika berakhir pada 2-5 menit.
Tahapan koagulasi
1. Jalur ekstrinsik dan jalur instrinsik: mengawali pembentukan protombinase
dengan adanya Ca2+ faktor jaringan akan memulai serangkaian reaksi yang
akhirnya akan mengaktivasi factor X dimana bergabung dengan factor V
memebenuk enzim protombinase.
2. Protombinase mengubah protombin menjadi thrombin.
3. Thrombin mengubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin pada
pembentukan darah.

4.3.2.4. Penggolongan Darah

Tidak terjadi aglutinasi pada campuran serum anti A dan serum anti B.

Golongan darah: O

Gambar 4.6. Foto pengamatan golongan darah O.

Tugas 8.10

Membran eritrosit mengandung 2 tipe antigen yaitu tipe A dan tipe B yang
disebut dengan aglutinogen. Sebaliknya pada antibody yang terdapat dalam
plasma darah akan bereaksi dengan spesifik terhadap antigen tipe A atau tipe
yang menyebabkan aglutinasi atau penggumpalan.
Tipe golongan darah hasil uji adalah O. Jika memerlukan transfusi darah,
golongan darah yang dapat diberikan adalah hanya yang bergolongan darah
O. Sedangkan jika harus menjadi pendonor, dapat mendonorkan darah pada
orang yang bergolongan darah A, B, AB dan O.

V. Pembahasan
5.1. Pengukuran Tekanan Darah

Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulasi darah yang


terdiri dari jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi
memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh
jaringan tubuh yang di perlukan dalam proses metabolisme tubuh. Sistem
kardiovaskuler memerlukan banyak mekanisme yang bervariasi agar
fungsi regulasinya dapat merespons aktivitas tubuh, salah satunya adalah
meningkatkan aktivitas suplai darah agar aktivitas jaringan dapat
terpenuhi. Pada keadaan berat, aliran darah tersebut, lebih banyak di
arahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak yang berfungsi
memlihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri. (Setiadi,
2007)

Sistem kardiovaskuler memerlukan banyak mekanisme yang


bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespons aktivitas tubuh, salah
satunya adalah meningkatkan aktivitas suplai darah agar aktivitas jaringan
dapat terpenuhi. Pada keadaan berat, aliran darah tersebut, lebih banyak di
arahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak yang berfungsi
memlihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri (Campbell,
2008: 58).

Tekanan darah adalah tekanan yang mendesak dinding arteri ketika


ventrikel kiri melakukan sistol kemudian diastole. Pengukurannya
menggunakan sfignomanometer. Tekanan darah sistol adalah tekanan
darah yang direkam selama kontraksi ventrikuler. Tekanan darah diastole
adalah tekanan darah yang direkam selama relaksasi ventricular. Tekanan
darah normal adalah 120/80 mmHg. Tekanan denyutan adalah perbedaan
antara tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan denyutan normal kira-kira
40 mmHg yang memberikan informasi tentang kondisi arteri (Soewolo
dkk, 2005: 265-261)

Fisiologi Pengaturan Tekanan Darah. Tekanan darah berarti daya


yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh
darah yang hamper selalu dinyatakan dalam milimeter air raksa. Tekanan
darah merupakan faktor yang amat penting pada system sirkulasi.
Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi
homeostasis di dalam tubuh. Tekanan darah selalu diperlukan untuk daya
dorong mengalirnya darah di dalam arteri, arteriola, kapiler dan sistem
vena, sehingga terbentuklah suatu aliran darah yang menetap. Tekanan
darah diatur melalui beberapa mekanisme fisiologis untuk menjamin aliran
darah kejaringan yang memadai. Tekanan darah ditentukan oleh curah
jantung (cardiac output, CO) dan resistensi pembuluh darah terhadap
darah. Curah jantung adalah volume darah yang dipompa melalui jantung
per menit, yaitu isi sekuncup (stroke volume, SV) x laju denyut jantung
(heart rate, HR). Resistensi diproduksi terutama di arteriol dan dikenal
sebagai resistensi vascular sistemik. (Hayens, 2003)

Resistensi merupakan hambatan aliran darah dalam pembuluh,


tetapi tidak dapat diukur secara langsung dengan cara apapun. Resistensi
harus dihitung dari pengukuran aliran darah dan perbedaan tekanan antara
dua titik di dalam pembuluh. Resistensi bergantung pada tiga faktor, yaitu
viskositas (kekentalan) darah, panjang pembuluh, dan jari-jari pembuluh.
(Hayens, 2003)
Aliran darah yang mengalir di sirkulasi dalam periode waktu
tertentu, secara keseluruhan adalah 5000 ml/menit pada sirkulasi total
orang dewasa dalam keadaan istirahat. Aliran darah ini disebut curah
jantung karena merupakan jumlah darah yang dipompa ke aorta oleh
jantung setiap menitnya. Kecepatan aliran darah yang melalui seluruh
sistem sirkulasi sama dengan kecepatan pompa darah oleh jantung
yakni, sama dengan curah jantung. Isi sekuncup jantung dipengaruhi oleh
tekanan pengisian (preload), kekuatan yang dihasilkan oleh otot jantung,
dan tekanan yang harus dilawan oleh jantung saat memompa (afterload).
Normalnya, afterload berhubungan dengan tekanan aorta untuk ventrikel
kiri, dan tekanan arteri untuk ventrikel kanan. Afterload meningkat bila
tekanan darah meningkat, atau bila terdapat stenosis (penyempitan) katup
arteri keluar. Peningkatan afterload akan menurunkan curah jantung jika
kekuatan jantung tidak meningkat. Baik laju denyut jantung maupun
pembentukan kekuatan, diatur oleh system saraf otonom (SSO/autonomic
nervous system, ANS). (Hayens, 2003)

Hubungan antara tekanan, resistensi, dan aliran darah dalam


system kardiovaskular dikenal dengan hemodinamika. Sifat aliran ini
sangat kompleks, namun secara garis besar dapat diperoleh dari hokum
fisika untuk system kardiovaskular. (Hayens, 2003)

Mekanisme tekanan darah dimana tekanan darah dikontrol oleh


otak, sistem saraf otonom, ginjal, beberapa kelenjar endokrin, arteri dan
jantung. Otak adalah pusat pengontrol tekanan darah di dalam tubuh.
Serabut saraf adalah bagian sistem saraf otonom yang membawa isyarat
dari semua bagian tubuh untuk menginformasikan kepada otak perihal
tekanan darah, volume darah dan kebutuhan khusus semua organ. Semua
informasi ini diproses oleh otak dan keputusan dikirim melalui saraf
menuju organ organ tubuh termasuk pembuluh darah. Isyaratnya ditandai
dengan mengempis atau mengembangnya pembuluh darah. Saraf saraf
ini dapat berfungsi secara otomatis. (Hayens, 2003)
Perbedaan cara pengukuran tekanan darah menggunakan cara
palpatori dan cara auskultasi adalah dari segi teori dan hasilnya. Dimana
pada cara palpatori dengan pemeriksaan pada arteri radialis dextra, dimana
dengan tekanan parsial dari manset yang diploma, setelah beberapa saat
tak akan teraba. Kemudian manset dikempiskan perlahan-lahan serta
hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Hasilnya kurang akurat bila
dibandingkan dengan pengukuran secara auskultasi yaitu lebih rendah.
Sedangkan cara auskultasi, pemeriksaan pada arteri brachialis sama
dengan palpatori namun pada auskultasi terjadi dua denyutan, yaitu sistolik
dan diastolik atau yang dikenal sebagai Korotkoff I dan IV. Suara
Korotkoff I dimana nilainya menunjukkan besarnya tekanan sistolik secara
auskultasi. Suara Korotkoff IV dimana nilainya menunjukkan besarnya
tekanan diastolik secara auskultasi. Hasilnya dapat mengukur tekanan
sistolik dan tekanan diastolik dan hasilnya lebih akurat dibandingkan
pengukuran secara palpatori. (Setiadi, 2007)

Pada percobaan kali ini yaitu pada pengukuran tekanan darah yang
dilakukan dengan 2 cara yaitu cara palpatori dan cara auskultasi terhadap
perempuan dan laki laki. Pada pengukuran tekanan darah menggunakan
cara palpatori nadi diraba menggunakan ibu jari tangan kiri dan tangan
kanan berperan untuk memegang bola karet saat memompa. Kemudian
mulai memompa hingga garis pada manometer menunjukkan skala nilai
160 mmHg yang bertujuan agar aliran arteri benar benar tersumbat pada
tekanan 160 mmHg. Didapatlah hasil untuk tekanan sistol dan diastol pada
perempuan yaitu 90 mmHg dan laki laki sebesar 120 mmHg pada
keadaan duduk.

Pada penentuan tekanan darah menggunakan cara auskultasi


menggunakan stetoskop dimana bel stetoskop ditempatkan pada
percabangan arteri bronchial menjadi arteri ulnaris dan arteri radialis.
Untuk menentukan nilai tekanan sistol dan diastol sama dengan cara
palpatori. Dalam cara auskultasi ini, juga dilakukan pengukuran dalam
beberapa aktivitas tubuh sehingga ada beberapa data tentang hubungan
tekanan darah dengan posisi atau aktivitas tubuh. Hasilnya didapat pada
posisi duduk, untuk perempuan tekanan sistol/diastol sebesar 100/90
mmHgdan untuk laki laki sebesar 120/80 mmHg. Pada posisi berbaring,
hasil untuk perempuan sebesar 110/90 mmHg dan laki laki sebesar
110/75 mmHg. Pada posisi kaki 90 tubuh, hasil untuk perempuan sebesar
110/90 mmHg dan laki laki sebesar 95/60 mmHg. Pada posisi berdiri,
hasil untuk perempuan sebesar 100/90 mmHg dan laki laki sebesar 90/60
mmHg. Pada aktivitas kerja otak atau diberi soal hitungan, untuk
perempuan hasilnya sebesar 100/90 mmHg dan laki laki sebesar 100/70
mmHg. Pada saat aktivitas gerak badan selama 1 menit, didapatkan hasil
pada perempuan sebesar 100/90 mmHg dan laki laki sebesar 120/80
mmHg.

Berdasarkan literatur dan referensi dari (Soewolo dkk, 2005),


seluruh data yang didapat atau rata rata tekanan darah pada laki laki
dan perempuan pada saat melakukan beberapa aktivitas masih
menunjukkan rentang tekanan darah yang normal yaitu 120/80 dimana
tekanan darah sistolik yang dianggap normal untuk orang dewasa adalah
pada rentang 90 130 mmHg, sedangkan tekanan darah diastol yang
normal untuk orang dewasa adalah pada rentang 60 90 mmHg. Angka
yang ditunjukkan dalam tekanan sistolik selalu lebih besar dari angka
diastol karena selama sistol, ventrikel kiri jantung memaksa darah untuk
masuk ke aorta dengan fase ejeksi.

Hal tersebut terjadi akibat adanya perbedaan tekanan antara


ventrikel dengan aorta. Sehingga ketika katup yang membatasi atrium
dengan aorta terbuka maka terjadi perpindahan darah dari atrium ke aorta
dengan ejeksi dan tekanan yang besar. (Sloane, 2003)

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu,


jenis kelamin, usia, aktivitas, obesitas, kondisi kesehatan, stress, dan obat
obatan. Pada beberapa aktivitas tubuh ini, tekanan darah akan meningkat
pada usia 20-an pada saat tubuh bergerak terutama pada saat aktivitas
gerak tubuh selama 1 menit. Pada percobaan kami pada laki laki
tekanan darah pada saat gerak tubuh selama 1 menit lebih besar dari
aktivitas yang lain. Hal ini dikarenakan semakin tinggi aktivitas yang
dilakukan maka akan semakin tinggi pula aktivitas dari kerja jantung yang
harus mengeluarkan tenaga yang tinggi sehingga tekanan darah juga
meningkat. (Guyton, 2007)

Pada perempuan, tekanan darah yang tinggi pada sistol maupun


diastolnya adalah pada saat kaki 90 tubuh dan posisi berbaring yaitu
sebesar 110/90 mmHg dan pada keadaan gerak badan selama 1 menit
dimana pada posisi ini tekanan darahnya lebih kecil daripada saat kaki 90
tubuh dan berbaring. Hal ini tidak sesuai dengan literatur karena menurut
(Campbell, 2008) untuk seorang manusia sehat berumur 20 tahun dalam
kondisi istirahat seseorang memiliki tekanan darah 120 milimeter
(mmHg) pada sistol dan 70 mmHg pada diastol, sehingga normalnya
120/70. Hal ini dapat terjadi di karena probandus sedang dalam keadaan
dehidrasi, atau probandus dalam keadaan sedang diet/kekurangan nutrisi
dan gizi, atau karena probandus sedang dalam keadaan sakit/tidak fit atau
karena faktor lainnya sehingga tekanan diastolnya rendah. Hal ini bisa
disebabkan oleh keadaan fisik perempuan yang dalam keadaan sakit dan
juga ditambah pengukuran darah pada posisi gerak tubuh selama 1 menit
yang tidak maksimal saat menggerakkan tubuh sehingga denyut jantung
dan tekanan darah masih dalam keadaan normal. Berdasarkan hal tersebut,
dapat diketahui bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya adalah besar aktivitas atau jenis aktivitas yang dilakukan.

Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah:

1. Posisi duduk : Posisi ini membuat tekanan darah cenderung stabil.


Hal ini karena pada saat duduk sistem vasokontraktor simpatis terangsang
dan sinyal-sinyal sarafpun dijalarkan secara serentak melalui saraf rangka
menuju ke otot-otot rangka tubuh, terutama otot-otot abdomen. Keadaan
ini akan meningkatkan tonus dasar otot-otot tersebut menekan seluruh
vena cadangan abdomen, membantu mengeluarkan darah dari cadangan
vaskuler abdomen ke jantung. Hal ini membuat darah yang tersedia bagi
jantung untuk dipompa menjadi meningkat. (Guyton, 2007)

2. Posisi berdiri : Pada posisi ini, pengumpulan darah di vena menjadi


lebih banyak. Dengan demikian selisih volume total dengan volume darah
yang ditampung dalam vena kecil, berarti volume darah yang kembali ke
jantung sedikit. Isi sekuncup berkurang, curah jantung berkurang dan
kemungkinan tekanan darah akan turun. (Guyton, 2007)

3. Posisi berbaring : Pada posisi ini darah dapat kembali ke jantung


secara mudah tanpa harus melawan gravitasi. Nilai pada posisi berbaring
dalam keadaan istirahat hampir sama dengan nilai maksimal yang
diperoleh pada waktu kerja dengan posisi berdiri. (Guyton, 2007)

4. Posisi berbaring-berdiri : perubahan posisi yang cepat menyebkan


tubuh menjadi pusing atau bahkan pingsan. Karena gerakan cepat ini
membuat jantung tidak dapat memompa darah yang cukup ke
otak. (Guyton, 2007)

5. Hasil tekanan darah pada laki laki dan perempuan cenderung


rendah. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh keadaan fisik praktikan
yang mengeluh sedikit kelelahan dan kepala agak terasa pusing dan juga
ditambah pengukuran darah pada posisi berbaring-berdiri yang terjadi
dengancepat sehingga hasil pengukuran lebih rendah dibanding posisi
lainnya. (Guyton, 2007)
5.2. Hyperemia

Hyperemia adalah keadaan dimana terdapat darah secara


berlebihan (peningkatan jumlah darah) di dalam pembuluh darah pada
daerah tertentu (Pearce, 1992).
Pada percobaan kali ini kami melakukan dua jenis percobaan
hyperemia, yaitu hiperemia aktif dan hyperemia pasif. Hyperemia aktif
terjadi karena adanya dilatasi arteriol / kapiler yang bekerja sebegai katup
yang mengatur aliran ke dalam mikrosirkulasi lokal, akibatnya terangsang
saraf vasodilator atau kelumpuhan vasokonstriktornya, penyebabnya
adalah kenaikan jumlah darah, sedangkan Hyperemia pasif terjadi karena
jumlah darah vena / aliran darah vena berkurang atau terjadi gangguan
pengosongan darah, penyebabnya adalah penurunan jumlah darah yang
mengalir (Pearce, 1992). Pada percobaan hyperemia pasif, seutas benang
diikat kan diatas sendi kedua pada sebuah jari, kemudian dibiarkan
beberapa menit, kondisi jari setelah diikat dengan seutas tali dapat
dikategorikan sebagai hiperemia pasif atau reaktif. Hal ini terjadi karena
penyumbatan pembuluh darah. Sumbatan di pembuluh darah merugikan
mempengaruhi aliran darah, sehingga menyebabkan darah mengumpul di
bagian jari yang diikat. Peristiwa yang terjadi berupa perubahan warna
pada kulit yang menjadi lebih membiru atau seperti lebam, suhu pada jari
yang diikat menjadi dingin, tanda karakteristik lain dari jenis ini adalah
bahwa seseorang dapat mengamati tanda merah pada saat menghilangkan
band ketat (ikatan tali) ditempatkan di sebuah jari. Kondisi ini bisa
menjadi parah pada orang yang terkena penyumbatan di arteri koroner.
Pada percobaan hyperemia aktif, sebuah jari tangan direndam didalam air
panas kemudian didiamkan didalam air panas tersebut selama beberapa
menit, Kondisi setelah jari direndam dengan air panas disebut dengan
hiperemia aktif, yang juga disebut hiperemia latihan atau hyperemia
fungsional, adalah jenis dimana peningkatan aliran darah ke bagian
tertentu dari tubuh terjadi karena peningkatan aktivitas metabolik dari
jaringan atau organ. Hal ini terjadi karena kombinasi dari hipoksia pada
jaringan (berkurangnya pasokan darah) dan produksi metabolit
vasodilator. Hipoksia menyebabkan peningkatan permintaan untuk
oksigen, yang pada gilirannya menyebabkan vasodilatasi (pelebaran
pembuluh darah). Pelebaran pembuluh darah terjadi, seperti otot-otot
halus yang ditemukan di dalam dinding pembuluh darah rileks. Zat yang
disebut vasodilator, seperti ion kalium, oksida nitrat, karbon dioksida, dan
adenosin, biasanya memicu proses ini. Metabolisme jaringan yang
meningkat meningkatkan aliran darah, yang kembali normal setelah
metabolisme dikembalikan ke normal.

5.3. Darah
5.3.1. Anatomi
Karakteristik dan morfologi darah
a. Sel darah merah dan sel darah putih

Darah adalah cairan yang mengisi pembuluh darah dan merupakan


cairan penghubung semua organ dengan mengangkut berbagai substansi
diantara organ-organ tersebut. Darah tersusun atas cairan darah yang
disebut plasma dan sel-sel darah (corpuscle) yang terdiri atas sel darah
merah (CDM), sel darah putih (CDP), dan trombosit (Kimball, 1983).

Fungsi darah adalah membawa nutrien yang telah disiapkan oleh


saluran pencernaan menuju jaringan tubuh, membawa oksigen dari paru-
paru ke jantung, membawa karbon dioksida dari jaringan ke paru,
membawa produk buangan dari berbagai jaringan menuju ke ginjal untuk
disekresikan. Membawa hormone ke kelenjar endokrin ke organ-organ lain
dalam tubuh. Elemen-elemen darah yang memiliki bentuk meliputi sel-sel
darah merah, sel-sel darah putih dan keeping darah (Dellman dan Brown,
1989).
Darah memiliki banyak fungsi yaitu diantaranya sebagai
transportasi zat-zat makanan ke jaringan tubuh, transportasi oksigen ke
jaringan tubuh, transportasi sisa-sisa metabolism ke ginjal dapat dibuang,
transportas ihormon-hormon dari kelenjar endokrin, pengaturan
keseimbangan air dalam jaringan tubuh, berperan dalam sistem buffer,
berperan dalam hal pengendalian tubuh dan berfungsi mempertahankan
diri dari partikel asing yang masuk dalam tubuh (Harlod, 1979).

Komponen darah terdiri dari plasma darah, sel darah merah


(eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keeping darah (trombosit).

Plasma Darah
Plasma adalah cairan bagian dari darah. Plasma membentuk sekitar 5
persen berat badan. Plasma merupakan :
1. Media sirkulasi elemen darah (eritrosit, leukosit, trombosit) yang
terbentuk.
2. Pengangkut zat anorganik dan organik dari suatu oragan atau jaringan
ke organ atau kejaringan lain.
Komposisi plasma yaitu 91-92 % air. Terdapat empat protein yaitu;
a. Albumin :membentuk bagian terbesar kandungan protein
plasma dihasilkan dalam hati.
b. Globulin :alfa, beta,gama dihasilkan di salam hati. Limfosit
dan sel retikula endoteli. Imunoglobulin adalah globulin yang dibentuk
sebagai bagian dari reaksi imunita tubuh.
c. Fibrinogen : dihasilkan didalam hati.
d. Protombin : prekursor trombin.
Kandungan anorganik :natrium, kalium,kalsium, magnesium, zat besi,
yodium, dll.Kandungan organik : urae, asam urat kreatin, glukosa,
lipid,asam amino, enzim, hormon (Gilson, 2002).
Sel Darah Merah (Eritrosit)
Sel darah merah (eritrosit) merupakan bagian utama penyusun sel-sel
darah yang mengandung hemoglobin (Hb) yang menyebabkan darah
berwarna merah. Hemoglobin adalah suatu protein yang mengandung
senyawa hemin (zat besi). Serta hemoglobin juga mempunyai daya ikat
terhadap O2 dan CO2. Sel darah merah (eritrosit) berbentuk bikonkav. Sel
darah merah berguna untuk mengikat gas pernapasan dan mengangkutnya
ke atau dari jaringan (alat pernapasan) (Waluyo, 2006).

Sel Darah Putih (Leukosit)


Sel darah putih (leukosit), jumlahnya jauh lebih sedikit dari pada sel-sel
darah merah dan rasio perbandingan antara kedua tipe tersebut kira-kira
1:700. Proses pembentukan pada umumnya terjadi di sumsum tulang.
Sebenarnya ada 5 tipe leukosit yang beredar dalam tubuh, namun
berdasarkan dengan perkembangan zaman, sel-sel darah putih dibedakan
dalam 3 jenis, diantaranya
1. Granulosit, diantaranya neutrofil, basonofil, eosinofil dan basofil.
Memiliki ciri-ciri mengandung granula, inti besar dibandingkan
sitoplasma. Inti tersebut bersifat polymorphis, yaitu menggembung tidak
teratur.
2. Limfosit, tidak mengandung granula, inti sangat besar dibandingkan
sitoplasma, dapat berubah bentuk dan berpindah (ameboid) dari kapiler ke
jaringan. Untuk kembali lagi ke peredaran darah, limfosit masuk melalui
pembuluh limfe.
3. Monosit, memiliki bentuk yang lebih besar dari kedua jenis diatas,
berinti besar dan tebal membentuk huruf J (Waluyo, 2006: 171).

Keping-keping Darah (Trombosit)


Keping darah (trombosit) merupakan fragmen-fragmen besar sel
yang disebut mega kariosit. Karakteristik keping darah sebagai berikut .
a. Keping darah berukuran kecil, bentuknya tidak beraturan.
b. Keping darah tidak berinti sehingga berumur pendek.
c. Masa hidup keeping darah sekitar 10-12 hari.
d. Dalam setiap milliliter darah terdapat keping darahs ekitar 200.000-
400.000 butir.
Keping darah ini berperan ini dalam proses penggumpalan darah
(Omegawati, 2010).
Wanita normal mempunyai kira-kira 4,5 juta sel-sel dalam setiap
millimeter kubik darah. Laki-laki normal rata-rata jumlahnya agak tinggi
kira-kira 5 juta. Namun demikian, nilai-nilai ini dapat naik turun dalam
kisaran yang luas sekali tergantung faktor-faktor seperti ketinggian tempat
hidup serta kondisi kesehatan seseorang (Kimball, 1983). Leukosit jumlah
normalnya adalah 7.000-8.000 (Sloane, 1994).
Sifat darah diantaranya memiliki tekanan osmotic sebesar 28
mmHg, viskositas sebesar 1,7 pada suhu 37oC dan pH sebesar 7,0-7,8
(Pearce, 2006). Warna darah bervariasi dari merah sampai terang sampai
kebiruan merah tua, bergantung pada kadar oksigen yang dibawa sel darah
merah. Merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila
kekurangan oksigen (Sloane, 1994).

Pada percobaan pengukuran sel darah merah, fungsi pembersihan


jari memakai alkohol 70% untuk mensterilkan ujung jari sebelum diambil
darahnya menggunakan lanset dan fungsi natrium sitrat 2,5% yaitu sebagai
cairan pengencer sel darah merah. Total penjumlahan sel darah merah
setelah dikalikan 10.000 adalah 3.920.000 (10.000 adalah factor
perhitungan dari hasil perhitungan antara kamar hitung pada
hemositometer dengan factor pengenceran), wanita normal mempunyai
kira-kira 4,5 juta sel-sel dalam setiap millimeter kubik darah (Kimball,
1983). Hal tersebu tmenunjukkan bahwa sel darah merah pada hasil
percobaan di bawah normal yaitu 3.920.000, jumlah sel darah merah di
bawah normal disebut anemia. Jumlah eritrosit dipengaruhi oleh jenis
kelamin : wanita normal mempunyai kira-kira 4,5 juta sel-sel dalam setiap
millimeter kubik darah. Laki-laki normal rata-rata jumlahnya agak tinggi
kira-kira 5 juta. Umur : orang dewasa memiliki jumlah eritrosit lebih
banyak dibanding anak-anak. Kondisi tubuh : sakit dan luka yang
mengeluarkan banyak darah dapat mengurangi jumlah ertrosit dalam
darah. Variasi harian : orang yang hidup di dataran tinggi cenderung
memiliki jumlah eritrosit lebih banyak. Banyaknya jumlah eritrosit juga
disebabkan oleh ukuran sel darah itu sendiri (Schmidt dan Nelson, 1990).
Dalam percobaan bisa saja terjadi kekeliruan ketika menghitung sel darah
merah pada saat di bawah mikroskop.

Pada percobaan pengukuran sel darah putih, fungsi pembersihan


jari memakai alkohol 70% untuk mensterilkan ujung jari sebelum diambil
darahnya menggunakan lanset, fungsi asam asetat glacial untuk mengatur
keasaman, dan fungsi pewarna gentian violet sebagai zat yang
memberikan warna keunguan. Total penjumlahan sel darah putih setelah
dikalikan 50 adalah 14.500 (50 adalah factor perhitungan antara volume
kamar hitung pada hemositometer dengan factor pengenceran), leukosit
jumlah normalnya adalah 7.000-8.000 per m3 (Sloane, 1994). Hal
tersebut menunjukkan bahwa sel darah putih pada hasil percobaan di atas
normal, jumlah sel darah putih di atas normal disebut leukositosis. Jumlah
leukosit lebih banyak diproduksi jika kondisi tubuh sedang sakit (Pearce,
1989). Sel darah putih berperan dalam melawan infeksi. Penurunan jumlah
leukosit dapat terjadi karena infeksi usus, keracunan bakteri, septicoemia,
kehamilan, dan partus (Kimball, 1988). Jumlah leukosit dipengaruhi oleh
kondisi tubuh, stress, kurang makan atau disebabkan oleh faktor lain
(Soetrisno, 1987). Pada saat percobaan, kondisi praktikan sedang sakit hal
tersebut yang mungkin menyebabkan kelebihan sel darah putih.

b. Hematokrit
Hematokrit adalah proporsi volume darah yang terdiri dari sel
darah merah. Hematokrit merupakan proses pemisahan darah. Hematokrit
berasal dari kata haimat yang berarti darah, dan krinein yang berarti
memisahkan (DepKes RI, 1989).
Hematokrit adalah persentase volume seluruh SDM yang ada
dalam darah yang diambil dalam volume tertentu. Untuk tujuan ini, darah
diambil dengan semprit dalam suatu volume yang telah ditetapkan dan
dipindahkan kedalam suatu tabung khusus berskala hematokrit. Untuk
pengukuran hematokrit ini darah tidak boleh dibiarkan menggumpal
sehingga harus diberi anti koagulan. Setelah tabung tersebut dipusingkan /
sentripus dengan kecepatan dan waktu tertentu, maka SDM akan
mengendap.

Nilai normal hematokrit disebut dengan %, Nilai hematokrit yang


disepakati normal pada laki laki dewasa sehat ialah 45% (40-52%)
sedangkan untuk wanita dewasa adalah 41% (35-41%). Penetapan
hematokrit cara manual (metode mikro) dapat dilakukan sangat teliti,
kesalahan metodik rata-rata 2 % (Gandasoebrata, 2007).
Pada percobaan hematokrit ini, ujung jari dilukai oleh lanset steril
kemudian darah yang keluar dimasukan ke dalam pipa kapiler sampai 2/3
penuh. Pipa kapiler tersebut dimasukkan ke dalam chamber
mikrosentrifuga agar darah tersebut dapat terjadi pemisahan antara sel
darah dan plasma darah. Didiamkan beberapa menit, kemudian didapat
nilai hematokrit dari hasil perbandingan antara tinggi dari sel darah dan
plasma darah, yaitu 36,9%. Menurut (Gandasoebrata, 2007) Nilai
hematokrit yang disepakati normal wanita dewasa adalah 35-41%.
Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai hematokrit pada praktikan adalah
normal.

5.3.2. Fisiologi
i. Penentuan Hb

Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas
(daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk
oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka
oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan. Hemoglobin merupakan
senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur
secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks
kapasitas pembawa oksigen pada darah. Hemoglobin adalah kompleks
protein-pigmen yang mengandung zat besi. Kompleks tersebut berwarna
merah dan terdapat di dalam eritrosit. Sebuah molekul hemoglobin memiliki
empat gugus haeme yang mengandung besi fero dan empat rantai globin
(Rindamusti, 2012).
Tujuan praktikum penentuan hemoglobin ini bertujuan untuk
menentukan berapa banyak hemoglobin yang diderita dalam tubuh-nya.
Tingkat hemoglobin yang berbeda dari normal dapat merupakan indikasi dari
berbagai masalah kesehatan, dan tes ini dapat menjadi alat diagnostik yang
sangat berguna. Selain itu tes hemoglobin digunakan untuk mengungkapkan
bilangan yang mungkin lebih tinggi atau lebih rendah dari normal.
Peningkatan Hb terdapat pada pasien dehidrasi, polisitemia, penyakit
paru obstruktif menahun(COPD), gagal jantung kongesti dan luka bakar
hebat. Obat yang dapat meningkatkan hasil pemeriksaan Hb adalah metil
dopa dan gentamicin. Sedangkan penurunan Hb terdapat pada penderita:
Anemia, kanker, penyakit ginjal, pemberian cairan intra vena berlebihan, dan
penyakit Hodkins. Dapat jug disebabkan oleh obat-obatan misalnya
antibiotika, aspirin, antineoplastik (obat kanker), sulfonamida dan lain-lain
(Sutedjo, 2006).
Pada metode tallquist, prinsipnya adalah membandingkan darah asli
dengan suatu skala warna yang bertingkat-tingkat mulai dari warna merah
muda sampai warna merah tua. Cara ini hanya mendapatkan kesan dari kadar
hemoglobin saja, sebagai dasar diambil darah 100%, 5,8 gr hemoglobin per
100 ml darah. Tallquist mempergunakan skala warna dalam satu buku mulai
dari merah muda 10% di tengah-tengah ada bagian yang sengaja dilubangi
dimana darah dibandingkan dapat dilihat menjadi darah dibandingkan secara
langsung sehingga kesalahan dalam melakukan pemeriksaan antara 25-50%.
Prinsip hemoglobin diubah mejadi asam hematin, kemudian warna
yang terjadi dibandingkan secara visual dengan standar dalam alat itu. Cara
Sahli banyak dipakai di Indonesia, walau cara ini tidak tepat 100%,
mengalami kurang darah atau darahnya masih normal, pada pemeriksaan ini
faktor kesalahan kira-kira 10%, kelemahan cara ini berdasarkan kenyataan
bahwa asam hematin itu bukanlah merupakan larutan sejati dan juga alat
hemoglobimeter itu sukar distandarkan, selain itu tidak semua macam
hemoglobin dapat diubah hematin misalnya ; karboxyhemoglobin,
methemoglobin, sulfahemoglobin.
Pada percobaan penentuan hemoglobin ini terdapat dua metode yaitu
metode tallquist dan metode sahli. Pada percobaan metode tallquist, ujung jari
dilukai dengan lanset steril kemudian darah diteteskan pada kertas kertas
warna pembanding. Didapat warna yang sesuai dengan darah praktikan pada
kertas pembanding, sehingga didapat hasil nilai hemoglobin nya yaitu 70.
Sedangkan pada metode sahli, tabung sahli diisi terlebih dahulu oleh
HCL sampai tinggi 10% atau sampai 20 mL pada tabung. Lalu ujung jari
dilukai oleh lanset steril kemudian darah dihisap menggunakan pipet hingga
tanda batas dan segera dimasukan pada tabung. Ditambahkan HCl sampai
warna campuran sama dengan warna standar kemudian didapat kadar
hemoglobin sebesar 13% atau 13 gr/100mL darah. Menurut (Sopny,2010)
batas normal kadar hemoglobin pada wanita dewasa adalah 12. Pada sampel
yang telah diamati kadar hemoglobin pada praktikan belum mencapai batas
normal, hal ini dapat disebabkan oleh tidak stabilnya kondisi praktikan atau
kurangnya teliti pada penglihatan dalam menyamakan warna sehingga pada
saat praktikan membaca penetapan angka kadar hemoglobin kurang akurat.

ii. Waktu Pendarahan


Waktu pendarahan adalah interval waktu mulai timbulnya tetes darah
dari pembuluh darah yang luka sampai darah berhenti mengalir keluar dari
pembuluh darah. Penghentian pembuluh darah ini disebabkan terbentuknya
agregat yang menutupi telah pembuluh darah yang rusak. Adapun faktor-
faktor yang mempengaruhi waktu pendarahan suatu darah yakni besar
kecilnya luka, suhu, status kesehatan, umur, besarnya tubuh dan aktivitas
kadar hemoglobin dalam darah. Kisaran waktu pendarahan yang normal
adalah 15 hingga 120 detik (Dsyoghi, 2010).
Dalam keadaan normal, darah terdapat di dalam pembuluh darah
(arteri, kapiler dan vena). Jika terjadi pendarahan, darah keluar dari pembuluh
darah tersebut, baik ke dalam maupun keluar tubuh. Tubuh mencegah atau
mengendalikan pendarahan melalui beberapa cara seperti hemostatis.
Hemostatis adalah cara tubuh untuk menghentikan perdarahan pada
pembuluh darah yang mengalami cedera. Hal ini melibatkan 3 proses utama,
yaitu konstiksi (pengerutan) pembuluh darah, aktivitas trombosit (partikel
berbentuk seperti sel yang tidak teratur, yang terdapat di dalam darah dan ikut
serta dalam proses pembekuan) dan aktivitas faktor-faktor pembekuan darah
(protein yang terlarut dalam plasma) (Soewolo, 1999: 174).
Pendarahan dapat berhenti sendiri misalnya dengan kontraksi vasa
ditempat pendarahan yang terjadi beberapa menit sampai beberapa jam.
Apabila pembuluh darah mengalami dilatasi, darah tidak keluar lagi karena
sudah dicegah oleh mekanisme trombosit. Vasa kontraksi timbul melalui
beberapa jalan kontraksi langsung otot pembuluh darah kemudian anoksia
dan reflek lalu adanya serotonis yang keluar dari trombosit yang
menyebabkan vasa kontraksi (Schmid, 1997). Trombosit melekat pada
endotel pada tepi-tepi pembuluh yang rusak. Hal ini terjadi sampai elemen-
elemen pembuluh darah yang putus menyempit. Penjedaan darah sangat
penting dalam mekanisme penghentian darah (Guyton,1983).
Pada percobaan penentuan waktu pendarahan, ujung jari dilukai
dengan lanset steril kemudian didapat tetes darah pertama yang keluar yaitu
23,3 detik setelah itu darah yang keluar diserap oleh tisu agar dapat diketahui
ketika darah berhenti mengalir. Saat darah berhenti mengalir pada waktu 81,5
detik, didapat waktu pendarahannya dari selisih tetes darah pertama dengan
saat darah berhenti mengalir yaitu 58,2 detik. Menurut (Dsyoghi, 2010)
kisaran waktu pendarahan yang normal adalah 15 hingga 120 detik. Sehingga
dapat dikatakan kalau waktu pendarahan pada praktikan normal.
iii. Waktu Koagulasi
Pembekuan darah disebut juga koagulasi darah. Faktor yang
diperlukan dalam penggumpalan darah adalah garam kalsium sel yang luka
yang membebaskan trompokinase, trombin dari protombin dan fibrin yang
terbentuk dari fibrinogen. Mekanisme pembekuan darah adalah sebagai
berikut setelah trombosit meninggalkan pembuluh darah dan pecah, maka
trombosit akan mengeluarkan tromboplastin. Bersama-sama dengan ion
Catromboplastin mengaktifkan protrombin menjadi thrombin (Evelyn, 1989).
Trombin adalah enzim yang mengubah fibrinogen menjadi fibrin.
Fibrin inilah yang berfungsi menjaring sel-sel darah merah menjadi gel atau
menggumpal (Poedjiadi, 1994). Kisaran waktu terjadinya koagulasi darah
adalah 15 detik sampai 2 menit dan umumnya akan berakhir dalam waktu 5
menit. Gumpalan darah normal akan mengkerlit menjadi sekitar 40% dari
volume semula dalam waktu 24 jam (Frandson, 1992). Koagulasi dapat
dicegah dengan penambahan kalium sitrat atau natrium sitrat yang
menghilangkan garam kalsium (Schmidt, 1997).
Pada percobaan waktu koagulasi ini, ujung jari dilukai oleh lanset
steril kemudian darah yang keluar dimasukkan ke dalam pipa kapiler agar
didapat benang fibrin. Setelah itu ditunggu sekitar 1-2 menit kemudian pipa
kapiler dipatahkan sedikit dan didapat benang fibrin pada menit ke 3,3.
Menurut (Frandson, 1992) kisaran waktu terjadinya koagulasi darah adalah 15
detik sampai 2 menit dan umumnya akan berakhir dalam waktu 5 menit.
Sehingga dapat dikatakan kalau waktu koagulasi pada praktikan normal.

iv. Penggolongan Darah


Golongan darah pada manusia bersifat herediter yang ditentukan oleh
alela ganda. Golongan darah seseorang dapat mempunyai arti penting dalam
kehidupan. Sistem penggolongan yang umum dikenal dalam istilah A, B, O,
tetapi pada tahun 1990 dan 1901, Dr Landsteiner menemukan antigen
(aglutinogen) yang terdapat di dalam sel darah merah dan juga menemukan
antibodi (aglutinin) yang terdapat di dalam plasma darah. Atas dasar macam
antigen yang ditemukan tersebut (Prawirohartono, 1995).
Untuk mengetahui golongan darah seseorang dapat dilakukan dengan
pengujian yang menggunakan serum yang mengandung aglutinin. Dimana bila
darah seseorang diberi serum aglutinin a mengalami aglutinasi atau
penggumpalan berarti darah orang tersebut mengandung aglutinogen A.
Dimana kemungkinan orang tersebut bergolongan darah A atau AB. Bila
tidak mengalami aglutinasi, berarti tidak menngandung antigen A,
kemungkinan darahnya adalah bergolongan darah B atau O (Kimball, j.w.
1999).
Bila darah seseorang diberi serum aglutinin b mengalami aglutinasi,
maka darah orang tersebut mengandung antigen B, berarti kemungkinan orang
tersebut bergolongan darah B atau AB. Bila tidak mengalami aglutinasi,
kemungkinan darahnya adalah A atau O. Bila diberi serum aglutinin a maupun
b tidak mengalami aglutinasi, kemungkinan darahnya adalah O (Solomon,
1993).
Membran eritrosit mengandung dua antigen, yaitu tipe-A dan tipe-B.
Antigen ini disebut aglutinogen. Sebaliknya, antibodi yang terdapat dalam
plasma akan bereaksi spesifik terhadap antigen tipe-A atau tipe-B yang dapat
menyebabkan aglutinasi (penggumpalan) eritrosit. Antibodi plasma yang
menyebabkan penggumpalan aglutinogen disebut aglutinin. Ada dua macam
aglutinin, yaitu aglutinin-a (zat anti-A) dan aglutinin-b (zat anti B).
Aglutinogen-A memiliki enzim glikosil transferase yang mengandung
asetil glukosamin pada rangka glikoproteinnya. Sedangkan aglutinogen-B
mengandung enzim galaktosa pada rangka glikoproteinnya. Ahli imunologi
(ilmu kekebalan tubuh) kebangsaan Austria bernama Karl Landsteiner (1868-
1943) mengelompokan golongan darah manusia. Berdasarkan ada atau
tidaknya aglutinogen, golongan darah dikelompokan menjadi: Golongan darah
A, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-A dan aglutinin-b dalam
plasma darah. Golongan darah B, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-
B dan aglutinin-a dalam plasma darah. Golongan darah AB, yaitu jika eritrosit
mengandung glutinogen-A dan B, dan plasma darah tidak memiliki aglutinin.
Golongan darah O, yaitu jika eritrosit tidak memiliki aglutinogen-A dan B,
dan plasma darah memiliki aglutinin-a dan b.
Pada percobaan penentuan golongan darah ini, ujung jari dilukai oleh
lanset steril kemudian darah diteteskan pada kertas penentu golongan darah
bagian tanda A dan tanda B. Setelah itu diteteskan serum darah anti A pada
bagian tanda A dan serum darah anti B pada bagian tanda B lalu diaduk
sedikit, didapat tetesan darah pada bagian tanda A dan serum darah anti A
yang bercampur dan tidak mengalami aglutinasi begitupun dengan tetesan
darah pada bagian B dan serum darah anti B pun tidak mengalami aglutinasi.
Sehingga didapat golongan darah praktikan adalah O.

VI. Kesimpulan
1.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A., et al. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Jakarta:
Erlangga
Dellman, H. D. dan Brown, E. M. 1989. Buku Teks Histologi Veterainer.
Terjemahan Hartono, R. Jakarta : Universitas Indonesia.
Evelyn, Pearce. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia.
Jakarta.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi ke-4.GadjahMada
University Press. Yogyakarta.
Gandasoebrata R, 1984. Penuntun Laboratorium klinik. Jakarta: Dian Rakyat
Rindamusti. 2012 . Hemoglobin.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-rindamusti-
6948-3-babii.pdf. Diakses pada selasa 31 Oktober 2017.
Gilson, Johan. 2002. Fisiologi dan Anatomi Moderen untuk Perawat edisi 2.
Jakarta: EGC.
Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C. 1983. Fisiologi Manusia dan Mekanismenya terhadap
Penyakit. Jakarta : EGC Penerbit Buku kedokteran.
Harlod, A. H. 1979. Review of Physiological Chemistry. Diterjemahkan oleh
Martin Muliawan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
J. W. Kimball, 1999. Biologi Umum. Erlangga, Jakarta
Kimball, John W. 1983. Biologi Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta :Erlangga.
Omegawati, Wigati. 2010. BiologiUmum. Klaten: IntanPariwara.
Prawirohartono, Slamet. 1995. Sains Biologi. Bumi Aksara. Jakarta
Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Pearce C.E. 1992. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Schmidt, W. and Nelson, B. 1990.Animal Physiology. New York :Harper Collins
Publisher.
Schmid, K. and Friends. 1997. Animal Physiology: Adaptation and Environment.
Cambridge University Press. USA.
Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jogyakarta: Penerbit Graha
Ilmu.
Sloane, E. 1994.Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula.Jakarta :Kedokteran EGC.
Sloane. Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC
Soetrisno. 1987. Diktat Fisiologi Ternak. Purwokerto : Fakultas Peternakan
Unsoed.
Soewolo. 1999. Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA UNM.
Soewolo, Soedjono Basoeki & Titi Yudani. 2005. Fisiologi manusia. Malang:
Universitas Negeri Malang
Sopny. 2010. Kadar Hemoglobin darah.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20481/4/Chapter%20II.p
df. Diakses pada Selasa, 31 Oktober 2017
Subowo.Macam-macam Golongan Darah. Penebar Swadaya: Jakarta.1992
Waluyo, Joko. 2006. Biolog iDasar. Jember: University Press

Anda mungkin juga menyukai